Keragaan Program Pemberdayaan
Keragaan Program Pemberdayaan
IDA ZULFIDA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Ida Zulfida
NRP H-162100131
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERAGAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
DALAM PEMBANGUNAN PERDESAAN
(Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bandung)
IDA ZULFIDA
NRP H162100131
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
2
:4)# :
&2!35'4&: /)!%:
/*&2&:!+&,&-$:
!34:
1: 42*-: :
$$/3:
&(!3%4&:/)!%:
!35:1/$1*:35 &:
)*4: !1!---: !*-$4--:
&)8%: -:!1 !2-:
2. TINJAUAN PUSTAKA 9
Pergeseran Paradigma Pembangunan 9
Perekonomian Kewilayahan versus Perekonomian Nasional 10
Faktor Pengembangan Ekonomi Wilayah 11
Pembangunan Ekonomi Masyarakat 12
Konsep Pembangunan Ekonomi Masyarakat, Pemberdayaan,
dan Partisipasi 14
Pendekatan Partisipatif 15
Bentuk dan Tipe Partisipasi 17
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi 18
Pembangunan Kawasan Perdesaan Partisipatif 19
Kelembagaan 22
Kelembagaan Desa 23
Tipe-tipe Organisasi 24
Tinjauan Penelitian Terkait Sebelumnya 24
Kerangka Pemikiran 26
3. METODOLOGI PENELITIAN 29
Lokasi dan Waktu Penelitian 29
Tahapan Penelitian 29
Metode Penarikan Sampel 30
Sumber dan Jenis Data 31
Pendekatan dan Model Analisis Data 32
Evaluasi Kinerja Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan 32
Mengukur Produktivitas Kinerja Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
37
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan
Pendapatan Rumah Tangga yang Telah Berpartisipasi dan
Belum Berpartisipasi dalam Kelembagaan Pemberdayaan 40
LAMPIRAN 90
Hal
1. Tipologi partisipasi 16
2. Tujuan, model analisis, variabel, data dan output penelitian 31
3. Data variabel input dan output dalam model efektifitas kinerja
PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bandung 37
4. Kecamatan penerima alokasi dana bantuan langsung masyarakat
(BLM) di Kabupaten Bandung 47
5. Gambaran umum statistik variabel kecamatan-kecamatan yang
mendapat alokasi PNPM Mandiri Perdesaan 47
6. Statistik deskriptif responden participant 49
7. Statistik deskriptif responden non participant 50
8. Total dana bantuan langsung masyarakat tahun 2008-2013 51
9. Hasil perhitungan DEA skor efisiensi teknik (TE) dengan asumsi
CRS, VRS dan efisiensi skala (SE) 52
10. Alokasi optimal pendanaan PNPM Mandiri Perdesaan berdasarkan
hasil DEA 55
11. Hasil pengukuran dari DEA dengan skor efisisensi CRS, VRS dan
TE dalam kegiatan ekonomi alokasi dana PNPM Mandiri
Perdesaan, Kabupaten Bandung. 58
12. Target output pendapatan optimal dengan Model DEA 60
13. Target output tenaga kerja optimal dengan Model DEA 60
14. Indeks Malmquist (MI) rata-rata pertahun 63
15. Indeks produktivitas malmquist per kecamatan 64
16. Hasil uji regresi linier terhadap faktor-faktor yang berpangaruh pada
peningkatan pendapatan rumah tangga partisipan 67
17. Hasil uji regresi linier terhadap faktor-faktor yang berpangaruh pada
peningkatan pendapatan rumah tangga partisipan dan non partisipan 69
18. Hasil kecenderungan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program pemberdayaan 71
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Modifikasi Shaffer Star of Community Economic Development 14
2. Kerangka pemikiran 28
3. Tahapan penelitian 29
Hal
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak awal era reformasi, Indonesia telah memulai pendekatan baru dalam
kebijakan pembangunan perdesaan. Sebelumnya, pendekatan sentralistik yang
diterapkan lebih menekankan pada kepentingan-kepentingan makro seperti
peningkatan product domestic bruto (PDB) dan pertumbuhan yang ternyata tak
diiringi dengan pengurangan kemiskinan. Meski pendekatan tersebut memiliki
keunggulan dalam hal manajemen dan kontrol, namun tidak dapat menyelesaikan
masalah pada level mikro dan memiliki kelemahan karena telah mengunci
partisipasi lokal (Besley dan Coate, 2003). Pendekatan sentralistik dengan top
down strategy juga memperlebar kesenjangan daerah antar wilayah, terutama
wilayah perkotaan dan perdesaan (Demaziere et al. 1995; Baylis dan Smith,
2005; Baudrilliard, 2011).
Menyadari akan adanya kelemahan dari konsep pembangunan
sebelumnya, muncul pemikiran beberapa ahli ekonomi untuk melengkapi
kekurangan teori ini dengan mengembangkan teori alternatif baru. Saat ini
desentralisasi hadir melengkapi pendekatan sentralistik. Dengan bottom up
strategy sebagai suatu model yang berperan dalam pembangunan pada tingkat
lokal dan perdesaan. Kondisi tersebut telah menunjukkan pergeseran paradigma
pembangunan perdesaan dari holistik ke lokalitas dan lebih menekankan pada
proses induktif (Mohan dan Stokke, 2000). Pendekatan bottom up merupakan
pembangunan yang bertumpu pada manusia (people centered), partisipasi,
pemberdayaan dan keberkelanjutan (Chambers, 1983; Schenck dan Louw, 1995).
Salah satu alternatif yang kini dikembangkan adalah yang dipelopori oleh Shaffer
dan kawan kawan (2004) mengenai Community economics yang menjadi dasar
pembangunan perdesaan diberbagai negara seperti di China dan negara
berkembang lainnya. Community economics dan juga pembangunan perdesaan
merupakan pendekatan yang multifaset dan komprehensif terhadap perubahan
masyarakat yang menyangkut aspek sosial, norma, sumber daya (sumber daya
alam, manusia, man made capital) dan juga aspek pasar dan pengambilan
keputusan ditingkat lokal (Fauzi, 2010).
Di Indonesia, desentralisasi diharapkan dapat menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi penegakan kebijakan pembangunan ekonomi pada tingkat
lokal dan perdesaan. Perubahan sistem pemerintahan ini diatur dalam Undang
Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Hal ini memberikan kesempatan
bagi daerah untuk dapat merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan
di daerah masing-masing sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Masyarakat diberdayakan untuk berpartisipasi dan memegang peranan penting
sebagai pelaku utama pembangunan untuk turut serta merencanakan,
melaksanakan, dan mengawasi jalannya pembangunan di daerah mereka.
Mengapa pemberdayaan? Konsep pemberdayan ini muncul karena adanya
kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-
model pembangunan ekonomi dalam menaggulangi masalah kemiskinan dimasa
lalu. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang
2
Perumusan Masalah
program ini. Data audit tahun anggaran 2013 PNPM Mandiri Perdesaan di
Kabupaten Bandung telah mengidentifikasi beberapa temuan antara lain: (1)
kegiatan peningkatan kapasitas kelompok belum memberi manfaat secara optimal
kepada masyarakat; (2) tunggakan kategori macet dalam pengelolaan kegiatan
SPP; (3) kurang opimalnya Tim Pemelihara; (4) terdapat pengeluaran yang tidak
didukung bukti pengeluaran yang cukup; (5) beberapa pekerjaan ada yang belum
selesai/sempurna; (6) BLM untuk kegiatan SPP tidak sampai seluruhnya kepada
yang berhak; (7) adanya kegiatan pengalihan dana SPP yang tidak sesuai dengan
ketentuan; dan (8) kegiatan pemeliharaan prasarana yang kurang memadai.
Uraian diatas menunjukkan, ada permasalahan mendasar yakni terkait
efektivitas program yang diluncurkan pemerintah tersebut, antara lain dalam
pembangunan ekonomi lokal menggunakan dana publik yang harus didasarkan
pada “money well spent”. Kelemahan target dan fokus program menjadi salah
satu gejala yang dapat terlihat. Dengan demikian evaluasi terhadap kinerja
program-program pemberdayaan sangat penting.
Selain itu sebagaimana diuraikan terdahulu pemberdayaan melibatkan
peran serta masyarakat sehingga perlu pula diketahui seberapa besar peran atau
partisipasi masyarakat dalam konteks pemberdayaan maupun pembangunan
ekonomi masyarakat pada tingkat lokal dan perdesaan. Partisipasi merupakan
salah satu variabel penting dalam peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh
karena kegiatan ekonomi yang meningkatkan pendapatan membutuhkan
partisipasi aktif dari pelaku ekonomi, maka keterkaitan antara pemberdayaan,
partisipasi dan pendapatan menjadi sangat kuat. Dana BLM yang tidak sampai
kepada yang berhak serta pengalihan dana SPP yang tidak sesuai ketentuan
menyebabkan menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan
ekonomi. Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Program pemberdayaan yang diluncurkan pemerintah belum efektif,
khususnya di Kabupaten Bandung.
2. Program pemberdayaan berdampak terhadap pendapatan rumah tangga
yang telah bergabung (partisipan) dan rumah tangga yang belum
bergabung (non partisipan).
3. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan masyarakat
berpartisipasi dalam program pemberdayaan.
4. Belum ada strategi pemberdayaan yang tepat untuk perbaikan program
dalam pembangunan perdesaan.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat pembangunan
ekonomi lokal di Kabupaten Bandung. Namun secara khusus tujuan penelitian ini
dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Mengevaluasi kinerja Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bandung.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan
rumah tangga yang telah berpartisipasi dalam kelembagaan pemberdayaan.
3. Menganalisis kecenderungan rumah tangga dalam mengambil keputusan
untuk berpartisipasi pada kelembagaan pemberdayaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
4. Menyusun strategi pemberdayaan dalam mendorong pembangunan perdesaan.
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pergeseran Paradigma Pembangunan
Dalam model dasar Shaffer Star ada lima elemen dalam pengembangan
ekonomi masyarakat perdesaan, yaitu: masyarakat, pasar, aturan main, sumber
daya dan pengambilan keputusan. Program pemberdayaan pada hakekatnya
merupakan irisan dari elemen masyarakat, pasar, pengambilan keputusan dan
elemen masyarakat, sumber daya dan pengambilan keputusan. Interaksi kedua
elemen ini merupakan aspek penting dalam efisiensi pemberdayaan. Dalam
implementasi model elemen-elemen ini diterjemahkan dalam input dan output,
sementara elemen pengambilan keputusan diterjemahkan ke dalam ukuran
partisipasi.
Pendekatan Partisipatif
kelompok yang berkepentingan dengan suatu isu atau sumber daya tertentu
(Bourgeois dan Jesus, 2004).
Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena
adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses
pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya; (6) Pemberdayaan
(Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam
setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling
memberdayakan satu sama lain; (7) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama
berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi
berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan
sumber daya manusia.
3. Wilayah perdesaan adalah tempat produksi pangan (beras, jagung, kedelai, dan
sebagainya). Distribusi dan kecukupan stok pangan tersebut menjadi penting
untuk menghindari kelaparan dan kekurangan gizi di masyarakat.
4. Sumber daya alam perdesaan merupakan asset yang sangat berharga dan
strategis untuk menjamin kelestarian mata pencaharian masyarakat perdesaan
yang pada gilirannya meningkatkan kehidupan ekonomi (Rustiadi dan Pranoto,
2007).
Undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 2014 tentang desa
menyatakan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak usul, hak tradisional, yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan negara kesatuan republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud
dengan kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa, pemerintah,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Mayoritas masyarakat di Indonesia bermukim di perdesaan dan pekerjaan
mereka pada umumnya adalah di sektor pertanian (Jayadinata dan Pramandika,
2006). Pembangunan perdesaan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional (Adisasmita, 2006). Pembangunan perdesaan sangat diperlukan karena
dalam Peraturan Presiden No. 7/2005 disebutkan bahwa salah satu agenda
pembangunan Indonesia ke depan adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Prioritas pembangunan pada aspek ini lebih diarahkan pada aspek
penanggulangan kemiskinan dan revitalisasi pertanian. Dalam konteks kedua
prioritas tadi, perdesaan merupakan konsern utama dimana kemiskinan dan
pertanian sebagian masih terkonsentrasi pada wilayah perdesaan. Oleh karenanya
secara khusus Bab 25 Perpres No. 7 /2005 membahas secara rinci peran
pembangunan perdesaan tersebut (Fauzi, 2010).
Menurut Adisasmita (2006), dalam pembangunan perdesaan terdapat
hambatan-hambatan baik dari segi kondisi rumah tangga di perdesaan, yaitu (1)
penduduk sebagai salah satu modal pembangunan yang paling utama umumnya
masih berpendidikan rendah dan kurang memiliki keterampilan dalam
pengelolaan usaha pertanian, (2) umumnya sistem pertanian masih subsisten, (3)
sebagian besar keluarga petani memiliki lahan marjinal atau luas lahan usaha
yang makin menyempit, dan (4) mayoritas penduduk desa masih berada dalam
kondisi kemiskinan struktural. Hambatan dalam struktur ekonomi perdesaan
secara umum antara lain terbatasnya akses bagi petani terhadap input produksi dan
jaminan pemasaran hasil produksi yang lebih baik dan harga yang sesuai dan
semakin tidak seimbangnya nilai tukar produk pertanian dengan produk non
pertanian yang menurunkan pendapatan petani. Hambatan pemanfaatan sumber
daya alam, yaitu pengalihan pengusahaan tanah pertanian oleh masyarakat bukan
penggarap sehingga tanah menjadi tidak produktif dan produktifitas lahan yang
rendah karena terbatasnya tenaga kerja. Hambatan lainnya yang tak kalah penting
adalah terbatasnya ketersediaan prasarana untuk mengembangkan kegiatan
produksi dan akses pemasaran dan terbatasnya sarana pelayanan pendidikan dan
kesehatan.
21
Kelembagaan
Kelembagaan Desa
Tipe-tipe organisasi
Secara garis besar organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
organisasi formal dan organisasi informal. Organisasi Formal adalah organisasi
yang dibentuk oleh sekumpulan orang atau masyarakat yang memiliki suatu
struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan
otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya, serta memilki
kekuatan hukum. Kemudian menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-
masing anggotanya. Hierarki sasaran organisasi formal dinyatakan secara
eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasarat lainya
terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu organisasi formal tahan lama dan
mereka terencana dan mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka
mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal ádalah perusahaan
besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (Winardi, 2003).
Sedangkan Organisasi Informal merupakan keadaan dimana keanggotaan
pada organisasi ini dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap
kali sulit untuk menentukan waktu yang pasti seseorang menjadi anggota
organisasi tersebut. Sifat kepastian hubungan antar anggota dan bahkan tujuan
organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh organisasi informal
adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal
dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan didalamnya dan
kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan.
Pada penelitian terdahulu Supriatna (2008) menemukan alasan mengapa
masyarakat lebih memilih kelembagaan informal yaitu karena prosedur yang
sederhana, tanpa jaminan, dan cepat realisasinya.
Kerangka Pemikiran
3 METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Tahapan Penelitian
DEA Model
Model Logit
Produktivitas Partisipan Regresi Partisipan
PNPM dan non PNPM dan non
Indeks partisipan PNPM
Malmquist
Peningkatan
pendapatan partisipan
Deskripsi Kualitatif
permormance) dari unit analisis pada kondisi keberadaan multiple inputs dan
outputs (Boussofiane, Dyson, dan Thanassoulis, 1991).
Metode ini paling banyak dipakai karena pendekatan DEA tidak
membutuhkan banyak informasi sehingga lebih sedikit data yang dibutuhkan dan
lebih sedikit asumsi yang diperlukan. Beberapa penulis seperti Ahmad et al.
(2014), Ahmad (2011), dan Pal (2010) sudah menggunakan model ini dalam
mengukur program-program keuangan mikro seperti di India dan Pakistan. Tujuan
dari penelitian mereka adalah bagaimana menggunakan alokasi dana dari program
dengan efisien di wilayah mereka. Vannesland (2005) dan Byrden (2010) juga
telah melakukan pengukuran terhadap program pemberdayaan desa dengan
menggunakan model DEA di Swedia dan Eropa. Data Envelopment Analysis
dikembangkan sebagai model dalam pengukuran tingkat kinerja atau produktivitas
dari sekelompok unit organisasi. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui
kemungkinan-kemungkinan penggunaan sumber daya yang dapat dilakukan untuk
menghasilkan output yang optimal. Produktivitas yang dievaluasi dimaksudkan
adalah sejumlah penghematan yang dapat dilakukan pada faktor sumber daya
(input) tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan, atau dari sisi lain
peningkatan output yang mungkin dihasilkan tanpa perlu dilakukan penambahan
sumber daya. Pengukuran efisiensi secara DEA dilakukan dengan
mengindentifikasi unit-unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat
membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari inefisiensi.
Beberapa keuntungan dari DEA adalah tidak perlu secara eksplisit
menentukan bentuk matematika untuk fungsi produksi, dan dapat menganalisis
dan mengukur sumber-sumber inefisiensi untuk setiap unit yang dievaluasi.
Dalam Gambar 5 model DEA dapat diasumsikan kedalam constan return to scale
(CRS) atau variable return to scale (VRS) (Baker et al. 1984).
u, v ≥ 0
µ, v ≥ 0
dimana nota µ dan v adalah transformasi bobot dari bobot rasio ke bobot
dalam bentuk linier.
Dalam implementasi algoritma permasalahan pemrograman linier diatas
sering dilakukan dengan menggunakan prinsip duality, yakni (Coelli, 1996):
35
Min ⍬ ,λ ⍬,
⍬xi – Xλ ≥ 0,
λ ≥ 0,
Min ⍬ ,λ ⍬
⍬xi – Xλ ≥ 0
N1ʹ λ = 1
λ≥0
Banker, Charnes dan Cooper (1984) yang dikenal dengan Model BBC. Efisiensi
skala (SE) dari program PNPM di antara kecamatan.
Dalam penelitian ini, Vannesland (2005) berikut variabel input dan output
dapat dijelaskan pada Gambar 5 di mana x1, x2 dan x3 mewakili komponen input,
k1 ... kn mewakili kecamatan dan desa atau DMU (decision making unit), y1 dan y2
merupakan output.
Tabel 3 Data variabel input dan output dalam model efektivitas kinerja PNPM
Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bandung
Obs X1 X2 X3 Y1 Y2
Total PNPM Jumlah Jumlah PAD
Kecamatan (Rp000) Penduduk Lembaga Desa (Rp000) Jumlah TK
Notasi xij yrj merupakan ith input dan rth output dari masing-masing jth
DMU pada suatu titik tertentu dalam waktu t. Perhitungan DEA Indeks Malmquist
membutuhkan dua periode tunggal dan dua langkah periode campuran. Kedua
ukuran periode tunggal diperoleh dengan memecahkan model dasar DEA. Dalam
penelitian ini bertujuan peningkatan dari kinerja yang dihasilkan PNPM Mandiri
Perdesaan yaitu peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan
lapangan kerja. Persamaan model berdasarkan pendekatan output-oriented Model
DEA adalah sebagai berikut:
( ) = min
s.t.
∑
s.t.
∑
Malmquist ini membutuhkan data panel gabungan dari data time series (antar
waktu) dan data cross section (antar individu/ruang) dan tidak membutuhkan
asumsi perilaku dari produsen, menggunakan output jamak dan didefinisikan
menggunakan fungsi jarak.
Fare et al (1992) merumuskan perhitungan output yang mengukur
produktivitas DMUo tertentu pada waktu t+1 dan t, dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut:
( ) ( ) ( ) ½
( ) [ ][ ]
( ) ( ) ( )
dimana :
t = periode
( ) = Total Factor Productivity Change (TFPCH)
Malmquist Index (MIo)
( )
= Efficiency Change (EFFCH)
( )
( ) ( )
= Technical Change (TECHCH)
( ) ( )
Keterangan:
Y = peningkatan pendapatan (rupiah/bulan)
X1 = umur (th)
X2 = jumlah anggota rumah tangga (orang)
D1 = pendidikan (1=lulus SD; 0=lainnya)
D2 = lapangan usaha (1=perdagangan; 0=lainnya)
D3 = status perkawinan (1= kawin; 0=lainnya)
D4 = anggota kelembagaan pemberdayaan (1=PNPM; 0=lainnya)
β0 = konstanta
β = koefisien regresi
ε = error term
i = responden ke 1, 2,…, N
Keterangan:
Y = pendapatan (rupiah/bulan)
X1 = umur (tahun)
X2 = jumlah anggota rumah tangga (orang)
X3 = lama tinggal (tahun)
D1 = pendidikan (1=lulus SD; 0=lainnya)
41
1 1
Pi = F (Yi) = F ( + xi ) xi
1 e zi 1 e
Dimana:
Pi = kecenderungan masyarakat berpartisipasi dalam program pemberdayaan
xi = variabel bebas
e = bilangan natural (≈ 2.718)
α = intersep
β = nilai parameter yang diduga
( + )
42
Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan (2) disebut odds, yang sering juga
diistilahkan dengan risiko atau probabilitas, yaitu rasio peluang kecenderungan
terjadi pilihan-1 (berpartisipasi) terhadap peluang terjadi pilihan-0 alternatifnya
(tidak berpartisipasi).
Pada umumnya pendugaan parameter koefisien model logit menggunakan
penduga kemungkinan maksium atau maximum likelihood (ML) estimator.
Prosedur ML dalam menduga parameter koefisien model logit adalah sebagai
berikut :
Pi = P(Y=1│xi) = P(Xi) : peluang bahwa Y = 1 jika diketahui X=xi
1-Pi = P(Y=0│xi) = 1-P(xi) : peluang bahwa Y = 0 jika diketahui X=xi
P(Xi )
P(Xi )= ln ( ) = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β3 D1i + β D + β5 D3i + β6 D4i
1-P(Xi ) 4 2i
+ β7 D5i + β8 D
6i
Variabel bebas (Xi) dalam pengamatan ini dapat diringkaskan sebagai berikut :
P(Xi) = Peluang bahwa suatu obyek pengamatan ke-i akan bersedia berpartisipasi
berdasarkan nilai tertentu dari variabel bebas Xi
X1 = Jumlah anggota rumah tangga (orang)
X2 = Lama tinggal (tahun)
X3 = Kepadatan penduduk
D1 = Kelompok Umur (1 = ≥ 30 tahun; 0= < 30 tahun)
D2 = Jenis Kelamin (1 = perempuan; 0 = laki-laki)
D3 = Lapangan Usaha (1 = perdagangan; 0 = lainnya)
D4 = Tipe kelembagaan ( 1 = formal; 0 = informal)
D5 = Informan (1 = tokoh masyarakat ; 0 = lainnya)
D6 = Tempat usaha (1 = milik sendiri; 0 = lainnya)
β0 = konstanta
i = responden ke 1, 2, …, N
43
tahun 2008 pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung sebesar 5,30 persen dan
pada tahun 2012 meningkat menjadi 6,15 persen.
Dilihat dari peran sektoral (Gambar 8), peran sektor industri di Kabupaten
Bandung dalam skala regional maupun nasional juga sangat strategis berkaitan
dengan industri tekstil produk tekstil (TPT), industri alas kaki, industri kerajinan,
produk budi daya pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian.
Sejak digulirkan PPK tahun 1998 sampai PNPM Mandiri Perdesaan saat ini,
terdapat 13 kecamatan di Kabupaten Bandung yang telah menerima Dana Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM) melalui program tersebut, namun dua kecamatan
diantaranya telah phase out dan berubah menjadi PNPM Mandiri Perkotaan. Saat
ini ada 11 kecamatan aktif penerima Dana BLM (BPMPD Kabupaten Bandung)
yaitu Kecamatan Arjasari, Cimaung, Ibun, Kertasari, Pacet, Cicalengka,
Cikancung, Ciwidey, Nagreg, Pangalengan dan Rancabali.
47
Desa ini didominasi dengan lapangan perdagangan (19 persen), usaha jasa (16
persen) dan industri (12 persen). Kegiatan bidang perdagangan meliputi
perdagangan bahan pokok dan keperluan rumah tangga lainnya. Kegiatan
dibidang jasa seperti pada desa Sri Rahayu antara lain adalah sebagai penjahit
baik penjahit pakaian, penjahit manik-manik untuk pembuatan jilbab dan hiasan
pakaian lainnya, supir, ojek dan lainnya. Jumlah tanggungan rumah tangga rata-
rata 3 sampai 4 orang dengan rata-rata lama tinggal 26 tahun.
Desa Pangalengan terletak di Kecamatan Pangalengan dengan luas
daerah 285.95 Ha dan jumlah penduduk 21557 jiwa. Jumlah responden di desa ini
sebanyak 48 orang terdiri dari 23 laki-laki dan 25 perempuan. Umur responden
berkisar mulai dari 24 sampai 70 tahun. Pendidikan mayoritas SMA (43.8 persen).
Desa ini didominasi dengan lapangan pertanian (29.2 persen), perdagangan (13
persen), usaha jasa (13 persen) dan industri (8 persen). Kegiatan bidang pertanian
meliputi petani dan buruh tani yang bekerja di pertanian hortikultuta seperti
kentang, kol, wortel, lobak, tomat seta perkebunan teh dan kopi. Perdagangan
meliputi perdagangan bahan pokok dan keperluan rumah tangga lainnya. Kegiatan
dibidang jasa antara lain adalah sebagai supir, ojek dan lainnya. Jumlah
tanggungan rumah tangga rata-rata 3 sampai 4 orang dengan rata-rata lama tinggal
31 tahun.
Desa Margamekar masih terletak di Kecamatan Pangalengan dengan luas
daerah 817.99 Ha dan jumlah penduduk 8485 jiwa. Jumlah responden di desa ini
sebanyak 46 orang terdiri dari 19 laki-laki dan 27 perempuan. Umur responden
berkisar mulai dari 17 sampai 64 tahun. Pendidikan mayoritas SMP (37 persen).
Desa ini didominasi dengan lapangan pertanian (50 persen), usaha jasa (26.1
persen) perdagangan (13 persen) dan industri (10.9 persen). Kegiatan bidang
pertanian meliputi petani dan buruh tani yang bekerja di pertanian hortikultuta
seperti kentang, kol, wortel, lobak , tomat dan lainnya. Sebagian juga sebagai
buruh tani di perkebunan teh dan kopi. Perdagangan meliputi perdagangan bahan
pokok dan keperluan rumah tangga lainnya. Kegiatan dibidang jasa antara lain
adalah sebagai supir, ojek dan lainnya. Jumlah tanggungan rumah tangga rata-rata
3 sampai 4 orang dengan rata-rata lama tinggal 32 tahun.
Desa Ciwidey terletak di Kecamatan Ciwidey dengan luas daerah 218.30
Ha dan jumlah penduduk 15177 jiwa. Jumlah responden di desa ini sebanyak 52
orang terdiri dari 23 laki-laki dan 29 perempuan. Umur responden berkisar mulai
dari 27 sampai 64 tahun. Pendidikan mayoritas SMA (42.3 persen). Desa ini
didominasi dengan lapangan, usaha perdagangan (32 persen) dan jasa (16 persen).
Kegiatan bidang perdagangan meliputi perdagangan bahan pokok dan keperluan
rumah tangga lainnya. Kegiatan dibidang jasa antara lain adalah sebagai pemandu
wisata, supir, ojek dan lainnya. Jumlah tanggungan rumah tangga rata-rata 3
sampai 4 orang dengan rata-rata lama tinggal 30 tahun.
Desa Lebakmuncang di Kecamatan Ciwidey dengan luas daerah 800 Ha
dan jumlah penduduk 13376 jiwa. Jumlah responden di desa ini sebanyak 50
orang terdiri dari 27 laki-laki dan 23 perempuan. Umur responden berkisar mulai
dari 18 sampai 62 tahun. Pendidikan mayoritas SMP (42 persen). Desa ini
didominasi dengan lapangan, usaha pertanian (46 persen) dan jasa (32 persen).
Kegiatan bidang pertanian meliputi kebun buah strawberi dan sayuran. Kegiatan
dibidang jasa antara lain adalah sebagai pemandu wisata, supir, ojek dan lainnya.
49
Tabel 9 Hasil perhitungan DEA skor efisiensi teknik (TE) dengan asumsi CRS,
VRS dan efisiensi skala (SE)
Kecamatan TE CRS TE VRS SE RTS
Arjasari 1 1 1 -
Cicalengka 1 1 1 -
Cikancung 0.734 0.783 0.937 Increasing
Cimaung 0.693 0.859 0.807 Increasing
Ciwidey 0.913 0.914 0.999 Increasing
Ibun 0.911 1 0.911 Increasing
Kertasari 0.827 0.936 0.883 Increasing
Nagreg 0.619 1 0.619 Increasing
Pacet 0.648 0.686 0.941 Increasing
Pangalengan 1 1 1 -
Rancabali 1 1 1 -
mean 0.850 0.925 0.918
juga demikian, yang sebelumnya memiliki 0,91 skor di bawah CRS kini telah
berubah menjadi efisien dengan asumsi VRS. Secara keseluruhan, jika dengan
asumsi CRS hanya empat kecamatan yang memiliki nilai efisien penuh, dengan
VRS terdapat enam dari sebelas kecamatan memiliki skor efisiensi penuh (lebih
dari 50 persen). Namun hasil tersebut masih menunjukkan bahwa pada umumnya
semua kecamatan masih kurang efisien dalam menjalankan program PNPM (TE
0.850 dan 0.925 TE kurang dari 1 pada asumsi CRS dan VRS). Hasil perhitungan
DEA (Lampiran 1) menunjukkan Kecamatan Rancabali muncul 5 kali dalam peer
count summary sebagai referensi set DMU efisien. Hal ini menerangkan bahwa
Rancabali menggunakan input yang paling efisien diantara kecamatan lainnya.
Tabel 9 juga menunjukkan bahwa efisiensi skala (SE) yang merupakan
rasio antara CRS dan VRS pada setiap kecamatan menunjukkan indikator dalam
kondisi IRS (increasing return to scale). Ini menyiratkan bahwa hasil output dari
program ini memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih responsif terhadap
input. Jika masukan dari PNPM dua kali lipat, misalnya, output dari program bisa
lebih dua kali lipat. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan efek multiplier
pendapatan dan pekerjaan di kecamatan yang berasal dari program. Penyediaan
infrastruktur di perdesaan seperti perbaikan dan pembuatan jalan desa, pasar, serta
jembatan akan meningkatkan akses dan mobilitas tenaga kerja. Pengadaan
infrastruktur dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan ini memberikan
peningkatan kesempatan kerja dengan adanya kegiatan fisik. Kabupaten Bandung
dalam kegiatan fisik pembangunan prasarana telah memanfaatkan tenaga kerja
masyarakat setempat yang direkrut berdasarkan kebutuhan Hari Orang Kerja
(HOK) dan keahliannya. Hingga saat ini, telah dibayarkan upah sebesar 599.332
HOK diantaranya 543.332 HOK anggota rumah tangga miskin sebesar 91 persen.
Jumlah tenaga kerja yang dibayar mencapai 21.100 orang terdiri 20.989 orang
laki-laki dan 111 orang perempuan diantaranya 19.649 orang merupakan anggota
rumah tangga miskin sebesar 93 persen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bahri (2013) pada program PNPM Mandiri Perdesaan di
Kabupaten Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Pada level yang lebih kecil yaitu desa-desa di Kabupaten Bandung
menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih kecil yaitu sebesar 11.54 persen (Tabel
disajikan pada Lampiran 5). Hanya 12 dari 104 desa yang efisien, yaitu desa
Mekarjaya, Arjasari, Pinggirsari, dan Patrolsari dari Kecamatan Arjasari; Desa
Panyocokan, dan Rawabogo dari Kecamatan Ciwidey; Desa Cikembang dari
Kecamatan Kertasari; Desa Margamukti dan Pangalengan dari Kecamatan
Pangalengan; dan Desa Sukaresmi, Indragiri, Patengan, dan Alamendah dari
Kecamatan Rancabali.
Dengan Asumsi VRS desa yang efisien menjadi 21 desa atau sebesar 20.2
persen desa yang efisien. Efisiensi skala (SE) pada desa menunjukkan mayoritas
indikator IRS, namun ada beberapa desa yang menunjukkan indicator DRS
(decreasing return to scale). Temuan pada level desa ini menegaskan bahwa pada
umunya penggunaan input dana PNPM di desa tidak efisien.
Secara spasial, efisiensi untuk setiap kecamatan dapat dipetakan seperti
dalam Gambar 9. Pada gambar tersebut, dalam hal pola ruang, tidak ada
argumentasi yang menekankan bahwa kecamatan di wilayah barat atau timur yang
cenderung efisien selama mereka menjalankan Program PNPM. Hasil ini sangat
berbeda dengan temuan Vannesland (2005) dimana ada kecenderungan perbedaan
54
spasial antar wilayah dalam hal efisiensi program pembangunan pedesaan. Peran
konteks sosial ekonomi dan kelembagaan lainnya harus lebih ditingkatkan untuk
mencapai efisiensi Program PNPM.
Gambar 9 Peta kecamatan efisien dan tidak efisien dalam mengelola alokasi
PNPM di Kabupaten Bandung
Tahap selanjutnya dalam analisis ini adalah mengukur alokasi optimal dari
dana yang dialokasikan di setiap kecamatan. Penilaian didasarkan pada nilai
efisiensi yang diperoleh dalam alokasi optimal. Tujuannya adalah melihat mis-
alokasi dana PNPM untuk mencapai efektifitas program PNPM. Hasil penilaian
disajikan pada Tabel 10.
Dalam kegiatan ekonomi untuk mengukur hasil atau dari kegiatan ini
digunakan pendekatan output orientated dengan asumsi kecamatan dapat
mengahasilkan output dari dana yang telah dialokasikan untuk kegiatan ekonomi
58
ini. Hasil dari pengikuran dengan menggunakan model DEA dengan asumsi CRS
dan VRS disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil pengukuran dari DEA dengan skor efisisensi CRS, VRS dan TE
dalam kegiatan ekonomi alokasi dana PNPM Mandiri Perdesaan,
Kabupaten Bandung.
TE TE SE Return to scale
Kecamatan CRS VRS (RTS)
Arjasari 1 1 1 -
Cicalengka 1 1 1 -
Cikancung 0.750 0.762 0.984 Decreasing
Cimaung 0.732 0.739 0.991 Decreasing
Ciwidey 1 1 1 -
Ibun 1 1 1 -
Kertasari 1 1 1 -
Nagreg 0.742 0.777 0.955 Increasing
Pacet 0.687 0.717 0.958 Decreasing
Rancabali 1 1 1 -
mean 0.891 0.900 0.918
Dari Tabel 11 dapat dilihat hanya ada sepuluh kecamatan yang mendapat
alokasi anggaran untuk kegiatan ekonomi. Hal ini karena kecamatan Pangalengan
seluruh alokasi anggaran yang didapat digunakan untuk kegiatan infrastruktur.
Namun bukan berarti kegiatan SPP di kecamatan ini tidak berjalan, kegiatan SPP
di Pangalengan tetap berjalan dengan menggunakan keuntungan dari kegiatan SPP
sebelumnya yang dinilai sudah berhasil di kecamatan ini dan dapat digulirkan
kembali untuk kegiatan selanjutnya.
Tabel 11 menunjukkan bahwa dengan asumsi CRS terdapat enam
kecamatan (66,67 persen) yang telah mencapai target dalam menghasilkan
output, dan hanya empat kecamatan saja yang belum mencapai target. Solusi
optimal untuk kecamatan yang belum mencapai target adalah meningkatkan
pencapaian mulai dari 33 persen (kecamatan Cikancung) sampai dengan 45 persen
(kecamatan Pacet). Dengan menggunakan asumsi VRS jumlah kecamatan yang
mencapai target dan yang belum mencapai target juga dalam posisi yang sama,
namun peningkatan pencapaian pada asumsi VRS ini lebih kecil dibandingkan
dengan menggunakan CRS yaitu mulai dari 29 persen (kecamatan Nagreg) sampai
dengan 39 persen (kecamatan Pacet). Namun jika dilihat secara keseluruhan baik
dengan asumsi CRS dan VRS kecamatan-kecamatan yang telah menggunakan
alokasi anggaran untuk kegiatan ekonomi ini belum mencapai target secara penuh.
Secara spasial efisiensi dan inefisiensi pada kecamatan-kecamatan yang
melakukan kegiatan ekonomi dari dana PNPM Mandiri Perdesaan dipetakan pada
Gambar 11.
59
Berdasarkan hasil dari Tabel 12 ada empat kecamatan yang yang inefisien
dan harus mengejar pendapatan mulai dari 109 juta rupiah (kecamatan Nagreg)
sampai dengan 334 juta rupiah (kecamatan Cimaung) untuk target optimal dalam
asumsi CRS. Sedangkan target optimal dalam asumsi VRS kecamatan yang sama
harus mengejar target pendapatan mulai 89 juta rupiah sampai dengan 329 juta
rupiah.
Kemudian untuk target output penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada
Tabel 13 berikut.
Cikancung harus meningkatkan target penyerapan tenaga kerja mulai 9358 orang
sampai dengan 14 ribu orang (kecamatan Pacet).
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar kecamatan sudah
mempu memenuhi target baik dari pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dari
alokasi kegiatan ekonomi pada PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bandung.
Adapun kegiatan yang dilakukan masyarakat yang mendapatkan alokasi ini
sebagian besar menggunakannya untuk lapangan usaha perdagangan, industri
rumah tangga, pertanian, peternakan, jasa, dan sebagian kecil peikanan seperti di
kecamatan Pacet. Kecamatan kecamatan yang efisien seperti Ibun didominasi oleh
kegiatan pada lapangan usaha berupa jasa. Sedangkan di kecamatan Rancabali dan
Cicalengka di dominasi oleh kegiatan lapangan usaha perdagangan.
Lapangan usaha perdagangan ini sangat digemari oleh para penerima dana
anggaran PNPM untuk kegiatan ekonomi karena lapangan usaha ini lebih mudah
untuk direalisasikan karena lebih cepat untuk mendatangkan hasil, dan kurang
dalam hal resiko. Sedangkan jika digunakan untuk lapangan usaha pertanian
ataupun peternakan lebih sulit karena harus menunggu waktu untuk mendapatkan
hasilnya kembali. Kebanyakan rumah tangga yang mendapat alokasi ini walaupun
dengan pekerjaan utama bertani, namun karena yang mendapat alokasi ini pada
umumnya adalah wanita, kemudian mereka menggunakan dana tersebut untuk
berdagang atau membuat industri rumah tangga. Seperti di kecamatan
Pangalengan industri rumah tangga banyak dijumpai pada jenis industri makanan
ringan seperti kerupuk yang berasal dari sayuran karena di daerah ini sebagai
penghasil sayuran seperti kerupuk kentang, kerupuk wortel, kerupuk ubi dan
lainnya. Disamping itu sebagai daerah penghasil susu juga mereka membuat
panganan ringan dari bahan dasar susu seperti permen susu, kerupuk susu, bahkan
keju. Hal seperti inilah yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat dan dapat meningkatkan perekonomian di tingkat lokal.
EFFCH TECHCH MI
Gambar 12 Evolusi dari MI, EFFCH dan TECHCH dari tahun 2009-2013
62
cukup signifikan pada periode tahun 2010-2011 sebesar 366 persen dan
mengalami kemunduran pada periode-periode berikutnya yaitu pada periode tahun
2011-2012 sebesar 266 persen, periode tahun 2012-2013 sebesar 255 persen,
dengan rata-rata penurunan indeks total faktor produktivitas malmquist pada
setiap tahunnya sebesar 141 persen.
Temuan ini mengartikan bahwa diperlukan strategi dan upaya-upaya yang
lebih besar untuk mencapai target secara dinamis dalam meningkatkan kinerja di
kecamatan tersebut.
skor
1.4
1.2
0.8
1.229
1.154
1.121
1.104
0.6
1.028
1.012
0.982
0.975
0.948
0.859
1
0.4
0.2
0 kecamatan
Dalam hal ini PNPM Mandiri Perdesaan yang telah menggulirkan dana
BLM dalam membangun perdesaan melalui berbagai kegiatan penyediaan
prasarana umum, pendidikan, kesehatan dan ekonomi telah bekerja dengan baik
dalam meningkatkan pendapatan asli desa dan menciptakan peluang langan
pekerjaan di Kabupaten Bandung. Disamping itu sebagaimana Fauzi (2010)
mengemukakan bahwa strategi dan pemikiran-pemikiran baru tetap diperlukan
dalam keberlanjutan pembangunan wilayah perdesaan .
Penelitian ini dilakukan pada rumah tangga yang sudah menjadi anggota
PNPM Mandiri Perdesaan dalam kegiatan ekonomi dana bergulir Simpan Pinjam
Perempuan (SPP) dan rumah tangga yang telah menjadi anggota kelompok
pemberdayaan lainnya di Kabupaten Bandung antara lain Kelompok Usaha
Bersama (KUB), BUMDES, KUT, KUD, Koperasi BTPN, dan Kelompok Simpan
Pinjam Rukun Warga (KSPRW) yang disebut sebagai participant. Penelitian ini
ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan pendapatan
rumah tangga per bulan setelah menjadi anggota program pemberdayaan.
Pengaruh dari faktor-faktor penentu tersebut secara serentak terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga participant dianalisis dengan menggunakan Model
Regresi Berganda. Hasil penelitian ini menemukan variabel umur, pendidikan,
dan keanggotaan dalam kelembagaan pemberdayaan berpengaruh secara nyata
terhadap peningkatan pendapatan participant dengan taraf signifikan 95 persen
(Tabel 16).
Pengaruh variabel umur (X1) terhadap peningkatan pendapatan rumah
tangga participant berpengaruh nyata sebesar 6364.281 dengan tingkat signifikan
67
95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia responden maka
semakin tinggi tingkat pendapatannya. Temuan ini sejalan dengan temuan-temuan
pada penelitian sebelumnya salah satunya temuan Amnesi (2014) dan pendapat
Modigliani (1958) dimulai dari usia produktif seseorang akan mengalami saving
karena kebutuhan tingkat konsumsi seseorang. Usia produktif menjadi awal orang
mulai bertanggung jawab untuk mencari nafkah dan semakin bertambahnya umur
semakin bertambah kesadarannya untuk meingkatkan pendapatannya. Setelah
umurnya semakin tua dan tidak produktif maka orang tersebut akan mengalami
dissaving karena tidak mampu menghasilkan pendapatan sendiri. Penelitian ini
meneliti responden dengan dengan umur produktif.
Pengaruh variabel pendidikan (D1) juga menunjukkan berpengaruh nyata
terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga participant sebesar -126139.7
dengan tingkat signifikan 95 persen. Tanda negatif menunjukkan bahwa rumah
tangga dengan lulusan SD lebih rendah pendapatannya dibandingkan dengan
rumah tangga lulusan SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Temuan ini sesuai
dengan teori pada umumnya, namun beberapa penelitian ada yang menemukan
bahwa pendidikan tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan (Amnesi,
2014).
Pengaruh variabel keanggotaan kelembagaan pemberdayaan (D4) juga
menunjukkan berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga
partisipan sebesar 268435.7 dengan tingkat signifikan 95 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa rumah tangga anggota PNPM Mandiri Perdesaan lebih tinggi
peningkatan pendapatannya daripada rumah tangga bukan anggota PNPM
Mandiri Perdesaan. Hal ini sejalan dengan temuan Bahri (2013) tentang adanya
peningkatan pendapatan rumah tangga yang telah berpatisipasi dalam PNPM
Mandiri Perdesaan. Adanya kegiatan ekonomi dari perguliran dana BLM telah
dimanfaatkan anggota rumah tangga terutama kaum ibu yang tadinya tidak
bekerja untuk memperluas kesempatan kerja, telah menjadi faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga per bulan.
Adapun kegiatan yang umum dilakukan masih dipengaruhi oleh latar belakang
kondisi lapangan usaha dominan di wilayah tersebut.
Tabel 16 Hasil uji regresi linier terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada
peningkatan pendapatan rumah tangga partisipan
Prob>F= 0.0000
R2 = 0.2353
Adj R-Squared=0.2107
68
Tabel 17 Hasil uji regresi linier terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada
peningkatan pendapatan rumah tangga partisipan dan non partisipan
Prob>F= 0.0001
R2 = 0.1222
Adj R-Squared=0.0992
(BPMPD Kabupaten Bandung, 2014). Hal ini juga berdampak pada peningkatan
ekonomi rumah tangga masyarakat.
Kecamatan-kecamatan yang tidak efisien bila dilihat dari pencapaian
kegiatan program menunjukkan pemanfaatan dana alokasi yang belum fokus pada
pembangunan akses yang dapat meningkatkan mobilitas masyarakat seperti jalan,
jembatan dan lainnya. Kecamatan-kecamatan yang efisien pada umumnya
kecamatan yang bergerak pada lapangan usaha pertanian dan perdagangan.
Efisiensi kinerja program pemberdayaan pada kegiatan ekonomi sudah
menunjukkan pengurangan pada kecamatan yang inefisien. Sebesar 66,7 persen
kecamatan sudah efisien dalam penggunaan alokasi dana program ini. Bila
dihubungkan dengan hasil dari tujuan kedua yaitu melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi pada peningkatan pendapatan rumah tangga patisipan, variabel
keanggotaan dalam kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan menunjukkan
signifikan yang berarti bahwa program ini mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Baik dalam kegiatan secara keseluruhan
maupun kegiatan ekonomi saja, kecamatan Pacet merupakan kecamatan yang
inefisiensinya cukup besar yaitu dengan skor 0.648 dan 0.687. Dari data dan
analisis diperoleh bahwa tingkat partisipasi di kecamatan ini rendah. Hal ini dapat
dilihat dari data laporan penyerapan HOK dan tenaga kerja PNPM MPd tahun
2014 di Kabupaten Bandung yang menunjukkan tidak adanya usulan dalam
perekrutan tenaga kerja serta dan pemanfaatan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan
bahwa selain investasi modal fisik, investasi modal sosial juga sangat
mempengaruhi efektivitas kinerja sebuah program pemberdayaan dalam
pembangunan ditingkat lokal dan perdesaan.
Dari data laporan perkembangan pinjaman Simpan Pinjam Perempuan,
Kecamatan Pacet juga menunjukkan adanya keterlambatan dalam target
pengembalian pinjaman. Untuk mengatasi hal ini dapat merujuk pada kinerja
kecamatan-kecamatan yang efisien seperti Kecamatan Pangalengan. Di
Kecamatan ini, kelembagaan sebagai suatu aturan permainan sudah berjalan
dengan cukup baik. Mereka menerapkan syarat-syarat anggota yang ingin
berpartisipasi dalam kelompok SPP dan daftar setiap anggota kelompok
dilaporkan kepada RT setempat. Secara tidak langsung RT berperan sebagai
pengawas anggota atau kelompok SPP dalam pengembalian pinjaman. Setiap
bulannya ketua kelompok dapat melaporkan perkembangan pinjaman dan
masalah yang di hadapi. Sifat pinjaman adalah tanggung renteng dimana ketua
kelompok bertanggung jawab atas pinjaman anggota kelompok. Dalam hal ini
modal sosial dibutuhkan menyangkut norma dan trust antar anggota SPP. Ada
satu hal yang menarik yaitu ketentuan bahwa anggota/kelompok yang tidak dapat
memenuhi pengembalian namanya akan dicantumkan dan dapat diketahui
masyarakat. Hal inilah yang membuat para anggota SPP berusaha untuk
memenuhi target pengembalian. Dapat dilihat bahwa budaya malu sudah cukup
baik di kecamatan ini.
Aturan lain yang sifatnya intern adalah mengenai penentuan tingkat suku
bunga pengembalian pinjaman. Secara resmi tingkat suku bunga sebesar 1.6
persen setiap bulannya. Namun, sebagian kelompok memutuskan tingkat suku
bunga sebesar 2 persen atas dasar kesepakatan bersama untuk biaya tak terduga.
Dalam hal ini modal sosial berupa trust juga sangat mendukung ketentuan ini.
Menurut Nasution et al. (2014), modal sosial adalah hasil dari hubungan antar
74
Hasil analisis yang telah dilakukan dapat di jadikan lesson learned bagi
implikasi kebijakan dalam program pemberdayaan. Beberapa hasil dari penelitian
ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Dampak efisiensi dan produktivitas kinerja PNPM Mandiri Perdesaan
terhadap pembangunan wilayah.
Berdasarkan analisis DEA tampak jelas bahwa efisiensi program PNPM
sangat banyak ditentukan dari variabel input yang digunakan secara efisien.
Inefisiensi dalam menggunakan input ini akan menyebabkan program tidak
optimal. Namun, variabel ini hanya merupakan penjelasan efektivitas program
pemberdayaan pedesaan secara parsial.
Perlu ditekankan bahwa framework kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah memainkan peran lebih besar dalam menentukan efektivitas program
PNPM. Clark et al. (2007) menunjukkan bahwa struktur pemerintahan desa
merupakan faktor penting dalam menentukan bagaimana perdesaan pembangunan
diarahkan. Hal yang sama ditekankan pula oleh Shaffer et al. (2004). Demikian
pula dalam kasus ini, aturan tata pusat masih memainkan peran penting dalam
menentukan alokasi dana untuk program tersebut. Pemerintah pusat memandang
bahwa kebutuhan untuk infrastruktur pedesaan adalah bagian utama dari
pembangunan pedesaan. Hal ini tidak mengejutkan karena, bahwa mayoritas
program bantuan langsung untuk pembangunan perdesaan adalah untuk
pembangunan infrastruktur. Bahkan 75 persen dari bantuan langsung ini adalah
untuk tujuan infrastruktur. Hanya 25 persen dari dana yang disalurkan ke daerah
dialokasikan untuk kegiatan ekonomi. Dari 25 persen ini, hanya antara 17-19
persen diserap di wilayah tersebut, bahkan di Kabupaten Bandung penyerapan
bantuan langsung hanya sebesar 19 persen.
Infrastruktur memang memegang peranan penting dalam pembangunan
perdesaan. Ia akan berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung pada
pergerakan roda ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam konteks ini memang
alokasi dana untuk infrastruktur perdesaan tidaklah seratus persen keliru. Namun
sebagaimana dikemukakan oleh Shaffer et al. (2004), maupun Deaton dan Nelson
(1992) hakikat dari pembangunan masyarakat perdesaan adalah ”enhancing
capacity” dan “capital formation”. Pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu komponen dari capital formation pada modal buatan, namun capital
formation pada sumber daya manusia adalah enhancing capacity melalui
program-program pemberdayaan merupakan pilar utama dalam meningkatkan
kapasitas tersebut. Dengan demikian alokasi yang proporsional pada “hard
infrastructure” seperti jalan dan jembatan dan “soft infrastructure” seperti
pelatihan dan pendidikan sejatinya menjadi perhatian para pengambil kebijakan.
Implikasi Kebijakan
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, J. 1995. “Community participation and its relationship to community
development”. Community Development Journal 30 (2): 158-168.
Adisasmita, Raharjo. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Ahmad, SS, W. Akram, and SU Abdi. 2014. “Efficiency Analysis and
Sustaianability of Microfinance institutions in South Asian Region: A DEA
Application”. Researchjournali’s Journal of Finance.
Ahmad, Usman. 2011. “Efficiency Analysis of Micro-finance Institutions in
Pakistan”. MPRA Paper No 34215.
Allen, JC. 2007. “Morphing Rural Community Development Models The Nexus
Between the Past and the Future”. Spring. Community Investment: 16-30.
Amdam, R, Isaksen, A, Mattland, OG. 1995. “Regionalpolitikk og bygdenvikling-
Drofting av locale tiltaksstrategiar”.Samlaget Norge: 250.
Amnesi, D. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi terhadap
Pendapatan Perempuan pada Keluarga Miskin di Kelurahan Kapal
Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Unud Bali.
Bahri, ZZ. 2013. Analisis Tingkat Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Program PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Tanjung Jabur
Timur. Jurnal Paradigma Ekonomika 1(8).
[Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2012. Strategi
Penanggulangan Kemiskinan sebagai Upaya Menuju Pembangunan yang
Inklusif. Jakarta.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2011. Grand Design
Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung. Bappeda
Kabupaten Bandung.
Banker, RD, Charnes, RD, Cooper, WW. 1984. “Some models for estimating
technical and scale inefficiencies in data envelopment analysis”.
Management Sciences 30: 1078-1092.
Baudrilliard, JP. 2011. Masyarakat Konsumsi. Kreasi Wacana. Bantul.
Baylis, J. and Smith, S. 2005. “The Globalization of World Politics”. Oxford
University Press, Third Edition.
[BPMPD] Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. 2014.
Booklet Kabupaten Bandung. BPMPD Kabupaten Bandung.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Bandung Dalam Angka. BPS
Kabupaten Bandung.
[BPS] Badan Pusat Statistik dan [Bappeda] Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah. 2011. Survei Sosial Ekonomi Daerah. Kabupaten
Bandung.
Bendavid-Val, Avrom. 1991. “Regional and Local Economic Analysis for
Practitioners”. Fourth Edition. Preager Publisher.
Besley, T, Coate, S. 2003. “Centralized versus decentralized provision of local
public goods: a political economy approach”. Journal of public economics
87 (12): 2611-2637.
Bourgeois, R, Jesus F. 2004. “Participatory Perspective Analysis Exploring and
Anticipating Challenges with Stakeholders”. CAPSA. Monograph 46: 1-29.
85
Greene, WH. 2003. “Econometric Analysis 5th edition”. Prentice Hall. Upper
Saddle River. New Jersey.
Gujarati, DN. 2003. Basic Econometrics. 4th, New York: McGraw-Hill.
Gustiar, C. 2005. Analisis Kelembagaan dan Perannya dalam Penataan Ruang di
Teluk Panggang Kabupaten Banyuwangi. Tesis Program Studi Ilmu
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hadi, AP. 2008. Tinjauan Terhadap Berbagai Program Pemberdayaan Masyarakat
di Indonesia. Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat
Agrikarya (PPMA). http//:suniscome.50web.com/data.
Hayami. 2000. Development Economics. From the poverty to the wealth of
Nation. Oxford University Press.
Helling, L, Serrano, R, Warren, D. 2005. "Linking community empowerment,
decentralized governance, and public service provision through a local
development framework." World Bank Social Protection Discussion Paper
535: 1-79.
Hermawan, D. 2004. Kelembagaan: Kajian Teoritis Serta Peranannya dalam
Proses Perencanaan dan Pembangunan. Bahan Mata Kuliah Hukum dan
Kewbijakan Publik. Dept. Teknik Planologi. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Hicks, Herbet G, C Ray Gullet, Susan M Philip, William S Slaughter. 1975.
“Organizations: Theory and Behavior”. McGraw-Hill.
Indrapraharsa, GS. 2009. Strategi Pengembangan Wilayah di Era Otonomi Daerah
Kabupaten Bandung Barat. Tesis Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Irawan, E. 2011. Prospek Partisipasi Petani dalam Program Pembangunan Hutan
Rakyat untuk Mitigasi Perubahaan Iklim di Wonosobo. Jurnal Ekonomi
Pembangunan 12(1): 67-76.
Jamal, E. 2009. Membangun Momentum Baru Pembangunan Pedesaan di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 28(1). 7-14.
Jayadinata, JT, dan IGP Pramandika. 2006. Pembangunan Desa dalam
Perencanaan. ITB. Bandung.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Institut
Pertanian Bogor.
Ji, Yong-bae, Lee, Choonjoo. 2010. “Data Envelopment Analysis”. The Stata
Journal 10(2): 267-280.
Kementerian Pertanian. 2011. Rencana Strategis 2010-2014 (revisi). Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Korten, David. 1990. “Getting to 21 st Century : Voluntary Action and the Global
Agenda”. Connecticut. Kumarin Press.
Kolopaking, LM. 2010. Peningkatan Kapasitas dan Penguatan Struktur
Kelembagaan Otonomi Desa. Menuju Desa 2030. Crestpent Press.
Kuncoro, Mudrajat. 2012. Perencanaan Daerah Bagaimana Membangun Ekonomi
Lokal, Kota , dan Kawasan. Salemba Empat. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajat. 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomi
Pembangunan, Erlangga. Jakarta.
87
mean 0.850
SUMMARY OF PEERS:
firm peers:
1 1
2 2
3 10 11
4 10 11 2 1
5 11 1
6 10 11
7 10 11
8 11 10
9 10 11
10 10
11 11
SUMMARY OF PEERS:
firm peers:
1 1
2 2
3 6 11
4 2 11
5 1 11
6 6
7 10 11
8 8
9 10 11 6
10 10
11 11
EFFICIENCY SUMMARY:
SUMMARY OF PEERS:
firm peers:
1 1
2 2
3 2 1 10
4 6 1 2 5 10
5 5
6 6
7 7
8 6 7 10
9 1 2
93
10 10
firm output: 1 2
1 760334.000 52548.000
2 872000.000 41262.000
3 543277.424 39329.874
4 571115.813 39799.577
5 535000.000 43497.000
6 685000.000 25272.000
7 580425.000 29518.000
8 403993.279 35947.215
9 831527.579 45352.518
10 383000.000 36728.000
firm input: 1 2 3
1 262652.000 95864.000 829.000
2 223156.000 117324.000 787.000
3 240053.026 70970.653 538.000
4 215955.000 75051.000 589.000
5 143158.000 75944.000 695.000
6 89070.000 82087.000 616.000
7 779898.000 67234.000 681.000
8 268413.000 51260.000 421.903
9 237470.999 109546.000 802.223
10 243600.000 49164.000 399.000
EFFICIENCY SUMMARY:
firm te
1 1.000
2 1.000
3 0.750
4 0.732
5 1.000
6 1.000
7 1.000
8 0.742
9 0.687
10 1.000
mean 0.891
94
SUMMARY OF PEERS:
firm peers:
1 1
2 2
3 2 10
4 6 10 5
5 5
6 6
7 7
8 10 7 6
9 6 10 2
10 10
firm output: 1 2
1 760334.000 52548.000
2 872000.000 41262.000
3 552132.427 39970.920
4 576152.233 40150.552
5 535000.000 43497.000
6 685000.000 25272.000
7 580425.000 29518.000
8 423103.722 24638.381
9 868228.930 44973.485
10 383000.000 36728.000
firm input: 1 2 3
1 262652.000 95864.000 829.000
2 223156.000 117324.000 787.000
3 249633.876 72525.705 538.000
4 215955.000 73129.658 589.000
5 143158.000 75944.000 695.000
6 89070.000 82087.000 616.000
7 779898.000 67234.000 681.000
8 268413.000 51260.000 432.158
9 233911.708 109546.000 806.000
10 243600.000 49164.000 399.000
95
year = 2
year = 3
year = 4
year = 5
EFFICIENCY SUMMARY:
firm te
1 0.250
2 0.611
3 1.000
4 0.944
5 0.328
6 0.389
7 1.000
8 1.000
9 1.000
10 0.654
11 0.928
12 0.743
13 0.559
14 0.515
15 0.660
16 0.506
17 0.661
18 0.591
19 0.699
20 0.468
21 0.440
22 0.436
23 0.627
24 0.634
25 0.542
26 0.433
27 0.396
28 0.439
29 0.403
30 0.609
31 0.577
32 0.510
33 0.456
34 0.481
35 0.530
36 0.674
37 0.432
38 0.451
39 0.513
40 0.477
41 0.480
42 0.517
43 0.755
44 0.594
45 1.000
46 0.845
47 1.000
48 0.592
49 0.655
50 0.483
51 0.439
52 0.822
53 0.781
54 0.290
55 0.383
56 0.517
57 0.391
58 0.507
59 0.406
98
60 0.383
61 0.560
62 0.596
63 0.482
64 1.000
65 0.579
66 0.437
67 0.464
68 0.472
69 0.954
70 0.440
71 0.316
72 0.878
73 0.815
74 0.428
75 0.457
76 0.412
77 0.389
78 0.383
79 0.375
80 0.426
81 0.488
82 0.360
83 0.237
84 0.398
85 0.405
86 0.306
87 0.661
88 0.656
89 0.516
90 0.540
91 0.470
92 0.497
93 0.498
94 0.490
95 1.000
96 1.000
97 0.609
98 0.527
99 0.598
100 0.743
101 1.000
102 1.000
103 1.000
104 1.000
mean 0.589
99
Lampiran 5 Hasil Skor Efisiensi Kinerja Desa-desa yang mendapat alokasi dana
PNPM MPd di Kabupaten Bandung
Obs Fo X1 X2 X3 Y1 Y2
Jlh
Eff PNPM Jlh Lemb PADes
Kecamatan Desa Score (000) Penduduk Desa (000) Jlh TK
Arjasari Batukarut 4 150458 11462 88 79757 1100
Arjasari Mangunjaya 1.64 147015 7715 62 79813 3667
Arjasari Mekarjaya 1 162822 5 790 67 10600 5224
Arjasari Baros 1.06 136243 8678 81 11000 6705
Arjasari Lebakwangi 3.05 140133 11260 86 80750 1940
Arjasari Wargaluyu 2.57 153128 7489 66 36615 2420
Arjasari Arjasari 1 150665 10345 88 132179 8384
Arjasari Pinggirsasi 1 146182 10292 72 112700 8315
Arjasari Patrolsari 1 146114 7973 73 178000 5681
Arjasari Rancakole 1.53 113273 9735 94 22220 4808
Arjasari Ancolmekar 1.08 173783 5125 52 187000 4304
Cicalengka Nagrok 1.35 100164 11757 94 167000 4030
Cicalengka Narawita 1.79 112080 5549 50 88000 1870
Cicalengka Margaasih 1.94 113055 7740 61 77000 2585
Cicalengka Cicalengkawetan 1.52 148331 14364 78 96000 5343
Cicalengka Cikuya 1.97 186318 11531 100 73000 4775
Cicalengka Waluya 1.51 150610 11671 58 32000 4427
Cicalengka Panenjoan 1.69 141099 12343 72 55000 4870
Cicalengka Tenjolaya 1.43 70634 10717 58 37000 3635
Cicalengka Cicalengkakulon 2.14 140824 7396 53 65000 2535
Cicalengka Babakanpeuteuy 2.27 116681 11434 73 57000 3037
Cicalengka Dampit 2.29 86098 6235 45 31000 2155
Cicalengka Tg Wangi 1.59 98511 6678 45 94000 2000
Cikancung Srirahayu 1.58 370882 10553 49 55000 3507
Cikancung Ciluluk 1.84 302295 10789 56 35000 3503
Cikancung Mekarlaksana 2.31 337268 6555 48 24000 2325
Cikancung Cihanyir 2.53 464345 7628 58 53000 2322
Cikancung Cikancung 2.28 352819 8042 55 33000 2790
Cikancung Mandalasari 2.48 382786 7969 66 23000 2743
Cikancung Hegarmanah 1.45 310189 11807 64 77000 4295
Cikancung Cikasungka 1.73 409337 10334 62 47000 4132
Cikancung Tg Laya 1.96 296751 11103 80 90000 4354
Cimaung Cikalong 2.19 139420 5816 58 27000 2275
Cimaung Mekarsari 2.08 163321 6933 54 37000 2780
Cimaung Cipinang 1.89 176075 8731 62 78000 3456
Cimaung Cimaung 1.48 144808 10147 50 36000 3894
Cimaung Campakamulya 2.31 141946 8449 66 20000 3009
Cimaung Pasirhuni 2.21 148133 6932 55 27000 2629
Cimaung Jagabaya 1.95 148653 12516 89 47000 4852
100
jumlah
Peningkatan anggota
pendapatan Umur Lapangan rumah keanggotaan
(Rp) (th) Status Pendidikan usaha tangga dalam PNPM
Missing 0 1 0 0 0 0 0
Mean 487628.87 40.37 .90 .30 .61 3.68 .58
Median 500000.00 40.00 1.00 .00 .00 4.00 1.00
a
Mode 500000 30 1 0 0 4 1
Std. Deviation 321027.40 11.325 .305 .461 .922 1.642 .494
9
Variance 1.031E11 128.255 .093 .213 .851 2.697 .244
Percentile 25 200000.00 32.00 1.00 .00 .00 3.00 .00
s 50 500000.00 40.00 1.00 .00 .00 4.00 1.00
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
7 1 .5 .5 98.5
10 1 .5 .5 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 8 Hasil olah data primer terhadap perubahan peningkatan pendapatan rumah tangga
participant
. regress bp_pend umur status pendidik lap_usah ukuranru pnpm, tsscons
------------------------------------------------------------------------------
bp_pend | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
umur | 6364.281 1958.927 3.25 0.001 2499.709 10228.85
status | -117277.6 70037.9 -1.67 0.096 -255448.3 20893.22
pendidik | -126139.7 47686.09 -2.65 0.009 -220214.8 -32064.53
lap_usah | 31128.48 22586.11 1.38 0.170 -13429.4 75686.35
ukuranru | -16982.81 13006.1 -1.31 0.193 -42641.24 8675.624
pnpm | 268435.7 42847.22 6.26 0.000 183906.7 352964.7
_cons | 261351.5 98713.89 2.65 0.009 66608.73 456094.3
------------------------------------------------------------------------------
regress bp_pend umur status pendidik lap_usah ukuranru pnpm, tsscons beta
------------------------------------------------------------------------------
bp_pend | Coef. Std. Err. t P>|t| Beta
-------------+----------------------------------------------------------------
umur | 6364.281 1958.927 3.25 0.001 .2239326
status | -117277.6 70037.9 -1.67 0.096 -.111341
pendidik | -126139.7 47686.09 -2.65 0.009 -.1801502
lap_usah | 31128.48 22586.11 1.38 0.170 .0893446
ukuranru | -16982.81 13006.1 -1.31 0.193 -.0868414
pnpm | 268435.7 42847.22 6.26 0.000 .4126616
_cons | 261351.5 98713.89 2.65 0.009 .
------------------------------------------------------------------------------
. estat vif
. estat hettest
chi2(1) = 37.83
Prob > chi2 = 0.0000
0.50
0.25
0.00
-------------------------------------------------------------
Variable | Mean Std. Dev. Min Max
-------------+-----------------------------------------------
depvar |
bp_pend | 487564.8 321861.1 200000 2.0e+06
-------------+-----------------------------------------------
_ |
umur | 40.36788 11.32495 1 70
pendidik | .3005181 .4596758 0 1
lap_usah | .611399 .9238025 0 2
ukuranru | 3.678756 1.645833 1 10
pnpm | .5803109 .4947915 0 1
status | .8963731 .3055686 0 1
---------------------------------------------------
108
Std.
N Minimum Maximum Sum Mean Deviation Variance
Kesediaan Berpartisipasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak bersedia 18 18.0 18.0 18.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
perdagangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 10 Hasil olah data primer terhadap kecenderungan perpartisipasi pada rumah tangga non
participant
------------------------------------------------------------------------------
wtpr | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
jenkel | .9179297 .6796335 1.35 0.177 -.4141274 2.249987
umur_30 | .7190738 .9391798 0.77 0.444 -1.121685 2.559832
hh_size | .5317317 .2261719 2.35 0.019 .088443 .9750204
perdagan | -1.517721 .6537131 -2.32 0.020 -2.798975 -.2364666
lama | .0152626 .0190255 0.80 0.422 -.0220267 .052552
lembaga | -1.351797 .6605963 -2.05 0.041 -2.646543 -.0570525
informan | 1.027491 .7149954 1.44 0.151 -.3738748 2.428856
t_usaha | -.9624503 .7124123 -1.35 0.177 -2.358753 .433852
padat | -.0125836 .015835 -0.79 0.427 -.0436197 .0184525
_cons | .6607262 1.168867 0.57 0.572 -1.63021 2.951663
------------------------------------------------------------------------------
logistic wtpr jenkel umur_30 hh_size perdagan lama lembaga informan t_usaha padat
------------------------------------------------------------------------------
wtpr | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
jenkel | 2.504101 1.701871 1.35 0.177 .6609167 9.48761
umur_30 | 2.052531 1.927696 0.77 0.444 .3257305 12.93365
hh_size | 1.701877 .3849167 2.35 0.019 1.092472 2.651221
perdagan | .219211 .1433011 -2.32 0.020 .0608724 .7894122
lama | 1.01538 .0193181 0.80 0.422 .9782141 1.053957
lembaga | .2587747 .1709456 -2.05 0.041 .0708959 .9445445
informan | 2.794045 1.99773 1.44 0.151 .6880631 11.34589
t_usaha | .3819558 .27211 -1.35 0.177 .0945381 1.543191
padat | .9874953 .015637 -0.79 0.427 .957318 1.018624
------------------------------------------------------------------------------
113
mfx
1 Cikitu PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 985 - 38,779,000 1,938,950 668 372 1,040 1,040
2 Girimulya PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 836 - 35,014,000 1,750,700 482 350 832 832
3 Sukarame PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 720 - 29,558,000 1,477,900 455 298 753 753
4 Cikawao PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 1,850 - 64,421,000 3,221,050 864 1,056 1,920 1,920
5 Nagrak PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 1,201 - 49,794,000 2,489,700 1,326 1,376 2,702 2,702
6 Mandalahaji PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 2,000 - 69,473,000 3,473,650 1,200 697 1,897 1,897
7 Maruyung PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 1,610 - 53,305,000 2,532,000 810 800 1,610 1,610
8 Cinanggela PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 665 - 24,379,000 1,218,950 395 355 750 750
9 Mekarjaya PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 948 - 39,107,000 1,955,350 465 541 1,006 1,006
10 Mekarsari PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 1,003 - 40,497,000 2,024,850 425 615 1,040 1,040
11 Cipeujeuh PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 725 - 28,421,000 1,421,050 410 415 825 825
12 Tanjungwangi PMT Bulanan Balita dan Ibu Hamil/ Menyusui - 790 - 30,063,000 1,503,150 325 466 791 791
-
1 Cikitu Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 46,053,000 2,302,650 - 20 20 -
2 Girimulya Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 51,904,000 2,595,200 - 20 20 -
3 Sukarame Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 48,436,000 2,421,800 - 20 20 -
4 Cikawao Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 53,731,000 2,686,550 - 20 20 -
5 Nagrak Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 56,022,000 2,801,100 - 20 20 -
6 Mandalahaji Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 41,420,000 2,071,000 - 20 20 -
7 Maruyung Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 104,328,600 4,955,930 - 20 20 -
8 Pangauban Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 38,361,000 1,918,050 - 20 20 -
9 Cinanggela Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 46,433,000 2,321,650 - 20 20 -
10 Mekarjaya Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 50,313,000 2,515,650 - 20 20 -
11 Mekarsari Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 47,946,000 2,397,300 - 20 20 -
12 Cipeujeuh Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 43,158,000 2,157,900 - 20 20 -
13 Tanjungwangi Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 50,839,000 2,541,950 - 20 20 -
-
7 Kecamatan Ibun 1,433,275,000 66,073,500 959 871 1,830 845
1 Dukuh Pembuatan Jalan Poros Desa /Perkerasan Telford 820 1 - 146,791,500 5,627,500 27 8 35 35
2 Ibun Pembuatan Saluran Drainase 574 1 - 91,750,000 2,167,000 63 5 68 20
3 Laksana Pembuatan Parit Tepi Jalan 466 1 - 81,824,000 3,285,000 90 65 155 72
4 Pangguh Pembuatan Jalan Poros Dusun /Perkerasan Telford 668 1 - 82,662,000 3,680,000 185 137 322 150
5 Lampegan Pembuatan Saluran Drainase 326 1 - 102,341,000 2,340,000 158 111 269 82
6 Tanggulun Peningkatan Saluran Drainase 899 1 - 62,912,600 2,730,000 85 74 159 61
-
1 Neglasari Pembuatan Gedung PAUD/ Play Group - 1 90 135,043,100 3,739,000 35 35 70 45
-
1 Mekarwangi Pembuatan Gedung Posyandu - 4 24 201,836,400 12,452,000 48 92 140 30
2 Cibeet Pembuatan Bangunan MCK - 4 30 142,103,800 5,580,000 180 49 229 75
3 Karyalaksana Pembuatan Gedung Posyandu - 4 24 201,836,400 12,452,000 73 67 140 62
4 Talun Pembuatan Gedung Posyandu - 2 24 100,899,200 6,226,000 15 45 60 30
-
1 Neglasari Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 6,473,250 350,000 - 15 15 15
2 Dukuh Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 6,596,650 975,000 - 35 35 35
3 Ibun Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 5,584,250 150,000 - 15 15 15
4 Laksana Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 7,980,000 340,000 - 17 17 17
5 Mekarwangi Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 7,980,000 875,000 - 12 12 12
6 Cibeet Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 9,555,000 500,000 - 8 8 8
7 Pangguh Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 9,555,000 580,000 - 20 20 20
8 Karyalaksana Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 9,049,150 340,000 - 13 13 13
9 Lampegan Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 6,951,000 500,000 - 19 19 19
10 Talun Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 6,596,600 975,000 - 19 19 19
11 Tanggulun Peningkatan Kapasitas Kelompok - 1 - 6,954,100 210,000 - 10 10 10
117
RIWAYAT HIDUP