Anda di halaman 1dari 4

Kasus Pelanggaran Kode Etik di Bidang Konstruksi

Penjelasan Kasus Pelanggaran Kode Etik

Kontraktor Pelaksana suatu pekerjaan infrastruktur seharusnya tidak perlu mencari keuntungan lebih
dari pekerjaan yang sedang dilaksanakan, karena dari perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
oleh Konsultan Perencana dan perhitungan Owner Estimate (OE) oleh Pemilik Proyek sudah terdapat
nilai keuntungan yang wajar dari pelaksanaan suatu pekerjaan tersebut. Keuntungan lebih
kemungkinan dapat diperoleh Kontraktor jika dapat membeli bahan dengan kualitas yang sesuai
spesifikasi teknis tetapi dengan harga yang lebih rendah. Hal ini tentunya tidak akan mengurangi
kualitas dan kuantitas bahan yang digunakan untuk pembangunan.

Konsultan Pengawas/Supervisi harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan mendapatkan laporan
yang benar dari Inspektor yang berada setiap saat di lapangan selama pelaksanaan pekerjaan
konstruksi berlangsung. Dengan demikian Konsultan Pengawas mengetahui persis jika terjadi
kecurangan oleh Kontraktor dan dapat melakukan tindakan seperlunya dalam waktu yang singkat,
misalnya penghentian pekerjaan sementara karena pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis, atau bila
diperlukan dilakukan pembongkaran konstruksi jika itu dianggap suatu kesalahan yang sangat fatal.

Pemilik Proyek dengan kewenangannya juga dapat dan harus menempatkan tenaga Pengawas
(Direksi Pekerjaan) yang cakap dan berpengalaman untuk mencegah terjadinya kesalahan oleh
Kontraktor Pelaksana, baik yang disengaja ataupun tidak disengaja.

Sinergitas antara Kontraktor – Konsultan Supervisi – Pemilik Proyek dalam masa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sangat dibutuhkan untuk mencapai pekerjaan yang tepat mutu, tepat waktu,
dan dengan biaya yang wajar atau sesuai dengan nilai kontrak.

Selain itu pihak laboratorium yang menguji kualitas bahan dan bangunan harus juga mengetahui dan
memahami tugas dan kewajibannya, serta sangat mengerti resiko yang akan terjadi jika hasil ujinya
dipalsukan untuk membela kepentingan salah satu pihak dalam hal ini Kontraktor Pelaksana.

1. Butir-butir kode Etik ASCE (American Society Civil Engineer)

Kode Etik ASCE terdiri dari prinsip-prinsip dasar dan hukum dasar pembahasan tentang etika
profesi keinsinyuran di Amerika.

Dikutip dari Kamus Webster, definisi "Etika" adalah: (Edisi 1929) - Ilmu tugas dan moralitas (Edisi
1953) - Ilmu karakter manusia. Dari Kamus Webster, definisi "Karakter" adalah: (Edisi 1929) -
Kekuatan atau kualitas moral.

Kode Etik ASCE:


a. Masyarakat

1
b. Klien dan majikan
c. Insinyur sipil berlisensi

Kode etik ASCE ini biasanya digunakan untuk menjaga keseimbangan tanggung jawab antara
ketiga unsur tersebut, tidak hanya karena realitas lingkungan kerja, tetapi untuk
mempertahankan status insinyur profesional yang ingin dicapai oleh setiap insinyur yang terlibat
dalam pekerjaan konstruksi.

ASCE, Society telah memilih untuk menetapkan standar etika, menjadi profesional, sebagai dasar
keanggotaan.

Kode Etik ASCE, yang terdiri dari Prinsip-prinsip Dasar dan Hukum Dasar: Kode etik Prinsip Dasar
Kode Etik Masyarakat diadopsi pada 2 September 1914, dan terakhir diubah pada 23 Juli 2006.
Sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga Masyarakat, adalah kewajiban setiap anggota
Masyarakat untuk segera melaporkan kepada Komite Perilaku Profesional setiap pelanggaran
Kode Etik. Pada bulan April 1975, Dewan Arah ASCE mengadopsi prinsip-prinsip dasar Kode Etik
Insinyur sebagaimana diterima oleh Badan Akreditasi untuk Teknik dan Teknologi, Inc. (ABET).

Prinsip-prinsip Dasar ASCE

Insinyur menjunjung tinggi dan memajukan integritas, kehormatan dan martabat profesi insinyur
dengan:
1. Menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk peningkatan kesejahteraan manusia
dan lingkungan;
2. Bersikap jujur dan tidak memihak dan melayani dengan setia publik, majikan, dan klien
mereka;
3. Berupaya meningkatkan kompetensi dan harkat profesi keinsinyuran; dan
4. Mendukung masyarakat profesional dan teknis dari disiplin ilmu mereka.

Hukum Dasar ASCE:


1. Insinyur harus mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat dan
harus berusaha untuk mematuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam
pelaksanaan tugas profesional mereka.
2. Insinyur harus melakukan layanan hanya di bidang kompetensi mereka.
3. Insinyur harus mengeluarkan pernyataan publik hanya dengan cara yang objektif dan jujur.
4. Insinyur harus bertindak dalam masalah profesional untuk setiap majikan atau klien sebagai
agen atau wali yang setia, dan harus menghindari konflik kepentingan.
5. Insinyur harus membangun reputasi profesional mereka berdasarkan jasa mereka dan tidak
akan bersaing secara tidak adil dengan orang lain.

2
6. Insinyur harus bertindak sedemikian rupa untuk menegakkan dan meningkatkan kehormatan,
integritas, dan martabat profesi insinyur dan harus bertindak tanpa toleransi terhadap
penyuapan, penipuan, dan korupsi.
7. Insinyur harus melanjutkan pengembangan profesional mereka sepanjang karir mereka, dan
harus memberikan kesempatan untuk pengembangan profesional para insinyur di bawah
pengawasan mereka.

Kasus kontraktor “Big” melanggar prinsip dasar kode etik ASCE dengan melakukan kecurangan
pada pelaksanaan pengecoran di bandara. Tindakan ini tidak dapat dibenarkan karena akibatnya
bisa sangat fatal untuk keselamatan pengguna bandara.

2. Bila kasusnya berada di Indonesia

Butir-butir pokok kode Etik PII (Catur Karsa):


1. Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia.
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran

Kedua “Sapta Dharma”

Tuntunan Sikap dan Perilaku – Sapta Dharma, Insinyur Indonesia:


1. Mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.
2. Bekerja sesuai dengan kompetensinya.
3. Menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya.
5. Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing
6. Memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan
7. Mengembangkan kemampuan profesional.

Insinyur Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan
semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari
kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineering-
nya.

Kasus kontraktor “Big” sudah melanggar prinsip-prinsip dasar kode etik PII (butir ke-2).
Perusahaan tersebut melakukan kecurangan dan berupaya menambah keuntungan dengan cara
mengurangi material campuran beton (semen) untuk pembangunan runway, taxiway, dan apron
bandara.

3
3. Perbandingan Kode Etik ASCE dan PII, yang pas untuk Indonesia

Kode etik umumnya berasal dari prinsip-prinsip panduan yang sama yaitu rasa hormat,
kepercayaan, integritas, keadilan, moralitas, dan melakukan apa yang benar, apa pun kondisinya.
Perbedaan biasanya terletak pada penyempurnaan kode untuk mengatasi kekhasan industri,
perdagangan, atau organisasi.

ASCE mempunyai kode etik yang sesuai untuk diterapkan di Amerika, dengan segala latar
belakang sosial dan budaya masyarakatnya. Namun tentunya tidak selalu cocok untuk diterapkan
di negara lain terutama di Indonesia dengan adat ketimuran dan latar belakang sosial yang
sangat berbeda dengan Amerika.

PII mempunyai kode etik yang tepat dan sesuai dengan kondisi Bangsa Indonesia yang
mengutamakan keluhuran budi pekerti dan kejujuran sesuai budaya bangsa. Kode etik yang ada
di PII sudah mengakomodir kondisi sosial budaya yang ada di masyarakat Indonesia yang
berbudaya, berbudi luhur, dan masyarakat agamis. Namun demikian kode etik PII juga belum
tentu dapat diterapkan untuk negara lain di luar Indonesia.

Hasil kajian pelanggaran kode etik yang telah dilakukan perusahaan kontraktor “Big” dapat
merugikan perusahaan tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung. Walaupun
kenyataannya bangunan yang dibangun tidak menunjukkan kegagalan konstruksi setelah
digunakan bertahun-tahun.

Untuk kasus seperti ini di Indonesia dapat diterapan sanksi moral atau paling tinggi dapat
dimasukkan black list selama beberapa tahun oleh Pemilik Proyek karena keteledoran dan
kesengajaan perusahaan tersebut untuk melakukan kecurangan dalam pengecoran runway,
taxiway, dan apron bandara.

Pihak-pihak terkait seperti sub kontraktor dan suplyer juga dapat melakukan tindakan yang sama
yaitu akan menghindari kerja sama selanjutnya dengan Kontraktor “Big” karena terbukti wan
prestasi dalam hal pelaksanaan tugasnya untuk membayar sesuai kesepakatan. Demikian juga
dengan Pemilik Pekerjaan tidak dapat dituntut oleh Kontraktor “Big” untuk membayar penuh
sesuai dengan nilai kontrak karena campuran beton yang mereka gunakan tidak sesuai dengan
yang seharusnya, sehingga biaya yang mereka keluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut
tentunya juga lebih rendah dari nilai kontrak.

Disebutkan bahwa kesalahan Kontraktor “Big” tidak dapat dituntut secara hukum, namun
demikian hal ini tentunya akan mengakibatkan catatan buruk bagi para Pemilik Pekerjaan, Sub
Kontraktor, dan Suplyer yang akan melakukan kerja sama dengan Kontraktor “Big” untuk
pekerjaan lain di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai