Anda di halaman 1dari 411

~ iii ~

KATA PENGANTAR

βahwa dalam rangka mewujudkan koperasi yang


kuat, sehat dan berdaya saing perlu dilaksanakan
fungsi pengawasan koperasi, baik di Pusat maupun
Daerah, sehubungan dengan hal tersebut
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan
Koperasi. Sebagai turunan dari Peraturan Menteri
tersebut, Deputi Bidang Pengawasan telah
menerbitkan 9 (Sembilan) Peraturan Deputi yang
mengatur mengenai teknis pelaksanaan
pengawasan, pemeriksaan, pemberian sanksi serta
monitoring hasil pengawasan dalam rentang waktu
tahun 2016 s/d 2017.

Penyusunan buku kumpulan peraturan ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan


memberikan pemahanan yang komprehensif kepada para pemangku kepentingan
dalam melaksanakan fungsi pengawasan koperasi. Mengikuti dinamika yang terjadi
pada rentang waktu tahun 2017 s/d 2018, maka pada buku ini juga telah ditambahkan
beberapa Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang
diterbitkan pada rentang waktu tersebut, yang dapat dijadikan referensi dasar hukum
dalam melaksanakan fungsi pengawasan.

Adapun kumpulan Peraturan Menteri dan Peraturan Deputi yang dimaksud antara
lain:
1. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah republik Indonesia.
Nomor 02 /per/m.kukm/ ii /2017 tentang perubahan atas peraturan menteri
koperasi dan usaha kecil dan menengah nomor 15/per/m.kukm/ix/2015 tentang
usaha simpan pinjam oleh koperasi.
2. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah republik Indonesia.
Nomor 06/per/m.kukm/ v /2017 tentang penerapan prinsip mengenali pengguna
jasa bagi koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
3. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah republik indonesia
nomor 09 tahun 2018 tentag penyelenggaraan dan pembinaan perkoperasian.
4. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah republik indonesia
nomor 11/per/m.kukm/xii/2017 tentag pelaksanaan kegiatan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi.
5. Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah republik indonesia
nomor 11 tahun 2018 tentang perizinan usaha simpan pinjam koperasi.

~ iii ~
Sebagai penutup, kami berharap agar buku kumpulan peraturan ini dapat
bermanfaat dan menjadi panduan yang jelas dalam mengawasai dan
mengembangkan koperasi di Indonesia, khususnya bagi pejabat pengawas
koperasi, pengurus dan pengawas internal koperasi serta pemangku kepentingan
lainnya.

Jakarta, Maret 2019


DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Cap
&
Ttd

SUPARNO, SE., MM
NIP. 19600412.198303.1.001

~ iii ~
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………iii


Daftar Isi ……………………………………………………………………………iii

I. KUMPULAN PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL


DAN MENENGAH (PERMEN) DAN PERATURAN DEPUTI BIDANG
PENGAWASAN (PERDEP)

Peraturan Menteri Kooperasi Dan Usaha Kecil Menengah


Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Pengawasan Koperasi ….. I–1
……
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 05 Tahun
2016 Tentang Pedoman Teknis Mengenai Norma, Standar,
Prosedur,Tata Cara, Dan Kode Etik Pengawas ……………. I – 10
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 06 Tahun
2016 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi
Simpan Pinjam Dan Unit Simpan Pinjam Koperasi ……….. I – 20
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 07 Tahun
2016 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi
Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Dan Unit Simpan
Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Koperasi ……………….. I – 59
…………………
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 08 Tahun
2016 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Usaha
Koperasi Simpan Pinjam Dan Unit Simpan Pinjam
Koperasi ……………………………………………………….. I – 110
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 09 Tahun
2016 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Usaha
Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah, Dan
Unit Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Koperasi …. I – 123
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 11 Tahun
2016 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kelembagaan
Koperasi ……………………………………………………….. I – 139

Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 12 Tahun


2016 Tentang Penerapan Sanksi ………………………….. I – 156
…………………………….
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 13 Tahun
2016 Tentang Monitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan I – 202

Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Nomor 02 Tahun


2017 Tentang Pedoman Pengawasan Kepatuhan Koperasi I – 215

~ iii ~
II. KUMPULAN PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH (PERMEN) TERKAIT

Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan


Menengah Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan
Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015 Tentang
Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi ……………………… II – 234

Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan


Menengah Nomor 06 Tahun 2017 Tentang Penerapan
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Koperasi Yang
Melakukan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam ………………. II – 245

Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan


Menengah Nomor 09 Tahun 2018 Tentang
Penyelenggaraan Dan Pembinaan Perkoperasian ………... II – 265
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan
Menengah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah
Oleh Koperasi …………………………………………………. II – 331
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan
Menengah Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan
Usaha Simpan Pinjam Koperasi …………………………… II – 358
……………………………………..
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan
Menengah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Dan Anggaran Dekonsentrasi
Kementerain Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah …. II – 368

III. SURAT EDARAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Surat Deputi Bidang Pengawasan Nomor


33/Srt/Dep.6/I/2019 Tentang Pengawasan Koperasi Oleh
Satuan Tugas (SATGAS) Pengawas Koperasi TA 2019 ….. II – 387
……………………………………..
IV. TENTANG DEPUTI PENGAWASAN

Struktur Kementerian Koperasi dan UKM ………………….. III – 1


Prinsip – Prinsip Program Pengawasan Koperasi ………… III – 5
Ruang Lingkup Pengawasan Koperasi …………………….. III – 6
Jenis Pengawasan ……………………………………………. III – 7
Hasil Pengawasan ……………………………………………. III – 8
Pembagian Urusan Pemerintah Bidang KUKM ………….... III – 9

~ iii ~
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI
KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17/Per/M.KUKM/IX/2015

TENTANG

PENGAWASAN KOPERASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOPERASI
DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa untuk mewujudkan Koperasi yang kuat, sehat, mandiri,


tangguh dan berdaya saing sesuai jatidiri Koperasi perlu
meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan, kepatuhan,
kesinambungan, dan memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada anggota dan masyarakat.
b. Bahwa untuk mewujudkan koperasi sebagaimana dimaksud
huruf a, koperasi perlu pengawasan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a da huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
tentang Pengawasan Koperasi.

Mengingat : 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
116; Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5394);
3 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587);
4 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang

I-1
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540);
5 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang
Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);
6 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3591);
7 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan pada Koperasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3744);
8 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015, tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 8);
9 Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2015 tentang
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
106).

Menetapkan : MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH TENTANG PENGAWASAN KOPERASI

BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
2. Pengawasan dan pemerikasaan Koperasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat yang membidangi koperasi untuk mengawasi dan memeriksa koperasi agar
kegiatan diselenggarakan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

I-2
3. Pemeriksaan Koperasi adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh Pemeriksa Koperasi
untuk membuktikan ada atau tidak adanya pelanggaran atas peraturan perundang-
undangan.
4. Kelembagaan Koperasi adalah suatu hubungan dan tatanan dalam organisasi
Koperasi untuk anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain guna
mencapai tujuan yang diinginkan.
5. Kegiatan Usaha Koperasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh hasil berupa keuntungan, upah, laba usaha, atau SHU dalam koperasi
melalui pelayanan kepada anggota dan masyarkat.
6. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melaksanakan norma-norma yang berlaku
dalam Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintah negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimanana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
8. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggaraa
Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenagan daerah otonom.
10. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Daerah
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagai Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah Provinsi.
11. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.
12. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi.

BAB II
TUJUAN, SASARAN, MANFAAT, DAN RUANG LINGKUP PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Tujuan Pasal 2

Pengawasan Koperasi bertujuan :


a. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengawasan Koperasi oleh pemerintah,
pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah
keanggotaan Koperasi.

I-3
b. Meningkatkan kesadaran para pengelola Koperasi dalam mewujudkan kondisi
dengan peraturan yang berlaku.

Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3

Sasaran Pengawasan Koperasi adalah :


a. Terwujudnya peningkatan kepatuhan Koperasi terhadap peraturan perundang-
undangan;
b. Terbentuknya Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh;
c. Terwujudnya Koperasi yang akuntabel.

Bagian Ketiga
Manfaat Pasal
4

Manfaat Pengawasan bagi Koperasi adalah untuk mendorong Koperasi :


a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. Sebagai badan usaha yang kredibel berdasarkan prinsip Koperasi
c. Dalam menjaga dan melindungi aset Koperasi dari tindakan penyelewengan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab;
d. Dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas Koperasi terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan;
e. Menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh
f. Mencapai tujuannya secara efektif dan efisien yaitu meningkatkan pemberdayaan
ekonomi anggota.

Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 5

Ruang lingkup pengawasan koperasi meliputi aspek :


a. Penerapan kepatuhan
b. Kelembagaan koperasi
c. Usaha simpan pinjam
d. Penilaian kesehatan usaha simpan pinjam
e. Penerapan sanksi

Pasal 6

(1) Aspek penerapan kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a sesuai
dengan peraturan perundang-undangan meliputi :
a. Kepatuhan legal

I-4
b. Kepatuhan usaha dan keuangan
c. Kepatuhan transaksi

(2) Aspek kelembagaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b


meliputi:
a. Kelengkapan legalitas yang terdiri dari Akta Pendirian Koperasi, Anggaran
dasar bagi Koperasi, surat, izin usah, surat izin pembukaan kantor cabang,
kantor cabang pembantu dan kantor KAS
b. Kelengkapan organisasi Koperasi yang mencerminkan struktur tugas tugas,
rentang kendali, dan satuan pengendalian inferna;

(3) Aspek Usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c
meliputi:
a. Penghimpunan dana bersumber dari anggota, calon anggota, Koperasi lain dan
atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan oblligasi dan
surat utang lainnya, dan sumber lain yang sah, serta modal penyertaan;
b. Mengontrol keseimbangan dana antara sumber dana dan penyaluran dana agar
tidak terjadi over liquid dan unliquid;
c. Penyaluran dana untuk menyalurkan dana yang sifatnya menjadi aktiva
produktif mengurangi kemacetan.

(4) Aspek penilaian kesehatan usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf d dilaksanakan dengan melakukan penilaian melalui pendekatan
kualitatif maupun kuantitatif terhadap aspek-aspek sebagai berikut:
a. Permodalan
b. Kualitas aktiva produktif
c. Manajemen
d. Efisiensi
e. Likuiditas
f. Jatidiri Koperasi
g. Pertumbuhan dan kemandirian; dan
h. Kepatuhan terhadap prinsip syariah untuk usaha simpan pinjam pola syariah.

(5) Aspek penerangan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruc e meliputi :
a. Sanksi administratif
b. Pelimpahan perkara
c. Pemantauan pelaksanaan sanksi
d. Pemantauan keputusan hasil pelimpahan perkara
e. Rehabilitasi kelembagaan
f. Rehabilitasi usaha

I-5
BAB III
JENIS DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN KOPERASI

Bagian Kesatu
Jenis Pengawasan Koperasi
Pasal 7

Jenis Pengawasan Pengawasan Koperasi Meliputi :


a. Pengawasan aktif dan pasif
b. Pengawasan rutin dan sewaktu-waktu
c. Pengawasan bersifat preventif dan represif

Pasal 8

(1) Pengawasan aktif sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 huruf a dilakukan dengan
pemeriksaan langsung terhadap Koperasi yang berpotensi mempunyai masalah ;
(2) Pengawasan Pasif sebagaimana dimaksud pada pasal 7 huruf a dilakukan dengan
menganalisa laporan terhadap Koperasi uang sudah berjalan baik

(3) Pengawasan rutin sebagaimana dimaksud pada pasal 7 buruf b. Dilakukan sesuai
jadwal yang telah di rencanakan.
(4) Pengawasan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada pasal 7 huruf b
dilakukan sesuai dengan kebutuhan
(5) Pengawasan preventif sebagaimana dimaksud pada pasal 7 huruf c dilakukan
dengan tujuan pembinaan dan pencegahan
(6) Pengawasan represif sebagaimana dimaksudkan pada pasal 7 huruf c dilakukan
dengan tujuan mencegah meluasnya permasalahan

Pasal 9

Apabila hasil pengawasan berpotensi menimbulkan masalah hukum, Menteri dapat


meminta bantuan akuntan publik untuk melakukan audit khusus.

Bagian Kedua Pelaksanaan


Pengawasan Koperasi Pasal 10

(1) Pelaksanaan pengawasan Koperasi menjadi tanggung jawab Menteri berdasarkan


peraturan perundang-undangan;
(2) Pelaksanaan pengawasan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh :
a. Deputi bidang pengawasan untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
provinsi
b. Gubernur untuk koperasi dengan wilayah keanggotaanya lintas kabupaten/kota
dalam 1 (satu) Provinsi;

I-6
c. Bupati/Walikota untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1(satu)
Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal Gubernur tidak mampu melakukan pengawasan maka pengawasan
dilakukan oleh Menteri;
(4) Dalam hal Bupati/Walikota tidak mampu melakukan pengawasan maka
pengawasan dilakukan oleh Gubernur

Pasal 11

Kriteria ketidakmampuan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3)


dan (4) diatur dalam Peraturan Deputi.

BAB IV
PEJABAT PENGAWAS KOPERASI
Pasal 12

Pejabat pengawas yang akan melakukan pengawasan Koperasi ditetapkan oleh :


a. Menteri untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas Provinsi
b. Gubernur untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaannya lintas Kabupaten / Kota
dalam 1 (satu) Provinsi;
c. Bupati/Walikota untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1 (satu)
Kabupaten/Kota.

Pasal 13

Kualifikasi pejabat pengawas Koperasi adalah :


a. Berpendidikan sekurang-kurangnya S1;
b. Pernah mengikuti diklat pengawasan koperasi yang dibuktikan dengan sertifikat;
c. Memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang perkoperasian, hukum, akuntansi,
keuangan, dan teknologi informasi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
d. Untuk pengawasan Koperasi Syariah memiliki pengetahuan dan kemampuan
tentang keuangan syariah;
e. Mentaati kode etik pengawas; dan
f. Sehat jasmani dan rohani

Pasal 15

Pedoman teknis mengenai norma, standar, prosedur, tata cara, dan kode etik
pengawas Koperasi diatur dalam Peraturan Deputi.

I-7
BAB V
HASIL PENGAWASAN
Pasal 16

(1) Laporan hasil pengawasan oleh pejabat pengawas dilakukan secara objektif,
seimbang, independen, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung oleh alat pembuktian
yang cukup yang di tuangkan dalam kertas kerja pengawasan.
(3) Laporan sebagaimana ayat (1) dan (2) disampaikan kepada pejabat pemberi tugas
paling lambat 2 (dua) minggu setelah pengawasan;

Pasal 17

Laporan hasil pengawasan memuat sekurang-kurangnya:


a. Pokok-pokok temuan;
b. Rekomendasi tindak lanjut; dan
c. Jadwal penyelesaian tindak lanjut.

Pasal 18

(1) Tindak lanjut hasil pengawasan Koperasi meliputi :


a. Rekomendasi dan pembinaan lebih lanjut;
b. Dalam hal laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
dan pada ayat 1 huruf a, tidak bisa diperbaiki koperasi dapat dikenakan Sanksi
Administratif berupa :
1) Teguran tertulis paling sedikit 2 (dua) kali;
2) Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas
Koperasi;
3) Pencabutan izin usaha simpan pinjam, izin usaha lainnya; dan/ atau
4) Pembubaran koperasi oleh Menteri;
c. Apabila terdapat indikasi tindak pidana, Menteri berkoordinasi dengan aparat
penegak hukum.
(2) Monitoring tindak lanjut hasil pengawasan diatur dalam Peraturan Deputi

BAB VI
KOORDINASI PENYELENGGARAAN PENGAWASAN
Pasal 19

(1) Dalam rangka efektifitas pengawasan Menteri berkoordinasi dengan Gubernir dan
Bupati/Walikota;
(2) Koordinasi penyelenggaraan pengawasan Koperasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan bersama, antara lain :
a. Kepolisian

I-8
b. Kejaksaan;
c. Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
d. Pusat Pengendalian Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
(3) Koordinasi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertujuan
mengurangi dampak negatif yang diatur dalam naskah kesepakatan bersama.

BAB VII
PENUTUP
Pasal 20

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor
39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan
Syariah dan Usaha Jasa Keuangan Syariah Koperasi, dan Peraturan Menteri Koperasi
dan UKM Nomor: 21/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi
Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam Koperasi dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 21

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini


dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 2015
MENTERI KOPERASI DAN USAHA
KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
Ttd
AAGN. PUSPAYOGA
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Oktober 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
Cap
&
Ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1496

I-9
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 05/Per/Dep.6/IV/2016

TENTANG

PEDOMAN TEKNIS MENGENAI NORMA, STANDAR, PROSEDUR, TATA


CARA, DAN KODE ETIK PENGAWAS KOPERASI

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Menteri


Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi maka
perlu menetapkan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia tentang Pedoman Teknis Mengenai Norma, Standar,
Prosedur, Tata Cara dan Kode Etik Pengawas Koperasi.

Mengingat : 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116;
Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015


tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun


1994 tentang persyaratan dan tata cara pengesahan akta
pendirian dan perubahan Anggran dasar koperasi(lembaran
negara republik indonesia tahun 1994 nomor 24, tambahan

I - 10
lembaran negara republik indonesia nomor 3549);

4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran


Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3549);

5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
Oleh Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3591);

6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun


1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3744);

7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2015


tentang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 106);

8 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Nomor 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1489);

9 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Kelembagaan
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1489).

10 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1496);
Menetapkan : MEMUTUSKAN:

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN


KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG
PEDOMAN TEKNIS MENGENAI NORMA, STANDAR,
PROSEDUR, TATA CARA DAN KODE ETIK PENGAWAS
KOPERASI

I - 11
BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Deputi ini yang dimaksud dengan :

1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Pengawasan dan Pemeriksaan Koperasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat yang membidangi Koperasi untuk mengawasi dan memeriksa Koperasi
agar kegiatan diselenggarakan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Pemeriksaan Koperasi adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan dan
mengolah data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh Pemeriksa Koperasi
untuk membuktikan ada atau tidak adanya pelanggaran atas peraturan perundang-
undangan.
4. Kelembagaan Koperasi adalah suatu hubungan dan tatanan dalam organisasi
Koperasi untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang
lain guna mencapai tujuan yang diinginkan.
5. Kegiatan Usaha Koperasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh hasil berupa keuntungan, upah, laba usaha, atau SHU dalam Koperasi
melalui pelayanan kepada anggota dan masyarakat.
6. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melaksanakan norma-norma yang berlaku
dalam Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Pejabat Pengawas adalah Aparatur Sipil Negara yang ditetapkan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan pengawasan terhadap koperasi
8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah unsur
pembantu Gubernur/Bupati/Walikota dalam bentuk Dinas yang menyelenggarakan
urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di tingkat Provinsi/Daerah
Istimewa (D.I)/Kabupaten/Kota dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
tugas perbantuan di lingkup Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan menengah
ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota.
9. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan DPRD dalam
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
10. Satuan Tugas Pengawasan Koperasi yang selanjutnya disebut Satgas
Pengawasan adalah seperangkat organisasi Aparatur Sipil Negara yang
berkedudukan di Provinsi/D.I atau Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tugas dan
fungsi pengawasan Koperasi.
11. Norma Pengawasan adalah aturan atau ketentuan yang berkaitan dengan
pengawasan Koperasi, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah
laku oleh Pejabat Pengawas Koperasi menjalankan tugasnya.
12. Standar Pengawasan adalah ukuran mutu pengawasan yang merupakan nilai yang
harus dicapai dalam melaksanakan pengawasan.

I - 12
13. Prosedur dan Tata Cara Pengawasan adalah tahapan kegiatan dalam
melaksanakan pengawasan.
14. Kode Etik Pejabat Pengawas adalah prinsip moral sebagai landasan tingkah laku
Pejabat Pengawas dalam melaksanakan tugas pengawasan.
15. Laporan Hasil Pengawasan adalah dokumen yang memuat hasil pengawasan dan
pemeriksaan.
16. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.
17. Menteri adalah Menteri yang membidangi Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

BAB II
TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Tujuan Pasal 2

Norma, Standar, Prosedur dan Tata Cara Pengawasan serta Kode Etik Pejabat
Pengawas merupakan panduan bagi pelaksanaan pengawasan Koperasi

Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3

Terwujudnya pelaksanaan pengawasan Koperasi yang akuntabel dan transparan dalam


menciptakan Koperasi yang patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sehat,
mandiri, tangguh dan berdaya saing sesuai jati diri Koperasi.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4

Ruang Lingkup Peraturan Deputi ini meliputi :


a. Norma Pengawasan Koperasi
b. Standar Pengawasan Koperasi
c. Prosedur dan Tata Cara Pengawasan Koperasi; dan
d. Kode etik Pejabat Pengawas Koperasi

Pasal 5

Ruang Lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan oleh Pejabat


Pengawas

I - 13
BAB III
NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN TATA CARA PENGAWASAN SERTA
KODE ETIK PEJABAT PENGAWAS

Bagian Kesatu
Norma Pengawasan
Pasal 6

Norma pengawasan meliputi :


a. Pengawasan harus dilaksanakan oleh seorang atau beberapa orang Pejabat
Pengawas yang memiliki keahlian dalam bidangnya dan telah menjalani pelatihan
teknis di bidang pengawasan.
b. Dalam melaksanakan tugasnya Pejabat Pengawas harus senantiasa
mempertahankan sikap mental independen, profesional dan terpercaya;
c. Dalam penyusunan laporan Pejabat Pengawas wajib melakukan secara transparan,
cermat dan seksama.

Bagian Kedua
Standar Pengawasan
Pasal 7

(1) Standar Pengawasan meliputi :


a. Standar Pelaksanaan; dan
b. Standar Laporan Hasil Pengawasan.
(2) Standar Pelaksanaan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sebagai berikut :
a. Pengawasan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan
Pengawasan;
b. Pengawasan dilaksanakan melalui pemeriksaan dokumen, pemantauan
dan evaluasi serta pemeriksaan terhadap koperasi;
c. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup;
dan
d. Pelaksanaan hasil Pemeriksaan diwujudkan dalam bentuk laporan.
(3) Standar Laporan Hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
paling sedikit memuat:
a. Identitas Koperasi;
b. Informasi hasil pengawasan dimuat dalam bentuk kertas kerja pengawasan yang
meliputi penerapan kepatuhan, pemeriksaan kelembagaan koperasi,
pemeriksaan usaha simpan pinjam, penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;
c. Pokok-pokok temuan;
d. Kesimpulan, rekomendasi perbaikan dan hal-hal lain yang dianggap perlu; dan
e. Jadwal penyelesaian tindak lanjut.

I - 14
(4) Bentuk Laporan Hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
Peraturan Deputi ini.

Pasal 8

(1) Kegiatan pengawasan melalui pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada


Pasal 7 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara :
a. meneliti laporan pertanggungjawaban tahunan, dokumen, keputusan rapat
anggota, notulen rapat Pengurus, notulen rapat Pengawas, dan/atau pembukuan
koperasi; dan

b. memanggil pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan


koperasi.
(2) Kegiatan pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud
pada Pasal 7 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara mengamati dan menilai.

Bagian Ketiga
Prosedur dan Tata Cara Pengawasan
Pasal 9

(1) Prosedur dan Tata Cara Pengawasan meliputi :


a. persiapan;
b. pelaksanaan; dan
c. pelaporan.

(2) Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :


a. menginventarisasi Koperasi dan menyusun rencana kerja;
b. mempersiapkan kertas kerja;
c. koordinasi dengan SKPD;
d. memberitahukan secara tertulis kepada Koperasi; dan
e. membawa surat tugas dan tanda pengenal.

(3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:


a. menjelaskan maksud dan tujuan pengawasan kepada Koperasi; dan
b. mengumpulkan dokumen Koperasi dan memeriksa sebagaimana tertuang dalam
Kertas Kerja Pengawasan.

(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:


a. menganalisa dan mengevaluasi hasil pengawasan dalam bentuk Laporan Hasil
Pengawasan; dan
b. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Menteri/Gubernur/
Bupati/Walikota secara hierarki paling lambat 2 (dua) minggu setelah pengawasan.

I - 15
Pasal 10

Pengawasan terhadap Koperasi dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi


sesuai dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11

Pejabat Pengawas wajib melaporkan hasil pengawasan dalam bentuk Laporan Hasil
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) kepada pejabat yang
mengeluarkan surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf e.

Bagian Keempat
Kode Etik Pejabat Pengawas Koperasi
Pasal 12

Dalam melaksanakan pengawasan terhadap Koperasi, Pejabat Pengawas wajib


menerapkan Kode Etik sebagai berikut :
a. Bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, independen, dan konsisten dalam
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;

b. Menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan
organisasi dalam melaksanakan tugas;

c. Mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai
untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;

d. Melaksanakan tugas secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan
pedoman yang telah ditetapkan;

e. Menunjukkan sikap kemandirian dan wajib menjaga kerahasiaan hasil pengawasan


kepada pihak yang tidak berkepentingan;

f. Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam
pemeriksaan; dan

g. Tidak menerima suatu pemberian dari pihak terkait berupa uang, barang, dan jasa.

BAB IV
SANKSI
Pasal 13

Dalam hal pelaksanaan pengawasan Pejabat Pengawas tidak mematuhi kode etik
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12, maka Menteri/ Gubernur/ Bupati/ Walikota
dapat memberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

I - 16
BAB V KETENTUAN
PERALIHAN Pasal 14

(1) Pejabat Pengawas ditetapkan oleh Menteri/Gubernur/Walikota/ Bupati dalam


jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Deputi ini.
(2) Dalam hal Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
ditetapkan, penyelenggaraan pengawasan terhadap Koperasi dilakukan oleh Deputi
/Kepala SKPD Provinsi/D.I/Kabupaten/Kota yang membidangi Koperasi.
(3) Dalam menyelenggarakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Deputi /Kepala SKPD Provinsi/D.I/Kabupaten/Kota yang membidangi Koperasi
dapat membentuk Satgas Pengawasan yang bersifat sementara.

BAB VI KETENTUAN
PENUTUP Pasal 15

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 April 2016
Deputi Bidang Pengawasan
Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 17
LAMPIRAN I
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
NOMOR : 05/PER/DEP.6/IV/2016
TENTANG PEDOMAN TEKNIS
MENGENAI NORMA,
STANDAR, PROSEDUR, TATA
CARA PENGAWASAN DAN KODE ETIK
PEJABAT PENGAWAS KOPERASI
TANGGAL : 18 APRIL 2016

Contoh Laporan Hasil Pengawasan

(KOP SURAT)
LAPORAN HASIL PENGAWASAN

A. Identitas Koperasi
1. Nama Koperasi
2. Nomor Badan Hukum dan Tanggal
3. Alamat Kantor Koperasi
4. Nama Pengurus dan Pengawas
5. Telp/ Fax/ Email
6. Nomor Pokok Wajib Pajak Koperasi
7. Nomor Rekening Atas Nama Koperasi

B. Pokok – Pokok Temuan


1. Penerapan Kepatuhan
.................................................................................................................................
.....................................................................................

2. Pemeriksaan Kelembagaan Koperasi


.................................................................................................................................
.....................................................................................

3. Pemeriksaan Usaha Simpan Pinjam


.................................................................................................................................
.....................................................................................

4. Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam


.................................................................................................................................
.....................................................................................

5. Bentuk Pelanggaran yang dilakukan


.................................................................................................................................
.....................................................................................

I - 18
C. Jadwal Penyelasaian Tindak Lanjut
......................................................................................................................................
........................................................................................

D. Kesimpulan dan Rekomendasi Perbaikan


......................................................................................................................................
........................................................................................

(lampiran Kertas Kerja Pengawasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan)

...................., ............... 20 .....

TIM PENGAWAS KOPERASI,

Petugas 1 Petugas 2

( ............................ ) ( ............................ )
NIP. ...................... NIP. ......................

Deputi Bidang Pengawasan


Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 19
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 06 /Per/Dep.6/IV/2016

TENTANG

PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN


KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (7)


Peraturan Menteri Koperasi dan USaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, telah ditetapkan
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 01/Per/Dep.6/III/2016
tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi;
b. Bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penilaian
kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
Koperasi, memerlukan penyempurnaan beberapa ketentuan
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor :
01/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi,
sehingga perlu diganti;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Deputi
Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia tentang Pedoman

I - 20
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam Koperasi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang


Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502);

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan


Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang


Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3501);

5. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor : 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 20);

6. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor : 10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Kelembagaan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1489);

7. Peraturan Menteri Koperasi dan USaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor : 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1494);

8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Dan Menengah


Republik Indonesia Nomor : 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia

I - 21
Tahun 2015 Nomor 1496);

Menetapkan : MEMUTUSKAN :

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN


KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI SIMPAN
PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI

BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut KSP adalah koperasi yang
kegiatan usahanya hanya simpan pinjam.
3. KSP Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang
yang bergerak dalam usaha simpan pinjam.
4. KSP Sekunder adalah Koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam yang
didirikan oleh dan beranggotakan KSP.
5. Unit Simpan Pinjam Koperasi yang selanjutnya disebut USP Koperasi adalah unit
koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari
kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
6. Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam merupakan penilaian untuk mengukur
tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi.
7. Kantor Cabang KSP adalah kantor yang mewakili kantor pusat KSP dalam
menjalankan kegiatan usaha menghimpun dana dan penyalurannya serta
mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman.
8. Penilai Kesehatan adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diberi tugas dan
wewenang untuk menilai kesehatan KSP dan USP Koperasi sesuai dengan wilayah
keanggotaan.
9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
10. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.
11. Gubernur adalah kepala daerah Provinsi/Daerah Istimewa (D.I).
12. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten.
13. Walikota adalah Kepala Daerah Kota.
14. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah unsur
pembantu Gubernur/ Bupati/ Walikota dalam bentuk dinas yang menyelenggarakan

I - 22
urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di tingkat Provinsi/ D.I/
Kabupaten/ Kota dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas pembantuan
di lingkup Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang ditetapkan
oleh Gubernur/ Bupati/ Walikota.

BAB II
TUJUAN, SASARAN DAN LANDASAN KERJA
Pasal 2

Pedoman Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi Bertujuan untuk memberikan
pedoman dalam pelaksanaan Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi.

Pasal 3

Sasaran penilaian kesehatan usaha KSP dan USP Koperasi adalah sebagai berikut :
a. Terwujudnya pengelolaan KSP dan USP Koperasi yang sehat dan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. Terwujudnya pelayanan prima kepada pengguna jasa koperasi;
c. Meningkatnya citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi
sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan usaha simpan pinjam
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. Terjaminnya aset kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
e. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kegiatan usaha simpan
pinjam oleh koperasi; dan
f. Meningkatnya manfaat ekonomi anggota dalam kegiatan usaha simpan pinjam oleh
koperasi

Pasal 4

Landasan Kerja Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi adalah sebagai berikut :
a. KSP dan USP Koperasi menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
b. KSP dan USP Koperasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keuangan anggota
secara bersama (self help);
c. Anggota KSP dan USP Koperasi berada dalam satu kesatuan sistem kerja koperasi,
yang diatur dalam AD (Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Rumah Tangga) KSP
dan USP Koperasi; dan
d. KSP dan USP Koperasi wajib memberikan manfaat yang lebih besar kepada
anggotanya.

I - 23
BAB III
RUANG LINGKUP PENILAIAN KESEHATAN
Pasal 5

Ruang lingkup Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi dilakukan terhadap aspek
sebagai berikut:
a. Permodalan;
b. Kualitas aktiva produktif;
c. Manajemen;
d. Efisiensi;
e. Likuiditas;
f. Kemandirian dan pertumbuhan; dan
g. Jati diri koperasi.

Pasal 6

Pelaksanaan penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 diatur dalam lampiran Peraturan Deputi sebagai berikut:
a. Lampiran I tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan KSP dan USP
Koperasi;

b. Lampiran II tentang Daftar Pertanyaan Aspek Manajemen; dan

c. Lampiran III tentang Kertas Kerja Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi.

BAB IV PENYELENGGARAAN PENILAIAN


KESEHATAN Pasal 7

(1) Penilaian kesehatan usaha simpan pinjam koperasi dilakukan untuk mengukur
tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi serta kantor cabang KSP.
(2) Pelaksana Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi dilakukan sebagai
berikut:
a. SKPD Kabupaten/Kota untuk KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan
wilayah keanggotaan dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota dan kantor cabang
KSP;
b. SKPD Provinsi/D.I untuk KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan
wilayah keanggotaan lintas daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah
Provinsi/D.I; dan
c. Deputi untuk KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah Provinsi/D.I

I - 24
(3) Dalam melakukan penilaian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat ditunjuk Penilai Kesehatan dari Aparatur Sipil Negara di bidang
perkoperasian dengan persyaratan sebagai berikut :
a. memiliki pendidikan paling rendah Diploma III;
b. memiliki kemampuan dan pengetahuan perkoperasian; dan
c. memiliki sertifikat pelatihan dan atau bimbingan teknis penilaian kesehatan
usaha simpan pinjam.
(4) Hasil Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi diklasifikasikan dalam 4 (empat)
kategori, yaitu :
a. sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 80,00 < x <100
b. cukup sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 66,00 < x < 80,00;
c. dalam pengawasan, jika hasil penilaian diperoleh total skor 51,00 < x <66,00;
dan
d. dalam pengawasan khusus, jika hasil penilaian diperoleh total skor 0 < x <
51,00.
a. Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam
setahun setelah pelaksanaan RAT.

BAB V MEKANISME
PELAPORAN Pasal 8

(1) Penilai Kesehatan wajib menyampaikan laporan penilaian kesehatan setiap 6


(enam) bulan, tahunan, dan laporan insidental.
(2) Laporan setiap 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
disampaikan 30 (tiga puluh) hari sejak periode 6 (enam) bulan berakhir.
(3) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak periode tahunan berakhir.
(4) Laporan insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan penilaian kesehatan.
(5) Laporan tahunan Penilaian Kesehatan disajikan dengan membandingkan keadaan
kinerja kesehatan antara tahun berjalan dan tahun sebelumnya.

Pasal 9

Penilai Kesehatan wajib menyampaikan laporan kepada:


(1) Bupati/Walikota untuk penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi
Primer/Sekunder dengan wilayah keanggotaan dalam 1 (satu) daerah
Kabupaten/Kota dan kantor cabang KSP dengan tembusan kepada Kepala SKPD
yang membidangi koperasi di provinsi/D.I dan Menteri.

I - 25
(2) Gubernur untuk penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan
wilayah keanggotaan lintas daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah
Provinsi/D.I. dengan tembusan kepada Menteri.

(3) Menteri untuk penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder
dengan wilayah keanggotaan lintas daerah Provinsi/D.I.

BAB VI
PENUTUP
Pasal 10

(1) Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi yang dilakukan berdasarkan
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 01/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi,
diakui berdasarkan peraturan ini.
(2) Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 01/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 11

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 April 2016

Deputi Bidang Pengawasan


Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 26
LAMPIRAN I
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAW ASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 06 /PER/DEP.6/IV/2016
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI SIMPAN
PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI

PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN KESEHATAN


KSP DAN USP KOPERASI

I. BOBOT PENILAIAN ASPEK DAN KOMPONEN


1. Dalam melakukan penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi, maka terhadap
aspek yang dinilai diberikan bobot penilaian sesuai dengan besarnya pengaruh
terhadap kesehatan koperasi tersebut.
2. Penilaian aspek dilakukan dengan menggunakan nilai yang dinyatakan dalam
angka 0 sampai 100

Bobot penilaian terhadap aspek dan komponen tersebut ditetapkan sebagai berikut :
Aspek
Bobot
No yg Komponen
Penilaian
Dinilai
1 Permodalan 15
a. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset 6
Modal Sendiri x 100%
Total Aset

b. Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman diberikan yang berisiko 6


Modal Sendiri x 100%
Pinjaman diberikan yang beresiko

c. Rasio Kecukupan Modal Sendiri 3


Modal Sendiri x 100%
ATMR
2 Kualitas Aktiva Produktif 25
a. Rasio Volume Pinjaman pada anggota terhadap volume 10
pinjaman diberikan
Volume pinjaman pada anggota x 100%
Volume Pinjaman

b. Rasio Resiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman yang 5


diberikan
Pinjaman bermasalah x 100%
Pinjaman yang diberikan

I - 27
Aspek
Bobot
No yg Komponen
Penilaian
Dinilai
c. Rasio Cadangan Resiko Terhadap Pinjaman Bermasalah 5
Cadangan risiko x 100%
Pinjaman bermasalah

Catatan : Cadangan risiko adalah cadangan tujuan risiko +


penyisihan penghapusan pinjaman

d. Rasio Pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang diberikan 5


Pinjaman yang berisiko x 100%
Pinjaman yang diberikan
3 Manajemen 15
a. Manajemen Umum 3
b. Kelembagaan 3
c. Manajemen Permodalan 3
d. Manajemen Aktiva 3
e. Manajemen Likuiditas 3
4 Efisiensi 10
a. Rasio beban operasi anggota terhadap partisipasi bruto 4
Beban Operasi Anggota x 100%
Partisipasi Bruto

Catatan : Beban operasi anggota adalah beban pokok ditambah


dengan beban usaha bagi anggota + beban perkoperasian. Untuk
USP Koperasi, beban perkoperasian dihitung secara proporsional

b. Rasio beban usaha terhadap SHU Kotor


Beban Usaha x 100% 4
SHU Kotor

c. Rasio efisiensi pelayanan


Biaya Karyawan x 100% 2
Volume Pinjaman

5 Likuiditas 15
a. Rasio Kas 10
Kas + Bank x 100%
Kewajiban Lancar

b. Rasio Pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima 5


Pinjaman yang diberikan x 100%
Dana yang diterima
Catatan : Dana yang diterima adalah total pasiva selain hutang
biaya dan SHU belum dibagi

I - 28
Aspek
Bobot
No yg Komponen
Penilaian
Dinilai
6 Kemandirian dan Pertumbuhan 10
a. Rentabilitas Aset 3
SHU Sebelum Pajak x 100%
Total Aset

b. Rentabilitas Modal Sendiri 3


SHU Bagian Anggota x 100%
Total Modal Sendiri

c. Kemandirian Operasional Pelayanan 4


Partisipasi Neto x 100%
Beban usaha + Beban Perkoperasian

Catatan : Beban usaha adalah beban usaha bagi anggota


7 Jatidiri Koperasi 10
a. Rasio partisipasi bruto 7
Partisipasi Bruto x 100%
Partisipasi bruto + Pendapatan

b. Rasio promosi ekonomi anggota (PEA) 3


PEA x 100%
Simpanan Pokok + Simpanan Wajib

PEA = MEPPP + SHU Bagian Anggota

Jumlah 100

II. CARA PENILAIAN UNTUK MEMPEROLEH ANGKA SKOR


1. PERMODALAN
1.1. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset
Untuk memperoleh rasio antara modal sendiri terhadap total aset ditetapkan
sebagai berikut :
- Untuk rasio antara modal sendiri dengan total aset lebih kecil atau sama
dengan 0% diberikan nilai 0.
- Untuk setiap kenaikan rasio 4% mulai dari 0% nilai ditambah 5 dengan
maksimum nilai 100
- Untuk rasio lebih besar dari 60% sampai rasio 100% setiap kenaikan rasio 4%
nilai dikurangi 5
- Nilai dikalikan bobot sebesar 6% diperoleh skor permodalan.

I - 29
Tabel 1
Standar Perhitungan Rasio Modal Sendiri
Terhadap Total Aset adalah sebagai berikut :
Rasio Bobot
Nilai Skor
Modal (%) (%)
0 0 0
1 – 20 25 6 1.50
21 – 40 50 6 3.00
41 – 60 100 6 6.00
61 – 80 50 6 3.00
81 – 100 25 6 1.50

1.2. Rasio Modal Sendiri Terhadap Pinjaman Diberikan yang Berisiko


Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang berisiko,
ditetapkan sebagai berikut :
- Untuk rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang berisiko lebih kecil
atau sama dengan 0% diberi nilai 0.
- Untuk setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai ditambah 1 dengan nilai
maksimum 100
- Nilai dikalikan bobot sebesar 6%, maka diperoleh skor permodalan.

Tabel 2
Standar Perhitungan Skor Rasio Modal Sendiri terhadap
Pinjaman Diberikan yang Berisiko
Rasio
Bobot
Modal
Nilai (dinilai Skor
(dinilai
dalam %)
dalam %)
0 0 0
1 – 10 10 6 0,6
11 – 20 20 6 1,2
21 – 30 30 6 1,8
31 – 40 40 6 2,4
41 – 50 50 6 3,0
51 – 60 60 6 3,6
61 – 70 70 6 4,2
71 – 80 80 6 4,8
81 – 90 90 6 5,4
91 – 100 100 6 6,0

1.3. Rasio Kecukupan Modal Sendiri


- Rasio kecukupan modal sendiri adalah perbandingan Modal Sendiri
Tertimbang dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dikalikan

I - 30
dengan 100%.
- Modal tertimbang adalah jumlah dari hasil kali setiap komponen modal
KSP/USP koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot pengakuan
risiko.
- ATMR adalah jumlah dari hasil kali setiap komponen aktiva KSP dan USP
Koperasi yang terdapat pada neraca dengan bobot pengakuan risiko.
- Menghitung nilai ATMR dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil
perkalian nilai nominal aktiva yang ada dalam neraca dengan bobot risiko
masing-masing komponen aktiva.
- Rasio kecukupan modal sendiri dapat dihitung/diperoleh dengan cara
membandingkan nilai modal tertimbang dengan nilai ATMR dikalikan dengan
100%.
Tabel 3
Standar Perhitungan Rasio kecukupan modal sendiri
Rasio Bobot
Nilai Skor
Modal (%) (%)
<4 0 3 0,00
4<x<6 50 3 1,50
6<x<8 75 3 2,25
>8 100 3 3,00

2. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF


Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada 4 (empat) rasio,
yaitu:
a. Rasio volume pinjaman pada anggota terhadap volume pinjaman
yang diberikan;
b. Rasio pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan;
c. Rasio cadangan risiko terhadap pinjaman bermasalah; dan
d. Rasio pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang diberikan.

Sebelum menghitung rasio-rasio tersebut, terlebih dahulu perlu dipahami


ketentuan terkait pinjaman berikut ini :
1. Pinjaman Kurang Lancar
Pinjaman digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini :
a) Pengembalian pinjaman dilakukan dengan angsuran, yaitu :
- Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan dan belum melampaui 2 (dua)
bulan bagi pinjaman dengan angsuran harian dan/ atau mingguan; atau
- Tunggakan melampaui 3 (tiga) bulan dan belum melampaui 6 (enam)
bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, 2
(dua) bulan atau 3 (tiga) bulan; atau
- Tunggakan melampaui 6 (enam) bulan, tetapi belum melampaui 12 (dua
belas) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan 6
(enam) bulan atau lebih; atau

I - 31
b) Terdapat tunggakan bunga sebagai berikut :
- Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan, tetapi belum melampaui 3 (tiga)
bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang daru 1 (satu) bulan;
atau
- Tunggakan melampaui 3 (tiga) bulan, tetapi belum melampaui 6 (enam)
bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya lebih dari 1 (satu) bulan.
2. Pengembalian Pinjaman Tanpa Angsuran, yaitu :
o Pinjaman belum jatuh tempo
Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 (tiga) bulan, tetapi belum
melampaui 6 (enam) bulan.
o Pinjaman telah jatuh tempo
Pinjaman telah jatuh tempo dan belum dibayar, tetapi belum melampaui
3 tiga) bulan.
3. Pinjaman Yang Diragukan
Pinjaman digolongkan diragukan apabila pinjaman yang bersangkutan tidak
memenuhi kriteria kurang lancar, tetapi berdasarkan penilaian dapat
disimpulkan bahwa :
Pinjaman masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-
kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bunganya; atau
Pinjaman tidak dapat diselamatkan, tetapi agunannya masih bernilai
sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam termasuk bunganya.
4. Pinjaman Macet
Pinjaman digolongkan macet apabila :
Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan; atau
Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan; atau
Pinjaman tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan
Negeri atau telah diajukan penggantian kepada perusahaan asuransi
pinjaman.

2.1. Rasio Volume Pinjaman pada Anggota Terhadap Total Volume


Pinjaman Diberikan
Untuk mengukur rasio antara volume pinjaman kepada anggoa terhadap total
volume pinjaman ditetapkan sebagai berikut :

Tabel 4
Standar Perhitungan Skor Rasio Volume Pinjaman pada Anggota
terhadap Total Pinjaman Diberikan
Bobot
Rasio (%) Nilai Skor
(%)
< 25 0 10 0,00
26 – 50 50 10 5,00
51 – 75 75 10 7,50
>75 100 10 10,00

I - 32
2.2. Rasio Risiko Pinjaman Bermasalah Terhadap Pinjaman Diberikan
Untuk memperoleh risiko-risko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang
diberikan, ditetapkan sebagai berikut :
a. Menghitung perkiraan besarnya risiko pinjaman bermasalah (RPM)
sebagai berikut :
- 50% dari pinjaman diberikan yang kurang lancar (PKL)
- 75% dari pinjaman diberikan yang diragukan (PDR); dan
- 100% dari pinjaman diberikan yang macet (PM)
b. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan pinjaman yang disalurkan

RPM = ((50% x PKL) + (75% x PDR) + (100)


x Pm)
Pinjaman yang diberikan

Perhitungan Penilaian :
- Untuk Rasio 45% atau lebih diberi nilai 0
- Untuk setiap penurunan rasio 1% dari 45% nilai ditambah 2, dengan
maksimum nilai 100; dan
- Nilai dikalikan dengan bobot 5% diperoleh skor penilaian

Tabel 5
Standar Perhitungan RPM
Bobot
Rasio (%) Nilai Skor
(%)
> 45 0 5 0
40 < x < 10 5 0,5
45
30 < x < 20 5 1,0
40
20 < x < 40 5 2,0
30
10 < x < 60 5 3,0
20
0 < x < 10 80 5 4,0
0 100 5 5,0

2.3. Rasio Cadangan Risiko Terhadap Risiko Pinjaman Bermasalah


Dihitung dengan cara sebagai berikut :
- Untuk Rasio 0%, berarti tidak mempunyai cadangan penghapusan diberi
nilai 0
- Untuk setiap kenaikan 1% mulai dari 0% nilai ditambah 1 sampai dengan
maksimum 100; dan
- Nilai dikalikan bobot sebesar 5% diperoleh skor Penilaian

I - 33
Tabel 6
Standar Perhitungan Rasio Cadangan Risiko Terhadap Risiko Pinjaman Bermasalah
Rasio Bobot
Nilai Skor
(%) (%)
0 0 5 0
1 – 10 10 5 0,5
11 – 20 20 5 1,0
21 – 30 30 5 1,5
31 – 40 40 5 2,0
41 – 50 50 5 2,5
51 – 60 60 5 3,0
61 – 70 70 5 3,5
71 – 80 80 5 4,0
81 – 90 90 5 4,5
91 – 100 100 5 5,0

2.4. Rasio Pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang diberikan


Rasio pinjaman yang berisiko terhadap pinjaman yang diberikan diatur dengan
ketentuan sebagai berikut :

Tabel 7
Standar Perhitungan Rasio Pinjaman Berisiko
Rasio Nilai Bobot Skor
(%) (%)
> 30 25 5 1,25
26 – 30 50 5 2,50
21 – 25 75 5 3,75
< 21 100 5 5,00

3. PENILAIAN MANAJEMEN
3.1. Penilaian Aspek
Penilaian Aspek Manajemen Meliputi Lima Komponen Sebagai Berikut :
- Manajemen Umum
- Kelembagaan
- Manajemen Permodalan
- Manajemen Aktiva
- Manajemen Likuiditas

3.2. Perhitungan Nilai


Perhitungan Nilai Didasarkan pada hasil penilaian terhadap jawaban atas
pertanyaan aspek manajemen terhadap seluruh komponen dengan komposisi
pertanyaan sebagai berikut (rincian daftar pertanyaan disajikan pada Lampiran II)

I - 34
- Manajemen umum 12 pertanyaan (bobot 3 atau 0,25 nilai untuk setiap
jawaban pertanyaan “ya”);
- Kelembagaan 6 pertanyaan (bobot 3 atau 0,5 nilai untuk setiap jawaban
pertanyaan “ya”);
- Manajemen permodalan 5 pertanyaan (bobot 3 atau 0,6 nilai untuk
setiap jawaban pertanyaan “ya”) ;
- Manajemen aktiva 10 pertanyaan (bobot 3 atau 0,3 nilai untuk setiap
jawaban pertanyaan “ya”) ; dan
- Manajemen likuiditas 5 pertanyaan (bobot 3 atau 0,6 nilai untuk setiap
jawaban pertanyaan “ya”),

3.2.1. Manajemen Umum

Tabel 8
Standar Perhitungan Manajemen Umum
Jumlah Jawaban Ya Skor
1 0,25
2 0,50
3 0,75
4 1,00
5 1,25
6 1,50
7 1,75
8 2,00
9 2,25
10 2,50
11 2,75
12 3,00

3.2.2. Manajemen Kelembagaan

Tabel 9
Standar Perhitungan Manajemen Kelembagaan
Jumlah Jawaban Ya Skor
1 0,50
2 1,00
3 1,50
4 2,00
5 2,50
6 3,00

I - 35
3.2.3. Manajemen Permodalan

Tabel 10
Standar Perhitungan Manajemen Permodalan
Jumlah Jawaban Ya Skor
1 0,60
2 1,20
3 1,80
4 2,40
5 3,00

3.2.4. Manajemen Aktiva

Tabel 11
Standar Perhitungan Manajemen Aktiva
Jumlah Jawaban Ya Skor
1 0,30
2 0,60
3 0,90
4 1,20
5 1,50
6 1,80
7 2,10
8 2,40
9 2,70
10 3,00

3.2.5. Manajemen Likuiditas

Tabel 12
Standar Perhitungan Manajemen Likuiditas
Jumlah Jawaban Ya Skor
1 0,60
2 1,20
3 1,80
4 2,40
5 3,00

4. PENILAIAN EFISIENSI
Penilaian efisiensi KSP/USP koperasi didasarkan pada 3 (tiga) rasio, yaitu:
Rasio biaya operasional pelayanan terhadap partisipasi bruto;
Rasio beban usaha terhadap SHU Kotor; dan
Rasio efisiensi pelayanan.

I - 36
Rasio-rasio di atas menggambarkan seberapa besar KSP/USP koperasi mampu
memberikan pelayanan yang efisien kepada anggotanya dari penggunaan aset
yang dimilikinya.

4.1. Rasio Beban Operasi Anggota Terhadap Partisipasi Bruto


Cara perhitungan rasio beban operasi anggota atas partisipasi bruto
ditetapkan sebagai berikut :
- Untuk rasio sama dengan atau lebih besar dari 100% diberi nilai 0 dan
untuk rasio antara 95% hingga lebih kecil dari 100% diberi nilai 50,
selanjutnya setiap penurunan rasio sebesar 5% nilai ditambahkan dengan
25 sampai dengan maksimum nilai 100; dan
- Nilai dikalikan dengan bobot sebesar 4% diperoleh skor penilaian.

Tabel 13
Standar Perhitungan Rasio Beban Operasi Anggota
terhadap Partisipasi Bruto
Rasio Beban Operasi
Bobot
Anggota terhadap Nilai Skor
(%)
Partisipasi Bruto (%)
≥ 100 0 4 1
95 ≤ x < 100 50 4 2
90 ≤ x < 95 75 4 3
< 90 100 4 4

4.2. Rasio Beban Usaha Terhadap SHU Kotor


Rasio beban usaha terhadap SHU Kotor ditetapkan sebagai berikut :
- Untuk rasio lebih dari 80% diberi nilai 25 dan untuk setiap penurunan
rasio 20% nilai ditambahkan dengan 25 sampai dengan maksimum nilai
100;
- Nilai dikalikan dengan bobot sebesar 4% diperoleh skor penilaian.

Tabel 14
Standar Perhitungan Rasio Beban Usaha
Terhadap SHU Kotor
Rasio Beban Usaha Bobot
Nilai Skor
terhadap SHU Kotor (%)
>80 25 4 1
60 < x < 80 50 4 2
40 < x < 60 75 4 3
< 40 100 4 4

I - 37
4.3. Rasio Efisiensi Pelayanan
Perhitungan rasio efisiensi pelayanan dihitung dengan membandingkan
biaya karyawan dengan volume pinjaman, yang ditetapkan sebagai berikut :
- Untuk rasio lebih dari 15% diberi nilai 0 dan untuk rasio antara 10%
hingga 15% diberi nilai 50, selanjutnya setiap penurunan rasio 1% nilai
ditambah 5 sampai dengan maksimum nilai 100; dan
- Nilai dikalikan dengan bobot sebesar 2% diperoleh skor penilaian.

Tabel 15
Standar Perhitungan Rasio Efisiensi Pelayanan
Rasio Efisiensi Staf Bobot
Nilai Skor
(%) (%)
<5 100 2 2,0
5 < x <10 75 2 1,5
10 < x < 15 50 2 1,0
> 15 0 2 0,0

5. LIKUIDITAS
Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas dilakukan terhadap 2 (dua) rasio, yaitu:
Rasio kas dan bank terhadap kewajiban lancar; dan
Rasio pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima.

5.1. Pengukuran Rasio Kas Bank terhadap Kewajiban Lancar


Pengukuran Rasio Kas dan Bank terhadap Kewajiban Lancar ditetapkan
sebagai berikut:
- Untuk rasio kas lebih besar dari 10% hingga 15% diberi nilai 100, untuk
rasio lebih besar dari 15% sampai dengan 20% diberi nilai 50, untuk rasio
lebih kecil atau sama dengan 10% diberi nilai 25 sedangkan untuk rasio
lebih dari 20% diberi nilai 25; dan
- Nilai dikalikan dengan bobot 10% diperoleh skor penilaian.

Tabel 16
Standar Perhitungan Rasio Kas Terhadap Kewajiban Lancar
Bobot
Rasio Kas (%) Nilai Skor
(%)
≤ 10 25 10 2,5
10 < x ≤ 15 100 10 10
15 < x ≤ 20 50 10 5
> 20 25 10 2,5

5.2. Pengukuran Rasio Pinjaman yang diberikan terhadap Dana yang


diterima
Pengukuran rasio pinjaman terhadap dana yang diterima ditetapkan sebagai
berikut:

I - 38
- Untuk rasio pinjaman lebih kecil dari 60% diberi nilai 25, untuk setiap
kenaikan rasio 10% nilai ditambah dengan 25 sampai dengan maksimum
100; dan
- Nilai dikalikan dengan bobot 5% diperoleh skor penilaian.

Tabel 17
Standar Perhitungan Rasio Pinjaman yang diberikan
terhadap dana yang diterima
Rasio Pinjaman Nilai Bobot Skor
(%) (%)
< 60 25 5 1,25
60 < x < 70 50 5 2,50
70 < x < 80 75 5 3,75
80 < x < 90 100 5 5

6. KEMANDIRIAN DAN PERTUMBUHAN


Penilaian terhadap kemandirian dan pertumbuhan didasarkan pada 3 (tiga) rasio,
yaitu :

6.1. Rasio Rentabilitas Aset


Rasio rentabilitas aset adalah SHU sebelum pajak dibandingkan dengan total
aset, yang perhitungannya ditetapkan sebagai berikut:
- Untuk rasio rentabilitas aset lebih kecil dari 5% diberi nilai 25, untuk setiap
kenaikan rasio 2,5% nilai ditambah 25 sampai dengan maksimum 100;
dan
- Nilai dikalikan dengan bobot 3% diperoleh skor penilaian

Tabel 18
Standar Perhitungan Skor untuk Rasio Rentabilitas Aset
Rasio Rentabilitas Bobot
Nilai Skor
Aset (%) (%)
<5 25 3 0,75
5 ≤ x < 7,5 50 3 1,50
7,5 ≤ x < 10 75 3 2,25
≥ 10 100 3 3,00

6.2. Rasio Rentabilitas Modal Sendiri


Rasio rentabilitas modal sendiri adalah SHU bagian anggota dibandingkan total
modal sendiri, yang perhitungannya ditetapkan sebagai berikut:
- Untuk rasio rentabilitas modal sendiri lebih kecil dari 3% diberi nilai 25,
untuk setiap kenaikan rasio 1% nilai ditambah 25 sampai dengan
maksimum 100; dan

I - 39
- Nilai dikalikan dengan bobot 3% diperoleh skor penilaian.

Tabel 19
Standar Perhitungan untuk Ratio Rentabilitas Modal Sendiri
Rasio Bobot
Nilai Skor
Rentabilitas (%)
<3 25 3 0,75
3≤x<4 50 3 1,50
4≤x<5 75 3 2,25
≥5 100 3 3,00

6.3. Rasio Kemandirian Operasional Pelayanan


Rasio kemandirian operasional adalah Partisipasi Netto dibandingkan Beban
Usaha ditambah beban perkoperasian, yang perhitungannya ditetapkan sebagai
berikut :
- Untuk rasio kemandirian operasional lebih kecil atau sama dengan 100%
diberi nilai 0, dan untuk rasio lebih besar dari 100% diberi nilai 100; dan
- Nilai dikalikan dengan bobot 4% diperoleh skor penilaian.

Tabel 20
Standar Perhitungan Ratio Kemandirian Operasional
Rasio Bobot
Nilai Skor
Kemandirian (%)
≤ 100 0 4 0
> 100 100 4 4

7. JATI DIRI KOPERASI


Penilaian aspek jati diri koperasi dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan
koperasi dalam mencapai tujuannya, yaitu mempromosikan ekonomi anggota.
Aspek penilaian jatidiri koperasi menggunakan 2 (dua) rasio, yaitu:
Rasio Partisipasi Bruto
Rasio partisipasi bruto adalah tingkat kemampuan koperasi dalam melayani
anggota, semakin tinggi/besar persentasenya semakin baik. Partisipasi bruto
adalah kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan penyerahan
jasa kepada anggota, yang mencakup beban pokok dan partisipasi netto.
Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio ini mengukur kemampuan koperasi memberikan manfaat efisiensi
partisipasi dan manfaat efisiensi biaya koperasi dengan simpanan pokok dan
simpanan wajib, semakin tinggi persentasenya semakin baik.

7.1. Ratio Partisipasi Bruto


Pengukuran rasio partisipasi bruto dihitung dengan membandingkan partisipasi

I - 40
bruto terhadap partisipasi bruto ditambah pendapatan, yang ditetapkan sebagai
berikut:
- Untuk rasio lebih kecil dari 25% diberi nilai 25 dan untuk setiap kenaikan
rasio 25% nilai ditambah dengan 25 sampai dengan rasio lebih besar dari
75% nilai maksimum 100.
- Nilai dikalikan dengan bobot 7 % diperoleh skor penilaian

Tabel 21
Standar Perhitungan Sebagai Berikut :
Rasio Partisipasi Bobot
Nilai Skor
Bruto (%) (%)
< 25 25 7 1,75
25 ≤ x < 50 50 7 3,50,
50 ≤ x < 75 75 7 5,25
≥ 75 100 7 7

7.2. Ratio Promosi Ekonomi Anggota


Pengukuran rasio promosi ekonomi anggota dihitung dengan membandingkan
promosi ekonomi anggota terhadap simpanan pokok ditambah simpanan wajib,
yang ditetapkan sebagai berikut:
- Untuk rasio lebih kecil dari 5% diberi nilai 0 dan untuk rasio antara 5
hingga 7,5 diberi nilai 50. Selanjutnya untuk setiap kenaikan rasio 2,5 %,
nilai ditambah dengan 25 sampai dengan nilai maksimum 100;
- Nilai dikalikan dengan bobot 3% diperoleh skor penilaian.

Tabel 22
Standar Perhitungan Rasio Promosi Ekonomi Anggota
Rasio PEA (%) Nilai Bobot (%) Skor
<5 0 3 0,00
5 ≤ x < 7,5 50 3 1,50,
7,5 ≤ x < 10 75 3 2,25
≥ 10 100 3 3

III. PENETAPAN KESEHATAN KOPERASI


Berdasarkan hasil perhitungan penilaian terhadap 7 komponen sebagaimana
dimaksud pada angka 1 sampai dengan 7, diperoleh skor secara keseluruhan. Skor
dimaksud dipergunakan untuk menetapkan predikat tingkat kesehatan KSP dan USP
Koperasi, yang dibagi dalam 4 (empat) kategori, yaitu :
1. Sehat,
2. Cukup Sehat,
3. Dalam Pengawasan, dan;
4. Dalam Pengawasan Khusus.

I - 41
Penetapan predikat tingkat kesehatan KSP dan USP tersebut adalah sebagai
berikut:

Tabel 23
Penetapan Predikat Tingkat Kesehatan KSP dan USP
Skor Predikat
80.00 ≤ x < 100 Sehat
66.00 ≤ x < Cukup Sehat Dalam
80.00 Pengawasan Dalam
51.00 ≤ x < Pengawasan

IV. FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN


Meskipun kuantifikasi dari komponen-komponen penilaian tingkat kesehatan
menghasilkan skor tertentu, namun masih perlu dianalisis dan diuji lebih lanjut
dengan komponen lain yang tidak termasuk dalam komponen penilaian dan atau tidak
dapat dikuantifikasikan. Apabila dalam analisis dan pengujian lebih lanjut terdapat
inkonsistensi atau ada pengaruh secara materil terhadap tingkat kesehatan KSP dan
USP Koperasi, maka hasil penilaian yang telah dikuantifikasikan tersebut perlu
dilakukan penyesuaian, sehingga dapat mencerminkan tingkat kesehatan yang
sebenarnya. Penyesuaian dimaksud adalah sebagai berikut:

1. KOREKSI PENILAIAN
Faktor-faktor yang dapat menurunkan satu tingkat kesehatan KSP dan USP
Koperasi antara lain :
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan intern maupun ekstern koperasi;
Salah pembukuan dan atau tertunda pembukuan;
Pemberian pinjaman yang tidak sesuai dengan prosedur;
Tidak menyampaikan laporan tahunan dan atau laporan berkala 3 kali
berturut-turut;
Mempunyai volume pinjaman diatas Rp. 2.500.000.000,- (Dua milyar lima
ratus juta rupiah), tetapi tidak diaudit oleh akuntan publik; dan
Manajer USP belum diberikan wewenang penuh untuk mengelola usaha
sesuai kontrak kerja

2. KESALAHAN FATAL
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi
langsung menjadi Dalam Pengawasan Khusus adalah:
Adanya perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan
dalam koperasi yang bersangkutan;
Adanya campur tangan pihak di luar koperasi atau kerjasama yang tidak
dilaksanakan dengan baik;
Rekayasa pembuktian atau window dressing dalam pembukuan, sehingga

I - 42
mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap koperasi; dan
Melakukan kegiatan usaha koperasi tanpa membukukan dalam
koperasinya.

V. TATA CARA PENYELENGGARAAN PENILAIAN KESEHATAN KSP DAN USP


KOPERASI
Tata cara penyelenggaraan penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi diatur
sebagai berikut :

a. Sasaran KSP dan USP Koperasi yang dinilai kesehatannya adalah KSP dan
USP yang memenuhi syarat untuk dinilai, yaitu :
- KSP dan USP Koperasi telah beroperasional paling sedikit 1 (satu) tahun
buku; dan
- Khusus USP Koperasi, telah dikelola secara terpisah dan membuat laporan
keuangan yang terpisah dari unit usaha lainnya.

b. Setiap KSP dan USP Koperasi yang telah dinilai diberikan sertifikat predikat
tingkat kesehatan dengan pengaturan sebagai berikut :
- KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah keanggotaan
dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota;
- KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah Provinsi/D.I oleh Gubernur;
- KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah Provinsi/D.I oleh Menteri.

c. Hasil penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi dilengkapi dengan:


- Kertas kerja penilaian KSP dan USP Koperasi yang bersangkutan;
- Laporan keuangan KSP dan USP Koperasi yang bersangkutan; dan
- Salinan atau fotocopy sertifikat predikat kesehatan KSP dan USP Koperasi.

VI. PENUTUP
Dengan berpedoman pada Petunjuk Pelaksanaan tentang Penilaian Kesehatan KSP
dan USP Koperasi sebagaimana telah dikemukakan, diharapkan kepada aparat
pembina KSP dan USP Koperasi, dan Gerakan di tingkat
Pusat/Provinsi/D.I/Kabupaten/Kota dapat melakukan penilaian kesehatan KSP dan
USP Koperasi di wilayahnya masing-masing.

Deputi Bidang Pengawasan


Cap & Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 43
LAMPIRAN II
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAW ASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 06 /PER/DEP.6/IV/2016
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI SIMPAN
PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI

DAFTAR PERTANYAAN ASPEK MANAJEMEN

Nomor Urut Ya /
No. Aspek
Pertanyaan Tidak
1 MANAJEMEN UMUM

1.1 Apakah KSP/USP Koperasi memiliki visi, misi dan tujuan 1


yang jelas (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

1.2 Apakah KSP/USP Koperasi telah memiliki rencana kerja 2


jangka panjang minimal untuk 3 tahun ke depan dan
dijadikan sebagai acuan KSP/USP Koperasi dalam
menjalankan usahanya (dibuktikan dengan dokumen
tertulis)

1.3 Apakah KSP/USP Koperasi memiliki rencana kerja 3


tahunan yang digunakan sebagai dasar acuan kegiatan
usaha selama 1 tahun (dibuktikan dengan dokumen
tertulis)

1.4 Adakah Kesesuaian antara rencana kerja jangka pendek 4


dengan rencana jangka panjang (dibuktikan dengan
dokumen tertulis)

1.5 Apakah visi, misi, tujuan dan rencana kerja diketahui dan 5
dipahami oleh pengurus, pengawas, pengelola dan seluruh
karyawan (dengan cara pengecekan silang)

1.6 Pengambilan keputusan yang bersifat operas6ional 6


dilakukan oleh pengelola secara independen (konfirmasi
kepada pengurus atau pengawas)

1.7 Pengurus dan atau pengelola KSP/USP Koperasi mem 7 iliki 7


komitmen untuk menangani permasalahan yang dihadapi
serta melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan

I - 44
1.8 KSP/USP koperasi memiliki tata tertib kerja SDM yang 8
8
meliputi disiplin kerja serta didukung sarana kerja yang
memadai dalam melaksanakan pekerjaan (dibuktikan
dengan dokumen tertulis dan pengecekan fisik sarana
kerja)

1.9 Pengurus KSP/USP koperasi yang mengan9gkat 9


pengelola, tidak mencampuri kegiatan operasional sehari-
hari yang cenderung menguntungkan kepentingan sendiri,
keluarga atau kelompoknya sehingga dapat merugikan
KSP/USP Koperasi (dilakukan konfirmasi kepada
pengelola dan atau pengawas)

1.10 Anggota KSP/USP Koperasi sebagai pemilik mempunyai 10


kemampuan untuk meningkatkan permodalan KSP/USP
Koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(pengecekan silang dilakukan terhadap partisipasi modal
anggota)

1.11 Pengurus, Pengawas, dan Pengelola KSP/USP Koperasi 11


di dalam melaksanakan kegiatan operasional tidak
melakukan hal-hal yang cenderung menguntungkan diri
sendiri, keluarga dan kelompoknya, atau berpotensi
merugikan KSP/USP Koperasi (konfirmasi dengan mitra
kerja)

1.12 Pengurus melaksanakan fungsi pengawasan terh1a2dap 12


pelaksanaan tugas pengelola sesuai dengan tugas dan
wewenangnya secara efektif (pengecekan silang kepada
pengelola dan atau pengawas)

2 KELEMBAGAAN

2.1 Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan seluruh 13


kegiatan KSP/USP Koperasi dan tidak terdapat jabatan
kosong atau perangkapan jabatan.(dibuktikan dengan
dokumen tertulis mengenai struktur organisasi dan job
description)

2.2 KSP/USP Koperasi memiliki rincian tugas yang jelas untuk 14


masing-masing karyawannya (yang dibuktikan dengan
adanya dokumen tertulis tentang job specification)

2.3 Di dalam struktur kelembagaan KSP/USP Koperasi 15


terdapat struktur yang melakukan fungsi sebagai dewan
pengawas (yang dibuktikan dengan dokumen tertulis
tentang struktur organisasi)

I - 45
2.4 KSP/USP Koperasi terbukti mempunyai Standar 16
Operasional dan Manajemen (SOM) dan Standar
Operasional Prosedur (SOP ) (dibuktikan dengan
dokumen tertulis tentang SOM dan SOP KSP/USP
Koperasi)

2.5 KSP/USP Koperasi telah menjalankan kegiatannya sesuai 17


SOM dan SOP KSP/USP Koperasi (pengecekan silang
antara pelaksanaan kegiatan dengan SOM dan SOP-nya)

2.6 KSP/USP Koperasi mempunyai system pengamanan yang 18


baik terhadap semua dokumen penting (dibuktikan dengan
adanya sistem pengamanan dokumen penting berikut sarana
penyimpanannya)

3 PERMODALAN

3.1 Tingkat pertumbuhan modal sendiri sama atau lebih besar 19


dari tingkat pertumbuhan aset (dihitung berdasarkan data
yang ada di Neraca)

3.2 kurangnya sebesar 10 % dibandingkan tahun sebelumnya 20


(dihitung berdasarkan data yang ada di Neraca)

3.3 Penyisihan cadangan dari SHU sama atau lebih besar dari 21
seperempat SHU tahun berjalan

3.4 Simpanan dan simpanan berjangka koperasi meningkat 22


minimal 10 % dari tahun sebelumnya

3.5 Investasi harta tetap dari inventaris serta pendanaan 23


ekspansi perkantoran dibiayai dengan modal sendiri
(pengecekan silang dengan laporan sumber dan
penggunaan dana)

4 AKTIVA

4.1 Pinjaman dengan kolektibilitas lancar minimal sebesar 90 24


% dari pinjaman yang diberikan (dibuktikan dengan
laporan pengembalian pinjaman)

4.2 Setiap pinjaman yang diberikan didukung dengan agunan 25


yang nilainya sama atau lebih besar dari pinjaman yang
diberikan kecuali pinjaman bagi anggota sampai dengan 1

I - 46
juta rupiah (dibuktikan dengan laporan pinjaman dan
daftar agunannya)

4.3 Dana cadangan penghapusan pinjaman sama atau lebih 26


besar dari jumlah pinjaman macet tahunan (dibuktikan
dengan laporan kolektibilitas pinjaman dan cadangan
penghapusan pinjaman)

4.4 Pinjaman macet tahun lalu dapat ditagih sekurang- 27


kurangnya sepertiganya (dibuktikan dengan laporan
penagihan pinjaman macet tahunan)

4.5 KSP/USP Koperasi menerapkan prosedur pinjaman 28


dilaksanakan dengan efektif (pengecekan silang antara
pelaksanaan prosedur pinjaman dengan SOP- nya
termasuk BMPP)

4.6 KSP/USP Koperasi menerapkan prosedur pinjaman dan 29


dilaksanakan dengan efektif (pengecekan silang antara
pelaksanaan prosedur pinjaman dengan SOP- nya
termasuk BMPP)

4.7 Dalam memberikan pinjaman KSP/USP Koperasi 30


mengambil keputusan berdasarkan prinsip kehati- hatian
(dibuktikan dengan hasil analisis kelayakan pinjaman)

4.8 Keputusan pemberian pinjaman dan atau penempatan dana 31


dilakukan melalui komite (dibuktikan dengan risalah rapat
komite)

4.9 Setelah pinjaman diberikan KSP/USP Koperasi melakukan 32


pemantauan terhadap penggunaan pinjaman serta
kemampuan dan kepatuhan anggota atau peminjam
dalam memenuhi kewajibannya (dibuktikan dengan
laporan monitoring)

4.10 KSP/USP Koperasi melakukan peninjauan, penilaian dan 33


pengikatan terhadap agunannya (dibuktikan dengan
dokumen pengikatan dan atau penyerahan agunan)

5 LIKUIDITAS
5.1 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengendalian likuiditas 34
(dibuktikan dengan dokumen tertulis mengenai
perencanaan usaha)

5.2 Memiliki fasilitas pinjaman yang akan diterima dari 35


lembaga lain untuk menjaga likuiditasnya (dibuktikan

I - 47
dengan dokumen tertulis mengenai kerjasama pendanaan
dari lembaga keuangan lainnya)

5.3 Memiliki pedoman administrasi yang efektif untuk 36


memantau kewajiban yang jatuh tempo (dibuktikan dengan
adanya dokumen tertulis mengenai skedul penghimpunan
simpanan dan pemberian pinjaman)

5.4 Memiliki kebijakan penghimpunan simpanan dan 37


pemberian pinjaman sesuai dengan kondisi keuangan
KSP/USP koperasi (dibuktikan dengan kebijakan tertulis)

5.5 Memiliki sistem informasi manajemen yang memadai untuk 38


pemantauan likuiditas (dibuktikan dengan dokumen tertulis
berupa sistem pelaporan penghimpunan simpanan dan
pemberian pinjaman)

Deputi Bidang Pengawasan

Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 48
LAMPIRAN III
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 06 /PER/DEP.6/IV/2016
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI
SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM
KOPERASI

KERTAS KERJA PENILAIAN KESEHATAN KSP DAN USP KOPERASI

IDENTITAS KSP / USP


1. Nama Koperasi :
2. No. Badan Hukum :
3. Tgl. Badan Hukum :
4. Alamat :
- Jalan :
- Desa / Kelurahan :
- Kecamatan :
5. Kabupaten :
6. Provinsi :

Rasio Nilai Bobot


No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
1 (C) PERMODALAN (CAPITAL) 15%
a. Rasio modal sendiri a. Modal Sendiri
thd Total Aset Rp 1.a x 100% 0 6% 0.00
b.Total Aset
Rp
Rasio (%) Nilai
1 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 – 100

b. Rasio modal sendiri a.Modal Sendiri


terhadap pinjaman Rp 1.b x 100% 0 6% 0.00
diberikan yg beresiko b.Pinj yg beresiko
Rp =

I - 49
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
Rasio (%) Nilai Rasio (%) Nilai
0 51 – 60
1 – 10 61 – 70
11 – 20 71 – 80
21 – 30 81 – 90
31 – 40 91 – 100
41 – 50

c.Rasio Kecukupan c. Modal Tertimbang


Modal (CAR) Rp 1.c x 100% 0 3% 0.00
d.ATMR
Rp
Catatan : Rasio Modal (%) Nilai Kredit
<4 =
4<x<6 =
6<x<8 =
>8 =

2 (A) KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (AKTIVA)

a.Rasio Vol Pinj Anggt a. Jml Vol Pinjaman


thd Vol Pinjaman yg Anggt
diberikan Rp
b.Jml Vol Pinjaman 2.a x 100% 0 10% 0.00
yang diberikan
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 25 =
26 – 50 =
51 – 75 =
> 75 =

b.Rasio Risiko Pinj c.Jml Pinjaman


bermasalah RPM bermasalah
thd Volomen pinj Rp 2.b x 100% 0 5% 0.00
d.Pinj diberikan
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 45 =
40 < x < 45 =
30 < x < 40 =
20 < x < 30 =
10 < x < 20 =
0 < x < 10 =
0 =

I - 50
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
c.Rasio Cadangan e.Cadangan risiko
Risiko thd Pinjaman piutang
bermasalah Rp 2.c x 100% 0 5% 0.00
f.Jml Pinj bermasalah
Rp

Rasio (%) Nilai Rasio (%) Nilai


0 51 – 60
1 – 10 61 – 70
11 – 20 71 – 80
21 – 30 81 – 90
31 – 40 91 – 100
41 – 50

d.Rasio pinjaman g.Pinjaman berisiko


berisiko thd pinjaman Rp 2.d x 100% 0 5% 0.00
diberikan h.Pinjaman diberikan
Rp
Catatan: Rasio (%) Nilai Kredit
> 30 =
26 – 30 =
21 – 25
< 21

3(M) MANAJEMEN Jwb


1 Manajemen Umum 3%
1.1. Apakah KSP / USP Koperasi memiliki Visi, misi, dan 0.25 0.00
tujuan yang jelas (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

1.2. Apakah KSP/USP telah memiliki rencana kerja jangka 0.25 0.00
panjang minimal untuk 3 tahun ke depan dan dijadikan
sebagian acuan KSP/USP Koperasi dalam menjalankan
usahanya (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

1.3. Apakah KSP/USP Koperasi memiliki rencana kerja 0.25 0.00


tahunan yang digunakan sebagai dasar acuan kegiatan
usaha selama 1 tahun (dibuktikan dengan dokumen
tertulis)
0.25 0.00
1.4. Adakah kesesuaian antara rencana kerja jangka
pendek dengan rencana jangka panjang (dibuktikan
dengan dokumen tertulis)
0.25 0.00
1.5. Apakah Visi, Misi, Tujuan dan Rencana Kerja diketahui
dan dipahami oleh pengurus, pengawas, pengelola dan
seluruh karyawan (dengan cara pengecekan silang)

I - 51
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
1.6. Pengambilan keputusan yang bersifat operasional dilakukan 0.25 0.00
oleh pengelola secara independen (konfirmasi kepada
pengurus atau pengawas dan dokumen / Persus dll)

1.7. Pengurus dan atau pengelola KSP / USP Koperasi memiliki 0.25 0.00
komitmen untuk menangani permasalahan yang dihadapi
serta melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan
(dibuktikan dokumen)

1.8. KSP/USP Koperasi memiliki tata tertib kerja SDM yang 0.25 0.00
meliputi disiplin kerja serta didukung sarana kerja yang
memadai dalam melaksanakan pekerjaan (dibuktikan
dengan dokumen tertulis dan pengecekan fisik sarana
kerja)

1.9. Pengurus KSP/USP Koperasi yang mengangkat pengelola, 0.25 0.00


tidak mencampuri kegiatan operasional sehari-hari yang
cenderung menguntungkan kepentingan sendiri, keluarga
atau kelompoknya sehingga dapat merugikan KSP/USP
Koperasi (dilakukan konfirmasi kepada pengelola dan atau
pengawas)

1.10. Anggota KSP/USP Koperasi sebagai pemilik mempunyai 0.25 0.00


kemampuan untuk meningkatkan permodalan KSP/USP
Koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(pengecekan silang dilakukan terhadap partisipasi modal
anggota)

1.11. Pengurus, pengawas dan pengelola KSP/USP Koperasi 0.25 0.00


didalam melaksanakan kegiatan operasional tidak
melakukan hal-hal yang cenderung menguntungkan diri
sendiri, keluarga dan kelompoknya, atau berpotensi
merugikan KSP/USP Koperasi (konfirmasi dengan mitra
kerja dan notulis rapat tem kredit / analis kredit)

1.12. Pengurus melaksanakan fungsi pengawasan terhadap 0.25 0.00


pelaksanaan tugas pengelola sesuai dengan tugas dan
wewenangnya secara efektif (pengecekan silang kepada
pengelola dan atau pengawas laporan hasil pengawasan)

2 Manajemen Kelembagaan 3%
2.1. Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan seluruh 0.50 0.00
kegiatan KSP/USP Koperasi dan tidak terdapat jabatan
kosong atau perangkapan jabatan (dibuktikan dengan
dokumen tertulis mengenai struktur organisasi dan Job
description)

I - 52
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %

2.2. KSP/USP Koperasi memiliki rincian tugas yang jelas untuk 0.50 0.00
masing-masing karyawannya (yang dibuktikan dengan
adanya dokumen tertulis tentang Job spesification)

2.3. Didalam struktur kelembagaan KSP/USP Koperasi terdapat 0.50 0.00


struktur yang melakukan fungsi sebagai Pengawas
(yangdibuktikan dengan dokumen tertulis tentang struktur
organisasi)

2.4. KSP/USP Koperasi terbukti mempunyai Standar Operasional 0.50 0.00


dan Manajemen (SOM) dan Standar Prosedure (SOP)
(dibuktikan dengan dokumen tertulis tentang SOM dan SOP
KSP/USP Koperasi

2.5. KSP/USP Koperasi telah menjalankan kegiatannya sesuai 0.50 0.00


SOM dan SOP KSP/USP Koperasi (pengecekan silang
antara pelaksanaan kegiatan dengan SOM dan SOP nya)

2.6. KSP/USP Koperasi mempunyai sistem pengamanan yang 0.50 0.00


baik terhadap semua dokumen penting (dibuktikan dengan
adanya sistem pengamanan dokumen penting berikut sarana
penyimpanannya)

3 Manajemen Permodalan 3%
1.1. Tingkat pertumbuhan modal sendiri sama atau lebih besar 0.60 0.00
dari tingkat pertumbuhan aset (dihitung berdasarkan data
yang ada di neraca)

1.2. Tingkat pertumbuhan modal sendiri yang berasal dari 0.60 0.00
anggota sekurang-kurangnya sebesar 10% dibandingkan
tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan data yang ada di
neraca)

1.3. Penyisihan cadangan dari SHU sama atau lebih besar dari 0.60 0.00
seperempat SHU tahun berjalan (cek Neraca dan AD/ART)

1.4. Simpanan dan simpanan berjangka koperasi meningkat 0.60 0.00


minimal 10% daru tahun sebelumya (cek laporan Keuanga)

1.5. Investasi harta tetap dari inventaris serta pendanaan 0.60 0.00
ekspansi perkantoran dibiayai dengan modal sendiri
(pengecekan silang dengan laporan sumber dan penggunaan
dana)

I - 53
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
4 Manajemen Aktiva 3%
1. Pinjaman dengan kolektibilitas lancar minimal sebesar 0.30 0.00
90% dari pinjaman yang diberikan (dibuktikan dengan
laporan pengembalian pinjaman)

2. Setiap Pinjaman yang diberikan didukung dengan agunan


0.30 0.00
yang nilainya sama atau lebih besar dari jumlah pinjaman
yang diberikan kecuali pinjaman bagi anggota sampai dengan
1 juta rupiah (dibuktikan dengan laporan pinjaman dan
daftar agunan)

3. Dana cadangan penghapusan pinjaman sama atau lebih


0.30 0.00
besar dari jumlah pinjaman macet tahunan (dibuktikan
dengan laporan kolektibilitas pinjaman dan cadangan
penghapusan pinjaman)

4. Pinjaman macet tahun lalu dapat ditagih sekurang-kurangnya


0.30 0.00
sepertiganya (dibuktikan dengan laporan penagihan pinjaman
macet tahunan)

5. KSP/USP Koperasi menerapkan prosedure pinjaman dan


0.30 0.00
dilaksanakan dengan efektif (pengecekan silang antara
pelaksanaan prosedur pinjaman dengan SOP nya)

6. KSP/USP Koperasi memiliki kebijakan cadangan


0.30 0.00
penghapusan pinjaman bermasalah (dibuktikan dengan
kebijakan tertulis dan laporan keuangan)

7. Dalam memberikan pinjaman KSP/USP Koperasi mengambil


0.30 0.00
keputusan berdasarkan prinsip kehati-hatian (dibuktikan
dengan hasil analisis kelayakan pinjaman)

8. Keputusan pemberian pinjaman dan atau penempatan dan


dilakukan melalui komite (dibuktikan dengan risalah rapat
0.30 0.00
komite, SK Komite)

9. Setelah pinjaman diberikan KSP/USP Koperasi melakukan


0.30 0.00
pemantauan terhadap penggunaan pinjaman serta
kemampuan dan kepatuhan anggota atau peminjam dalam
memenuhi kewajibannya (dibuktikan dengan laporan
monitoring, supervisi pinjaman)

10. KSP/USP Koperasi melakukan peninjauan, penilaian dan


0.30 0.00
pengikatan terhadap agunannya (dibuktikan dengan
dokumen pengikat dan atau penyerahan agunan)

I - 54
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
5 Manajemen Likuiditas 3%

5.1. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengendalian likuiditas 0.60 0.00


(dibuktikan dengan dokumen tertulis mengenai perencanaan
usaha)

5.2. Memiliki fasilitas pinjaman yang akan diterima dari lembaga 0.60 0.00
lain untuk menjaga likuiditasnya (dibuktikan dengan dokumen
tertulis mengenai kerja sama pendanaan dari lembaga
keuangan lainnya)

5.3. Memiliki pedoman administrasi yang efektif untuk memantau 0.60 0.00
kewajiban yang jatuh tempo (dibuktikan dengan adanya
dokumen tertulis mengenai schedule penghimpunan
simpanan dan pemberian pinjaman)

5.4. Memiliki kebijakan penghimpunan simpanan dan pemberian 0.60 0.00


pinjaman sesuai dengan kondisi keuangan KSP/USP
Koperasi (dibuktikan dengan kebijakan tertulis)

5.5. Memiliki sistem informasi manajemen yang memadahi untuk 0.60 0.00
pemantauan likuiditas (dibuktikan dengan dokumen tertulis
berupa sistem laporan penghimpunan simpanan dan
pemberian pinjaman)

4(E) EFISIENSI 10%


a.Rasio Operasi a.Beban Opr Anggota
Pelayanan Thd Rp 4.a x 100% 0 4% 0.00
Partisipasi bruto b.Partisipasi Bruto
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
> 100 =
95 < x < 99 =
90 < x < 95 =
< 90 =

b.Rasio Beban c.Beban Usaha


Usaha thd SHU Rp 4.b x 100% 0 4% 0.00
Kotor d.SHU Kotor
Rp

Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit


> 80 =
60 – 80 =
41 – 59 =
< 40 =

I - 55
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %

c.Rasio Efisiensi e.Biaya Karyawan


Pelayanan (Take Home Pay)
Rp 4.c x 100% 0 2% 0.00
f.Volume Pinjaman
Rp

Catatan: Rasio (%) Nilai Kredit


untuk Rasio dr 15% <5 =
Nilai 0 untuk rasio 5 – 10 =
10 – 15 nilai 50 11 – 15 =
Setiap penurunan > 15 =
1 % ditambah
5 maks 100

5(L) LIKUIDITAS 15%


a.Rasio Kas a.Kas dan Bank
Rp 5.a x 100% 0 10% 0.00
b.Kewajiban lancar
Rp

Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit u/


. rasio lebih < 10 =
Kecil dr 10 nilai 10 < x < 15 =
25, rasio 10 s/d 15 < x < 20 =
100, 15 – 20 nilai > 20 =
50

b.Rasio pinj diberikan c.pinjaman diberikan


terhadap dana yg Rp 5.b x 100% 0 5% 0.00
diterima d.dana yg diterima
Rp

Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit


< 60 =
60 – 70 =
71 – 80 =
80 < x < 90 =

6(G) KEMANDIRIAN DAN PERTUMBUHAN


a.Rasio rentabilitas a.SHU sblm pjk EBT 10%
assets (ROA) Rp
b.Total Assets 6.a x 100%
Rp 0 3% 0.00

I - 56
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %

Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit


<5 =
5 < x < 7,5 =
7,5 < x < 10 =
> 10 =

b.Rasio rentabilitas c.SHU bag. Anggt


modal sendiri (ROE) Rp 6.b x 100% 0 3% 0.00
d.Total Modal sendiri
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
<3 =
3<x<4 =
4<x<5 =
>5 =

c.rasiokemandirian e.partisipasi neto


operasional Rp 6.c x 100% 0 4% 0.00
pelayanan f.beban usaha di-
tambah beban
perkoperasian
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 100 =
> 100 =

7 JATI DIRI KOPERASI 10%


a.rasio partisipasi a.partisipasi bruto
bruto Rp 7.a x 100% 0 7% 0.00
b.partp bruto+pend
Rp

Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit


< 25 =
25 < x < 50 =
50 < x < 75 =
> 75 =

b.rasio promosi a.P.E.A


ekonomi anggt Rp 7.b x 100% 0 3% 0.00
(PEA) b.Simpanan Pokok
+ Simp Wajib
Rp

I - 57
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %

Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit


<5 =
5 < x < 7,5 =
7,5 < x < 10 =
> 10 =

TINGKAT KESEHATAN JUMLAH 100% 0.00

Deputi Bidang Pengawasan

Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 58
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 07 /Per/Dep.6/IV/2016

TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT SIMPAN
PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (7)


Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah oleh Koperasi, telah ditetapkan Peraturan Deputi
Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia Nomor :
02/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi;

b. Bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penilaian


kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan
Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi,
memerlukan penyempurnaan beberapa ketentuan Peraturan
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor :
02/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi,
sehingga perlu diganti;

I - 59
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Deputi
Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia tentang pedoman Penilaian
Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
Koperasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1002 tentang


Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4459);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011Tentang Pengelolaan
Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor
5225);
4. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3501);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf dan Penjelasannya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 105, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4667);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5508);

I - 60
9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1487);
10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 10/per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Kelembagaan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1489);
11. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 14/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pedoman Akuntansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1493);
12. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah oleh Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1495);
13. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1496);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN
KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH DAN
UNIT SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI.

BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disebut
KSPPS adalah koperasi yang kegiatan usahanya hanya simpan pinjam dan
pembiayaan syariah.

I - 61
3. KSPPS Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang
seorang yang bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
4. KSPPS Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan KSPPS
yang bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
5. Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi yang selanjutnya disebut
USPPS Koperasi adalah unit Koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang
bersangkutan.
6. Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi adalah kegiatan untuk
mengukur tingkat kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi secara periodik.
7. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan usaha koperasi
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).
8. Dewan Pengawas Syariah adalah Dewan yang dipilih oleh koperasi yang
bersangkutan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dan beranggotakan alim
ulama yang ahli dalam syariah, yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai
pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan
tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI.
9. Kantor Cabang KSPPS adalah kantor yang mewakili kantor pusat KSPPS dalam
menjalankan kegiatan usaha menghimpun dana dan penyalurannya serta
mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman dan pembiayaan syariah.
10. Penilai Kesehatan adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diberi tugas dan
wewenang untuk menilai kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi sesuai dengan
wilayah keanggotaan.
11. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi.
12. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan pada Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah
13. Gubernur adalah kepala daerah Provinsi/Daerah Istimewa (D.I).
14. Bupati adalah kepala daerah kabupaten.
15. Walikota adalah kepala daerah kota.
16. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah unsur
pembantu Gubernur/Bupati/Walikota dalam bentuk dinas yang menyelenggarakan
urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di tingkat
Provinsi/D.I/Kabupaten/Kota dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas
pembantuan di lingkup Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang
ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota

I - 62
BAB II
TUJUAN, SASARAN, DAN LANDASAN KERJA
Pasal 2

Pedoman Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi bertujuan untuk


memberikan pedoman dalam pelaksanaan Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS
Koperasi.

Pasal 3

Penilaian Kesehatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh Koperasi
dilakukan dengan sasaran penilaian kesehatan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi
adalah :
a. terwujudnya pengelolaan KSPPS dan USPPS Koperasi yang sehat dan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. terwujudnya pelayanan prima kepada pengguna jasa koperasi;
c. meningkatnya citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah oleh Koperasi sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
d. terjaminnya aset kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh
Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kegiatan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah oleh Koperasi; dan
f. meningkatnya manfaat ekonomi anggota dalam kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah oleh Koperasi.

Pasal 4

Landasan Kerja Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi adalah sebagai
berikut:
a. KSPPS dan USPPS Koperasi menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
b. KSPPS dan USPPS Koperasi menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan fatwa DSN-MUI;
c. KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keuangan
anggota secara bersama (self help);
d. Anggota KSPPS dan USPPS Koperasi berada dalam satu kesatuan sistem kerja
koperasi, yang diatur dalam AD (Anggaran Dasar) dan ART (Anggaran Rumah Tangga)
KSPPS dan USPPS Koperasi; dan
e. KSPPS dan USPPS Koperasi wajib memberikan manfaat yang lebih besar kepada
anggotanya.

I - 63
BAB III
RUANG LINGKUP PENILAIAN KESEHATAN
Pasal 5

Ruang lingkup Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan terhadap
aspek sebagai berikut :
a. permodalan;
b. kualitas aktiva produktif;
c. manajemen;
d. efisiensi;
e. likuiditas;
f. kemandirian dan pertumbuhan;
g. jatidiri koperasi; dan
h. prinsip syariah.

Pasal 6

Pelaksanaan penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 diatur dalam Lampiran Peraturan Deputi sebagai berikut:
a. lampiran I tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS
Koperasi;
b. lampiran II tentang Daftar Pertanyaan Aspek Manajemen;
c. lampiran III tentang Daftar Pertanyaan Kepatuhan Prinsip Syariah; dan
d. lampiran IV tentang Kertas Kerja Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi.

BAB IV PENYELENGGARAAN PENILAIAN


KESEHATAN Pasal 7

(1) Penilaian kesehatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi
dilakukan untuk mengukur tingkat kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi serta
kantor cabang KSPPS.
(2) Pelaksana Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan sebagai
berikut :
a. SKPD Kabupaten/Kota untuk KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder
dengan wilayah keanggotaan dalam 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota dan kantor
cabang KSPPS;
b. SKPD Provinsi/D.I untuk KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan
wilayah keanggotaan lintas daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah
Provinsi/D.I; dan
c. Deputi untuk KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah Provinsi/D.I.

I - 64
(3) Dalam melakukan penilaian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat ditunjuk Penilai Kesehatan dari Aparatur Sipil Negara di bidang
perkoperasian dengan persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki pendidikan paling rendah Diploma III;
b. memiliki kemampuan dan pengetahuan perkoperasian; dan
c. memiliki sertifikat pelatihan dan atau bimbingan teknis penilaian kesehatan
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
(4) Hasil Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi diklasifikasikan dalam 4
(empat) kategori, yaitu :
a. sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 80,00 < x < 100;
b. cukup sehat, jika hasil penilaian diperoleh total skor 66,00 < x < 80,00;
c. dalam pengawasan, jika hasil penilaian diperoleh total skor 51,00 < x < 66,00;
dan
d. dalam pengawasan khusus, jika hasil penilaian diperoleh total skor 0 < x< 51,00.
(5) Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam
setahun setelah pelaksanaan RAT.

BAB V MEKANISME
PELAPORAN Pasal 8

(1) Penilai Kesehatan wajib menyampaikan laporan penilaian kesehatan setiap 6


(enam) bulan, tahunan, dan laporan insidental.
(2) Laporan setiap 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
disampaikan 30 (tiga puluh) hari sejak periode 6 (enam) bulan berakhir.
(3) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak periode tahunan berakhir.
(4) Laporan insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan penilaian kesehatan.
(5) Laporan tahunan Penilaian Kesehatan disajikan dengan membandingkan keadaan
kinerja kesehatan antara tahun berjalan dan tahun sebelumnya.

Pasal 9

Penilai Kesehatan wajib menyampaikan laporan kepada:


(1) Bupati/Walikota untuk penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi
Primer/Sekunder dengan wilayah keanggotaan dalam 1 (satu) daerah
Kabupaten/Kota dan kantor cabang KSPPS dengan tembusan kepada Gubernur
dan Menteri.
(2) Gubernur untuk penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi
Primer/Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas daerah Kabupaten/Kota
dalam 1 (satu) daerah Provinsi/D.I dengan tembusan kepada Menteri.

I - 65
(3) Menteri untuk Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder
dengan wilayah keanggotaan lintas daerah Provinsi/D.I.

BAB VI
PENUTUP
Pasal 10

(1) Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi yang dilakukan berdasarkan
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 02/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi, diakui berdasarkan Peraturan
ini.
(2) Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 02/Per/Dep.6/III/2016 tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan Unit
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 11

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal April 2016

Deputi Bidang Pengawasan


Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 66
LAMPIRAN I
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 07/Per/Dep.6/IV/2016
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI SIMPAN
PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT SIMPAN
PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI

PETUNJUK PELAKSANAAN
PENILAIAN KESEHATAN KSPPS DAN USPPS KOPERASI

I. BOBOT PENILAIAN TERHADAP ASPEK DAN KOMPONEN KESEHATAN


Penilaian kesehatan KSPPS/USPPS Koperasi, meliputi penilaian terhadap aspek
permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan
pertumbuhan, jatidiri koperasi, dan prinsip syariah. Penilaian terhadap aspek- aspek
tersebut diberikan bobot penilaian sesuai dengan besarnya yang berpengaruh
terhadap kesehatan KSPPS/USPPS Koperasi tersebut. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan sistem nilai kredit atau reward system yang dinyatakan dengan nilai
kredit 0 sampai dengan 100.

Bobot penilaian terhadap aspek dan komponen kesehatan tersebut ditetapkan


sebagai berikut :

Bobot
Aspek yang Pendekata
No Komponen Penilaian
Dinilai n Penilaian
(dlm %)
1. Permodalan a. Rasio modal sendiri terhadap total aset

Modal Sendiri x 100 % 5 kuantitatif


Total Aset
10
b. Rasio kecukupan modal (CAR)

Modal Tertimbang x 100 % 5 kuantitatif


ATMR

I - 67
Bobot
Aspek yang Pendekata
No Komponen Penilaian
Dinilai n Penilaian
(dlm %)
2. Kualitas a. Rasio tingkat pembiayaan dan piutang
Aktiva bermasalah terhadap jumlah piutang dan
Produktif pembiayaan
10 kuantitatif
Jml Pembiayaan & Piutang Bermasalah x 100%
Jml Piutang & Pembiayaan

b. Rasio portofolio pembiayaan berisiko

20
Jumlah Portofolio Beresiko x 100 % 5 kuantitatif
Jumlah Piutang & Pembiayaan

c. Rasio penyisihan penghapusan aktiva


produktif (PPAP)

5 kuantitatif
PPAP x 100 %
PPAPWD

3. Manajemen a. Manajemen umum kualitatif


3

b. Kelembagaan kualitatif
3

c. Manajemen permodalan Kuantitatif


3 dan
15 kualitatif
d. Manajemen aktiva kuantitatif
3 dan
kualitatif
e. Manajemen likuiditas kuantitatif
3 dan
kualitatif
4. Efisiensi a. Rasio biaya operasional pelayanan terhadap
partisipasi bruto

4 kuantitatif
Biaya Operasional Pelayanan x 100 %
Partisipasi Bruto
10
b. Rasio aktiva tetap terhadap total aset

Aktiva Tetap x 100 % 4 kuantitatif


Total Aset

I - 68
Bobot
Aspek yang Pendekata
No Komponen Penilaian
Dinilai n Penilaian
(dlm %)
c. Rasio efisiensi pelayanan

Biaya Gaji dan Honor Karyawan x 100% 2 kuantitatif


Jumlah Piutang dan Pembiayaan

5. Likuiditas a. Cash Rasio

Kas + Bank x 100% 10 Kuantitatif


Kewajiban Lancar

b. Rasio pembiayaan terhadap dana yang 15


diterima

5 Kuantitatif
Total Pembiayaan x 100 %
Dana yang Diterima

6. Jatidiri a. Rasio Partisipasi bruto


Koperasi
Jml Partisipasi Bruto x 100% 5 kuantitatif
Jml Partisipasi Bruto + Transaksi Non Anggota

b. Rasio partisipasi ekonomi anggota (PEA)


10
MEP + SHU Bagian Anggota x 100%
Total Simpanan Pokok + Simpanan Wajib
5 kuantitatif
MEP = Manfaat Ekonomi Partisipasi
PEA= Partisipasi Ekonomi Anggota

7. Kemandirian a. Rentabilitas aset


dan
Pertumbuha SHU Sebelum Nisbah, Zakat dan Pajak x 100% 3 Kuantitatif
n Total Aktiva

b. Rentabilitas Modal Sendiri

SHU Bagian Anggota x 100 % 3 10 Kuantitatif


Total Modal Sendiri

c. Kemandirian Operasional Pelayanan

Pendapatan Usaha x 100 % 4 Kuantitatif


Biaya Operasional Pelayanan

I - 69
Bobot
Aspek yang Pendekata
No Komponen Penilaian
Dinilai n Penilaian
(dlm %)
8. Kepatuhan Pelaksanaan prinsip-prinsip syariah
Prinsip 10 10 kualitatif
Syariah
TOTAL 100

II. CARA PENILAIAN UNTUK MEMPEROLEH ANGKA SKOR


1. PERMODALAN
Aspek pertama penilaian kesehatan KSPPS/USPPS Koperasi adalah permodalan.
Penilaiannya dilakukan dengan menggunakan dua rasio permodalan yaitu
perbandingan modal sendiri dengan total aset dan rasio kecukupan modal (CAR).

Rasio modal sendiri terhadap total aset dimaksudkan untuk mengukur


kemampuan KSPPS/USPPS Koperasi dalam menghimpun modal sendiri
dibandingkan dengan aset yang dimiliki. Pada KSPPS/USPPS Koperasi rasio ini
dianggap sehat apabila nilainya maksimal 20%. Artinya bahwa KSPPS/USPPS
Koperasi telah mampu menumbuhkan kepercayaan anggotanya, untuk
menyimpan dana pada KSPPS/USPPS Koperasi.

Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) pada lembaga keuangan
seperti KSPPS/USPPS Koperasi merupakan kewajiban penyediaan kecukupan
modal (modal minimum) didasarkan pada risiko aktiva yang dimilikinya.
Penggunaan rasio ini dimaksudkan agar para pengelola KSPPS/USPPS
Koperasi melakukan pengembangan usaha yang sehat dan dapat menanggung
risiko kerugian dalam batas-batas tertentu yang dapat diantisipasi oleh modal yang
ada. Menurut surat Edaran Bank Indonesia yang berlaku saat ini sebuah lembaga
keuangan dikatakan sehat apabila nilai CAR mencapai 8% atau lebih. Artinya
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dijamin oleh modal sendiri (modal
inti) dan modal lain yang memiliki karakteristik sama dengan modal sendiri (modal
pelengkap) sebesar 8%. Untuk nilai CAR lebih tinggi dari 8%, menunjukkan indikasi
bahwa KSPPS/USPPS Koperasi semakin sehat.

1.1. Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap total aset ditetapkan
sebagai berikut:
a. Untuk rasio permodalan lebih kecil atau sama dengan 0 diberikan nilai
kredit 0;
b. Untuk setiap kenaikan rasio permodalan 1% mulai dari 0% nilai kredit
ditambah 5 dengan maksimum nilai 100;
c. Nilai kredit dikalikan bobot sebesar 5% diperoleh skor permodalan

I - 70
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio Bobot
Nilai
Permodalan Skor Skor Kriteria
Kredit
(%) (%)
0 0 5 0 0 – 1,25 tidak sehat
5 25 5 1,25 1,26 – kurang
10 50 5 1,50 2,50 sehat
15 75 5 3,75 2,51 – cukup
20 100 5 5,0 3,75 sehat
3,76 – sehat
5,0

1.2. Perhitungan rasio CAR ditetapkan dengan tahapan sebagai berikut :


a. Menghitung nilai modal sendiri (modal inti) dan modal pelengkap yang
karakteristiknya sama dengan modal sendiri dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian setiap komponen modal KSPPS/USPPS
Koperasi yang ada dalam neraca dengan bobot pengakuannya.

Modal inti dan modal pelengkap KSPPS


Bobot Modal Yang
Nilai
No Komponen Modal Pengakuan diakui
(Rp)
(%) (Rp)
(1) (2) (3) (4) (3) x (4)
MODAL INTI DAN MODAL PELENGKAP:
1 Modal anggota
a. Simpanan pokok 100
b. Simpanan wajib 100
2 Modal penyetaraan 100
3 Modal penyertaan 50
4 Cadangan umum 100
5 Cadangan tujuan 50
risiko
6 Modal sumbangan 100
7 SHU belum dibagi 50
JUMLAH

Modal inti dan modal pelengkap USPPS Koperasi


Modal
Bobot
Nilai Yang
No Komponen Modal Pengakuan
(Rp) diakui
(%)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (3) x (4)
MODAL INTI DAN MODAL PELENGKAP
1. Modal disetor 100

I - 71
2. Modal tetap 100
tambahan
3. Cadangan umum 100
4. Cadangan tujuan 50
risiko
5. Modal penyertaan 50
dari koperasinya
6. Hasil usaha 50
belum dibagi
JUMLAH

b. Menghitung nilai ATMR diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil


perkalian nilai nominal aktiva yang ada dalam neraca dengan bobot
risiko masing-masing komponen aktiva.

Modal
Nilai Bobot
No Komponen Aktiva Tertimbang
(Rp) Risiko (%)
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (3) x (4)
1. Kas 0
2. Simpanan/rekening di 20
bank syariah
3. Simpanan/rekening di 50
KSPPS/USPPS lain
4. Pembiayaan 100
5. Penyertaan pada 50
koperasi, anggota dan
pihak lain
6. Aktiva tetap dan 70
inventaris
7. Aktiva lain-lain 70
JUMLAH

c. Rasio CAR dihitung dengan cara membandingkan nilai modal yang


diakui dengan nilai ATMR dikalikan dengan 100% maka diperoleh rasio
CAR
d. Untuk rasio CAR lebih kecil dari 6% diberi nilai kredit 25, untuk kenaikan
rasio CAR 1% nilai kredit ditambah dengan 25 sampai dengan nilai CAR
8% nilai kredit maksimal 100.
e. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 5%, diperoleh skor CAR.

I - 72
Contoh perhitungan
Rasio Nilai Bobot
Skor Kriteria
CAR (%) Kredit (%)
<6 25 5 1,25 tidak sehat
6-<7 50 5 2,50 kurang sehat
7-<8 75 5 3,75 cukup sehat
>8 100 5 5,00 sehat

2. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF


Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada 3 (tiga) rasio, yaitu :
a. Rasio tingkat piutang dan pembiayaan bermasalah terhadap jumlah piutang
dan pembiayaan;
b. Rasio Portofolio terhadap piutang berisiko dan pembiayaan berisiko PAR
(Portfolio Asset Risk);
c. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif Yang Wajib Dibentuk (PPAPWD).

Sebelum memperoleh rasio-rasio tersebut, terlebih dahulu perlu dipahami


ketentuan tentang kolektibilitas piutang dan kolektibilitas pembiayaan berikut ini.

A. Kolektibilitas Piutang
1. Piutang Lancar
a. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin harian digolongkan
lancar apabila:
1) Pembayaran angsuran tepat waktu dan tidak ada tunggakan serta
sesuai dengan persyaratan akad;
2) Informasi keuangan anggota selalu dapat diperoleh jika dibutuhkan
dan kondisinya akurat;
3) Dokumen perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat.
b. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin mingguan digolongkan
lancar apabila:
1) Pembayaran angsuran tepat waktu dan tidak ada tunggakan serta
sesuai dengan persyaratan akad;
2) Informasi keuangan anggota selalu dapat diperoleh jika dibutuhkan
dan kondisinya akurat;
3) Dokumen perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat.
c. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin bulanan digolongkan
lancar apabila:
1) Pembayaran angsuran tepat waktu dan tidak ada tunggakan serta
sesuai dengan persyaratan akad;
2) Informasi keuangan anggota selalu dapat diperoleh jika dibutuhkan
dan kondisinya akurat;
3) Dokumen perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat.

I - 73
2. Piutang Kurang Lancar
a. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin harian digolongkan
kurang lancar apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 7 (tujuh) hari sampai dengan 14 (empat belas)
hari;
2) Informasi keuangan anggota jika dibutuhkan terlambat diperoleh dan
datanya meragukan;
3) Dokumen perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan
kuat;
4) Telah terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap perjanjian piutang;
5) Terdapat perpanjangan perjanjian piutang untuk menyembunyikan
kesulitan keuangan.
b. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin mingguan digolongkan
kurang lancar apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 14 (empat belas) hari sampai dengan 30 (tiga
puluh) hari;
2) Informasi keuangan anggota jika dibutuhkan terlambat diperoleh dan
datanya meragukan;
3) Dokumen perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan
kuat;
4) Telah terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap perjanjian piutang;
5) Terdapat perpanjangan perjanjian piutang untuk menyembunyikan
kesulitan keuangan.
c. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin bulanan digolongkan
kurang lancar apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 60 (enam puluh) hari sampai dengan 150
(seratus lima puluh) hari;
2) Informasi keuangan anggota jika dibutuhkan terlambat diperoleh dan
datanya meragukan;
3) Dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan
agunan kuat;
4) Telah terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap perjanjian piutang;
5) Terdapat perpanjangan perjanjian piutang untuk menyembunyikan
kesulitan keuangan.
3. Piutang Diragukan
a. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin harian digolongkan
diragukan apabila :
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 14 (empat belas) hari sampai dengan 30 (tiga puluh)
hari;

I - 74
2) Informasi keuangan anggota jika dibutuhkan sulit untuk diperoleh dan
jika ada informasi datanya tidak dapat dipercaya;
3) Dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan
lemah;
4) Telah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang prinsip terhadap
perjanjian piutang.
b. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin mingguan digolongkan
diragukan apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 30 (tiga puluh) hari sampai dengan 90 (sembilan
puluh) hari;
2) Informasi keuangan anggota jika dibutuhkan sulit untuk diperoleh dan
jika ada informasi datanya tidak dapat dipercaya;
3) Dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan
lemah;
4) Telah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang prinsip terhadap
perjanjian piutang.
c. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin bulanan digolongkan
diragukan apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 150 (seratus lima puluh) hari sampai dengan 210
(dua ratus sepuluh) hari;
2) Informasi keuangan anggota jika dibutuhkan sulit untuk diperoleh dan
jika ada informasi datanya tidak dapat dipercaya;
3) Dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan
lemah;
4) Telah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang prinsip terhadap
perjanjian piutang.
4. Piutang Macet
a. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin harian digolongkan
macet apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 30 (tiga puluh) hari;
2) Tidak ada dokumentasi perjanjian piutang dan pengikatan agunan.
b. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin mingguan digolongkan
macet apabila :
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari;
2) Tidak ada dokumentasi perjanjian piutang dan pengikatan agunan.
c. Akad murabahah dengan angsuran pokok/margin bulanan digolongkan
macet apabila:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin
yang telah melewati 210 (dua ratus sepuluh) hari;
2) Tidak ada dokumentasi perjanjian piutang dan pengikatan agunan.

I - 75
B. Kolektibilitas Pembiayaan
1. Pembiayaan Lancar
a. Akad Mudharabah dan Musyarakah
Akad pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
lancar jika pembayaran pokok atau pelunasan pokok tepat waktu dan
atau pembayaran pendapatan (bagi hasil) dimana Rencana Pendapatan
(RP) sama atau lebih dari 80% Penerimaan Pendapatan (PP);
b. Akad murabahah, salam, istishna, qardh, ijarah, ijarah muntahiyah bit
tamlik dan transaksi multijasa.
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan lancar jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran sampai dengan 3 (tiga) bulan dan pembiayaan belum jatuh
tempo.
2. Pembiayaan Kurang Lancar
a. Akad Mudharabah dan Musyarakah
1) Akad dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
kurang lancar jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat
tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok sampai dengan 3
(tiga) bulan dan atau penerimaan pendapatan (bagi hasil) dimana RP
di atas 30% PP sampai dengan 80% PP (30% PP < RP < 80% PP);
2) Akad dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
kurang lancar jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat
tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok sampai dengan 3
(tiga) hari dan atau penerimaan pendapatan (bagi hasil) dimana RP di
atas 30% PP sampai dengan 80% PP (30% PP < RP < 80% PP);
3) Akad dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
kurang lancar jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat
tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok sampai dengan 3
(tiga) minggu dan atau penerimaan pendapatan (bagi hasil) dimana
RP di atas 30% PP sampai dengan 80% PP (30% PP < RP < 80%
PP).
b. Akad Murabah, salam istishna, qardh ijarah, ijarah mutahiyah bit tamlik
dan transaksi multijasa
1) Akad dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan kurang lancar jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) bulan sampai
dengan 6 (enam) bulan dan atau pembiayaan telah jatuh tempo dari 1
bulan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan 3

I - 76
(tiga) bulan dan atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan 1
(satu) bulan;
2) Akad dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan kurang lancar jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) hari sampai dengan
6 (enam) hari dan atau pembiayaan telah jatuh tempo dari 1 hari
(angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan 3 (tiga) hari
dan atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan 1 (satu) hari;
3) Akad dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan kurang lancar jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) minggu sampai
dengan 6 (enam) minggu dan atau pembiayaan telah jatuh tempo dari
1 minggu (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan 3
(tiga) minggu dan atau pembiayaan telah jatuh tempo sampai dengan
1 (satu) minggu.
a. Pembiayaan Diragukan
a. Akad Mudharabah dan Musyarakah
1) Akad dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
diragukan jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat
tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok yang telah
melampaui 3 (tiga) bulan sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan
dan atau pembayaran pendapatan (bagi hasil);
2) Akad dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
diragukan jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat
tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok yang telah
melampaui 3 (tiga) hari sampai dengan 24 (dua puluh empat) hari dan
atau pembayaran pendapatan (bagi hasil);
3) Akad dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
diragukan jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat
tunggakan angsuran pokok atau pelunasan pokok yang telah
melampaui 3 (tiga) minggu sampai dengan 24 (dua puluh empat)
minggu dan atau pembayaran pendapatan (bagi hasil).
b. Akad Murabahah, Salam, Istishna, Qardh, Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bit
Tamlik dan Transaksi Multijasa
1) Akad dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan diragukan jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 6 (enam) bulan sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dan atau pembiayaan jatuh tempo telah

I - 77
melewati 1 (satu bulan) sampai dengan 2 (dua) bulan. Untuk masa
angsuran kurang dari 1 bulan (angsuran pokok dan atau margin/fee)
terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) bulan
sampai dengan 6 (enam) bulan dan atau pembiayaan jatuh tempo
telah melewati 1 (satu) bulan sampai dengan 2 (dua) bulan;
2) Akad dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan diragukan jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 6 (enam) hari sampai
dengan 12 (dua belas) hari dan atau pembiayaan jatuh tempo telah
melewati 1 (satu hari) sampai dengan 2 (dua) hari. Untuk masa
angsuran kurang dari 1 hari (angsuran pokok dan atau margin/fee)
terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) hari sampai
dengan 6 (enam) hari dan atau pembiayaan jatuh tempo telah
melewati 1 (satu) hari sampai dengan 2 (dua) hari;
3) Akad dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan diragukan jika masa
angsuran bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat
tunggakan angsuran yang telah melewati 6 (enam) minggu sampai
dengan 12 (dua belas) minggu dan atau pembiayaan jatuh tempo telah
melewati 1 (satu minggu) sampai dengan 2 (dua) minggu. Untuk masa
angsuran kurang dari 1 minggu (angsuran pokok dan atau margin/fee)
terdapat tunggakan angsuran yang telah melewati 3 (tiga) minggu
sampai dengan 6 (enam) minggu dan atau pembiayaan jatuh tempo
telah melewati 1 (satu) minggu sampai dengan 2 (dua) minggu.
4. Pembiayaan Macet
a. Akad Mudharabah dan Musyarakah
1) Akad dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
macet jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat tunggakan
angsuran pokok atau pelunasan yang telah melampaui 24 (dua puluh
empat) bulan dan atau pembayaran pendapatan (bagi hasil) terdapat RP
< 30% PP lebih dari 3 periode pembayaran;
2) Akad dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
macet jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat tunggakan
angsuran pokok atau pelunasan yang telah melampaui 24 (dua puluh
empat) hari dan atau pembayaran pendapatan (bagi hasil) terdapat RP
< 30% PP lebih dari 3 periode pembayaran;
3) Akad dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad mudharabah dan musyarakah dikatakan
macet jika pengembalian pokok atau pelunasan terdapat tunggakan
angsuran pokok atau pelunasan yang telah melampaui 24 (dua puluh

I - 78
empat) minggu dan atau pembayaran pendapatan (bagi hasil) terdapat
RP < 30% PP lebih dari 3 periode pembayaran.
b. Akad Murabahah, Salam, Istishna, Qardh, Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bit
Tamlik Dan Transaksi Multijasa
1) Akad dengan pembayaran bulanan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan macet jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) bulan dan atau
pembiayaan jatuh tempo telah melewati 2 (dua) bulan atau telah
diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) atau BPUN atau telah
diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi
kredit/pembiayaan. Untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan (angsuran
pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran yang telah
melewati 6 (enam) bulan dan atau pembiayaan jatuh tempo telah
melewati 2 (dua) bulan;
2) Akad dengan pembayaran harian
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan macet jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) hari dan atau
pembiayaan jatuh tempo telah melewati 2 (dua) hari atau telah
diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) atau BPUN atau telah
diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi
kredit/pembiayaan. Untuk masa angsuran kurang dari 1 hari (angsuran
pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran yang telah
melewati 6 (enam) hari dan atau pembiayaan jatuh tempo telah melewati
2 (dua) hari;
3) Akad dengan pembayaran mingguan
Pembiayaan untuk akad tersebut dikatakan macet jika masa angsuran
bulanan (angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan
angsuran yang telah melewati 12 (dua belas) minggu dan atau
pembiayaan jatuh tempo telah melewati 2 (dua) minggu atau telah
diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) atau BPUN atau telah
diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi
kredit/pembiayaan. Untuk masa angsuran kurang dari 1 minggu
(angsuran pokok dan atau margin/fee) terdapat tunggakan angsuran
yang telah melewati 6 (enam) minggu dan atau pembiayaan jatuh
tempo telah melewati 2 (dua) minggu.

2.1. Untuk memperoleh rasio piutang dan pembiayaan bermasalah terhadap


piutang dan pembiayaan yang di salurkan, ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk rasio lebih besar dari 12% sampai dengan 100% diberi nilai skor
25;
b. Untuk setiap penurunan rasio 3% nilai kredit ditambah dengan 25 sampai
dengan maksimum 100.

I - 79
Nilai kredit dikalikan bobot 10% diperoleh skor penilaian.

Contoh perhitungan sebagai berikut:


Rasio Piutang
Bermasalah dan
Pembiayaan Bermasalah Nilai Bobot
Skor Kriteria
terhadap Piutang dan Kredit (%)
Pembiayaan yang
disalurkan (%)
> 12 25 10 2,50 0 – < 2,5 Tidak Lancar
9 - 12 50 10 5,00 Kurang
2,5 – < 5,00
Lancar
5–8 75 10 7,50 5,00 – <
Cukup Lancar
7,50
<5 100 10 10,00 7,50 – 10,00 Lancar

2.2. Mengukur rasio portofolio piutang dan pembiayaan berisiko dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
a. Mengklasifikasikan tingkat keterlambatan ke dalam kelompok
1. Lambat 1 – 30 hari (portofolio berisiko 1)
2. Lambat 31 – 60 hari (portofolio berisiko 2)
3. Lambat 61 – 90 hari (portofolio berisiko 3)
4. Lambat > 90 hari (portofolio berisiko 4)
b. Membandingkan piutang dan pembiayaan bermasalah pada periode
tersebut dengan total piutang dan pembiayaan dengan cara :
1) Keterlambatan 1 – 30 hari
Jumlah Piutang dan Pembiayaan Bermasalah x 100 %
Total Piutang dan Pembiayaan
2) Keterlambatan 31 – 60 hari
Jumlah Piutang dan Pembiayaan Bermasalah x 100 %
Total Piutang dan Pembiayaan
3) Keterlambatan 61 – 90 hari
Jumlah Piutang dan Pembiayaan Bermasalah x 100 %
Total Piutang dan Pembiayaan
4) Keterlambatan lebih dari 90 hari
Jumlah Piutang dan Pembiayaan Bermasalah x 100%
Total Piutang dan Pembiayaan
c. Menghitung rasio total portofolio piutang dan pembiayaan berisiko
dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Total PAR (Total Portofolio piutang dan pembiayaan berisiko) =


( 1) + (2) +(3) +( 4) = ……..%

I - 80
d. Cara Menentukan Skor
1) Untuk rasio lebih besar dari 30% sampai dengan 100% diberi nilai kredit
25, untuk setiap penurunan rasio 1% nilai kredit ditambah dengan 5
sampai dengan maksimum 100;
2) Nilai kredit dikalikan bobot 5% diperoleh skor penilaian.

Contoh Perhitungan Sebagai Berikut :


Rasio Nilai Bobot Skor Kriteria
PAR (%) Kredit (%)
> 30 25 5 1,25 0 – < 1,25 Sangat
Berisiko
26 - 30 50 5 2,50 1,25 – < 2,50 Kurang
Berisiko
21 – 25 75 5 3,75 2,50 – < 3,75 Cukup Berisiko
< 21 100 5 5,00 3,75 – 5,0 Tidak Berisiko

2.3. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap penyisihan


aktiva produktif yang wajib dibentuk (PPAPWD).
Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen KSPPS/USPPS Koperasi
menyisihkan pendapatannya untuk menutupi risiko (penghapusan) aktiva
produktif yang disalurkan dalam bentuk pembiayaan dan piutang. Pengukuran
tingkat kesehatan rasio ini ditetapkan sebagai berikut:
a. Mengklasifikasikan aktiva produktif berdasarkan kolektibilitasnya, yaitu:
1) Lancar
2) Kurang Lancar
3) Diragukan
4) Macet
b. Menghitung nilai PPAP dari neraca pada komponen cadangan
penghapusan pembiayaan;
c. Menghitung PPAPWD dengan cara mengalikan komponen persentase
pembentukan PPAPWD dengan kolektibilitas aktiva produktif;
Perhitungan PPAPWD
1) 0,5% dari aktiva produktif lancer ;
2) 10% dari aktiva produktif kurang lancar dikurangi nilai agunannya;
3) 50% dari aktiva produktif diragukan dikurangi nilai agunannya;
4) 100% dari aktiva produktif macet dikurangi nilai agunannya
d. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif dapat diperoleh/dihitung
dengan membandingkan nilai PPAP dengan PPAPWD dikalikan dengan
100%;
e. Untuk rasio PPAP sebesar 0% nilai kredit sama dengan 0. Untuk setiap
kenaikan rasio PPAP 1% nilai kredit ditambah 1 sampai dengan maksimum
100;
f. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 5%, diperoleh skor tingkat rasio PPAP;

I - 81
Contoh perhitungan sebagai berikut :
Rasio Nilai
Bobot(%) Skor Kriteria
PPAP(%) Kredit
0 0 5 0
10 10 5 0,5
20 20 5 1,0
30 30 5 1,5 0 - < 1,25 Macet
40 40 5 2,0 1,25 - < 2,5 Diragukan
50 50 5 2,5 2,5 - < 3,75 Kurang
60 60 5 3,0 Lancar
70 70 5 3,5 3,75 - 5 Lancar
80 80 5 4,0
90 90 5 4,5
100 100 5 5,0

3. PENILAIAN MANAJEMEN
3.1. Penilaian aspek manajemen KSPPS / USPPS Koperasi meliputi beberapa
komponen yaitu :
a. Manajemen umum
b. Kelembagaan
c. Manajemen permodalan
d. Manajemen aset
e. Manajemen likuiditas

4.2. Perhitungan nilai kredit didasarkan kepada hasil penilaian atas jawaban
pertanyaan aspek manajemen terhadap seluruh komponen dengan komposisi
pertanyaan sebagai berikut (pertanyaan terlampir
a. Manajemen umum 12 pertanyaan (bobot 3 atau 0,25 nilai kredit untuk
setiap jawaban pertanyaan positif);
b. Kelembagaan 6 pertanyaan (bobot 3 atau 0,5 nilai kredit untuk setiap
jawaban pertanyaan positif);
c. Manajemen permodalan 5 pertanyaan (bobot 3 atau 0,6 nilai kredit untuk
setiap jawaban pertanyaan positif);
d. Manajemen aktiva 10 pertanyaan (bobot 3 atau 0,3 nilai kredit untuk setiap
jawaban pertanyaan positif);
e. Manajemen likuiditas 5 pertanyaan (bobot 3 atau 0,6 nilai kredit untuk
setiap jawaban pertanyaan positif).
Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :

I - 82
a. Manajemen Umum
Nilai
Positif Kredit Kriteria
Bobot
1 0,25
2 0,50
3 0,75
4 1,00
5 1,25 0 – 0,75 Tidak Baik
6 1,50 0,76 – 1,50 Kurang Baik
7 1,75 1,51 – 2,25 Cukup Baik
8 2,00 2,26 – 3,00 Baik
9 2,25
10 2,50
11 2,75
12 3,00

b. Manajemen Kelembagaan
Nilai Kredit
Positif Kriteria
Bobot
1 0,50
2 1,00 0 – 0,75 Tidak Baik
3 1,50 0,76 – 1,50 Kurang Baik
4 2,00 1,51 – 2,25 Cukup Baik
5 2,50 2,26 – 3,00 Baik
6 3,00

c. Manajemen Permodalan
Nilai
Positif Kredit Kriteria
Bobot
1 0,60
2 1,20 0 – 0,75 Tidak Baik
3 1,80 0,76 – 1,50 Kurang Baik
4 2,40 1,51 – 2,25 Cukup Baik
5 3,00 2,26 – 3,00 Baik

d. Manajemen Aktiva
Nilai
Positif Kredit Kriteria
Bobot
1 0,30 0 – 0,75 Tidak Baik
2 0,60 0,76 – 1,50 Kurang Baik
3 0,90 1,51 – 2,25 Cukup Baik
4 1,20 2,26 – 3,00 Baik
5 1,50

I - 83
6 1,80
7 2,10
8 2,40
9 2,70
10 3,00

e. Manajemen Likuiditas
Nilai
Positif Kredit Kriteria
Bobot
1 0,60
2 1,20 0 – 0,75 Tidak Baik
3 1,80 0,76 – 1,50 Kurang
4 2,40 Baik
5 3,00 1,51 – 2,25 Cukup Baik
2,26 – 3,00 Baik

4. PENILAIAN EFISIENSI
Penilaian efisiensi KSPPS/USPPS Koperasi didasarkan pada 3 (tiga) rasio yaitu :
a. Rasio biaya operasional terhadap pelayanan;
b. Rasio aktiva tetap terhadap total aset;
c. Rasio efisiensi pelayanan.

Rasio-rasio di atas menggambarkan sampai seberapa besar KSPPS/USPPS


Koperasi mampu memberikan pelayanan yang efisien kepada anggotanya dari
penggunaan aset yang dimilikinya, sebagai pengganti ukuran rentabilitas yang untuk
badan usaha koperasi dinilai kurang tepat. Karena koperasi tujuan utamanya
adalah memberikan pelayanan kepada anggota bukan mencari keuntungan.
Meskipun rentabilitas sering digunakan sebagai ukuran efisiensi penggunaan
modal. Rentabilitas koperasi hanya untuk mengukur keberhasilan koperasi yang
diperoleh dari penghematan biaya pelayanan.

4.1. Cara perhitungan rasio biaya operasional atas pelayanan ditetapkan sebagai
berikut :
a. Untuk rasio lebih besar dari 100 diperoleh nilai kredit 25 dan untuk setiap
penurunan rasio 15% nilai kredit ditambahkan dengan 25 sampai dengan
maksimum nilai kredit 100;
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 4% diperoleh skor penilaian

Contoh Perhitungan sebagai berikut :


Rasio Biaya
Operasional Nilai Bobot
Skor Kriteria
terhadap Kredit (%)
Pelayanan (%)
> 100 25 4 1 Tidak Efisien

I - 84
Rasio Biaya
Operasional Nilai Bobot
Skor Kriteria
terhadap Kredit (%)
Pelayanan (%)
86 – 100 50 4 2 Kurang Efisien
71 – 85 75 4 3 Cukup Efisien
< 71 100 4 4 Efisien

4.2. Rasio aktiva tetap terhadap total Aset ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk rasio lebih besar dari 76% diperoleh nilai kredit 25 dan untuk setiap
penurunan rasio 25% nilai kredit ditambahkan dengan 25 sampai dengan
maksimum nilai kredit 100.
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 4% diperoleh skor penilaian:

Contoh Perhitungan sebagai berikut :


Rasio aktiva tetap
Nilai Bobot
terhadap Total Aset Skor Kriteria
Kredit (%)
(%)
76 – 100 25 4 1 Tidak Baik
51 – 75 50 4 2 Kurang Baik
26 – 50 75 4 3 Cukup Baik
0 – 25 100 4 4 Baik

4.3. Rasio efisiensi pelayanan dihitung sebagai berikut :


a. Untuk rasio kurang dari 50 persen diberi nilai kredit 25 dan untuk setiap
kenaikan 25 orang nilai skor ditambah dengan 25 sampai dengan maksimum
nilai kredit 100;
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 2% diperoleh skor penilaian.

Contoh Perhitungan sebagai berikut :


Rasio Efisiensi Nilai Bobot
Skor Kriteria
Pelayanan (%) Kredit (%)
< 50 25 2 0,5 Tidak Baik
50 – 74 50 2 1 Kurang Baik
75 – 99 75 2 1,5 Cukup Baik
> 99 100 2 2 Baik

5. LIKUIDITAS
Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas KSPPS/USPPS Koperasi dilakukan
terhadap 2 (dua) rasio, yaitu :
a. Rasio kas;
b. Rasio pembiayaan

I - 85
Kas dan bank adalah alat likuid yang segera dapat digunakan, seperti uang tunai
dan uang yang tersimpan lembaga keuangan syariah lain :
a. Kewajiban Lancar
- Simpanan wadiah;
- Simpanan mudharabah;
- Simpanan mudharabah berjangka.
b. Pembiayaan
- Akad jual beli dan bagi hasil dengan angsuran;
- Akad jual beli tanpa angsuran;
- Pembiayaan dengan akad bagi hasil;
- Akad pembiayaan lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c. Dana yang Diterima
- Simpanan wadiah;
- Simpanan mudharabah;
- Simpanan mudharabah berjangka;
- Titipan dana ZIS.

5.1. Pengukuran rasio kas terhadap dana yang diterima ditetapkan sebagai
berikut:
a. Untuk rasio kas lebih kecil dari 14% dan lebih besar dari 56% diberi nilai
kredit 25, untuk rasio antara 14% sampai dengan 20% dan antara 46%
sampai dengan 56% diberi nilai kredit 50, rasio antara 21% sampai dengan
25% dan 35% sampai dengan 45% diberi nilai kredit 75, dan untuk rasio
26% sampai dengan 34% diberi nilai kredit 100;
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 10% diperoleh skor penilaian.

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :


Rasio Kas Nilai Bobot Skor Kriteria
(%) Kredit (%)
< 14 dan > 56 25 10 2,5 Tidak Likuid
(14 – 20) dan (46 – 50 10 5 Kurang Likuid
56)
(21 – 25) dan (35 – 75 10 7,5 Cukup Likuid
45)
(26 – 34) 100 10 10 Likuid

5.2. Pengukuran rasio pembiayaan terhadap dana yang diterima ditetapkan


sebagai berikut :
a. Untuk rasio kas lebih kecil dari 50% diberi nilai kredit 25, untuk setiap
kenaikan rasio 25% nilai kredit ditambah dengan 25 sampai dengan
maksimum 100;
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 5% diperoleh skor penilaian

I - 86
Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :
Rasio
Nilai Bobot
Pembiayaan Skor Kriteria
Kredit (%)
(%)
< 50 25 5 1,25 Tidak Likuid
50 – 74 50 5 2,50 Kurang
Likuid
75 – 99 75 5 3,75 Cukup Likuid
> 99 100 5 5 Likuid

6. JATI DIRI KOPERASI


Penilaian aspek jati diri koperasi dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan
koperasi dalam mencapai tujuannya yaitu mempromosikan ekonomi anggota. Aspek
penilaian jati diri koperasi menggunakan 2 (dua) rasio, yaitu:
a) Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio ini mengukur kemampuan koperasi memberikan manfaat efisiensi
partisipasi dan manfaat efisiensi biaya koperasi dengan simpanan pokok dan
simpanan wajib, semakin tinggi persentasenya semakin baik.

Pengukuran Rasio Promosi Ekonomi Anggota ditetapkan sebagai berikut:


1) Untuk rasio lebih kecil dari 5% diberi nilai kredit 25 dan untuk setiap
kenaikan rasio 3% nilai kredit ditambah dengan 25 sampai dengan
rasio lebih besar dari 12% nilai kredit maksimum 100;

2) Nilai kredit dikalikan dengan bobot 5% diperoleh skor penilaian.

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :


Rasio PEA Nilai Bobot
Skor Kriteria
(%) Kredit (%)
<5 25 5 1,25 Tidak
Bermanfaat
5–8 50 5 2,50 Kurang
Bermanfaat
9 – 12 75 5 3,75 Cukup
Bermanfaat
> 12 100 5 5 Bermanfaat

b) Rasio Partisipasi Bruto


Rasio partisipasi bruto adalah tingkat kemampuan koperasi dalam melayani
anggota, semakin tinggi/besar persentasenya semakin baik. Partisipasi
bruto adalah kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan
penyerahan jasa pada anggota yang mencakup beban pokok dan
partisipasi netto.

I - 87
Pengukuran rasio partisipasi bruto ditetapkan sebagai berikut:
1) Untuk rasio lebih kecil dari 25% diberi nilai kredit 25 dan untuk setiap
kenaikan rasio 25% nilai kredit ditambah dengan 25 sampai dengan rasio
lebih besar dari 75% nilai kredit maksimum 100;

2) Nilai kredit dikalikan dengan bobot 5% diperoleh skor penilaian.

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :

Rasio
Nilai Bobot
PartisipasiBruto Skor Kriteria
Kredit (%)
(%)
< 25 25 5 1,25 Rendah
25 ≤ x < 50 50 5 2,50, Kurang
50 ≤ x < 75 75 5 3,75 Cukup
≥ 75 100 5 5 Tinggi

7. KEMANDIRIAN DAN PERTUMBUHAN


Penilaian terhadap kemandirian dan pertumbuhan didasarkan pada 3 (tiga) rasio,
yaitu Rentabilitas Aktiva, Rentabilitas Ekuitas, dan kemandirian operasional.

7.1. Rasio rentabilitas aktiva yaitu SHU setelah zakat dan pajak dibandingkan
dengan total aktiva ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk rasio rentabilitas aktiva lebih kecil dari 5% diberi nilai kredit 25, untuk
setiap kenaikan rasio 2,5% nilai kredit ditambah 25 sampai dengan
maksimum 100.
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 3% diperoleh skor penilaian

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :


Rasio
Nilai Bobot
Rentabilitas Skor Kriteria
Kredit (%)
Aktiva (%)
<5 25 3 0,75 Rendah
5 < x < 7,5 50 3 1,50 Kurang
7,5 < x < 10 75 3 2,25 Cukup
≥ 10 100 3 3,00 Tinggi

7.2. Rasio rentabilitas ekuitas yaitu SHU bagian anggota dibandingkan total
ekuitas ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk rasio rentabilitas ekuitas lebih kecil dari 5% diberi nilai kredit 25,
untuk setiap kenaikan rasio 2,5% nilai kredit ditambah 25 sampai dengan
maksimum 100.
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 3% diperoleh skor penilaian

I - 88
Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :
Rasio
Nilai Bobot
Rentabilitas Skor Kriteria
Kredit (%)
Ekuitas (%)
<5 25 3 0,75 Rendah
5 < x < 7,5 50 3 1,50 Kurang
7,5 < x < 10 75 3 2,25 Cukup
≥ 10 100 3 3,00 Tinggi

7.3. Rasio kemandirian operasional yaitu pendapatan usaha dibandingkan biaya


operasional ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk rasio kemandirian operasional lebih kecil dari 100% diberi nilai kredit
25. Untuk setiap kenaikan rasio 25% nilai kredit ditambah 25 sampai
dengan maksimum 100;
b. Nilai kredit dikalikan dengan bobot 4% diperoleh skor penilaian.

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :


Rasio
Nilai Bobot
Kemandirian Skor Kriteria
Kredit (%)
Operasional (%)
< 100 25 4 1 Rendah
100 – 125 50 4 2 Kurang
126 – 150 75 4 3 Cukup
> 150 100 4 4 Tinggi

8. KEPATUHAN PRINSIP SYARIAH


Penilaian aspek kepatuhan prinsip syariah dimaksudkan untuk menilai sejauh
mana prinsip syariah diterapkan/dipatuhi oleh KSPPS/USPPS Koperasi dalam
melaksanakan aktivitasnya sebagai lembaga keuangan syariah. Penilaian
kepatuhan prinsip syariah dilakukan dengan perhitungan nilai kredit yang
didasarkan pada hasil penilaian atas jawaban pertanyaan sebanyak 10 (sepuluh)
buah (pertanyaan terlampir) dengan bobot 10%, berarti untuk setiap jawaban
positif 1 (satu) memperoleh nilai kredit bobot 1 (satu)

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut :


Nilai
Positif Kredit Kriteria
Bobot
1 1
2 2 0 – 2,50 Tidak patuh
3 3
4 4 2,51 – 5,00 Kurang
5 5 patuh

I - 89
Nilai
Positif Kredit Kriteria
Bobot
6 6 5,01 – 7,50 Cukup
7 7 Patuh
8 8 7,51 – 10,00 Patuh
9 9
10 10

III. PENETAPAN KESEHATAN KSPPS DAN USPPS KOPERASI


Berdasarkan hasil perhitungan penilaian terhadap 8 (delapan) komponen
sebagaimana dimaksud pada angka 1 – 8 diperoleh skor secara keseluruhan.
Skor dimaksud dipergunakan untuk menetapkan predikat tingkat kesehatan
KSPPS/USPPS Koperasi yang dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu sehat,
cukup sehat, dalam pengawasan dan dalam pengawasan khusus. Penetapan
predikat kesehatan serupa secara parsial berdasarkan komponen juga dapat
dilihat pada masing-masing penilaian komponen yang sudah dijelaskan di atas.

Penetapan predikat tingkat kesehatan KSPPS/USPPS Koperasi tersebut adalah


sebagai berikut:

SKOR PREDIKAT
80,00 < x < 100 SEHAT
66,00 < x < CUKUP SEHAT
80,00
51,00 < x < 66,00 DALAM PENGAWASAN
0 < x< 51,00 DALAM PENGAWASAN KHUSUS

IV. FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN


Meskipun kuantifikasi dari komponen-komponen penilaian tingkat kesehatan
menghasilkan skor tertentu, masih perlu dianalisa dan diuji lebih lanjut dengan
komponen lain yang tidak termasuk dalam komponen penilaian dan atau tidak dapat
dikuantifikasikan. Apabila dalam analisa dan pengujian lebih lanjut terdapat
inkonsistensi atau ada pengaruh secara materil terhadap tingkat kesehatan
KSPPS/USPPS Koperasi maka hasil dari penilaian yang telah dikuantifikasikan
tersebut perlu dilakukan penyesuaian sehingga dapat mencerminkan tingkat
kesehatan yang sebenarnya.

Penyesuaian dimaksud adalah sebagai berikut :


1. Koreksi Penilaian
Faktor-faktor yang dapat menurunkan satu tingkat kesehatan KSPPS dan
USPPS Koperasi antara lain:
a. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan intern maupun ekstern.

I - 90
b. Salah satu pembukuan tertunda pembukuannya.
c. Pemberian pembiayaan yang tidak sesuai dengan prosedur.
d. Tidak menyampaikan laporan tahunan atau laporan berkala 3 kali berturut-
turut.
e. Mempunyai volume pembiayaan di atas Rp 2.500.000.000,00 (Dua milyar
lima ratus juta rupiah) tetapi tidak diaudit oleh akuntan publik.
f. Manajer USPPS belum diberikan wewenang penuh untuk mengelola
usaha.

2. Kesalahan Fatal
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kesehatan KSPPS dan USPPS
Koperasi langsung menjadi tidak sehat antara lain:
a. Adanya perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan
dalam koperasi yang bersangkutan.
b. Adanya campur tangan pihak di luar koperasi atau kerjasama yang tidak
wajar sehingga prinsip koperasi tidak dilaksanakan dengan baik.
c. Rekayasa pembukuan atau window dressing dalam pembukuan sehingga
mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap koperasi.
d. Melakukan kegiatan usaha koperasi tanpa membukukan dalam koperasinya

V. TATA CARA PENYELENGGARAAN PENILAIAN KESEHATAN KSPPS DAN


USPPS KOPERASI
Tujuan pedoman penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi adalah untuk
memberikan pedoman dalam Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi .
Klasifikasi tingkat kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi terdiri 4 (empat)
predikat yaitu : SEHAT, CUKUP SEHAT, DALAM PENGAWASAN, DALAM
PENGAWASAN KHUSUS.

Tata cara penyelenggaraan penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi


diatur sebagai berikut :
1. Sasaran KSPPS dan USPPS Koperasi yang dinilai kesehatannya adalah
KSPPS dan USPPS yang memenuhi syarat untuk dinilai, yaitu :
a. KSPPS dan USPPS Koperasi telah beroperasional paling sedikit 1 (satu)
tahun buku.
b. Khusus USPPS Koperasi, telah dikelola secara terpisah dan membuat
laporan keuangan yang terpisah dari unit usaha lainnya.

2. Pelaksanaan penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilaksanakan


pada posisi setiap akhir tahun buku dengan berpedoman pada Peraturan Deputi
Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah Koperasi.

I - 91
3. Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan oleh Pejabat
Penilai Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dari Instansi yang membidangi
Koperasi baik ditingkat Pusat maupun Daerah.

4. Setiap KSPPS dan USPPS Koperasi yang telah dinilai diberikan sertifikat
predikat tingkat kesehatan dengan pengaturan sebagai berikut :
a. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder tingkat Kabupaten/Kota
oleh Bupati/Walikota;
b. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah
Provinsi/D.I oleh Gubernur;
c. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah Provinsi/D.I. oleh Menteri.

5. Hasil penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi oleh pejabat yang
berwenang pada wilayah keangotaan Kabupaten/Kota, lintas Kabupaten/Kota
dan Lintas Daerah Provinsi/D.I dilaporkan kepada Deputi, dengan dilengkapi :
a. Kertas kerja penilaian KSPPS dan USPPS Koperasi yang bersangkutan
b. Laporan keuangan KSPPS dan USPPS Koperasi yang bersangkutan
c. Salinan atau fotocopy sertifikat predikat kesehatan KSPPS dan USPPS
Koperasi

VI. PENUTUP
Pedoman pelaksanaan penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi ini
merupakan standar kerja dalam pelaksanaan penilaian kesehatan KSPPS dan
USPPS Koperasi oleh pejabat penilai kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dalam
melaksanakan tugasnya.

Deputi Bidang Pengawasan


Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 92
LAMPIRAN II
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 07/Per/Dep.6/IV/2016
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN KESEHATAN
KOPERASI SIMPAN PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH
DAN USAHA SIMPAN PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH
KOPERASI

DAFTAR PERTANYAAN ASPEK MANAJEMEN

Nomor
Positif /
No Aspek Urut
Negatif
Pertanyaan
1 MANAJEMEN UMUM

1.1 Apakah KSPPS/USPPS Koperasi memiliki visi, misi dan 1


tujuan yang jelas (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

1.2 Apakah KSPPS/USPPS Koperasi telah memiliki rencana kerja 2


jangka panjang minimal untuk 3 tahun ke depan dan dijadikan
sebagai acuan KSPPS/USPPS Koperasi dalam menjalankan
usahanya (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

1.3 Apakah KSPPS/USPPS Koperasi memiliki rencana kerja 3


tahunan yang digunakan sebagai dasar acuan kegiatan usaha
selama 1 tahun (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

1.4 Adakah kesesuaian antara rencana kerja jangka pendek 4


dengan rencana jangka panjang (dibuktikan dengan dokumen
tertulis)

1.5 Apakah visi, misi, tujuan, dan rencana kerja diketahui dan 5
dipahami oleh pengurus, pengawas, pengelola, dan seluruh
karyawan (dengan cara pengecekan silang)

Pengambilan keputusan yang bersifat operasional dilakukan 6


1.6 oleh pengelola secara independen sesuai kewenangannya
(konfirmasi kepada pengurus atau pengawas)

1.7 Pengurus dan atau pengelola KSPPS/USPPS Koperasi 7


memiliki komitmen untuk menangani
permasalahan yang dihadapi serta melakukan tindakan
perbaikan yang diperlukan

I - 93
1.8 KSPPS/USPPS koperasi memiliki tata tertib kerja SDM, yang 8
meliputi disiplin kerja, serta didukung sarana kerja yang
memadai dalam melaksanakan pekerjaan (dibuktikan dengan
dokumen tertulis dan pengecekan fisik sarana kerja)

1.9 Pengurus KSPPS/USPPS koperasi yang mengangkat 9


pengelola, tidak mencampuri kegiatan operasional sehari-hari
yang cenderung menguntungkan kepentingan sendiri,
keluarga atau kelompoknya, sehingga dapat merugikan
KSPPS/USPPS Koperasi (dilakukan konfirmasi kepada
pengelola dan atau pengawas)

1.10 Anggota KSPPS/USPPS Koperasi sebagai pemilik 10


mempunyai kemampuan untuk meningkatkan permodalan
KSPPS/USPPS Koperasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku (pengecekan silang dilakukan terhadap partisipasi
modal anggota)

1.11 Pengurus, Pengawas, dan Pengelola KSPPS/USPPS 11


Koperasi di dalam melaksanakan kegiatan operasional tidak
melakukan hal-hal yang cenderung menguntungkan diri
sendiri, keluarga dan kelompoknya, atau berpotensi
merugikan KSPPS/USPPS Koperasi (konfirmasi dengan
mitra kerja)

1.12 Pengurus melaksanakan fungsi pengawasan terhadap 12


pelaksanaan tugas pengelola sesuai dengan tugas dan
wewenangnya secara efektif (pengecekan silang kepada
pengelola dan atau pengawas).
2 KELEMBAGAAN
2.1 Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan seluruh 13
kegiatan KSPPS/USPPS Koperasi dan tidak terdapat jabatan
kosong atau perangkapan jabatan (dibuktikan dengan
dokumen tertulis mengenai struktur organisasi dan job
description)

2.2 KSPPS/USPPS Koperasi memiliki rincian tugas yang jelas 14


untuk masing-masing karyawannya (yang dibuktikan dengan
adanya dokumen tertulis tentang job specification)

2.3 Di dalam struktur kelembagaan KSPPS/USPPS Koperasi 15


terdapat struktur yang melakukan fungsi sebagai dewan
pengawas syariah. (yang dibuktikan dengan dokumen tertulis
tentang struktur organisasi)

I - 94
2.4 KSPPS/USPPS Koperasi terbukti mempunyai Standar 16
Operasional dan Manajemen (SOM) dan Standar
Operasional Prosedur (SOP) (dibuktikan dengan dokumen
tertulis tentang SOM dan SOP KSPPS/USPPS Koperasi)

2.5 KSPPS/USPPS Koperasi telah menjalankan kegiatannya 17


sesuai SOM dan SOP KSPPS/USPPS Koperasi (pengecekan
silang antara pelaksanaan kegiatan dengan SOM dan
SOPnya)

2.6 KSPPS/USPPS Koperasi mempunyai sistem pengamanan 18


yang baik terhadap semua dokumen penting (dibuktikan
dengan adanya sistem pengamanan dokumen penting berikut
sarana penyimpanannya)
3 PERMODALAN
3.1 Tingkat pertumbuhan modal sendiri sama atau lebih besar 19
dari tingkat pertumbuhan aset (dihitung berdasarkan data yang
ada di Neraca)

3.2 Tingkat pertumbuhan modal sendiri yang berasal dari anggota 20


sekurang kurangnya sebesar 10 % dibandingkan tahun
sebelumnya (dihitung berdasarkan data yang ada di Neraca)

3.3 Penyisihan cadangan dari SHU sama atau lebih besar dari 21
seperempat bagian SHU tahun berjalan

3.4 Simpanan wadi’ah simpanan mudharabah simpanan 22


mudharabah berjangka koperasi meningkat minimal 10 % dari
tahun sebelumnya

3.5 Investasi harta tetap dari inventaris serta pendanaan 23


ekspansi perkantoran dibiayai dengan modal sendiri
(pengecekan silang dengan laporan sumber dan penggunaan
dana)
4 AKTIVA
4.1 Pembiayaan dengan kolektibilitas lancar minimal sebesar 90 24
% dari pembiayaan yang diberikan (dibuktikan dengan
laporan pengembalian pembiayaan)

4.2 Setiap pembiayaan yang diberikan didukung dengan agunan 25


yang nilainya sama atau lebih besar dari pembiayaan yang
diberikan, kecuali pembiayaan bagi anggota sampai dengan
1 juta rupiah (dibuktikan dengan laporan pembiayaan dan
daftar agunannya)

I - 95
4.3 Dana cadangan penghapusan pembiayaan sama atau lebih 26
besar dari jumlah pembiayaan macet tahunan (dibuktikan
dengan laporan kolektibilitas pembiayaan dan cadangan
penghapusan pembiayaan)

4.4 Pembiayaan macet tahun lalu dapat ditagih sekurang- 27


kurangnya sepertiganya (dibuktikan dengan laporan
penagihan pembiayaan macet tahunan)

4.5 KSPPS/USPPS Koperasi menerapkan prosedur pembiayaan 28


dilaksanakan dengan efektif (pengecekan silang antara
pelaksanaan prosedur pembiayaan dengan SOP nya)

4.6 Memiliki kebijakan cadangan penghapusan pembiayaan dan 29


piutang bermasalah (dibuktikan dengan kebijakan tertulis dan
laporan keuangan)

4.7 Dalam memberikan pembiayaan KSPPS/USPPS Koperasi 30


mengambil keputusan berdasarkan prinsip kehati-hatian
(dibuktikan dengan hasil analisis kelayakan pembiayaan)

4.8 Keputusan pemberian pembiayaan dan atau penempatan dana 31


dilakukan melalui komite (dibuktikan dengan risalah rapat
komite)

4.9 Setelah pembiayaan diberikan, KSPPS/USPPS Koperasi 32


melakukan pemantauan terhadap penggunaan pembiayaan
serta kemampuan dan kepatuhan mudharib dalam memenuhi
kewajibannya (dibuktikan dengan laporan monitoring)

4.10 KSPPS/USPPS Koperasi melakukan peninjauan, penilaian, 33


dan pengikatan terhadap agunannya (dibuktikan dengan
dokumen pengikatan dan atau penyerahan agunan)
5 LIKUIDITAS

5.1 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengendalian likuiditas 34


(dibuktikan dengan dokumen tertulis mengenai perencanaan
usaha)

5.2 Memiliki fasilitas pembiayaan yang akan diterima dari 35


lembaga syariah lain untuk menjaga likuiditasnya (dibuktikan
dengan dokumen tertulis mengenai kerjasama pendanaan
dari lembaga keuangan syariah lain)

5.3 Memiliki pedoman administrasi yang efektif untuk memantau 36


kewajiban yang jatuh tempo (dibuktikan dengan adanya
dokumen tertulis mengenai skedul piutang dan pembiayaan)

I - 96
5.4 Memiliki kebijakan pembiayaan dan piutang sesuai dengan 37
kondisi keuangan KSPPS/USPPS koperasi (dibuktikan
dengan kebijakan tertulis)

5.5 Memiliki sistem informasi manajemen yang memadai untuk 38


pemantauan likuiditas (dibuktikan dengan dokumen tertulis
berupa sistem pelaporan piutang dan pembiayaan)

Deputi Bidang Pengawasan

Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 97
LAMPIRAN III
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 07/Per/Dep.6/IV/2016
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI SIMPAN
PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT SIMPAN
PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI

DAFTAR PERTANYAAN KEPATUHAN PRINSIP SYARIAH

Nomor
Positif /
No Aspek Urut
Negatif
Pertanyaan
1 Akad dilaksanakan sesuai tata cara syariah (dibuktikan dari 1
catatan hasil penilaian Dewan Pengawas Syariah)

2 Penempatan dana pada bank syariah (dibuktikan dengan 2


laporan penggunaan dana)

3 Adanya Dewan Pengawas Syariah (dibuktikan dengan SK 3


pengangkatan Dewan Pengawas Syariah)

4 Komposisi modal penyertaan dan pembiayaan berasal dari 4


lembaga keuangan syariah (dibuktikan dengan laporan sumber
dana)

5 Pertemuan kelompok yang dihadiri Pengurus, Pengawas, 5


Dewan Pengawas Syariah, Pengelola, Karyawan, pendiri dan
anggota yang diselenggarakan secara berkala (dibuktikan
dengan daftar hadir dan agenda acara pertemuan kelompok)

6 Manajemen KSPPS/USPPS Koperasi memiliki sertifikat 6


pendidikan pengelolaan lembaga keuangan syariah yang
dikeluarkan oleh pihak yang kompeten (dibuktikan dengan
sertifikat).

7 Frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah untuk 7


membicarakan ketepatan pola pembiayaan yang dijalankan
pengelola dalam 1 tahun (dibuktikan dengan daftar hadir dan
agenda rapat Dewan Pengawas Syariah)

8 Dalam mengatasi pembiayaan bermasalah digunakan 8


pendekatan syariah (konfirmasi dengan mudharib yang
bermasalah)

I - 98
9 Meningkatnya titipan ZIS dari anggota (dibuktikan dengan 9
laporan penerimaan titipan ZIS dari anggota)

Meningkatnya pemahaman anggota terhadap keunggulan


10 sistem syariah dari waktu ke waktu (dibuktikan dengan adanya 10
laporan peningkatan partisipasi mudharib di KSPPS/USPPS
Koperasi)

Deputi Bidang Pengawasan


Cap
&
Ttd

Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.


NIP. 19590313 198303 1 001

I - 99
LAMPIRAN IV
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAW ASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 07/Per/Dep.6/IV/2016
TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI
SIMPAN PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH DAN UNIT SIMPAN
PINJAM PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI

KERTAS KERJA PENILAIAN KESEHATAN KSPPS DAN USPPS KOPERASI

IDENTITAS
1. Nama Koperasi :
2. No. Badan Hukum :
3. Tgl. Badan Hukum :
4. Alamat :
- Jalan :
- Desa / Kelurahan :
- Kecamatan :
5. Kabupaten :
6. Provinsi :

Rasio Nilai Bobot


No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
1 PERMODALAN (CAPITAL) 10%
a. Rasio modal a. Modal Sendiri
sendiri thd Total Rp 1.a x 100% 100 5%
Aset b.Total Aset
Rp
Rasio (%) Nilai
0
5
10
15
20

b.Rasio kecukupan a.Modal Tertimbang


modal (CAR) Rp 1.b x 100% 100 5%
b.ATMR
Rp
Catatan: Ratio Modal (%) Nilai Kredit
<6 =
6-<7 =
7-<8 =
>8 =

I - 100
Rasio Nilai Bobot
No Aspek Yg Dinilai Komponen Perhitungan Skor
(%) Kredit %
2 (A) KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (AKTIVA) 20%

a. Rasio tingkat a. Jml pembiayaan


Pembiayaan dan dan piutang
Piutang bermasa bermasalah
lah thdp jumlah Rp
Piutang dan b. Jml piutang dan 2.a x 100% 100 10%
pembiayaan pembiayaan yg
diberikan
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
> 12 =
9 – 12 =
5–8 =
<5 =

b.Rasio portofolio c.Portofolio beresiko


pembiayaan bere Rp
siko d.Jml piutang dan 2.b x 100% 100 5%
pembiayaan yg
diberikan
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
> 30 =
26 – 30 =
21 – 25 =
< 21 =

c.Rasio Penyisihan e.Penyisihan Penghapu


Pengahpusan san Aktiva Produktif
Aktiva Produktif Rp 2.c x 100% 0 5%
f.Penyisihan Penghapu
san Aktiva Produktif
Wajib dibentuk
Rp

Rasio (%) Nilai Rasio (%) Nilai


0 60
10 70
20 80
30 90
40 100
50

I - 101
3 MANAJEMEN
1 A. Manajemen Umum Jwb 3%
1. Apakah KSPPS / USPPS Koperasi memiliki Visi, misi, dan
tujuan yang jelas (dibuktikan dengan dokumen tertulis) 1 0.25

2. Apakah KSP/USP telah memiliki rencana kerja jangka panjang


minimal untuk 3 tahun ke depan dan dijadikan sebagian acuan 0 0.25
KSPPS/USPPS Koperasi dalam menjalankan usahanya
(dibuktikan dengan dokumen tertulis)

3. Apakah KSPPS/USPPS Koperasi memiliki rencana kerja


tahunan yang digunakan sebagai dasar acuan kegiatan usaha 1 0.25
selama 1 tahun (dibuktikan dengan dokumen tertulis)

4. Adakah kesesuaian antara rencana kerja jangka pendek


dengan rencana jangka panjang (dibuktikan dengan dokumen 0 0.25
tertulis)

5. Apakah Visi, Misi, Tujuan dan Rencana Kerja diketahui dan


dipahami oleh pengurus, pengawas, pengelola dan seluruh 1 0.25
karyawan (dengan cara pengecekan silang)

6. Pengambilan keputusan yang bersifat operasional dilakukan


oleh pengelola secara independen (konfirmasi kepada 1 0.25
pengurus atau pengawas dan dokumen / Persus dll)

7. Pengurus dan atau pengelola KSP / USP Koperasi memiliki


komitmen untuk menangani permasalahan yang dihadapi serta 1 0.25
melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan (dibuktikan
dokumen)

8. KSP/USP Koperasi memiliki tata tertib kerja SDM yang meliputi


disiplin kerja serta didukung sarana kerja yang memadai dalam 1 0.25
melaksanakan pekerjaan (dibuktikan dengan dokumen tertulis
dan pengecekan fisik sarana kerja)

9. Pengurus KSP/USP Koperasi yang mengangkat pengelola,


tidak mencampuri kegiatan operasional sehari-hari yang 1 0.25
cenderung menguntungkan kepentingan sendiri, keluarga atau
kelompoknya sehingga dapat merugikan KSP/USP Koperasi
(dilakukan konfirmasi kepada pengelola dan atau pengawas)

10. Anggota KSP/USP Koperasi sebagai pemilik mempunyai


kemampuan untuk meningkatkan permodalan KSP/USP 1 0.25
Koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pengecekan
silang dilakukan terhadap partisipasi modal anggota)

I - 102
11. Pengurus, pengawas dan pengelola KSP/USP Koperasi 1 0.25
didalam melaksanakan kegiatan operasional tidak melakukan
hal-hal yang cenderung menguntungkan diri sendiri, keluarga
dan kelompoknya, atau berpotensi merugikan KSP/USP
Koperasi (konfirmasi dengan mitra kerja dan notulis rapat tem
kredit / analis kredit)

12. Pengurus melaksanakan fungsi pengawasan terhadap


pelaksanaan tugas pengelola sesuai dengan tugas dan 1 0.25
wewenangnya secara efektif (pengecekan silang kepada
pengelola dan atau pengawas laporan hasil pengawasan)

B. Manajemen Kelembagaan 3%
1. Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan seluruh 0 0.50
kegiatan KSP/USP Koperasi dan tidak terdapat jabatan kosong
atau perangkapan jabatan (dibuktikan dengan dokumen tertulis
mengenai struktur organisasi dan Job description)

2. KSP/USP Koperasi memiliki rincian tugas yang jelas untuk 0 0.50


masing-masing karyawannya (yang dibuktikan dengan adanya
dokumen tertulis tentang Job spesification)

3. Didalam struktur kelembagaan KSP/USP Koperasi terdapat 0 0.50


struktur yang melakukan fungsi sebagai Pengawas
(yangdibuktikan dengan dokumen tertulis tentang struktur
organisasi)

4. KSP/USP Koperasi terbukti mempunyai Standar Operasional 1 0.50


dan Manajemen (SOM) dan Standar Prosedure (SOP)
(dibuktikan dengan dokumen tertulis tentang SOM dan SOP
KSP/USP Koperasi

5. KSP/USP Koperasi telah menjalankan kegiatannya sesuai 1 0.50


SOM dan SOP KSP/USP Koperasi (pengecekan silang antara
pelaksanaan kegiatan dengan SOM dan SOP nya)

6. KSP/USP Koperasi mempunyai sistem pengamanan yang baik 1 0.50


terhadap semua dokumen penting (dibuktikan dengan adanya
sistem pengamanan dokumen penting berikut sarana
penyimpanannya)

C. Manajemen Permodalan 3%

1. Tingkat pertumbuhan modal sendiri sama atau lebih besar dari 0 0.60
tingkat pertumbuhan aset (dihitung berdasarkan data yang ada
di neraca)

2. Tingkat pertumbuhan modal sendiri yang berasal dari anggota 0 0.60

I - 103
sekurang-kurangnya sebesar 10% dibandingkan tahun
sebelumnya (dihitung berdasarkan data yang ada di neraca)

3. Penyisihan cadangan dari SHU sama atau lebih besar dari 0 0.60
seperempat SHU tahun berjalan (cek Neraca dan AD/ART)

4. Simpanan dan simpanan berjangka koperasi meningkat 0 0.60


minimal 10% daru tahun sebelumya (cek laporan Keuanga)

5. Investasi harta tetap dari inventaris serta pendanaan ekspansi 1 0.60


perkantoran dibiayai dengan modal sendiri (pengecekan silang
dengan laporan sumber dan penggunaan dana)

D. Manajemen Aktiva 3%
1. Pinjaman dengan kolektibilitas lancar minimal sebesar 90% dari 1 0.30 0.30
pinjaman yang diberikan (dibuktikan dengan laporan
pengembalian pinjaman)

2. Setiap Pembiayaan yang diberikan didukung dengan agunan 1 0.30 0.30


yang nilainya sama atau lebih besar dari jumlah pembiayaan
yang diberikan kecuali pinjaman bagi anggota sampai dengan
1 juta rupiah (dibuktikan dengan laporan pinjaman dan
daftar agunan)

3. Dana cadangan penghapusan pembiayaan sama atau lebih 0 0.30 0.30


besar dari jumlah pembiayaan macet tahunan (dibuktikan
dengan laporan kolektibilitas pembiayaan dan cadangan
penghapusan pembiayaan)

4. Pembiayaan macet tahun lalu dapat ditagih sekurang- 1 0.30 0.30


kurangnya sepertiganya (dibuktikan dengan laporan
penagihan pembiayaan macet tahunan)

5. KSP/USP Koperasi menerapkan prosedure pembiayaan dan 1 0.30 0.30


dilaksanakan dengan efektif (pengecekan silang antara
pelaksanaan prosedur pembiayaan dengan SOP nya)

6. KSP/USP Koperasi memiliki kebijakan cadangan penghapusan 0 0.30 0.30


pembiayaan bermasalah (dibuktikan dengan kebijakan tertulis
dan laporan keuangan)

7. Dalam memberikan pinjaman KSP/USP Koperasi mengambil 1 0.30 0.30


keputusan berdasarkan prinsip kehati-hatian (dibuktikan
dengan hasil analisis kelayakan pembiayaan)

8. Keputusan pemberian pembiayaan dan atau penempatan dan 0 0.30 0.30


dilakukan melalui komite (dibuktikan dengan risalah rapat
komite, SK Komite)

I - 104
9. Setelah pembiayaan diberikan KSP/USP Koperasi melakukan 1 0.30 0.30
pemantauan terhadap penggunaan pembiayaan serta
kemampuan dan kepatuhan anggota atau pembiayaan
dalam memenuhi kewajibannya (dibuktikan dengan laporan
monitoring, supervisi pembiayaan)

10.KSP/USP Koperasi melakukan peninjauan, penilaian dan 1 0.30 0.30


pengikatan terhadap agunannya (dibuktikan dengan
dokumen pengikat dan atau penyerahan agunan)

E. Manajemen Likuiditas 3%

1. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengendalian likuiditas 1 0.60 0.60


(dibuktikan dengan dokumen tertulis mengenai perencanaan
usaha)

2. Memiliki fasilitas pinjaman yang akan diterima dari lembaga 0 0.60 0.00
lain untuk menjaga likuiditasnya (dibuktikan dengan
dokumen tertulis mengenai kerja sama pendanaan dari
lembaga keuangan lainnya)

3. Memiliki pedoman administrasi yang efektif untuk memantau 0 0.60 0.00


kewajiban yang jatuh tempo (dibuktikan dengan adanya
dokumen tertulis mengenai schedule penghimpunan
simpanan dan pemberian pinjaman)

4. Memiliki kebijakan penghimpunan simpanan dan pemberian 0 0.60 0.00


pembiayaan sesuai dengan kondisi keuangan KSP/USP
Koperasi (dibuktikan dengan kebijakan tertulis)

5. Memiliki sistem informasi manajemen yang memadahi untuk 0 0.60 0.00


pemantauan likuiditas (dibuktikan dengan dokumen tertulis
berupa sistem laporan penghimpunan simpanan dan
pemberian pembiayaan)

4(E) EFISIENSI 10%


a.Rasio Operasional a.Beban Operasio
pelayanan terhadap nal pelayanan
Partisipasi bruto Rp 4.a x 100% 75 4%
b.Partisipasi Bruto
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
> 100 =
86 – 100 =
71 – 85 =
< 71 =

I - 105
b.Rasio Aktiva c.Aktiva tetap
Tetap thd Total Rp 4.b x 100 4%
100% Aset d.Total Asset
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
76 – 100 =
51 – 75 =
26 – 50 =
0 – 25 =

c.Rasio Efisiensi e.Biaya gaji dan


Pelayanan honor karyawan
Rp 4.c x 100% 25 2%
f.jml piutang dan
pembiayaan

Catatan: Rasio (%) Nilai Kredit


< 50 =
50 – 74 =
75 – 99 =
> 99 =

5(L) LIKUIDITAS 15%


a.Rasio Kas a.Kas dan Bank
Rp 5.a x 100% 25 10%
b.Kewajiban lancar
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 14 dan > 56 =
(14-20) & (46-56) =
(21-25) & (35-45) =
26 - 34 =

b.Rasio Pembiayaan a.total pembiayaan


terhadap dana yg Rp 5.b x 100% 75 5%
diterima b.dana yg diterima
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 50 =
50 – 74 =
75 – 99 =
> 99 =

I - 106
6 JATI DIRI KOPERASI 10%
a.Rasio Promosi a.MEP + SHU bagian
Ekonomi Anggota Anggota
(PEA) Rp 6.a x 100% 100 5%
b.Simp Pokok + Simp
Wajib
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
<5 =
5–8 =
9 – 12 =
> 12 =

b.Rasio partisipasi a.partisipasi bruto


bruto Rp 6.b x 100% 100 5%
b.partp bruto + transak
si non anggota
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 25 =
25 < x < 49 =
50 < x < 75 =
> 75 =

7 KEMANDIRIAN DAN PERTUMBUHAN 10%


a.rasio rentabilitas a.SHU sblm Nisbah,
asset (ROA) zakat & pajak
Rp 7.a x 100% 25 3%
b.total aset
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
<5 =
5 < x < 7,5 =
7,5 < x < 10 =
> 10 =

b.rasio rentabilitas a.SHU Bag Anggota


ekuitas Rp 7.b x 100% 50 3%
b.total modal sendiri
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
<5 =
5 < x < 7,5 =
7,5 < x < 10 =
> 10 =

I - 107
c.rasio kemandirian a.pendapatan usaha
operasional Rp 7.c x 100% 100 4%
pelayanan b.biaya operasional
pelayanan
Rp
Catatan : Rasio (%) Nilai Kredit
< 100 =
100 - 125 =
126 - 150 =
> 150 =

8 KEPATUHAN PRINSIP SYARIAH


Manajemen Umum 10%
1. Akad dilaksanakan sesuai tata cara syariah (dibuktikan dari 1.00
catatan hasil penilaian dewan pengawas syariah)

2. Penempatan dana pada bank syariah (dibuktikan dengan


laporan penggunaan dana) 1.00

3. Adanya Dewan Pengawas Syariah (dibuktikan dengan SK


pengangkatan Dewan Pengawas Syariah) 1.00

4. Komposisi modal penyertaan dan pembiyaan berasal dari


lembaga keuangan syariah (dibuktikan dengan laporan
sumber dana) 1.00

5. Pertemuan kelompok yang dihadiri pengurus, pengawas,


Dewan Pengawas Syariah, Pengelola, Karyawan pendiri dan
anggota yang diselenggarakan secara berkala (dibuktikan 1.00
dengan daftar hadir dan agenda acara pertemuan kelompok)

6. Manajemen KSPPS/USPPS Koperasi memiliki sertifikat


pendidikan pengelolaan lembaga keuangan syariah yang
dikeluarkan oleh pihak yang kompeten (dibuktikan dengan
sertifikat)
1.00
7. Frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah untuk
membicarakan ketepatan pola pembiayaan yang dijalankan
pengelola dalam 1 tahun (dibuktikan dengan daftar dan
agenda rapat Dewan Pengawas Syariah)
1.00
8. Dalam mengatasi pembiayaan bermasalah digunakan
pendekatan syariah (konfirmasi dengan mudharib yang
bermasalah)

9. Meningkatnya titipan ZIS dari anggota (dibuktikan dengan


laporan penerimaan titipan ZIS dari anggota) 1.00

I - 108
10. Meningkatnya pemahaman anggota terhadap keunggulan
system syariah dari waktu ke waktu (dibuktikan dengan
adanya laporan peningkatan partisipasi mudharib di 1.00
KSPPS/USPPS Koperasi)

1.00

TINGKAT KESEHATAN JUMLAH 100%

Deputi Bidang Pengawasan

Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 109
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN


KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA

NOMOR : 08 / PER/DEP.6/IV/2016

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN USAHA KOPERASI SIMPAN PINJAM


DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pengawasan Pasal 28
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, perlu menetapkan Peraturan
Deputi Bidang Pengawasan tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan
Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi;

: 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992


Mengingat tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015


tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

3 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang


Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan

I - 110
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540);

4 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang


Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);

5 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3591);

6 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal


Penyertaan Koperasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3744);

7 Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang


Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
106);

8 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan


Menengah Republik Indonesia Nomor
08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1489).

9 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan


Menengah Republik Indonesia Nomor
11/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1490);

10 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan


Menengah Republik Indonesia Nomor
13/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Akuntansi
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1492);

I - 111
11 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor
15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1494);

12 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan


Menengah Republik Indonesia Nomor
17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1496);
Menetapkan : MEMUTUSKAN:

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN TENTANG


PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN USAHA KOPERASI
SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI

BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Deputi ini yang dimaksud dengan:


1. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut KSP adalah koperasi yang
melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam.
2. Unit Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut USP Koperasi adalah unit usaha
koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam koperasi sebagai bagian
dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.
3. Ketentuan pengawasan adalah seperangkat peraturan yang menjadi pedoman bagi
pengawasan untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap KSP dan USP Koperasi.
4. Pengawasan Usaha KSP dan USP Koperasi adalah upaya yang dilakukan oleh
pengawas koperasi, pemerintah, gerakan koperasi, dan masyarakat, agar usaha KSP
dan USP Koperasi diselenggarakan dengan baik sesuai dengan perundang-
undangan.
5. Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Koperasi adalah proses dan serangkaian
kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lain yang
dilakukan oleh Pengawas KSP dan USP Koperasi untuk membuktikan ada atau
tidak adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan.
6. Pejabat Pengawas KSP dan USP Koperasi adalah Aparatur Sipil Negara yang
diangkat oleh Deputi/Gubernur/Bupati/Walikota atau Pejabat yang berwenang
mengangkat pejabat pengawas untuk melakukan pengawasan terhadap KSP dan
USP Koperasi sesuai wilayah keanggotaanya.

I - 112
7. Standar Operasional Manajemen yang selanjutnya disebut SOM adalah pedoman
pengelolaan yang berisikan kebijakan dan strategi pengelolaan KSP dan USP
Koperasi di bidang kelembagaan, usaha dan pengelolaan keuangan.
8. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disebut SOP adalah pedoman
operasional yang merupakan penjabaran lebih teknis dari SOM yang berisikan
peraturan dan kebijakan serta tata cara kerja dan atau sistem prosedur kerja KSP
dan USP Koperasi.
9. Sistem Pengendalian Intern yang selanjutnya disebut SPI adalah kebijakan dan
prosedur yang dijalankan oleh pengurus, pengawas dan manajemen KSP dan USP
Koperasi untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang keandalan informasi
laporan keuangan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam
menunjang efektivitas dan efisiensi operasi.
10. Menteri adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
11. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan pada Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah.
12. Auditor independen adalah akuntan publik yang melakukan tugas pemeriksaan
terhadap laporan keuangan KSP dan USP Koperasi wajib audit sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan atau ditunjuk oleh Deputi atau pejabat yang berwenang
untuk melakukan audit investigasi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap KSP dan
USP Koperasi setiap waktu apabila terjadi indikasi penyimpangan dari KSP dan
USP Koperasi yang bersangkutan.

BAB II
TUJUAN, SASARAN, MANFAAT DAN RUANG LINGKUP
PEMERIKSAAN USAHA KSP DAN USP KOPERASI

Bagian Kesatu
Tujuan Pasal 2

Tujuan pemeriksaan usaha KSP dan USP Koperasi adalah untuk memeriksa kepatuhan
pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-perundangan.

Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3

Sasaran pemeriksaan KSP dan USP Koperasi adalah:


a. terwujudnya peningkatan kepatuhan pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam
KSP dan USP Koperasi terhadap prinsip-prinsip koperasi dan peraturan perundang-
undangan;

I - 113
b. terbentuknya KSP dan USP Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, tangguh, dan
akuntabel.

Bagian Ketiga
Manfaat Pasal
4

Manfaat pemeriksaan KSP dan USP Koperasi adalah:


a. meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan;
b. menjadikan KSP dan USP Koperasi sebagai badan usaha yang kredibel
berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi;
c. menjaga dan melindungi aset KSP dan USP Koperasi dari tindakan
penyelewengan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab;
d. menjaga dan melindungi KSP dan USP Koperasi dari transaksi yang mencurigakan;
e. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas KSP dan USP Koperasi terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan;
f. mewujudkan KSP dan USPkuat, sehat, mandiri, dan tangguh; dan
g. meningkatkan pemberdayaan ekonomi anggota secara efektif dan efisien.

Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 5

Ruang lingkup Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Koperasi meliputi:


a. penghimpunan dana;
b. penyaluran dana; dan
c. keseimbangan dana dan kinerja keuangan.

Pasal 6

Pemeriksaan penghimpunan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a


meliputi:
a. pemeriksaan terhadap kesesuaian pelaksanaan ketentuan penghimpunan dana
hanya berasal dari anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. pemeriksaan terhadap penghimpunan dana bersumber dari bank dan lembaga
keuangan lainnya, penerbitan obligasi, modal penyertaan, surat utang lainnya, dan
sumber lain yang sah; dan
c. pemeriksaan terhadap pelaksanaan ketentuan pengembangan produk simpanan
dan tabungan.

I - 114
Pasal 7

Pemeriksaan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:


a. pemeriksaan penyaluran pinjaman kepada anggota, calon anggota dan koperasi
lain dan atau anggotanya dalam bentuk pinjaman;
b. pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan ketentuan rukun, persyaratan, tata cara dan
administrasi penyelenggaraan pelayanan pembiayaan;
c. pemeriksaan prosedur dan pengelolaan penyaluran pinjaman;
d. pemeriksaan pelaksanaan ketentuan perhitungan bunga dan jasa; dan
e. pemeriksaan penempatan dana di koperasi lain dan atau bank serta surat
berharga.

Pasal 8

Pemeriksaan keseimbangan dana dan kinerja keuangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 huruf c meliputi:
a. pemeriksaan pengelolaan keseimbangan penghimpunan dana dengan penyaluran
pinjaman;
b. pemeriksaan pelaksanaan kebijakan pengendalian risiko berdasarkan asas-asas
pemberian pinjaman yang sehat, dan menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. pemeriksaan penerapan analisis kelayakan usaha yang cermat sesuai watak dan
kemampuan anggota dan calon anggota penerima pinjaman, dan penetapan
agunan baik fisik maupun non fisik sebagai jaminan;
d. pemeriksaan kinerja keuangan yang meliputi: Kas dan Bank, Piutang, Surat
Berharga, Aktiva Tetap, Hutang, dan Ekuitas

BAB III PENYELENGGARAAN


PENGAWASAN DAN PEJABAT PENGAWAS
KOPERASI

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pengawasan
Pasal 9

(1) Penyelenggaraan pengawasan terhadap KSP dan USP Koperasi dilaksanakan


oleh:
a. Deputi untuk KSP dan USP Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
provinsi;
b. Gubernur untuk KSP dan USP Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Bupati/Walikota untuk KSP dan USP Koperasi dengan wilayah keanggotaan
dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota.

I - 115
(2) Pelaksanaan pemeriksaan usaha KSP dan USP Koperasi dilaksanakan oleh
pejabat pengawas koperasi.

Bagian Kedua
Pejabat Pengawas Koperasi KSP dan USP
Pasal 10

Pejabat pengawas koperasi yang akan melakukan pengawasan KSP dan USP Koperasi
ditetapkan oleh:
a. Deputi Bidang Pengawasan untuk KSP dan USP Koperasi dengan wilayah
keanggotaan lintas provinsi;
b. Gubernur untuk KSP dan USP Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;
b. Bupati/Walikota untuk KSP dan USP Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam
1 (satu) Kabupaten/Kota.

Pasal 11

Kewajiban pejabat pengawas Koperasi adalah:


a. melaksanakan pemeriksaan usaha KSP dan USP Koperasi sesuai dengan Surat
Perintah Tugas;
b. melaporkan hasil pemeriksaan sekurang-kurangnya memuat:
1. pokok-pokok temuan;
2. rekomendasi tindak lanjut;
3. jadwal penyelesaian tindak lanjut.
c. merahasiakan hasil pemeriksaan terhadap pihak yang tidak berhak

BAB IV
PELAPORAN
Pasal 12

(1) Hasil pemeriksan usaha KSP dan USP Koperasi oleh pejabat pengawas koperasi
dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan oleh Pejabat Pengawas
Koperasi dilaporkan secara objektif, seimbang, independen, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan;

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung oleh alat pembuktian
yang cukup yang dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan;

I - 116
(3) Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada
lampiran Peraturan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
ini;

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disampaikan
kepada pejabat pemberi tugas paling lambat 2 (dua) minggu setelah pemeriksaan.

BAB V
PENUTUP
Pasal 13

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 19 April 2016
Deputi Bidang Pengawasan
Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 117
LAMPIRAN
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAW ASAN
NOMOR : 19 /PER/DEP.6/IV/2016
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN USAHA KSP DAN
USP KOPERASI

LEMBAR KERJA PEMERIKSAAN


USAHA KSP DAN USP KOPERASI

Komponen Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Tidak


No Ada Ket
Koperasi Ada
A PENGHIMPUNAN DANA
1. Memiliki kebijakan tertulis mengenai prosedur
simpanan dan tabungan dari anggota, calon anggota,
koperasi lain, dan anggotanya.
2. Memiliki kebijakan tertulis mengenai bunga tabungan
dan simpanan untuk anggota, calon anggota,
koperasi lain, dan anggotanya.
3. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
balas jasa atas modal sendiri anggota dari SHU.
4. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
perlindungan simpanan dan tabungan anggota, calon
anggota, koperasi lain, dan anggotanya.
5. Memiliki kebijakan dan prosedur promosi produk
simpanan kepada anggota, calon anggota, koperasi
lain, dan anggotanya.
6. Memiliki prosedur tertulis akuntansi simpanan dan
tabungan dari anggota, calon anggota, koperasi lain,
dan anggotanya.
7. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pengaduan untuk menampung ketidakpuasan
penyimpan dan penabung.
8. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pemupukan modal penyertaan dari anggota, calon
anggota, Koperasi lain, dan atau anggotanya dan
sumber lain yang sah.
B PENYALURAN DANA
1. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pemberian pinjaman dan investasi kepada anggota,
calon anggota, koperasi lain, dan anggotanya.
2. Memiliki kebijakan dan prosedur tingkat bunga
pinjaman kepada anggota, calon anggota, koperasi
lain, dan anggotanya.

I - 118
Komponen Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Tidak
No Ada Ket
Koperasi Ada
3. Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
balas jasa atas partisipasi anggota dalam pelayanan
pemberian pinjaman yang diberikan dari SHU.
4. Memiliki standar tertulis mengenai jenis pinjaman
yang diberikan dan investasi yang disalurkan.
5. Memiliki kebijakan tertulis mengenai fungsi dan
wewenang Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu dan Kantor Kas.
6. Memiliki prosedur tertulis tentang analisis pemberian
pinjaman dan investasi.
7. Memiliki standar tertulis mengenai persyaratan calon
penerima pinjaman.
8. Memiliki standar tertulis tentang plafon pemberian
pinjaman yang diberikan dan investasi.
9. Memiliki standar tertulis mengenai biaya pinjaman.
10. Memiliki prosedur tertulis mengenai pengembalian
pinjaman.
11. Memiliki standar tertulis tentang agunan.
12. Memiliki kebijakan penjaminan terhadap pinjaman
yang diberikan kepada anggota, calon anggota,
koperasi lain, dan anggotanya.
13. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengamanan
agunan.
14. Memiliki prosedur tertulis mengenai pemberian
pinjaman.
15. Memiliki prosedur tertulis tentang pembinaan
anggota, calon anggota, koperasi lain, dan
anggotanya. yang memiliki pinjaman.
16. Memiliki prosedur tertulis tentang penanganan
pinjaman bermasalah.
17. Memiliki prosedur tertulis tentang pemberian
pinjaman melalui kantor cabang.
18. Memiliki kebijakan tertulis mengenai likuiditas wajib
minimum.
19. Memiliki kebijakan tertulis tentang alokasi dana.
20. Memiliki prosedur tertulis mengenai penyusunan
anggaran kas.
21. Memiliki format anggaran kas yang memadai.
22. Memiliki kebijakan tertulis dalam mengatasi
kekurangan dana kas.
23. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pemanfaatan
kele-bihan dana kas.
24. Memiliki kebijakan tertulis tentang Batas Maksimum
Pemberian Pinjaman dan investasi.

I - 119
Komponen Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Tidak
No Ada Ket
Koperasi Ada
25. Memiliki kebijakan tertulis mengenai analisis
pemberian pinjaman.
26. Memiliki kebijakan tertulis mengenai penentuan
kriteria pinjaman bermasalah.
27. Memiliki kebijakan tertulis mengenai penanganan
pinjaman yang tidak tertagih.
28. Memiliki kebijakan tertulis mengenai alokasi dana
untuk investasi yang berisiko tinggi.
29. Memiliki kebijakan tertulis mengenai perolehan
sumber dana yang didasarkan pada biaya modal.
30. Memiliki pedoman akuntansi untuk kegiatan usaha
simpan pinjam.
31. Memiliki laporan keuangan yang terdiri dari: Neraca,
Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus Kas,
Laporan Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan
atas Laporan Keuangan.
32. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengamanan
fisik aktiva.
33. Memiliki kebijakan tertulis mengenai prosedur
penggunaan aktiva.
34. Memiliki kebijakan tertulis mengenai metode
pembebanan penyusutan aktiva tetap.
35. Memiliki prosedur mengenai inventarisasi aktiva
tetap.
36. Memiliki prosedur mengenai penjualan aktiva tetap.

37. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengalokasian


dan pembagian SHU KSP dan hasil usaha USP
Koperasi.
38. Memiliki kebijakan dan prosedur penilaian kesehatan
KSP dan USP Koperasi secara self help (dilakukan
sendiri).
39. Memiliki kebijakan tertulis mengenai perhitungan
rasio modal sendiri terhadap aktiva tertimbang
menurut risiko (rasio kecukupan modal/ CAR).
C. KESEIMBANGAN DANA DAN KINERJA KUANGAN
1. Pemeriksaan Kas
a. Mengumpulkan seluruh kas dan aset likuid lainnya
yang akan dihitung dan diserahkan kepada
Pengawas dengan membuat berita acara serah terima
dari pemegang kas auditor.
b. Menghitung semua uang tunai dan bukti-bukti kas
yang sudah dikeluarkan (pemeriksaan fisik kas).

I - 120
Komponen Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Tidak
No Ada Ket
Koperasi Ada
c. Penandatanganan berita acara perhitungan kas
ditandatangani oleh bagian kas dan pemeriksa, isi dari
berita acara menyatakan bahwa kas yang dihitung
jumlahnya sesuai dengan fisiknya.
d. Menelusuri setiap pengeluaran kas disetujui atau
ada otorisasi dari pejabat yang berwenang.
e. Melakukan pengecekan untuk setiap pengisian
kembali kas pada periode yang bersangkutan.
f. Melakukan pengecekan atas penerimaan
pembayaran atau setoran, penerimaan check apakah
disetorkan ke bank dengan segera (paling lambat
keesokan harinya setelah penerimaan kas). Lakukan
pemeriksaan atas bukti setoran ke bank.
g. Mencocokkan setiap kas yang tersebar di unit-unit
(petty cash) ke buku besar kas, begitu pula asset
likuid lainnya perlu diinventarisir.
2. Pemeriksaan Bank
a. Memeriksa penjumlahan dan pengurangan serta
perkalian.
b. Memeriksa check yang masih beredar (outstanding
check) dengan memeriksa laporan dari bank dan
bukti pengeluaran check.
c. Mencocokkan saldo pinjaman yang diberikan dengan
saldo buku tambahannya dan cocokkan dengan buku
besarnya.
d. Memilih debitur yang akan dikirim surat pengukuhan
saldo pinjaman yang diberikannya.
e. Menghubungkan pemeriksaan pinjaman yang
diberikan ini dengan aktivitas Koperasi, misalnya
dengan pemberian pinjaman, leasing dan
sebagainya.
f. Memeriksa penerimaan atas pembayaran pinjaman
yang diberikan yang dilakukan setelah tanggal
neraca.
g. Menentukan taksiran adanya pinjaman yang
diberikan tidak dapat ditagih, jika diperlukan tetapkan
cadangan pinjaman yang tidak dapat ditagih.

3. Pemeriksaan Surat Berharga


a. Simpanan
b. Obligasi
c. Saham
d. Wesel
4. Pemeriksaan aktiva tetap

I - 121
Komponen Pemeriksaan Usaha KSP dan USP Tidak
No Ada Ket
Koperasi Ada
a. Untuk menetapkan bahwa aktiva tetap ada dan milik
Koperasi atau dijadikan jaminan.
b. Menentukan penilaian aktiva tetap sesuai dengan
PSAK yang berlaku dan diterapkan secara konsisten.

c. Untuk menentukan mengenai penyusutan atas aktiva


tetap telah sesuai dengan PSAK yang diterapkan
konsisten.
5. Pemeriksaan Atas Perkiraan Simpanan dan
Tabungan.
a. Seluruh Simpanan dan Tabungan, baik jangka
pendek maupun jangka panjang sudah diungkapkan
dalam neraca.
b. Semua kewajiban dan Simpanan dan Tabungan
disajikan dan dikelompokkan secara tepat dalam
neraca.
6. Pemeriksaan Ekuitas dalam
a. Perkiraan Ekuitas telah dikelompokkan dalam neraca
sesuai PSAK yang berlaku.
b. Adanya persetujuan untuk transaksi atau partisipasi
dari Anggota (Rapat Anggota) yang mempengaruhi
ekuitas dicatat sesuai dengan PSAK.
c. Pengungkapan yang cukup atas setiap komponen
ekuitas Koperasi pada penjelasan atas laporan
keuangan.

Deputi Bidang Pengawasan

Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 122
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN KOPERASI


DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 09 /Per/Dep.6/IV/2016

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN USAHA KOPERASI SIMPAN


PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN UNIT SIMPAN
PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pengawasan Pasal 31


Peraturan Menteri dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi, perlu menetapkan Peraturan Deputi tentang Petunjuk
Teknis Pemeriksaan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5225);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5394);

I - 123
5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3540);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang
Pembubaran Koperasi Oleh Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3744);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf dan penjelasannya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 105, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4667);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5508);
12. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 106);
13. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1489);
14. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemupukan Modal Penyertaan Pada
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1490);
15. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 14/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pedoman Akuntansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1493);

I - 124
16. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1495);
17. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1496);

Menetapkan : MEMUTUSKAN :

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN TENTANG


PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN USAHA KOPERASI SIMPAN
PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN UNIT SIMPAN
PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH KOPERASI

BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Deputi ini yang dimaksud dengan:


1. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya dalam
peraturan ini disebut KSPPS adalah koperasi yang kegiatan usahanya meliputi
simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola
zakat, infaq/sedekah, dan wakaf.
2. Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi selanjutnya disebut USPPS
Koperasi adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha meliputi simpanan,
pinjaman dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat,
infaq/sedekah, dan wakaf sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang
bersangkutan.
3. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan usaha koperasi
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).
4. Ketentuan pengawasan adalah seperangkat peraturan yang menjadi pedoman bagi
pengawasan untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap KSPPS dan USPPS
Koperasi.
5. Pengawasan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi adalah upaya yang dilakukan
oleh pengawas koperasi, dewan pengawas syariah, pemerintah, gerakan koperasi,
dan masyarakat, agar usaha KSPPS dan USPPS Koperasi diselenggarakan
dengan baik sesuai dengan perundang-undangan.
6. Pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi adalah proses dan serangkaian
kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lain yang
dilakukan oleh Pengawas KSPPS dan USPPS Koperasi untuk membuktikan ada atau
tidak adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan.

I - 125
7. Pejabat Pengawas KSPPS dan USPPS Koperasi adalah Aparatur Sipil Negara
yang diangkat oleh Deputi/Gubernur/Bupati/Walikota atau Pejabat yang berwenang
mengangkat pejabat pengawas untuk melakukan pengawasan terhadap KSPPS
dan USPPS Koperasi sesuai wilayah keanggotaanya.
8. Akad adalah kesepakatan tertulis antara KSPPS atau USPPS Koperasi dan pihak
lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai
dengan prinsip syariah.
9. Nisbah adalah proporsi pembagian keuntungan (bagi hasil) antara pemilik dana
(shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) atas hasil usaha yang
dikerjasamakan.
10. Pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama
permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain, dan
atau anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok
pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi sesuai akad disertai dengan
pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang
dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut.
11. Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama permodalan usaha dimana
Koperasi sebagai pemilik modal (Sahibul Maal) menyetorkan modalnya kepada
anggota, calon anggota, koperasi lain, dan atau anggotanya sebagai pengusaha
(Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan ketentuan
pembagian keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan (Nisbah) dan apabila
rugi ditanggung oleh pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian
penerima pembiayaan.
12. Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama permodalan usaha antara
koperasi dengan satu atau beberapa pihak sebagai pemilik modal pada usaha
tertentu untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu
kemitraan, dengan Nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedang
kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
13. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha/perniagaan antara pihak pemilik dana
(shahibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal dana sebesar 100%
dengan pihak pengelola modal (mudharib), untuk diusahakan dengan porsi
keuntungan akan dibagi bersama (Nisbah) sesuai dengan kesepakatan dimuka dari
kedua belah pihak.
14. Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan yang disepakati.
15. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal)
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai dengan Nisbah yang disepakati
atau proporsional, dan resiko (kerugian) akan ditanggung bersama secara
proporsional.
16. Ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

I - 126
17. Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah perjanjian sewa beli suatu barang antara Pemberi
Sewa (lessor) dengan Penyewa (lessee) yang diakhiri dengan perpindahan hak
milik objek sewa dari lessee kepada lessor.
18. Qardh adalah kegiatan transaksi dengan akad pinjaman dana non komersial
dimana si peminjam mempunyai kewajiban untuk membayar pokok dana yang
dipinjam kepada koperasi yang meminjamkan tanpa imbalan atau bagi hasil dalam
waktu tertentu sesuai kesepakatan.
19. Salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang
disepakati.
20. Istishna adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).
21. Wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai
barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
22. Wakalah adalah akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk
melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
23. Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh penjamin (kafil)
kepada penerima jaminan (makfuul) oleh penjamin bertanggung jawab atas
pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.
24. Hiwalah adalah pemindahan hutang dari tanggungan orang yang memindahkan (Al
Muhil) kepada tanggungan orang yang dipindahi hutang (Muhal Alaih).
25. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
26. Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
27. Sedekah adalah harta atau non-harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan
usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
28. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
29. Standar Operasional Manajemen yang selanjutnya disebut SOM adalah pedoman
pengelolaan yang berisikan kebijakan dan strategi pengelolaan KSPPS dan USPPS
Koperasi di bidang kelembagaan, usaha dan pengelolaan keuangan.
30. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disebut SOP adalah pedoman
operasional yang merupakan penjabaran lebih teknis dari SOM yang berisikan
peraturan dan kebijakan serta tata cara kerja dan atau sistem prosedur kerja
KSPPS dan USPPS Koperasi.
31. Sistem Pengendalian Intern yang selanjutnya disebut SPI adalah kebijakan dan
prosedur yang dijalankan oleh pengurus, pengawas dan manajemen KSPPS dan
USPPS Koperasi untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang keandalan

I - 127
informasi laporan keuangan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
dalam menunjang efektivitas dan efisiensi operasi.
32. Menteri adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
33. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan pada Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah.
34. Auditor independen adalah akuntan publik yang melakukan tugas pemeriksaan
terhadap laporan keuangan KSPPS dan USPPS Koperasi wajib audit sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan atau ditunjuk oleh Deputi atau pejabat yang
berwenang untuk melakukan audit investigasi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap
KSPPS dan USPPS Koperasi setiap waktu apabila terjadi indikasi penyimpangan dari
KSPPS dan USPPS Koperasi yang bersangkutan

BAB II
TUJUAN, SASARAN, MANFAAT DAN RUANG LINGKUP
PEMERIKSAAN USAHA KSPPS DAN USPPS KOPERASI

Bagian Kesatu
Tujuan Pasal 2

Tujuan pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi adalah untuk memeriksa
kepatuhan pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-perundangan.

Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3

Sasaran pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi adalah:


a. terwujudnya peningkatan kepatuhan KSPPS dan USPPS Koperasi terhadap
peraturan perundang-undangan;
b. terbentuknya KSPPS dan USPPS Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, tangguh, dan
akuntabel.

Bagian Ketiga
Manfaat Pasal
4

Manfaat pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi adalah:


a. meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan;
b. menjadikan KSPPS dan USPPS Koperasi sebagai badan usaha yang kredibel
berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi;

I - 128
c. menjaga dan melindungi aset KSPPS dan USPPS Koperasi dari tindakan
penyelewengan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab;
d. menjaga dan melindungi KSPPS dan USPPS Koperasi dari transaksi yang
mencurigakan;
e. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas KSPPS dan USPPS Koperasi
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan;
f. mewujudkan KSPPS dan USPPS Koperasi menjadi kuat, sehat, mandiri, dan
tangguh;
g. meningkatkan pemberdayaan ekonomi anggota secara efektif dan efisien.

Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 5

Ruang lingkup pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi meliputi:


a. penghimpunan dana;
b. penyaluran dana; dan
c. keseimbangan dana dan kinerja keuangan.

Pasal 6

Pemeriksaan penghimpunan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a


meliputi:
a. pemeriksaan terhadap kesesuaian pelaksanaan ketentuan penghimpunan dana
hanya berasal dari anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. pemeriksaan terhadap penghimpunan dana bersumber dari bank dan lembaga
keuangan lainnya, penerbitan obligasi, modal penyertaan, surat utang lainnya, dan
sumber lain yang sah;
c. pemeriksaan terhadap pelaksanaan penghimpunan simpanan dari anggota yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan akad wadiah atau
mudharabah; dan
d. pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan ketentuan kegiatan maal atau pengumpulan
dana zakat, infaq dan sedekah (ZIS) termasuk wakaf.

Pasal 7

Pemeriksaan penyaluran dana sebagaimanaa dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:


a. pemeriksaan penyaluran pinjaman dan pembiayaan syariah kepada anggota, calon
anggota dan koperasi lain dan atau anggotanya dalam bentuk pinjaman
berdasarkan akad qardh dan pembiayaan dengan akad murabahah, salam,
istishna, mudharabah, musyarakah, ijarah, ijarah muntahiya bittamlik, wakalah,
kafalah dan hiwalah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan syariah;
b. pemeriksaan pelaksanaan ketentuan pengembangan produk simpanan dan
tabungan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;

I - 129
c. pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan ketentuan rukun, persyaratan, tata cara dan
administrasi penyelenggaraan pelayanan pembiayaan;
d. pemeriksaan pelaksanaan ketentuan perhitungan bagi hasil (Nisbah) antara pemilik
dana (shahibul maal) dengan pengelola modal (mudharib) dan perhitungan
penetapan distribusi pendapatan;
e. pemeriksaan prosedur dan pengelolaan penyaluran pinjaman dan pembiayaan
syariah;
f. pemeriksaan penempatan dana di koperasi lain dan atau bank dan surat berharga;
dan
g. pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan ketentuan kegiatan maal dalam hal
penyaluran dana zakat, infaq dan sedekah (ZIS) termasuk wakaf.

Pasal 8

Pemeriksaan mengontrol keseimbangan dana dan kinerja keuangan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. pemeriksaan pengelolaan keseimbangan penghimpunan dana dengan penyaluran
pinjaman dan pembiayaan syariah;
b. pemeriksaan pelaksanaan kebijakan pengendalian risiko berdasarkan asas-asas
pembiayaan yang sehat, dan menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian serta
pembiayaan yang benar sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangannya;
c. pemeriksaan penerapan analisis kelayakan usaha yang cermat sesuai watak dan
kemampuan anggota dan calon anggota penerima pembiayaan, dan penetapan
agunan baik fisik maupun non fisik sebagai jaminan;
d. pemeriksaan kinerja keuangan yang meliputi: Kas dan Bank, Piutang, Surat
Berharga, Aktiva Tetap, Hutang, dan Ekuitas.

BAB III PENYELENGGARAAN


PENGAWASAN DAN PEJABAT PENGAWAS
KSPPS DAN USPPS

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pengawasan
Pasal 9

(1) Penyelenggaraan pengawasan terhadap KSPPS dan USPPS Koperasi


dilaksanakan oleh:
a. Deputi untuk KSPPS dan USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
provinsi;
b. Gubernur untuk KSPPS dan USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan
lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;

I - 130
c. Bupati/Walikota untuk KSPPS dan USPPS Koperasi dengan wilayah
keanggotaan dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi dilaksanakan oleh
pejabat pengawas koperasi.

Bagian Kedua
Pejabat Pengawas KSPPS dan USPPS Koperasi
Pasal 10

Pejabat pengawas yang akan melakukan pengawasan KSPPS dan USPPS Koperasi
ditetapkan oleh:
a. Deputi Bidang Pengawasan untuk KSPPS dan USPPS Koperasi dengan wilayah
keanggotaan lintas Provinsi;
b. Gubernur untuk KSPPS dan USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi;
c. Bupati/Walikota untuk KSPPS dan USPPS Koperasi dengan wilayah keanggotaan
dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota.

Pasal 11

Kewajiban pejabat pengawas KSPPS dan USPPS Koperasi adalah:


a. melaksanakan pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi sesuai dengan
Surat Perintah Tugas;
b. melaporkan hasil pemeriksaan sekurang-kurangnya memuat:
1. pokok-pokok temuan;
2. rekomendasi tindak lanjut;
3. jadwal penyelesaian tindak lanjut.
c. merahasiakan hasil pemeriksaan terhadap pihak yang tidak berhak

BAB IV
PELAPORAN
Pasal 12

(1) Hasil pemeriksaan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi yang dituangkan dalam
bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan oleh Pejabat Pengawas KSPPS dan USPPS
koperasi dilaporkan secara objektif, seimbang, independen, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan;
(2) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung
oleh alat pembuktian yang cukup yang dituangkan dalam Kertas Kerja
Pemeriksaan;

I - 131
(3) Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada
lampiran Peraturan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
ini;
(4) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) disampaikan kepada pejabat pemberi tugas paling lambat 2 (dua) minggu
setelah pemeriksaan.

BAB V
PENUTUP
Pasal 13

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 19 April 2016
Deputi Bidang Pengawasan
Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 132
LAMPIRAN
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAW ASAN
NOMOR : 09 /PER/DEP.6/IV/2016
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN USAHA KSPPS
DAN USPPS KOPERASI

LEMBAR KERJA PEMERIKSAAN


USAHA KSPPS DAN USPPS KOPERASI

Komponen Pemeriksaan Usaha KSPPS dan USPPS Ya / Pelaksanaa


No Ket
Koperasi Tidak n
A PENGHIMPUNAN DANA
1 Memiliki kebijakan tertulis mengenai prosedur simpanan
wadiah Adhamanah dan simpanan mudharabah dari
anggota dan calon anggota.
2 Memiliki kebijakan tertulis mengenai diskriminasi Nisbah
bagi hasil deposito (simpanan mudharabah) untuk anggota
dan calon anggota.
3 Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai balas
jasa atas partisipasi simpanan (pokok dan wajib) anggota
dari SHU.
4 Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
perlindungan simpanan Wadi’ah Adhamanah dan simpanan
Mudharabah anggota dan calon anggota.
5 Memiliki kebijakan dan prosedur promosi produk Simpanan
Wadi’ah Adhamanah dan simpanan Mudharabah kepada
anggota dan calon anggota.
6 Memiliki prosedur tertulis akuntansi simpanan Wadiah
Adhamanah dan simpanan mudharabah dari anggota dan
calon anggota.
7 Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
pengaduan untuk menampung ketidakpuasan penyimpan.
8 Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
penghimpunan modal penyertaan dari anggota, calon
anggota dan non anggota.
B PENYALURAN DANA
1 Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
penyaluran pembiayaan dan investasi kepada anggota dan
calon anggota.
2 Memiliki kebijakan dan prosedur diskriminasi tingkat Nisbah
bagi hasil pembiayaan kepada anggota dan calon anggota.
3 Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai balas
jasa atas partisipasi anggota dalam pelayanan pembiayaan
dari SHU.
4 Memiliki standar tertulis mengenai jenis pembiayaan dan

I - 133
Komponen Pemeriksaan Usaha KSPPS dan USPPS Ya / Pelaksanaa
No Ket
Koperasi Tidak n
investasi yang disalurkan.
5 Memiliki kebijakan tertulis mengenai fungsi dan wewenang
Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas.
6 Memiliki prosedur tertulis tentang analisis pemberian
pembiayaan dan investasi.
7 Memiliki standar tertulis mengenai persyaratan calon
penerima pembiayaan (Mudharib).
8 Memiliki standar tertulis tentang plafon pemberian
pembiayaan dan investasi.
9 Memiliki standar tertulis mengenai biaya pembiayaan.
10 Memiliki prosedur tertulis mengenai pengembalian
pembiayaan.
11 Memiliki standar tertulis tentang agunan.
12 Memiliki Kebijakan penjaminan terhadap pembiayaan yang
disalurkan kepada anggota.
13 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengamanan agunan

14 Memiliki prosedur tertulis mengenai akuntansi pembiayaan


dan investasi.
15 Memiliki prosedur tertulis mengena pembinaan anggota
pasca penyaluran pembiayaan.
16 Memiliki prosedur tertulis tentang penanganan pembiayaan
bermasalah.
17 Memiliki prosedur tertulis mengenai investasi dari kelebihan
dana.
18 Memiliki prosedur tertulis tentang pembiayaan melalui
kantor cabang.
19 Memiliki kebijakan tertulis mengenai likuiditas wajib
minimum.
20 Memiliki kebijakan tertulis tentang alokasi dana.
21 Memiliki prosedur tertulis mengenai penyusunan anggaran
kas.
21 Memiliki format anggaran kas yang memadai.
22 Memiliki kebijakan tertulis dalam mengatasi defisit kas.
23 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pemanfaatan
kelebihan kas.
24 Memiliki kebijakan tertulis tentang batas maksimum
pembiayaan dan investasi.
25 Memiliki kebijakan tertulis mengenai analisis pembiayaan.
26 Memiliki kebijakan tertulis mengenai penentuan kriteria
pembiayaan bermasalah.
27 Memiliki kebijakan tertulis mengenai penanganan kerugian
pembiayaan yang tidak tertagih.
28 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pembiayaan kepada
koperasi lain dan atau anggotanya.

I - 134
Komponen Pemeriksaan Usaha KSPPS dan USPPS Ya / Pelaksanaa
No Ket
Koperasi Tidak n
29 Memiliki kebijakan tertulis mengenai alokasi dana untuk
investasi yang berisiko tinggi.
30 Memiliki kebijakan tertulis mengenai perolehan sumber
dana yang didasarkan pada biaya modal.
31 Memiliki pedoman akuntansi untuk kegiatan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah.
32 Memiliki standar penyajian laporan keuangan yang terdiri
dari: Neraca, Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus Kas,
Laporan Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan atas
laporan tersebut.
33 Memiliki laporan keuangan yang terdiri dari: Neraca,
Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus Kas, Laporan
Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
34 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengamanan fisik
aktiva.
35 Memiliki kebijakan tertulis mengenai prosedur penggunaan
aktiva.
36 Memiliki kebijakan tertulis mengenai metode pembebanan
penyusutan aktiva tetap.
37 Memiliki prosedur mengenai inventarisasi aktiva tetap.
38 Memiliki prosedur mengenai penjualan aktiva tetap.
39 Memiliki kebijakan tertulis mengenai pengalokasian dan
pembagian SHU KSPPS dan hasil usaha USPPS Koperasi
40 Memiliki kebijakan dan prosedur penilaian kesehatan
KSPPS dan USPPS Koperasi;
41. Memiliki kebijakan tertulis mengenai perhitungan rasio
modal sendiri terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
(rasio kecukupan modal/ CAR).
C KESEIMBANGAN DANA DAN KINERJA KEUANGAN
1. Pemeriksaan Kas Dan Bank
a. Kumpulkan seluruh kas dan aset liquid lainnya yang akan
dihitung dan diserahkan kepada Pengawas dengan
membuat berita acara serah terima dari pemegang kas
auditor .
b. Hitunglah semua uang tunai dan bukti-bukti kas yang sudah
dikeluarkan (pemeriksaan fisik kas).
c. Penandatanganan berita acara perhitungan kas
ditandatangani oleh bagian kas dan pemeriksa, isi dari
berita acara menyatakan bahwa kas yang dihitung
jumlahnya sesuai dengan fisiknya .
d. Telusuri setiap pengeluaran kas disetujui atau otorisasi dari
pejabat yang berwenang.
e. Lakukan pengecekan untuk setiap pengisian kembali kas
pada periode yang bersangkutan.

I - 135
Komponen Pemeriksaan Usaha KSPPS dan USPPS Ya / Pelaksanaa
No Ket
Koperasi Tidak n
f. Lakukan pengecekan atas penerimaan pembayaran atau
setoran, penerimaan check apakah disetorkan ke bank
dengan segera (paling lambat keesokan harinya setelah
penerimaan kas). Lakukan pemeriksaan atas bukti setoran
ke bank.
g. Cocokkan setiap kas yang tersebar yang di unit-unit (petty
cash) ke buku besar kas, begitu pula aset liquid lainnya
perlu diinventarisir.
h. Lakukan pemeriksaan atas laporan rekonsialiasi bank yang
telah dibuat oleh Koperasi dengan cara melakukan
konfirmasi ke bank yang bersangkutan untuk mempertegas
atau yakinkan bahwa laporan (R/C) bank benar-benar akurat
untuk periode yang dibutuhkan Disarankan pengiriman
konfirmasi yang bersifat positif.
i. Periksa pencatatan debet dan kredit yang telah dilakukan di
dalam buku bank, pemeriksaan meliputi :
1) Apakah setiap pengeluaran bank disetujui oleh pejabat
yang berwenang dan didukung oleh dokumen yang
memadai.
2) Cocokkan nilai yang tercantum dalam dokumen dengan
pengeluaran yang dibayar lewat bank.
3) Periksa nomor check yang dikeluarkan apakah sudah
sesuai nomor dan urutannya dalam buku check yang
dikeluarkan sesuai dengan keabsahan check tersebut.
4) Periksa dan cocokkan nilai check yang dikeluarkan
dengan kuitansi penerimaan uang (check).
5) Cocokkan penerimaan check dengan setoran ke bank
atas check tersebut.
6) Periksa pendebetan dan pengkreditan atas catatan
pada buku bank oleh Koperasi.
2. Pemeriksaan Piutang
a. Mintalah kepada Koperasi neraca percobaan piutang, dan
sebaiknya sudah dikelompokkan berdasarkan umur piutang
dari para debiturnya.
b. Lakukan pemeriksaan kebenaran penjumlahan,
pengurangan atau perkalian dari data neraca percobaan
piutang tersebut.
c. Cocokkan saldo piutang anggota/nasabah dengan buku
saldo tambahannya dan cocokkan dengan buku besarnya.
d. Pilih debitur yang akan dikirim surat pengukuhan saldo
piutangnya.
e. Periksa secara sampling pengelompokkan piutang
berdasar umurnya.
f. Hubungkan pemeriksaan piutang ini dengan aktivitas
Koperasi, misalnya dengan pemberian pembiayaan, leasing
dan sebagainya.

I - 136
Komponen Pemeriksaan Usaha KSPPS dan USPPS Ya / Pelaksanaa
No Ket
Koperasi Tidak n
g. Periksa penerimaan atas pembayaran pitang yang
dilakukan setelah tanggal neraca.
h. Tentukan taksiran adanya piutang tidak dapat ditagih, jika
diperlukan tetapkan cadangan piutang tidak dapat tertagih.
3. Pemeriksaan Surat Berharga
a. Minta daftar surat berharga yang dimiliki Koperasi dan
informasi penunjang lainnya antara lain:
1) Nilai masing-masing surat berharga.
2) Nama perusahaan penerbit surat berharga.
3) Tingkat bagi hasil atau imbalan yang diberikan surat
berharga, dan periode pembayarannya.
4) Masa berlaku dari surat berharga.
5) Nama pemilik surat berharga.
b. Periksa secara fisik surat berharga tersebut.
c. Lakukan pencocokkan daftar surat berharga dengan surat
berharga yang ada di Koperasi.
d. Lakukan pemeriksaan atas penjumlahan, pengurangan dan
perkalian atas nilai surat berharga.
e. Cocokkan nilai surat berharga dengan buku besarnya.
f. Lakukan konfirmasi kepada pihak terkait/penerbit surat
berharga.
g. Jika ada nilai pasar cocokkan dengan harga pasarnya.
h. Lakukan vouching atas pembelian dan penjualan yang
dilakukan Koperasi, apakah telah disetujui oleh pejabat
yang berwenang.
4. Pemeriksaan Aktiva Tetap
a. Minta daftar aktiva tetap yang beriisi informasi sebagai
berikut:
1) Jenis aktiva tetap.
2) Harga perolehan masing-masing aktiva tetap.
3) Tanggal perolehan aktiva tetap;
4) Umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap.
5) Metode penyusutan aktiva tetap.
b. Periksa atas penggunaan aktiva tetap untuk tahun berjalan,
mengenai:
1) Otorisasi atas pengurangan aktiva tetap, pengurangan
dapat dikarenakan penjualan, pembesituaan atau karena
hilang.
2) Kebenaran atas perlakuan akuntansinya.
c. Periksa jika ada tambahan penyusutan, kemungkinan
adanya ketidakkonsistenan metode penyusutan.
d. Mintalah daftar rincian aktiva tetap untuk jenis aktiva tetap.

e. Periksa asuransi atas aktiva tetap, antara lain mengenai:


a. Jenis asuransi.

I - 137
Komponen Pemeriksaan Usaha KSPPS dan USPPS Ya / Pelaksanaa
No Ket
Koperasi Tidak n
b. Besarnya premi dan besar ganti ruginya.
c. Penerima penggantian asuransi.
d. Masa berlaku asuransi tersebut.
f. Periksa pencatatan atas biaya penyusutan untuk masing-
masing aktiva tetap.
g. Periksa adanya kemungkinan aktiva tetap dijadikan jaminan
oleh Koperasi, hal ini perlu untuk diungkapkan.
5. Pemeriksaan Hutang
a. Mintalah neraca percobaan hutang per tanggal neraca,
lakukan pemeriksaan atas penjumlahan, pengurangan dan
perkalian yang telah dilakukan.
b. Cocokkan saldo hutang yang tercantum dalam neraca
tersebut dengan buku tambahannya.
c. Lakukan pemilihan atas debitur yang akan diberikan surat
konfirmasi.
d. Lakukan korelasi antara jumlah hutang dengan jumlah
pembiayaan yang dilakukan.
e. Periksa perjanjian hutang-hutang.
f. Periksa biaya yang harus dibayar karena hutang-hutang.
6. Pemeriksaan Ekuitas
a. Periksa AD/ART dan risalah Rapat Anggota mengenai
transaksi dan partisipasi yang berhubungan dengan
ekuitas.
b. Periksa jika terdapat perubahaan nilai-nilai ekuitas hal ini
terjadi dikarenakan:
1) Setoran Simpanan Pokok, Simpanan Wajib.
2) SHU tidak dibagi.
3) Atau tambahan dari aspek lain.
c. Periksa kesepakatan-kesepakatan mengenai ekuitas
misalnya:
1) Modal penyertaan.
2) Hibah, sumbangan.
d. Periksa mengenai ketetapan kebijakan mengenai:
1) Modal penyetaraan.
2) Bagi hasil, SHU.
3) Ketentuan Anggota masuk atau keluar.

Deputi Bidang Pengawasan

Cap
&
Ttd
Ir. Meliadi Sembiring, M.Sc.
NIP. 19590313 198303 1 001

I - 138
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 11/Per/Dep.6/IX/2016

TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN KELEMBAGAAN KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN,


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 huruf


b Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 17 Tahun
2015 tentang Pengawasan Koperasi, perlu mengatur
mengenai tata cara Pemeriksaan Kelembagaan Koperasi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Deputi Bidang
Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia tentang Tata Cara
Pemeriksaan Kelembagaan Koperasi

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang


Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3502);

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan


Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang

I - 139
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang


Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3591);

6. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang


Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
106);

7. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1527);

8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Kelembagaan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1489);

9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pemupukan modal penyertaan Koperasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1490);

10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1494);

11. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan USPPS oleh Koperasi;

I - 140
12. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1496).
Menetapkan : MEMUTUSKAN:

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN,


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA
PEMERIKSAAN KELEMBAGAAN KOPERASI

BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


(1) Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Pengawasan Koperasi adalah upaya yang dilakukan oleh Pengawas Koperasi,
Pemerintah, Gerakan Koperasi, dan Masyarakat agar Kelembagaan Koperasi
diselenggarakan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemeriksaan Koperasi adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data dan atau keterangan lainnya yang dilakukan oleh Pemeriksa
Koperasi untuk membuktikan ada atau tidak adanya pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan.
(4) Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang ditetapkan oleh
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota untuk menerbitkan Surat Perintah Tugas kepada
Tim Pemeriksa.
(5) Pejabat adalah Aparatur Sipil Negarayang memegang jabatan untuk
melaksanakan fungsi pengawasan/pemeriksaan kelembagaan koperasi.
(6) Kelembagaan Koperasi adalah suatu hubungan dan tatanan dalam organisasi
Koperasi untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan
yang lain guna mencapai tujuan yang diinginkan.
(7) Kegiatan Usaha Koperasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
memperoleh hasil berupa keuntungan, upah, laba usaha, atau SHU dalam
Koperasi melalui pelayanan kepada anggota dan masyarakat.
(8) Kepatuhan adalah ketaatan dalam melaksanakan norma-norma yang berlaku
dalam Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I - 141
(9) Laporan Hasil Pemeriksaan selanjutnya disebut LHP adalah laporan yang berisi
tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa secara
ringkas dan jelas serta sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup Pemeriksaan.
(10) Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
(11) Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
(12) Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah

BAB II
TUJUAN, RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN KELEMBAGAAN KOPERASI
DAN TIM PEMERIKSA

Bagian Kesatu
Tujuan Pasal 2

Tujuan Pemeriksaan Kelembagaan Koperasi :


a. untuk memperoleh data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka mengetahui
kesesuaian praktik-praktik kelembagaan Koperasi dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. untuk memberikan rekomendasi tindak lanjut terkait pembinaan dan/atau
pengenaan sanksi.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 3

Ruang Lingkup Pemeriksaan Kelembagaan, meliputi aspek :


a. legalitas koperasi; dan
b. organisasi koperasi.

Pasal 4

Aspek Legalitas Koperasi sekurang-kurangnyameliputi :


a. akta pendiriankoperasi dan pengesahan;
b. anggaran dasar;
c. pengesahan perubahan anggaran dasar;
d. surat izin usaha;.

I - 142
Pasal 5

Aspek Organisasi Koperasi sekurang-kurangnya meliputi :


a. struktur tugas;
b. rentang kendali; dan
c. satuan pengendalian internal.

Pasal 6

Pemeriksaan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan 5 dilaksanakan


dengan kertas kerja sebagaimana terdapat pada lampiran 1, serta merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Bagian Ketiga
Tim Pemeriksa
Pasal 7

(1) Pemeriksaan kelembagaan koperasi dilakukan oleh Tim Pemeriksa;


(2) Susunan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. Ketua; dan
b. Anggota.

Pasal 8

(1) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 dalam melaksanakan


tugasnya wajib disertai dengan Surat Perintah Tugas dari pejabat yang
berwenang, sebagaimana terdapat pada Lampiran 2.
(2) Tim Pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada tugas,
wewenang, tanggung jawab, dan kode etik pemeriksa.
(3) Tim Pemeriksa adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)

BAB III
MEKANISME PEMERIKSAN KELEMBAGAAN KOPERASI

Bagian Kesatu
Cakupan Koperasi yang Diperiksa
Pasal 9

Koperasi yang diperiksa adalahseluruh koperasi yang berbadan hukum.

I - 143
Bagian Kedua
Jadwal Pemeriksaan
Pasal 10

Pemeriksaan kelembagaan koperasi dilaksanakan:


a. secara rutin dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pembukuan;
b. sewaktu-waktu.

Pasal 11

Untuk pemeriksaan secara rutin, Tim Pemeriksa wajib memberitahukan secara


tertulisterkait waktu pelaksanaan dan materi pemeriksaan kepada koperasi yang akan
diperiksa selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan pemeriksaan dengan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana terdapat pada Lampiran 3.

Pasal 12

Pemeriksaan kelembagaan koperasi yang dilakukan sewaktu-waktu, didasarkan pada:


a. perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. rekomendasi hasil pemeriksaan secara rutin; atau
c. laporan dari masyarakat atau pihak lain yang disampaikan secara resmi dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Pasal 13

(1) Waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 huruf a paling lama 7
(tujuh) hari kerja.
(2) Waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 huruf b paling lama 60
(enam puluh) hari kerja.

Bagian Ketiga
Tahapan Pemeriksaan
Pasal 14

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa meliputi antara lain:


a. pertemuan pendahuluan antara Tim Pemeriksa dengan Pengurus Koperasi;
b. pelaksanaan pemeriksaan;
c. pertemuan penyampaian rekomendasi hasil pemeriksaan dan tanggapan keberatan
oleh Koperasi;
d. pertemuan akhir antara Tim Pemeriksa dengan Pengurus Koperasi untuk
penyerahan rekomendasi hasil pemeriksaan.

I - 144
Pasal 15

(1) Pemeriksaan kelembagaan koperasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
(2) Pemeriksaan secara langsung dilakukan dengan mengunjungi Koperasi yang
bersangkutan.
(3) Pemeriksaan secara tidak langsung dilakukan dengan memeriksa dokumen laporan
yang disampaikan secara berkala kepada Pejabat yang berwenang.

Pasal 16

Dalam hal pemeriksaan, Koperasi berkewajiban untuk:


a. mempersiapkan seluruh dokumen yang terkait dengan aspek pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 dan 5.
b. memberikan keterangan yang diminta oleh Tim Pemeriksa.

Pasal 17

Dalam hal pemeriksaan, Koperasi dapat:


a. menolak untuk diperiksa sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf a, apabila:
1. Koperasi belum menerima surat pemberitahuan Tim Pemeriksa secara tertulis
tentang waktu pelaksanaan dan materi pemeriksaan.
2. Koperasi menerima surat pemberitahuan Tim Pemeriksa secara tertulis tentang
waktu pelaksanaan dan materi pemeriksaan kurang dari7 (tujuh) hari sebelum
pelaksanaan pemeriksaan.
b. meminta penjelasan kepada Tim Pemeriksa atas materi pemeriksaan.
c. memberikan tanggapan kepada Tim Pemeriksa atas temuan hasil pemeriksaan
dengan menyampaikan data pendukung yang kuat.

Pasal 18

Apabila menurut Tim Pemeriksa, tanggapan sebagaimana dimaksud pada pasal 17


huruf c tidak dapat diterima, maka temuan hasil pemeriksaan tetap dilaporkan dalam LHP.

BAB IV
PELAPORAN
Pasal 19

(1) setelah melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14, Tim
Pemeriksa wajib membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), paling sedikit
memuat:
a. identitas Koperasi;
b. tujuan pemeriksaan;

I - 145
c. ruang lingkup pemeriksaan;
d. data umum pemeriksaan;
e. status dan tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan sebelumnya; dan
f. hasil pemeriksaan, sekurang-kurangnya memuat:
1. pokok-pokok temuan;
2. rekomendasi tindak lanjut;
3. jadwal penyelesaian tindak lanjut;
4. nama Tim Pemeriksa.
(2) LHP disampaikan kepada :
a. Pejabat yang berwenang;
b. Pengurus koperasiyang bersangkutan.

Pasal 20

(1) LHP disusun secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.


(2) LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung dengan alat bukti yang
cukup.

BAB V
PENUTUP
Pasal 21

Peraturan Deputi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2016

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


Cap
&
Ttd
MELIADI SEMBIRING
NIP 19590313198303 1001

Tembusan Yth.
1. Menteri Koperasi dan UKM;
2. Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian
Koperasi dan UKM;
3. Kepala Dinas yang Membidangi Pemberdayaan
4. Koperasi dan UKM.

I - 146
Lampiran 1 : Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Nomor : 11/Per/Dep.6/IX/2016
Tanggal : 1 September 2016
Tentang : Tata Cara Pemeriksaan Kelembagaan
Koperasi

KERTAS KERJA PEMERIKSAAN


KELEMBAGAAN KOPERASI

IDENTITAS KOPERASI

PROVINSI/DI :
KABUPATEN/KOTA :
NAMA KOPERASI :
NO. BADAN HUKUM :
PENGESAHAN DITANDATANGANI OLEH :
NPWP :
NO. KELOMPOK LAPANGAN USAHA (KLU) :
ALAMAT :

TELP :
NAMA PEJABAT YANG DITEMUI :
JABATAN :
TELP/HP :
TANGGAL PEMERIKSAAN :

I - 147
KERTAS KERJA
PEMERIKSAAN KELEMBAGAAN KOPERASI

1. LEGALITAS KOPERASI

1.1. Apakah sudah ada pengesahan badan hukum Koperasi?


□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya dokumen pengesahan badan hukum yang menunjukkan
nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasiserta pejabat yang
menandatangani SK Pengesahan)

1.2. Apakah ada izin usaha dari instansi terkait?


□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya surat izin usaha dari instansi terkait)

1.3. Apakah Anggaran Dasar sudah dibuat dengan Akta Notaris?


□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya dokumen Akta Notaris)

1.4. Apakah dalam Anggaran Dasar tertera hal-hal berikut?


a) daftar nama pendiri;
b) nama dan tempat kedudukan;
c) jenis koperasi;
d) maksud dan tujuan;
e) jangka waktu berdirinya;
f) keanggotaan;
g) jumlah setoran simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai modal sendiri
pada awal pendirian;
h) permodalan;
i) rapat anggota;
j) pengurus;
k) pengawas;
l) pengelolaan dan pengendalian;
m) bidang usaha;
n) presentase pembagian sisa hasil usaha;
o) ketentuan mengenai pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan
hukum;dan
p) sanksi.

I - 148
1.5. Apakah sudah pernah diumumkan dalam Berita Acara Negara ?
□ Ya ada
□ Tidak ada

1.6. Apakah sudah pernah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara ?


□ Ya ada
□ Tidak ada

1.7. Apakah pernahada perubahan Anggaran Dasar?


□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan dokumen perubahan Anggaran Dasar)

1.8. Bila ada perubahan Anggaran Dasar yang sifatnya memerlukan pengesahan,
apakah sudah disahkan oleh pejabat yang berwenang?
□ Ya sudah
□ Belum
(dibuktikan dengan dokumen pengesahan Anggaran Dasar dari pejabat yang
berwenang)

1.9. Bila ada perubahan Anggaran Dasar yang sifatnya hanya perlu dilaporkan, apakah
sudah dilaporkankepada pejabat yang berwenang?
□ Ya sudah
□ Belum
(dibuktikan dengan dokumen laporan perubahan Anggaran Dasar dan bukti
tanggapan/pencatatan oleh pejabat atas laporan perubahan Anggaran Dasar tersebut)

1.10.Bila ada perubahan Anggaran Dasar, apakah sudah disahkan atau dilaporkan
kepada Kementerian Koperasi & UKM?
□ Ya sudah
□ Belum
(dibuktikan dengan dokumen pengesahan atau laporan perubahan Anggaran Dasar)

1.11.Apakah ada Anggaran Rumah Tangga?


□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya dokumen Anggaran Rumah Tangga)

1.12.Apakah semua perintah penuangan kedalam Anggaran Rumah Tangga dari


Anggaran Dasar sudah dibuat?
□ Ya sudah semua
□ Belum semua
(dibuktikan dengan dokumen Anggaran Rumah Tangga)

I - 149
1.13.Apakah ada peraturan khusus?
□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya dokumen peraturan khusus)

1.14.Apakah pengangkatan Pengawas dan Pengurus tertera dalam Berita Acara Rapat
Anggota?
□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya dokumen Berita Acara Rapat Anggota)

2. ORGANISASI KOPERASI

2.1. Apakah ada struktur organisasi dan uraian kerja?


□ Ya ada
□ Tidak ada
(dibuktikan dengan adanya dokumen struktur organisasi dan uraian kerja)

2.2. Apakah ada pembagian kewenangan dan tugas secara tegas?


□ Ya ada dijalankan seluruhnya
□ Ya ada dijalankan sebagian
□ Tidak ada

2.3. Apakah ada rangkap jabatan Pengawas dan Pengurus?


□ Tidak ada
□ Ya ada

2.4. Apakah tugas Pengawas dijalankan sesuai uraian tugas?


□ Ya, dijalankan seluruhnya
□ Ya, dijalankan sebagian
□ Belum/tidak dijalankan
(dibuktikan dengan dokumen hasil pemeriksaan pengawas secara periodik)

2.5. Apakah tugas Pengurus dijalankan sesuai uraian tugas?


□ Ya, dijalankan seluruhnya
□ Ya, dijalankan sebagian
□ Belum/tidak dijalankan

2.6. Apakah ada Satuan Pengendalian Internal?


□ Ya ada dijalankan seluruhnya
□ Ya ada dijalankan sebagian
□ Tidak ada

I - 150
2.7. Bagaimana pelaksanaan Rapat Anggota?
□ Dilaksanakan tepat waktu
□ Dilaksanakan terlambat
□ Tidak dilaksanakan
(dibuktikan dengan adanya dokumen Rapat Anggota dan Berita Acara Pengambilan
Keputusan pada Rapat Anggota tersebut)

2.8. Apakah ada pelaksanaan Rapat Pengurus dalam 1 (satu) tahun?


□ Ada, rutin
□ Ada, 1 (satu) kali
□ Tidak ada

2.9. Apakah ada pelaksanaan Rapat Pengawas dalam 1 (satu) tahun?


□ Ada, rutin
□ Ada, 1 (satu) kali
□ Tidak ada

2.10.Apakah ada buku daftar Anggota dan Pengurus?


□ Ya ada
□ Tidak ada

2.11.Apakah ada buku keuangan dan inventaris?


□ Ya ada
□ Tidak ada

2.12.Bagaimana orientasi Pelayanan Anggota (PA) dibanding Pelayanan kepada Non


Anggota (PNA)?
□ Pelayanan hanya kepada Anggota
□ PA ≥ PNA
□ PA < PNA

PENJELASAN TEMUAN:

I - 151
3. Profil Koperasi (selama 3 tahun terakhir)

No Uraian Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3

1 Anggota (org)
2 Aset (Rp jt)
3 Modal Sendiri (Rp jt)
a. Simpanan Pokok (Rp jt)
b. Simpanan Wajib (Rp jt)
c. Cadangan (Rp jt)
4 Modal Luar (Rp jt)
a. Pinjaman Jangka Pendek (Rp jt)
b. Pinjaman Jangka Panjang (Rp jt)
5 Vol Usaha (Rp jt)
a. Simpan Pinjam (Rp jt)
b. Ritel (Rp jt)
c. Lainnya (Rp jt)
6 SHU (Rp jt)

I - 152
Lampiran 2 : Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Nomor : Nomor : 11/Per/Dep.6/IX/2016
Tanggal : 1 September 2016
Tentang : Tata Cara Pemeriksaan Kelembagaan
Koperasi

SURAT PERINTAH TUGAS MELAKUKAN PEMERIKSAAN


NOMOR : …./Spt/…../……/......

Berdasarkan ........................................, Kementerian Koperasi dan UKM memberi


tugas kepada :

1. Nama : Ketua Tim


NIP :
Pangkat/Gol :
Jabatan :
2. Nama : Anggota
NIP :
Pangkat/Gol :
Jabatan :
3. Nama : Anggota
NIP :
Pangkat/Gol :
Jabatan :

dst

Untuk melakukanpemeriksaan kelembagaan, terhadap Koperasi ......................yang


akan dilaksanakan pada tanggal ..........................s.d ............................

Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Jakarta, ……………….
Pejabat Yang berwenang

……………………….
NIP …………………

Tembusan:
1. .............................................................
2. ..............................................................

I - 153
Lampiran 3 : Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Nomor : 11/Per/Dep.6/IX/2016
Tanggal : 1 September 2016
Tentang : Tata Cara Pemeriksaan Kelembagaan
Koperasi

Nomor : ......./......./......./....... Jakarta, ....................., …….


Lampiran : -
Hal : Pemberitahuan

Kepada Yth.
Ketua Pengurus Koperasi ............................
Alamat .........................................................

Dengan ini kami beritahukan bahwa Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah akan melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Saudara.

Pemeriksaan akan dilakukan selambat-lambatnya 7 (Tujuh) hari setelah surat


pemberitahuan ini saudara terima dan Pelaksanaan pemeriksaan akan dilakukan oleh Tim
Pemeriksa yang akan ditetapkan melalui Surat Perintah Tugas Melakukan Pemeriksaan.

Berkenaan dengan hak tersebut, maka kami minta agar Saudara menyiapkan data-
data sebagai berikut :

1. Akta Pendirian Koperasi, SK Pengesahan


2. Anggaran Dasar
3. Rumah Tangga
4. Peraturan Khususyang dimiliki
5. Perjanjian – perjanjian kerjasama dengan Badan Hukum lain
6. Perubahan Anggaran Dasar
a. Yang bersifat Pengesahan
b. Yang bersifat Laporan
7. Laporan Pertanggungjawaban RAT 3 (tiga) tahun terakhir
8. Ijin UsahaSektor Riil
9. Buku Daftar Anggota, Pengurus, Pengawas
10. Hasil Audit External
11. NPWP
12. Surat Keterangan Kelompok Lapangan Usaha (KLU)
13. SPT PPH Badan
14. Kertas KerjaHasil Pemeringkatan
15. Kertas KerjaHasil Penilaian Kesehatan (untuk simpan pinjam)
16. Khusus KSP/USP Koperasi ditambah dengan :
a. Ijin usaha simpan pinjam

I - 154
b. Daftar kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas
c. SK pembentukan kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Jakarta, ……………….
Pejabat Yang berwenang

……………………….
NIP …………………
Tembusan:
1. .............................................................
2. ...............................................................

I - 155
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN KOPERASI


DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12/PER/DEP.6/XII/2016

TENTANG

PENERAPAN SANKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA

Menimbang : Bahwa untuk menertibkan dan menindak koperasi yang


melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan, perlu menetapkan Peraturan Deputi Bidang
Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia tentang Penerapan Sanksi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang


Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga


Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5394);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia 5587), sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

I - 156
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang


Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang


Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3591);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal


Penyertaan Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3744);

8. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang


Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
106);

9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1527);

10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Kelembagaan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1489);

11. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang

I - 157
Petunjuk Pelaksanaan Modal Penyertaan pada Koperasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1490);

12. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1494);

13. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah oleh Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1495);

14. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1496);

15. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 19/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1498);

Menetapkan : MEMUTUSKAN :

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENERAPAN
SANKSI.

BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Deputi ini yang dimaksud dengan :


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

I - 158
2. Pengawasan Koperasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Pengawas
Koperasi agar kegiatan koperasi diselenggarakan dengan baik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

3. Pejabat Pengawas Koperasi yang selanjutnya disebut Tim Pengawas adalah


seperangkat organisasi Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, wewenang,
kewajiban, dan tanggung jawab dari Pejabat Pemberi Tugas Pengawasan untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan koperasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

4. Laporan Hasil Pengawasan yang selanjutnya disebut LHP adalah laporan tertulis
hasil pengawasan yang dibuat Tim Pengawas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

5. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan yang selanjutnya disebut TLHP adalah tindak
lanjut hasil pengawasan Tim Pengawas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

6. Rekomendasi TLHP adalah arahan yang berupa perintah-perintah yang harus


dilaksanakan oleh pengurus koperasi berdasarkan temuan-temuan yang terdapat
dalam LHP.

7. Sanksi Administratif yang selanjutnya disebut Sanksi adalah upaya penegakan


hukum yang bersifat administratif yang berupa pembebanan kewajiban, perintah
dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada
koperasi dan/atau pengurus koperasi atas dasar ketidakpatuhan/pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.

8. Izin Usaha Simpan Pinjam adalah izin usaha yang diberikan kepada koperasi untuk
melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.

9. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


pemerintah daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

10. Asisten Deputi adalah Asisten Deputi di lingkungan Deputi selain Asisten Deputi
Penerapan Sanksi.

11. Sekretaris Deputi adalah Sekretaris Deputi Bidang Pengawasan Kementerian


Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

I - 159
12. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.

13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


koperasi.

BAB II MAKSUD DAN


TUJUAN

Bagian Kesatu
Maksud Pasal
2

Maksud ditetapkannya Peraturan Deputi ini untuk memberikan acuan dalam menerapkan
sanksi kepada koperasi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua
Tujuan Pasal
3

Tujuan ditetapkannya Peraturan Deputi ini agar meningkatkan kepatuhan koperasi


dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan.

BAB III ASAS


SANKSI Pasal
4

(1) Asas sanksi harus memperhatikan :


a. Legalitas kewenangan.
b. Prosedur yang tepat.
c. Ketepatan penerangan sanksi; dan
d. Jangka waktu yang diberikan.

(2) Penerapan sanksi dapat dilakukan secara :


a. Berjenjang, yang didahului dengan sanksi yang paling ringan hingga paling
berat;
b. bebas (tidak berjenjang), yang memberikan kebebasan kepada pejabat yang
berwenang menjatuhkan sanksi untuk menentukan pilihan jenis sanksi yang
didasarkan pada tingkat pelanggaran norma peraturan perundang-undangan;
dan/atau.

I - 160
c. kumulatif internal yang berupa gabungan jenis sanksi, dan kumulatif eksternal
yang berupa gabungan jenis Sanksi dan sanksi lainnya.

BAB IV
SANKSI
Pasal 5

(1) Dalam hal adanya pelanggaran norma peraturan perundang-undangan atau


penyelesaian rekomendasi TLHP menunjukan masih adanya sebagian atau
seluruh rekomendasi TLHP yang tidak diperbaiki dan diselesaikan oleh pengurus
koperasi dalam waktu yang telah ditentukan dapat dijatuhi sanksi.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :


a. Teguran tertulis paling sedikit 2 (dua) kali;
b. Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai pengurus atau pengawas
koperasi;
c. Pencabutan izin usaha simpan pinjam; dan/atau
d. Pembubaran koperasi oleh Menteri.

(3) Sanksi selain berupa pembubaran koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d, ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang.

BAB V KEPUTUSAN
SANKSI

Bagian Kesatu Penyusunan


Keputusan Sanksi Pasal 6

Keputusan sanksi paling sedikit memuat :


a. Nama jabatan, unit kerja, dan alamat pejabat yang berwenang;
b. Nama dan alamat koperasi dan/atau pengurus koperasi
c. Jenis sanksi yang dijatuhkan.
d. Ketentuan norma yang dilanggar dalam peraturan perundang-undangan;
e. Uraian kewajiban atau perintah yang harus dilakukan pengurus atau pengawas
koperasi; dan
f. Jangka waktu penyelesaian rekomendasi TLHP.

I - 161
Bagian Kedua Pelaksanaan Sanksi
Teguran Tertulis Pasal 7

(1) Deputi dapat memberikan sanksi berupa teguran tertulis pertama kepada pengurus
koperasi apabila rekomendasi TLHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) belum diselesaikan.
(2) Pengurus koperasi wajib menyelesaikan rekomendasi TLHP dan melaporkan
secara tertulis kepada Deputi, setelah diterimanya sanksi berupa teguran tertulis
pertama.
(3) Deputi dapat memberikan sanksi berupa teguran tertulis kedua kepada pengurus
koperasi apabila rekomendasi TLHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih
belum diselesaikan.
(4) Pengurus koperasi wajib menyelesaikan rekomendasi TLHP dan melaporkan
secara tertulis kepada Deputi, setelah diterimanya sanksi berupa Teguran Tertulis
Kedua.
(5) Sanksi berupa teguran tertulis dapat dilakukan lebih dari 2 (dua) kali sesuai dengan
kebutuhan.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Sanksi Larangan Untuk Menjalankan Fungsi
Sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi
Pasal 8

(1) Deputi dapat memberikan sanksi berupa larangan untuk menjalankan fungsi
sebagai pengurus atau pengawas koperasi kepada pengurus atau pengawas
koperasi apabila pengurus atau pengawas koperasi dalam melaksanakan
pengelolaan koperasi melanggar peraturan perundang-undangan.
(2) Pengurus koperasi wajib melaksanakan rekomendasi TLHP dan melaporkan
secara tertulis kepada Deputi, setelah diterimanya keputusan sanksi berupa larangan
untuk menjalankan fungsi sebagai pengurus atau pengawas koperasi.

Bagian Keempat
Pelaksanaan Sanksi Pencabutan Izin Usaha Simpan Pinjam
Pasal 9

(1) Sanksi berupa Pencabutan Izin Usaha Simpan Pinjam dapat dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang dan disampaikan kepada pengurus atau pengawas
koperasi apabila jenis pelanggarannya terkait dengan tata kelola usaha simpan
pinjam.
(2) Pengurus atau pengawas koperasi wajib melaksanakan rekomendasi TLHP dan
melaporkan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang, setelah diterimanya
keputusan sanksi berupa Pencabutan Izin Usaha Simpan Pinjam.

I - 162
Bagian Kelima
Pelaksanaan Sanksi Pembubaran Koperasi
Pasal 10

Sanksi berupa pembubaran koperasi dapat dikeluarkan oleh Menteri apabila jenis
pelanggarannya terkait dengan legalitas badan hukum koperasi.

Pasal 11

Pemberian sanksi berdasarkan jenis pelanggaran dan sanksi tercantum dalam


Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Deputi ini.

BAB VI
SANKSI TERHADAP KETENTUAN KHUSUS
Pasal 12

Dalam hal pelanggaran atas sebagian dan atau seluruh bagian dalam ketentuan
khusus mengenai usaha simpan pinjam oleh koperasi yang dilakukan oleh Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi, maka dapat dikenakan
sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Dalam hal pelanggaran atas sebagian dan atau seluruh bagian dalam ketentuan
khusus mengenai pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
oleh koperasi yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(KSPPS) dan Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) Koperasi maka
dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

Dalam hal pelanggaran atas sebagian dan atau seluruh bagian dalam ketentuan
khusus selain yang diatur dalam Peraturan Deputi ini, maka
dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB VII
REHABILITASI
Pasal 15

(1) Rehabilitasi terhadap koperasi yang menerima sanksi dapat diberikan apabila.
a. telah menyelesaikan rekomendasi TLHP sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam sanksi; dan

I - 163
b. telah membuat pernyataan bersedia untuk selalu mematuhi dan tidak
mengulangi pelanggaran yang telah dilakukan.

(2) Rehabilitasi diberikan dalam bentuk keputusan pencabutan sanksi yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang.

(3) Penetapan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan untuk
rehabilitasi kelembagaan dan/atau rehabilitasi usaha.

BAB VIII
PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI DI DAERAH
Pasal 16

Peraturan Deputi ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan penerapan sanksi oleh
pemerintah daerah.

Pasal 17
Penerapan sanksi oleh pemerintah daerah terhadap koperasi yang terancam
mendapatkan sanksi berupa pembubaran koperasi dilaporkan kepada Menteri.

BAB IX KETENTUAN
PENUTUP Pasal 18

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan berlaku surut terhitung
mulai tanggal 23 November 2016.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 2016
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN,

Cap
&
Ttd
SUPARNO, SE, MM.
NIP. 19600412 198303 1 001

I - 164
LAMPIRAN
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL
DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR :12/PER/DEP.6/XII/2016
TENTANG PENERAPAN SANKSI

PENERAPAN SANKSI BERDASARKAN JENIS PELANGGARAN DAN SANKSI

Jenis Pelanggaran SANKSI


Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
1 2 3 4 5 6 7
UU No. 25/92
Pasal 6 Jumlah Anggaran Minimal 2 x setiap Pembubaran
1 tentang Berat
ayat (1) 20 Orang 3 bulan koperasi
Perkoperasian
Jumlah Anggota Koperasi
Pasal 6 2 x setiap Pembubaran
Sekunder Minimal 3 Berat
ayat (2) 3 bulan koperasi
Koperasi
Larangan
Pasal Perubahan Anggaran
2 x setiap menjalankan
12 ayat Dasar dilakukan oleh Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(1) rapat anggota
pengurus
Terhadap perubahan
Anggaran Dasar yang
menyangkut
Larangan
Pasal penggabungan,
2 x setiap menjalankan
12 ayat pembagian, dan Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(2) perubahan bidang usaha
pengurus
koperasi diminta
pengesahan kepada
pemerintah
Penggambungan atau
Larangan
Pasal pelaburan dilakukan
2 x setiap menjalankan
14 ayat dengan persetujuan Rapat Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(2) Anggota masing-masing
pengurus
Koperasi
Larangan
Pasal Keanggotaan koperasi menjalankan
2 x setiap
17 ayat dicatat dalam buku daftar Ringan fungsi sebagai
1 bulan
(2) anggota pengurus

Pasal Koperasi dapat memiliki


2 x setiap Pembubaran
18 ayat anggota luar biasa yang Berat
2 bulan Koperasi
(2) persyaratannya hak dan

I - 165
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
kewajiban keanggotaanya
ditetapkan dalam
Anggaran Dasar
Larangan
Pasal Keanggotaan koperasi
2 x setiap menjalankan
19 ayat tidak dapat Ringan
1 bulan fungsi sebagai
(3) dipindahtangankan
pengurus
Bab VI Larangan
Rapat Anggota dilakukan
Pasal 2 x setiap menjalankan
paling sedikit 1 kali dalam Ringan
26 ayat 1 bulan fungsi sebagai
1 tahun
(1) pengurus
Rapat anggota untuk
mengesahkan
3. Bab pertanggungjawaban Larangan
UU No 25/92
X Pasal Pengurus 2 x setiap menjalankan
tentang Ringan
26 ayat diselenggarakan paling 1 bulan fungsi sebagai
Perkoperasian
(2) lambat 6 (enam) bulan pengurus
setelah tahun buku
lampau
Larangan
Pasal
Masa Jabatan pengurus 2 x setiap menjalankan
29 ayat Ringan
paling lama 5 (lima) tahun 1 bulan fungsi sebagai
(4)
pengurus
Pengurus bertugas
Pasal Larangan
menyelenggarakan
30 ayat 2 x setiap menjalankan
pembukuan keuangan Sedang
(1) huruf 2 bulan fungsi sebagai
dan inventaris secara
e pengurus
tertib

Pasal
Larangan
30 ayat Memelihara daftar buku 2 x setiap
Ringan menjalankan
(1) huruf anggota dan pengurus 1 bulan
fungsi sebagai
f
pengurus

Dalam hal Pengurus


Koperasi bermaksud
mengangkat pengelola, Larangan
Pasal
maka rencana 2 x setiap menjalankan
32 ayat Sedang
pengangkatan tersebut 2 bulan fungsi sebagai
(2)
diajukan kepada rapat pengurus
anggota untuk mendapat
persetujuan
Pasal Pengurus, baik bersama- Larangan
2 x setiap
34 ayat sama, maupun sendiri- Sedang menjalankan
2 bulan
(1) sendiri, menanggung fungsi sebagai

I - 166
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
kerugian yang diderita pengurus
Koperasi, karena tindakan
yang dilakukan dengan
kesengajaan atau
kelalaiannya
Setelah tahu buku
Koperasi ditutup, paling
lambat 1 (satu) bulan
sebelum diselenggarakan
rapat anggota tahunan,
Pengurus menyusun
laporan tahunan yang
memuat sekurang-
Larangan
kurangnya : a.
Pasal 2 x setiap menjalankan
Perhitungan tahunan yang Ringan
35 1 bulan fungsi sebagai
terdiri dari neraca akhir
pengurus
tahun buku yang baru
lampau dan perhitungan
hasil usaha dari tahun
yang bersangkutan serta
penjelasan atas dokumen
tersebut, b. Keadaan dan
usaha koperasi serta hasil
usaha yang dapat dicapai
(1) Laporan Tahunan
sebagaimana dimaksud
dalam pasal 35
ditandatangani oleh
semua Anggota Larangan
UU No. 25/92 Pengurus, (2) Apabila
Pasal 2 x setiap menjalankan
tentang salah seorang anggota Ringan
36 Pengurus tidak 1 bulan fungsi sebagai
Perkoperasian
menandatangani laporan pengurus
tahunan tersebut, anggota
yang bersangkutan
menjelaskan alasannya
secara tertulis
Larangan
Pasal Pengawas dipilih dari dan
2 x setiap menjalankan
38 ayat oleh anggota Koperasi Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(1) dalam Anggaran Dasar
pengurus
Persyaratan untuk dapat
dipilih dan diangkat sebagi Larangan
Pasal
anggota Pengawas 2 x setiap menjalankan
38 ayat Sedang
ditetapkan dalam 2 bulan fungsi sebagai
(3)
Anggaran Dasar pengurus

I - 167
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Pengawas bertugas : a.
Melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan Larangan
Pasal
kebijakan dan 2 x setiap menjalankan
39 ayat Ringan
pengelolaan koperasi, b. 1 bulan fungsi sebagai
(1) a.
Membuat laporan tertulis pengurus
tentang hasil
pengawasannya
Pengawas berwenang : a.
Meneliti catatan yang ada Larangan
Pasal
pada koperasi. b. 2 x setiap menjalankan
39 ayat Ringan
Mendapatkan segala 1 bulan fungsi sebagai
(2)
keterangan yang pengurus
diperlukan
Pengawas harus Larangan
Pasal
merahasiakan hasil 2 x setiap menjalankan
39 ayat Sedang
pengawasannya terhadap 2 bulan fungsi sebagai
(3)
pihak ketiga pengurus
Koperasi dapat
menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui Larangan
Pasal
kegiatan usaha simpan 2 x setiap menjalankan
44 ayat Sedang
pinjam dari dan untuk a. 2 bulan fungsi sebagai
(1)
Anggota koperasi yang pengurus
bersangkutan, b. Koperasi
lain dan/atau anggotannya
Sisa Hasil Usaha setelah
dikurangi dana cadangan,
dibagikan kepada anggota
Larangan
Pasal sebanding dengan jasa
2 x setiap menjalankan
45 ayat usaha yang dilakukan Ringan
1 bulan fungsi sebagai
(2) oleh masing-masing
pengurus
anggota dengan koperasi,
sesuai dengan keputusan
rapat anggota
Larangan
Pasal Besarnya pemupukan
2 x setiap menjalankan
45 ayat dana cadangan ditetapkan Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(3) dalam Rapat Anggota
pengurus

3.Bab X Terdapat bukti bahwa


UU No. 25/92 Pasal Koperasi yang
2 x setiap Pembubaran
tentang 47 ayat bersangkutan tidak Berat
3 bulan Koperasi
Perkoperasian (1) huruf memenuhi ketentuan
b Undang-Undang ini

I - 168
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
3.Bab X
Pasal
Kegiatannya bertentangan
47 ayat 2 x setiap Pembubaran
dengan ketertiban umum Berat
(1) huruf 3 bulan Koperasi
dan atau kesusilaan
b

3.Bab X
Pasal Koperasi yang
2 x setiap Pembubaran
47 ayat kelangsungan hidupnya Berat
3 bulan Koperasi
(1) huruf tidak bisa diharapkan
c
PP No. 4/94
tentang
persyaratan dan Pembubaran Anggaran
Larangan
Tatacara dasar koperasi dilakukan
2 x setiap menjalankan
2 Pengesahan berdasarkan keputusan Sedang
2 bulan fungsi sebagai
Akta Pendirian Rapat Anggota yang
pengurus
dan Pembubaran diadakan khusus untuk itu
Anggaran Dasar
Koperasi
Dalam hal anggaran dasar
tidak menentukan lain,
keputusan Rapat Anggota
mengenai perubahan Larangan
Pasal
anggaran dasar hanya 2 x setiap menjalankan
11 ayat Sedang
dapat diambil apabila 2 bulan fungsi sebagai
(2)
dihadiri oleh paling kurang pengurus
¾ (tiga perempat) dari
jumlah seluruh anggota
koperasi
Keputusan Rapat Anggota
mengenai perubahan
anggaran dasar Koperasi
Larangan
Pasal sah, apabila perubahan
2 x setiap menjalankan
11 ayat tersebut disetujui oleh Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(3) paling kurang ¾ (tiga
pengurus
perempat) dari jumlah
anggota Koperasi yang
hadir
Dalam hal terjadi
perubahan anggran dasar
Pasal Koperasi, yang
2 x setiap Pembubaran
12 ayat menyangkut perubahan Berat
3 bulan Koperasi
(1) bidang usaha,
penggabungan, atau
pembagian Koperasi,

I - 169
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
pengurus wajib
mengajukan permintaan
pengesahan atas
perubahan anggaran
dasar secara tertulis
kepada menteri
Dalam hal perubahan
anggaran dasar Koperasi
PP No 4/94 menyangkut perubahan
tentang bidang usaha, maka
Persyaratan dan permintaan pengesahan
Larangan
Tatacara Pasal diajukan dengan
2 x Setiap menjalankan
Pengesahan 12 ayat melampirkan a. Dua Sedang
2 Bulan fungsi sebagai
Akta Pendirian (3) rangkap anggaran dasar
pengurus
dan Perubahan koperasi yang telah
Anggaran Dasar diubah, satu diantaranya
Koperasi bermaterai cukup, b.
Berita acara Rapat
Anggota
Perubahan anggaran
dasar Koperasi yang tidak
menyangkut perubahan
bidang usaha, Larangan
Pasal penggabungan atau 2 x Setiap menjalankan
pembagian koperasi wajib Sedang fungsi sebagai
18 ayat 2 Bulan
(1) dilaporkan kepada menteri pengurus
paling lambat satu bulan
sejak perubahan
dilakukan
Perubahan anggaran
dasar Koperasi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1/wajib
diumumkan oleh pengurus
dalam media massa
setempat paling lambat Larangan
Pasal
dalam jangka waktu dua 2 x Setiap menjalankan
18 ayat Sedang
bulan sejak perubahan 2 Bulan fungsi sebagai
(2)
dilakukan, dan dilakukan pengurus
sekurang-kurangnya dua
kali dengan tenggang
waktu selama paling
kurang empat puluh lima
hari
PP No. 17/94 Dalam hal pernyataan
tentang keberatan tersebut Larangan
pembubaran Pasal 5 diajukan oleh anggota 2 x setiap menjalankan
3 Ringan
koperasi, ayat (2) koperasi, maka anggota 1 bulan fungsi sebagai
Koperasi oleh tersebut harus terlebih Pengurus
Pemerintah dahulu mendapatkan

I - 170
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
persetujuan dari anggota
lain untuk bertindak atas
nama koperasi dalam
mengajukan pernyataan
keberatan tersebut
PP No. 9/95
tentang Kegiatan usaha simpan
Pencabutan
Pelaksanaan pinjam hanya
Pasal 2 2 x setiap Izin Usaha
4 Kegiatan Usaha dilaksanakan oleh Berat
ayat (1) 3 bulan Simpan
Simpan Pinjam Koperasi Simpan Pinjam
Pinjam
oleh Koperasi atau Unit Simpan Pinjam
Koperasi yang sudah
berbadan hukum dan
akan memperluas
usahanya di bidang Pencabutan
Pasal 5 simpan pinjam wajib 2 x setiap Izin Usaha
mengadakan perubahan Berat
ayat (1) 3 bulan Simpan
anggaran dasar dengan Pinjam
mencantumkan usaha
simpan pinjam sebagai
salah satunya
Pembukaan Kantor Pencabutan
Pasal 7 Cabang harus 2 x setiap Izin Usaha
memperoleh persetujuan Berat Simpan
ayat (1) 3 bulan
dari Menteri Pinjam
Pembukaan Kantor
Cabang Pembantu dan
Kantor Kas tidak Penutupan
diperlukan persetujuan Kantor
Pasal 7 Menteri tetapi harus 2 x setiap Cabang
Ringan
ayat (2) dilaporkan kepada Menteri 1 bulan Pembantu
paling lambat 1 (satu) dan Kantor
bulan terhitung sejak Kas
pembukaan kantor
dalam hal pengelolaan
dilakukan oleh lebih dari 1
(satu) orang, maka: a.
Sekurang-kurangnya 50%
(lima puluh perseratus)
dari jumlah Pengelola
wajib mempunyai keahlian
di bidang keuangan atau
pernah mengikuti Larangan
Pasal pelatihan di bidang 2 x setiap menjalankan
11 Ringan 1 bulan
simpan pinjam atau fungsi sebagai
magang dalam usaha Pengurus
simpan pinjam, b. di
antara Pengelola tidak
boleh mempunyai
hubungan keluarga
sampai derajat ke satu
menurut garis lurus ke
bawah maupun ke

I - 171
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
samping
Pengelolaan Unit Simpan Pencabutan
Pasal
Pinjam dilakukan secara 2 x setiap Izin Usaha
12 ayat Berat
terpisah dari unit usaha 3 bulan Simpan
(1)
lainnya. Pinjam
Pendapatan Unit Simpan
Pinjam setelah dikurangi
biaya penyelenggaraan
kegiatan unit yang
bersangkutan, Larangan
Pasal dipergunakan untuk menjalankan
2 x setiap
12 ayat keperluan sebagai berikut: Ringan fungsi sebagai
1 bulan
(2) a. Dibagikan kepada Pengurus
anggota, b. Pemupukan
modal unit, c. Membiayai
kegiatan lain yang
menunjang Unit Simpan
Pinjam
Sisa pendapatan Unit
Simpan Pinjam setelah
PP No. 9/95 dikurangi biaya dan
tentang keperluan sebagaimana Larangan
Pasal dimaksud dalam ayat (2),
Pelaksanaan 2 x setiap menjalankan
12 ayat diserahkan kepada Ringan
Kegiatan Usaha 1 bulan fungsi sebagai
(3) koperasi yang
Simpan Pinjam Pengurus
oleh Koperasi bersangkutan untuk
dibagikan kepada seluruh
anggota koperasi.
Pembagian dan
penggunaan keuntungan
Unit Simpan Pinjam
Larangan
Pasal diajukan oleh Pengurus
2 x setiap menjalankan
12 ayat Unit Simpan Pinjam untuk Ringan
1 bulan fungsi sebagai
(4) mendapat persetujuan
Pengurus
para anggota yang telah
mendapat pelayanan dari
Unit Simpan Pinjam.
Sisa Hasil Usaha yang
diperoleh Koperasi
Simpan Pinjam setelah
dikurangi dana cadangan,
dipergunakan untuk :a.
dibagikan kepada anggota
secara berimbang Larangan
Pasal berdasarkan jumlah dana 2 x setiap menjalankan
13 ayat yang ditanamkan sebagai Ringan
1 bulan fungsi sebagai
(1) modal sendiri pada Pengurus
koperasi dan nilai
transaksi;
b. membiayai pendidikan
dan latihan serta
peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola

I - 172
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
dan karyawan;
d. keperluan lain untuk
menunjang kegiatan
koperasi.
Penentuan prioritas atau
besarnya dana untuk
Pencabutan
Pasal penggunaan
2 x setiap Izin Usaha
13 ayat sebagaimana dimaksud Berat 3 bulan Simpan
(2) dalam ayat (1) huruf a, b,
Pinjam
c, dan d diputuskan oleh
Rapat Anggota.
Dalam menjalankan
usahanya, Pengelola
wajib memperhatikan
aspek permodalan, Larangan
Pasal
likuiditas, solvabilitas dan 2 x setiap menjalankan
14 ayat Ringan
rentabilitas guna menjaga 1 bulan fungsi sebagai
(1)
kesehatan usaha dan Pengurus
menjaga kepentingan
semua pihak yang terkait.
Aspek permodalan yang
perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut: a. modal
sendiri koperasi tidak
boleh berkurang
PP No. 9/95 jumlahnya dan harus
tentang ditingkatkan;b. setiap Larangan
Pasal
Pelaksanaan pembukaan jaringan 2 x setiap menjalankan
14 ayat Sedang
Kegiatan Usaha pelayanan, harus 2 bulan fungsi sebagai
(2)
Simpan Pinjam disediakan tambahan Pengurus
oleh Koperasi modal sendiri;c. antara
modal sendiri dengan
modal pinjaman dan
modal penyertaan harus
berimbang.
Aspek likuiditas yang
perlu diperhatikan adalah
Larangan
sebagai berikut :a.
2 x setiap menjalankan
penyediaan aktiva lancar Sedang 2 bulan fungsi sebagai
yang mencukupi untuk
Pengurus
memenuhi kewajiban
jangka pendek;
Larangan
b. ratio antara pinjaman
2 x setiap menjalankan
yang diberikan dengan Sedang fungsi sebagai
2 bulan
dana yang telah dihimpun Pengurus
Aspek solvabilitas yang
perlu diperhatikan adalah
Larangan
Pasal sebagai berikut:a.
2 x setiap menjalankan
14 ayat penghimpunan modal Sedang 2 bulan fungsi sebagai
(4) pinjaman dan modal
Pengurus
penyertaan didasarkan
pada kemampuan

I - 173
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
membayar kembali;
b. ratio antara modal
pinjaman dan modal
penyertaan dengan
kekayaan harus
berimbang.
Aspek rentabilitas yang
perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:a. rencana
perolehan Sisa Hasil
Usaha (SHU) atau
keuntungan ditetapkan
dalam jumlah yang wajar
untuk dapat memupuk Larangan
Pasal permodalan,
14 ayat 2 x setiap menjalankan
pengembangan usaha, Sedang
(5) 2 bulan fungsi sebagai
pembagian jasa anggota Pengurus
dengan tetap
mengutamakan kualitas
pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil
Usaha (SHU) atau
keuntungan dengan aktiva
harus wajar
Untuk menjaga kesehatan
usaha, Koperasi Simpan
Pencabutan
Pasal Pinjam atau Unit Simpan
2 x setiap Izin Usaha
14 ayat Pinjam tidak dapat Berat 3 bulan Simpan
(6) menghipotekkan atau
Pinjam
menggadaikan harta
kekayaannya.
Pengelola Koperasi
berkewajiban
merahasiakan segala
sesuatu yang
PP No. 9/95 berhubungan dengan
tentang simpanan berjangka dan
Pasal tabungan masing-masing
Pelaksanaan
15 ayat penyimpan kepada pihak
Kegiatan Usaha (1) Larangan
Simpan Pinjam ketiga dan kepada 2 x setiap menjalankan
anggota secara Berat
oleh Koperasi 3 bulan fungsi sebagai
perorangan, kecuali dalam Pengurus
hal yang diperlukan untuk
kepentingan proses
peradilan dan perpajakan.
Koperasi Simpan Pinjam
Larangan
Pasal wajib menyediakan modal
sendiri dan dapat 2 x setiap menjalankan
16 ayat Sedang
ditambah dengan modal 2 bulan fungsi sebagai
(1)
penyertaan. Pengurus
Pasal Pencabutan
2 x setiap
16 ayat Koperasi yang memiliki Sedang izin Usaha
2 bulan
(2) Unit Simpan Pinjam wajib Simpan

I - 174
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
menyediakan sebagian Pinjam
modal dari koperasi untuk
modal kegiatan simpan
pinjam.
PP No. 9/95
Modal Unit Simpan Pinjam
tentang Larangan
Pasal sebagaimana dimaksud
Pelaksanaan 2 x setiap menjalankan
16 ayat dalam ayat (2) berupa Sedang
Kegiatan Usaha 2 bulan fungsi sebagai
(3) modal tetap dan modal
Simpan Pinjam Pengurus
oleh Koperasi tidak tetap.
Modal Unit Simpan Pinjam
Pencabutan
Pasal dikelola secara terpisah
dari unit lainnya dalam 2 x setiap izin Usaha
16 ayat Berat
Koperasi yang 3 bulan Simpan
(4)
bersangkutan. Pinjam
Jumlah modal sendiri
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan modal
tetap Unit Simpan Pinjam Larangan
Pasal
sebagaimana dimaksud 2 x setiap menjalankan
16 ayat Sedang
dalam ayat (3) tidak boleh 2 bulan fungsi sebagai
(5)
berkurang jumlahnya dari Pengurus
jumlah yang semula.

Penerbitan obligasi dan


surat hutang lainnya
Pencabutan
Pasal dilakukan dengan
2 x setiap Izin Usaha
17 ayat memenuhi ketentuan Berat 3 bulan Simpan
(3) peraturan perundang-
Pinjam
undangan di bidang pasar
modal.
Kegiatan usaha simpan
pinjam dilaksanakan dari Pencabutan
Pasal
dan untuk anggota, calon 2 x setiap Izin Usaha
18 ayat Berat
anggota koperasi yang 3 bulan Simpan
(1)
bersangkutan, koperasi Pinjam
lain dan atau anggotanya.
Calon anggota koperasi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dalam Pencabutan
Pasal
waktu paling lama 3 (tiga) 2 x setiap Izin Usaha
18 ayat Berat
bulan setelah melunasi 3 bulan Simpan
(2)
simpanan pokok harus Pinjam
menjadi anggota.
Kegiatan Usaha Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam adalah:a.
menghimpun simpanan Pencabutan
Pasal
koperasi berjangka dan 2 x setiap Izin Usaha
19 ayat Berat
tabungan koperasi dari 3 bulan Simpan
(1)
anggota dan calon Pinjam
anggotanya, koperasi lain
dan atau anggotanya;b.

I - 175
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
memberikan pinjaman
kepada anggota, calon
anggotanya, koperasi lain
dan atau anggotanya.
Dalam memberikan
pinjaman, Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit
PP No. 9/95
Simpan Pinjam wajib
tentang Larangan
Pasal memegang teguh prinsip
Pelaksanaan 2 x setiap menjalankan
19 ayat pemberian pinjaman yang Sedang
Kegiatan Usaha 2 bulan fungsi sebagai
(2) sehat dengan
Simpan Pinjam Pengurus
memperhatikan penilaian
oleh Koperasi
kelayakan dan
kemampuan pemohon
pinjaman.
Kegiatan Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam dalam
Pencabutan
Pasal melayani koperasi lain
2 x setiap Izin Usaha
19 ayat dan atau anggotanya Berat
3 bulan Simpan
(3) sebagaimana dimaksud
Pinjam
dalam ayat (1) dilakukan
berdasarkan perjanjian
kerjasama antar koperasi.
Dalam melaksanakan
kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud Pencabutan
Pasal dalam Pasal 19 huruf b,
20 ayat 2 x setiap Izin Usaha
Koperasi Simpan Pinjam Berat
(1) 3 bulan Simpan
dan Unit Simpan Pinjam Pinjam
mengutamakan pelayanan
kepada anggota.
Apabila anggota dan
calon anggota sudah
mendapat pelayanan
Pencabutan
Pasal sepenuhnya, koperasi lain
2 x setiap Izin Usaha
20 ayat dan anggotanya dapat Berat
3 bulan Simpan
(3) dilayani berdasarkan
Pinjam
perjanjian kerjasama antar
koperasi yang
bersangkutan.
Pinjaman kepada anggota
Pencabutan
Pasal koperasi lain
sebagaimana dimaksud 2 x setiap Izin Usaha
20 ayat Berat
dalam ayat (3) diberikan 3 bulan Simpan
(4)
melalui koperasinya. Pinjam
Rapat Anggota
menetapkan ketentuan
Pencabutan
Pasal mengenai batas
2 x setiap Izin Usaha
21 ayat maksimum pemberian Berat 3 bulan Simpan
(1) pinjaman baik kepada
Pinjam
anggota, calon anggota,
koperasi lain dan atau

I - 176
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
anggotanya.
Ketentuan mengenai
batas maksimum Pencabutan
Pasal
pinjaman kepada anggota 2 x setiap Izin Usaha
21 ayat Berat
berlaku pula bagi 3 bulan Simpan
(2)
pinjaman kepada Pinjam
Pengurus dan Pengawas.
Imbalan sebagaimana Pencabutan
Pasal
dimaksud dalam ayat (1) 2 x setiap Izin Usaha
23 ayat Berat
ditentukan oleh Rapat 3 bulan Simpan
(2) Anggota. Pinjam
Koperasi Simpan Pinjam
PP No. 9/95
dan Unit Simpan Pinjam
tentang Pencabutan
Pasal melalui koperasi yang
Pelaksanaan 2 x setiap Izin Usaha
26 ayat bersangkutan wajib Berat
Kegiatan Usaha 3 bulan Simpan
(1) menyampaikan laporan
Simpan Pinjam Pinjam
berkala dan tahunan
oleh Koperasi kepada Menteri.
Neraca dan Perhitungan
Laba/Rugi tahunan bagi
Koperasi Simpan Pinjam Pencabutan
pasal 26 dan Unit Simpan Pinjam 2 x setiap Izin Usaha
Berat Simpan
ayat (2) tertentu wajib terlebih 3 bulan
dahulu diaudit oleh Pinjam
akuntan publik dan
diumumkan.
Dalam hal terjadi
pemeriksaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam wajib
memberikan kesempatan
bagi pemeriksaan buku-
buku dan berkas-berkas Pencabutan
Pasal yang ada padanya, serta 2 x setiap Izin Usaha
27 ayat wajib memberikan Berat
(2) 3 bulan Simpan
bantuan yang diperlukan Pinjam
dalam rangka
memperoleh kebenaran
dari segala keterangan,
dokumen dan penjelasan
yang dilaporkan oleh
Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam
yang bersangkutan.
Pembubaran koperasi
Pencabutan
Koperasi Simpan Pinjam
pasal 29 2 x setiap Izin Usaha
ayat (1) atau Unit Simpan Pinjam Berat 3 bulan Simpan
dilakukan oleh Rapat
Pinjam
Anggota.
PP No. 9/95 Pasal Dalam melakukan 2 x setiap Pembubaran
Berat
tentang 30 Pembubaran koperasi 3 bulan koperasi

I - 177
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Pelaksanaan sebagaimana dimaksud
Kegiatan Usaha dalam Pasal 29, pihak
Simpan Pinjam yang mengambil
oleh Koperasi keputusan Pembubaran
koperasi wajib
mempertimbangkan masih
adanya harta kekayaan
Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam
yang dapat dicairkan
untuk memenuhi
pembayaran kewajiban
yang bersangkutan.
Dalam hal kondisi
Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam
yang mengarah kepada
kepailitan tidak dapat
dihindarkan, sebelum
pasal 32 mengajukan kepailitan 2 x setiap Pembubaran
Berat
ayat (2) kepada instansi yang 3 bulan koperasi
berwenang, Pengurus
Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam
yang bersangkutan wajib
meminta pertimbangan
Menteri.
Dalam masa
penyelesaian,
pembayaran kewajiban
Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam
dilakukan berdasarkan
urutan sebagai berikut: a.
gaji pegawai yang
terutang;
b. biaya perkara di
Pengadilan;
c. biaya lelang;
Pasal d. pajak Koperasi Simpan 2 x setiap Pembubaran
Pinjam atau Unit Simpan Berat
33 3 bulan koperasi
Pinjam;
e. biaya kantor, seperti
listrik, air, telepon, sewa
dan pemeliharaan
gedung;
f. penyimpan dana atau
penabung, yang
pembayarannya dilakukan
secara berimbang untuk
setiap penyimpan/
penabung dalam jumlah
yang ditetapkan oleh Tim

I - 178
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Penyelesaian
berdasarkan persetujuan
Menteri;
g. kreditur lainnya.
Pemupukan modal
Pencabutan
PP 33/1998 penyertaan dilakukan
2 x setiap Izin Usaha
5 tentang Modal Pasal 4 berdasarkan perjanjian Berat
antara koperasi dengan 3 bulan Simpan
Penyertaan
Pemodal. Pinjam
Perjanjian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4
sekurang-kurangnya
memuat :a. nama
koperasi dan Pemodal;
b. besarnya modal
penyertaan;
c. usaha yang akan
dibiayai modal
penyertaan; Larangan
Pasal 5 d. pengelolaan dan 2 x setiap menjalnkan
ayat (1) Sedang
pengawasan; 2 bulan fungsi sebagai
e. hak dan kewajiban Pengurus
Pemodal dan koperasi;
f. pembagian keuntungan;
g. tata cara pengalihan
modal penyertaan yang
dimiliki Pemodal dalam
koperasi;
h. penyelesaian
perselisihan.
Pencabutan
PP 33/1998 Perjanjian sebagaimana
Pasal 5 2 x setiap Izin Usaha
tentang Modal dimaksud ayat (1) dibuat Berat
ayat (2) 3 bulan Simpan
Penyertaan secara tertulis.
Pinjam
Untuk memupuk modal
penyertaan, koperasi
sekurang-kurangnya
harus memenuhi
persyaratan sebagai
berikut :a. telah Pencabutan
memperoleh status 2 x setiap Izin Usaha
Pasal 6 sebagai badan hukum; Berat
3 bulan Simpan
b. membuat rencana Pinjam
kegiatan dari usaha yang
akan dibiayai modal
penyertaan; dan
c. mendapat persetujuan
Rapat Anggota.
Pemodal turut
Pencabutan
Pasal 7 menanggung resiko dan
2 x setiap Izin Usaha
ayat (1) bertanggung jawab Berat 3 bulan Simpan
terhadap kerugian usaha Pinjam
yang dibiayai modal

I - 179
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
penyertaan sebatas nilai
modal penyertaan yang
ditanamkannya dalam
koperasi
Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku dalam hal
Pemodal turut serta dalam
pengelolaan usaha yang Pencabutan
Pasal 7 dibiayai modal penyertaan 2 x setiap Izin Usaha
Berat
ayat (2) dan atau turut 3 bulan Simpan
menyebabkan terjadinya Pinjam
kerugian usaha yang
dibiayai modal penyertaan
tersebut.
Penempatan dan
pengadministrasian modal
penyertaan pada koperasi
: a. tunggal usaha
dilaksanakan dalam satu Pencabutan
pembukuan dengan 2 x setiap Izin Usaha
Pasal 9 Berat
pembukuan koperasi; 3 bulan Simpan
b. serba usaha Pinjam
dilaksanakan dalam
masing-masing Unit
Usaha Otonom.
Keikutsertaan Pemodal
dalam pengelolaan dan
pengawasan Pencabutan
Pasal
sebagaimana dimaksud 2 x setiap Izin Usaha
10 ayat ayat (1) dilaksanakan Berat
3 bulan Simpan
(2) berdasarkan perjanjian Pinjam
yang disepakati kedua
belah pihak.
Pengurus atau Pengelola
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 menyusun
Rencana Kerja dan Pencabutan
PP 33/1998 Pasal
Anggaran bagi usaha 2 x setiap Izin Usaha
tentang Modal 12 ayat Berat
yang dibiayai modal 3 bulan Simpan
Penyertaan (1)
penyertaan untuk Pinjam
mendapat persetujuan
Rapat Anggota.
Pemodal tidak mempunyai
hak suara dalam Rapat Pencabutan
Pasal
Anggota, dan tidak turut 2 x setiap Izin Usaha
13 ayat Berat
menentukan 3 bulan Simpan
(2)
kebijaksanaan koperasi Pinjam
secara keseluruhan.
Pengurus atau Pengelola Pencabutan
Pasal
usaha yang dibiayai 2 x setiap Izin Usaha
14 ayat Berat
modal penyertaan wajib 3 bulan Simpan
(1) menyusun laporan tertulis Pinjam

I - 180
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
mengenai kegiatannya
sebagai bahan
pembahasan dalam Rapat
Anggota.
Laporan tertulis
Larangan
Pasal sebagaimana dimaksud
2 x setiap menjalankan
14 ayat dalam ayat (1) wajib Sedang
disampaikan pula kepada 2 bulan fungsi sebagai
(2)
Pemodal. Pengurus
Atas permohonan tertulis
dari Pemodal, Pengurus
atau Pengelola memberi
izin kepada Pemodal
untuk memeriksa Pencabutan
Pasal
pembukuan usaha yang 2 x setiap Izin Usaha
14 ayat Berat
dibiayai modal 3 bulan Simpan
(3)
penyertaan, risalah Rapat Pinjam
Anggota yang berkaitan
dengan usaha yang
dibiayai modal penyertaan
dan daftar Pemodal.
Koperasi yang
menyelenggarakan usaha Pencabutan
Pasal yang dibiayai oleh modal 2 x setiap Izin Usaha
15 ayat penyertaan wajib Berat
3 bulan Simpan
(1) menyampaikan laporan Pinjam
kepada Menteri
Modal penyertaan yang
akan dialihkan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib Larangan
Pasal ditawarkan terlebih dahulu 2 x setiap menjalankan
16 ayat kepada Pemodal lain Sedang
2 bulan fungsi sebagai
(2) dalam modal penyertaan Pengurus
atau kepada koperasi,
melalui Pengurus atau
Pengelola.
Permen Koperasi
Bab III Larangan
& UKM Nomor 10
/ 2015 tentang Pasal 3 Nama koperasi terdiri dari 2 x setiap menjalankan
6 Ringan
Kelembagaan ayat (2) paling sedikit 3 (tiga) kata 1 bulan fungsi sebagai
Koperasi Huruf e Pengurus
Anggaran dasar
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) memuat
sekurang-kurangnya:
Bab III a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat 2 x setiap Pembubaran
Pasal 5 Berat
kedudukan; 3 bulan koperasi
ayat (4)
c. jenis koperasi;
d. maksud dan tujuan;
e. jangka waktu
berdirinya;

I - 181
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
f. keanggotaan;
g. jumlah setoran
simpanan pokok dan
simpanan wajib sebagai
modal awal;
h. permodalan;
i. rapat anggota;
j. pengurus;
k. pengawas;
l. pengelolaan dan
pengendalian;
m. bidang usaha;
n. pembagian sisa hasil
usaha;
o. ketentuan mengenai
Pembubaran koperasi,
penyelesaian, dan
hapusnya status badan
hukum;dan
p. sanksi.
Koperasi hanya dapat
menerapkan 1 jenis pola
Bab V pelayanan yaitu Pencabutan
Pasal konvensional atau pola 2 x setiap Izin Usaha
Berat 3 bulan
16 ayat pelayanan berdasarkan Simpan
(3) prinsip-prinsip ekonomi Pinjam
syariah
Bab V Koperasi yang menerima
Pasal penggabungan wajib 2 x setiap Pembubaran
17 ayat melakukan perubahan Berat
3 bulan koperasi
(4) Aanggaran Dasar
Koperasi yang melakukan
Bab V
peleburan, badan hukum
Pasal 2 x setiap Pembubaran
bubar atau hapus dan Berat
18 ayat 3 bulan koperasi
melaporkan kepada
(5)
Menteri
Koperasi tidak memenuhi
ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun
Bab VI 1992 tentang
Pasal Perkoperasian dan/atau 2 x setiap Pembubaran
32 ayat Berat
tidak melaksanakan 3 bulan koperasi
(1) ketentuan dalam
Anggaran Dasar Koperasi
yang bersangkutan;
kegiatan koperasi
bertentangan dengan
Permen Koperasi ketertiban umum dan/atau
Bab VI
& UKM Nomor 10
Pasal kesusilaan yang 2 x setiap Pembubaran
/ 2015 tentang dinyatakan berdasarkan Berat
32 ayat 3 bulan koperasi
Kelembagaan keputusan pengadilan
(2)
Koperasi yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap

I - 182
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Bab VI tidak melakukan Rapat
Pasal Anggota Tahunan selama 2 x setiap Pembubaran
Berat
32 ayat 3 (tiga) tahun berturut- 3 bulan koperasi
(4) turut; dan/atau

Koperasi tidak melakukan


Bab VI
kegiatan usaha secara
Pasal 2 x setiap Pembubaran
32 ayat nyata selama (dua) tahun Berat 3 bulan koperasi
(5) berturut-turut terhitung
sejak tanggal pengesahan
akta pendirian koperasi.
Pengurus atau yang diberi
kuasa oleh koperasi
melalui Notaris
Bab VI mengumumkan anggaran
Pasal dasar atau perubahan 2 x setiap Pembubaran
46 ayat anggaran dasar Berat
3 bulan koperasi
(2) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di dalam
Tambahan Lembaran
Berita Negara.
Permen Koperasi
& UKM Nomor 11
/ 2015 tentang Status Modal Penyertaan: Pencabutan
Bab III
Pemupukan a.sebagai modal dan 2 x setiap Izin Usaha
7 Pasal 3 Sedang
Modal diadministrasikan dalam 2 bulan Simpan
huruf a
Penyertaan pada pembukuan hutang. Pinjam
Koperasi
Dalam Anggaran
Dasarnya, rencana
pemupukan modal melalui
modal penyertaan telah
dirumuskan dan apabila
kegiatan usaha yang akan
dibiayai modal penyertaan
Larangan
Bab III belum tercantum dalam
2 x setiap menjalankan
Pasal 6 Anggaran Dasar, maka Berat
3 bulan fungsi sebagai
huruf e Pengurus koperasi harus
Pengurus
mengajukan permohonan
pengesahan perubahan
Anggaran Dasar kepada
pejabat yang berwenang
sesuai peraturan
perundang-undangan
yang berlaku
Koperasi yang
menyelenggarakan modal
penyertaan paling sedikit Pencabutan
Bab III
harus memenuhi 2 x setiap Izin Usaha
Pasal 6 persyaratan sebagaimana Berat
3 bulan Simpan
huruf g huruf g pembukuan dan Pinjam
pelaporan keuangan
koperasi diselenggarakan

I - 183
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
dengan tertib dan telah
diaudit oleh akuntan
publik sekurang-
kurangnya 2 tahun
terakhir berturut-turut
secara dinyatakan wajar
tanpa catatan
Permen Koperasi
pengurus koperasi
& UKM Nomor 11 Bab IV
/ 2015 tentang menyampaikan hasil Larangan
Pasal
evaluasi kegiatan usaha 2 x setiap menjalankan
Pemupukan 13 ayat Berat
yang dibiayai oleh modal 3 bulan fungsi sebagai
Modal (1) huruf
Penyertaan pada e penyertaan pada Rapat Pengurus
Koperasi Anggota Tahunan.
pengurus koperasi wajib
Bab IV membentuk unit usaha
otonom dan menyusun Larangan
Pasal
2 x setiap menjalankan
13 ayat anggaran rumah Sedang
tangganya sendiri, 2 bulan fungsi sebagai
(2)
huruf a terpisah dari unit-unit Pengurus
usaha lainnya
Bab IV pengurus koperasi wajib
Larangan
Pasal mengangkat pengelola
13 ayat yang profesional dan 2 x setiap menjalankan
Ringan
(2) pengangkatan tersebut 1 bulan fungsi sebagai
huruf b diketahui oleh pemodal; Pengurus
pengurus atau pengelola
wajib menjalankan
kegiatan usaha tersebut
sesuai SPMPKOP dan
mengacu kepada
ketentuan yang telah
Bab IV diputuskan dalam Rapat
Anggota Koperasi Pencabutan
Pasal
dan/atau Rapat Anggota 2 x setiap Izin Usaha
13 ayat Berat
Khusus yang 3 bulan Simpan
(2)
huruf f diselenggarakan bersama Pinjam
pemodal yang
menetapkan rencana
kerja dan anggaran unit
usaha otonom yang
dibiayai modal
penyertaan;

koperasi wajib
memberikan ganti rugi
Bab V
kepada pemilik modal Larangan
Pasal
14 ayat penyertaan apabila 2 x setiap menjalankan
Berat
(1) kerugian yang timbul 3 bulan fungsi sebagai
huruf f tersebut merupakan Pengurus
kesalahan pengurus atau
pengelola koperasi;

I - 184
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
jika pemodal lebih dari
satu, pengurus wajib
menyusun daftar nama
Bab VII Larangan
pemodal dan wajib
Pasal 2 x setiap menjalankan
19 menyelenggarakan rapat Ringan fungsi sebagai
1 bulan
huruf c pemodal untuk membahas Pengurus
bersama perkembangan
usaha yang dibiayai
modal penyertaan.
Permen Koperasi
& UKM Nomor 11 pengurus koperasi wajib
Bab VII Larangan
/ 2015 tentang menyusun laporan
Pasal 2 x setiap menjalankan
Pemupukan keuangan sesuai standar Sedang
21 2 bulan fungsi sebagai
Modal akutansi keuangan yang
huruf a Pengurus
Penyertaan pada berlaku dan
Koperasi
pengurus atau pengelola
wajib menyampaikan
laporan tertulis mengenai
kegiatan usaha yang
dibiayai modal penyertaan
kepada pemodal setiap
Bab VII akhir tahunnya paling Larangan
Pasal lambat bulan Maret tahun 2 x setiap menjalankan
berikutnya dan untuk unit Sedang
21 2 bulan fungsi sebagai
huruf b usaha otonom yang Pengurus
dibiayai modal penyertaan
diwajibkan juga
menyampaikan laporan
berkala setiap triwulan
dan paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya;
Permen Koperasi
Penutupan
& UKM Nomor 15 Koperasi yang memiliki
Bab II Aktivitas
/ 2015 tentang Pasal 4 unit simpan pinjam wajib 2 x setiap
8 Berat Usaha
Usaha Simpan ayat (2) mengajukan permohonan 3 bulan
Simpan
Pinjam oleh ijin usaha simpan pinjam.
Pinjam
Koperasi
USP Koperasi wajib
Bab II
dikelola secara terpisah 2 x setiap Pembubaran
Pasal 4 dengan unit usaha Berat
3 bulan koperasi
ayat (4) lainnya.
Pembukaan Kantor
Cabang dan Kantor
Cabang Pembantu usaha
penutupan
simpan pinjam oleh
Kantor
Bab III koperasi dapat
2 x setiap Cabang dan
Pasal 8 dilaksanakan setelah KSP Ringan
1 bulan Kantor
ayat (2) dan USP Koperasi yang
Cabang
bersangkutan
Pembantu
melaksanakaan kegiatan
simpan pinjam sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun

I - 185
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
dan mempunyai anggota
sekurang-kurangnya 20
(dua puluh) orang di
daerah yang akan dibuka
jaringan pelayanannya.
Larangan
Bab III menjalankan
Calon kepala cabang
Pasal 9 2 x setiap
wajib memiliki sertifikat Ringan fungsi sebagai
ayat (1) 1 bulan
standar kompetensi Kepala
huruf i Cabang
tidak mempunyai Larangan
Bab IV
hubungan keluarga menjalankan
Pasal
sedarah dan semenda 2 x setiap fungsi sebagai
11 ayat Berat
sampai derajat kesatu 3 bulan Pengurus
(4) huruf
dengan pengurus lain, atau
c
pengawas, pengelola Pengawas
Larangan
Seorang pengurus KSP menjalankan
Bab IV
Primer dilarang fungsi sebagai
Pasal 2 x setiap
merangkap sebagai Berat Pengurus
11 ayat 3 bulan
(8) pengurus atau pengawas atau
pada KSP Primer lainnya. Pengawas
Permen Koperasi tidak mempunyai Larangan
Bab IV
& UKM Nomor 15 hubungan keluarga menjalankan
Pasal
/ 2015 tentang sedarah dan semenda 2 x setiap fungsi sebagai
12 ayat Berat
Usaha Simpan sampai derajat kesatu 3 bulan Pengurus atau
(3) huruf
Pinjam oleh dengan pengawas lain, Pengawas
c
Koperasi pengurus, pengelola
Larangan
Seorang Pengawas KSP
Bab IV menjalankan
Primer dilarang fungsi sebagai
Pasal 2 x setiap
merangkap sebagai Berat
12 ayat 3 bulan Pengurus
pengurus atau pengawas atau
(7)
pada KSP Primer lainnya Pengawas
Pengelola usaha simpan
pinjam koperasi wajib
memiliki sertifikat standar
Bab IV kompetensi pengelola Larangan
Pasal usaha simpan pinjam 2 x setiap menjalankan
13 ayat yang dikeluarkan oleh Ringan
1 bulan fungsi sebagai
(5) lembaga sertifikasi profesi Pengurus
yang telah memperoleh
lisensi sesuai peraturan
perundang-undangan.
Bab VII
Kegiatan usaha simpan Larangan
Pasal
19 ayat pinjam meliputi : 2 x setiap menjalankan
Berat
(1) huruf menghimpun simpanan 3 bulan fungsi sebagai
a dari anggota Pengurus
Bab VII Calon anggota koperasi Larangan
Pasal sebagaimana dimaksud 2 x setiap menjalankan
Berat
19 ayat pada ayat (1), dalam 3 bulan fungsi sebagai
(2) waktu selambat- Pengurus

I - 186
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
lambatnya 3 (tiga) bulan
wajib menjadi anggota
koperasi.
Kegiatan usaha simpan
Bab VII pinjam dengan koperasi Larangan
Pasal lain dilakukan melalui 2 x setiap menjalankan
kemitraan yang Berat
19 ayat 3 bulan fungsi sebagai
(3) dituangkan dalam Pengurus
perjanjian tertulis.
KSP dan USP Koperasi
Bab VII dilarang melakukan Larangan
Pasal kegiatan usaha pada 2 x setiap menjalankan
Berat
20 ayat sektor riil secara 3 bulan fungsi sebagai
(3) langsung. Pengurus

KSP sekunder dan


Bab VII koperasi sekunder yang Larangan
Pasal memiliki unit simpan 2 x setiap menjalankan
pinjam dilarang Berat
20 ayat 3 bulan fungsi sebagai
(4) memberikan pinjaman Pengurus
kepada perorangan.
Pengelola wajib
merahasiakan segala
sesuatu yang
berhubungan dengan
Permen Koperasi simpanan, tabungan
& UKM Nomor 15 Bab VII masing-masing Larangan
/ 2015 tentang Pasal penyimpan serta pinjaman 2 x setiap menjalankan
Usaha Simpan 21 ayat Berat 3 bulan
yang disalurkannya, fungsi sebagai
Pinjam oleh (2) kecuali dalam hal yang Pengurus
Koperasi diperlukan untuk
kepentingan proses
pengawasan, peradilan
dan perpajakan.
Pengurus dan Pengelola
wajib memberikan
kesempatan dan
memberikan bantuan
kepada Pejabat yang
berwenang untuk
Bab VII memeriksa buku, Larangan
Pasal dokumen dan berkas- 2 x setiap menjalankan
21 ayat Berat fungsi sebagai
berkas yang ada padanya 3 bulan
(3) dalam rangka Pengurus
memperoleh kebenaran
dan segala keterangan
serta penjelasan yang
dilaporkan oleh KSP dan
USP Koperasi.
Bab VII Koperasi wajib memasang Larangan
Pasal papan nama pada kantor 2 x setiap menjalankan
21 ayat pusat dan kantor jaringan Ringan fungsi sebagai
1 bulan
(4) usaha Pengurus

I - 187
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Simpanan diberikan
Bab VII Pencabutan
Pasal imbalan jasa dalam
2 x setiap Izin Usaha
22 ayat bentuk bunga yang Berat
3 bulan Simpan
(3) besarnya ditetapkan
Pinjam
Rapat Anggota
KSP dan USP Koperasi
Bab VII wajib menjamin Pencabutan
Pasal keamanan simpanan dan 2 x setiap Izin Usaha
tabungan anggota, calon Berat
22 ayat 3 bulan Simpan
(4) anggota, koperasi lain dan Pinjam
atau anggotanya
Dalam menyalurkan
Bab VII pinjaman, KSP dan USP Pencabutan
Pasal Koperasi menetapkan 2 x setiap Izin Usaha
suku bunga pinjaman Berat
23 ayat 3 bulan Simpan
(2) yang besarnya ditentukan Pinjam
dalam Rapat Anggota.
KSP dan USP Koperasi
yang mempunyai volume
pinjaman yang diberikan
Bab VIII telah mencapai Rp. 2,5 larangan
Pasal 2 x setiap menjalakan
Milyar dalam 1 tahun buku Berat
28 ayat 3 bulan fungsi sebagai
wajib diaudit oleh KAP
(2) Pengurus
atau kantor jasa audit dan
hasilnya dilaporkan pada
rapat anggota
KSP dan Koperasi yang
memiliki USP wajib
menyampaikan laporan
Bab VIII keuangan secara berkala larangan
Pasal kepada pejabat yang 2 x setiap menjalakan
29 ayat Berat fungsi sebagai
memberikan ijin usaha 3 bulan
(2) simpan pinjam pada Pengurus
setiap triwulan dan
tahunan
Permen Koperasi
KSP/USP Koperasi wajib
& UKM Nomor 15 Larangan
Bab VIII membentuk unit satuan
/ 2015 tentang 2 x setiap menjalankan
Pasal tugas pengawasan dan Sedang
Usaha Simpan 2 bulan fungsi sebagai
30 pelaporan transaksi
Pinjam oleh Pengurus
Koperasi mencurigakan.

Koperasi yang memiliki


usaha simpan pinjam
dalam operasionalnya
Bab XI hanya berjalan unit Pencabutan
Pasal simpan pinjam saja, 2 x setiap Izin Usaha
Berat
33 ayat dalam waktu 3 (tiga) tahun 3 bulan Simpan
(3) berturut-turut wajib Pinjam
merubah anggaran dasar
menjadi KSP

I - 188
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Permen Koperasi
& UKM Nomor 16
/ 2015 tentang
Pencabutan
Pelaksanaan Bab IV
USPPS tidak boleh 2 x setiap Izin Usaha
9 Kegiatan Usaha Pasal 2 Berat
dibentuk oleh KSP 3 bulan Simpan
Simpan Pinjam ayat (2)
Pinjam
Pembiayaan
Syariah oleh
Koperasi
Usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah Pencabutan
Bab IV
hanya dapat dilaksanakan 2 x setiap Izin Usaha
Pasal 4 Berat
oleh: 3 bulan Simpan
ayat (2)
a. KSPPS; b. USPPS Pinjam
Koperasi.
Pencabutan
Bab IV Koperasi yang sudah
2 x setiap Izin Usaha
Pasal 4 membentuk USPPS Berat
3 bulan Simpan
ayat (3) dilarang membentuk USP. Pinjam
USPPS Koperasi wajib Pencabutan
Bab IV
dikelola secara terpisah 2 x setiap Izin Usaha
Pasal 4 Berat
dengan unit usaha 3 bulan Simpan
ayat (6) lainnya. Pinjam
KSP/USP Koperasi dapat
bertransformasi
mengubah usahanya Larangan
Bab IV menjadi berdasarkan 2 x setiap menjalankan
Pasal 8 prinsip syariah dengan Berat
3 bulan fungsi sebagai
ayat (1) persetujuan dari rapat Pengurus
anggota.

KSP/USP Koperasi yang


telah mengubah usahanya
Pencabutan
Bab IV menjadi berdasarkan
2 x setiap Izin Usaha
Pasal 8 prinsip syariah tidak dapat Berat 3 bulan Simpan
ayat (3) dikonversi kembali
Pinjam
menjadi KSP/USP
Koperasi.
Bab III Larangan
Pasal Calon kepala cabang menjalankan
2 x setiap
10 ayat wajib memiliki sertifikat Ringan fungsi sebagai
1 bulan
(1) huruf standar kompetensi. Kepala
i Cabang
Pembukaan Kantor
Cabang dan Kantor
Cabang Pembantu usaha penutupan
simpan pinjam dan Kantor
Bab III pembiayaan syariah 2 x setiap Cabang dan
Pasal 9 koperasi dapat Ringan
1 bulan Kantor
ayat (2) dilaksanakan setelah Cabang
KSPPS dan USPPS Pembantu
Koperasi yang
bersangkutan

I - 189
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
melaksanakaan kegiatan
simpan pinjam dan
pembiayaan syariah
paling sedikit 2 (dua)
tahun dan mempunyai
anggota paling sedikit 20
(dua puluh) orang di
daerah yang akan dibuka
jaringan pelayanannya.
Permen Koperasi
Persyaratan untuk dapat
& UKM Nomor 16
dipilih menjadi pengurus Larangan
/ 2015 tentang Bab III
meliputi: tidak mempunyai menjalankan
Pelaksanaan Pasal
hubungan keluarga 2 x setiap fungsi sebagai
Kegiatan Usaha 12 ayat Berat
Simpan Pinjam sedarah dan semenda 3 bulan Pengurus
(3) huruf
Pembiayaan sampai derajat kesatu atau
c
Syariah oleh dengan pengurus lain, Pengawas
Koperasi pengawas dan pengelola
Seorang pengurus Larangan
Bab III KSPPS Primer dilarang menjalankan
Pasal merangkap sebagai 2 x setiap fungsi sebagai
Berat
12 ayat pengurus atau pengawas 3 bulan Pengurus
(7) pada KSPPS Primer atau
lainnya. Pengawas
Persyaratan untuk dapat
dipilih menjadi pengawas Larangan
Bab III
meliputi: tidak mempunyai menjalankan
Pasal
hubungan keluarga 2 x setiap fungsi sebagai
13 ayat Berat
sedarah dan semenda 3 bulan Pengurus
(3) huruf
sampai derajat kesatu atau
c
dengan pengawas lain, Pengawas
pengurus dan pengelola
Seorang Pengawas Larangan
Bab III KSPPS Primer dilarang menjalankan
Pasal merangkap sebagai 2 x setiap fungsi sebagai
Berat
13 ayat pengurus atau pengawas 3 bulan Pengurus
(7) pada KSPPS Primer atau
lainnya. Pengawas
KSPPS dan koperasi yang
menyelenggarakan
Bab III kegiatan usaha simpan Pencabutan
Pasal pinjam pembiayaan 2 x setiap Izin Usaha
14 ayat syariah wajib memiliki Berat Simpan
3 bulan
(1) dewan pengawas syariah Pinjam
yang ditetapkan oleh
Rapat Anggota.
Persyaratan untuk dapat
Bab III dipilih menjadi dewan
Larangan
Pasal pengawas syariah meliputi
2 x setiap menjalankan
14 ayat tidak mempunyai Berat 3 bulan fungsi sebagai
(3) huruf hubungan keluarga
Pengurus
b sedarah dan semenda
sampai derajat kesatu

I - 190
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
dengan pengurus.
Pengelola usaha simpan
pinjam dan pembiayaan
syariah koperasi wajib
memiliki sertifikat standar
Bab III kompetensi pengelola Larangan
Pasal usaha simpan pinjam dan 3 x setiap menjalankan
pembiayaan syariah yang Ringan
15 ayat 1 bulan fungsi sebagai
(5) dikeluarkan oleh lembaga Pengelola
sertifikasi profesi yang
telah memperoleh lisensi
sesuai peraturan
perundang-undangan.
Permen Koperasi
& UKM Nomor 16
/ 2015 tentang Bab V
hutang koperasi wajib Larangan
Pelaksanaan Pasal
dicatat atas sumber, 2 x setiap melaksanakan
Kegiatan Usaha 17 ayat Berat
jumlah dan tanggal 3 bulan fungsi
Simpan Pinjam (5) huruf
d perolehannya; Pengurus
Pembiayaan
Syariah oleh
Koperasi
Kegiatan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan
Bab VII syariah meliputi :
menghimpun simpanan Pencabutan
Pasal
dari anggota yang 2 x setiap Izin Usaha
21 ayat Berat
menjalankan kegiatan 3 bulan Simpan
(1) huruf
usaha berdasarkan prinsip Pinjam
a
syariah dengan akad
wadiah atau mudharabah;
Dalam pemberian
Bab VII pinjaman dan pembiayaan Pencabutan
Pasal harus menggunakan dana 2 x setiap Izin Usaha
Berat
21 ayat yang berasal dari 3 bulan Simpan
(2) pendanaan dengan Pinjam
prinsip syariah.
KSPPS dan USPPS
Bab VII Pencabutan
Koperasi dilarang
Pasal 2 x setiap Izin Usaha
melakukan kegiatan Berat
22 ayat 3 bulan Simpan
usaha pada sektor riil
(3) Pinjam
secara langsung.
KSPPS sekunder dan
Koperasi sekunder yang
Bab VII memiliki unit dimpsn Pencabutan
Pasal pinjsm pembiayaan 2 x setiap Izin Usaha
22 ayat Berat
syariah dilarang 3 bulan Simpan
(4) memberikan pinjaman dan Pinjam
pembiayaan kepada
perorangan.
Bab VII Pengelola wajib larangan
Pasal merahasiakan segala 2 x setiap menjalankan
Berat
23 ayat sesuatu yang 3 bulan fungsi sebagai

I - 191
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
(2) berhubungan dengan Pengurus dan
simpanan, tabungan atau
masing-masing pengelola
penyimpan serta pinjaman
dan pembiayaan syariah
yang disalurkannya,
kecuali dalam hal yang
diperlukan untuk
kepentingan proses
pengawasan, peradilan
dan perpajakan.
Pengurus dan Pengelola
wajib memberikan
kesempatan dan
memberikan bantuan
Permen Koperasi kepada Pejabat yang
& UKM Nomor 16 berwenang untuk
/ 2015 tentang memeriksa buku, Larangan
Pelaksanaan Bab VII
dokumen dan berkas- menjalankan
Kegiatan Usaha Pasal 2 x setiap
berkas yang ada padanya Berat fungsi sebagai
23 ayat 3 bulan
Simpan Pinjam dalam rangka Pengurus dan
(3)
Pembiayaan memperoleh kebenaran Pengelola
Syariah oleh dan segala keterangan
Koperasi serta penjelasan yang
dilaporkan oleh KSPPS
dan USPPS Koperasi.

Bab VII Koperasi wajib memasang Larangan


Pasal papan nama pada kantor 2 x setiap menjalankan
23 ayat pusat dan kantor jaringan Ringan fungsi sebagai
1 bulan
(4) usaha. Pengurus
KSPPS dan USPPS
Bab VII Koperasi wajib menjamin Pencabutan
Pasal keamanan simpanan dan 2 x setiap Izin Usaha
Berat
24 ayat tabungan anggota, calon 3 bulan Simpan
(6) anggota, koperasi lain dan Pinjam
atau anggotanya.
Besarnya marjin dan
Bab VII Pencabutan
nisbah bagi hasil serta
Pasal 2 x setiap Izin Usaha
besarnya imbal jasa atau Berat
25 ayat 3 bulan Simpan
bonus ditetapkan dalam
(2) rapat anggota. Pinjam

Pada transaksi akad


musyarakah,
KSPPS/USPPS Koperasi
Bab VII Larangan
wajib melakukan
Pasal 2 x setiap melaksanakan
pembinaan kepada Ringan
25 ayat 1 bulan fungsi sebagai
anggota untuk
(4) Pengurus
memisahkan antara harta
pribadi dengan harta yang
digunakan untuk usaha.

I - 192
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Kegiatan Maal wajib
dilaporkan dalam laporan
sumber dan penggunaan
Bab VII Pencabutan
dana zakat, infaq,
Pasal 2 x setiap Izin Usaha
27 ayat shadaqah, wakaf, dan Berat Simpan
3 bulan
(3) dana sosial Pinjam
lainnya,terpisah dari
laporan keuangan
kegiatan usaha koperasi.
KSPPS dan USPPS
Koperasi yang
mempunyai volume
pinjaman yang diberikan
telah mencapai Rp
Bab VIII 2.500.000.000,- (dua Pencabutan
Pasal miliar lima ratus juta 2 x setiap Izin Usaha
31 ayat Berat 3 bulan Simpan
rupiah)dalam 1 (satu)
(2) tahun buku wajib diaudit Pinjam
oleh Kantor Akuntan
Publik, dan hasilnya
dilaporkan pada Rapat
Anggota.
KSPPS dan USPPS
Permen Koperasi Koperasi melalui koperasi
& UKM Nomor 16 yang bersangkutan wajib
/ 2015 tentang menyampaikan laporan
Bab VIII keuangan secara berkala Pencabutan
Pelaksanaan
Pasal kepada pejabat yang 2 x setiap Izin Usaha
Kegiatan Usaha Berat
32 ayat memberikan ijin usaha 3 bulan Simpan
Simpan Pinjam
(2) simpan pinjam dan Pinjam
Pembiayaan
Syariah oleh pembiayaan syariah pada
Koperasi setiap triwulan dan
tahunan.
KSPPS atau USPPS
Koperasi wajib Larangan
Bab VIII
Pasal membangun unit satuan 2 x setiap melaksanakan
sedang
33 tugas pengawasan dan 2 bulan fungsi sebagai
pelaporan transaksi Pengurus
mencurigakan .
Koperasi yang memiliki
usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah
dalam operasionalnya
Bab XI hanya berjalan unit Pencabutan
Pasal simpan pinjam dan 2 x setiap Izin Usaha
36 ayat Berat
pembiayaan syariah saja 3 bulan Simpan
(3) dalam waktu 3 tahun Pinjam
berturut-turut wajib
merubah Anggaran dasar
menjadi KSPPS
Bab XI KSP yang mempunyai Pencabutan
2 x setiap
Pasal USPPS diberikan waktu Berat Izin Usaha
3 bulan
36 ayat paling lama 1 tahun untuk Simpan

I - 193
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
(6) melakukan pemisahan Pinjam
dengan membentuk
Badan Hukum sendiri
sebagai KSPPS
Rapat Anggota wajib
dilaksanakan koperasi
Permen Koperasi paling sedikit 1 (satu) kali
& UKM Nomor 19 dalam satu tahun buku,
Bab III khususnya untuk meminta
/ 2015 tentang 2 x setiap Pembubaran
10 Penyelenggaraan Pasal 4 keterangan dan Berat
3 bulan koperasi
ayat (2) pertanggungjawaban
Rapat Anggota
Koperasi Pengurus dan Pengawas
dalam melaksanakan
tugasnya;
Dalam Rapat Anggota
koperasi primerharus
dihadiri anggota yang
Larangan
Bab III tercatat dalam daftar
anggota dan setiap 2 x setiap melaksanakan
Pasal 4 Berat
anggota mempunyai satu 3 bulan fungsi sebagai
ayat (3)
hak suara serta Pengurus
kehadirannya tidak dapat
diwakilkan;
Pembahasan
pertanggungjawaban
Pengurus meliputi antara
lain: Materi laporan
Permen Koperasi pertanggungjawaban
& UKM Nomor 19 Bab III pengurus sekurang- Larangan
/ 2015 tentang Pasal 7 kurangnya memuat 2 x setiap menjalankan
Penyelenggaraan Berat
ayat (3) perkembangan kondisi 3 bulan fungsi sebagai
Rapat Anggota huruf b organisasi, laporan Pengurus
Koperasi keuangan, perkembangan
usaha, serta evaluasi
rencana/target dan
pencapaian program;
Pembahasan
pertanggungjawaban
Pengawas meliputi, antara
lain Materi laporan
pertanggungjawaban
Bab III pengawas sekurang- Larangan
Pasal 7 kurangnya memuat hasil 2 x setiap menjalankan
ayat (4) pengawasan berkala, Berat fungsi sebagai
3 bulan
huruf b hasil pengawasan Pengurus
tahunan, serta
rekomendasi hasil
pengawasan yang
dilakukan terhadap
jalannya koperasi;
Bab III Penyelenggaraan Rapat larangan
2 x setiap
Pasal 7 Anggota Tahunan diatur Ringan menjalankan
1 bulan
ayat (5) sebagai berikut : Rapat fungsi sebagai

I - 194
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
huruf a Anggota Tahunan Pengurus
diadakan 1 (satu) kali
dalamsetahun dan
dilaksanakan paling
lambat dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan
setelah tutup buku;
Larangan
menjalankan
Bab IV Rapat Anggota wajib fungsi sebagai
2 x setiap
Pasal 9 dihadiri oleh Anggota, Berat
3 bulan Pengurus
ayat (1 ) Pengurus dan Pengawas; atau
Pengawas
Rapat Anggota koperasi
Bab IV primer wajib dihadiri oleh
Pasal 9 anggota yang tercatat 2 x setiap Pembubaran
Berat
ayat (2) dalam daftar anggota dan 3 bulan koperasi
menandatangani daftar
hadir;
Rapat Anggota koperasi
sekunder wajib dihadiri
Bab IV oleh wakil-wakil yang
mendapat mandat tertulis 2 x setiap Pembubaran
Pasal 9 Berat 3 bulan koperasi
ayat (3) dari rapat anggota
koperasi yang menjadi
anggotanya;
Rapat Anggota koperasi
wajib menetapkan
Larangan
pimpinan dan sekretaris
rapat yang berasal dari menjalankan
Bab IV
anggota, bukan berasal 2 x setiap fungsi sebagai
Pasal 9 Berat
dari unsur pengurus dan 3 bulan Pengurus
ayat (5)
pengawas, untuk atau
memimpin jalannya Rapat Pengawas
Anggota;
Rapat Anggota koperasi
wajib memenuhi kuorum
sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-
undangan yang berlaku
dan dimuat dalam
Permen Koperasi Anggaran Larangan
& UKM Nomor 19 Dasar/Anggaran Rumah menjalankan
Bab IV Tangga koperasi, dengan
/ 2015 tentang 2 x setiap fungsi sebagai
Pasal ketentuan sebagai berikut: Berat
Penyelenggaraan 3 bulan Pengurus
10 a. Rapat Anggota
Rapat Anggota atau
Koperasi koperasi dinyatakan Pengawas
kuorum apabila dihadiri
sekurang-kurangnya 1/2
(setengah) plus 1 (satu)
dari jumlah anggota yang
tercatat dalam daftar
anggota;

I - 195
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
b. Rapat Anggota Luar
Biasa sebagaimana
dimaksud pasal 8 ayat (2)
dinyatakan sah apabila
disetujui paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah
anggota yang tercatat
dalam daftar anggota;
Rapat Anggota koperasi
wajib memenuhi kuorum
sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-
undangan yang berlaku
dan dimuat dalam
Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah
Tangga koperasi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Rapat Anggota Larangan
koperasi dinyatakan menjalankan
Bab IV kuorum apabila dihadiri 2 x setiap fungsi sebagai
Pasal sekurang-kurangnya 1/2 Berat
3 bulan Pengurus
10 (setengah) plus 1 (satu)
atau
dari jumlah anggota yang
Pengawas
tercatat dalam daftar
anggota; b. Rapat
Anggota Luar Biasa
sebagaimana dimaksud
pasal 8 ayat (2)
dinyatakan sah apabila
disetujui paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah
anggota yang tercatat
dalam daftar anggota;

Pengurus
menyelenggarakan Rapat
Anggota dengan
mempersiapkan sebagai
berikut, undangan beserta
agenda, tata tertib Rapat Larangan
Bab IV
Anggota, buku laporan menjalankan
Pasal
11 ayat pertanggung- jawaban 2 x setiap fungsi sebagai
Berat
(4) huruf pengurus dan pengawas 3 bulan Pengurus
h dan rencana kerja atau
pengurus dan pengawas Pengawas
yang wajib diterima
peserta paling lambat 7
(tujuh) hari sebelum
tanggal berlangsungnya
Rapat Anggota;
Permen Koperasi Bab IV (1) Rapat Anggota dapat Larangan
2 x setiap
& UKM Nomor 19 Pasal dilaksanakan dengan Berat menjalankan
3 bulan
/ 2015 tentang 13 ayat menggunakan sistem fungsi sebagai

I - 196
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Penyelenggaraan (1 ) kelompok yang diatur Pengurus
Rapat Anggota huruf b dalam Anggaran
Koperasi Dasar/Anggaran Rumah
Tangga/Peraturan
Khusus, dengan
ketentuan sebagai berikut:
b. Hasil Rapat Anggota
kelompok selanjutnya
dibahas dalam Rapat
Anggota paripurna.
Undangan beserta bahan
disampaikan oleh
Bab IV Larangan
pengurus kepada anggota
Pasal 2 x setiap menjalankan
paling lambat 7 (tujuh) Ringan
13 ayat 1 bulan fungsi sebagai
hari sebelum tanggal
(2) Pengurus
berlangsungnya Rapat
Anggota kelompok;
Rapat Anggota kelompok,
wajib dihadiri oleh
pengurus dan pengawas Larangan
Bab IV untuk secara langsung menjalankan
Pasal menyampaikan Laporan 2 x setiap fungsi sebagai
Berat
14 ayat Pertanggung Jawabannya 3 bulan Pengurus
(1) masing-masing,Rencana atau
Kerja dan Rencana Pengawas
Anggaran Pendapatan
dan Belanja koperasi.
Rapat Anggota kelompok, Larangan
Bab IV dipimpin oleh ketua dan menjalankan
Pasal sekretaris kelompok atau 2 x setiap fungsi sebagai
anggota kelompok yang Berat Pengurus atau
14 ayat 3 bulan
(2) dipilih oleh Rapat Anggota Pengawas
kelompok.
Keputusan, saran dan
usul kelompok, yang Larangan
Bab IV disertai daftar hadir Rapat menjalankan
Pasal Anggota kelompok, 2 x setiap fungsi sebagai
14 ayat disampaikan oleh Berat
3 bulan Pengurus
(6) utusan/wakil kelompok atau
kepada pengurus/panitia Pengawas
Rapat Anggota paripurna.
Rapat Anggota kelompok Larangan
Bab IV diselenggarakan menjalankan
Pasal selambat-lambatnya 7 2 x setiap fungsi sebagai
Sedang
14 ayat (tujuh) hari sebelum Rapat 2 bulan Pengurus
(7) Anggota paripurna atau
dilaksanakan. Pengawas
kepada para anggota Larangan
Bab IV diberi waktu paling lama menjalankan
Pasal 14 (empat belas) hari 2 x setiap fungsi sebagai
Berat
15 huruf sejak bahan tersebut 3 bulan Pengurus
b diterima untuk atau
memberikan jawaban dari Pengawas

I - 197
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
perseorangan dengan
menyertakan jawaban
masing-masing anggota,
yang disertai daftar hadir
yang ditandatangani oleh
masing-masing anggota.
Rapat Anggota dapat juga
dilakukan melalui media
telekonferensi, video
konferensi, atau sarana
media elektronik lainnya
yang memungkinkan
semua peserta saling
Permen Koperasi melihat dan mendengar Larangan
& UKM Nomor 19 Bab IV serta berpartisipasi menjalankan
/ 2015 tentang Pasal langsung dalam Rapat 2 x setiap fungsi sebagai
16 huruf Anggota, dengan Sedang
Penyelenggaraan 2 bulan Pengurus
Rapat Anggota a ketentuan Pengurus atau
Koperasi menyampaikan materi dan Pengawas
bahan rapat kepada
setiap anggota secara
lengkap, jelas, dan mudah
dimengerti, selambat-
lambatnya 7(tujuh) hari
sebelum Rapat Anggota
dilaksanakan.
Persyaratan kuorum dan
sahnya pengambilan Larangan
Bab IV keputusan Rapat Anggota menjalankan
Pasal adalah sebagaimana 2 x setiap fungsi sebagai
16 huruf diatur dalam Anggaran Berat
3 bulan Pengurus
b Dasar/Anggaran Rumah atau
Tangga/Peraturan Khusus Pengawas
Koperasi.
Keputusan hasil Rapat
Bab IV Anggota yang bersifat Larangan
Pasal strategis dan mengikat 2 x setiap menjalankan
Berat
18 ayat seluruh anggota dibuat 3 bulan fungsi sebagai
(4) dan dicatatkan dalam Pengurus
register notaris;
Koperasi yang tidak
melaksanakan RAT
Bab VII minimal 2 kali atau lebih
Pasal secara berturut-turut
20 ayat diberikan surat peringatan 2 x setiap Pembubaran
Berat
(3) huruf tertulis dan surat rencana 3 bulan koperasi
d Pembubaran koperasi
oleh pejabat yang
berwenang
Rapat Anggota wajib
Bab III
dilaksanakan koperasi 2 x setiap Pembubaran
Pasal 4 Berat
paling sedikit 1 (satu) kali 3 bulan koperasi
ayat (2)
dalam satu tahun buku,

I - 198
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
khususnya untuk meminta
keterangan dan
pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas
dalam melaksanakan
tugasnya
Laporan hasil
pengawasan selama 1
Permen Koperasi (satu) tahun buku lampau,
& UKM Nomor 19 Bab III Larangan
yang didalamnya
/ 2015 tentang Pasal 7 sekurang-kurangnya 2 x setiap menjalankan
Penyelenggaraan Berat
ayat (4) meliputi 3 aspek yaitu: 3 bulan fungsi sebagai
Rapat Anggota huruf a aspek kelembagaan, Pengawas
Koperasi aspek usaha dan aspek
keuangan;
Materi laporan
pertanggungjawaban
pengawas sekurang-
kurangnya memuat hasil
Bab III pengawasan berkala, Larangan
Pasal 7 hasil pengawasan 2 x setiap menjalankan
Berat
ayat (4) tahunan, serta 3 bulan fungsi sebagai
huruf b rekomendasi hasil Pengawas
pengawasan yang
dilakukan terhadap
jalannya koperasi;
Penyelenggara Rapat
Anggota wajib
menyampaikan
pemberitahuan secara
tertulis kepada anggota
paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja sebelum
Bab III penyelenggaraan Rapat Larangan
Pasal 7 Anggota, yang memuat 2 x setiap menjalankan
informasi tentang waktu, Berat
ayat (5) 3 bulan fungsi sebagai
huruf b tempat dan agenda yang Pengawas
akan dibahas dalam
Rapat Anggota.
Pemberitahuan tersebut
wajib dilampiri bahan-
bahan Rapat Anggota
yang akan dijadikan
agenda pembahasan
Rapat Anggota Luar Biasa
dapat diselenggarakan
oleh Pengurus koperasi
Larangan
Bab III atas permintaan anggota
2 x setiap menjalankan
Pasal 8 atau pengurus dan Berat
3 bulan fungsi sebagai
ayat (1) dibentuk panitia oleh
Pengawas
anggotakarena berbagai
alasan yang sangat
penting dan mendesak;

I - 199
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Rapat Anggota Luar Biasa
Larangan
Bab III dapat dilaksanakan atas
2 x setiap menjalankan
Pasal 8 usul anggota paling sedikit Berat
3 bulan fungsi sebagai
ayat (2) 1/5 (satu per lima) dari
Pengawas
jumlah anggota koperasi.
Permen Koperasi Rapat Anggota koperasi
& UKM Nomor 19 primer wajib dihadiri oleh Larangan
Bab IV
/ 2015 tentang anggota yang tercatat 2 x setiap menjalankan
Pasal 9 Berat
Penyelenggaraan dalam daftar anggota dan 3 bulan fungsi sebagai
ayat (2)
Rapat Anggota menandatangani daftar Pengawas
Koperasi hadir
Rapat Anggota koperasi
sekunder wajib dihadiri
oleh wakil-wakil yang Larangan
Bab IV
mendapat mandat tertulis 2 x setiap menjalankan
Pasal 9 Berat 3 bulan fungsi sebagai
ayat (3) dari rapat anggota
koperasi yang menjadi Pengawas
anggotanya;
Rapat Anggota koperasi
wajib menetapkan
pimpinan dan sekretaris
rapat yang berasal dari Larangan
Bab IV
anggota, bukan berasal 2 x setiap menjalankan
Pasal 9 Berat
dari unsur pengurus dan 3 bulan fungsi sebagai
ayat (5)
pengawas, untuk Pengawas
memimpin jalannya Rapat
Anggota
Rapat Anggota koperasi
wajib memenuhi kuorum
sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-
undangan yang berlaku
dan dimuat dalam
Anggaran
Dasar/Anggaran Ruma
Tangga koperasi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Rapat Anggota koperasi
Bab IV dinyatakan kuorum Larangan
Pasal apabila dihadiri sekurang- 2 x setiap menjalankan
10 ayat Berat 3 bulan
kurangnya 1/2 (setengah) fungsi sebagai
(5) plus 1 (satu) dari jumlah Pengurus
anggota yang tercatat
dalam daftar anggota;
b. Rapat Anggota Luar
Biasa sebagaimana
dimaksud pasal 8 ayat (2)
dinyatakan sah apabila
disetujui paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah
anggota yang tercatat
dalam daftar anggota;
Bab V Penyelenggara Rapat Berat 2 x setiap Larangan

I - 200
Jenis Pelanggaran SANKSI
Frekuensi
(Paling
No Kategori Sedikit) Ancaman
Regulasi Norma
Pelanggaran dan Maksimal
Interval
Waktu
Pasal Anggota menyiapkan 3 bulan menjalankan
11 ayat daftar hadir dan tata tertib fungsi sebagai
(1) Rapat Anggota Pengurus
Daftar hadir sebagaimana
dimaksud ayat (1) paling
sedikit memuat data
Bab V anggota peserta rapat, Larangan
Pasal yaitu: a. nama; b. nomor 2 x setiap menjalankan
11 ayat Berat
Anggota; c. alamat; d. 3 bulan fungsi sebagai
(2) tanda tangan/cap jempol; Pengurus
e pengesahan oleh
pimpinan rapat
Rapat Anggota kelompok,
wajib dihadiri oleh
pengurus dan pengawas
Bab V untuk secara langsung Larangan
Pasal menyampaikan Laporan 2 x setiap menjalankan
14 ayat Pertanggung Jawabannya Berat
3 bulan fungsi sebagai
(1) masing-masing,Rencana Pengurus
Kerja dan Rencana
Anggaran Pendapatan
dan Belanja koperasi

Disalin sesuai dengan aslinya DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


Sekretaris Deputi Bidang Pengawasan
TTD

Daniel Asnur, S.Kom, M.M SUPARNO, S.E, M.M

I - 201
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN KOPERASI


DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13/PER/DEP.6/XII/2016

TENTANG

MONITORING TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YAN MAHA ESA

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


KEMENTERIAN KOPERSI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (2)


Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi, perlu menetapkan Peraturan Deputi
Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia tentang Monitoring Tindak Lanjut
Hasil Pengawasan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang


Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga


Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5394);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 5587), sebagaimana telah diubah

I - 202
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang


Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);

5. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang


Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
106);

6. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1527);

7. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Kelembagaan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1489);

8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah


Republik Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pengawasan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1496);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEMENTERIAN


KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA TENTANG MONITORING TINDAK LANJUT HASIL
PENGAWASAN.

I - 203
BAB I KENTENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam peraturan deputi ini yang dimaksud dengan :


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Pengawasan Koperasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Pengawas
Koperasi agar kegiatan koperasi diselenggarakan dengan baik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Pejabat Pengawas Koperasi yang selanjutnya disebut Tim Pengawas adalah
seperangkat organisasi Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, wewenang,
kewajiban, dan tanggung jawab dari Pejabat Pemberi Tugas Pengawasan untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan koperasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Laporan Hasil Pengawasan yang selanjutnya disebut LHP adalah laporan tertulis
hasil pengawasan yang dibuat Tim Pengawas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan yang selanjutnya disebut TLHP adalah tindak
lanjut hasil pengawasan Tim Pengawas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
6. Monitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan yang selanjutnya disebut MTLHP
adalah suatu kegiatan mengawasi, mengamati, dan memantau secara cermat dan
seksama terhadap pelaksanaan TLHP yang dilakukan koperasi.
7. Rekomendasi TLHP adalah arahan yang berupa perintah-perintah yang harus
dilaksanakan oleh pengurus koperasi berdasarkan temuan-temuan yang terdapat
dalam LHP.
8. Sanksi Administratif yang selanjutnya disebut Sanksi adalah upaya penegakan
hukum yang bersifat administratif yang berupa pembebanan kewajiban, perintah
dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada
koperasi dan/atau pengurus koperasi atas dasar ketidakpatuhan/pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.
9. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
10. Asisten Deputi adalah Asisten Deputi di lingkungan Deputi selain Asisten Deputi
Penerapan Sanksi.
11. Sekretaris Deputi adalah Sekretaris Deputi Bidang Pengawasan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
12. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.

I - 204
13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
koperasi.

BAB II MAKSUD DAN


TUJUAN Bagian Kesatu
Maksud
Pasal 2

Maksud ditetapkannya Peraturan Deputi ini untuk memberikan acuan dalam


menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan Tim Pengawas.

Bagian Kedua
Tujuan Pasal
3

Tujuan ditetapkannya Peraturan Deputi ini agar TLHP yang dilakukan Tim Pengawas
dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan akuntabel.

BAB III
PENYAMPAIAN LAPORAN HASIL PENGAWASAN
Pasal 4

(1) Koordinator Tim Pengawas menyampaikan LHP kepada Asisten Deputi sesuai
dengan kewenangannya paling lama 2 (dua) minggu setelah berakhirnya
pengawasan.
(2) Asisten Deputi sesuai kewenangannya melaporkan LHP kepada Deputi.
(3) Deputi menugaskan kepada Sekretaris Deputi untuk menyampaikan LHP kepada
pengurus koperasi.

Pasal 5

(1) LHP yang diterima pengurus koperasi dijadikan sebagai dasar untuk melakukan
TLHP sesuai rekomendasi TLHP yang tercantum dalam LHP.
(2) Penyampaian LHP kepada pengurus koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) harus disampaikan dengan sifat rahasia yang dilengkapi dengan
bukti tanda terima.

I - 205
BAB IV
TINDAK LANJUT TEMUAN HASIL PENGAWASAN
Pasal 6

(1) Dalam hal dijumpai adanya temuan berupa kelemahan-kelemahan di bidang


kelembagaan dan/atau usaha koperasi yang harus ditindaklanjuti dengan
pembinaan, maka LHP harus memuat rekomendasi TLHP dan pembinaan lebih lanjut
kepada pengurus koperasi.
(2) Deputi menugaskan kepada Sekretaris Deputi untuk memberitahukan LHP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat yang berwenang untuk
melakukan pembinaan TLHP.

Pasal 7

(1) Dalam hal dijumpai adanya temuan berupa pelanggaran norma peraturan
perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti dengan sanksi, maka LHP harus
memuat usulan pemberian Sanksi.
(2) Usulan pemberian Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
pembahasan terlebih dahulu dalam rapat Tim Pengawas.
(3) Apabila hasil pembahasan dalam rapat Tim Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) menyetujui usulan pemberian Sanksi, maka harus dituangkan di
dalam LHP.
(4) Deputi menugaskan kepada Asisten Deputi Penerapan Sanksi untuk memproses
keputusan sanksi.
(5) Monitoring pelaksanaan sanksi yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
dilakukan oleh Asisten Deputi Penerapan Sanksi.

BAB V
PENYELESAIAN REKOMENDASI TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN
Pasal 8

(1) Koperasi dan/atau pengurus atau pengawas koperasi yang diberikan sanksi tetap
harus menyelesaikan rekomendasi TLHP.
(2) Koperasi dan/atau pengurus atau pengawas koperasi yang diberikan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dinyatakan telah menyelesaikan dan
sesuai rekomendasi TLHP dalam waktu yang telah ditentukan, berhak untuk
memperoleh rehabilitasi.

Pasal 9

Pengurus koperasi wajib menyelesaikan rekomendasi TLHP paling lama 3 (tiga) bulan
sejak LHP diterima.

I - 206
Pasal 10

Pengurus koperasi wajib menyampaikan konfirmasi hasil penyelesaian rekomendasi


TLHP kepada Deputi paling lama 14 (empat belas) hari sejak rekomendasi TLHP
selesai dilaksanakan.

BAB VI
PELAKSANAAN MONITORING TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN
Pasal 11

(1) MTLHP dilaksanakan oleh Asisten Deputi sesuai dengan kewenangan masing-
masing.
(2) Asisten Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menugaskan pejabat
pelaksana MTLHP.
(3) Pelaksana MTLHP dalam melaksanakan tugasnya harus disertai dengan surat
tugas yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(4) MTLHP dilaksanakan pada masa pengurus koperasi menyelesaikan rekomendasi
TLHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(5) Pelaksana MTLHP wajib membuat laporan MTLHP kepada Deputi paling lama 14
(empat belas) hari setelah MTLHP selesai.

Pasal 12

(1) Kegiatan MTLHP berupa monitoring perkembangan penyelesaian rekomendasi


TLHP yang dituangkan dalam kertas kerja.
(2) Kertas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Deputi ini.

BAB VII
VERIFIKASI TERHADAP KONFIRMASI HASIL PENYELESAIAN REKOMENDASI
TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN
Pasal 13

(1) Deputi menyampaikan konfirmasi hasil penyelesaian rekomendasi TLHP


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dan laporan MTLHP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) kepada Asisten Deputi sesuai kewenangan
masing-masing untuk dilakukan verifikasi terhadap konfirmasi.

(2) Verifikasi terhadap konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan.

I - 207
(3) Untuk melaksanakan verifikasi terhadap konfirmasi harus disertai dengan surat
tugas yang dikeluarkan oleh Sekretaris Deputi.

(4) Kegiatan verifikasi terhadap konfirmasi penyelesaian rekomendasi TLHP


dituangkan dalam kertas kerja.

(5) Kertas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Deputi ini.

Pasal 14

Pelaksanaan verifikasi terhadap konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13


ayat (1), dilakukan untuk menilai :
a. kesesuaian tindak lanjut dengan rekomendasi
b. kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen pendukung penyelesaian
rekomendasi TLHP; dan
c. kebenaran hasil pengawasan.

BAB VIII
HASIL PENILAIAN VERIFIKASI TERHADAP KONFIRMASI
Pasal 15

(1) Asisten Deputi sesuai dengan kewenangannya masing-masing menyampaikan


hasil penilaian verifikasi terhadap konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 kepada Deputi.
(2) Hasil penilaian verifikasi terhadap konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berupa :
a. sesuai dengan rekomendasi dan dinyatakan selesai
b. dalam proses penyelesaian; atau
c. belum ditindaklanjuti

Pasal 16

(1) Hasil penilaian verifikasi terhadap konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) harus ditindaklanjuti dengan Keputusan pejabat yang berwenang.
(2) Keputusan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. pernyataan telah menyelesaikan dan sesuai rekomendasi TLHP; atau
b. pemberian Sanksi
(3) Keputusan pejabat yang berwenang disampaikan kepada pengurus koperasi paling
lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penetapan Keputusan.

I - 208
BAB IX
KOORDINASI PENYELENGGARAAN PENGAWASAN
Pasal 17

(1) Setelah 1 (satu) bulan menerima Sanksi berupa teguran tertulis yang kedua, Tim
Pengawas dapat melakukan pemeriksaan khusus/audit investigasi terhadap koperasi
yang belum menyelesaikan tindak lanjut pelaksanaan temuan hasil pemeriksaan.

(2) Menteri melalui Deputi menindaklanjuti hasil pemeriksaan khusus/audit investigasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan aparat penegak
hukum.

(3) Aparat penegak hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:
a. Kepolisian
b. Kejaksaan
c. Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan
d. Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

(4) Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran tindak pidana umum dikoordinasikan dengan
kepolisian.

(5) Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran tindak pidana kejahatan korporasi dan
tindak pidana korupsi dikoordinasikan dengan kejaksaan.

(6) Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran tindak pidana penyalahgunaan produk
simpanan dan pinjaman dikoordinasikan dengan OJK.

(7) Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme dikoordinasikan dengan PPATK.

BAB X
PELAKSANAAN MONITORING TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN DI DAERAH
Pasal 18

Peraturan Deputi ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan MTLHP oleh
pemerintah daerah.

I - 209
BAB XI KETENTUAN
PENUTUP Pasal 19

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan berlaku surut terhitung
mulai tanggal 23 November 2016.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 2016
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
Cap
&
Ttd
SUPARNO, SE, MM.
NIP. 19600412 198303 1 001

I - 210
Lampiran I
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 13/PER/DEP.6/XII/2016
Tentang Monitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

MONITORING PERKEMBANGAN
PENYELESAIAN REKOMENDASI TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN
KOPERASI

Dasar:
1. Surat Tugas, Nomor/Tanggal :
2. Laporan Hasil Pemeriksaan, Nomor/Tanggal :
3. Nama Koperasi :
4. Badan Hukum, Nomor/Tanggal :
5. Alamat Kantor Koperasi :
6. Nama Pengurus dan/atau Pengawas :
7. Telp/Fax/Email Koperasi :
8. Nomor Induk Koperasi :
9. NPWP Koperasi :

REKOMENDASI TINGKAT
No TEMUAN KET
TLHP PENYELESAIAN

I Bidang Penerapan Kepatuhan


a. .....
b. ....
c. ...
II Bidang Kelembagaan Koperasi
a. .....
b. ....
c. ...
III Bidang Pemeriksaan USP
a. .....
b. ....
c. ...
IV Bidang Penilaian Kesehatan USP
a. .....
b. ....
c. ...
V Bidang Keuangan / Permodalan
a. .....
b. ....
c. ...
VI Bidang Pembinaan Anggota
a. .....

I - 211
REKOMENDASI TINGKAT
No TEMUAN KET
TLHP PENYELESAIAN

b. ....
c. ...
VII Bidang Lainnya
a. .....
b. ....
c. ...
VIII Pelanggaran

........., ......................... 20 ...


Pejabat Pengawas Koperasi
Ketua Tim,

( ...................... )

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


Cap
&
Ttd

SUPARNO, SE. MM
NIP. 19600412 198303 1 001

I - 212
Lampiran II
Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 13/PER/DEP.6/XII/2016
Tentang Monitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

VERIFIKASI TERHADAP KONFIRMASI HASIL PENYELESAIAN REKOMENDASI


TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN KOPERASI

Dasar:
1. Surat Tugas, Nomor/Tanggal :
2. Laporan Hasil Pemeriksaan, Nomor/Tanggal :
3. Nama Koperasi :
4. Badan Hukum, Nomor/Tanggal :
5. Alamat Kantor Koperasi :
6. Nama Pengurus dan/atau Pengawas :
7. Telp/Fax/Email Koperasi :
8. Nomor Induk Koperasi :
9. NPWP Koperasi :

REKOMENDASI TINGKAT
No TEMUAN KET
TLHP PENYELESAIAN

I Bidang Penerapan Kepatuhan


a. .....
b. ....
c. ...
II Bidang Kelembagaan Koperasi
d. .....
e. ....
f. ...
III Bidang Pemeriksaan USP
d. .....
e. ....
f. ...
IV Bidang Penilaian Kesehatan USP
d. .....
e. ....
f. ...
V Bidang Keuangan / Permodalan
d. .....
e. ....
f. ...
VI Bidang Pembinaan Anggota
d. .....
e. ....

I - 213
REKOMENDASI TINGKAT
No TEMUAN KET
TLHP PENYELESAIAN

f. ...
VII Bidang Lainnya
d. .....
e. ....
f. ...
VIII Pelanggaran

........., ......................... 20 ...


Pejabat Pengawas Koperasi
Ketua Tim,

( ..................... )

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


Cap
&
Ttd

SUPARNO, SE. MM
NIP. 19600412 198303 1 001

I - 214
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN


NOMOR : 02 / PER / Dep.6 / IV / 2017

TENTANG

PEDOMAN PENGAWASAN KEPATUHAN KOPERASI

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Menimbang : Bahwa untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, khususnya


pengawasan Kepatuhan Koperasi oleh pengawas koperasi,
pemerintah, pemerintah provinsi/DI dan pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan wilayah keanggotaannya serta untuk melaksanakan
ketentuanpasal 5 huruf a Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor
17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi,
Perlu menetapkan Peraturan Deputi Bidanng Pengawasan tentang
Pedoman Pengawasan Kepatuhan Koperasi;

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang


Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502);
2. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa
kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Peraturan Presiden Nomor 4 TAhun 1994 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3540);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Peaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

I - 215
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3591);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal
Penyertaan Pada Koperasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3744);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5887);
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2015
tentang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 106);
8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 08/Per/M.KUKM /IX/2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1555);
9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 10/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Kelembagaan
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1489) ;
10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 11/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemupukan Modal Penyertaan pada Koperasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1490) ;
11. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 12/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Pedoman Umum
Akuntansi Koperasi Sektor Riil (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1491);
12. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 13/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Pedoman Akuntansi
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1492);
13. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 14/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Pedoman Akuntansi
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1493) ;
14. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 16/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015

I - 216
Nomor 1495);
15. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 17/Per/M.KUKM/ IX/2015 tentang Pengawasan
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1496) ;
16. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan
Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1494) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 02/Per/M.KUKM/II/2017 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 257);

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN TENTANG


PEDOMAN PENGAWASAN KEPATUHAN KOPERASI

BAB I KETENTUAN
UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Deputi ini yang dimaksud dengan :


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang
seorang.
3. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan
hukum koperasi.
4. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disingkat KSP adalah koperasi yang
kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.
5. Unit Simpan pinjam Koperasi yang selanjutnya disingkat USP adalah unit dari koperasi
bersangkutan yang kegiatannya khusus simpan pinjam.
6. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disingkat
KSPPS adalah koperasi yang kegiatan usahanya meliputi simpanan, pinjaman dan
pembiayaan sesuai dengan prinsip syariah, termasuk mengelola zakat,
infaq/sedekah, maupun wakaf sebagai bagian kegiatan dalam koperasi
bersangkutan.

I - 217
7. Unit Simpan pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disingkat USPPS
adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha yang meliputi simpanan,
pinjaman dan pembiayaan sesuai dengan prinsip Syariah, termasuk pengelolaan
zakat, infaq/ sedekah, dan wakaf sebagai bagian kegiatan koperasi yang
bersangkutan.
8. Kepatuhan Koperasi adalah ketaatan koperasi menjalankan norma-norma yang
berlaku dalam koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan usaha koperasi
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).
10. Budaya Kepatuhan Koperasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
aplikasi aspek nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku kepengurusan koperasi,
dinamika kelompok anggota koperasi maupun kualitas pelaksanaan kegiatan usaha
koperasi, yang selaras pula dengan aplikasi norma-norma internal koperasi, sekaligus
memenuhi berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk aplikasi
prinsip Syariah, yang berlaku bagi koperasi bersangkutan.
11. Pejabat Pengawas adalah aparatur sipil negara yang diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengawasan koperasi sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan.
12. Pengawas Koperasi adalah anggota koperasi yang diangkat dan dipilih dalam
rapat anggota untuk mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan
koperasi.
13. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah, dalam hal ini adalah dinas yang
menyelenggarakan urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ditingkat
provinsi/D.I dan kabupaten/kota.
14. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
15. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan pada Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah.

BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Bagian Kesatu Tujuan
Pasal 2

Pedoman pengawasan Kepatuhan Koperasi bertujuan :


a. Mewujudkan budaya kepatuhan pada setiap perangkat organisasi Koperasi; dan
b. Mewujudkan agar kebijakan, system, dan prosedur telah sesuai dengan nilai-
nilai Koperasi serta peraturan perundang-undangan, termasuk prinsip syariah,
agar Koperasi menjadi organisasi yang tertib.

I - 218
Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3

Sasaran pengawasan Kepatuhan Koperasi adalah :


a. Terwujudnya pengawasan Kepatuhan Koperasi oleh Pengawas Koperasi
dengan melakukan pengawasan kepatuhan mandiri (self assessment); dan
b. Terwujudnya pengawasan Kepatuhan Koperasi oleh Pejabat Pengawas.

BAB III
RUANG LINGKUP PENGAWASAN KEPATUHAN

Pasal 4

(1) Ruang lingkup pengawasan Kepatuhan Koperasi meliputi aspek :


a. Jati diri Koperasi
b. Kelembagaan
c. Usaha dan Keuangan
d. Transaksi; dan
e. Prinsip Syariah, bagi KSPPS / USPPS Koperasi

Pasal 5

Komponen aspek prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri
dari :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota;
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. Kemandirian;
f. Pendidikan perkoperasian; dan
g. Kerja sama antar Koperasi..

Pasal 6

Komponen kepatuhan aspek kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf


b terdiri dari :
a. legalitas badan hukum;
b. legalitas izin usaha;
c. legalitas keanggotaan; dan
d. kelengkapan organisasi.

I - 219
Pasal 7

Komponen kepatuhan aspek usaha dan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c terdiri dari :
a. portofolio kegiatan pelayanan anggota;
b. perencanaan dan pengendalian usaha;
c. ketercapaian indikator kinerja usaha;
d. perencanaan kebutuhan dana;
e. pengendalian keuangan; dan
f. kinerja keuangan.

Pasal 8

Komponen kepatuhan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d terdiri


dari :
a. sumber dana yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. pemanfaatan pelayanan Koperasi; dan
c. sistem akuntansi yang standar.

Pasal 9

Komponen kepatuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e


terdiri dari :
a. prinsip keseimbangan;
b. prinsip keadilan;
c. prinsip kemaslahatan; dan
d. prinsip persaudaraan;.

Pasal 10

(1) Setiap komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal
8 dan Pasal 9 diberikan bobot penilaian yang menjadi dasar perhitungan
pengawasan Kepatuhan Koperasi.

(2) Pengawasan Kepatuhan Koperasi terhadap setiap aspek sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan penilaian kualitatif yang dinyatakan
dengan nilai skor 0 dan 1.

(3) Perincian mengenai bobot setiap aspek yang dinilai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menggunakan kertas kerja sebagaimana terdapat pada lampiran I, II, III,
IV dan V Peraturan Deputi ini.

(4) Kertas kerja pengawasan Kepatuhan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan rincian sebagai berikut :

I - 220
a. Lampiran I untuk KSP;
b. Lampiran II untuk KSPPS;
c. Lampiran III untuk Koperasi yang memiliki USP Koperasi;
d. Lampiran IV untuk Koperasi yang memiliki USPPS Koperasi; dan
e. Lampiran V untuk Koperasi sector rill

(5) Penetapan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi dinyatakan dalam 3 (tiga)


predikat sebagai berikut :
a. kepatuhan peringkat pertama dengan total skor mencapai 80 – 100;
b. kepatuhan peringkat kedua dengan total skor mencapai 66 - 79; dan
c. kepatuhan peringkat ketiga dengan total skor mencapai 55 – 65.

(6) Penetapan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi dapat dikoreksi dengan turun
satu peringkat jika ditemukan pelanggaran sedang sebagai berikut :
a. perubahan anggaran dasar tidak melalui rapat anggota;
b. manajemen solvabilitas yang kurang baik dengan adanya pengajuan
penundaan kewajiban pembayaran utang oleh anggota/calon
anggota/kreditur; dan/atau
c. Koperasi tidak menyampaikan laporan keuangan kepada Pejabat Pengawas
khusus KSP/USP Koperasi dan KSPPS/USPPS Koperasi per triwulan dan
Koperasi sektor ril secara tahunan.
(7) Penetapan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi dapat dikoreksi dengan turun dua
peringkat jika ditemukan pelanggaran berat antara lain :
a. penghimpunan modal penyertaan yang belum mendapat persetujuan dalam
rapat anggota
b. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan;
c. Koperasi tidak melakukan rapat anggota dan atau tidak melakukan kegiatan
usahanya secara nyata selama dua Tahun;
d. kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau
kesusilaan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti; dan/atau
e. ketentuan yang berkaitan dengan keberadaan dan atau jati diri dari Koperasi
sebagaimana tercantum dalam Pasal 5, Pasal 17 Pasal 18 dan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

(8) Penurunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dengan cara melakukan
pengurangan sejumlah 10 – 34 poin dari jumlah total skor yang diperoleh Koperasi
sehingga didapat jumlah total skor akhir 66 pada kepatuhan peringkat kedua dan
skor akhir 56 pada kepatuhan peringkat ketiga.

(9) Penurunan dua tingkat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan melakukan
pengurangan sejumlah 24 – 44 poin sehingga didapat jumlah total skor akhir 56
pada kepatuhan peringkat ketiga.

I - 221
BAB IV
PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEPATUHAN
Pasal 11

(1) Pengawasan Kepatuhan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat


(1) dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali oleh Pengawas Koperasi.

(2) Pengawasan Kepatuhan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat


(2) dilaksanakan setiap 1 (satu) Tahun sekali oleh Pejabat Pengawas.

(3) Pengawasan Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
menggunakan kertas kerja yang sama dan disesuaikan dengan jenis Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4).

Pasal 12

Hasil pengawasan kepatuhan yang dilakukan oleh Pengawas Koperasi belum


dinyatakan sah jika belum diverifikasi dan divalidasi oleh Pejabat Pengawas.

Pasal 13

(1) Tugas pengawasan Kepatuhan Koperasi eksternal menjadi tanggung jawab


pemerintah pusat, pemerintah provinsi/D.I dan pemerintah kabupaten/kota.

(2) Tugas pengawasan Kepatuhan Koperasi secara internal menjadi tanggung jawab
Pengawas Koperasi yang merupakan perangkat organisasi Koperasi.

Pasal 14

Pengawasan Kepatuhan Koperasi diatur sebagai berikut :


a. Koperasi yang diawasi kepatuhan adalah Koperasi yang telah beroperasi
paling sedikit 1 (satu) Tahun buku; dan

b. Setiap Koperasi yang telah dilakukan pengawasan kepatuhan oleh Pejabat


Pengawas diberikan sertifikat predikat pengawasan Kepatuhan Koperasi
dengan pengaturan sebagai berikut:

1) Koperasi yang anggotanya berdomisili lintas provinsi/DI oleh Deputi atas


nama Menteri;
2) Koperasi yang anggotanya berdomisili lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu)
provinsi/DI oleh Perangkat Daerah tingkat provinsi atas nama gubernur; dan
3) Koperasi yang anggotanya berdomisili dalam 1 (satu) kabupaten/kota oleh
Perangkat Daerah tingkat kabupaten/kota atas nama bupati atau walikota.

I - 222
BAB V
PELAPORAN
Pasal 15

Hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi oleh Pengawas Koperasi disertai tandatangan


dari ketua dan anggotanya dilaporkan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Pejabat
Pengawas berdasarkan wilayah keanggotaan Koperasi.

Pasal 16

Pejabat Pengawas wajib melaporkan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi setiap 1


(satu) Tahun dan sewaktu-waktu bila diperlukan kepada Menteri/gubernur/
bupati/walikota.

Pasal 17

(1) Laporan pengawasan Kepatuhan Koperasi yang dituangkan dalam bentuk


laporan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi harus obyektif, seimbang,
independen, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan

(2) Laporan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi oleh Pejabat Pengawas diatur
sebagai berikut :
a. Pada tingkat pusat dilaporkan kepada Menteri up. Deputi;
b. Pada tingkat provinsi/DI dilaporkan kepada gubernur dan ditembuskan kepada
Menteri up. Deputi; dan
c. Pada tingkat kabupaten atau kota dilaporkan kepada bupati/walikota dan
ditembuskan kepada gubernur up. Perangkat Daerah tingkat provinsi.

(3) Laporan hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi oleh pejabat pengawas,


dilengkapi informasi paling sedikit :
a. Rekapitulasi capaian pelaksananaan Kepatuhan Koperasi;
b. Rincian rekapitulasi yang disertai identitas Koperasi dan hasil pengawasan
Kepatuhan Koperasi; dan
c. Rekomendasi tindak lanjut hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi.

I - 223
BAB VI
MONITORING, EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

Bagian Kesatu
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 18

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan/atau
dapat dilaksanakan sewaktu-waktu.

Bagian Kedua
Tindak Lanjut

Pasal 19

(1) Tindak lanjut hasil pengawasan Kepatuhan Koperasi dapat berupa:


(2) Pembinaan dalam bentuk advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilakukan dengan Koperasi menindaklanjuti penyelesaian rekomendasi atas
pelanggaran yang terjadi.
(3) Penyelesaian rekomendasi atas pelanggaran hendaknya memprioritaskan
terhadap pelanggaran berat dan sedang
(4) Waktu yang dibutuhkan Koperasi dalam rangka penyelesaian rekomendasi
sebagaimana dimaksud ada ayat (2) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan
sejak rekomendasi ditandatangani oleh Pengawas Koperasi

BAB VII KENTENTUAN


PENUTUP

Pasal 20

Peraturan Deputi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 April 2017

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Cap
&
Ttd

SUPARNO, SE, MM.


NIP. 19600412 198303 1 001

I - 224
PERATURAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
Nomor : 02/Per/Dep.6/IV/2017

LEMBAR KERJA ADVOKASI KEPATUHAN KOPERASI


KOPERASI SEKTOR RIIL

No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK


I KEPATUHAN DALAM PENERAPAN PRINSIP KOPERASI
1.1 Prinsip Koperasi
Keanggotaan Sukarela dan Terbuka
Koperasi untuk menerima anggota atau pengunduran anggota
secara sukarela (tidak ada paksaan) dan terbuka ( bagi semua
1
etnis, suku agama dan lain-lain) yang tercantum dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga.
Check : Pertumbuhan anggota tiap tahun ≥ 5%
Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis
a. Kepatuhan Koperasi dalam pengambilan keputusan dan
penetapan kebijakan dan pengelolaan koperasi, dilakukan
oleh anggota secara demokratis One man one vote, dalam
Rapat Anggota Tahunan.
2
Check : Jumlah anggota yang hadir dalam Rapat Anggota >
50%
b. Semua anggota berhak dipilih dan memilih untuk menjadi
pengurus dan pengawas koperasi.
Check : Anggaran Dasar
Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada Anggota Sebanding
dengan Jasa Usaha Anggota ke Koperasi
Koperasi membagi SHU dan bagian SHU untuk anggota dibagi
proprosional dengan besarnya jasa usaha dan modal anggota
kepada koperasi, tidak dibagi sama rata, yang ketentuannya
3
tercantum dalam AD/ART.
Check :
- Formula SHU yang diberikan kepada anggota
didasarkan pada modal dan banyaknya transaksi
- Daftar pembagian SHU pada anggota
Pemberian Balas Jasa Yang Terbatas Terhadap Modal
Simpanan Sukarela, Simpanan berjangka, Modal Penyertaan
diberikan balas jasa atau imbalan terbatas berupa imbalan (nisbah
4
bagi hasil/marjin) yang wajar dan disepakati di dalam Rapat
Anggota.
Check : Suku bunga simpanan 5% - 10% per tahun
Kemandirian
Pengelolaan koperasi dilakukan atas dasar pada kemampuan
5 dan kekuatan internal koperasi (mandiri), dan tidak tergantung
oleh pihak eksternal, termasuk bantuan dana hanya digunakan
sebagai sarana bukan tujuan berkoperasi.

I - 225
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
Check : Modal sendiri dibanding pinjaman luar ≥ 50%
Pengembangan Koperasi :
a. Pendidikan Perkoperasian
Koperasi menyisihkan sebagian SHU untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi anggota
pengurus, pengawas dan pengelola yang terstruktur dan
dilaksanakan secara rutin dan berjenjang.
Check :
- Ada tidaknya alokasi anggaran pendidikan
6
perkoperasian
- Ada tidaknya pelaksanaan pendidikan perkoperasian
b. Kerjasama Antar Koperasi
Kepatuhan koperasi menjalin kerjasama organisasi, usaha
dan permodalan antar koperasi di tingkat kabupaten/kota,
provinsi, nasional dan internasional.
Check : Koperasi menjadi anggota koperasi sekunder atau
memiliki perjanjian kerjasama dengan koperasi lainnya
1.2 Prinsip Syariah
Prinsip Keseimbangan
a. Orientasi koperasi tidak hanya bisnis semata melainkan juga
falah oriented (kemenangan di dunia dan akhirat).
Check : AD/ART
1.2.1
b. Koperasi dalam menjalankan kegiatan usahanya
mempertimbangkan prinsip keseimbangan material dan
spiritual, bisnis dan social.
Check : usaha/layanan koperasi
Prinsip kemaslahatan
a. Koperasi menetapkan produk usaha merujuk pada fatwa
1.2.2
DSN-MUI.
Check : produk usaha Koperasi
Prinsip Keadilan
a. Keadilan Sosial
Semua anggota koperasi mempunyai hak dan kewajiban
yang sama
Check : AD/ART
b. Keadilan Ekonomi
1) Tidak ada unsur riba
a) Ada denda karena keterlambatan pembayaran
1.2.3
hutang yang diakui sebagai pendapatan oleh
koperasi
Check : Akad utang piutang/SOP
b) Ada jual beli antara barang-barang ribawi sejenis
yang tidak diserahkan pada saat transaksi
Check : Akad jual beli/SOP
c) Ada jual-beli antara barang-barang ribawi yang
berlainan jenis dengan jumlah dan kadar yang

I - 227
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
berbeda yang tidak diserahkan pada saat akad jual
beli
Check :

2) Tidak ada kezaliman


a) Koperasi telah membayar zakat
Check : Laporan pertanggungjawaban pengurus
b) Apakah anggota koperasi dalam melakukan transaksi
jual beli dengan koperasi dalam keadaan terpaksa
c) Apakah objek usaha atau barang yang diakadkan
bertentangan dengan syariah
d) Apakah koperasi dalam menghimpun dan
memberikan hadiah tidak sesuai dengan fatwa DSN-
MUI
e) Apakah koperasi dalam menyalurkan dana menerima
hadiah atau pemberian dari anggota
3) Tidak ada unsur masyir (unsur judi dan spekulatif)
Apakah koperasi melakukan transaksi yang mengandung
unsur maysir
4) Tidak ada unsur gharar (ketidakjelasan)
Apakah koperasi dalam melakukan akad jual beli ada
ketidakjelasan barang (fisik, sifat dan ukuran) dan jangka
waktu pembayaran)
Prinsip Persaudaraan
1.2.4 a. Kebijakan kelonggaran pembayaran utang bagi
permasalahan pembiayaan
II KEPATUHAN DALAM ASPEK KELEMBAGAAN
2.1 Legalitas
Legalitas Badan Hukum
a. Koperasi mempunyai Akta Pendirian Koperasi yang telah
disahkan oleh Pemerintah
Check : Akta Pendirian telah disahkan
1 b. Perubahan Anggaran Dasar (*) telah disetujui oleh Rapat
Anggota secara
Check : Notulen Rapat, Daftar Hadir, Jumlah Anggota
saat perubahan Anggaran Dasar disetujui
* Note : bila ada PAD
Legalitas Izin Usaha
a. Memiliki Izin Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah serta Izin Lainnya
Check : Izin usaha dari instansi berwenang/terkait
2 b. Memiliki izin pembukaan Kantor Cabang Koperasi untuk
USPPS Koperasi
Check : Izin dari Kementerian Koperasi atau Dinas
Koperasi Provinsi sesuai dengan wilayah keanggotaan
c. Koperasi wajib memasang Papan Nama pada Kantor

I - 228
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
Pusat dan Kantor Jaringan Usaha
Check : Papan Nama Koperasi dan ada kata "Koperasi"
serta logo koperasi

2.2 Anggota
Status
a. Apakah Jumlah anggota Koperasi primer berkurang hingga
dibawah 20 orang dan untuk koperasi sekunder berkurang
hingga dibawah 3 koperasi
Check : Buku Daftar Anggota
1 b. Pencatatan anggota dalam Buku Daftar Anggota
Check : Buku Daftar Anggota dilengkapi dengan tandatangan
dan cap jempol
c. Calon anggota dalam waktu paling lama (maksimal) 3 bulan
harus diangkat menjadi anggota
Check : Buku daftar simpanan pokok
Partisipasi
a. Anggota adalah pemilik aktif dalam permodalan koperasi
Check : Buku daftar simpanan pokok dan simpanan wajib
2 b. Anggota sebagai pengguna jasa aktif dalam transaksi atau
melanggani di koperasi
Check : >50% anggota melakukan transaksi yang tercatat
dalam buku daftar transaksi di koperasi selama 1 tahun
2.2 Kelengkapan Organisasi
Rapat Anggota
a. Notulen Rapat / Berita Acara Rapat hasil Rapat Anggota
yang dihadiri secara kuorum dan ditandatangani oleh
pimpinan, sekretaris dan wakil anggota rapat
1 Check : Daftar Hadir Anggota dan Notulen Rapat dan Berita
Acara Rapat Anggota
b. Rapat Anggota Tahunan dilaksanakan tepat waktu (paling
lambat 6 bulan setelah tahun buku lampau)
Check : Tanggal pelaksanaan RAT
Pengawas (Primer dan Sekunder)
a. Pengawas dipilih dan diangkat dalam Rapat Anggota
Check : Ketentuan AD/ART, Notulen RA, Berita Acara
b. Pengawas memiliki/menggunakan metode atau kertas kerja
dalam melakukan fungsi pengawasan kepatuhan terhadap
2
kebijakan dan pengelolaan koperasi
Check : Metode dan kertas kerja pengawasan
c. Laporan pertanggungjawaban hasil pengawasan oleh
Pengawas pada Rapat Anggota
Check : Laporan pertanggungjawaban pengawas
Dewan Pengawas Syariah
3 a. Dewan Pengawas Syariah dipilih dan diangkat dalam Rapat
Anggota

I - 229
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
Check : ketentuan AD/ART, Notulen RA, Berita Acara
b. Dewan Pengawas Syariah berjumlah paling sedikit 2 orang
dan setengahnya memiliki sertifikasi DSN-MUI
Check : Jumlah Pengawas Syariah dan jumlah kepemilikan
sertifikat DSN-MUI
Pengurus
a. Pengurus dipilih dan diangkat dalam Rapat Anggota
Check : Ketentuan AD/ART, Notulen RA, Berita Acara
b. Rencana Kerja dan Program Anggaran Pendapatan dan
Belanja Koperasi disampaikan Pengurus dan dibahas pada
Rapat Anggota
Check : Notulen RA untuk RK dan RAPB
c. Laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
4
tugas disampaikan Pengurus pada Rapat Anggota
Check : Notulen RA untuk Laporan Keuangan
d. Adanya hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai
derajat kesatu antar satu pengurus dengan pengurus yang lain
Check : Surat Pernyataan semua pengurus tidak mempunyai
hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat
kesatu

Pengelola
a. Pengelola mempunyai keahlian di bidang keuangan atau
5
pernah mengikuti pelatihan keuangan syariah
Check : Sertifikat Pelatihan Keuangan Syariah
III KEPATUHAN DALAM ASPEK USAHA DAN KEUANGAN
3.1 Usaha
Portofolio Kegiatan Pelayanan
a. Kebijakan penetapan jenis produk simpanan dan pinjaman
serta pembiayaan berdasarkan atau merujuk fatwa DSN-MUI
Check : Produk simpanan dan pinjaman / pembiayaan
b. Kebijakan/Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang
menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman /
pembiayaan
Check : SOP tentang menghimpun simpanan dan
menyalurkan pinjaman / pembiayaan
1 c. Ketentuan tentang peniadaan agunan / jaminan terhadap nilai
pinjaman / pembiayaan tertentu
Check : Ketentuan tentang peniadaan agunan / jaminan
terhadap nilai pinjaman / pembiayaan tertentu
d. Usaha Koperasi berkaitan langsung dengan kepentingan
ekonomi anggota dan sesuai dengan Anggaran Dasar
Check : Unit usaha yang dijalankan oleh koperasi apakah
sesuai dengan Anggaran Dasar
e. Kegiatan Maal berupa Ziswaf dan dana sosial lainnya wajib
dilaporkan terpisah dari laporan keuangan kegiatan usaha

I - 230
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
koperasi
Check : Laporan keuangan khusus tentang ziswaf dan dana
sosial lainnya
f. Koperasi melakukan kegiatan usaha sektor riil
Check : Usaha yang dilakukan oleh koperasi
Perencanaan dan Pengendalian Usaha
a. Kebijakan orientasi pelayanan pada anggota, dan apabila
kelebihan kapasitas dapat melayani calon anggota, Koperasi
lain dan anggotanya melalui kerjasama antar KSPPS
Check : Peraturan tentang pelayanan kepada calon anggota,
koperasi lain dan anggotanya
b. Koperasi memiliki Manajemen Risiko
Check : Peraturan tentang manajemen risiko
c. Koperasi memiliki kebijakan tata kelola Koperasi yang baik
2
Check : Peraturan tentang tata kelola koperasi yang baik
d. Pencatatan aset koperasi atas nama badan hukum koperasi
yang bersangkutan
Check : Sertifikat tanah tempat bangunan koperasi, BPKB,
daftar inventaris kantor koperasi
e. Unit Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(USPPS) Koperasi telah dikelola secara otonom (terpisah
dari unit lainnya)
Check : Pengelola USPPS dan Laporan Keuangan USPPS
Kinerja Usaha
a. Besarnya Pendapatan Usaha Koperasi sesuai dengan
rencana
Check : RAPBK dan Laporan Keuangan satu tahun buku
b. Besarnya Biaya Usaha (operasional) Koperasi sesuai
3 rencana
Check : RAPBK dan Laporan Keuangan satu tahun buku
c. Pembagian dan penggunaan SHU sesuai dengan Anggaran
Dasar dan peraturan
Check : Notulen Rapat Anggota, Daftar Anggota Penerima
SHU, Buku Tabungan Anggota
3.2 Keuangan
Rencana Pemenuhan Kebutuhan Dana
a. Penyediaan aktiva lancar koperasi mencukupi untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek
1
Check : kas / setara kas ≥15% dari kewajiban lancar, jumlah
tabungan / simpanan harian anggota, pinjaman jangka
pendek koperasi kepada pihak ketiga (≤ 1 tahun)
Pengendalian Keuangan
a. Koperasi memiliki kebijakan/Persus untuk menjaga
2 keseimbangan pendanaan dengan modal sendiri, modal
pinjaman dan modal penyertaan
Check : Peraturan tentang modal sendiri dibanding modal

I - 231
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
pinjaman dan modal penyertaan ≥50%
b. Penarikan pembiayaan yang diterima Koperasi didasarkan
pada kemampuan membayar kembali
Check : Perhitungan saat ini tentang modal sendiri dibanding
modal pinjaman dan modal penyertaan ≥25%
c. Apakah modal tetap USPPS berkurang jumlahnya (USPPS
Koperasi Primer Rp 15 juta dan USPPS Koperasi sekunder
Rp 50 juta)
Check : Jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan
simpanan yang disetarakan saat ini
d. Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam
Rapat Anggota
Check : Notulen Rapat Anggota
Pengalokasian atau Penyaluran Dana / Pinjaman / Kredit
a. Penentuan Batas Maksimum Pemberian
Pinjaman/Pembiayaan (BMPP/P) ditetapkan dalam Rapat
Anggota
Check : Notulen Rapat Anggota
b. Koperasi mempunyai kebijakan penanganan pembiayaan
bermasalah
3
Check : Peraturan tentang Penanganan Pembiayaan
Bermasalah
c. Koperasi mempunyai kebijakan penempatan kelebihan dana
pada instrumen keuangan selain pinjaman / kredit seperti
giro, deposito, tabungan, pembelian saham, obligasi, dan
lainnya
Check : Peraturan tentang Penempatan Kelebihan Dana
Kinerja Keuangan
a. Koperasi telah dinilai kesehatannya
Check : Sertifikat Penilaian Kesehatan Koperasi
4
b. Koperasi menyelenggarakan audit keuangan internal dan
eksternal
Check : Laporan keuangan audit internal dan audit eksternal
IV KEPATUHAN DALAM ASPEK TRANSAKSI
Sumber Dana yang tidak Bertentangan dengan Peraturan
Perundang-Undangan
a. Koperasi dalam memperoleh sumber dana tidak
bertentangan dengan Peraturan dan Perundang-Undangan
Check : Peraturan tentang perlunya surat pernyataan dari
anggota bila menyetor dana sejumlah tertentu
1
b. Penghimpunan modal penyertaan (*) telah disetujui dalam
Rapat Anggota
Check : Notulen Rapat Anggota
* Bila ada Modal Penyertaan
c. Pemanfaatan Pelayanan
Check : Hasil wawancara dengan anggota koperasi

I - 232
No INDIKATOR KEPATUHAN YA TIDAK
Pemanfaatan Pelayanan
2 a. Peningkatan pelayanan koperasi kepada anggotanya
Check : Hasil wawancara dengan anggota koperasi
Penerapan Sistem Akuntansi yang Standar
a. Penyusunan laporan keuangan berdasarkan standar baku
Check : Laporan Keuangan
3
b. Koperasi mengirim laporan berkala kepada pembina
Provinsi/Dinas KUKM Kabupaten/Kota)
Check : Bukti pengiriman laporan

TOTAL SKOR
PREDIKAT Kepatuhan Peringkat Ketiga
PENURUNAN PERINGKAT
a. Penurunan Satu Tingkat
(Pengurangan 1 tingkat dikarenakan tidak pernah menyampaikan laporan
keuangan secara berkala ke Kementerian Koperasi dan UKM
b. Penurunan Dua Tingkat
TOTAL SKOR

PREDIKAT AKHIR Kepatuhan Peringkat Ketiga

II - 233
II - 233
KEMENTRIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 02 /PER/M.KUKM/ II /2017

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN


MENENGAH NOMOR 15/PER/M.KUKM/IX/2015 TENTANG USAHA SIMPAN PINJAM
OLEH KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka memperluas kesempatan berusaha bagi masyarakat


untukmelakukan kegiatan produktif,perlu mengembangkan pelaksanaan
kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan, agar masyarakat memperoleh
manfaat dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya;
b. bahwa pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasiyang
semakin berkembang, sesuai dengan dinamika dan perubahan tatanan
ekonomi dan sosial masyarakat, Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/
2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, perlu dilakukan
penyempurnaan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b, perlu menetapkan PeraturanMenteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
15/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi;

II - 234
Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republic Indonesia Nomor 3502);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) Sebagaimana Telah
Diubah Beberapa Kali, Terakhir Dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 Tentang Persyaratan Dan
Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian Dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi (Lembaran Negararepublik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3540);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 Tentang Pembubaran
Koperasi Oleh Pemerintah (Lembaran Negararepublik Indonesia Tahun
1994 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3549);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3501);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 Tentang Modal
Penyertaan Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3744);
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014
Tentang Penataan Tugas Dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339);
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 Tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 8);
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 106);
11. Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 10/Per/M.Kukm/Ix/2015 Tentang
Kelembagan Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1489);
12. Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 11/Per/M.Kukm/Ix/2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1490);

II - 235
Memutuskan :

Menetapkan :
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Koperasi Dan
Usaha Kecil Dan Menengah Nomor 15/Per/M.Kukm/Ix/2015 Tentang
Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.

Pasal I

Beberapa Ketentuan Dalam Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.Kukm/Ix/2015 Tentang Usaha
Simpan Pinjam Oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1494), Diubah Sebagai Berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 Ditambah Tiga Ketentuan Yakni Angka 31, Angka 32 Dan Angka
33, Sehingga Berbunyi Sebagai Berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Ini Yang Dimaksud Dengan:


1. Koperasi Adalah Badan Usaha Yang Beranggotakan Orang-Seorang Atau
Badan Hukum Koperasi Dengan Melandaskan Kegiatannya Berdasarkan Prinsip
Koperasi Sekaligus Sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat Yang Berdasar Atas Asas
Kekeluargaan.
2. Koperasi Simpan Pinjam Yang Selanjutnya Disebut Ksp Adalah Koperasi Yang
Melaksanakan Kegiatan Usahanya Hanya Usaha Simpan Pinjam
3. Unit Simpan Pinjam Yang Selanjutnya Disebut Usp Koperasi Adalah Unit
Usaha Koperasi Yang Bergerak Di Bidang Usaha Simpan Pinjam Sebagai Bagian
Dari Kegiatan Usaha Koperasi Yang Bersangkutan.
4. Ksp Primer Adalah Ksp Yang Didirikan Oleh Dan Beranggotakan Orang
Seorang.
5. Ksp Sekunder Adalah Ksp Yang Didirikan Oleh Dan Beranggotakan Ksp.
6. Pengurus Koperasi Adalah Anggota Koperasi Yang Diangkat Dan Dipilih
Dalam Rapat Anggota Untuk Mengurus Organisasi Dan Usaha Koperasi.
7. Pengawas Adalah Anggota Koperasi Yang Diangkat Dan Dipilih Dalam Rapat
Anggota Untuk Mengawasi Pelaksanaan Kebijaksanaan Dan Pengelolaan
Koperasi.
8. Pengelola Adalah Anggota Koperasi Atau Pihak Ketiga Yang Diangkat
Oleh Pengurus Dan Diberi Wewenang Untuk Mengelola Usaha Koperasi Atau
Unit Simpan Pinjam Koperasi.
9. Kekeluargaan Semenda Adalah Satu Pertalian Kekeluargaan Karena
Perkawinan, Yaitu Pertalian Antara Salah Seorang Dari Suami Isteri Dan
Keluarga Sedarah Dari Pihak Lain.
10. Simpanan Adalah Dana Yang Dipercayakan Oleh Anggota, Calon Anggota,
Koperasi Lain, Dan Atau Anggotanya Kepada Koperasi Dalam Bentuk
Simpanan Dan Tabungan.

II - 236
11. Simpanan Pokok Adalah Sejumlah Uang Yang Sama Banyaknya Yang Wajib
Dibayarkan Kepada Koperasi Pada Saat Masuk Menjadi Anggota, Yang Tidak
Dapat Diambil Kembali Selama Yang Bersangkutan Masih Menjadi Anggota.
12. Simpanan Wajib Adalah Jumlah Simpanan Tertentu Yang Tidak Harus Sama Yang
Wajib Dibayar Anggota Kepada Koperasi Dalam Waktu Dan Kesempatan Tertentu,
Yang Tidak Dapat Diambil Kembali Selama Yang Bersangkutan Masih Menjadi
Anggota.
13. Tabungan Koperasi Adalah Simpanan Di Koperasi Dengan Tujuan Khusus,
Penyetorannya Dilakukan Berangsur-Angsur Dan Penarikannya Hanya Dapat
Dilakukan Menurut Syarat Tertentu Yang Disepakati Antara Penabung Dengan
Koperasi Yang Bersangkutan Dengan Menggunakan Buku Tabungan Koperasi.
14. Simpanan Berjangka Adalah Simpanan Pada Koperasi Yang Penyetorannya
Dilakukan Sekali Dan Penarikannya Hanya Dapat Dilakukan Pada Waktu Tertentu
Menurut Perjanjian Antara Penyimpan Dengan Koperasi Yang Bersangkutan.
15. Sisa Hasil Usaha Yang Selanjutnya Disebut Shu Merupakan Pendapatan
Koperasi Yang Diperoleh Dalam Satu Tahun Buku Dikurangi Dengan Biaya
Penyusutan Dan Kewajiban Lainnya Termasuk Pajak Dalam Tahun Buku Yang
Bersangkutan.
16. Dana Cadangan Adalah Sejumlah Uang Yang Diperoleh Dari Penyisihan
Hasil Usaha Setelah Pajak Yang Dimasudkan Untuk Memupuk Modal Sendiri Dan
Menutup Kerugian Koperasi Bila Diperlukan.
17. Modal Sendiri Ksp Adalah Jumlah Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Cadangan
Yang Disisihkan Dari Sisa Hasil Usaha, Hibah, Dan Simpanan Lain Yang
Memiliki Karakteristik Sama Dengan Simpanan Wajib.
18. Modal Usp Adalah Modal Tetap Usp Yang Ditempatkan Oleh Koperasinya
Pada Awal Pendirian Usp Koperasi, Modal Tidak Tetap Tambahan Dari Koperasi
Yang Bersangkutan, Dan Cadangan Yang Disisihkan Dari Hasil Usaha Usp
Koperasi.
19. Modal Kerja Adalah Dana Yang Harus Tersedia Untuk Kelancaran Usaha Dan
Merupakan Dana Yang Ditanamkan Dalam Aktiva Lancar.
20. Modal Usaha Adalah Dana Yang Harus Tersedia Untuk Usaha Dan Merupakan
Dana Yang Tertanam Dalam Bentuk Aktiva Lancar Maupun Aktiva Tetap.
21. Rencana Kerja Adalah Rincian Kegiatan Yang Akan Dilaksanakan Pada 1 (Satu)
Periode Yang Telah Ditentukan.
22. Aset Adalah Kekayaan Yang Dimiliki Dan Dikelola Koperasi Untuk Menjalankan
Operasional Usaha Dalam Bentuk Harta Lancar Dan Atau Harta Tetap.
23. Jaringan Pelayanan Adalah Bentuk Pelayanan Koperasi Melalui Pembukaan
Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu Dan Kantor Kas Dalam Upaya
Meningkatkan Pelayanan Kepada Anggota.
24. Kantor Cabang Ksp Adalah Kantor Cabang Yang Mewakili Kantor Pusat Dalam
Menjalankan Kegiatan Usaha Menghimpun Dana Dan Penyalurannya Serta
Mempunyai Wewenang Memutuskan Pemberian Pinjaman.
25. Kantor Cabang Pembantu Adalah Kantor Cabang Pembantuksp Yang Berfungsi
Mewakili Kantor Cabang Dalam Menjalankan Kegiatan Usaha Untuk Menghimpun
Dana Dan Penyalurannya Serta Mempunyai Wewenang Menerima
Permohonan Pinjaman Tetapi Tidak Mempunyai Wewenang Untuk Memutuskan
Pemberian Pinjaman.
26. Kantor Kas Adalah Kantor Kas Ksp Yang Berfungsi Mewakili Kantor Cabang
Dalam Menjalankan Kegiatan Usaha Untuk Menghimpun Dana.
27. Standar Operasional Manajemen Bagi Ksp Dan Usp Koperasi Adalah Struktur
Tugas, Prosedur Kerja, Sistem Manajemen Dan Standar Kerja Yang Dijadikan

II - 237
Panduan Bagi Pihak Manajemen Ksp Dan Usp Koperasi.Pembinaan Koperasi
Adalah Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Untuk Menciptakan Dan
Mengembangkan Iklim Yang Kondusif Yang Mendorong Pemasyarakatan Koperasi
Melalui Pemberian Bimbingan,Kemudahan,Dan Perlindungan Kepada Koperasi.
28. Pengawasan Koperasi Adalah Upaya Yang Dilakukan Oleh Pengawas Koperasi,
Pemerintah, Gerakan Koperasi, Dan Masyarakat, Agar Organisasi Dan Usaha
Ksp Dan Usp Koperasi Diselenggarakan Dengan Baik Sesuai Dengan Perundang-
Undangan Yang Berlaku.
29. Kesehatan Ksp Dan Usp Koperasi Adalah Kondisi Kinerja Usaha, Keuangan Dan
Manajemen Koperasi Yang Dinyatakan, Sehat, Cukup Sehat, Dalam Pengawasan
Dan Dalam Pengawasan Khusus.
30. Izin Usaha Simpan Pinjam Adalah Legalitas Usaha Koperasi Yang Melakukan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam.
31. Pinjaman Adalah Penyediaan Uang Atau Tagihan Yang Dapat Dipersamakan
Dengan Itu, Berdasarkan Persetujuan Atau Kesepakatan Pinjam Meminjam
Antara Koperasi Dengan Pihak Lain Yang Mewajibkan Pihak Peminjam Untuk
Melunasi Hutangnya Setelah Jangka Waktu Tertentu Disertai Dengan Pembayaran
Sejumlah Imbalan.
32. Calon Anggota Adalah Orang Per Orang / Koperasi Yang Telah Melunasi
Pembayaran Simpanan Pokok Kepada Koperasinya, Tetapi Secara Formal Belum
Sepenuhnya Melengkapi Persyaratan Administratif, Antara Lain Belum
Menandatangani Buku Daftar Anggota.

Ketentuan Pasal 3 Diubah, Sehingga Berbunyi Sebagai Berikut :

Pasal 3

(1). Pendirian Ksp Dilaksanakan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-


Undangan Dengan Memperhatikan Kelayakan Usaha Serta Manfaat Bagi
Anggotanya.
(2). Pengesahan Akta Pendirian Ksp Diberikan Dengan Menerbitkan 2 (Dua)
Dokumen, Yaitu Dokumen Pengesahan Badan Hukum Dan Dokumen Izin Usaha
Simpan Pinjam.
(3). Koperasi Primer Dibentuk Dan Didirikan Oleh Paling Sedikit 20 (Dua Puluh)
Orang Yang Mempunyai Kegiatan Dan Kepentingan Ekonomi Yang Sama.
(4). Ksp Sekunder Didirikan Oleh Paling Sedikit 3 (Tiga) Badan Hukum Koperasi
Simpan Pinjam Dan Koperasi Yang Mempunyai Unit Simpan Pinjam.
(5). Dalam Pengajuan Permohonan Pengesahan Akta Pendirian Ksp Sebagaimana
Dimaksud Pada Ayat (2) Para Pendiri Wajib Memenuhi Tambahan Persyaratan
Dengan Menyampaikan Beberapa Dokumen Sebagai Berikut:
A. Surat Bukti Penyetoran Modal Sendiri Pada Awal Pendirian Ksp Berupa Rekening
Tabungan Pada Bank Umum;
B. Rencana Kerja Paling Sedikit 3 (Tiga)
Tahun, Yang Menjelaskan Hal-Hal Sebagai Berikut:

1. Rencana Permodalan Yang Meliputi:


A) Rencana Penghimpunan Modal Sendiri, Berasal Dari Simpanan Pokok, Simpanan
Wajib, Hibah Dan Dana Cadangan;
B) Rencana Modal Pinjaman Yang Berasal Dari Anggota, Calon Anggota, Koperasi
Lain Atau Anggotanya, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbitan
Obligasi Dan Surat Utang Lainnya Serta Sumber Lain Yang Sah; Dan

II - 238
C) Rencana Modal Penyertaan.
2. Rencana Kegiatan Usaha Yang Meliputi:
A) Rencana Jenis Produk Penghimpunan Dana Simpanan;
B) Rencana Jenis Produk Pemberian Pinjaman; Dan
C) Rencana Pendapatan Dan Biaya.

Rencana Bidang Organisasi Dan Sumber Daya Manusia Meliputi:


A) Struktur Organisasi;
B) Uraian Tugas, Wewenang, Dan Tanggung Jawab;
C) Pembinaan Calon Anggota Untuk Menjadi Anggota; Dan
D) Jumlah Karyawan.
C. Pernyataan Kelengkapan Administrasi Organisasi Dan Pembukuan, Paling Sedikit:
1. Buku Daftar Pengurus;
2. Buku Daftar Pengawas;
3. Buku Daftar Anggota;
4. Buku Daftar Simpanan Anggota;
5. Buku Daftar Pinjaman Anggota;
6. Formulir Permohonan Menjadi Anggota;
7. Formulir Permohonan Pengunduran Diri Sebagai Anggota;
8. Formulir Tabungan Dan Simpanan Berjangka;
9. Formulir Administrasi Pinjaman Yang Diberikan;
10. Formulir Administrasi Hutang Yang Diterima;
11. Formulir Administrasi Modal Sendiri; Dan
12. Formulir Perjanjian Pinjaman
D. Nama Dan Riwayat Hidup Calon Pengelola Dengan Melampirkan:
1. Bukti Telah Mengikuti Pelatihan Simpan Pinjam Koperasi Dan Surat Keterangan
Telah Mengikuti Magang Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi Atau Surat
Keterangan Berpengalaman Bekerja Di Bidang Simpan Pinjam Koperasi;
2. Surat Keterangan Berkelakuan Baik Dari Yang Berwenang Yang Menyatakan
Bahwa Yang Bersangkutan Tidak Pernah Melakukan Tindakan Tercela Atau
Dihukum Karena Terbukti Melakukan Tindak Pidana Di Bidang Keuangan Atau
Tindak Pidana Lainnya;
3. Surat Pernyataan Tidak Mempunyai Hubungan Keluarga Sedarah Dan
Semenda Sampai Derajat Kesatu Dengan Pengurus Lain Atau Pengawas; Dan
4. Pernyataan Pengelola Ksp Tentang Kesediaannya Untuk Bekerja Secara Purna
Waktu.
E. Daftar Sarana Kerja Dilengkapi Dengan Keterangan
Kondisi Fisiknya, Paling Sedikit Terdiri Atas:
1. Kantor;
2. Meja Dan Kursi Kerja;
3. Alat Hitung;
4. Tempat Menyimpan Uang Atau Brankas;
5. Tempat Menyimpan Buku Administrasi Dan Pembukuan;
6. Buku Pedoman Dan Peraturan Di Bidang Simpan Pinjam Koperasi; Dan
7. Papan Nama

(6) Penyetoran Modal Awal Pendirian Ksp Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (5)
Huruf A, Dilaksanakan Sesuai Dengan Ketentuan Sebagai Berikut:
A. Dilengkapi Dengan Bukti Penyetoran Dari Anggota Kepada Koperasinya;
B. Dibukukan Dalam Neraca Ksp Sebagai Harta Kekayaan Badan Hukum Ksp;
C. Tidak Boleh Diambil, Kecuali Keluar Dari Keanggotaan Koperasi Dan
Ada Modal Pengganti Dari Anggota Baru Dan/Atau Dana Cadangan Koperasi; Dan
II - 239
D. Modal Awal Yang Disetor Oleh Anggota Terdiri Dari Simpanan Pokok Dan
Simpanan Wajib, Harus Disimpan Pada Bank Umum.

Ketentuan Pasal 4 Diubah, Sehingga Berbunyi Sebagai Berikut:

Pasal 4

(1) Pembukaan Usp Koperasi Dilaksanakan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan


Perundang-Undangan Dengan Memperhatikan Kelayakan Usaha Serta Manfaat
Bagi Anggotanya.
(2) Koperasi Yang Telah Berbadan Hukum Tetapi Belum Mencantumkankegiatan
Usaha Simpan Pinjam Didalam Anggaran Dasarnya, Apabila Akan Melakukan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Wajib Mengajukan Permohonan Pengesahan
Perubahan Anggaran Dasar Dengan Mencantumkan Usaha Simpan Pinjam Di
Dalam Anggaran Dasar Tersebut Kepada Pejabat Yang Berwenang.
(3). Pengajuan Permohonan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Sebagaimana
Dimaksud Pada Ayat (2) Wajib Memenuhi Tambahan Persyaratan Dengan
Menyampaikan Beberapa Dokumen Sebagai Berikut:
A. Surat Bukti Penyetoran Modal Tetap Dari Koperasi Kepada Usp Koperasi Berupa
Rekening Tabungan Pada Bank Umum;
B. Rencana Kerja Paling Sedikit 3 (Tiga) Tahun;
C. Administrasi Dan Pembukuan Usp Koperasi Yang Dikelola Secara Khusus Dan
Terpisah Dari Pembukuan Koperasinya;
D. Nama Dan Riwayat Hidup Pengurus, Pengawas Dan Calon Pengelola Usp
Koperasi;
E. Daftar Sarana Kerja Beserta Keterangan Kondisi Fisiknya, Paling Sedikit Terdiri:
1). Kantor;
2). Meja Dan Kursi Kerja
3). Alat Hitung;
4). Tempat Menyimpan Uang Atau BrankaS
5). Tempat Menyimpan Buku Administrasi Dan Pembukuan;
6). Buku Pedoman Dan Peraturan Di Bidang Simpan Pinjam Koperasi; Dan
7). Papan Nama.
F. Surat Perjanjian Kerja Antara Pengurus Koperasi Dengan Pengelola Usp Koperasi;
Dan
G. Pernyataan Pengelola Usp Koperasi Mengenai Kesediaannya Untuk Bekerja
Secara Purna Waktu.
(4) Koperasi Yang Memiliki Unit Simpan Pinjam Wajib Mengajukan Permohoan
Izin Usaha Simpan Pinjam.
(5) Usp Koperasi Yang Memiliki Modal Tetap Lebih Kecil / Kurang Dari
Rp15.000.000,00 (Lima Belas Juta Rupiah) Didaftar Pada Buku Registrasi
Koperasi Dan Paling Lambat 1 (Satu) Tahun Harus Sudah Memenuhi
Persyaratan Untuk Mengajukan Permohonan Izin Usaha.
(6) Usp Koperasi Wajib Dikelola Secara Terpisah Dengan Unit Usaha Lainnya.
(7) Usp Koperasi Yang Telah Mencapai Aset Paling Sedikit Rp5.000.000.000,00
(Lima Miliar Rupiah) Dapat Memisahkan Menjadi Ksp.
Ketentuan Pasal 7 Diubah, Sehingga Berbunyi Sebagai Berikut:

Pasal 7

Persyaratan Izin Usaha Simpan Pinjam:


Surat Permohonan Pengajuan Izin Usaha Simpan Pinjam;
II - 240
B. Fotocopy Pengesahan Akta Pendirian/Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Beserta
Surat Keputusannya;
C. Fotocopy Surat Bukti Setoran Modal Dalam Bentuk Rekening Tabungan Pada
Bank Umum Atas Nama Koperasi Dan/Atau Salah Satu Pengurus;
D. Daftar Riwayat Hidup Pengurus Dan Pengawas Serta Fotocopy Kartu Tanda
Penduduk Pengurus, Dan Pengawas;
E. Fotocopy Nomor Rekening Atas Nama Koperasi; Dan
F. Rencana Kerja Paling Sedikit 3 (Tiga) Tahun.

Ketentuan Ayat (2) Dan Ayat (3) Pasal 8 Diubah, Sehingga Berbunyi Sebagai Berikut:

Pasal 8

(1). Untuk Mendekatkan Jarak Pelayanan Dan Meningkatkan Kualitas


Pelayanan Kepada Anggota, Baik Pelayanan Jasa Simpanan Maupun
Pemberian Pinjaman,KSP Dan USP Koperasi Melalui Koperasinya Dapat
Membuka Jaringan nPelayanan Berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu Dan Kantor Kas.
(2). Pembukaan Kantor Cabang Dan Kantor Cabang Pembantu Usaha Simpan
Pinjam Oleh Koperasi Dapat Dilaksanakan Setelah KSP Dan USP Koperasi
Yang Bersangkutan Melaksanakaan Kegiatan Simpan Pinjam Paling Sedikit 2
(Dua) Tahun, Mempunyai Predikat Kesehatan Paling Rendah “Cukup
Sehat” Dan Mempunyai Anggota Paling Sedikit 20 (Dua Puluh) Orang Di
Daerah Yang Akan Dibuka Jaringan Pelayanannya.
(3). Pembukaan Kantor Kas Dapat Dilaksanakan Setelah KSP Dan USP Koperasi
Melaksanakan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Paling Sedikit 6 (Enam) Bulan
Dengan Jumlah Anggota Kantor Kas Yang Akan Dibuka Paling Sedikit 20
(Dua Puluh) Orang.

Ketentuan Pasal 9 Diubah, Sehingga Berbunyi Sebagai Berikut:

Pasal 9

(1) Persyaratan Pembukaan Kantor Cabang Dan/Atau Kantor Cabang Pembantu


Dengan Melampirkan Sebagai Berikut:
A. Alamat Kantor Cabang Dan Kantor Cabang Pembantu Yang Akan Dibuka;
B. Fotocopy Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga;
C. Modal Kerja Untuk Kantor Cabang Dan Kantor
D. Fotocopy Hasil Penilaian Kesehatan Dengan Predikat Kesehatan Paling
Sedikit Cukup Sehat;
E. Daftar Sarana Kerja Beserta Kondisi Fisiknya;
F. Neraca Dan Perhitungan Hasil Usaha Koperasi Yang Bersangkutan Dalam 1
(Satu) Tahun Terakhir;
G. Rencan Kerja Kantor Cabang Paling Sedikit Setahun;
H. Daftar Nama Dan Riwayat Hidup Calon Pimpinan Dan Daftar Nama Calon
Karyawan Kantor Cabang; Dan
I. Calon Kepala Cabang Wajib Memiliki Sertifikat Standar Kompetensi.

(2) Persyaratan pembukaan Kantor Kas sebagai berikut:


a. memiliki Kantor Cabang dan/atau Kantor Cabang Pembantu dalam satu wilayah
kabupaten/kota dimana kantor kas tersebut dibuka; dan

II - 241
b. nama calon kepala kantor kas Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1
(satu) pasal, yakni Pasal 10A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10A

KSP dan USP Koperasi dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dengan
menggunakan Jaringan Pelayanan Simpan Pinjam Digital Digital Financial Services
(DFS).

8. Ketentuan ayat (1) Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam meliputi:


a. menghimpun simpanan berjangka dan tabungan koperasi dan anggota,
calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota,calon anggota, koperasi lain dan/atau
anggotanya; dan
c. dalam kegiatan usaha simpan pinjam wajib mengelola keseimbangan sumber
dan dan penyaluran pinjaman.
(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menjadi anggota koperasi.
(3) Kegiatan usaha simpan pinjam dengan koperasi lain dilakukan melalui kemitraan
yang dituangkan dalam perjanjian tertulis
9. Ketentuan ayat (2) Pasal 20 dihapus dan ayat (3) Pasal 20 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dengan tata kelola yang baik,
menerapkan prinsip kehati- hatian dan manajemen risiko, serta mematuhi
peraturan yang terkait dengan pengelolaan usaha simpan pinjam.
(2) Dihapus.
(3) KSP dan USP Koperasi dilarang melakukan kegiatan usaha pada sektor riil.
(4) KSP Sekunder dan Koperasi Sekunder yang memiliki unit simpan pinjam dilarang
memberikan pinjaman kepada perorangan.

10. Ketentuan ayat (1) Pasal 22 dihapus, ayat (2) dan ayat (3) Pasal 22 diubah,
sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22

(1). Dihapus.
(2). Pemberian nama produk simpanan koperasi sesuai keputusan rapat anggota,
yang dituangkan dalam peraturan khusus koperasi.
(3). Simpanan diberikan imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk
lainnya antara lain berupa prinsip bagi hasil yang besarnya ditetapkan rapat
anggota.
(4). KSP dan USP Koperasi wajib menjamin keamanan simpanan dan tabungan
anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya.
11. Ketentuan Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

II - 242
Pasal 30

Pengurus KSP/USP Koperasi wajib menyelenggarakan pengawasan dan pelaporan


transaksi mencurigakan.
12. Ketentuan ayat (2) huruf c, ayat (4), ayat (6) dan ayat (7) Pasal 31 diubah, serta
diantara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (6A), sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31

(1) Penilaian kesehatan usaha simpan pinjam merupakan penilaian kinerja


yang dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengukur
tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi.
(2) Penilaian Kesehatan KSP dan USP Koperasi dilakukan sebagai berikut:
a. KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan dalam daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bupati/Walikota;

b. KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah


keanggotaan lintas daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah Provinsi
dilakukan oleh Gubernur; dan
c. KSP dan USP Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah Provinsi dilakukan oleh Deputi Bidang Pengawasan.
(3) Penilaian Kesehatan setiap Kantor Cabang dilakukan oleh Bupati/Walikota.
(4) Dalam melakukan penilaian kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) dapat dibentuk tim penilai kesehatan dari aparatur sipil negara dengan
persyaratan:
a. memiliki pendidikan paling rendah Diploma III atau pangkat Penata Muda (III/a);
dan
b. memiliki kemampuan dan pengetahuan perkoperasian dan telah mengikuti
pelatihan dan/atau bimbingan teknis penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.
(5) Hasil Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi diklasifikasikan dalam
4 (empat) kategori Sehat, Cukup Sehat,Dalam Pengawasan, dan Dalam
Pengawasan Khusus.
(6) Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi dilakukan paling sedikit setiap
tahun (6A) Usaha simpan pinjam dengan predikat penilaian kesehatan “Dalam
Pengawasan Khusus” dihentikan sementara kegiatan usahanya sampai
dapat memperbaiki struktur keuangannya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penilaian kesehatan KSP dan
USP Koperasi diatur dengan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan.

Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

II - 243
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 09 Februari 2017

MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK


INDONESIA,

Ttd
&
Cap

AAGN. PUSPAYOGA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Februari 2017
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
,
Ttd
&
Cap

WIDODO EKATJAHJANA

II - 244
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 06/PER/M.KUKM/ V/2017

TENTANG

PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA


BAGI KOPERASI YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (1)


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 12
ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
bagi Koperasi yang Melakukan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5406);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir
dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);

II - 245
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang
PelaksanaanKegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3591);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3744);
7. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemupukan Modal Penyertaan pada Koperasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1490);
8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1494) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 02/Per/M.KUKM/II/2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 257);
9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1495);
10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1496);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA


KECIL DAN MENENGAH TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI
PENGGUNA JASA BAGI KOPERASI YANG MELAKUKAN KEGIATAN
USAHA SIMPAN PINJAM.

BAB I KETENTUAN
UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorangatau


badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasar asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disingkat KSP adalah
Koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.
3. Unit Simpan Pinjam pada Koperasi yang selanjutnya disingkat USP
Koperasi adalah unit Koperasi yang bergerak dibidang usaha

II - 246
simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang
bersangkutan.
4. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disingkat
KSPPS adalah Koperasi yang kegiatan usahanya meliputi simpanan, pinjaman
dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infaq/sedekah,
dan wakaf.
5. Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi yang selanjutnya
disingkat USPPS Koperasi adalah unit Koperasi yang bergerak di bidang
usaha meliputi simpanan, pinjaman dan pembiayaan sesuai dengan prinsip
syariah, termasuk mengelola zakat, infaq/sedekah, dan wakaf sebagai
bagian dari kegiatan Koperasi yang bersangkutan.
6. Anggota adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.
7. Pengguna Jasa adalah anggota dan/atau calon anggota Koperasi yang
melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
8. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang selanjutnya disingkat PMPJ adalah
prinsip yang diterapkan oleh Koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan
pinjam dalam rangka mengetahui profil, karakteristik, serta pola transaksiPengguna
Jasa Koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
9. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana
berdasarkan peraturan perundang- undangan mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
10. Pendanaan Terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan,
mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang
diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi
teroris, atau teroris.
11. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban
atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
12. Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk melakukan atau menerima
penempatan, penyetoran, penarikan, pemindah bukuan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas
sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan
uang.
13. Transaksi Keuangan Tunai yang selanjutnya disingkat TKT adalah Transaksi
Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang
logam.
14. Transaksi Keuangan Mencurigakan yang selanjutnya disingkat TKM adalah
Transaksi Keuangan yang memenuhi unsur-unsur mencurigakan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta pendanaan
terorisme.
15. Uji Tuntas Pengguna Jasa (Customer Due Diligence) yang selanjutnya disingkat
CDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang
dilakukan oleh Koperasi yang melakukan kegiatan Usaha Simpan Pinjam untuk
memastikan transaksi sesuai dengan profil, karakteristik, dan/atau pola transaksi
anggota dan/atau calon anggota.
16. Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence) yang selanjutnya disingkat EDD
adalah tindakan CDD lebih mendalam yang dilakukan pada Koperasi
yang melakukan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam terhadap anggota dan/atau calon
anggota yang tergolong dalam area berisiko tinggi.

II - 247
17. Penerima Manfaat (Beneficial Owner)yangselanjutnya disingkat BO adalah
pemilik sebenarnya dari dana yang ditempatkan pada Koperasi yang melakukan
kegiatan Usaha Simpan Pinjam, berhak atas dan/atau menerima
manfaat tertentu, mengendalikan transaksi keuangan,memberikan kuasa untuk
melakukan transaksi dan/atau merupakan pengendali akhir dari transaksi yang
dilakukan melalui Koperasi yang melakukan kegiatan Usaha Simpan Pinjam atau
berdasarkan suatu perjanjian.
18. Anti-tipping off adalah ketentuan yang melarang Pengurus, Pengelola
dan/atau Karyawan memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain
baik secara langsung atau tidak langsung dengan cara apapun mengenai laporan
TKM yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK.
19. Politically Exposed Person yang selanjutnya disingkat PEP adalah orang yang
populer secara politis.
20. Lembaga Pengawas dan Pengatur yang selanjutnya disingkat LPP adalah
lembaga yang melakukan pengawasan dan pengaturan dan/atau pengenaan
sanksi terhadap koperasi yang melakukan kegiatan usaha simpan
pinjam.
21. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat
PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka
mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi.
23. Deputi adalah Deputi Bidang Pengawasan.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN, RUANG LINGKUP, DAN SASARAN

Pasal 2

Maksud dari Peraturan Menteri iniuntuk memberikan pedoman kepada KSP/USP


Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi untuk menerapkan PMPJ dalam melakukan kegiatan
Usaha Simpan Pinjam

Pasal 3

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mencegah dan melindungi KSP/USP


Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi dari upaya penyembunyian dan penyamaran asal-
usul harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana melalui KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi.

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:


a. pengawasan aktif Pengurus dan/atau Pengelola dan Pengawas
b. kebijakan dan prosedur;
c. pengendalian intern;
d. sistem informasi dan pelaporan; dan
e. sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas.

II - 248
Pasal 5

Sasaran dari Peraturan Menteri ini yaitu KSP/USP


Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi.

BAB III

PELAKSANAAN PENERAPAN PMPJ


BAGI KSP/ USP KOPERASI/KSPPS/USPPS KOPERASI

Pasal 6

(1) Pelaksanaan Penerapan PMPJ bagi KSP/USP


Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi menjadi tanggung jawab Menteri
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan Penerapan PMPJ bagi KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh:
a. Deputi untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas daerah
provinsi;
b. gubernur untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaaannya
lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah Provinsi; dan
c. bupati/walikota untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1
(satu) daerah kabupaten/kota.

BAB IV

PENGAWASAN AKTIF PENGURUS DAN/ATAU PENGELOLA, DAN


PENGAWAS

Bagian Kesatu
Pengawasan Aktif Pengurus dan/atau Pengelola

Pasal 7

Pengurus dan/atau pengelola KSP/USP


Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi wajib:
a. memiliki pedoman penerapan PMPJ yang telah disetujui dan
ditetapkan oleh Rapat Anggota;
b. menerapkan PMPJ sesuai dengan pedoman penerapanPMPJ yang
telah ditetapkan
c. menerapkan pedoman PMPJ sejalan dengan perubahan dan
pengembangan produk, jasa, dan teknologi KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi serta sesuai dengan perkembangan
modus pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme; dan
d. memiliki karyawan dengan pengetahuan dan keterampilan
dibidang PMPJ.

II - 249
Bagian Kedua

Pengawasan Aktif Pengawas


Pasal 8

Pengawas pada KSP/KSPPS dan Koperasi yang memiliki USP


Koperasi/USPPS Koperasi wajib:

a. melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab


Pengurus terhadap penerapan PMPJ; dan
b. memberikan penjelasan terkait anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme dalam Rapat Anggota.

BAB V

PENANGGUNG JAWAB PENERAPAN PMPJ

PADA KSP/USP KOPERASI/KSPPS/USPPS KOPERASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 9

(1) Pengurus bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan PMPJ.


(2) Untuk penerapan PMPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibentuk unit kerja khusus yang menangani PMPJ.
(3) Dalam hal belum dibentuk unit kerja khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), penerapan PMPJ dilaksanakan oleh unit satuan
pengendalian intern.

Bagian Kedua
Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab
Paragraf 1

Tugas

Pasal 10

Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai


tugas paling sedikit:
a. menyusun dan memelihara pedoman penerapan PMPJ;
b. memastikan bahwa prosedur identifikasi, verifikasi dan pemantauan
pengguna jasa masih memadai;
c. memastikan formulir yang berkaitan dengan Penguna Jasa telah
mengakomodasi data yang diperlukan dalam pelaksanaan PMPJ;
d. melakukan pemutakhiran data Pengguna Jasa dan transaksi
Pengguna Jasa;
e. menganalisis laporan transaksi keuangan yang berindikasi
mencurigakan (red flag) yang diterima dari unit kerja terkait;
II - 250
f. melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan PMPJ;
g. melaporkan TKM yang dilakukan oleh Pengurus, Pengawas atau
pihak terafiliasi dengan Pengurus atau Pengawas secara langsung
kepada PPATK;
h. melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan sebagaimana
dimaksud dalam huruf f; dan
i. menyusun dan melaporkan TKM dan TKT kepada PPATK.

Paragraf 2
Wewenang

Pasal 11

Pengurus mempunyai wewenang paling sedikit:


a. memperoleh akses terhadap informasi yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan PMPJ;
b. menunjuk Petugas dan/atau Karyawan untuk membantu
pelaksanaan PMPJ; dan
c. menolak transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau menutup
hubungan usaha dengan Pengguna Jasa.

Paragraf 3
Tanggung Jawab

Pasal 12

Pengurus mempunyai tanggung jawab paling sedikit:


a. memastikan seluruh kegiatan dalam penerapan PMPJ terlaksana
sesuai dengan pedoman; dan
b. menjaga kerahasiaan informasi terkait penerapan PMPJ.

BAB VI KEBIJAKAN DAN PROSEDUR


Bagian Kesatu

Umum
Pasal 13

Pengurus wajib menuangkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan


PMPJ dalam bentuk peraturan khusus internal KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi.

Pasal 14

(1) Pedoman pelaksanaan PMPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal


12 meliputi:
a. permintaan informasi dan dokumen;
b. BO;
c. PEP;
d. verifikasi dokumen;
e. CDD yang lebih sederhana;
II - 251
f. EDD
g. pemantauan transaksi dan pemutakhiran data;
h. pemutusan hubungan usaha dan penolakan transaksi; dan
i. pelaporan kepada PPATK.
(2) Pengurus dan/atau Pengelola wajib menerapkan kebijakan dan
prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
konsisten dan berkesinambungan
(3) Kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib ditetapkan oleh Pengurus dan disetujui oleh Rapat
Anggota.

Pasal 15

Pengurus dan/atau Pengelola wajib melakukan prosedur CDD pada


saat:
a. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa
b. meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh Pengguna Jasa,
penerima kuasa, dan/atau
c. terdapat transaksi keuangan tidak wajar yang diduga terkaitdengan
tindak pidanaPencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme; dan/atau
d. terdapat transaksi keuangan dengan mata uangrupiah dan/atau mata
uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 16

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib mengelompokkan Pengguna Jasa.


(2) Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada:
a. analisis terhadap tingkat risiko terjadinya Tindak Pidana Pencucian
Uang dan/atau Pendanaan Terorisme; dan
b. jenis Pengguna Jasa.

Pasal 17

(1) Pengelompokan Pengguna Jasa berdasarkan analisis terhadap tingkat


risiko terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan
Terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal16 ayat (2) huruf
ameliputi:
a. nomor anggota
b. identitas
c. kategor
d. lokasi usaha
e. jumlah transaksi;
f. kegiatan usaha, dan
g. penghasilan
(2). Kategori Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. PEP Asing yaitu orang yang diberi kewenangan untuk melakukan
fungsi penting (prominent function) oleh negara lain (asing), seperti
kepala negara atau pemerintahan, politisi senior, pejabat pemerintah
II - 252
senior, pejabat militer atau pejabat dibidang penegakan hukum, eksekutif
senior pada perusahaan yang dimiliki oleh negara, pejabat penting dalam
partai politik;
b. PEP Domestik yaitu orang yang diberi kewenangan untuk
melakukan fungsi penting (prominent function) oleh negara, seperti
kepala negara atau pemerintahan, politisi senior, pejabat pemerintah
senior, pejabat militer atau pejabat dibidang penegakan hukum, eksekutif
senior pada perusahaan yang dimiliki oleh negara, pejabat penting dalam
partai politik;
c. orang yang diberi kewenangan untuk melakukan fungsi penting
(prominent function) oleh organisasi internasional, seperti senior
manajer yang meliputi antara lain direktur, deputi direktur, dan anggota
dewan atau fungsi yang setara; dan
d. Non PEP atau Pengguna Jasa yang tidak termasuk dalam
kategori sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c.
(3). Berdasarkan hasil pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), KSP/USP Koperasi/ KSPPS/USPPS Koperasi melakukan
penggolongan pengguna jasa yang terdiri atas:
a. berisiko tinggi;
b. berisiko menengah; dan c. berisiko rendah.

Pasal 18

Pengurus dan/atau Pengelola dalam melakukan hubungan usaha


dengan Pengguna Jasa wajib:
a. meminta informasi untuk mengetahui profil calon Pengguna Jasa;
b. meminta identitas calon Pengguna Jasa yang harus dapat
dibuktikan dengan keberadaan dokumen pendukung;
c. meneliti kebenaran dokumen pendukung; dan
d. tidak membuka dan memelihara simpanan atau pinjaman
anonim dan/atau fiktif.

Pasal 19

Pengelompokan berdasarkan jenis Pengguna Jasa sebagaimana


dimaksud dalamPasal 16 ayat (2) huruf bdilakukan dengan
mengidentifikasi dan mengklasifikasikan Pengguna Jasa kedalam
kelompok perseorangan, Koperasi, atau BO.

Bagian Kedua
Permintaan Informasi dan Dokumen
Paragraf 1

Umum
Pasal 20

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib meminta informasi dan dokumen


pendukung profil kepada Pengguna Jasa.
(2) Sebelum melakukan permintaan informasi dan dokumen
pendukung profil
II - 253
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengurus dan/atau Pengelola
wajib memastikan Pengguna Jasa bertindak:
a. untuk diri sendiri;
b. untuk dan atas nama orang lain;atau
c. mewakili BO dalam melakukan hubungan usaha.

Pasal 21

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib meminta informasi kepada


Pengguna Jasa yang paling sedikit mencakup:
a. identitas Pengguna Jasa;
b. maksud dan tujuan Pengguna Jasa melakukan Transaksi;
c. kondisi keuangan Pengguna Jasa;
d. sumber dana;
e. identitas penerima kuasa yang bertindak untuk dan atas nama
Pengguna Jasa; dan
f. informasi lain yang memungkinkan KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi untuk dapat mengetahui Pengguna
Jasa, termasuk hubungan usaha yang telah dimiliki sebelumnya dengan
KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dibuktikan
dengan dokumen sebagai berikut:
a.untuk Pengguna Jasa perseorangan paling sedikit mencakup:
1. identitas Pengguna Jasa yang memuat
a) nama lengkap;
b) tempat dan tanggal lahir
c) nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau
paspor;
d) alamat tempat tinggal sesuai KTP/SIM/Paspor/kartu
identitas lainnya;
e) alamat tempat tinggal terkini dan nomor telepon;
f) pekerjaan; dan
g) kewarganegaraan;
2. sumber dana dan tujuan Transaksi; da
3. rata-rata penghasilan
b. untuk Pengguna Jasa yang berbentuk badan hukum paling sedikit
mencakup:
1. dokumen mengenai badan hukum
a) nama, alamat, dan nomor telepon badan hukum;
b) akta pendirian atau anggaran dasar badan hukum
c) izin usaha atau izin lainnya dari instansi yang berwenang; dan
d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. dalam hal Transaksi dilakukan bukan oleh pihak yang berwenang
mewakili badan hukum, wajib melampirkan surat kuasa; dan
3. sumber dana dan tujuan Transaksi bagi Pengguna Jasa.
(3) Pengurus dan/atau Pengelola wajib meneliti kebenaran dokumen
identitas Pengguna Jasa.
(4) Pengurus dan/atau Pengelola wajib melakukan pertemuan langsung
atau tatap muka pada awal melakukan hubungan usaha dalam rangka
meyakini kebenaran identitas Pengguna Jasa.

II - 254
(5) Dalam hal informasi dan/atau dokumen yang diberikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak lengkap,
Pengurus dan/atau Pengelola wajib menolak Transaksi dengan
Pengguna Jasa tersebut.

Paragraf 2
Penerima Manfaat (Beneficial Owner)

Pasal 22

Dalam hal Pengguna Jasa mewakili BO, Pengurus dan/atau


Pengelola wajib meminta informasi dan dokumen mengenai BO sebagai
berikut:
a. untuk BO orang perseorangan paling sedikit mencakup:
1. identitas BO yang memuat:
a) nama lengkap;
b) tempat dan tanggal lahir;
c) nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor;
d) alamat tempat tinggal sesuai dengan
KTP/SIM/Paspor/kartu identitas lainnya;
e) alamat tempat tinggal terkini dan nomor telepon;
f) pekerjaan; dan
g) kewarganegaraan;
2. rata-rata penghasilan
3. hubungan hukum antara Pengguna Jasa dengan BO yang ditunjukkan
dengan surat kuasa atau bentuk lainnya; dan
4. pernyataan dari BO mengenai kebenaran identitas dan sumber dana;
b. Untuk BO yang berbentuk badan hukum paling sedikit mencakup:
1. identitas badan hukum yang memuat:
a) nama, alamat, dan nomor telepon badan hukum;
b) akta pendirian atau anggaran dasar badan hukum;
c) izin usaha atau izin lainnya dari instansi yang berwenang; dan
d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. hubungan hukum antara Pengguna Jasa dengan BO yang ditunjukkan
dengan surat kuasa atau bentuk lainnya; dan
3. pernyataan dari BO mengenai kebenaran identitas atau sumber dana.
Bagian Ketiga
Verifikasi Dokumen Pengguna Jasa

Pasal 23

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib melakukan verifikasi


dokumen serta memastikan bahwa data dalam dokumen tersebut
merupakan data terkini.
(2). Pengurus dan/atau Pengelola wajib meminta keterangan
kepada Pengguna Jasa KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi
untuk meneliti dan meyakini keabsahan serta kebenaran
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal terdapat keraguan, Pengurus dan/atau Pengelola wajib
meminta kepada Pengguna Jasa KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS

II - 255
Koperasi untuk memberikan dokumen pendukung yang dikeluarkan
oleh pihak yang berwenang.

Pasal 24

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib menyelesaikan proses


verifikasi identitas Pengguna Jasa dan BO sebelum melakukan
hubungan usaha.
(2) Dalamhal Pengurus dan/atau Pengelola telah melakukan
hubungan usaha sebelum proses verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) selesai, proses verifikasi wajib diselesaikan paling lama 14
(empat belas) hari kerja.

Bagian Keempat
CDD yang Lebih Sederhana

Pasal 25

(1). Pengurus dan/atau Pengelola dapat menerapkan CDD yang lebih


sederhana terhadap Pengguna Jasa KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi yang memiliki tingkat risiko terjadinya
tindak pidana Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme tergolong
rendah.
(2). Dalam penerapan CDD yang lebih sederhana, Pengurus
dan/atau Pengelola wajib meminta informasi dan dokumen kepada
Pengguna Jasa KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi sebagai
berikut:

a. identitas Pengguna Jasa KSP/USP


Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi yang memuat:
1. nama lengkap;
2. tempat dan tanggal lahir;
3. nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau
paspor;
4. alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;dan
5. alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon bila
ada;
b. sumber dana;
c. tujuan Transaksi; dan
d. pekerjaan dan penghasilan.

(3). Pengurus dan/atau Pengelola wajib membuat dan menyimpan daftar


Pengguna Jasa KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat(1).
(4). Dalam hal pengguna jasa KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diduga terkait dengan Transaksi Pencucian Uang dan/atau
Pendanaan Terorisme, Pengurus dan/atau Pengelola menerapkan EDD.

Bagian Kelima
EDD
II - 256
Pasal 26

(1). Pengurus dan/atau Pengelola wajib meneliti dan menerapkan EDD


terhadap Pengguna Jasa atau BO yang memiliki tingkat risiko
terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pendanaan Terorisme
tergolong tinggi
(2). Pengguna Jasa atau BO tergolong berisiko tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. PEP Asing;
b. transaksi dari dan/atau ditujukan ke negara berisiko
tinggi; dan
c. berdasarkan penilaian risiko sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2) huruf a termasuk berisiko tinggi
(3). Dalam hal Pengguna Jasa atau BO tergolong berisiko tinggi,
KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi wajib melakukan:
a. identifikasi lebih mendalam secara berkala; dan
b. pemantauan yang lebih ketat terhadap Pengguna Jasa atau BO.
(4). Penetapan penggolongan Pengguna Jasa atau BO yang tergolong
berisiko tinggi dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan
Kepala PPATK mengenai kategori pengguna jasa yang berpotensi
melakukan tindak pidana pencucian uang dan Peraturan Kepala
PPATK mengenai identifikasi TKM terkait pendanaan terorisme bagi
penyedia jasa keuangan.

Pasal 27

(1) Identifikasi lebih mendalamsebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


ayat (3) huruf a paling sedikitdilakukan melalui analisis terhadap
informasi mengenai Pengguna Jasa atau Penerima Manfaat,
sumberdana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak-
pihakyang terkait.
(2) Hasil identifikasi lebih mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa Pengguna Jasa atau Penerima Manfaat yang memenuhi
kriteria berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(2), dibuat dalam daftar tersendiri.

Pasal 28

Penerapan EDD dilakukan dengan memantau secara berkala dan


menganalisis informasi profil Pengguna Jasa atau BO sumber dana,
tujuan Transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak terkait.

Pasal 29

Pengguna Jasa atau BO yang memenuhi kriteria berisiko tinggi


dibuat dalam daftar tersendiri.

Pasal 30

(1) Dalam hal Pengurus dan/atau Pengelola akan melakukan hubungan


usaha atau Transaksi dengan Pengguna Jasa atau BO yang tergolong
berisiko tinggi, menjadi tanggung jawab Pengurus.
II - 257
(2) Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a. memberikan persetujuan atau penolakan hubungan
usaha dan/atau Transaksi dengan calon Pengguna Jasa atau BO yang
tergolong berisiko tinggi; dan/atau
b. memutuskan untuk meneruskan atau menghentikan
Transaksi dengan Pengguna Jasa atau BO yang tergolong berisiko
tinggi.
(3) Dalam hal Pengurus melakukan penolakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a Pengurus dapat langsung melakukan
penolakan tanpa menganggu aktifitas usaha simpan pinjam.

Bagian Keenam
Pemantauan Transaksi dan Pemutakhiran Data Pengguna Jasa

Pasal 31

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib melakukan pemantauan secara


berkesinambungan terhadap Transaksi Pengguna Jasa.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
memastikan kesesuaian antar Transaksi Pengguna Jasa dengan
identitas, usaha, profil, risiko, atau sumber dana Pengguna Jasa.

Pasal 32

(1) Pengurus dan/atau Pengelola melakukan analisis terhadap:


a. transaksi dalam nominal besar;
b. pola Transaksi;
c. ketidaksesuaian dengan profil
d. karakteristik usaha
e. pola Transaksi Pengguna Jasa; ata
f. tidak memiliki alasan dan tujuan ekonomis yang jelas.
(2) Pengurus dan/atau Pengelola wajib meminta informasi tentang latar
belakang dan tujuan Transaksi terhadap Transaksi yang tidak sesuai
dengan profil, karakteristik, dan kebiasaan pola transaksi Pengguna
Jasa, dengan memperhatikan ketentuan Anti-tippingoff sebagaimana
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.
(3) Dalam hal Pengurus dan/atau Pengelola menilai kegiatan
meminta informasi tentang latar belakang dan tujuan transaksi
terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil, karateristik, dan
kebiasaan pola transaksi pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) akan melanggar ketentuan Anti-tippingoff, Pengurus dan/atau
Pengelola wajib menghentikan kegiatan dimaksud.
(4) Pengurus dan/atau Pengelola wajib menyampaikan TKM
kepada PPATK mengenai penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).

Pasal 33

II - 258
Pengurus dan/atau Pengelola wajib melakukan pemutakhiran data
terhadap informasi dan dokumen seluruh Pengguna Jasa atau BO

Pasal 34

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib memelihara database daftar


teroris berdasarkan data yang dipublikasikan oleh pemerintah atau
organisasi internasional.
(2) Pengurus dan/atau Pengelola wajib memastikan secara berkala
nama Pengguna Jasa yang memiliki kesamaan atau kemiripan
dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris.
(3) Dalam hal terdapat kesamaan atau kemiripan namayang tercantum
dalam database daftar teroris sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengurus dan/atau Pengelola wajib memastikan kesesuaian indentitas
Pengguna Jasa.
(4) Dalam hal terdapat kesamaan atau kemiripan nama Pengguna Jasa
dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengurus dan/atau Pengelola
wajib melaporkan Pengguna Jasa tersebut sebagai TKM.

Bagian Ketujuh
Penatausahaan Dokumen

Pasal 35

(1) KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi wajib menatausahakan


dokumen seluruh BO dalam jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun
sejak berakhirnya hubungan usaha dengan BO atau ditemukannya
ketidaksesuaian Transaksi dengan tujuan Transaksi.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi
identitas BO serta formulir hubungan usaha termasuk dokumen
korespondensi dengan Pengguna Jasa.

Bagian Kedelapan
Pemutusan Hubungan Usaha dan Penolakan Transaksi

Pasal 36

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib memutuskan hubungan usaha


atau melakukan penolakan Transaksi dengan calon Pengguna
Jasaatau Pengguna Jasadalam hal:
a. calon Pengguna Jasa menolak untuk mematuhi PMPJ;
b. meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh
Pengguna Jasa; dan
c. Pengguna Jasa diketahui dan/atau patut diduga menggunakan
dokumen palsu.
(2) Pengurus dan/atau Pengelola wajib menyelesaikan proses identifikasi
dan verifikasi terhadap identitas calon Pengguna Jasa dan BO dalam
hal penolakan Transaksi dilakukan berdasarkan ayat (1) huruf c.

II - 259
(3) Pengurus dan/atau Pengelola wajib mendokumentasikan
informasi dan dokumen calon Pengguna Jasa yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal terjadi tindakan pemutusan hubungan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengurus dan/atau Pengelola
wajib melaporkan TKM kepada PPATK.

Pasal 37

(1) Pengurus dan/atau Pengelola wajib menolak transaksi,


membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan usaha dengan
Pengguna Jasa dalam hal:
a. kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
terpenuhi;dan/atau
b. memiliki sumber dana Transaksi yang diketahui dan/atau patut
diduga berasal dari hasil tindak pidana.
(2) Pengurus dan/atau Pengelola wajib memberitahukan secara tertulis
kepada Pengguna Jasa mengenai penutupan hubungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal setelah dilakukan pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pengguna Jasa tidak mengambil sisa dana
yang tersimpan di KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi,
penanganan dana tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 38

Pengurus dan/atau Pengelola wajib mencantumkan ketentuan


pemutusan hubungan usaha dan penolakan Transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 serta perjanjian
tabungan/simpanan dan diberitahukan kepada Pengguna Jasa

BAB VII PENGENDALIAN INTERN


Pasal 39

(1). Pengurus dan/atau Pengelola wajib memiliki sistem pengendalian intern


yang efektif.
(2). Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan:
a. dimilikinya kebijakan, prosedur, dan pemantauan intern yang
memadai;
b. adanya batasan wewenang dan tanggungjawab unit kerja terkait
dengan penerapan PMPJ; dan
c. dilakukannya pemeriksaan untuk memastikan efektivitas
penerapan PMPJ oleh unit kerja audit intern.
(3). Untuk pencegahan digunakannya KSP/USP
Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi sebagai media atau tujuan
pencucian uang atau pendanaan terorisme,
KSP/USP koperasi/KSPPS/USPPS koperasi wajib
melakukanpenyaringan untuk penerimaan karyawawn baru pengenalan
dan pemantauan terhadap profil karyawan.

II - 260
BAB VIII
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

Pasal 40

(1). Pengurus dan/atau Pengelola wajib memiliki sistem informasi yang dapat
mengindentifikasi menganalisa, memantau, dan menyediakan
laporansecara efektif mengenai karakteristik Transaksi yang dilakukan
oleh Pengguna Jasa.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara manual maupun dengan sistem komputerisasi.
(3) Pengurus dan/atau Pengelola wajib memiliki dan memelihara profil
Pengguna Jasa secara terpadu, paling sedikit meliputi informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 22.
(4) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib
mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi
disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan
terorisme.

BAB IX

SUMBER DAYA MANUSIA DAN


PENINGKATAN KAPASITAS

Pasal 41

KSP/USPKoperasi/KSPPS/USPPS Koperasi wajib memiliki sumber daya


manusia yang memiliki kompetensi dalam jumlah yang mencukupi
kebutuhan dalam penerapan PMPJ.

Pasal 42

(1). Pengurus dan/atau Pengelola wajib menyelenggarakan peningkatan


kapasitas secara berkala kepada karyawan terkait PMPJ mengenai:
a. implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dan pendanaan terorisme;
b. informasi tentang teknik, metode, dan tren tindak pidana pencucian
uang dan pendanaan terorisme yang terbaru;
c. kebijakan dan prosedur penerapan PMPJ; dan
d. peran dan tanggung jawab karyawan dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme.

BAB X
PELAPORAN KE PPATK

Pasal 43

II - 261
1. Pengurus dan/atau Pengelola wajib menyampaikan laporan TKM,
laporan TKT dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
2. Kewajiban KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPSKoperasi untuk
melaporkan TKM juga berlaku untuk Transaksi yang diduga terkait
dengan kegiatan terorisme atau pendanaan terorisme.
3. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada Peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara
pelaporan TKM dan laporan TKT bagi penyedia jasa keuangan.

BAB XI

PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPATUHAN

Pasal 44

(1). Deputi melaksanakan pengawasan kepatuhan atas penerapan PMPJ


dan pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan.
(2) Pelaksanakan pengawasan kepatuhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Deputi.

Pasal 45

(1). Pengurus wajib menyusun peraturan khusus tentang pelaksanaan


PMPJ dengan mengacu kepada Peraturan Menteri ini.
(2). KSP/USP Koperasi/KSPPS/USPPS Koperasi wajib melaksanakan
peraturan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian terhadap risiko terjadinya pencucian uang atau
pendanaan terorisme dari:
a. pengembangan produk dan aktifitas baru termasuk
pelaksanaannya; dan
b. penggunaan atau pengembangan teknologi baru baik untuk produk
baru maupun untuk produk yang sudah berjalan.
(3). Peraturan khusus yang telah disusun oleh Pengurus sebagaimana
dimaksud padaayat (1) disampaikan kepada:
a. DeputiuntukKoperasidenganwilayahkeanggotaanlint asdaerah provinsi;
b. gubernuruntukKoperasidenganwilayahkeanggotaaan lintasdaerah
kabupaten/kotadalam 1 (satu) provinsi; dan
c. bupati/walikotauntukKoperasidenganwilayahkeangg otaandalam 1 (satu)
daerah kabupaten/kota.
(4). Peraturan khusus yang telah disusun oleh Pengurus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 1 (satu) tahun
sejak diberlakukannya Peraturan Menteri ini.

Pasal 46

(1) Dalam hal Pengurus melakukan perubahan peraturan khusus tentang


penerapan PMPJ, wajib menyampaikan setiap perubahan yang
dilakukan kepada:

II - 262
a. Deputi untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas daerah
provinsi;
b. Gubernur untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaaan lintas
daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan
c. bupati/walikota untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1
(satu) daerah kabupaten/kota.
(2) Perubahan peraturan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
perubahan tersebut ditetapkan.

BAB XII
SANKSI

Pasal 47

Pelanggaran terhadap PMPJ dan kewajiban pelaporan dikenakan


sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis pertama dan kedua;
b. mengusulkan pemberhentian sementara terhadap Pengurus dan/atau
Pengelola;
c. pembekuan sementara izin usaha simpan pinjam atau izin usaha
simpan pinjam dan pembiayaan syariah;
d. pencabutan izin usaha simpan pinjam atau izin usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah; dan/atau
e. pembubaran KSP atau KSPPS.

BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 48

Ketentuan PMPJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini


berlaku juga terhadap Pengguna Jasa dan/atau BO sebelum Peraturan
Menteri ini berlaku.
Pelaksanaan PMPJ terhadap Pengguna Jasa dan/atau BO yang
telah menjadi Pengguna Jasa sebelum Peraturan Menteri ini
berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
penilaian resiko terhadap pengguna jasa dan/atau BO dimaksud.

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

II - 263
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Mei 2017
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

AAGN. PUSPAYOGA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Mei 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

WIDODO EKATJAHJANA

II - 264
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK


INDONESIA
NOMOR 09 TAHUN 2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN


YANG MAHA ESA
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa pemerintah berkewajiban menciptakan dan


mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan
dan pemasyarakatan Koperasi, serta memberikan bimbingan,
kemudahan dan perlindungan kepada koperasi, sehingga koperasi
mampu melaksanakan fungsi dan peranannya dalam mencapai
tujuan;
b. Bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan
Perkoperasian.

Mengingat :

1 . Undang –undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian (lembaran negara


republic Indonesia tahun 1992 nomor 116, tambahan lembaran negara republik
Indonesia nomor 3502);
2. Undang – undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah (lembaran
negara republik Indonesia tahun 2014 nomor 244, tambahan lembaran negara republic
Indonesia nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679); Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

II - 265
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3540);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi
oleh Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3591);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
pada koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3744);
7. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 106);
8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1555)
9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
15/Per/M.KUKM/XII/2016 tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural di
Lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor1918);

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
TENTANG PENYELENGGARAN DAN PEMBINAAN PERKOPERASIAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang- seorang atau
badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
asas kekeluargaan.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
orang perseorangan.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
badan hukum Koperasi.
5. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

II - 266
6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas
mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.
7. Dewan Pengawas Syariah adalah Dewan yang dipilih melalui keputusan
Rapat Anggota yang menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengawas
syariah
8. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab
penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi,
serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar.
9. Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang
wajib dibayarkan kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota, yang
tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
10. Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang
wajib dibayar anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu,
yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi
anggota.
11. Dana Cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan hasil
usaha setelah pajak yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan
menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
12. Hibah adalah pemberian dengan sukarela dengan mengalihkan hak atas
uang dan/atau barang kepada koperasi.
13. Sisa Hasil Usaha yang selanjutnya disingkat SHU adalah pendapatan koperasi
yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan
kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
14. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran
sejumlah imbalan;
15. Standar Akuntansi Keuangan adalah pedoman sistem pencatatan dan
pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu transaksi
terhadap suatu kesatuan ekonomi yang baku.
16. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai
dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan
memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan
usahanya.
17. Obligasi Koperasi adalah instrumen utang dalam bentuk surat berharga yang
digunakan untuk keperluan pembiayaan Investasi dalam rangka
pengembangan dan/atau restrukturisasi usaha, yang diterbitkan oleh Koperasi.
18. Surat Utang Koperasi yang selanjutnya disingkat SUK adalah surat utang yang
dapat dimanfaatkan untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh
Koperasi atau bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki potensi
memberikan hasil yang berkelanjutan.
19. Prospektus adalah keterangan tertulis dan terperinci mengenai kegiatan baru
perusahaan atau organisasi yang disebarluaskan kepada umum.

II - 267
20. Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para
pendiri dalam rangka pembentukan koperasi dan memuat anggaran dasar
koperasi.
21. Anggaran Dasar Koperasi adalah aturan dasar tertulis yang memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 8 Undang-undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
22. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi adalah akta perjanjian yang
dibuat oleh anggota koperasi dalam rangka perubahan anggaran dasar suatu
koperasi yang berisi pernyataan dari para anggota koperasi atau kuasanya
yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat anggota perubahan
anggaran dasar untuk menandatangani perubahan anggaran dasar.
23. Notaris Pembuat Akta Koperasi yang selanjutnya disingkat NPAK
adalah Notaris yang telah ditetapkan atau terdaftar sebagai Notaris
Pembuat Akta Koperasi oleh mentri koperasi.

24. Pendiri adalah orang-orang atau beberapa koperasi yang memenuhi


persyaratan keanggotaan dan menyatakan diri menjadi anggota serta hadir
dalam rapat pendirian koperasi.
25. Kuasa Pendiri adalah beberapa orang, diantara para pendiri yang diberi
kuasa oleh para pendiri untuk menandatangani akta pendirian dan mengurus
permohonan pengesahan akta pendirian koperasi.
26. Sistem Administrasi Badan Hukum Koperasi yang selanjutnya disingkat
SISMINBHKOP adalah perangkat pelayanan jasa teknologi informasi
Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar
secara elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri.
27. Pemohon adalah Pendiri atau Pengurus Koperasi yang secara bersama-
sama telah memberikan kuasa kepada kuasa pendiri atau Notaris Pembuat
Akta Koperasi untuk mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian
dan Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi melalui
SISMINBHKOP.
28. Format Isian adalah bentuk formulir pengisian data yang dilakukan secara
elektronik yang berisi data permohonan pengesahan akta pendirian,
perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi, termasuk izin usaha
simpan pinjam, izin pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan
kantor kas untuk koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam koperasi.
29. Berita Acara rapat adalah catatan hasil rapat yang paling sedikit memuat
informasi tentang hari/tanggal, tempat, kuorum kehadiran, agenda rapat,
pembahasan terhadap agenda rapat, dan keputusan rapat yang
ditandatangani oleh pimpinan rapat, sekretaris rapat dan salah seorang
peserta rapat.
30. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua atau lebih
badan hukum koperasi untuk menjadi satu badan hukum koperasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

II - 268
31. Pembagian adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
koperasi untuk memisahkan satu atau beberapa unit usaha menjadi
badan hukum koperasi baru berdasarkan peraturan perundang- undangan.
32. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua koperasi atau
lebih badan hukum koperasi untuk menjadi satu badan hukum koperasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
33. Pembubaran adalah proses hapusnya badan hukum koperasi yang dapat
diputuskan oleh rapat anggota koperasi atau putusan pemerintah.
34. Modal Disetor adalah modal yang disetorkan oleh para pendiri pada saat
pendirian koperasi.
35. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha
simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
36. Koperasi Produsen adalah Koperasi yang menjalankan usaha pelayanan di
bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan
Anggota kepada Anggota dan masyarakat.
37. Koperasi Konsumen adalah Koperasi yang menjalankan usaha pelayanan
di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan masyarakat.
38. Koperasi Jasa adalah Koperasi yang menjalankan usaha pelayanan jasa yang
diperlukan oleh Anggota dan masyarakat.
39. Unit Usaha Otonom yang selanjutnya disingkat UUO adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari koperasi, yang dikelola secara otonom, yang mempunyai
pengelola, adminsitrasi dan neraca keuangan, administrasi usaha, anggaran
rumah tangga tersendiri
40. Tempat Pelayanan Koperasi yang selanjutnya disingkat TPK adalah suatu
unit layanan, yang secara fisik keberadaannya dekat dengan domisili anggota,
berfungsi untuk mengoptimalkan pelayanan usaha koperasi kepada
anggota dan masyarakat.
41. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan
perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan
tujuan koperasi.
42. Organisasi Perangkat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disebut Dinas, adalah perangkat daerah yang melaksanakan urusan
pemerintahan Provinsi/Kabupaten/Kota di bidang koperasi.
43. Hari adalah hari kalender.
44. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Koperasi.
45. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang ditetapkan oleh Menteri, untuk
dan atas nama Menteri untuk mengesahkan akta pendirian, perubahan
anggaran dasar, dan pembubaran koperasi.

Pasal 2

Dalam rangkapembinaankerasi:

a. Pemerintah, Pemerintah Provinsi/DI dan Pemerintah Kabupaten/Kota


menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong
pertumbuhan serta permasyarakatan Koperasi.
b. Pemerintah, Pemerintah Provinsi/DI dan Pemerintah Kabupaten/Kota
memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.

II - 269
Pasal 3

Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2 huruf b, Pemerintah dapat:
a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh dikelola dan/atau
dijalankan oleh Koperasi; dan
b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil
dikelola dan/atau dijalankan oleh Koperasi untuk tidak dikelola dan/atau dijalankan
oleh badan usaha lainnya.

Pasal 4

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi/DI dan Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya menyelenggarakan pembinaan
Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Penyelenggaraan pembinaan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelayanan administrasi badan hukum Koperasi
b. organisasi Koperasi
c. usaha Koperasi;
d. permodalan Koperasi
e. kebijakan dan strategi pembinaan;dan
f. koordinasi pembinaan.

BAB II

PELAYANAN ADMINISTRASI BADAN HUKUM KOPERASI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

Pelayanan Badan Hukum koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a, terdiri atas:
a. penamaan Koperasi;
b. pendirian Koperasi
c. pengesahan Akta Pendirian Koperasi;
d. perubahan Anggaran Dasar Koperasi;
e. Penggabungan, Peleburan, dan Pembagian Koperasi; dan
f. pembubaran Koperasi.

II - 270
Bagian Kedua
Pemakaian Nama Koperasi

Pasal 6

(1) Setiap koperasi harus memiliki nama


(2) Nama koperasi ditetapkan oleh Anggota dalam Rapat
Anggota Pembentukan Koperasi.
(3) Nama koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. terdiri atas paling sedikit 3 (tiga) kata setelah frasa koperasi;
b. ditulis dengan huruf latin;
c. belum dipakai secara sah oleh Koperasi lain;
d. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
e. tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga
pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari lembaga
yang bersangkutan;
f. tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang
tidak membentuk kata;
g. tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai
Nama Koperasi; dan
h. sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Koperasi, dalam hal
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian dari
Nama Koperasi.
(4) Pemakaian Nama Koperasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
bertujuan:
a. memberikan identitas resmi yang spesifik untuk setiap Koperasi yang
berbadan hokum; dan
b. menghindarkan penyalahgunaan nama koperasi untuk kepentingan yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sebelum menentukan nama, para pendiri atau kuasanya mengajukan
permohonan kepada Menteri tentang nama yang dapat digunakan melalui
SISMINBHKOP.

Pasal 7

Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata “Koperasi” dan diakhiri dengan
singkatan “(Skd)”

Pasal 8

(1) Menteri atau Pejabat yang berwenang melakukan penelitian terhadap


usulan nama Koperasi yang diajukan oleh pemohon untuk memastikan bahwa
nama tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan
Pasal 7.

II - 271
(2) Dalam hal usulan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7, nama dimaksud
dapat digunakan oleh Koperasi yang bersangkutan dan diajukan kepada
Menteri atau Pejabat yang Berwenang untuk disetujui.
(3) Dalam hal usulan nama Koperasi ditolak, Menteri atau Pejabat yang
Berwenang memberikan keputusan penolakan beserta alasannya, yang
disampaikan secara tertulis dan/atau secara elektronik kepada pemohon paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan usulan nama.
(4) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon atau
kuasanya dapat pengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan
penolakan tersebut.
(5) Permohonan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan secara
tertulis dan/atau secara elektronik kepada Menteri.
(6) Terhadap pengajuan permohonan ulang pengusulan nama Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri atau Pejabat
yang berwenang memberikan tanda terima secara tertulis dan/atau secara
elektronik.
(7) Menteri atau Pejabat yang Berwenang memberikan keputusan terhadap
permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari sejak diterimanya permohonan ulang tersebut.

Pasal 9

Menteri atau Pejabat yang Berwenang memberikan keputusan tentang nama untuk
dicantumkan dalam Akta Pendirian Koperasi melalui SISMINBHKOP.
Bagian Ketiga Pendirian Koperasi

Paragraf 1
Syarat Pendirian Koperasi

Pasal 10

(1) Pendirian koperasi harus memenuhi syarat sebagai berikut:


a. Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang, yang
mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama;dan
b. Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) badan hukum
Koperasi.
(2) Para Pendiri atau kuasa pendiri mengajukan permintaan pengesahan akta
pendirian koperasi secara tertulis dan/atau secara elektronik kepada Menteri
dengan melampirkan:
a. dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai
cukup;
b. berita acara rapat pendirian Koperasi, termasuk pemberian kuasa untuk
mengajukan permohonan pengesahan apabila ada;
c. surat bukti penyetoran modal, paling sedikit sebesar simpanan pokok;dan
d. rencana awal kegiatan usaha Koperasi.
(3) Berita acara sebagaimana pada ayat (2) huruf b dilengkapi dokumen
sebagai berikut:
a. daftar hadir rapat pendirian;
II - 272
b. fotocopy KTP para pendiri sesuai daftar hadir;
c. surat kuasa pendiri; dan
d. surat rekomendasi dari instansi terkait dengan bidang usaha yang akan
dijalani

(4) Untuk koperasi sekunder harus ditambah dokumen:


a. hasil berita acara rapat pendirian dan surat kuasa koperasi primer dan/atau
koperasi sekunder untuk pendirian koperasi sekunder;
b. Keputusan pengesahan badan hukum koperasi primer dan/atau sekunder
calon anggota koperasi sekunder;dan
c. Koperasi primer dan/ atau sekunder calon anggota melampirkan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) aktif.
(5) Khusus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) melengkapi dokumen tambahan:
a. bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian
KSP berupa rekening tabungan pada Bank Umum;
b. rencana kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun, yang menjelaskan hal-hal
sebagai berikut:
1). rencana permodalan yang meliputi:
a) rencana penghimpunan modal sendiri, berasal dari simpanan pokok,
Simpanan Wajib, hibah dan dana cadangan;
b) rencana modal pinjaman yang berasal dari anggota, calon anggota, koperasi
lain atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan
obligasi dan surat utang lainnya serta sumber lain yang sah; dan
c) rencana modal penyertaan;
2). rencana kegiatan usaha yang meliputi:
a) rencana jenis produk;dan
b) rencana pendapatan dan biaya;
3). rencana bidang organisasi dan sumber daya manusia meliputi:
a) struktur organisasi;
b) uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab;
c) pembinaan calon anggota untuk menjadi anggota; dan
d) jumlah karyawan

c). pernyataan kelengkapan administrasi organisasi dan pembukuan, paling


sedikit:
1. buku daftar pengurus;
2. buku daftar pengawas;
3. buku daftar anggota;
4. buku daftar simpanan anggota;
5. buku daftar pinjaman anggota;
6. formulir permohonan menjadi anggota;
7. formulir permohonan pengunduran diri sebagai anggota;
8. formulir tabungan dan simpanan berjangka;
9. formulir administrasi hutang yang diterima;
10. formulir administrasi modal sendiri; dan
11. formulir perjanjian pinjaman;
d). nama dan riwayat hidup calon pengelola dengan melampirkan:
1. bukti telah mengikuti pelatihan pengelolaan usaha simpan pinjam
koperasi dan surat keterangan telah mengikuti magang usaha simpan
pinjam pada koperasi atau surat keterangan berpengalaman bekerja di
bidang pengelolaan usaha simpan pinjam koperasi;

II - 273
2. surat keterangan berkelakuan baik dari pihak berwenang yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan tidak pernah melakukan tindakan tercela atau
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan atau
tindak pidana lainnya;
3. surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan
semenda sampai derajat kesatu dengan pengurus lain atau pengawas; dan
4). pernyataan Pengelola KSP tentang kesediaannya untuk bekerja
secara purna waktu;
5). daftar sarana kerja dilengkapi dengan keterangan kondisi fisiknya, paling
sedikit terdiri atas:
6). buku pedoman dan Peraturan di bidang simpan pinjam koperasi; dan
7). papan nama;
f. penyetoran modal awal pendirian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dilengkapi dengan bukti penyetoran dari anggota kepada koperasinya;
2. dibukukan dalam neraca KSP sebagai harta kekayaan badan hukum KSP;
3. tidak boleh diambil, kecuali keluar dari keanggotaan koperasi dan ada
modal pengganti dari anggota baru dan/atau Dana Cadangan koperasi; dan
4. modal awal yang disetor oleh anggota terdiri dari Simpanan Pokok dan
Simpanan Wajib, harus disimpan pada Bank Umum.
(6) Khusus untuk Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS)
dilengkapi dengan dokumen tambahan: Dewan Pengawas Syariah salah
satunya wajib memiliki rekomendasi MUI setempat atau DSN-MUI atau
sertifikat pendidikan dan pelatihan Dewan Pengawas Syariah dari DSN-MUI.
(7) Akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diperlukan
untuk
a. Notaris Pembuat Akta Koperasi; dan
b. Dihimpun dalam Buku Daftar Umum Koperasi oleh Menteri.
(8) Notaris membuat salinan Akta Pendirian untuk koperasi yang bersangkutan.

Paragraf 2

Modal Pendirian

Pasal 11

(1) Modal Pendirian paling sedikit berasal dari Simpanan Pokok.


(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan berupa:
a. Simpanan Wajib; dan/atau b. hibah.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berupa:
a. uang; dan/atau
b. barang modal yang mempunyai nilai yang dapat diukur dalam satuan
mata uang.
(4) Simpanan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetorkan oleh
anggota kepada koperasi pada saat menjadi anggota.
(5) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan surat
pernyataan di atas materai dan/atau akta hibah.

II - 274
Paragraf 3

Tata Cara Pendirian Koperasi

Pasal 12

(1) Pendirian Koperasi dilakukan dengan mengadakan rapat pendirian yang


dihadiri para pendiri dan pada saat yang sama dapat diadakan penyuluhan
tentang perkoperasian oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan/atau Dinas
Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota sesuai wilayah keanggotaannya.
(2) Rapat pendirian koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh
paling sedikit 20 (dua puluh) orang bagi pendirian koperasi primer,
sedangkan rapat pendirian koperasi sekunder dihadiri oleh paling sedikit 3
(tiga) badan hukum koperasi yang diwakili pengurus
dan/atau anggota yangdiberi kuasa berdasarkan keputusan rapat anggota
koperasi primer yang bersangkutan.
(3) Rapat pendirian koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh pimpinan rapat dan sekretaris yang ditunjuk oleh para pendiri untuk
membahas pokok- pokok materi rancangan anggaran dasar yang meliputi:
a. nama koperasi;
b. nama para pendiri;
c. alamat tetap atau tempat kedudukan koperasi;
d. jenis koperasi;
e. jangka waktu berdiri;
f. maksud dan tujuan;
g. keanggotaan koperasi;
h. perangkat organisasi koperasi;
i. modal koperasi;
j. besarnya jumlah setoran simpanan pokok dan Simpanan Wajib;
k. bidang dan kegiatan usaha koperasi;
l. pengelolaan;
m. pembagian sisa hasil usaha;
n. perubahan anggaran dasar;
o. ketentuan mengenai pembubaran dan penyelesaiannya,
serta hapusnya status badan hukum;
p. sanksi; dan
q. peraturan khusus.
(4) Hasil rapat pendirian koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) dibuat dalam notulen rapat dan/ atau Berita Acara Rapat
untuk dituangkan dalam rancangan Anggaran Dasar.
(5) Rapat pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dihadiri oleh Notaris.
(6) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mencatat kesepakatan
tentang pokok-pokok hasil pembahasan dalam rapat pendirian untuk
dirumuskan dalam akta pendirian.
(7) Penetapan nama koperasi sebagai hasil rapat persiapan pendirian dapat
di lakukan konfirmasi oleh Notaris pada SISMINBHKOP.
(8) Koperasi yang telah memperoleh persetujuan nama sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 wajib mengajukan permohonan Akta Pendirian
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

II - 275
(9) Apabila setelah melewati 30 (tiga puluh) hari pada proses pengajuan nama
tidak mengajukan permohonan Akta Pendirian, maka persetujuan nama
Koperasi melalui SISMINBHKOP menjadi kadaluarsa dan Koperasi wajib
mengajukan usulan nama baru.

Bagian Keempat

Pengesahan Akta Pendirian Koperasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 13

(1) Untuk mendapatkan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi,


para pendiri atau kuasa para pendiri mengajukan permintaan pengesahan
secara tertulis kepada Menteri dengan menggunakan SISMINBHKOP.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan
melampirkan:
a. dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai
cukup;
b. berita acara rapat pendirian Koperasi, termasuk pemberian kuasa
untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada;
c. bukti penyetoran modal paling sedikit sebesar simpanan pokok;dan
d. rencana awal kegiatan usaha Koperasi

Pasal 14

(1) Lampiran permohonan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang


diajukan oleh pemohon dilengkapi persyaratan dan berkas dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pemohon
untuk diperiksa dan diteliti oleh Pejabat yang Berwenang melalui
SISMINBHKOP.
(3) Pejabat yang Berwenang menerbitkan tanda terima kepada pemohon,
setelah dokumen dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan.
(4) Berkas dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
surat tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disimpan oleh
Notaris.

II - 276
Paragraf 3

Sistem Administrasi Badan Hukum Koperasi

Pasal 15

(1) Permohonan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dilakukan secara tertulis


dengan cara mengisi Format Isian Akta Pendirian Koperasi sebagaimana
tersedia pada SISMINBHKOP.
(2) Permohonan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan pemohon dengan cara memindai dan mengunggah
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(3) Administrator SISMINBHKOP memeriksa format isian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, Pejabat yang Berwenang
memberitahukan alasan penolakan kepada pemohon secara elektronik
(5) Penolakan sebagaimana dimaksud ayat (4) dapat dikoreksi atau
diperbaiki oleh pemohon dan selanjutnya disampaikan kembali melalui
SISMINBHKOP.

Pasal 16

(1) Menteri menerbitkan Keputusan pengesahan Akta Pendirian koperasi


dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengisian
format isian akta pendirian dan dokumen yang diunggah dinyatakan telah
dipenuhi secara lengkap dan benar oleh Pejabat yang berwenang.
(2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Pemohon secara elektronik.
(3) Notaris dapat langsung melakukan pencetakan Surat Keputusan Menteri
tentang pengesahan Akta Pendirian Koperasi, dengan menggunakan kertas
berwarna putih ukuran F4/folio dengan berat 80 (delapan puluh) gram serta
memuat frasa yang menyatakan “Keputusan Menteri ini dicetak dari
SISMINBHKOP”.

Pasal 17

(1) Keputusan pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 16 ayat (1) dihimpun oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan
dicatat dalam Buku Daftar Umum Koperasi dan dapat dibuat secara elektronik.
(2) Kementerian Koperasi dan UKM wajib menyampaikan salinan keputusan
pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai tempat kedudukan koperasi.

II - 277
Bagian Kelima
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 18

(1) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dilakukan berdasarkan keputusan


rapat anggota sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar
Koperasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi tidak dapat dilakukan apabila
koperasi sedang menghadapi masalah hukum pidana atau perdata.

Pasal 19

(1) Materi Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dapat menyangkut beberapa hal
sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan anggota.
(2) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang menyangkut perubahan bidang
usaha, penggabungan, peleburan dan pembagian koperasi wajib mendapat
pengesahan dari Menteri.
(3) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang tidak menyangkut perubahan
bidang usaha, penggabungan, peleburan dan pembagian koperasi wajib
dilaporkan kepada Menteri.
(4) Permohonan pengesahan dan pelaporan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diajukan oleh Pemohon kepada
Menteri secara elektronik menggunakan SISMINBHKOP.

Paragraf 2

Perubahan Bidang Usaha

Pasal 20

(1) Koperasi yang akan melakukan perubahan bidang usaha harus mendapatkan
persetujuan Rapat Anggota
(2) Perubahan bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
penambahan dan/atau pengurangan bidang usaha.
(3) Perubahan pola pelayanan usaha Simpan Pinjam dari pola konvensional
menjadi usaha Simpan Pinjam dan pembiayaan syariah termasuk perubahan
bidang usaha.

II - 278
Paragraf 3

Penggabungan

Pasal 21

(1) Penggabungan koperasi hanya dapat dilakukan apabila didasarkan atas


pertimbangan pengembangan dan/atau efisiensi usaha pengelolaan
koperasi sesuai dengan kepentingan anggota.
(2) Koperasi melakukan Penggabungan setelah mendapat persetujuan Rapat
Anggota dari masing-masing koperasinya.
(3) Koperasi yang menerima Penggabungan wajib melakukan Perubahan
Anggaran Dasar.
(4) Koperasi yang bergabung, dihapus dari Daftar Umum Koperasi.
(5) Pengurus Koperasi yang menerima Penggabungan menyampaikan
permohonan pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi kepada
Menteri.

Paragraf 4

Pembagian

Pasal 22

(1) Pembagian koperasi dilakukan untuk meningkatkan status hukum,


kelembagaan dan usaha koperasi.
(2) Pendirian koperasi hasil Pembagian dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Permintaan pengesahan Perubahan Anggaran Dasar koperasi yang
melakukan Pembagian diajukan sekaligus dengan permintaan pengesahan
Akta Pendirian Koperasi baru hasil Pembagian.
(4) Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pengesahan Akta
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan dalam
waktu yang bersamaan.
(5) Pelaksanaan pemisahan aset, hutang dan anggota koperasi dilakukan
oleh tim kerja yang dibentuk Koperasi yang melakukan Pembagian. dengan
permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi baru hasil Pembagian.
(4) Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pengesahan Akta
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan dalam
waktu yang bersamaan.
(5) Pelaksanaan pemisahan aset, hutang dan anggota koperasi dilakukan
oleh tim kerja yang dibentuk Koperasi yang melakukan Pembagian.

II - 279
Paragraf 5

Perubahan Anggaran Dasar yang Dilaporkan

Pasal 23

(1) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang tidak menyangkut bidang


usaha, Penggabungan, Peleburan, dan Pembagian koperasi wajib
dilaporkan kepada Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
a. ditetapkan dengan keputusan rapat anggota koperasi sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar koperasi;
b. Berita Acara Rapat Perubahan Anggaran Dasar dan daftar hadir anggota
wajib dilaporkan kepada
Menteri paling lambat 1 (satu) bulan sejak perubahan Anggaran Dasar
dilakukan;
c. Pengurus koperasi wajib mengumumkan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi tersebut dalam media massa paling lambat dalam jangka waktu 2
(dua) bulan sejak perubahan dilakukan;
d. pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilakukan paling
sedikit 2 (dua) kali dengan tenggang waktu paling lama 45 (empat puluh
lima) hari;
e. apabila pengurus koperasi tidak melakukan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam huruf c dan huruf d, maka Perubahan Anggaran
Dasa Koperasi tidak mengikat pihak lain yang berkepentingan
dengan koperasi;
f. akibat yang timbul karena tidak dilakukan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam huruf e menjadi tanggung jawab pengurus koperasi;
g. Pejabat yang Berwenang, menyimpan laporan Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi tersebut dalam bundel arsip yang disediakan untuk
keperluan tersebut; dan
h. apabila terjadi perbedaan antara yang dilaporkan kepada Pejabat yang
Berwenang dengan yang ada di koperasi, maka yang dianggap sah adalah
yang ada di Pejabat yang Berwenang.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk
perubahan susunan pengurus dan/atau pengawas koperasi.

II - 280
Paragraf 6

Verifikasi Dokumen Permohonan

Pasal 24

(1) Permohonan pengesahan Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi


yang menyangkut perubahan bidang usaha dilengkapi dokumen:
a. Akta perubahan anggaran dasar sebanyak 2 (dua) rangkap yang dibuat
secara otentik oleh Notaris;
b. Berita Acara Rapat Anggota, atau salinan pernyataan keputusan
rapat bermaterai yang ditandatangani oleh pimpinan rapat dan diketahui
Notaris;
c. Fotokopi akta dan keputusan pengesahan Akta Pendirian dan akta
Perubahan Anggaran Dasar sebelumnya;
d. Daftar hadir rapat anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi;
e. Buku daftar anggota;
f. Susunan Pengurus dan Pengawas;
g. Fotokopi KTP Pengurus dan Pengawas;
h. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) termasuk
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU); dan
i. Fotokopi surat ijin usaha.

(2) Permohonan pengesahan akta perubahan anggaran dasar koperasi yang


melakukan penggabungan dilengkapi dokumen:
a. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi hasil Penggabungan
sebanyak 2 (dua) rangkap yang dibuat secara otentik oleh Notaris;
b. Fotokopi akta dan keputusan pengesahan Akta
Pendirian Koperasi yang menerima Penggabungan;
c. Fotokopi akta dan keputusan pengesahan Akta
Pendirian Koperasi yang akan bergabung;
d. Berita acara rapat anggota Penggabungan koperasi;
e. Berita Acara Rapat Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi yang menerima Penggabungan;
f. Berita Acara Rapat Anggota Koperasi yang akan bergabung sekaligus
Pembubaran koperasi;
g. Daftar hadir rapat anggota koperasi hasil
Penggabungan;
h. Daftar hadir rapat anggota Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi yang menerima Penggabungan;
i. Daftar hadir rapat anggota koperasi yang akan bergabung sekaligus
Pembubaran koperasi;
j. Buku daftar anggota koperasi hasil Penggabungan;
k. Buku daftar anggota koperasi yang menerima
Penggabungan;
l. Buku daftar anggota koperasi yang akan bergabung;
m. Susunan Pengurus dan Pengawas koperasi hasil
Penggabungan;
n. Fotokopi KTP Pengurus dan Pengawas koperasi hasil
Penggabungan;

II - 281
o. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) termasuk Klasifikasi Lapangan
Usaha (KLU) koperasi hasil Penggabungan;dan
p. Neraca awal koperasi hasil Penggabungan

(3) Permohonan pengesahan akta Perubahan Anggaran


Dasar Pembagian Koperasi dilengkapi dokumen:
a. Akta Perubahan Anggaran Dasar Pembagian Koperasi sebanyak
2 (dua) rangkap yang dibuat secara otentik oleh Notaris;
b. Berita Acara Rapat Anggota Perubahan Anggaran
Dasar Pembagian Koperasi;
c. daftar hadir rapat anggota Perubahan Anggaran
Dasar Pembagian Koperasi;
d. neraca koperasi yang melakukan pembagian;
e. akta dan keputusan pendirian koperasi yang melakukan Pembagian;
f. buku daftar anggota koperasi yang melakukan
Pembagian; dan
g. nomor pokok wajib pajak koperasi yang melakukan pembagian termasuk
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU).
(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam dan pembiayaan
syariah/unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah koperasi melengkapi
dokumen tambahan yang meliputi:
a. daftar susunan Dewan Pengawas Syariah; dan
b. fotokopi surat rekomendasi atau Sertifikat Pendidikan/Pelatihan
Dewan Pengawas Syariah dari DSN-MUI.
(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) disampaikan oleh pemohon untuk diperiksa dan diteliti oleh Pejabat Yang
Berwenang.
(6) Dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) disimpan oleh Notaris.

Paragraf 7
Tatacara Pengesahan dan Pelaporan Perubahan Anggaran

Dasar

Pasal 25

(1) Permohonan Pengesahan dan pelaporan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi


dilakukan dengan cara mengisi Format Isian Akta Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi.
(2) Permohonan Pengesahan dan pelaporan Perubahan Anggaran Dasar koperasi
sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan pemohon dengan cara memindai dan
mengunggah dokumen sebagai berikut:
a. Berita Acara Rapat Perubahan Anggaran Dasar Koperasi;
b. daftar hadir rapat Perubahan Anggaran Dasar Koperasi;
c. fotokopi KTP para Pengurus dan Pengawas;

II - 282
d. akta Perubahan Anggaran Dasar yang ditanda tangani notaris bermaterai
dan/atau Pernyataan Keputusan Rapat;
e. fotokopi Akta dan Keputusan Pendirian dan/atau Akta dan
KeputusanPerubahan Anggaran Dasar terakhir;
f. Fotokopi halaman pertama dan terakhir Buku Daftar
Anggota; dan
g. neraca Tahun Buku Terakhir.
(3) Administrator SISMINBHKOP memeriksa format isian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan, administrator memberitahukan
alasan penolakan kepada pemohon secara elektronik.
(5) Penolakan sebagaimana dimaksud ayat (4) dapat dikoreksi atau
diperbaiki oleh pemohon dan selanjutnya disampaikan kembali melalui
SISMINBHKOP

Pasal 26

(1) Keputusan Menteri dan jawaban laporan mengenai Perubahan Anggaran


Dasar Koperasi diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak pengisian format isian Akta Perubahan Anggaran Dasar dan
dokumen yang diunggah dinyatakan telah lengkap dan benar oleh
administrator SISMINBHKOP.
(2) Keputusan Menteri dan jawaban laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada Pemohon secara elektronik.
(3) Notaris dapat langsung melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menteri
mengenai pengesahan dan jawaban laporan mengenai Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4/folio dengan
berat 80 (delapan puluh) gram serta memuat frasa yang menyatakan
“Keputusan Menteri dan jawaban laporan ini dicetak dari SISMINBHKOP”.

Pasal 27

(1) Keputusan Menteri dan jawaban laporan mengenai Perubahan Anggaran


Dasar Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dihimpun
oleh Pejabat Yang Berwenang dan dicatat dalam Buku Daftar Umum Koperasi
dan dapat dibuat secara elektronik.
(2) Keputusan pengesahan dan jawaban laporan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan dan dikirim
kepada Dinas yang bersangkutan sesuai dengan wilayah keanggotaan
koperasi.

Pasal 28

(1) Keputusan Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi tidak


mengubah nomor dan tanggal badan hukum Koperasi yang telah
dikeluarkan.

II - 283
(2) Nomor keputusan pengesahan dan pelaporan perubahan anggaran dasar
koperasi harus mencantumkan kode “PAD”.

Bagian Keenam

Penggabungan, Peleburan, Pembagian Koperasi


Paragraf 1

Umum

Pasal 29

(1) Untuk kepentingan pelayanan anggota dan pengembangan usaha,


efisiensi dan daya saing, koperasi dapat melakukan Penggabungan,
Peleburan dan Pembagian.
(2) Koperasi yang melakukan Penggabungan, Peleburan dan Pembagian harus
melaksanakan tanggung jawab terhadap kewajibannya.
(3) Penggabungan, Peleburan dan Pembagian Koperasi dilakukan dengan
menentukan jenis koperasi sesuai dengan kepentingan ekonomi anggota dan
berdasarkan keputusan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.

Paragraf 2

Penggabungan

Pasal 30

(1) Penggabungan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dilakukan tanpa


mengadakan Pembubaran Koperasi terlebih dahulu.
(2) Penggabungan dilakukan oleh Koperasi sejenis dengan menggunakan
badan hukum dan nama Koperasi yang menerima Penggabungan.
(3) Penggabungan, Peleburan, dan Pembagian Koperasi dilakukan dengan
menentukan jenis koperasi sesuai kepentingan ekonomi anggota.

Pasal 31

(1) Segala hak dan kewajiban sebagai akibat dari Penggabungan koperasi
menjadi tanggung jawab Koperasi yang menerima Penggabungan
(2) Tanggung jawab Koperasi yang menerima penggabungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan:
a. Perubahan Anggaran Dasar;
b. konsolidasi organisasi; dan
c. konsolidasi laporan keuangan.

II - 284
Paragraf 3
Peleburan

Pasal 32

(1) Peleburan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dilakukan dengan


mengadakan Pembubaran Koperasi terlebih dahulu.
(2) Peleburan dilakukan oleh Koperasi dengan mendirikan badan hukum
baru dan nama Koperasi baru, serta menetapkan jenis Koperasi.
(3) Pendirian badan hukum Koperasi hasil Peleburan dan nama koperasi
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

(1) Segala hak dan kewajiban sebagai akibat dari Peleburan koperasi menjadi
tanggung jawab Koperasi baru hasil Peleburan.
(2) Tanggung jawab Koperasi baru hasil Peleburan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melakukan:
a. permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi;
b. konsolidasi organisasi;dan
c. konsolidasi laporan keuangan.

Paragraf 4
Pembagian

Pasal 34

(1) Koperasi dapat melakukan pembagian, dengan mendirikan satu atau


beberapa koperasi baru.
(2) Koperasi yang memiliki beberapa unit usaha dan akan melakukan
spesialisasi usaha sesuai dengan jenis koperasi dapat memisahkan unit
usaha yang dimilikinya menjadi Koperasi baru dengan badan hukum
tersendiri.
(3) Segala hak dan kewajiban dari akibat Pembagian Koperasi menjadi
tanggung jawab masing-masing Koperasi setelah dilakukan pembagian
hak dan kewajiban berdasarkan keputusan Rapat Anggota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembagian Koperasi diatur dengan
Peraturan Menteri

Pasal 35

Syarat Pembagian Koperasi sebagai berikut:


a. koperasi yang akan melakukan pembagian telah berbadan hukum;
b. tidak sedang berperkara di pengadilan;
c. memiliki unit usaha yang dikelola secara terpisah dan laporan
keuangan tersendiri yang akan dipisahkan dari koperasi yang akan
melakukan Pembagian;
II - 285
d. terdapat paling sedikit 20 (dua puluh) orang anggota koperasi primer
dan 3 (tiga) badan hukum untuk koperasi sekunder yang bersedia
menjadi anggota koperasi baru hasil Pembagian;
e. memiliki keinginan untuk melakukan Pembagian yang dinyatakan melalui
Keputusan Rapat Anggota;
f. memiliki laporan pertanggungjawaban keuangan yang telah diperiksa baik
oleh internal atau eksternal;
g. mendapat persetujuan dari pemilik modal penyertaan koperasi;
h. bebas dari persoalan hutang piutang dalam suatu pernyataan dari
para pihak;dan
i. pembiayaan proses Pembagian Koperasi ditanggung oleh koperasi yang
melaksanakan pembagian.

Pasal 36

(1) Koperasi yang akan melakukan Pembagian wajib:


a. menyelenggarakan Rapat Anggota untuk menyepakati
Pembagian koperasi;
b. merubah atau menyusun Anggaran Dasar;
c. menetapkan keanggotaan, pengurus dan pengawas;
d. melakukan pembagian aset dari koperasi yang dibagi kepada koperasi
baru hasil pembagian;dan
e. membuat notulen/Berita Acara Rapat Anggota tentang
pembagian koperasi yang dibuat secara otentik dengan Akta Notaris.
(2) Bagi koperasi baru hasil Pembagian wajib:
a. menerima dan mengadministrasikan aset hasil pembagian dari
Koperasi yang dibagi;
b. menetapkan dan mengadministrasikan keanggotaan koperasi;
c. memilih dan menetapkan Pengurus/Pengawas;
d. menetapkan neraca awal Koperasi;
e. menetapkan rencana kerja koperasi selama 3 (tiga) tahun;dan
f. memenuhi peraturan perundang-undangan tentang unit usaha
simpan pinjam bagi kegiatan usaha simpan pinjam.
(3) Bagi koperasi yang dibagi wajib melaksanakan :
a. perubahan Anggaran Dasar;
b. penyesuaian Rencana Kerja dan Rencana Anggaran pendapatan
Belanja Koperasi (RAPBK) baik jangka pendek maupun jangka
panjang;dan
c. penataan administrasi keanggotaan koperasi.
(4). Mengajukan permohonan pengesahan Akta Perubahan Anggaran Dasar
dan permohonan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi baru hasil
Pembagian, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Pejabat yang Berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap
berkas permohonan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi hasil
Pembagian sebagaimana ketentuan yang berlaku serta memeriksa

a. isi Anggaran Dasar;


b. neraca Awal Koperasi hasil Pembagian harus mengungkapkan:

II - 286
c. nama dan penjelasan tentang koperasi hasil pembagian;
d. tanggal efektif Pembagian koperasi;
e. kegiatan usaha yang telah diputuskan untuk dihentikan akibat
Pembagian koperasi;dan
f. nilai Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib sebagai akibat Pembagian
koperasi.
(6) Pejabat yang Berwenang mengeluarkan keputusan pengesahan atau
penolakan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang melakukan
Pembagian dan Pendirian koperasi hasil Pembagian berdasarkan penelitian
dan pemeriksaan atas berkas permohonan dimaksud sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Keputusan pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang
melakukan Pembagian dan Pendirian koperasi hasil Pembagian (koperasi
baru) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Keterkaitan kelembagaan dan usaha koperasi yang dibagi dengan koperasi
hasil Pembagian diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(9) Pengaturan teknis lebih lanjut sebagaimana dimaksud ayat (8) harus
diatur dalam Anggaran Dasar/anggaran rumah tangga Koperasi yang
dibagi maupun koperasi hasil pembagian.

Bagian Ketujuh
Pembubaran Koperasi
Paragraf 1

Umum

Pasal 37

Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:


a. keputusan Rapat Anggota; dan
b. keputusan Pemerintah

Paragraf 2

Pembubaran Koperasi Oleh Rapat Anggota

Pasal 38

Alasan pembubaran koperasi oleh Rapat Anggota dapat dikarenakan


jangka waktu telah berakhir.

II - 287
Pasal 39

(1) Undangan Rapat Anggota dalam rangka Pembubaran Koperasi, dikirim oleh
Pengurus paling lama 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota
diselenggarakan.
(2) Rapat Anggota dalam rangka Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dianggap sah apabila sudah mencapai kuorum yang dihadiri
oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) jumlah Anggota.

Pasal 40

(1) Keputusan Rapat Anggota tentang Pembubaran Koperasi dianggap sah


apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah suara yang
sah.
(2) Keputusan Rapat Anggota tentang Pembubaran koperasi wajib membentuk
Tim Penyelesai, Tim Penyelesai melakukan pekerjaan penyelesaian dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar
Koperasi
(3) Keputusan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada Menteri dan semua Kreditur.
(4) Pembubaran Koperasi oleh rapat anggota dilaporkan kepada Menteri.
(5) Koperasi yang telah bubar dihapus dan dicoret dari BukuDaftar Umum
Koperasi.

Pasal 41

(1) Koperasi yang jangka waktu berdiri telah berakhir, sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar, dapat melakukan perubahan jangka waktu berdirinya atau
menyelenggarakan Rapat Anggota Pembubaran Koperasi.
(2) Dalam hal koperasi melakukan perubahan jangka waktu berdirinya, koperasi
yang bersangkutan harus menyelenggarakan Rapat Anggota Perubahan
Anggaran Dasar paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu
berakhirnya koperasi, dan melaporkan kepada Pejabat yang Berwenang paling
lambat 1 (satu) bulan, sejak tanggal keputusan Rapat Anggota.
(3) Pejabat yang Berwenang, melakukan pencatatan perpanjangan jangka
waktu berdirinya koperasi dalam Buku Daftar Umum Koperasi.

Pasal 42

(1) Koperasi yang jangka waktunya telah berakhir dan tidak melakukan
perpanjangan sesuai dengan Anggaran Dasar koperasi, dinyatakan bubar
dengan sendirinya dan harus melaporkan posisinya kepada Pejabat yang
Berwenang.
(2) Pejabat yang Berwenang menerbitkan keputusan pembubaran dan
mengumumkannya dalam Berita Negara.

II - 288
Paragraf 3
Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah
Pasal 43

Menteri dapat membubarkan Koperasi apabila:


a. Koperasi tidak memenuhi ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan/atau tidak melaksanakan ketentuan
Anggaran Dasar Koperasi bersangkutan;
b. kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan,
yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
c. Koperasi dinyatakan pailit, berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
d. Koperasi tidak melakukan Rapat Anggota, selama 3(tiga) tahun berturut-turut;
dan/atau
e. Koperasi tidak melakukan kegiatan usaha secara nyata, selama 2 (dua) tahun
berturut-turut terhitung sejak tanggal Pengesahan Akta Pendirian Koperasi.

Pasal 44

(1) Sebelum mengeluarkan keputusan Pembubaran Koperasi, Menteri


menyampaikan secara tertulis dengan surat tercatat tentang rencana
Pembubaran Koperasi kepada Pengurus.
(2) Dalam hal Pengurus Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri
menyampaikan surat pemberitahuan rencana Pembubaran Koperasi kepada
anggota Koperasi yang masih ada.
(3) Dalam hal anggota Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri
mengumumkan rencana Pembubaran Koperasi dengan menempelkan surat
pemberitahuan rencana Pembubaran Koperasi pada papan pengumuman
yang terletak pada kantor Kecamatan dan/atau Kelurahan/Desa tempat
kedudukan Koperasi.

(4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan


menggunakan media cetak maupun media elektronik atau media lainnya.

Pasal 45

(1) Pengurus atau Anggota dapat mengajukan surat keberatan terhadap


rencana pembubaran disertai dengan alasan, dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan
rencana Pembubaran.
(2) Dalam hal tidak ada pernyataan keberatan yang diajukan oleh Pengurus
dan Anggota Koperasi, Menteri menerbitkan Keputusan Pembubaran
Koperasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan, terhitung sejak

II - 289
tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana Pembubaran oleh
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.

Pasal 46

(1). Pernyataan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)


diajukan secara tertulis kepada Menteri, menggunakan surat tercatat, yang
menguraikan secara jelas alasan yang menjadi dasar keberatan.
(2) Surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. laporan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam
Rapat Anggota tahunan paling sedikit 2 (dua) tahun buku terakhir; dan
b. SPT PPH Badan atas nama Koperasi 2 (dua) tahun buku terakhir.
(3) Menteri wajib memutuskan untuk menerima atau menolak keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan
secara tertulis dan tercatat.
(4) Dalam hal Menteri menolak keberatan yang diajukan oleh Pengurus atau
Anggota sebagaimana seperti dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), Menteri
menerbitkan Keputusan Pembubaran Koperasi berikut alasan penolakan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari, terhitung sejak
tanggal keputusan untuk menolak keberatan ditetapkan.
(5) Keputusan Menteri untuk menerima atau menolak keberatan yang diajukan
merupakan putusan akhir.

Pasal 47

Dalam hal Menteri tidak mengeluarkan Keputusan, selama Pembubaran


Koperasi berlangsung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (4), maka rencana Pembubaran Koperasi dinyatakan batal
demi hukum.

Pasal 48

(1) Menteri menyampaikan Keputusan Pembubaran Koperasi secara tertulis


memakai “surat tercatat” kepada Pengurus atau anggota Koperasi dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
dikeluarkannya Keputusan Pembubaran Koperasi
(2) Dalam hal Pengurus atau Anggota Koperasi tidak diketahui alamatnya,
Menteri mengumumkan Pembubaran Koperasi dengan menempelkan
Keputusan Pembubaran Koperasi pada papan pengumuman di tempat
kedudukan Koperasi, pengumuman di media cetak, maupun media elektronik
atau media lainnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

II - 290
Paragraf 4

Penyelesaian
Pasal 49

(1) Untuk melaksanakan penyelesaian pembubaran Koperasi, harus


dibentuk Tim Penyelesai Pembubaran Koperasi.
(2) Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat terdiri atas:
a. Tim Penyelesai Pembubaran Koperasi berdasar keputusan Rapat
Anggota;
b. Tim Penyelesai Pembubaran Koperasi berdasar berakhirnya jangka
waktu berdirinya Koperasi; dan
c. Tim Penyelesai Pembubaran Koperasi berdasar Keputusan Menteri;
(3) Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf
b, ditunjuk berdasarkan kuasa Rapat Anggota.
(4) Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(5) Penunjukan anggota Tim Penyelesai oleh Menteri untuk melakukan
penyelesaian Pembubaran Koperasi dilakukan sekaligus dalam Keputusan
Pembubaran Koperasi.
(6) Selama dalam proses penyelesaian, koperasi tersebut tetap ada dengan
sebutan "Koperasi dalam penyelesaian".

Pasal 50

(1) Tim Penyelesai mempunyai tugas:


a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan
kewajiban Koperasi;
b. mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c. menyelesaikan hak dan kewajiban Koperasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri; dan
e. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
(2) Tim Penyelesai mempunyai wewenang:
a. melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama Koperasi
dalam penyelesaian;
b. memanggil Pengawas, Pengurus, dan anggota terutama yang
diperlukan baik sendiri maupun bersama-sama;
c. memeriksa dan menggunakan segala catatan dan arsip Koperasi;
d. menginventarisasi kondisi harta kekayaan koperasi;
e. menjual aset Koperasi;
f. menetapkan dan melaksanakan pembayaran kewajiban koperasi
yang didahulukan, berdasarkan ketetentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
g. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk dibagikan kepada
anggota.
II - 291
Pasal 51
.

(1) Dalam pelaksanaan tugas Tim Penyelesai wajib bertindak secara jujur dan
teliti sesuai dengan keahliannya, serta mendahulukan kepentingan
penyelesaian pembubaran Koperasi.
(2) Tim Penyelesai wajib menyelesaikan tugasnya dalam jangka waktu yang
ditetapkan dalam Keputusan Pembubaran Koperasi, tetapi tidak lebih lama
dari 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan
Pembubaran Koperasi.
(3) Dalam hal Tim Penyelesai tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat mengganti Tim Penyelesai.

Pasal 52

(1) Tim Penyelesai membuat Berita Acara mengenai pelaksanaan seluruh


tugasnya.
(2) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada
menteri sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas penyelesaian
Pembubaran Koperasi.
(3) Penyampaian Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian Pembubaran Koperasi selesai dan tanggung jawab
pelaksanaan penyelesaian Pembubaran Koperasi menjadi tanggung jawab
Menteri.

Pasal 53

(1) Seluruh biaya dan/atau pengeluaran yang wajar diperlukan oleh Tim
Penyelesai Pembubaran Koperasi untuk melaksanakan tugasnya
membubarkan Koperasi yang diputuskan oleh Pemerintah, menjadi beban
anggaran Kementerian yang membidangi Koperasi.
(2) Dalam hal terdapat sisa hasil penyelesaian Pembubaran Koperasi, Menteri
dapat menetapkan upah Tim Penyelesai, yang dibebankan pada Koperasi,
paling tinggi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari besarnya upah Tim
Penyelesai.
(3) Besarnya upah Tim Penyelesai yang dibebankan pada Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling tinggi bernilai 5% (lima
perseratus) dari jumlah keseluruhan sisa hasil penyelesaian.
(4) Menteri menetapkan besarnya upah Tim Penyelesai berdasarkan tingkat
kesulitan pelaksanaan penyelesaian Pembubaran, kebutuhan yang ada
serta kondisi Koperasi yang dibubarkan.

II - 292
Pasal 54

(1) Atas nama Menteri, Tim Penyelesai memberitahukan tentang Pembubaran


Koperasi secara tertulis memakai surat tercatat kepada kreditur Koperasi
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari, terhitung sejak
tanggal dikeluarkannya Keputusan Pembubaran Koperasi.
(2) Dalam hal alamat Kreditur Koperasi tidak diketahui, Pembubaran Koperasi
diumumkan secara luas diantaranya dengan cara menempelkan Keputusan
Pembubaran Koperasi pada berbagai papan pengumuman, media cetak,
media elektronik, atau menggunakan media lain dengan memperhatikan
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengumuman Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan selama proses penyelesaian Pembubaran berlangsung.
(4) Surat pemberitahuan atau pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) paling sedikit memuat nama dan alamat Tim Penyelesai
Pembubaran Koperasi.

Pasal 55

(1) Kreditur yang menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 54 ayat (1) dapat mengajukan tagihan kepada Tim Penyelesai
dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
tanggal diterimanya surat pemberitahuan dengan menunjukkan bukti yang
sah.
(2) Kreditur yang mengetahui Pembubaran Koperasi melalui papan
pengumuman, media cetak, media elektronik, atau media lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dapat mengajukan
tagihan kepada Tim Penyelesai selama penyelesaian Pembubaran masih
berlangsung.

Paragraf 6

Pendelegasian Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar,


Penggabungan, Pembagian dan Pembubaran Koperasi

Pasal 56

Menteri mendelegasikan pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran


Dasar, Penggabungan, Peleburan, Pembagian, dan Pembubaran Koperasi
kepada Deputi Bidang Kelembagaan.

Paragraf 7

Pengumuman Dalam Berita Negara dan

Tambahan Berita Negara

II - 293
Pasal 57

(1) Menteri mengumumkan pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran


Dasar dan Pembubaran Koperasi, dalam Berita Negara.
(2) Koperasi dapat mengumumkan Anggaran Dasar atau Perubahan Anggaran
Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di dalam Tambahan Berita
Negara.

BAB III ORGANISASI KOPERASI

Bagian Kesatu
Keanggotaan Koperasi

Pasal 58

(1) Anggota Koperasi Primer adalah setiap Warga Negara Indonesia yang
mampu melakukan tindakan hukum dan memiliki kepentingan ekonomi yang
sama dengan sesama anggota lain.
(2) Anggota Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang sudah berbadan hukum
koperasi dan memiliki kepentingan ekonomi yang sama.
(3) Setiap anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa
koperasi.
(4) Wajib dicatat dalam buku daftar anggota.

Pasal 59

(1) Calon anggota adalah orang seorang atau badan hukum koperasi simpan
pinjam atau koperasi yang memiliki unit simpan pinjam yang telah menerima
pelayanan dari koperasi, tetapi belum memenuhi semua persyaratan
sebagai anggota koperasi yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
(2) Calon anggota memiliki hak bicara untuk menyampaikan pendapat atau
saran, tetapi tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan serta
tidak memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai Pengurus atau
Pengawas.
(3) Calon anggota memperoleh pelayanan yang sama dengan anggota dari
koperasinya.

II - 294
Pasal 60

(1) Calon anggota sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 ayat (1) dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan setelah melunasi Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib
menjadi anggota.
(2) Koperasi yang memiliki calon anggota wajib melakukan upaya untuk
mendorong menjadi anggota.

Pasal 61

(1) Warga Negara Indonesia yang belum cakap melakukan tindakan hukum
(dibawah umur) dan Warga Negara Asing yang ingin mendapat pelayanan
dan menjadi anggota Koperasi dan tidak sepenuhnya memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, dapat diterima sebagai Anggota Luar Biasa.
(2) Anggota Luar Biasa mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak
suara dan hak untuk memilih dan dipilih sebagai Pengurus dan Pengawas.
(3) Anggota Luar Biasa berhak atas sisa hasil usaha sesuai dengan keputusan
Rapat Anggota.
(4) Koperasi wajib menyelenggarakan pendidikan koperasi terhadap anggota
luar biasa yang belum cakap hukum atau di bawah usia dewasa, antara lain
untuk mendidik anggota luar biasa tersebut menjadi kader koperasi yang
memahami koperasinya dan hidup ekonomis.
(5) Ketentuan mengenai Anggota Luar Biasa dicantumkan dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.

Pasal 62

(1) Anggota koperasi primer, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


a. Warga Negara Indonesia;
b. mampu melakukan perbuatan hukum;
c. mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dalam lingkup usaha
koperasi
d. telah melunasi Simpanan Pokok;
e. menyetujui Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Koperasi
yang bersangkutan;dan
f. telah terdaftar dalam buku daftar anggota dan telah menandatangani
atau membubuhkan cap jempol pada buku daftar anggota.
(2) Anggota Koperasi Sekunder, harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. telah berbadan hukum;
b. mampu melakukan tindakan hukum;
c. mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dalam lingkup usaha
koperasi sekunder;
d. telah melunasi simpanan pokok;
e. menyetujui Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga koperasi
sekunder yang bersangkutan;dan
f. telah terdaftar dalam buku daftar anggota dan telah menandatangani
atau membubuhkan cap jempol pada buku daftar anggota.
(
II - 295
3) Daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan ayat (2)
huruf f dapat dibuat dalam bentuk buku konvensional dan/atau dalam bentuk
elektronik terverifikasi.
(4) Dalam rangka pengembangan keanggotaan koperasi, Kementeriandibidang
perkoperasian menyelenggarakan sistem informasi keanggotaan koperasi
secara nasional, dalam bentuk konvensional maupun elektronik.

Pasal 63

(1) Keanggotaan koperasi berakhir bilamana Anggota yang bersangkutan:


a. minta berhenti atas permintaan sendiri;
b. diberhentikan oleh Pengurus;
c. meninggal dunia; dan/atau d. koperasi bubar.
(2) Dalam hal Anggota berhenti atas permintaaan sendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, maka:
a. Anggota tersebut wajib mengajukan surat pengunduran diri
yang ditujukan kepada Pengurus Koperasi; dan
b. Pengurus mengabulkan pengunduran diri tersebut setelah hak dan
kewajiban diselesaikan.
(3) Anggota diberhentikan oleh Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat-syarat keanggotaan sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar;
b. mencemarkan nama baik Koperasi; dan/atau
c. merugikan koperasi.
(4) Apabila Anggota Koperasi meninggal dunia, maka secara otomatis
keanggotaannya berakhir.
(5) Hak dan kewajiban Anggota Koperasi yang meninggal dunia dapat
beralih kepada ahli warisnya yang sah apabila ahli waris diterima menjadi
anggota yang memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Anggaran
Dasar.
(6) Apabila Koperasi bubar maka keanggotaan koperasi tersebut berakhir.
(7) Pengaturan tentang tata cara pemberhentian anggota harus ditetapkan
dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Koperasi.

Pasal 64

(1) Pengurus koperasi dapat memberhentikan Anggota untuk sementara waktu


dengan mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara dan Pengurus
harus mempertanggungjawabkannya kepada Rapat Anggota.
(2) Anggota yang diberhentikan oleh Pengurus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan keberatan atau pembelaaan dalam Rapat
Anggota berikutnya.
(3) Dalam hal Rapat Anggota menerima keberatan atau pembelaaan Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicabut dan
keanggotaan bagi anggota yang bersangkutan dipulihkan kembali.

II - 296
(4) Dalam hal Rapat Anggota menolak keberatan atau pembelaaan anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rapat Anggota mengukuhkan
keputusan Pengurus tersebut.

Bagian Kedua

Bentuk dan Jenis Koperasi

Pasal 65

(1) Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder.


(2) Koperasi Primerberanggotakan orang seorang, dan didirikan oleh paling
sedikit 20 (dua puluh) orang pendiri;
(3) Pembentukan Koperasi Primer berdasarkan pada kesamaan kepentingan
ekonomi dan kebutuhan pelayanan anggota.
(4) Koperasi Sekunder beranggotakan koperasi-koperasi yang telah
berbadan hukum, dan didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi.
(5) Koperasi Sekunder didirikan berdasarkan pada kesamaan
kepentingan ekonomi dan kesamaan kebutuhan jasa pelayanan koperasi
anggotanya.
(6) Pembentukan Koperasi Sekunder bertujuan untuk pengembangan dan
efisiensi usaha.

Pasal 66

(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.


(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kesamaan kegiatan usaha dan kepentingan ekonomi anggota.

Pasal 67

Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2)terdiri dari:

a. Koperasi Konsumen;
b. Koperasi Produsen;
c. Koperasi Jasa;
d. Koperasi Pemasaran; dan
e. Koperasi Simpan Pinjam.

Pasal 68

(1) Koperasi Konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di


bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.

II - 297
(2) Koperasi Produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
pengadaan sarana, pemasaran, dan faktor produksi serta pemasaran
produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
(3) Koperasi Jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-
simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
(4) Koperasi Pemasaran menyelenggarakan kegiatan usaha memasarkan
produk yang dihasilkan Anggota dan non- Anggota.
(5) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-
satunya usaha yang melayani Anggota.

Pasal 69

(1) Setiap anggota koperasi harus berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan


yang diberikan oleh koperasi.
(2) Untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing, koperasi dapat melakukan
Penggabungan atau Peleburan dengan koperasi lainnya yang sejenis.

Pasal 70

(1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan


Koperasi Jasa dapat melakukan kegiatan usaha lain, sesuai kebutuhan
Anggota.
(2) Kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Penyebutan jenis Koperasi yang menyelenggarakan beberapa kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berdasarkan pada kesamaan
kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota yang terbesar.
(4) Khusus koperasi yang dibentuk oleh golongan profesional seperti pegawai
negeri, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Polisi Republik
Indonesia (Polri), karyawan, kelompok profesi, pekerja dan sebagainya,
bukan merupakan jenis koperasi, namun dapat dilembagakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 71

(1) Koperasi Konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di


bidang penyediaan barang kebutuhan konsumsi.
(2) Dalam pelayanan penyediaan barang kebutuhan konsumsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Koperasi Konsumen melakukan pembelian dan
pengadaan bersama.
(3) Koperasi Konsumen melakukan penjualandan dapat berfungsi sebagai
distributor, agen, pengecer, dan lainnya sesuai persyaratan yang berlaku.
(4) Aktivitas usaha Koperasi Konsumen diutamakan untuk melayani anggota.

II - 298
Pasal 72

(1) Koperasi Produsen melaksanakan aktivitas usaha meliputi:


a. menyelenggarakan pelayanan penyediaan sarana dan prasarana
produksi kepada Anggota
b. mengolah dan memproses produk barang dan jasa;dan
c. memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh Anggota.
(2) Koperasi Produsen dapat menyelenggarakan pelayanan jasa pengolahan
berupa penyediaan sarana pengolahan untuk melayani kebutuhan anggota.
(3) Koperasi Produsen dapat dikembangkan dan berfungsi sebagai
pemegang merek produk dan lainnya yang terkait dengan aktivitas produksi.
(4) Kontribusi volume usaha Koperasi Produsen diprioritaskan bagi
pelayanan kepada Anggota.

Pasal 73

(1) Koperasi Produsen dikembangkan untuk mengolah produk primer dan


sekunder.
(2) Koperasi Produsen sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan anggota.

Pasal 74

(1) Koperasi Jasa dapat melaksanakan aktivitas usaha meliputi:


a. Kegiatan pelayanan jasa keuangan;dan b. kegiatan pelayanan Jasa
non Keuangan.
(2) Koperasi yang menyelenggarakan Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, melaksanakan kegiatan usaha, antara lain:
a. perbankan;
b. perasuransian;
c. pembiayaan, sewa guna usaha (leasing), anjak piutang, modal
ventura, pegadaian, teknologi finansial (fintech); dan
d. lembaga keuangan mikro.
(3) Koperasi yang melaksanakan usaha lembaga keuangan mikro
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang undangan.

Pasal 75

Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa


dalam menjalankan usaha harus memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang.

II - 299
Bagian Ketiga
Perangkat Organisasi Koperasi
Paragraf 1

Umum

Pasal 76

Perangkat Organisasi Koperasi terdiri dari:


a. Rapat Anggota;
b. Pengurus; dan
c. Pengawas.

Paragraf 2

Rapat Anggota

Pasal 77

(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi didalam


pengambilan keputusandi koperasi, sebagai pelaksanaan prinsip demokrasi,
transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola koperasi.
(2) Anggota wajib dilaksanakan koperasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam
satu tahun buku, khususnya untuk meminta keterangan dan
pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam melaksanakan
tugasnya.
(3) Rapat Anggota Koperasi Primer dihadiri anggota yang tercatat dalam daftar
anggota dan setiap anggota mempunyai satu hak suara serta kehadirannya
tidak dapat diwakilkan.
(4) Dalam Rapat Anggota Koperasi Sekunder,hak suara ditetapkan secara
proporsional (berimbang) sesuai dengan jumlah anggota Koperasi Primer
yang menjadi anggotanya dan tercatat dalam daftar anggota serta
diatur dalam Anggaran Dasar.
(5) Rapat Anggota dapat dilaksanakan dengan menggunakan sistem kelompok,
sistem tertulis dan sistem elektronik yang ketentuannya diatur dalam
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga/peraturan khusus koperasi.
Rapat Anggota berwenang:

Pasal 78

a. menetapkan kebijakan umum dibidang organisasi, manajemen dan


usaha serta keuangan koperasi;
b. menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar;
c. memilih, mengangkat dan memberhentikan Pengurus dan Pengawas;
d. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan
belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;

II - 300
e. meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban
Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
f. meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban
Pengawas dalam pelaksanaan tugasnya;
g. menetapkan pembagian Sisa Hasil Usaha;
h. memutuskan Penggabungan, Peleburan, Pembagian dan Pembubaran
koperasi;dan
i. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan dalam Anggaran
Dasar.

Pasal 79

(1) Rapat Anggota Koperasi terdiri dari Rapat Anggota dan Rapat Anggota
Luar Biasa.
(2) Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud ayat (1)diatas dapat
membahas dan memutuskan antara lain:
a. program kerja, dan rencana kerja tahun berikutnya;
b. pengembangan usaha;
c. penambahan modal penyertaan dalam rangka pemupukan modal;
d. menetapkan batas maksimal bunga pinjaman dan imbalan;
e. membentuk dan bergabung dengan Koperasi Sekunder;
f. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit;
g. keputusan untuk melakukan investasi;
h. membahas perubahan Anggaran Dasar, Penggabungan,
Pembagian, Peleburan atau Pembubaran koperasi sertahal-hal lain yang
terkait dengan pengembangan koperasi dapat dibahas dalam Rapat
Anggota.

Pasal 80

(1) Rapat Anggota untuk memintapertanggungjawaban Pengurus dan


Pengawas yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun,
dikenal dengan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
(2) Rapat Anggota membahas penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Koperasi dilaksanakan sebelum akhir tahun buku atau
sebelum memasuki tahun berikutnya.
(3) Pembahasan pertanggungjawaban Pengurus meliputi antara lain:
a. laporan pertanggungjawaban tahunan Pengurus selama 1 (satu)
tahun buku lampau meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: aspek kelembagaan,
aspek usaha dan aspek keuangan, serta kejadian penting yang perlu
dilaporkan kepada Anggota;
b. materi laporan pertanggungjawaban pengurus paling sedikit memuat
perkembangan kondisi organisasi, laporan keuangan, perkembangan
usaha, serta evaluasi rencana/target dan pencapaian program;dan

II - 301
c. masalah-masalah lain terkait pengembangan koperasi yang
diajukan oleh Pengurus atau para Anggota koperasi.
(4) Pembahasan pertanggungjawaban Pengawas meliputi antara lain:
a. laporan hasil pengawasan selama 1 (satu) tahun buku lampau,
yang didalamnya sekurang- kurangnya meliputi 3 aspek yaitu: aspek
kelembagaan, aspek usaha dan aspek keuangan;
b. materi laporan pertanggungjawaban Pengawas sekurang-
kurangnya memuat hasil pengawasan berkala, hasil pengawasan
tahunan, serta rekomendasi hasil pengawasan yang dilakukan
terhadap jalannya koperasi;dan
c. masalah-masalah lain terkait pengawasan jalannya pengelolaan
koperasi yang diajukan oleh Pengawas atau para Anggota koperasi.
(5) Penyelenggaraan Rapat Anggota Pertanggung jawaban Pengurus dan
Pengawas diatur sebagai berikut:
a. Rapat Anggota diadakan 1 (satu) kali dalam setahun dan
dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu
6 (enam) bulan setelah tutup buku;
b. penyelenggara Rapat Anggota wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis kepada anggota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sebelum penyelenggaraan Rapat Anggota, yang memuat informasi
tentang waktu, tempat dan agenda yang akan dibahas dalam Rapat
Anggota. Pemberitahuan tersebut wajib dilampiri bahan-bahan Rapat
Anggota yang akan dijadikan agenda pembahasan;
c. penundaan terhadap pelaksanaan Rapat Anggota oleh koperasi
harus diberitahukan pada anggota dan pejabat yang berwenang;dan
d. dalam hal Rapat Anggota menolak dan tidak menerima laporan
pertanggungjawaban Pengurus, sebagian atau seluruhnya, maka
Rapat Anggota membentuk tim untuk melakukan verifikasi

(6) Rapat Anggota pendirian atau pembentukan koperasi oleh para pendiri
atau anggota pendiri, menetapkan Anggaran Dasar Koperasi, Neraca
Awal, Rencana Kerja selama 2 (dua) tahun dan menetapkan kuasa pendiri
untuk mengurus pengajuan permohonan pengesahan pendirian koperasi
pada PejabatYang Berwenang.

Pasal 81

(1) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diselenggarakan oleh Pengurus Koperasi
atas permintaan anggota atau pengurus dan dibentuk panitia oleh anggota
karena berbagai alasan yang sangat penting dan mendesak.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat dilaksanakan atas usul anggota paling
sedikit 1/5 (satu per lima) dari jumlah anggota koperasi.
(3) Permintaan penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana
dimaksud ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada pengurus dengan
tembusan Pejabat Yang Berwenang.
(4) Jika dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengurus menerima permintaan
Rapat Anggota Luar Biasa ternyata Pengurus tidak melaksanakan rapat
tanpa alasan yang dapat diterima sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2),
maka Anggota dan Pengurus yang meminta rapat dapat membentuk panitia
untuk menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa atas biaya koperasi.

II - 302
Pasal 82

(1) Rapat Anggota wajib dihadiri oleh Anggota, Pengurus dan Pengawas.
(2) Rapat Anggota Koperasi Primer wajib dihadiri oleh anggota yang
tercatat dalam buku daftar Anggota dan menandatangani daftar hadir.
(3) Rapat Anggota Koperasi Sekunder wajib dihadiri oleh wakil-wakil yang
mendapat mandat tertulis dari rapat anggota koperasi yang menjadi
anggotanya
(4) Penyelenggara Rapat Anggota adalah Pengurus atau panitia
penyelenggara Rapat Anggota yang dibentuk oleh anggota yang diatur
dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
(5) Rapat Anggota Koperasi wajib menetapkan pimpinan dan sekretaris rapat
yang berasal dari anggota yang bukan berasal dari unsur Pengurus dan
Pengawas, untuk memimpin jalannya Rapat Anggota.

Pasal 83

(1) Rapat Anggota Koperasi wajib memenuhi kuorum sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan dan dimuat dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga koperasi.
(2) Rapat Anggota Koperasi dinyatakan kuorum apabila dihadiri sekurang-
kurangnya 1/2 (setengah) plus 1 (satu) dari jumlah anggota yang tercatat
dalam buku daftar anggota.

Pasal 84

(1) Pengambilan keputusan dalam Rapat Anggota koperasi diatur sebagai


berikut:
a. ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat;dan
b. ditetapkan berdasarkan suara terbanyak (voting) apabila tidak
diperoleh keputusan dengan cara musyawarah.
(2) Hak suara dalam Rapat Anggota koperasi diatur sebagai berikut:
a. pada Koperasi Primer setiap anggota mempunyai hak 1 (satu) suara;
b. pada Koperasi Sekunder diatur secara proporsional (berimbang) sesuai
dengan jumlah anggota koperasi pada Koperasi Primer yang
bersangkutan.
c. anggota Koperasi Sekunder yang menghadiri Rapat Anggota dan
memiliki hak suara adalah koperasi
yang telah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan;
d. keputusan hasil Rapat Anggota disusun oleh panitia dan dituangkan
dalam bentuk Berita Acara dan Pernyataan Keputusan Rapat Anggota
yang ditandatangani oleh pimpinan, sekretaris rapat dan salah satu wakil
anggota yang hadir;
e. keputusan hasil Rapat Anggota yang bersifat strategis dan
mengikat anggota dapat dibuat dengan akta otentik oleh notaris;
f. Pengurus mengumumkan hasil keputusan Rapat Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada anggota;dan

II - 303
g. Pengurus wajib untuk melaksanakan keputusan Rapat Anggota.

Pasal 85

(1) Hasil keputusan Rapat Anggota dilaporkan kepada Pejabat Yang


Berwenang, paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal pelaksanaan Rapat
Anggota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
penyelenggaraan Rapat Anggota diatur dan secara teknis dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.

Paragraf 3
Pengurus

Pasal 86

(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota
(3) Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota
Pengurus dicantumkan dalam akta pendirian.
(4) Pergantian susunan dan nama anggota Pengurus Koperasi dilaporkan
kepada Kementerian Koperasi dan UKM dan/atau Dinas Provinsi, Dinas
Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah keanggotaannya dengan
dilengkapi dokumen:
a. berita acara rapat perubahan pengurus;
b. fotokopi akta dan keputusan pendirian dan /atau akta dan keputusan
perubahan sebelumnya;
c. daftar hadir rapat Anggota Perubahan Pengurus;
d. buku daftar anggota koperasi;
e. foto copy KTP pengurus; dan
f. berita acara serah terima jabatan.
(5) Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun dalam satu periode,
selanjutnya dapat dipilih kembali.
(6) Jumlah Pengurus Koperasi harus ganjil dan paling sedikit 3 (tiga)
orang.
(7) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Pengurus
diatur dalam Anggaran Dasar.

II - 304
Pasal 87
Pengurus bertugas

a. mengelola Koperasi dan usahanya;


b. mengajukan rencana-rencana kerja serta rancangan rencana anggaran
pendapatan dan belanja Koperasi termasuk penyelenggaraan pendidikan
anggota;
c. menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas;
e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara
tertib;dan
f. memelihara buku daftar anggota dan Pengurus. (2) Pengurus berwenang:
a. mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta
pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran
Dasar;dan
c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

Pasal 88

Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi


dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.

Pasal 89

(1) Pengurus Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang


dan kuasa untuk mengelola usaha.
(2) Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat Pengelola,
maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota
untuk mendapat persetujuan.
(3) Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab
Pengurus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 87.

Pasal 90

(1) Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal


88 dengan Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar
perikatan.

II - 305
(2) Peryaratan dan tata cara pengangkatan Pengelola di atur dalam anggaran
rumah tangga.

Pasal 91

(1) Pengurus secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung


kerugian yang diderita Koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan
kesengajaan atau kelalaiannya.
(2) Selain penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan
dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum
untuk melakukan penuntutan

Pasal 92

Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
diselenggarakan Rapat Anggota Tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan
yang paling sedikit:

a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang
baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan
serta penjelasan atas dokumen tersebut; dan
b. keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.

Pasal 93

(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ditandatangani oleh


semua anggota Pengurus.
(2) Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan
tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan menjelaskan secara tertulis.

Pasal 94

Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan,


merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.

Paragraf 4

Pengawas
Pasal 95

(1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas
ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

II - 306
Pasal 96

(1) Pengawas bertugas


a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan Koperasi;dan
b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
(2) Pengawas berwenang:
a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;dan
b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(3) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak
ketiga.

Pasal 97

Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik.

Pasal 98

(1) Koperasi mengembangkan administrasi dan manajemen koperasi yang


terdiri atas:
a. administrasi organisasi, keuangan dan usahaKoperasi;
b. Pengembangan Sistem Manajemen Koperasi;
1. Standar Operasional Manajemen (SOM);dan
2. Standar Operasional Prosedur (SOP). c. Akuntansi Koperasi;
d. Sistem Pengendalian dan Pengawasan Internal Koperasi;dan
e. Penerapan Akuntabilitas oleh Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi dan manajemen koperasi
diatur dalam Anggaran Dasar koperasi.

BAB IV USAHA KOPERASI

Pasal 99

(1) Usaha Koperasi merupakan usaha yang berkaitan langsung dengan


kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan
anggota.
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi
(3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala
bidang kehidupan ekonomi rakyat.
(4) Dalam menjalankan usaha, koperasi harus memiliki ijin usaha sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan macam kegiatan
yang dilakukan.

II - 307
(5) Usaha Koperasi dapat bersifat tunggal usaha atau serba usaha, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang mengatur bidang
usaha yang bersangkutan.

Pasal 100

(1) Usaha koperasi merupakan kegiatan usaha yang dilakukan oleh


koperasi di berbagai bidang atau lapangan usaha untuk menghasilkan
barang dan/atau jasa.
(2) Koperasi dapat melakukan kegiatan usaha di berbagai lapangan usaha
pada semua sektor ekonomi.
(3) Pelaksanaan usaha dilakukan sesuai dengan kebijakan dan program kerja
yang telah disetujui rapat anggota;
(4) Pengelolaan usaha koperasi, dilakukan sebagaimana pengelolaan suatu
usaha yang profesional dan efisien, untuk menciptakan nilai tambah dan
kemanfaatan bagi anggota dan koperasi.
(5) Dalam hal koperasi memiliki kelebihan kemampuan dana dan sumber daya
setelah digunakan untuk pelayanan kepada anggota, maka koperasi dapat
melakukan kegiatan-kegiatan usaha lain dan dilakukan dengan masyarakat
bukan anggota, untuk mengoptimalkan skala ekonomi sehingga
memperoleh efisiensi usaha, yang memberikan manfaat kepada anggota
dan masyarakat.
(6) Sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan ekonomi anggota serta potensi
ekonomi wilayah, koperasi diarahkan untuk memiliki usaha unggulan
(core business).

Pasal 101

(1) Khusus usaha koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam koperasi
pelayanannya wajib mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi dan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah yang mengatur pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam
oleh Koperasi.
(2) Koperasi dapat melakukan kerjasama usaha dengan koperasi lain dan
badan usaha lain pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional.

Pasal 102

(1) Koperasi dapat membentuk UUO.


(2) UUO koperasi dibentuk apabila unit usaha tersebut akan lebih efisien dan
layak dikelola secara otonom.
(3) Hubungan dan tata kerja antara Pengurus koperasi dan manajer UUO
dituangkan dalam suatu kontrak kerja yang meliputi
tugas,hak,kewajiban,tanggungjawab masing-masing pihak, dan jangka
waktu masa kontrak.
(4) UUO dipimpin oleh seorang Pengelola UUO, dan dibantu oleh beberapa
karyawan.

II - 308
(5) Pengangkatan dan pemberhentian pengelola UUO ditetapkan dengan
surat keputusan pengurus koperasi.
(6) Apabila status otonomi dari UUO dicabut maka wewenang dan
tanggungjawab pengelolaan selanjutnya diambil alih oleh pengurus.
(7) UUO mempunyai permodalan tersendiri yang terdiri dari modal kerja dan
modal tetap, bersumber dari:
a. harta koperasi yang disisihkan dan diserahkan pengelolaannya kepada
UUO, yang diputuskan oleh Rapat Anggota dan ditetapkan dengan surat
keputusan pengurus koperasi;
b. penerimaan simpanan khusus dari anggota koperasi;
c. cadangan yang berasal dari sisa hasil usaha koperasi yang
bersumber dari penyisihan
keuntungan bersih UUO yang besarnya diatur dalam anggaran dasar
koperasi/ atau ditetapkan oleh rapat anggota;
d. modal pinjaman yang berasal dari bank, lembaga keuangan bukan bank
dan/atau sumber-sumber lainnya yang diperuntukkan bagi unit usaha yang
bersangkutan;
e. penerimaan dan pendapatan lain yang sah;dan
f. penyertaan modal dari pihak lain.
(8) UUOmelaksanakan administrasikeuangan, dan wajib menyusun neraca,
perhitungan laba/rugi secara tersendiri. Neraca dan perhitungan laba/rugi
UUO pada akhir tahun buku yang bersangkutan menjadi bagian gabungan
keseluruhan usaha koperasi dan merupakan neraca dan perhitungan
laba/rugi koperasi sebagai badan hukum.
(9) UUO mempunyai rencana kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja (RAPB) tersendiri sebagai bagian dari rencana kerja dan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi secara keseluruhan yang
ditetapkan oleh Rapat Anggota tahunan.
(10) Transaksi keuangan UUOsejauh mungkin dilakukan melalui bank yang
ditunjuk oleh pengelolaUUOyang bersangkutan dan sekaligus berfungsi
sebagai tempat pengamanan/ penyimpanan uang bagi UUOtersebut dengan
membuka rekening atas nama UUOdi bank tersebut. Pengambilan uang di
bank harus ditandatangani oleh dua orang staf UUOyang bersangkutan
yang ditetapkan untuk itu oleh pengelola UUOtersebut.
(11) UUOmempunyai wewenang untuk mengadakan ikatan perjanjian dalam
bidang usaha perdagangan, produksi, jasa dan lain-lain dengan pihak
ketiga serta dalam rangka meningkatkan pelayanan ekonomi kepada
anggota koperasi yang disetujui Pengurus Koperasi.
(12) Penggunaan dan Pembagian SHU diatur sebagai berikut:

a. SHUUUO adalah pendapatan UUO setelah dikurangi biaya-biaya unit dan


biaya-biaya umum koperasi yang dibebankan kepada UUO;dan
b. SHUUUO pengelolaannya dilakukan oleh UUOmasing-masing.

Pasal 103

(1) Koperasi dapat membentuk TPK.

II - 309
(2) Pembentukan, hubungan dan tata kerja, pengelolaan dan permodalan
TPKdiatur sebagai berikut:
a. pembentukan:
1) TPK dibentuk mendasarkan pada pertimbangan kebutuhan ekonomi
anggota dan kelayakan usaha;
2) TPK dibentuk oleh pengurus koperasi (TPK Organik) atau kelompok
anggota (TPK Non Organik); dan
(3) pembentukan TPK tersebut selanjutnya dikukuhkan oleh Pengurus
koperasi dalam bentuk surat keputusan Pengurus Koperasi.
b. hubungan dan tata kerja:
1) TPK Organik merupakan bagian organik organisasi koperasi, dengan
personilnya, pembiayaannya diatur sepenuhnya oleh koperasi;
2) TPK Non Organik bukan merupakan bagian organik dengan organisasi
koperasi, dengan tingkat hubungan sebagai hubungan usaha, dengan
sarana, personilnya, pembiayaan diatur sepenuhnya oleh TPK Non Organik;
dan
3) karyawan TPK wajib mengadministrasikan semua kegiatan organisasi
dan usaha TPK, dan melaporkan kegiatannya kepada Pengurus
Koperasi/Pengelola secara periodik dan tahunan.
c. pengelolaan:

1) TPK dikelola oleh seorangkaryawan dan dapat dibantu oleh beberapa


tenaga pelaksana;
2) karyawan dan tenaga pelaksana dipilih terutama berdasarkan sifat
kejujuran, keuletan dan kompetensi di bidang pelayanan usaha kepada
anggota dan masyarakat; dan
3) karyawan dan tenaga pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh
Pengurus Koperasi atau manajer koperasi.
d. permodalan:
1) TPK dapat menghimpun modal dari kalangan anggota dari koperasi atau
pihak lain sesuai ketentuan yang berlaku; dan
2) dalam hal TPK memperoleh bantuan dan/atau donasi yang tidak mengikat
dari pihak lain, harus melaporkan secara khusus kepada Pengurus Koperasi.

Pasal 104

(1) Koperasi wajib mengurus dan memiliki perijinan usaha yang ditetapkan
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, berkaitan dengan
kegiatan usaha yang dilakukan koperasi.
(2) Koperasi yang menyelenggarakan usaha Simpan Pinjam wajib memiliki ijin
usaha simpan pinjam yang dikeluarkan oleh Pejabat yang Berwenang.
(3) Koperasi yang menyelenggarakan usaha selain simpan pinjam wajib
memiliki ijin usaha sektor/bidang usaha, yang dikeluarkan oleh pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, melalui kantor layanan
perijinan satu atap, dan/atau instansi teknis.

II - 310
Pasal 105

(1) SHUKoperasi merupakan pendapatan koperasi atau keuntungan koperasi


yang diperoleh dalam satu tahun buku setelah dikurangi biaya dan
kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa hasil usaha koperasi setelah dikurangi dana cadangan, dana
pendidikan dan bagian untuk anggota, dapat dibagikan untuk keperluan
lainnya sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya bagian SHU yang dibagikan kepada anggota sebanding dengan
jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota terhadap
koperasinya (transaksi usaha) dan partisipasi modal anggota kepada
koperasinya.

BAB V MODAL KOPERASI


Bagian Kesatu

Umum

Pasal 106

(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2) Modal sendiri dapat berasal dari:
a. Simpanan Pokok;
b. Simpanan Wajib;
c. dana cadangan;dan
d. hibah.
(3) Modal pinjaman dapat berasal dari:
a. anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;dan sumber lain yang sah.

Pasal 107

Selain modal sebagai dimaksud dalam Pasal 105, Koperasi dapat pula
melakukan pemupukan modal yang berasal dari Modal Penyertaan.

Bagian Kedua

Modal Sendiri

Pasal 108

(1) Modal sendiri adalah modal koperasi yang dihimpun dari Simpanan Pokok,
Simpanan Wajib, dan jenis simpanan lain yang ditetapkan koperasi, dana
cadangan serta hibah.

II - 311
(2) Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib
dibayarkan oleh anggota kepada koperasi, pada saat menjadi anggota.
(3) Simpanan Pokok tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih
menjadi anggota. Nilai dan mekanisme pembayaran Simpanan Pokok, diatur
dalam Anggaran Dasar Koperasi.
(4) Simpanan wajib adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota
kepada koperasi, dalam waktu atau kesempatan tertentu yang nilai dan
mekanisme pembayarannya, diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi.
(5) Cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil
usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup
kerugian koperasi.
(6) Nilai dan mekanisme penetapan danacadangan, diatur dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan/atau keputusan Rapat Anggota.
(7) Cadangan koperasi merupakan harta kekayaan badan hukum koperasi yang
tidak dapat dibagikan kepada anggota yang keluar dari keanggotaan
koperasi.
(8) Hibah atau sumbangan, adalah sejumlah uang dan/atau barang modal, yang
dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pemerintah, pemerintah
provinsi, kabupaten/kota, lembaga internasional, perseorangan dan pihak-
pihak lain, yang bersifat hibah dan tidak mengikat.
(9) Hibah atau sumbangan yang tidak mengikat diakui sebagai ekuitas
sehingga dapat digunakan untuk
menanggung berbagai resiko kerugian koperasi
(10) Modal yang berasal dari hibah atau sumbangan tidak dapat dibagikan
kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan.

Pasal 109

(1) Simpanan Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan
mengajukan permohonan sebagai Anggota.
(2) Simpanan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah disetor
penuh dengan bukti penyetoran yang sah.
(3) Simpanan Pokok merupakan syarat bagi seorang anggota untuk
memanfaatkan pelayanan Koperasi.

Pasal 110

(1) Besarnya nilai Simpanan Pokok Anggota ditetapkan pada Rapat Anggota
Pendirian dan diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi.
(2) Besarnya nilai Simpanan Pokok pada saat pendirian Koperasi ditentukan
dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi anggota dan kegiatan
usaha yang akan dilaksanakan.

II - 312
Pasal 111

(1) Koperasi dapat menerima hibah, baik dari dalam negeri maupun asing
sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Hibah yang diterima Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibukukan sebagai komponen modal sendiri dan tidak dapat dibagikan
secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus, dan
Pengawas.
(3) Hibah yang diberikan kepada Koperasi dapat berwujud barang dan uang
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Modal Pinjaman

Pasal 112

(1) Modal pinjaman merupakan sejumlah uang yang dihimpun dari


perseorangan anggota koperasi, lembaga keuangan Bank, lembaga
keuangan Non Bank, koperasi, badan/atau lembaga yang menyediakan
pinjaman kepada koperasi, yang diperoleh sesuai dengan perjanjian dan
ketentuan pinjaman yang disepakati para pihak.
(2) Pinjaman dari anggota merupakan sejumlah uang yang diterima koperasi,
bersumber dari anggota sebagai pinjaman, dengan ketentuan dan syarat-
syarat yang disepakati antara koperasi dengan anggota pemberi pinjaman.
(3) Pinjaman dari koperasi lain merupakan sejumlah uang yang diterima
koperasi, bersumber dari koperasi lain sebagai pinjaman, dengan ketentuan
dan syarat-syarat yang disepakati antara koperasi dengan koperasi pemberi
pinjaman.
(4) Kredit dan/atau pembiayaan dari Bank merupakan sejumlah uang yang
diterima koperasi, bersumber dari Bank, sebagai pinjaman kredit, dan/atau
pembiayaan dari Bank, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang
disepakati antara Koperasi dengan Bank pemberi pinjaman.
(5) Pinjaman dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangan non Bankmeliputi
perusahaan modal ventura, lembaga leasing, lembaga factoring atau anjak
piutangmerupakan sejumlah uang yang diterima koperasi, bersumber dari
lembaga keuangan non Bank, sebagai pinjaman, sesuai dengan ketentuan
dan syarat-syarat yang disepakati antara koperasi dengan lembaga
keuangan non Bank pemberi pinjaman/pembiayaan.
(6) Penerbitan SUK merupakan sejumlah uang yang diterima koperasi dari
penerbitan sertifikat SUK, yang dibeli pemodal/investor untuk membiayai
usaha-usaha koperasi, sebagai pinjaman dari lembaga reksa dana
manajemen investasi, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dan
syarat-syarat yang disepakati antara koperasi dengan perusahaan pemilik
modal/investor.

II - 313
(7) Penerbitan obligasi koperasi merupakan sejumlah uang yang diterima
koperasi dari penerbitan obligasi koperasi, yang dibeli pemodal/investor
perseorangan dan/atau lembaga, untuk membiayai usaha-usaha koperasi,
yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dan syarat- syarat yang
disepakati antara koperasi dengan perusahaan pemilik modal/investor.
(8) Koperasi dapat menetapkan jenis simpanan-simpanan
lain,diluarSimpananPokok dan Simpanan Wajib, dengan nilai dan
mekanisme pembayaran simpanan-simpanan yang diatur dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga atau peraturan internal koperasi.

Pasal 113

(1) SUK dimanfaatkan untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh
Koperasi atau bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki potensi
memberikan hasil yang berkelanjutan.
(2) SUKdapat ditawarkan pada Anggota dan non-Anggota.
(3) Penawaran SUK disampaikan dalam bentuk prospektus. (4) Prospektus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang paling sedikit memuat:
a. tujuan Penerbitan SUK;
b. rencana penggunaan dana hasil penerbitan SUK;
c. total Nilai SUKyang diterbitkan;
d. nilai Nominal per unit SUK;
e. perkiraan pendapatan per unit SUK;
f. penyerahan unit SUKsesuai perjanjian;dan
g. aset tetap yang dijadikan objek Hak Atas
Tanggungan terhadap penerbitan SUK.
(5) SUK diterbitkan, sekurang-kurangnya menjelaskan:
a. besarnya suku bunga dan Kupon;
b. jangka waktu
c. pengikatan perjanjian utang piutang;dan
d. pemindahtanganan atau jual beli.

Pasal 114

SUK dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara


Koperasi dengan Investor.

Pasal 115

Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 sekurang-


kurangnya memuat:
a. nama koperasi dan Investor;
b. besarnya SUK;
c. jangka waktu ;
d. usaha yang akan dibiayai SUK
e. pengelolaan dan pengawasan;
f. hak dan kewajiban koperasi dan investor;

II - 314
g. jasa/bunga surat utang koperasi;
h. tata cara pengalihan SUKyang dimiliki investor dalam koperasi;dan
i. penyelesaian perselisihan.

Pasal 116

Koperasi yang akan menerbitkan SUKsekurang-kurangnya harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
a. telah memiliki badan hukum dan perijinan usaha;
b. telah melaksanakan Rapat Anggota paling sedikit 2 (dua) kali berturut-turut;
c. telah diaudit akuntan publik, dengan opini wajar tanpa pengecualian;
d. mendapat persetujuan Rapat Anggota; dan
e. Memiliki aset berupa aktiva tetap yang cukup yang dapat dijadikan jaminan
terhadap SUK yang diterbitkan.

Pasal 117

(1) Penerbitan SUKdilakukan atas dasar:


a. adanya kelayakan usaha yang akan dibiayai;
b. usaha yang dibiayai aman dan menguntungkan
c. adanya kemampuan koperasi untuk mengembalikan utang pokok dan
pembayaran bunga/kupon;
d. pengelolaan risiko secara jelas dan transparan;
e. memiliki insentif menarik bagi calon kreditur;dan
f. jaminan berupa kelayakan usaha, termasuk kemungkinan
mengagunkan aset koperasi.
(2) Penerbitan SUK diputuskan dalam Rapat Anggota.

Pasal 118 .

(1) Kewajiban investor meliputi:


a. menyetor SUK sesuai harga jual yang disepakati;dan
b. melaporkan pengalihan SUK kepada Koperasi. (3) Hak investor meliputi:
a. memperoleh bagian keuntungan berupa jasa bunga yang disepakati;
b. memperoleh pengembalian SUK pada saat akhir jangka waktu; dan
c. pada saat likuidasi memperoleh prioritas pengembalian sesuai
ketentuan perundang- undangan.

Pasal 119

(1) Kewajiban Koperasi meliputi:


a. menggunakan SUK sesuai dengan rencana usaha yang akan dibiayai
dari SUK;
b. mengelola dan menatausahakan secara akuntabel, transparan, dan
tanggung jawab;
c. mengembalikan SUK kepada investor pada saat akhir jangka waktu;
dan
d. mengutamakan pengembalian pada saat likuidasi sesuai ketentuan
perundang-undangan.

II - 315
(2) Hak Koperasi meliputi:
a. mengelola SUK;
b. menawarkan perpanjangan jangka waktu SUK; dan c. membeli kembali SUK.

Pasal 120

(1) Investor pemegang SUK dapat mengalihkan SUK yang dimilikinya kepada
pihak lain.
(2) SUK yang akan dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
ditawarkan terlebih dahulu kepada:
a. Koperasi penerbit SUK; dan
b. Investor lain sesama pemegang SUK.
(3) Apabila SUK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
dialihkan, maka SUK dapat ditawarkan kepada pihak lain.

Pasal 121

Menteri melakukan pengawasan dan pemeriksaan serta pembinaan


terhadap Koperasi yang menerbitkan SUK.

Pasal 122

(1). Pengurus Koperasi secara berkala menerbitkan laporan Modal sebagai


bagian dari Laporan Keuangan Koperasi.
(2) Pelaporan Modal Koperasi oleh pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup posisi modal sendiri atau modal ekuitas Koperasi dan modal
pinjaman.

Pasal 123

(1) Untuk keperluan pembiayaan Investasi dalam rangka pengembangan usaha


dan restrukturisasi hutang, Koperasi dapat menerbitkan Obligasi Koperasi.
(2) Obligasi Koperasi diterbitkan dengan jaminan (secured bond) aset
Koperasi.

Pasal 124

(1) Obligasi Koperasi dapat diterbitkan dengan ketentuan:


a. mekanisme internal Koperasi untuk obligasi Koperasi yang
ditawarkan kepada Anggota; dan/atau
b. pasar modal untuk obligasi Koperasi yang ditawarkan kepada
non-Anggota.

II - 316
(2) Obligasi Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b,
ditawarkan kepada pemodal:
a. Anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
c. Bank dan lembaga keuangan lainnya; dan
d. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(3) Obligasi Koperasi, sekurang-kurangnya mencantumkan:
a. nilai nominal dengan satuan rupiah, suku bunga dan kupon obligasi;
b. tanggal/tahun penerbitan; dan
c. jangka waktu jatuh tempo.

Pasal 125

Obligasi Koperasi dikelola oleh Pengurus dan


pengadministrasiannya dilakukan secara terpusat.

Pasal 126

(1) Pengurus wajib menyusun perencanaan penerbitan Obligasi Koperasi


secara lengkap dan benar yang dituangkan dalam Prospektus.
(2) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
a. tujuan penerbitan Obligasi Koperasi;
b. rencana penggunaan dana hasil penerbitan Obligasi Koperasi;
c. total nilai Obligasi Koperasi yang diterbitkan;
d. nilai nominal per lembar Obligasi Koperasi;
e. perkiraan pendapatan per lembar Obligasi Koperasi;
f. penyerahan fisik Obligasi Koperasi;
g. perusahaan sekuritas yang menjadi broker;
h. bank kustodian yang ditunjuk;
i. perusahaan penjamin yang ditunjuk;dan
j. perusahaan pemeringkat efek.

Pasal 127

(1) Kewajiban investor meliputi:


a. menyetor dana obligasi sesuai harga jual yang disepakati;dan
b. melaporkan pengalihan obligasi kepada Koperasi. (2) Hak investor meliputi
a. memperoleh bagian keuntungan berupa jasa bunga yang disepakati;
b. memperoleh pengembalian dana Obligasi pada saat akhir jangka
waktu;dan
c. pada saat likuidasi memperoleh prioritas pengembalian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II - 317
Pasal 128

(1) Kewajiban Koperasi meliputi :


a. menggunakan dana Obligasi sesuai dengan rencana usaha yang akan
dibiayai dari dana Obligasi;
b. mengelola dan menatausahakan secara akuntabel, transparan, dan
tanggung jawab;
c. mengembalikan dana Obligasi kepada investor pada saat akhir jangka
waktu;
d. mengutamakan pengembalian pada saat likuidasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
e. membayar jasa bunga Obligasi koperasi. (2) Hak Koperasi meliputi:
a. mengelola dana Obligasi;
b. menawarkan perpanjangan jangka waktu dana Obligasi;dan
c. membeli Obligasi sebelum jatuh tempo.

Pasal 129

(1) Investor pemegang Obligasi Koperasi dapat mengalihkan obligasi yang


dimilikinya kepada pihak lain.
(2) Obligasi yang akan dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib ditawarkan terlebih dahulu kepada
a. Koperasi penerbit Obligasi;
b. Investor lain sesama pemegang Obligasi Koperasi.
(3) Apabila pengalihan Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak terlaksana maka obligasi tersebut dapat ditawarkan kepada pihak
lain.

Pasal 130

(1) Menteri melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Koperasi


yang menerbitkan Obligasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai SUK dan Obligasi Koperasi diatur
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Modal Penyertaan Koperasi

Pasal 131

(1) Untuk memperkuat struktur permodalan, Koperasi dapat memupuk modal


yang berasal dari Modal Penyertaan.
(2) Modal Penyertaan pada usaha tertentu yang diselenggarakan koperasi,
ikut menanggung resiko atas kegagalan usaha atau memperoleh imbalan
bagi hasil dari kegiatan yang dibiayai oleh modal penyertaan

II - 318
tersebut, Pemilik modal penyertaan tidak memiliki hak suara pada rapat
anggota dan kebijakan koperasi.
(3) Pemilik Modal Penyertaan dapat ikut terlibat aktif dalam kegiatan
manajamen dan pengelolaan usaha yang dibiayai dari modal penyertaan
tersebut seuai dengan perjanjian.
(4) Modal Penyertaan diakui sebagai pemupukan modal koperasi yang
mengandung resiko.
(5) Dalam hal Modal Penyertaan yang diterima dalam bentuk selain uang
tunai, maka Modal Penyertaan tersebut dinilai sebesar harga pasar yang
berlaku pada saat diterima dan apabila harga pasar tidak tersedia, dapat
digunakan nilai taksiran.

Pasal 132

(1) Modal Penyertaan dimanfaatkan untuk membiayai suatu usaha yang


dilaksanakan oleh Koperasi atau bekerjasama dengan pihak lain yang
memiliki potensi memberikan hasil yang berkelanjutan.
(2) Modal penyertaan dapat ditawarkan pada Anggota dan non-Anggota.
(3) Penawaran modal penyertaan disampaikan dalam bentuk prospektus.
(4) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang paling sedikit
memuat:
a. tujuan Penerbitan Modal Penyertaan;
b. rencana penggunaan dana hasil penerbitan Modal Penyertaan;
c. total Nilai Modal Penyertaan yang diterbitkan;
d. nilai Nominal per unit Modal Penyertaan;
e. perkiraan pendapatan per unit Modal Penyertaan;
f. penyerahan unit Modal Penyertaan sesuai dengan perjanjian;dan
g. penyimpanan.

Pasal 133

Penyelenggaraan Modal Penyertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


132 dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara Koperasi dengan
Pemodal.

Pasal 134

Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 sekurang- kurangnya


memuat:
a. nama koperasi dan Pemodal;
b. besarnya Modal Penyertaan;
c. jangka waktu penempatan;
d. usaha yang akan dibiayai Modal Penyertaan;
e. pengelolaan dan pengawasan;
f. hak dan kewajiban koperasi dan pemodal;

II - 319
g. pembagian keuntungan dan penanggungan risiko
tatacara pengalihan Modal Penyertaan yang dimiliki Pemodal dalam
koperasi; dan
i. penyelesaian perselisihan.

Pasal 135

Untuk memupuk Modal Penyertaan, Koperasi paling sedikit harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut :
a. telah memiliki badan hukum dan perijinan usaha yang akan dibiayai oleh
Modal Penyertaan;
b. telah melaksanakan Rapat Anggota 2 (dua) kali berturut- turut;
c. telah diaudit akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian; dan
d. mendapat persetujuan Rapat Anggota.

Pasal 136

(1) Kewajiban pemodal meliputi:


a. menyetor Modal Penyertaan sesuai perjanjian; dan
b. menanggung risiko kerugian usaha yang dibiayai dengan modal
penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditempatkan dalam satuan
unit Modal Penyertaan.
(2) Hak Pemodal meliputi:
a. memperoleh bagian keuntungan dari usaha yang dibiayai Modal
Penyertaan;
b. memperoleh pengembalian Modal Penyertaan pada saat akhir
perjanjian;dan
c. pada saat likuidasi memperoleh prioritas pengembalian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 137

(1) Kewajiban Koperasi meliputi:


a. menggunakan dana Modal Penyertaan sesuai dengan rencana
usaha yang akan dibiayai dari modal penyertaan

b. mengelola dan menatausahakan secara akuntabel, transparan, dan


tanggung jawab;
c. mengembalikan Modal Penyertaan dan membayar bagian keuntungan
kepada pemodal pada saat akhir perjanjian;dan
d. mengutamakan pengembalian pada saat likuidasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Hak Koperasi meliputi:
a. mengelola Modal Penyertaan dengan sistem pengelolaan langsung
dengan investor, dan alihdaya;
b. memperoleh bagian keuntungan;dan
c. menawarkan perpanjangan jangka waktu penempatan modal
penyertaan.

II - 320
Pasal 138

(1) Penempatan dan pengadministrasian Modal Penyertaan pada Koperasi


dilaksanakan dalam satu pembukuan sebagai investasi yang menanggung
resiko pada koperasi.
(2) Penempatan dan pengadministrasian Modal Penyertaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dibukukan secara khusus dan terpisah.

Pasal 139

(1) Pemodal dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan


kegiatan usaha Koperasi yang dibiayai Modal Penyertaan.
(2) Keikutsertaan Pemodal dalam pengelolaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian
yang disepakati kedua belah pihak.

Pasal 140

Pengelolaan usaha Koperasi yang dibiayai Modal Penyertaan dilakukan oleh


Pengurus atau Pengelola.

Pasal 141

(1) Pengurus atau Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140


menyusun rencana kerja dan anggaran bagi usaha yang dibiayai Modal
Penyertaan untuk mendapat persetujuan Rapat Anggota.
(2) Dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pengurus atau Pengelola dapat mengikutsertakan Pemodal.

Pasal 142

(1) Dalam Rapat Anggota, Pengurus dapat mengundang Pemilik Modal


Penyertaan untuk memberikan saran dan pendapat mengenai usaha yang
dibiayai oleh Modal Penyertaan.
(2) Pemodal tidak mempunyai hak suara dalam Rapat Anggota, dan tidak
turut menentukan kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan.

Pasal 143

(1) Pengurus atau Pengelola usaha yang dibiayai Modal Penyertaan wajib
menyusun laporan tertulis mengenai pelaksanaan Modal Penyertaan
sebagai bahan pembahasan dalam Rapat Anggota.
(2) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
harus disampaikan kepada Pemodal.

II - 321
(3) Atas permohonan tertulis dari Pemodal, Pengurus atau Pengelola memberi
izin kepada Pemodal untuk memeriksa pembukuan usaha yang dibiayai
Modal Penyertaan, risalah Rapat Anggota yang berkaitan dengan usaha
yang dibiayai Modal Penyertaan dan daftar Pemodal.

Pasal 144

Menteri melakukan pengawasan dan dapat melakukan pemeriksaan terhadap


Koperasi yang menyelenggarakan usaha yang dibiayai Modal Penyertaan.

Pasal 145

Ketentuan lebih lanjut mengenai Modal Penyertaan Koperasi diatur dengan


Peraturan Menteri.

BAB VI

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBINAAN


Bagian Kesatu Kebijakan

Pasal 146

Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang


mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi sebagaimana diatur
oleh Undang Undang tentang perkoperasian, Pemerintah, Pemerintah
Provinsi/DI dan Kabupaten/Kota, menetapkan peraturan perundang- undangan
dan kebijakan yang bertujuan:
a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b. meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi
Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri;
c. mengupayakan tatahubungan usaha yang saling menguntungkan
antara Koperasi dengan badan usaha lainnya; dan
d. membudayakan Koperasi dalam masyarakat.

Pasal 147

Dalam rangka menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang


mendorong pertumbuhan serta permasyarakatan Koperasi, serta memberikan
bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi sebagaimana diatur dalam undang-
undang perkoperasian, Pemerintah menyelenggarakan program pembinaan
sebagai berikut:
a. bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan
ekonomi anggotanya;

II - 322
b. fasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan perkoperasian;
c. penyuluhan perkoperasia
d. penelitian perkoperasian;
e. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta
mengembangkan lembaga keuangan Koperasi;
f. fasilitasi pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang
saling menguntungkan antarkoperasi; dan
g. penyelenggaraanbantuan konsultasi guna memecahkan permasalahan
yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar
dan prinsip Koperasi.

Bagian Kedua

Strategi Pembinaan

Pasal 148

Untuk melaksanakan kebijakan pembangunan koperasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 146 dan 147 ditempuh strategi sebagai berikut:
a. peningkatan pemasyarakatan Koperasi, agar masyarakat luas lebih
memahami gagasan koperasi secara lebih baik dan benar, sehingga
dengan penuh kesadaran mendirikan dan memanfaatkan koperasi guna
memenuhi kepentingan ekonomi dan sosial mereka;
b. perkuatan kelembagaan, organisasi dan manajemen koperasi, sejajar
dengan pelaku usaha lain;
c. peningkatan kualitas sumberdaya manusia Koperasi;
d. peningkatan akses pembiayaan;
e. pengembangan restrukturisasi usaha;
f. perkuatan dan peningkatan kesehatan usaha;
g. peningkatan produktivitas Koperasi;
h. perkuatan dan peningkatan akses Pemasaran;
i. pemberdayaan dan pengembangan kerjasama, dan kemitraan usaha
antar Koperasi dan dengan pelaku usaha lain;
j. pengembangan praktek-praktek terbaik berkoperasi (Benchmarking
and Best Practices) Koperasi sukses;
k. pengawasan dan pemeriksaan koperasi
l. penyelenggaraan konsultasi dan/atau pendampingan;
m. pengembangan kajian terapan dan kajian strategis kebijakan
pembangunan Koperasi; dan
n. peningkatan dan perkuatan koordinasi antar para pemangku
kepentingan.

Pasal 149

Masing-masing strategi pembinaan Koperasi selanjutnya dijabarkan lebih


lanjut dengan berbagai program dan kegiatan.

II - 323
Pasal 150

Strategi pemasyarakatan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148


huruf a, dijabarkan lebih lanjut ke dalam program dan kegiatan, paling sedikit
meliputi:
a. penerangan dan penyuluhan perkoperasian;
b. penumbuhan dan pemberdayaan kader koperasi;
c. pengembangan citra koperasi (cooperatives image buildingand rebranding);
d. pengembangan praktek-praktek terbaik berkoperasi (Cooperatives
Benchmarking and Best Practices);
e. gerakan masyarakat sadar koperasi;
f. penetapan kurikulum dan silabi perkoperasian sebagai kurikulum dan
silabi resmi dalam kegiatan pendidikan formal, informal dan non formal; dan
g. pengembangan Koperasi berprestasi.

Pasal 151

Strategi perkuatan kelembagaan, organisasi dan manajemen Koperasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf b, dijabarkan lebih lanjut ke
dalam program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. penataan peraturan perundang-undangan yang mampu mendukung
adanya kepastian dan perlindungan hukum bagi koperasi untuk tumbuh
dan berkembang secara
lebih sehat, tangguh, maju dan mandiri;
b. penguatan lembaga organisasi gerakan koperasi (Dekopin),
sebagai wadah perjuangan dan aspirasi gerakan koperasi, serta sebagai
mitra pemerintah dalam pembangunan koperasi;
c. eningkatan efektifitas tatalaksana organisasi dan manajemen
koperasi;
d. peningkatan efektifitas peran dan fungsi Rapat Anggota;
e. peningkataan efektifitas peran dan fungsi anggota;
f. peningkatan kohesifitas dan partisipasi anggota;
g. peningkatan efektifitas peran dan fungsi Pengurus dan Pengawas;
h. peningkatan efektifitas peran dan fungsi pengelola usaha koperasi;
i. peningkatan efektifitas Proses Penyusunan dan Pelaksanaan
Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi;
j. peningkatan efektifitas tatalaksana administrasi organisasi,
keuangan dan usaha yang akuntabel;
k. peningkatan efektifitas penerapan Standar Operasional Manajemen
(SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
l. peningkatan efektifitas Penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM);
m. peningkatan kualitas tata organisasi yang kecil, fleksibel, efektif dan efisien;
n. peningkatan efektifitas mekanisme manajemen koperasi;
o. peningkatan efektifitas pelaksanaan manajemen pengawasan; dan
p. pemeringkatan Koperasi.

II - 324
Pasal 152

Strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Koperasi, sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 148 huruf c dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai
program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:

a. peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan dan latihan keterampilan


teknis dan keterampilan manajerial dan kewirausahaan;
b. peningkatan kuantitas dan kualitas sarana-prasarana pendidikan dan
latihan termasuk anggaran, gedung, alat peraga, kurikulum dan silabi,
tenaga pelatih dan widyaiswara yang berkompetensi memadai;
c. peningkatan kuantitas dan kualitas pembelajaran perkoperasian pada
pendidikan formal, informal dan non formal;
d. peningkatan kerjasama dengan lembaga-lembaga
e. pendidikan yang terkait;.
f. peningkatan Kompetensi tata kelola koperasi, termasuk sertifikasi
pengelola koperasi;
g. peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
h. peningkatan akses Koperasi kepada sumber informasi dan pemanfaatan
teknologi tepat;dan
i. fasilitasi proses alih teknologi dalam kerangka pelaksanaan
kemitraan.

Pasal 153

Kebijakan dan strategi peningkatan akses pembiayaan, sebagaimana


dimaksud dalam pasal 148 huruf d dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai
program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. perluasan sumber pendanaan;
b. perluasan lembaga pembiayaan;
c. perluasan lembaga penjaminan;
d. pembentukan dana pembangunan Koperasi (cooperative development
fund);
e. pendampingan dan peningkatan akses terhadap sumber pembiayaan;dan
f. pengembangan pembiayaan modal kerja dan modal investasi.

Pasal 154

Kebijakan dan strategi pengembangan restrukturisasi usaha, sebagaimana


dimaksud dalam pasal 148 huruf e dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai
program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. penguatan organisasi dan usaha koperasi;
b. peningkatan daya saing dan produktivitas usaha;
c. bantuan teknis pengembangan produk;
d. pengembangan sistem bisnis;
e. pemberian motivasi dan kreatifitas bisnis; dan
f. pendampingan dibidang restrukturisasi usaha.

II - 325
Pasal 155

Kebijakan dan strategi peningkatan dan perkuatan kesehatan Koperasi,


sebagaimana dimaksud dalam pasal 148 huruf f dijabarkan lebih lanjut ke
dalam berbagai program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. penguatan struktur permodalan;
b. penguatan rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas;
c. penguatan rasio perputaran piutang;dan
d. penilaian kesehatan.

Pasal 156

Kebijakan dan strategi peningkatan produktivitas Koperasi, sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 148 huruf g dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai
program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. peningkatan teknik produksi dan pengolahan;
b. peningkatan kemampuan pengendalian mutu;
c. standarisasi proses produksi dan pengolahan;
d. peningkatan kemampuan rancang bangun, desain dan
perekayasaan;dan
e. peningkatan akses dan fasilitasi pengadaan sarana dan prasarana
produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong dan kemasan.

Pasal 157

Kebijakan dan strategi perkuatan dan peningkatan akses pemasaran,


sebagaimana dimaksud dalam pasal 148 huruf h dijabarkan lebih lanjut ke
dalam berbagai program dan kegiatan, paling sedikit meliputi :
a. pemberdayaan dan peningkatan akses koperasi ke sumber-sumber
informasi bisnis;
b. dukungan promosi dan nilai tambah produk;
c. dukungan pengembangan jaringan pemasaran dan distribusi serta
perluasan jangkauan pemasaran;
d. dukungan penyediaan infrastruktur promosi dan pemasaran;
e. dukungan penelitian dan pengkajian pemasaran;dan f. pendampingan di
bidang pemasaran.

Pasal 158

Kebijakan dan strategi pemberdayaan dan pengembangan kerjasama,


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf i dan Kemitraan usaha antar
Koperasi dan dengan Pelaku Usaha lain, dijabarkan lebih lanjut ke dalam
berbagai program dan kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. pengembangan kerjasama usaha antar Koperasi;dan
b. pengembangan kemitraan usaha antara Koperasi dengan pelaku usaha
lain.

II - 326
Pasal 159

Kebijakan dan strategi pengembangan praktek-praktek terbaik berkoperasi


(benchmarking and best practices) koperasi sukses.sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 148 huruf j dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai program dan
kegiatan, paling sedikit meliputi:
a. pembentukan dan pengembangan pusat-pusat percontohan
koperasi berkualitas secara tersebar;
b. penyebarluasan informasi kinerja koperasi berkualitas;dan
c. penyelenggaraan studi banding dan diskusi di koperasi- koperasi
berkualitas.

Pasal 160

Kebijakan dan strategi pengawasan dan pemeriksaan koperasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 148 huruf k dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai
program dan kegiatan, yang meliputi pengawasan dan pemeriksaan di bidang
kelembagaan, usaha, keuangan, dan keterbukaan informasi koperasi pada
pemerintah Pusat, pemerintah daerah Provinsi, dan pemerintah daerah
Kabupaten/Kota.

Pasal 161

Kebijakan dan strategi pengembangan kajian terapan dan kajian strategis


kebijakan pembangunan Koperasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf
m dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai program dan kegiatan, paling sedikit
meliputi:
a. penyelenggaraan kajian terapan kebijakan pembangunan koperasi;dan
b. penyelenggaraan kajian strategis kebijakan pembangunan
koperasi.

Pasal 162

Kebijakan dan strategi peningkatan dan perkuatan koordinasi antar para


pemangku kepentingan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf n
dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai program dan kegiatan,paling sedikit
meliputi:
a.penyelenggaraan koordinasi pemberdayaan koperasi;dan
b.penyelenggaraan koordinasi pengendalian pemberdayaan
koperasi, termasuk pelaporan dan evaluasi.

Bagian Ketiga
Program Pembinaan Koperasi

II - 327
Pasal 162

Kebijakan dan strategi peningkatan perbaikan pelaksanaan tatakelola


pemerintahan, dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai program dan kegiatan,
paling sedikit meliputi:
a. peningkatan tatakelola organisasi, program dan sarana prasarana
aparatur;
b. peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur pembina;
c. peningkatan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik;dan
d. monitoring dan evaluasi terpadu.

Pasal 163

(1) Dalam rangka meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi


agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri, perlu
menyelenggarakan program Reformasi Total Koperasi.
(2) Penyelenggaraan program reformasi koperasi meliputi pembenahan
terhadap 3 (tiga) aspek yang terdiri atas:
a. rehabilitasi koperasi;
b. reorientasi koperasi;dan
c. pengembangan koperasi.

Pasal 164

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan programpembinaan


perkoperasian diatur dengan Peraturan Menteri

BAB VII KOORDINASI PEMBINAAN

Pasal 165

(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pembinaan


perkoperasian.
(2) Koordinasi dan pengendalian pembinaan perkoperasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang
meliputi penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi, serta pengendalian umum
terhadap pelaksanaan pembinaan

II - 328
perkoperasian, termasuk penyelenggaraan kerjasama usaha dan
pengembangan lembaga keuangan koperasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan
pengendalian pembinaan perkoperasian diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 166

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:


a. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi;
b. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 22/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Koperasi Skala Besar;
c. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
20/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Penerapan Akuntabilitas Koperasi;
d. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 25/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
Revitalisasi Koperasi;
e. Peraturan Menteri Nomor 23/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Penilaian
Indeks Pembangunan Koperasi dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 167

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua Peraturan Menteri yang
mengatur atau berkaitan dengan pembinaan perkoperasian dinyatakan tetap
berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 168

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

II - 329
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 2018
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

AAGN. PUSPAYOGA

Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 02 Juli 2018
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

WIDODO EKATJAHJANA

II - 330
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11/PER/M.KUKM/XII/2017

TENTANG

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM DAN PEMBIAYAAN


SYARIAH OLEH KOPERASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA,

Menimbang :
a. Bahwa untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat untuk
melaksanakan usaha produktif, perlu dilakukan pengembangan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah yang professional dan berdaya saing;
b. Bahwa untuk efektifitas pelaksanaan pengembangan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah oleh koperasi, peraturan mentri koperasi dan usaha kecil
dan Menengah Nomor 16/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi
perlu dilakukan penyempurnaan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 159, Tambahan Lembaran
Negara RepublikIndonesia Nomor 4459);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5255);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);

II - 331
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3540);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi
oleh Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3549);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
RepublikIndonesia Nomor 3591);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan
Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3744);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4667);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5508);
12. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan
Fungsi Kabinet Kerja Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 339);
13. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
14. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian Koperasi,dan
Usaha Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015Nomor 106)
15. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
10/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1489);
16. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
11/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemupukan Modal
Penyertaan pada Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2015
Nomor 1490)
17. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
15/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1494) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 02/PER/M.KUKM/II/2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor

II - 332
15/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 257);
18. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
17/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1496);
19. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
15/PER/M.KUKM/XII/2016 tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural di
Lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor1918);
20. Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor Kep-754/MUI/II/1999
tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN


MENENGAH TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN
PINJAM DAN PEMBIAYAAN SYARIAH OLEH KOPERASI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya
disingkat KSPPS adalah Koperasi yang kegiatan usaha simpan, pinjam dan
pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infak,
sedekah, dan wakaf.
3. Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi yang selanjutnya
disebut USPPS Koperasi adalah unit usaha Koperasi yang bergerak di bidang
usaha simpan, pinjam dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk
mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai bagian dari kegiatan
usaha Koperasi yang bersangkutan.
4. KSPPS Primer adalah KSPPS yang didirikan oleh dan beranggotakan
orang seorang.
5. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disingkat KSP adalah Koperasi
yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam.

II - 333
6. Unit Simpan Pinjam Koperasi yang selanjutnya disebut USP Koperasi adalah
unit usaha Koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai
bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
7. KSPPS Sekunder adalah KSPPS yang didirikan oleh dan beranggotakan
Koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
8. USPPS Koperasi Sekunder adalah Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah Koperasi Sekunder.
9. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan usaha
Koperasi berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia.
10. Pengurus adalah anggota Koperasi yang diangkat dan dipilih dalam rapat
anggota untuk mengurus organisasi dan usaha Koperasi.
11. Pengawas adalah anggota Koperasi yang diangkat dan dipilih dalam rapat
anggota untuk mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan
Koperasi.
12. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih melalui keputusan rapat
anggota yang menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengawas syariah.
13. Pengelola adalah anggota Koperasi dan/atau pihak ketiga yang diangkat
oleh Pengurus dan diberi wewenang untuk mengelola usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah.
14. Kekeluargaan Semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena
perkawinan yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga
sebagai orangtua, anak, mertua, besan, menantu, suami, isteri, saudara
kandung atau ipar.
15. Anggota Koperasi yang selanjutnya disebut Anggota adalah pemilik
sekaligus pengguna jasa Koperasi dan tercatat dalam buku daftar anggota.
16. Calon Anggota adalah orang perorangan/Koperasi yang telah melunasi
pembayaran simpanan pokok kepada koperasinya, tetapi secara formal belum
sepenuhnya melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum
menandatangani buku daftar anggota.
17. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota,
Koperasi lain, dan/atau anggotanya kepada Koperasi dalam bentuk simpanan
dan tabungan.
18. Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib
dibayarkan kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota, yang tidak
dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
19. Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang
wajib dibayar anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu,
yang tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi
anggota.
20. Tabungan Koperasi adalah Simpanan di Koperasi yang penyetorannya
dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan Koperasi yang
bersangkutan dengan menggunakan buku tabungan koperasi.
21. Simpanan Berjangka adalah Simpanan pada Koperasi yang penyetorannya
dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan Koperasi yang
bersangkutan.

II - 334
22. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu tanpa imbalan
23. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah, sewa-menyewa yang
diakhiri dengan perpindahan kepemilikan dalam bentuk ijarah muntahiya bit
tamlik, sewa-menyewa atas manfaat suatu barang dan/atau jasa dalam bentuk
ijarah maushufah fi zimmah dan sewa-menyewa atas manfaat dari transaksi
multi jasa dalam bentuk ijarah dan kafalah;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, istishna
dan musyarokah mutanaqishoh; dan
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh atau dengan
pemeliharaan jaminan dalam bentuk rahn.
24. Dana Cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan hasil
usaha setelah pajak yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan
menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.
25. Modal Sendiri KSPPS adalah jumlah Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, dan
Dana Cadangan yang disisihkan dari sisa hasil usaha dan hibah.
26. Modal USPPS Koperasi adalah modal tetap USPPS Koperasi dan hibah yang
ditempatkan oleh Koperasi pada USPPS Koperasi, modal tidak tetap tambahan
dari Koperasi yang bersangkutan, dan Dana Cadangan yang disisihkan dari
hasil usaha USPPS Koperasi.
27. Modal Kerja adalah dana yang harus tersedia untuk kelancaran usaha dan
merupakan dana yang ditanamkan dalam aktiva lancar.
28. Modal Usaha adalah dana yang harus tersedia untuk usaha dan merupakan
dana yang tertanam dalam bentuk aktiva lancar maupun aktiva tetap.
29. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat
dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal, untuk menambah dan
memperkuat struktur permodalan Koperasi dalam meningkatkan kegiatan
usaha Koperasi.
30. Aset adalah kekayaan yang dimiliki dan dikelola Koperasi untuk
menjalankan operasional usaha dalam bentuk harta lancar dan atau harta tetap.
31. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
32. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis,
menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan informasi elektronik.
33. Kantor Cabang adalah perwakilan kantor pusat yang menjalankan kegiatan
usaha menghimpun dan menyalurkan dana serta memiliki kewenangan
memutuskan pemberian pinjaman dan pembiayaan syariah.
34. Kantor Cabang Pembantu adalah perwakilan Kantor Cabang yang berfungsi
menjalankan kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana serta
memiliki kewenangan menerima permohonan pinjaman dan pembiayaan
syariah tetapi tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan pemberian
pinjaman dan pembiayaan syariah.

II - 335
35. Kantor Kas adalah perwakilan Kantor Cabang atau Kantor Cabang
Pembantu yang berfungsi menjalankan layanan transaksi tunai penerimaan dan
pembayaran usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
36. Standar Operasional Manajemen adalah struktur tugas, prosedur kerja, sistem
manajemen dan standar kerja yang dijadikan panduan bagi pihak manajemen
KSPPS dan USPPS Koperasi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi
anggota, calon anggota, Koperasi lain dan/atau anggotanya.
37. Standar Operasional Prosedur adalah serangkaian instruksi tertulis yang
dibakukan mengenai beberapa proses penyelenggaraan kegiatan usaha
simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang berisi cara melakukan pekerjaan,
waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan Pengurus atau Pengelola
Koperasi yang berperan dalam suatu kegiatan.
38. Pembinaan Koperasi adalah upaya yang dilakukan Pemerintah untuk
menciptakan dan mengembangkan iklim yang kondusif yang mendorong
pemasyarakatan koperasi melalui pemberian bimbingan, kemudahan, dan
perlindungan kepada Koperasi.
39. Pengawasan Koperasi adalah upaya yang dilakukan oleh Pengawas Koperasi,
Dewan Pengawas Syariah, pemerintah, gerakan Koperasi, dan masyarakat,
agar organisasi dan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi diselenggarakan
dengan baik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
40. Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi adalah kondisi kinerja usaha,
keuangan dan manajemen Koperasi.
41. Akad adalah kesepakatan tertulis antara KSPPS atau USPPS Koperasi dan
pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak
sesuai dengan prinsip syariah.
42. Hibah adalah akad pemberian dana, barang dan/atau jasa yang tidak perlu
kembali.
43. Ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna
atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu.
44. Ijarah Muntahiya Bittamlik yang selanjutnya disingkat IMBT adalah akad
penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari
suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
45. Ijarah Maushufah Fi Zimmah yang selanjutnya disingkat IMFZ adalah akad
sewa-menyewa atas manfaat suatu barang dan/atau jasa yang pada saat akad
hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan kuaIitas).
46. Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).
47. Mudharabah adalah akad atau sistem kerjasama dimana seseorang
menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk dikelola dengan ketentuan
bahwa keuntungan yang diperoleh (dari hasil pengelolaan tersebut) dibagi
antara kedua pihak sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian
ditanggung oleh shahib al mal sepanjang tidak ada kelalaian dari mudharib.
48. Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai keuntungan yang disepakati.
49. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, di mana masing- masing pihak memberikan kontribusi dana
(modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah

II - 336
yang disepakati atau proporsional, dan risiko (kerugian) akan ditanggung
bersama secara proporsional.
50. Qardh adalah akad pinjaman dana kepada anggota Koperasi dengan
ketentuan bahwa anggota Koperasi wajib mengembalikan dana yang
diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
51. Salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan
dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu
yang disepakati.
52. Wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan
tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau
uang.
53. Wakalah adalah akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk
melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
54. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan
tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
55. Ujrah adalah pembayaran atas pelayanan pemindahan hak guna (manfaat)
suatu barang/jasa.
56. Kafalah adalah akad jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban atau tanggungan pihak
(5) Koperasi yang membentuk USPPS Koperasi dilarang membentuk dan/atau
memiliki USP Koperasi.
(6) USPPS Koperasi wajib dikelola secara terpisah dengan unit usaha lainnya.
(7) Koperasi wajib memasang lambang atau logo gerakan koperasi pada papan
nama di kantor pusat dan setiap kantor Jaringan Pelayanan.
(8) operasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah memiliki visi, misi dan tujuan yang diarahkan untuk memenuhi aspirasi
dan kebutuhan ekonomi anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri
dan tangguh.

Bagian Kedua
Pendirian KSPPS

Pasal 3

(1) KSPPS dapat berbentuk KSPPS Primer atau KSPPS Sekunder.


(2) Pendirian KSPPS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi yang
sama dan manfaat bagi Anggota serta kelayakan usaha.
(3) KSPPS Primer dibentuk dan didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh)
orang yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama.
(4) KSPPS Sekunder dibentuk dan didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) badan
hukum Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah.

Bagian Ketiga
Pembentukan USPPS Koperasi

II - 337
Pasal 4

(1) USPPS Koperasi dapat dibentuk oleh Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
(2) USPPS Koperasi Sekunder beranggotakan Koperasi yang melaksanakan
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
(3) Pembentukan USPPS Koperasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi
yang sama dan manfaat bagi Anggota serta kelayakan usaha.
(4) Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah wajib memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari
Menteri.
(5) Koperasi yang telah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum tetapi
belum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
dalam anggaran dasarnya, apabila melakukan kegiatan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah wajib mengajukan permohonan pengesahan
perubahan anggaran dasar dengan mencantumkan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah di dalam anggaran dasar tersebut kepada pejabat yang
berwenang.
(6) Koperasi yang telah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan
telah mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
di dalam anggaran dasarnya, wajib melaksanakan kegiatan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah paling lambat 1 (satu) tahun.
(7) Koperasi yang membentuk USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) wajib memperoleh izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah sebelum melaksanakan kegiatan usaha.
(8) USPPS Koperasi yang telah mencapai Aset paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dapat berubah menjadi KSPPS.

Bagian Keempat
Perubahan KSP atau USP Koperasi

Pasal 5

(1) KSP atau USP Koperasi dapat mengubah kegiatan usahanya


menjadi usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dengan
persetujuan rapat anggota.
(2) KSP atau USP Koperasi yang telah mendapatkan persetujuan rapat
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melaksanakan
transisi kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah paling lama 2 (dua)
tahun sebelum perubahan anggaran dasar.
(3) Perubahan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui perubahan anggaran dasar yang mencantumkan
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dan wajib diajukan kepada
Menteri untuk memperoleh pengesahan.
(4) KSP atau USP Koperasi setelah melaksanakan perubahan anggaran
dasar menjadi KSPPS atau USPPS Koperasi, sebagaimana disebut pada
ayat (2) wajib melaksanakan dan mematuhi Prinsip Syariah.
(5) Setelah perubahan anggaran dasar disetujui oleh Menteri, KSPPS
atau USPPS Koperasi harus menyelesaikan perubahan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.

II - 338
(6) KSPPS atau USPPS Koperasi dan KSP atau USP Koperasi yang telah
mengubah kegiatan usaha menjadi berdasarkan Prinsip Syariah tidak
dapat berubah kembali menjadi KSP atau USP Koperasi.

Bagian Kelima
Izin Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

Pasal 6

(1) KSPPS atau USPPS Koperasi wajib memiliki izin usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah.
(2) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Koperasi
menjalankan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
(3) Penerbitan izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. bupati atau walikota menerbitkan izin usaha KSPPS atau USPPS Koperasi
yang wilayah keanggotaannya dalam 1 (satu) daerah kabupaten atau kota;
b. gubernur menerbitkan izin usaha KSPPS atau USPPS Koperasi yang
wilayah keanggotaannya lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu)
daerah provinsi; dan
c. Menteri menerbitkan izin usaha KSPPS atau USPPS Koperasi yang wilayah
keanggotaannya lintas daerah provinsi.
(4) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan izin usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
kepada Deputi Bidang Kelembagaan.
(5) Setiap terjadi perubahan data nama Koperasi, dan/atau nama Pengurus,
dan/atau domisili, Pengurus Koperasi wajib mengajukan surat permohonan
perubahan data izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah kepada
pejabat yang menerbitkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Dalam hal surat izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
hilang atau rusak, atau perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) Pengurus
Koperasi wajib mengajukan permohonan penggantian izin usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah kepada pejabat yang menerbitkan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7) Setiap Koperasi yang mengajukan permohonan izin usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah, perubahan, dan/atau penggantian izin yang
hilang atau rusak tidak dikenakan biaya atau retribusi.

Bagian Keenam

Persyaratan Pendirian KSPPS, Pembentukan USPPS Koperasi dan Perubahan


KSP atau USP Koperasi menjadi KSPPS atau USPPS Koperasi

II - 339
Pasal 7

Dalam pengajuan permohonan pendirian KSPPS, pembentukan USPPS


Koperasi dan perubahan KSP atau USP Koperasi menjadi KSPPS atau USPPS
Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 wajib
memenuhi persyaratan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. bukti kepemilikan Modal Sendiri bagi pendirian KSPPS dan Modal Tetap
bagi pembentukan USPPS Koperasi berupa rekening pada bank syariah atas
nama Pengurus Koperasi;
b. bukti kepemilikan Modal Sendiri bagi perubahan KSP menjadi KSPPS
berupa rekening pada bank syariah atas nama Koperasi;
c. bukti kepemilikan Modal Tetap bagi perubahan USP Koperasi menjadi
USPPS Koperasi berupa rekening pada bank syariah atas nama Koperasi;
d. rencana kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun, yang menjelaskan hal
sebagai berikut:
1. rencana permodalan, terdiri atas
a) rencana penghimpunan Modal Sendiri bagi
KSPPS serta Modal Tetap bagi USPPS Koperasi
b) rencana Modal Penyertaan; dan c) rencana modal lainnya.
2. rencana kegiatan usaha, terdiri atas:
a) unit kegiatan sosial (maal)
1) rencana penghimpunan dana Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (ziswaf);
2) rencana pengelolaan dana Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (ziswaf); dan
3) rencana penyaluran dan pendayagunaan dana Zakat, Infak, Sedekah dan
Wakaf (ziswaf).
b) unit kegiatan bisnis (tamwil)
1) rencana penghimpunan dana dan akad produk;
2) rencana penyaluran dana dan akad produk; dan
3) rencana pendapatan dan biaya.
3. rencana bidang organisasi dan sumber daya manusia meliputi:
a) struktur organisasi, yang antara lain menggambarkan keberadaan
Dewan Pengawas Syariah, keberadaan Unit Kegiatan Sosial (maal) dan
Unit Kegiatan Bisnis (tamwil) yang terpisah;
b) uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab
c) pembinaan calon anggota untuk menjadi Anggota; dan
d) jumlah karyawan.
e. pernyataan kelengkapan administrasi organisasi dan pembukuan, yang
terdiri atas:
1. daftar nama, riwayat hidup dan susunan Pengurus;
2. daftar nama, riwayat hidup dan susunan Pengawas;
3. daftar nama, riwayat hidup dan susunan Dewan Pengawas Syariah
4. daftar Anggota; dan
5. administrasi Modal Sendiri.
f. anggota Dewan Pengawas Syariah salah satunya wajib memiliki
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat atau Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) atau sertifikat pendidikan dan
pelatihan Dewan Pengawas Syariah dari DSN-MUI;
g. nama dan riwayat hidup calon Pengelola dengan melampirkan:
1. bukti telah mengikuti pelatihan dan/atau magang dan/atau pengalaman
kerja di bidang simpan pinjam dan pembiayaan syariah koperasi;

II - 340
2. surat keterangan berkelakuan baik dari pejabat yang berwenang;
3. surat pernyataan tidak mempunyai hubungan semenda sampai derajat
kesatu dengan Pengurus lain atau Pengawas;
4. surat perjanjian kerja antara Pengurus Koperasi dengan Pengelola
KSPPS; dan
5. pernyataan Pengelola KSPPS tentang kesediaannya untuk bekerja secara
purna waktu.
h. fotokopi keputusan atau peraturan internal tentang Standar Operasional
Manajemen dan Standar Operasional Prosedur.

BAB III JARINGAN PELAYANAN

Bagian Kesatu
Pembukaan Jaringan Pelayanan

Pasal 8

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi melalui koperasinya dapat membuka Jaringan
Pelayanan berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan
Kantor Kas untuk
mendekatkan jarak pelayanan dan meningkatkan kualitas pelayanan
kepada anggota.
(2) KSPPS dan USPPS Koperasi wajib memiliki izin pembukaan Kantor
Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas.
(3) KSPPS dan USPPS Koperasi melalui koperasinya dapat membuka Kantor
Kas dengan layanan menetap dan bergerak.
(4) Penerbitan izin pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu,
dan Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai
berikut:
a. bupati atau walikota menerbitkan izin pembukaan Kantor Cabang, Kantor
Cabang Pembantu, dan Kantor Kas untuk Koperasi dengan wilayah
keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota;
b. gubernur menerbitkan izin pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu, dan Kantor Kas untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi; dan
c. Menteri menerbitkan izin pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu, dan Kantor Kas untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas
Daerah provinsi.
(5) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan izin pembukaan Kantor
Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf c kepada Deputi Bidang Kelembagaan.
(6) Pembukaan Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu dapat
dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. KSPPS dan USPPS Koperasi melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah paling sedikit 3 (tiga) tahun

b. mempunyai predikat kesehatan paling rendah


cukup sehat”;
c. mempunyai Anggota paling sedikit 20 (dua puluh) orang di daerah yang
akan dibuka jaringan pelayanannya; dan
d. Persetujuan pembukaan cabang dan cabang pembantu dari:

II - 341
1. bupati atau walikota bagi KSPPS atau USPPS Koperasi yang wilayah
keanggotaannya lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah
provinsi; dan
2. bupati atau walikota dan gubernur bagi KSPPS atau USPPS Koperasi yang
wilayah keanggotaannya lintas daerah provinsi.
(7) Pembukaan Kantor Kas dapat dilaksanakan setelah Kantor Cabang dan
Kantor Cabang Pembantu melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah paling singkat 6 (enam) bulan dengan jumlah
Anggota pada Kantor Kas yang akan dibuka paling sedikit 20 (dua puluh)
orang.
(8) Setiap terjadi perubahan data nama Koperasi, dan/atau nama Pengurus,
dan/atau domisili, Pengurus Koperasi wajib mengajukan surat
permohonan perubahan data izin Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu dan, Kantor Kas kepada pejabat yang menerbitkan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(9) Dalam hal surat izin Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor
Kas hilang atau rusak, atau perubahan data sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) Pengurus Koperasi wajib mengajukan permohonan penggantian
izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah kepada pejabat yang
menerbitkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(10) Setiap Koperasi yang mengajukan permohonan izin Kantor Cabang,
Kantor Cabang Pembantu dan Kantor
Kas, perubahan, dan/atau penggantian izin yang hilang atau rusak tidak
dikenakan biaya atau retribusi.

Bagian Kedua
Persyaratan Pembukaan Jaringan Pelayanan

Pasal 9

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi yang akan melakukan pembukaan Kantor
Cabang dan Kantor Cabang Pembantu harus memenuhi persyaratan
dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. alamat Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu yang akan
dibuka;
b. fotokopi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. modal kerja untuk Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu
dibuktikan dengan surat pernyataan Pengurus menempatkan dana untuk
modal awal pada Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu
bersangkutan;
d. fotokopi hasil penilaian kesehatan dengan predikat kesehatan paling
rendah “cukup sehat” dalam 3 (tiga) tahun berturut-turut sebelum
pengajuan pembukaan cabang;
e. daftar sarana kerja beserta kondisi fisiknya;
f. neraca dan perhitungan hasil usaha Koperasi yang bersangkutan dalam
3 (tiga) tahun terakhir;
g. rencana kerja Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu paling
sedikit 3 (tiga) tahun;
h. surat persetujuan kelayakan pembukaan cabang dan cabang pembantu
dari pejabat yang menerbitkan izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah;

II - 342
i. daftar nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon
karyawan Kantor Cabang dan
Kantor Cabang Pembantu;
j. calon kepala cabang dan/atau kepala cabang pembantu wajib
memiliki sertifikat standar kompetensi; dan
k. daftar nama Anggota yang dilayani.
(2) KSPPS dan USPPS Koperasi yang akan melakukan pembukaan Kantor Kas
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu;
b. nama calon kepala kantor kas; dan
c. alamat kantor kas yang akan dibuka.

Bagian Ketiga
Prosedur Pembukaan Jaringan Pelayanan

Pasal 10

(1) Pengurus mengajukan permohonan pembukaan Kantor Cabang, Kantor


Cabang Pembantu, dan Kantor Kas dengan melampirkan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dan ayat (2).
(2) Persetujuan atau penolakan pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu, dan Kantor Kas paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
kelengkapan dokumen persyaratan terverifikasi.
(3) Persetujuan pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan
Kantor Kas dilakukan dengan menerbitkan izin oleh pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).
(4) Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas yang telah
memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib sudah
melaksanakan kegiatan usaha paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal izin
usaha atau surat keterangan bukti lapor dikeluarkan

(5) Apabila dalam waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) Koperasi belum melaksanakan kegiatan usaha maka persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak berlaku dan bersifat
final.

Bagian Keempat
Jaringan Layanan Elektronik

Pasal 11

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi dapat mengembangkan jaringan layanan


elektronik bagi usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dengan
memanfaatkan teknologi informasi.
(2) Layanan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
secara mandiri dan/atau bekerjasama dengan penyelenggara Sistem dan
Transaksi elektronik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

II - 343
BAB IV

PENGURUS, PENGELOLA, PENGAWAS DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH


Bagian Kesatu
Pengurus dan Pengelola

Pasal 12

(1) Pengurus KSPPS dipilih dari dan oleh Anggota Koperasi serta diangkat
dalam rapat anggota.
(2) Pengurus KSPPS Sekunder atau Koperasi sekunder yang melaksanakan
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah berasal dari perwakilan yang
diusulkan Koperasi primer Anggotanya.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) yaitu:

a. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan


Koperasi, korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan
sektor keuangan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;
b. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai
derajat kesatu dengan Pengurus lain, Pengawas, dan Pengelola;
c. memiliki sertifikat atau surat keterangan telah mengikuti pendidikan
dan pelatihan perkoperasian; dan
d. persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi
Pengurus diatur dalam anggaran dasar.
(4) Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan
koperasi dan usahanya kepada rapat anggota.
(5) Pengurus diberhentikan oleh anggota dalam rapat anggota.
(6) Setiap Pengurus KSPPS Primer dilarang merangkap sebagai Pengurus
atau Pengawas pada KSPPS Primer lainnya.

Pasal 13

(1) Pengurus Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah dapat mengangkat Pengelola KSPPS dan USPPS
Koperasi dengan mengajukan rencana pengangkatan pada rapat anggota.
(2) Pengelola KSPPS dan USPPS Koperasi diberi wewenang dan kuasa oleh
Pengurus Koperasi untuk mengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah.
(3) Pengelola KSPPS dan USPPS Koperasi bertanggungjawab kepada
Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh Pengelola
tidak mengurangi tanggung jawab
Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat(4).
(5) Pengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah wajib memiliki
sertifikat standar kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi
profesi yang telah memperoleh lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

II - 344
(6) Hubungan kerja antara Pengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah dengan Pengurus merupakan hubungan kerja atas dasar
perikatan yang memuat paling sedikit:
a. jangka waktu perjanjian kerja;
b. wewenang, tanggung jawab, hak dan kewajiban masing-masing pihak;
dan
c. penyelesaian perselisihan.

Bagian Kedua
Pengawas

Pasal 14

(1) Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota serta diangkat pada rapat anggota.
(2) Pengawas Koperasi sekunder berasal dari perwakilan yang diusulkan
Koperasi primer anggotanya.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
a. telah menjadi anggota Koperasi paling sedikit 2 (dua)
tahun;
b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor
keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;
c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai
derajat kesatu dengan Pengawas lain, Pengurus, dan Pengelola
d. Pengawas Koperasi sekunder berasal dari Koperasi primer anggotanya;
dan
e. persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Pengawas diatur dalam
anggaran dasar.
(4) Pengawas bertanggungjawab pada rapat anggota.
(5) Pengawas diberhentikan oleh Anggota dalam rapat anggota.
(6) Pengawas KSPPS Primer dilarang merangkap sebagai Pengurus atau
Pengawas pada KSPPS Primer lainnya.
(7) Apabila ditemukan permasalahan keuangan yang berpotensi menjadi kasus
hukum, Pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik atau auditor untuk
melakukan audit khusus.

Bagian Ketiga
Dewan Pengawas Syariah

Pasal 15

Dewan Pengawas Syariah ditetapkan oleh rapat anggota.


Dewan Pengawas Syariah paling sedikit 2 (dua) orang dan

BAB V

STANDAR OPERASIONAL MANAJEMEN

II - 345
Pasal 16

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi wajib mengatur dan memberlakukan Standar
Operasional Manajemen.
(2) Standar Operasional Manajemen yang berlaku wajib diterapkan dalam
pengelolaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
(3) Ruang lingkup Standar Operasional Manajemen meliputi 4 (empat) bagian
yang terdiri atas:
a. Standar Operasional Manajemen kelembagaan KSPPS atau USPPS
koperasi;
b. Standar Operasional Manajemen usaha KSPPS atau USPPS koperasi;
c. Standar Operasional Manajemen keuangan KSPPS atau USPPS
koperasi; dan
d. Standar Operasional Manajemen pengamanan Aset, hutang dan modal.
(4) Standar Operasional Manajemen kelembagaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. organisasi dan manajemen KSPPS atau USPPS Koperasi;
b. pengelolaan organisasi;
c. pengelolaan Aset KSPPS dan USPPS Koperasi;
d. pembagian dan penggunaan SHU;
e. prosedur penutupan USPPS Koperasi; dan
f. prosedur pembubaran KSPPS.
(5) Standar Operasional Manajemen Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b terdiri atas:
a. Penghipunan dan penyaluran dana
b. Produk pinjaman dan pembiayaan
c. Persyaratan calon penerima pinjaman pembiayaan
d. pelayanan pinjaman dan pembiayaan kepada unit lain;
e. batasan maksimum pinjaman dan pembiayaan; f. biaya administrasi
pinjaman dan pembiayaan; g. agunan;
h. pengembalian dan jangka waktu pinjaman dan pembiayaan;
i. analisis pinjaman dan pembiayaan;
j. pembinaan Anggota oleh KSPPS atau USPPS Koperasi; dan
k. penanganan pinjaman dan pembiayaan bermasalah. (6) Standar
Operasional Manajemen keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c terdiri atas:
a. keseimbangan arus dana;
b. penggunaan kelebihan dana;
c. penghimpunan dana dari luar;
d. pembagian sisa hasil usaha;
e. pelaporan keuangan; dan
f. pengukuran kinerja KSPPS atau USPPS Koperasi.
(7) Standar Operasional Manajemen pengelolaan Aset, hutang dan
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d terdiri atas:
a. pencatatan Aset wajib atas nama badan hokum Koperasi yang
bersangkutan;
b. catatan kepemilikan Aset Koperasi yang wajib dimiliki paling sedikit
menjelaskan status kepemilikan, sumber, harga dan tanggal perolehan
dan spesifikasi harta yang dimiliki beserta kondisi fisiknya;
c. aset tetap KSPPS paling banyak 40% (empat puluh persen) dapat
dijadikan jaminan hutang dengan persetujuan rapat anggota;

II - 346
d. hutang Koperasi wajib dicatat atas sumber, jumlah dan tanggal
perolehan
e. hutang Koperasi yang bersumber dari Modal Penyertaan tidak
dapat dikonversi menjadi Modal Sendiri;
f. hutang Koperasi dengan tenggat waktu jangka panjang wajib
mendapat persetujuan rapat anggota; dan
g. modal Koperasi terdiri dari Modal Sendiri, Modal Pinjaman dan Modal
Penyertaan.

BAB VI PERMODALAN
Pasal 17

(1) Modal awal usaha pada pendirian KSPPS Primer dan KSPPS Sekunder
dihimpun dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib anggotanya dan dapat
ditambah dengan Hibah.
(2) Modal awal usaha pada setiap pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilengkapi dengan bukti penyetoran dari Anggota kepada Koperasi;
b. dibukukan dalam neraca KSPPS sebagai harta kekayaan badan
hukum KSPPS;
c. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib tidak boleh diambil, kecuali keluar
dari keanggotaan Koperasi dan ada modal pengganti dari Anggota baru
dan/atau Dana Cadangan Koperasi; dan
d. Dana Cadangan dan Hibah tidak dapat dibagi kepada Anggota,
kecuali pada saat pembubaran Koperasi setelah dikurangi beban resiko
kerugian Koperasi.
(3) Modal awal usaha KSPPS Primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disimpan pada rekening di bank syariah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. modal awal usaha KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan dalam
daerah kabupaten atau kota ditetapkan paling sedikit Rp15.000.000,00
(lima belas juta rupiah);
b. modal awal usaha KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah provinsi ditetapkan paling
sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah); dan
c. modal awal usaha KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah provinsi ditetapkan paling sedikit Rp375.000.000,00 (tiga ratus
tujuh puluh lima juta rupiah).
(4) Modal awal usaha KSPPS Sekunder sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disimpan pada rekening di bank syariah dengan rincian sebagai
berikut:
a. modal awal usaha KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan dalam
daerah kabupaten atau kota ditetapkan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah);
b. modal awal usaha KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah provinsi ditetapkan paling
sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah); dan
c. modal awal usaha KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah provinsi ditetapkan paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

II - 347
Pasal 18

Setiap pembentukan USPPS Koperasi Primer atau USPPS Koperasi Sekunder,


wajib menyediakan modal tetap yang dipisahkan dari Aset Koperasi sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut:

a. modal awal pembentukan USPPS Koperasi Primer paling sedikit


Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah); dan
b. modal awal pembentukan USPPS Koperasi Sekunder paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

BAB VII PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA

Bagian Kesatu
Kegiatan Usaha

Pasal 19

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah harus berdasarkan
Prinsip Syariah.
(2) Akad transaksi kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
harus disusun berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN- MUI).
(3) KSPPS dan USPPS Koperasi harus mengutamakan penggunaan fasilitas
transaksi keuangan pada lembaga keuangan syariah daripada lembaga
keuangan konvensional.
(4) Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah wajib memiliki unit kegiatan sosial (maal) dan unit
kegiatan usaha bisnis (tamwil).
(5) Ruang lingkup kegiatan usaha KSPPS dan USPPS Koperasi meliputi:
a. menyelenggarakan kegiatan maal untuk pemberdayaan Anggota
dan masyarakat di bidang sosial dan ekonomi;
b. menghimpun simpanan berjangka dan tabungan
Koperasi dari Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain
dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Wadiah atau Mudharabah;
c. menyalurkan pinjaman kepada Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain
dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Qardh;
d. menyalurkan pembiayaan Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain
dan/atau Anggotanya berdasarkan akad Murabahah, Salam, Istishna,
Musyarakah, Mudharabah, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Ijarah
Maushufah Fi Zimmah, Musyarokah Mutanaqishoh, Ju’alah, Wakalah,
Kafalah, Hawalah dan Rahn, atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan syariah; dan
e. akad penyaluran pinjaman dan pembiayaan dapat dikombinasikan
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN- MUI).

II - 348
(6) Dalam pemberian pinjaman dan pembiayaan harus menggunakan dana
yang berasal dari pendanaan dengan Akad sesuai dengan Prinsip
Syariah.
(7) Calon Anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menjadi Anggota Koperasi.
(8) Kerjasama usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dengan
Koperasi lain dilakukan melalui kemitraan yang dituangkan dalam
perjanjian tertulis dengan Akad sesuai Prinsip Syariah.
(9) Kerjasama usaha sektor keuangan lainnya dapat dilakukan Koperasi
melalui kemitraan dengan Koperasi dan lembaga keuangan lainnya.
(10) KSPPS dan USPPS Koperasi wajib mengelola keseimbangan
sumber dana dan penyaluran simpan pinjam dan pembiayaan syariah.

Pasal 20

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi wajib melaksanakan kegiatan usaha


dengan menerapkan Prinsip Syariah, tata kelola yang baik, prinsip kehati-
hatian, manajemen risiko, kepatuhan syariah dan mematuhi peraturan yang
terkait dengan pengelolaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
(2) KSPPS dan USPPS Koperasi dilarang melakukan kegiatan usaha
pada sektor riil secara langsung.

Pasal 21

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi harus memiliki sistem informasi pelayanan
Anggota sebagai alat pengendalian dan pengambilan keputusan.
(2) Pengelola wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
Simpanan dan Tabungan, kecuali untuk kepentingan pengawasan.
(3) Pengurus dan Pengelola wajib memberikan kesempatan dan bantuan
kepada pejabat berwenang untuk memeriksa buku dan dokumen yang
ada untuk memperoleh kebenaran atas penjelasan dan laporan yang
disampaikan KSPPS dan USPPS Koperasi.

Bagian Kedua
Kegiatan Sosial (Maal)

Pasal 22

(1) KSPPS atau USPPS Koperasi melaksanakan kegiatan sosial (maal) untuk
pemberdayaan anggota dan masyarakat di bidang sosial dan ekonomi.
(2) Kegiatan sosial (maal) dilakukan melalui penghimpunan, pengelolaan dan
penyaluran dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana kebajikan
dan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan Prinsip Syariah
(3) Kegiatan sosial (maal) wajib dilaporkan dalam laporan sumber dan
penggunaan dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf serta dana kebajikan
dan sosial lainnya, terpisah dari laporan keuangan kegiatan usaha Koperasi.

II - 349
Bagian Ketiga
Kegiatan Bisnis (Tamwil) Simpanan

Pasal 23

(1) Penerbitan produk Simpanan Koperasi merupakan wewenang Pengurus


setelah mendapat pertimbangan Dewan Pengawas Syariah.
(2) Simpanan diberikan imbalan berupa bagi hasil dan imbal jasa atau
bonus yang besarnya ditentukan oleh rapat anggota.
(3) Perhitungan bagi hasil untuk simpanan yang menggunakan akad
Mudharabah berasal dari pendapatan operasional utama KSPPS atau
USPPS Koperasi.
(4) Perhitungan imbal jasa atau bonus yang bersifat sukarela untuk
Simpanan yang menggunakan akad wadiah didasarkan kepada kebijakan
operasional KSPPS atau USPPS Koperasi.
(5) KSPPS dan USPPS Koperasi wajib menjamin keamanan Simpanan dan
Tabungan Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain dan/atau Anggotanya.

Bagian Keempat
Kegiatan Bisnis (Tamwil) Pinjaman dan Pembiayaan Syariah

Pasal 24

(1) Pelaksanaan pemberian pinjaman dan pembiayaan syariah oleh


KSPPS dan USPPS Koperasi wajib memperhatikan prinsip pemberian
pinjaman dan pembiayaan syariah yang sehat
(2) Besarnya marjin, nisbah bagi hasil, imbal jasa dan bonus ditentukan
oleh rapat anggota.
(3) Pemberian pinjaman dan pembiayaan diutamakan untuk memenuhi
kebutuhan Anggota.
(4) Pada transaksi akad Musyarakah, KSPPS atau USPPS Koperasi wajib
melakukan pembinaan kepada Anggota untuk memisahkan antara harta
pribadi dengan harta yang digunakan untuk usaha.

Bagian Kelima
Kegiatan Usaha KSPPS Sekunder atau USPPS Koperasi Sekunder

Pasal 25

(1) KSPPS Sekunder atau USPPS Koperasi Sekunder menyelenggarakan


kegiatan:
a. usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah antar Koperasi;
b. kegiatan sosial (maal);
c. mengelola manajemen resiko;
d. pendidikan dan pelatihan;
e. bimbingan dan konsultasi manajemen usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah;
f. standarisasi manajemen dan Sumber Daya Manusia(SDM);
g. standarisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
h. monitoring dan evaluasi, supervisi dan bantuan teknis; dan
i. pengadaan sarana usaha anggotanya.

II - 350
(2) KSPPS Sekunder dan Koperasi Sekunder yang memiliki USPPS Koperasi
dilarang memberikan pinjaman dan pembiayaan secara langsung kepada
perorangan

Bagian Keenam
Kelebihan dana
Pasal 26

Dalam hal terdapat kelebihan dana setelah melaksanakan kegiatan pemberian


pinjaman dan pembiayaan syariah kepada Anggota, Calon Anggota, Koperasi lain
dan/atau Anggotanya maka KSPPS dan USPPS Koperasi sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam anggaran dasarnya, dapat menempatkan kelebihan
dana tersebut dalam bentuk:

a. Simpanan pada KSPPS sekundernya;


b. giro, tabungan pada bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya; dan
c. mengembangkan dana melalui sarana investasi lainnya meliputi pembelian
saham, obligasi, reksadana, surat perbendaharaan negara dan investasi di
sektor keuangan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persetujuan rapat
anggota.

Bagian Ketujuh
Jaminan

Pasal 27

(1) Untuk mengurangi risiko pemberian pinjaman dan pembiayaan, KSPPS dan
USPPS Koperasi dapat menetapkan:
a. Simpanan wajib pinjaman atau pembiayaan syariah;
b. sistem tanggung renteng diantara Anggota;
c. jaminan atas pinjaman atau pembiayaan yang dapat berupa
barang atau hak tagih;
d. agunan berupa barang yang secara fisik tetap berada pada
pemiliknya (fidusia); dan
e kewajiban melindungi nilai pinjaman dan pembiayaan melalui
penjaminan atau asuransi syariah.
(2) Dalam hal KSPPS dan USPPS Koperasi memiliki agunan yang telah jatuh
tempo dan tidak mungkin lagi ditebus oleh peminjam, dapat dilakukan
tindakan sesuai dengan isi perjanjian.

BAB VIII

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN


Bagian Kesatu
Pembinaan

II - 351
Pasal 28

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang


mendorong koperasi tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.
(2) Pembinaan terhadap KSPPS dan USPPS Koperasi Primer dan Sekunder
dilakukan oleh Menteri.
(3) KSPPS/USPPS Koperasi memperoleh bimbingan dan pembinaan teknis
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan dalam daerah kabupaten atau kota dilakukan oleh bupati atau
walikota;
b. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah
provinsi dilakukan oleh gubernur; dan
c. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah provinsi dilakukan oleh Menteri
(4) Menteri mendelegasikan pelaksanaan bimbingan dan pembinaan teknis
usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c kepada Deputi Bidang Pembiayaan.
(5) Bupati atau walikota melakukan bimbingan dan pembinaan teknis usaha
simpan pinjam dan pembiayaan syariah pada Kantor Cabang, Kantor
Cabang Pembantu dan Kantor Kas KSPPS dan USPPS Koperasi yang
berkedudukan di wilayahnya.
(6) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
meliputi upaya untuk mengembangkan iklim usaha yang kondusif,
kemudahan dan perlindungan pada usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah.

Pasal 29

(1) Bimbingan pelaksanaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) meliputi:
a. penerapan prinsip kehati-hatian usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah oleh Koperasi;
b. pelaksanaan pemberdayaan dan pengembangan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah oleh Koperasi;
c. penerapan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah oleh Koperasi secara mandiri;
d. peningkatan akses pembiayaan melalui perkuatan permodalan;
e. pengembangan berbagai skim pembiayaan; dan
f. pemanfaatan modal penyertaan, obligasi syariah dan surat utang
syariah atau sukuk Koperasi.
(2) Pembinaan teknis usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh
Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (3) meliputi:
a. pemberdayaan dan pengembangan KSPPS dan USPPS Koperasi;
b. pengelolaan dan pendayagunaan kegiatan maal;
c. penumbuhan KSPPS dan USPPS Koperasi;

II - 352
d. literasi keuangan syariah;
e. pengembangan jaringan kerjasama antar KSPPS atau USPPS
Koperasi melalui Koperasi sekunder; dan
f. pelaksanaan Prinsip Syariah bagi usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah oleh Koperasi.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 30

(1) Pengawasan terhadap KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan untuk


meningkatkan kepercayaan Anggota dan para pihak terhadap Koperasi.
(2) Pengawasan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan dalam daerah kabupaten atau kota dilakukan oleh bupati atau
walikota;
b. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah
provinsi dilakukan oleh gubernur; dan
c. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah provinsi dilakukan oleh Menteri.
(3) Menteri mendelegasikan pengawasan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c kepada
Deputi Bidang Pengawasan

(4) Bupati atau walikota melakukan pengawasan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah pada Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan
Kantor Kas KSPPS dan USPPS Koperasi yang berkedudukan di
wilayahnya.
(5) Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat bukti
bahwa Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas tidak
memenuhi peraturan dalam usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah,
bupati atau walikota dapat memberikan sanksi dan mengusulkan pemberian
sanksi pencabutan izin pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu, dan Kantor Kas yang berkedudukan di wilayahnya kepada
pejabat pemberi izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (4) huruf b,
dan huruf c.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah oleh Koperasi diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Pelaporan

Pasal 31

(1) Pengurus KSPPS atau Koperasi yang memiliki USPPS wajib memberikan
laporan kepada Pengawas dan rapat anggota.

II - 353
(2) KSPPS dan USPPS Koperasi melalui Koperasi yang bersangkutan wajib
menyampaikan laporan keuangan secara triwulanan, dan tahunan kepada
pejabat yang melaksanakan bimbingan dan pembinaan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3).
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan kompilasi
laporan keuangan KSPPS dan USPPS Koperasi berkala secara triwulan,
dan tahunan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bupati atau walikota menyampaikan kompilasi laporan keuangan
KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder yang wilayah
keanggotaannya dalam 1 (satu) daerah kabupaten atau kota kepada
gubernur;
b. gubernur menyampaikan kompilasi laporan bupati atau walikota
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan kompilasi laporan keuangan
KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder yang wilayah
keanggotaannya lintas daerah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) daerah
provinsi kepada Deputi Bidang Pembiayaan;
c. Deputi Bidang Pembiayaan menyampaikan kompilasi laporan
gubernur sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan kompilasi laporan
keuangan KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder yang wilayah
keanggotaannya lintas daerah provinsi.
(4) Pelaksanaan teknis penyampaian pelaporan kegiatan usaha KSPPS
dan USPPS Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan media pengiriman dan/atau memanfaatkan teknologi informasi yang
disampaikan secara berkala.

Pasal 32

Pengurus KSPPS atau USPPS Koperasi wajib menyelenggarakan pengawasan


dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan.

BAB IX PENILAIAN KESEHATAN

Pasal 33

(1) Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi merupakan penilaian


kinerja yang dilakukan pemerintah
dan pemerintah daerah untuk mengukur tingkat kesehatan Koperasi
dalam kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah.
(2) Penilaian Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan sebagai
berikut:
a. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer atau Sekunder dengan wilayah
keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota;
b. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi
dilakukan oleh gubernur; dan
c. KSPPS dan USPPS Koperasi Primer/Sekunder dengan wilayah
keanggotaan lintas daerah provinsi dilakukan oleh Menteri.

II - 354
(3) Menteri mendelegasikan penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c kepada Deputi Bidang
Pengawasan.
(4) KSPPS dan USPPS Koperasi yang mempunyai total Aset paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun buku wajib
diaudit oleh akuntan publik dan melaporkan hasilnya kepada rapat anggota.
(5) Penilaian kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi dilakukan setiap
tahun, setelah diperoleh hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan setelah dilaksanakan rapat anggota tahunan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Penilaian Kesehatan
KSPPS dan USPPS Koperasi diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB X SANKSI

Pasal 34

(1) KSPPS dan USPPS Koperasi yang melakukan pelanggaran atas sebagian
dan/atau seluruh bagian dalam Peraturan Menteri ini akan dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran tertulis pertama dan kedua;
b. usulan pemberhentian sementara terhadap Pengurus dan/atau
Pengelola;
c. pembekuan sementara izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah;
d. pencabutan izin usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah;
dan
e. penutupan USPPS Koperasi atau pembubaran KSPPS.
(2) KSPPS dan USPPS Koperasi yang melakukan pelanggaran atas ketentuan Pasal
2 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7), Pasal 4 ayat (4), ayat (5),
ayat (6) dan ayat (7), Pasal 5 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 6 ayat (1), ayat
(5) dan ayat (6), Pasal 8 ayat (3), Pasal 13 ayat (5), Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), ayat (6), ayat (7) dan ayat (10), Pasal 20 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 21 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (5),
Pasal 24 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 25 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, Pasal
33 ayat (5) dikenakan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35

(1) Koperasi yang telah menjalankan kegiatan usaha jasa keuangan syariah
atau kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah pada saat
Peraturan Menteri ini berlaku, dapat tetap melaksanakan usahanya dengan
ketentuan wajib menyesuaikan anggaran dasar dengan Peraturan Menteri
ini dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri
ini.

II - 355
(2) KSP yang telah melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, wajib
melaksanakan pemisahan USPPS Koperasi menjadi KSPPS paling lambat
2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
(3) Koperasi yang memiliki usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah
yang operasionalnya hanya berjalan USPPS Koperasinya saja, dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun wajib melakukan perubahan
anggaran dasar menjadi KSPPS.
(4) Kelompok masyarakat yang telah melakukan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah tetapi belum memenuhi ketentuan pelaksanaan
kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi wajib menyesuaikan
dengan Peraturan Menteri ini.

BAB XII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan


Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
16/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 37

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 16/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1495), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku

Pasal 38

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

II - 356
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 18 Desember 2017
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

AAGN. PUSPAYOGA

Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 12 Januari 2018
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

WIDODO EKA TJAHJANA

II - 357
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018

TENTANG

PERIZINAN USAHA SIMPAN PINJAM KOPERASI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECI DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa untuk percepatan dan peningkatan investasi dan pelaksanaan


berusaha, perlu dilakukan perubahan terhadap proses perizinan usaha
simpan pinjam koperasi;
b. Bahwa untuk melaksanakan Pasal 88 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik, perlu dilakukan penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria perizinan usaha simpan pinjam koperasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Lembaran Neg ara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3591);
II - 358
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6215);
7. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 106);
8. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi
(Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1496 Tahun 2015);
9. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan
Pinjam Oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1494
Tahun 2015) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 02/PER/M.KUKM/II/2017
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 257 Tahun 2017);
10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi
(Berita Negara Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KOPERASI
DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERIZINAN
USAHA SIMPAN PINJAM KOPERASI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single
Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha
yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha
melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
2. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas
nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah koperasi
melakukan pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan
sampai sebelum pelaksanaan operasional dengan memenuhi persyaratan
dan/atau Komitmen.
3. Izin Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan
atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah koperasi
mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan operasional
dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen.

II - 359
4. Komitmen adalah pernyataan koperasi untuk memenuhi persyaratan Izin
Usaha dan/atau Izin Operasional.
5. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas
koperasi yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah melakukan
Pendaftaran.
6. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang- seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar
atas asas kekeluargaan.
7. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disingkat KSP adalah Koperasi
yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam.
8. Unit Simpan Pinjam yang selanjutnya disingkat USP adalah unit usaha
koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari
kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.
9. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya
disingkat KSPPS adalah Koperasi yang kegiatan usaha simpan, pinjam
dan pembiayaan sesuai prinsip syariah, termasuk mengelola zakat, infak,
sedekah, dan wakaf.
10. Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disingkat
USPPS adalah unit usaha koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan,
pinjam dan pembiayaan sesuai dengan prinsip syariah, termasuk
mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai bagian dari kegiatan
usaha Koperasi yang bersangkutan.
11. Kantor Cabang adalah kantor cabang yang mewakili kantor pusat dalam
menjalankan kegiatan usaha menghimpun dana dan penyalurannya serta
mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman.
12. Kantor Cabang Pembantu adalah kantor cabang pembantu yang berfungsi
mewakili kantor cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk
menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang
menerima permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan pemberian pinjaman.
13. Kantor Kas adalah kantor kas yang berfungsi mewakili kantor cabang dalam
menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana.
14. Pemerintah adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang koperasi dan usaha kecil, dan menengah sesuai dengan
pembagian kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
15. Menteri adalah Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

BAB II
RUANG LINGKUP DAN BENTUK PERIZINAN

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:


a. persyaratan;
b. tata cara penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. pengawasan; dan
e. ketentuan peralihan.

II - 360
Pasal 3

(1) Bentuk perizinan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Izin Usaha; dan
b. Izin Operasional.
(2). Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Izin Usaha
Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang terdiri atas:
a.Izin Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit
b.Simpan Pinjam Koperasi (USP); dan
c.Izin Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
d.Syariah (KSPPS)/Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS).
(3) Izin Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. izin pembukaan kantor cabang;
b. izin pembukaan kantor cabang pembantu;dan
c. izin pembukaan kantor kas.

BAB III
PERSYARATAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Izin Usaha

Pasal 4

1. Izin Usaha simpan pinjam Koperasi diberikan kepadaKSP atau USP.


2. Izin Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi diberikan
kepada KSPPS atau USPPS.
3. KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi memperoleh Izin Usaha simpan
pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. bukti setoran modal sendiri berupa rekening tabungan atas nama
Koperasi, pada bank umum untuk KSP dan bank syariah untuk KSPPS;
b. bukti setoran modal yang ditempatkan koperasi pada USP/USPPS
berupa rekening tabungan atas nama koperasi yang disediakan oleh
Koperasi kepada USP/USPPS Koperasi, pada bank umum untuk USP dan
bank syariah untuk USPPS;
c. rencana kerja selama 3 (tiga) tahun yang menjelaskan mengenai rencana
permodalan, rencana kegiatan usaha, serta rencana bidang organisasi dan
sumber daya manusia;
d. administrasi dan pembukuan usaha simpan pinjam pada KSP atau
USP/USPPS Koperasi yang dikelola secara khusus dan terpisah dari
pembukuan koperasinya;
e. nama dan riwayat hidup pengurus, pengawas dan calon pengelola;
f. memiliki kantor dan sarana kerja; dan
g. memiliki Dewan Pengawas Syariah dengan rekomendasi DSN-MUI atau
MUI Provinsi/Kabupaten/Kota setempat atau memiliki sertifikat pendidikan
dan pelatihan DPS dari DSN- MUI bagi KSPPS dan USPPS Koperasi.
4. Modal sendiri KSP/KSPPS Primer sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dalam bentuk tabungan dengan rincian sebagai berikut:
a. modal KSP/KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan dalam daerah
Kabupaten/Kota ditetapkan paling sedikit Rp15.000.000,00 (lima belas
juta rupiah);
II - 361
b. modal KSP/KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas daerah
Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah Provinsi ditetapkan paling sedikit
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah); dan
c. modal KSP/KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah Provinsi ditetapkan paling sedikit Rp375.000.000,00 (tiga ratus
tujuh puluh lima juta rupiah).
(5) Modal sendiri KSP/KSPPS Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a dalam bentuk tabungan denganrincian sebagai berikut:
a. modal KSP/KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan dalam
daerah Kabupaten/Kota ditetapkan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah);
b. modal KSP/KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) daerah Provinsi ditetapkan paling
sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah); dan
c. modal KSP/KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas
daerah Provinsi ditetapkan paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(6) Setiap pembentukan USP/USPPS Koperasi Primer atau USP/USPPS
Koperasi Sekunder, wajib menyediakan modal tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b yang dipisahkan dari aset koperasi dalam
bentuk tabungan, dengan rincian sebagai berikut:
a. modal pembentukan USP/USPPS Koperasi Primer paling sedikit
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah); dan
b. modal pembentukan USP/USPPS Koperasi Sekunder paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Bagian Kedua
Persyaratan Izin Operasional

Paragraf Pertama
Persyaratan Pembukaan Kantor Cabang

Pasal 5

Persyaratan pembukaan kantor Cabang usaha simpan pinjam oleh Koperasi


dapat dilaksanakan setelah KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi:
a. memiliki Izin Usaha dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam paling
sedikit 2 (dua) tahun;
b. KSPPS dan USPPS wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang telah
bersertifikat pendidikan dan pelatihan DPS dari DSN-MUI;
c. mempunyai predikat kesehatan paling rendah “cukup sehat” pada 1 (satu)
tahun terakhir;
d. mempunyai anggota paling sedikit 20 (dua puluh) orang di daerah yang akan
dibuka Jaringan Pelayanannya;
e. memiliki modal kerja untuk Kantor Cabang minimal sebesar
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah);
f. memiliki laporan keuangan koperasi yang bersangkutan dalam 2 (dua) tahun
terakhir;
g. memiliki persetujuan pembukaan Kantor Cabang dari Bupati/Walikota
setempat (terkait pembinaan dan pengawasan cabang);
h. memiliki rencana kerja Kantor Cabang paling sedikit 1 (satu) tahun;

II - 362
i. memiliki daftar nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon
karyawan Kantor Cabang; dan
j. calon kepala cabang wajib memiliki sertifikat kompetensi.

Paragraf Kedua
Persyaratan Pembukaan Kantor Cabang Pembantu

Pasal 6

Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dilaksanakan dengan peryaratan:


a. memiliki Izin Operasional pembukaan Kantor Cabang;
b. Kantor Cabang telah melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam paling
sedikit 6 (enam) bulan;
c. mempunyai anggota paling sedikit 20 (dua puluh) orang di daerah yang akan
dibuka Jaringan Pelayanannya;
d. memiliki laporan keuangan Kantor Cabang yang bersangkutan dalam 1
(satu) tahun terakhir;
e. memiliki persetujuan pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari
Bupati/Walikota setempat jika tidak memiliki Kantor Cabang pada
Kabupaten/Kota setempat;
f. memiliki rencana kerja Kantor Cabang Pembantu paling sedikit 1 (satu) tahun;
g. memiliki daftar nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon
karyawan Kantor Cabang Pembantu; dan
h. calon kepala cabang pembantu wajib memiliki sertifikat kompetensi.

Paragraf Ketiga
Persyaratan Pembukaan Kantor Kas

Pasal 7

Pembukaan Kantor Kas dilaksanakan dengan persyaratan:


a. memiliki Izin Operasional pembukaan Kantor Cabang;
b. Kantor Cabang telah melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam paling
sedikit 6 (enam) bulan;
c. jumlah anggota Kantor Kas yang akan dibuka paling sedikit 20 (dua puluh)
orang; dan
d. nama calon kepala Kantor Kas.

BAB IV
TATA CARA PENERBITAN IZIN

Bagian Kesatu
Pelaksanaan Perizinan

Pasal 8

1. Persyaratan Izin Usaha dan Izin Operasional sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 berlaku sebagai Komitmen yang harus dipenuhi
sebelum Izin Usaha simpan pinjam koperasi diterbitkan.

II - 363
2. Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
berupa dokumen dalam bentuk hardcopy.

Pasal 9

(1) Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 diterbitkan oleh Lembaga OSS
untuk dan atas nama Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota.
(2) Permohonan perizinan meliputi:
a. pendaftaran;
b. penerbitan Izin Usaha dan/atau penerbitan Izin Operasional berdasarkan
Komitmen; dan
c. pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau pemenuhan Komitmen
Izin Operasional.

Bagian Kedua
Pendaftaran

Pasal 10

(1) Koperasi melalui kuasa pengurus melakukan Pendaftaran untuk memperoleh


izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dengan cara mengakses laman
OSS untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha.
(2) Cara mengakses laman OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara memasukkan nomor pengesahan badan hukum
koperasi.
(3) Koperasi melakukan pendaftaran dengan mengisi form
sebagaimana tercantum dalam laman OSS.

Pasal 11

(1) Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Koperasi melakukan


Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap.
(2) Koperasi yang telah memiliki NIB wajib untuk memiliki Izin Usaha.
(3) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan identitas berusaha
Koperasi yang berlaku selama Koperasi menjalankan usaha dan/atau
kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku oleh Lembaga OSS dalam hal:
a. Koperasi melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak sesuai dengan
NIB; dan/atau
b. dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 12

(1) Izin Usaha dan/atau Izin Operasional diperoleh setelah Koperasi memenuhi
komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
Koperasi kepada Menteri/Gubernur/Wali Kota sesuai dengan kewenangannya
untuk dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan persetujuan.

II - 364
(3) Izin Usaha dan/atau Izin Operasional diterbitkan oleh Lembaga OSS
berdasarkan persetujuan atas pemenuhan komitmen.

Pasal 13

Dalam hal pemeriksaan dan pemberian persetujuan dalam rangka pemenuhan


komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2),
Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota menunjuk pejabat yang diberikan
kewenangan.

Pasal 14

1. Izin Usaha dan/atau Izin Operasional berlaku efektif setelah Koperasi


menyelesaikan Komitmen.
2. Koperasi yang belum memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8, dilarang melakukan aktifitas usaha simpan pinjam.

Bagian Keempat
Waktu

Pasal 15

(1) Pemenuhan Komitmen oleh Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak pengajuan Izin Usaha dan/atau Izin Operasional.
(2) Dalam hal pemenuhan Komitmen tidak terpenuhi atau melebihi jangka waktu,
Koperasi mengajukan kembali permohonan Izin Usaha dan/atau Izin
Operasional.

Pasal 16

(1) Menteri/Gubernur/Bupati/Wali Kota melakukan pemeriksaan dan pemberian


persetujuan pemenuhan komitmen paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen persyaratan.
(2) Apabila proses pemeriksaan dan pemberian persetujuan melewati jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin dianggap berlaku efektif.

Bagian Kelima
Biaya

Pasal 17

Segala bentuk pelayanan perizinan usaha simpan pinjam Koperasi tidak


dikenakan biaya.

BAB V
MASA BERLAKU IZIN

II - 365
Pasal 18

Izin Usaha dan/atau Izin Operasional berlaku selama badan hukum Koperasi
berdiri dan menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 19

(1) Pengawasan terhadap Izin Usaha dan/atau Izin Operasional dilakukan oleh:
a. Menteri bagi Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas provinsi;
b. Gubernur bagi Koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas kabupaten/kota
dalam 1 (satu) wilayah provinsi; dan
c. Bupati/Wali Kota bagi Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten/kota.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, sepanjang yang mengatur
mengenai persyaratan dan prosedur izin usaha simpan pinjam, izin usaha simpan
pinjam dan pembiayaan syariah, izin kantor cabang, izin kantor cabang
pembantu, dan izin kantor kas sebagaimana tercantum dalam:
a. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
15/PER/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita
Negara Republik Indonesia Nomor 1494 Tahun 2015) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 02/PER/M.KUKM/II/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015
tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 257 Tahun 2017); dan
b. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi (Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 86 Tahun 2018), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

II - 366
Di tetapkan di Jakarta,
pada tanggal 9 Agustus 2018

MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL


DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

AAGN. PUSPAYOGA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd
&
Cap

WIDODO EKATJAHJANA

II - 367
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2018

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN DEKONSENTRASI


KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH


REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

B ahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Pemerintah


Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Dekonsentrasi Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan


Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

II - 368
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4816);
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 8);
6. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 106);
7. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
08/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1555);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH


TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN
DEKONSENTRASI KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN
MENENGAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

II - 369
3. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau
kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan
pemerintahan umum.
4. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal
pusat di daerah.
5. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA
adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat untuk masing-masing
Perangkat Daerah Provinsi, yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian/pengawasan, evaluasi/ pelaporan, serta
dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
6. Perangkat Daerah Provinsi adalah unsur pembantu gubernur dalam
bentuk Dinas yang menyelenggarakan urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah di tingkat daerah provinsi/daerah istimewa dan
bertanggungjawab terhadap Dekonsentrasi di lingkup Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah ditetapkan oleh gubernur.
7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

BAB II

URUSAN PEMERINTAHAN YANG DILIMPAHKAN

Pasal 2

(1) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Menteri, dapat


dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah melalui
Dekonsentrasi.
(2) Sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Menteri
yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah di daerah
melalui Dekonsentrasi sesuai dengan kewenangannya untuk mendukung
pencapaian rencana kerja pemerintah.
(3) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dijabarkan dalam bentuk kegiatan dan anggaran Dekonsentrasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(4) Lingkup urusan pemerintahan yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam rencana kerja Pemerintah.

II - 370
BAB III

PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Bagian Kesatu
Pelaksanaan

Pasal 3

(1). Urusan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2, pendanaannya dibiayai dari bagian anggaran
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melalui Dana
Dekonsentrasi.
(2). Besaran alokasi Dana Dekonsentrasi pada masing- masing daerah
provinsi/daerah istimewa sebagaimana DIPA Petikan masing-masing
Perangkat Daerah Provinsi.
(3). Dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dialokasikan untuk:
a. memfasilitasi pelaksanaan koordinasi perencanaan, monitoring dan
evaluasi, pendataan, dan keuangan;
b. memfasilitasi Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan daerah
provinsi/daerah istimewa/kabupaten/kota;
c. memfasilitasi Operasional Pusat Layanan Usaha Terpadu daerah
provinsi/daerah istimewa/ kabupaten/kota;
d. memfasilitasi ruang promosi (display) di Gedung smesco INDONESIA;
e. memfasilitasi Satuan Tugas Pengawasan Koperasi; dan
f. pelaksanaan kegiatan lain yang dilakukan untuk menunjang
tercapainya fokus prioritas Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah.

Pasal 4

Anggaran Dekonsentrasi Kementerian Koperasi dan Usaha


Kecil dan Menengah tidak dapat digunakan untuk :
a. perjalanan dinas luar negeri, studi banding ke luar negeri, dan
pameran luar negeri;
b. perawatan bangunan kantor milik Pemerintah Daerah;
c. kegiatan yang menimbulkan aset dan dicatat dalam neraca
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; dan
d. lain-lain yang bersifat rutinitas kantor yang pembiayaannya
harus disediakan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

II - 371
Pasal 5

(1) Dalam menyelenggarakan rencana kegiatan dan anggaran sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), gubernur wajib:
a. melakukan sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah, dan menjamin terlaksananya kegiatan
Dekonsentrasi secara efektif dan efisien;
b. menyiapkan Perangkat Daerah Provinsi yang akan melaksanakan
program dan kegiatan Dekonsentrasi;
c. menjamin pelaksanaan kegiatan dan anggaran sesuai dengan
pedoman pelaksanaan yang disusun oleh Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah; dan
d. melakukan koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan, dan
pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan anggaran Dekonsentrasi pada masing- masing daerah
provinsi/daerah istimewa diselenggarakan oleh Perangkat Daerah Provinsi
yang membidangi Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Pasal 6

(1) Dalam pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dibentuk pejabat pengelola


keuangan di daerah yang meliputi:
a. kuasa pengguna anggaran
b. pejabat pembuat komitmen;
c. pejabat penanda tangan surat perintah membayar;dan
d. bendahara pengeluaran.
(2) Kuasa pengguna anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
ditetapkan oleh gubernur dengan keputusan gubernur.
(3) Kuasa pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
dan anggaran Dekonsentrasi.
(4) Pejabat yang dapat ditetapkan sebagai kuasa pengguna anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Kepala Perangkat Daerah
Provinsi.

Pasal 7

Gubernur dapat mendelegasikan penunjukan dan penetapan pejabat pembuat


komitmen, pejabat penanda tangan surat perintah membayar, dan bendahara
pengeluaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) kepada Kuasa
Pengguna Anggaran.

II - 372
Pasal 8

(1) Bendahara pengguna anggaran dan pejabat pembuat perikatan/komitmen


ditetapkan berdasarkan kompetensi dan kemampuan di bidangnya, dan
diutamakan yang mempunyai sertifikat di bidangnya.
(2) Penetapan kuasa pengguna anggaran, bendahara pengeluaran, dan
pejabat penanda tangan surat perintah membayar dilakukan sesuai
dengan persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang- undangan dengan memperhatikan aspek kemampuan,
kejujuran, pengabdian dan loyalitas.

Pasal 9

Sebelum melaksanakan pencairan anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran atau


Bendahara Pengguna Anggaran melakukan persiapan sebagai berikut:
a. mempelajari DIPA;
b. membuat petunjuk operasional kegiatan;
c. membuat surat keputusan penetapan para pelaksana anggaran;
d. membuat spesimen ke bank dan Kantor Pelayanan Pembendaharaan
Negara;
e. mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
f. menyiapkan buku kas umum, untuk membukukan transaksi baik
penerimaan dan pengeluaran bendahara pengguna anggaran;
g. menyiapkan buku pembantu pengawasan pelaksanaan mata anggaran
kegiatan
h. menyiapkan buku pembantu bank; dan
i. menyiapkan buku pembantu pajak

Pasal 10

(1) Penyusunan dan penelaahan DIPA/RKA-KL mengacu pada Peraturan


Menteri Keuangan yang mengatur tentang Petunjuk Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
(2) Penggantian Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat
Perikatan/Komitmen, Bendahara Pengeluaran, dan/atau Pejabat Penanda
Tangan Surat Perintah Membayar, hanya berlaku 1 (satu) Tahun Anggaran,
dan usul penggantian harus dilakukan dalam Tahun Anggaran berjalan,
dengan mengemukakan alasannya.

II - 373
Bagian Kedua
Perubahan Kegiatan dan Anggaran

Pasal 11

(1) Dalam hal Perangkat Daerah Provinsi akan melakukan perubahan atas
pelaksanaan kegiatan dan anggaran Dekonsentrasi harus mendapatkan
persetujuan dari Unit Eselon I/badan layanan umum terkait
(2) Perubahan dan/atau revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh Inspektorat Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Bagian Ketiga
Tertib Administrasi

Pasal 12

(1) Administrasi keuangan sebagai pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi di


daerah, dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan lainnya.
(2) Pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan anggaran
Dekonsentrasi diadministrasikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap
pengeluaran dana Dekonsentrasi, maka sisa anggaran lebih tersebut disetor
ke kas negara.
(4) Dalam menerapkan tertib administrasi pelaksanaan anggaran Dekonsentrasi
perlu dilaksanakan pembinaan yang berkesinambungan.

Bagian Keempat
Pelaporan

Pasal 13

(1) Kuasa pengguna anggaran bertanggung jawab kepada gubernur daerah


provinsi/daerah istimewa atas pelaksanaan dan realisasi anggaran
Dekonsentrasi.
(2) Kuasa pengguna anggaran wajib menyampaikan laporan kepada gubernur
daerah provinsi/daerah istimewa mengenai realisasi anggaran baik fisik
maupun keuangan kegiatan Dekonsentrasi dengan menerapkan Sistem
Akuntansi Pemerintah.
(3) Gubernur daerah provinsi/daerah istimewa atau yang ditunjuk/diberi
kewenangan sebagai kuasa pengguna anggaran wajib melaporkan
pelaksanaan kegiatan dan realisasi anggaran Dekonsentrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 secara periodik (bulanan, triwulan,
semester dan tahunan) kepada Menteri.
(4) Dengan menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintah, sebagai laporan
yang disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada:

II - 374
a. Menteri Keuangan C.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;
b. Menteri Dalam Negeri C.q Direktur Jenderal Pemerintahan Umum;
dan
c. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pasal 14

Apabila dianggap perlu dan berdasarkan pertimbangan khusus, Menteri dapat


menghentikan pencairan anggaran dan memberikan tanda bintang (blokir)
terhadap anggaran Dekonsentrasi di bidang Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah, terhadap daerah yang tidak melaksanakan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 15

(1) Menteri melalui Penanggung Jawab Program terkait, melakukan pembinaan


atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran Dekonsentrasi di bidang Koperasi
dan usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 16

(1) Menteri melakukan pengawasan fungsional sesuai dengan bidang


kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh unit yang melaksanakan fungsi pengawasan.
(3) Ruang lingkup pengawasan meliputi pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan kegiatan lain dalam rangka
mendukung peningkatan kinerja Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah serta ketaatan terhadap peraturan, keuangan, ekonomis, efisien
dan efektif.

II - 375
(4) Perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemantauan tindak lanjut hasil
pengawasan dilaksanakan oleh Inspektorat Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah.
(5) Laporan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal
Pemerintah dan Deputi terkait di lingkungan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah disampaikan kepada Menteri dengan
tembusan kepada gubernur.

BAB V KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2018

MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH


REPUBLIK INDONESIA,

Cap
&
Ttd

AAGN. PUSPAYOGA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Cap
&
Ttd

WIDODO EKATJAHJANA

II - 376
II - 377
II - 378
II - 379
II - 380
II - 381
II - 382
II - 383
II - 384
Ttd
&
Cap

II - 385
II - 386
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA

Jakarta 22 Januari 2019


Nomor : 33/Srt/Dep.6/1/2019
Lampiran :-
Perihal : Pengawasan Koperasi Oleh Satuan Tugas
(Satgas) Pengawas Koperasi TA. 2019

Kepada Yth.:
Sdr. Kepala Dinas Yang Membidangi Koperasi dan UMKM Provinsi/0. I.

di-

Seluruh Indonesia

Memperhatikan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
13 Tahun 2018 tanggal 21 Desember 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
dan Anggaran Dekonsentrasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Lampiran 1 huruf 5, yang mengatur Pelaksanaan Pengelolaan Dana Dekonsentrasi
Satuan Tugas Pengawasan Koperasi,
Maka dimohon kepada seluruh Dinas Yang Membidangi Koperasi dan UMKM Prov/D. I
untuk segera membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Pengawas Koperasi TA. 2019,
melalui Surat Keputusan Dinas Koperasi dan UMKM Prov/0.1 dengan memperhatikan
hal-hal sbb:

1) Satgas Pengawas Koperasi terdiri dari : (a) 1 Orang Pengarah: Kepala


Perangkat Daerah Yang Membidangi Koperasi dan UMKM Prov/0.1, (b). 1 Orang
Ketua: Kepala Bidang Yang Membidangi Pengawasan Koperasi di Tingkat Provinsi.01,
dan (c). 3 Orang Anggota: Perangkat Daerah Yang Menangani Pengawasan Koperasi
di setiap masing-masing Prov/Kab/Kota, dan menyampaikan Surat Keputusan (SK)
tersebut kepada Menteri Koperasi dan UKM cq. Deputi Bidang Pengawasan.
2) Pengarah/Ketua Satgas Pengawas Koperasi Provinsi/0.1 mengkoordinasikan seluruh
Anggota Satgas Pengawas Koperasi Prov/Kab/Kota, dengan menyusun jadwal
pelaksanaan pengawasan sebanyak 4(empat) koperasi, 4(empat) bulan, dan
menentukan salah satu ruang lingkup pengawasan koperasi, seperti: pengawasan
kepatuhan, pemeriksaan kelembagaan, pemeriksaan USP, penilaian kesehatan USP,
dan penerapan sanksi, sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran (RKA-) KIL yang telah
ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan
3) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan dan anggaran Pengawasan
Koperasi secara periodik (bulanan, triwulan, semester dan tahunan) kepada Menteri
Koperasi dan UKM cq. Deputi Bidang Pengawasan, terdiri dari: (a). Rekapitulasi Daftar
Hasil Pengawasan Koperasi, (b). Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)latau Laporan
Hasil Penilaian Kesehatan USP per Koperasi,dan (c). Laporan Realisasi Pelaksanaan
Anggaran Dekonsentrasi (Formulir 1- 4 terlampir).
4) Untuk memberikan hasil pembinaan dan pengawasan yang maksimal, Satgas
Pengawas Koperasi Provinsi/Kab/Kota mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan
bersama dengan para Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL), dan
Konsultan Pendamping Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) KUKM setempat yang
sudah ada.
II - 387
5) Satgas Pengawas Koperasi dihimbau agar turut serta menginformasikan kepada
pengurus/pengelola koperasi untuk mewaspadai berbagai tindakan yang dicurigai
akan merugikan kelompok masyarakat untuk kepentingan pribadi, berupa
penyalahgunaan koperasi melalui media online, apabila merugikan agar dilaporkan
kepada penegak hukum, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan
perUU yang berlaku.
6) Dalam rangka menindaklanjuti Nota Kesepahaman Bersama Kementerian Koperasi
dan UKM dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Nomor
11/KB/M.KUKMNlll/2016 dan No. 09/KPPU/NKNlll/2016 tentang Pelaksanaan
Pengawasan Kemitraan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, maka
disamping tugas pokoknya sebagai Tim Satgas Pengawas Koperasi, juga mendapat
tugas tambahan menjadi Tim Satgas Kemitraan.

Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasama yang baik diucapkan terimakasih.

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Ttd
&
Cap

SUPARNO, SE.MM
NIP. 19600412.198303.1001

Tembusan:
1. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
2. Para Deputi di Kementerian Koperasi dan UKM;
3. Pejabat Eselon II, Deputi Bidang Pengawasan.

II - 388
Lampiran 1

REKAPITULASI DAFTAR HASIL PENGAWASAN KOPERASI DINAS


KOPERASI DAN UMKM PROV/KAB/KOTA .... BULAN .....

NO. NAMA NO/TGL BADAN ALAMAT RUANG LINGKUP


KOPERASI HUKUM KOPERASI PENGAWASAN
1

Prov/Kab/Kota, ……………. Tahun 2019


Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Prov/Kab/Kota .

Nama : .
NIP : .

II - 389
Lampiran 2

RAHASIA
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
Nomor: …….. /LHP/Satgas/Bulan/Tahun

A. IDENTITAS KOPERASI
1. Nama Koperasi
2. Nomor Badan Hukum dan Tanggal
3. Alamat Kantor Koperasi
4. Nama Pengurus dan Pengawas
5. Telp/Fax/Email
6. Nomor Pokok Wajib Pajak Koperasi
7. Nomor Rekening Atas Nama Koperasi
8. Nomor lnduk Koperasi
B. DASARPELAKSANAAN
1. Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No .... tentang .....
2. Surat Keputusan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi ..... Nomor ..... tanggal .... tentang
Pembentukan Satuan Tugas Pengawas Koperasi Provinsi .... TA.
3. Surat Perintah Tugas Dinas (Prov/Kab/Kota), Nomor:, …...Tanggal
C. WAKTU PELAKSANAAN
Hari/Tanggal
D. PENGURUS KOPERASI YANG DITEMUI
1) Nama : ……….
Jabatan : ……….
No. Hp/Email : ……….
2) Nama : ……….
Jabatan : ……….
No. Hp/Email : ……….
3) dst ...
A.POKOK-POKOK TEMUAN TERKAIT KELEMAHAN KOPERASI
(yang diperoleh menggunakan acuan pilihan lembar/kertas kerja pengawasan koperasi)
1) .
2) .
KESIMPULAN I REKOMENDASI UNTUK PEMBINAAN
1) .
2) .
B. POKOK-POKOK TEMUAN TERKAIT PELANGGARAN KOPERASI
1) .
2) .
KESIMPULAN I REKOMENDASI UNTUK PEMBERIAN SANKSI
1) .
2) .
F. JADWAL PENYELESAIAN REKOMENDASI PERBAIKAN
Paling lambat :

Mengetahui,
Kepala Dinas Koperasi dan Anggota Satgas : Ttd,
UKM Provinsi/Kab/Kota Nama : ……….
Nama : ………. NIP : ……….
NIP : ………. Nama : ……….
NIP : ……….
Provinsi/01/Kab/Kota, tgl,bulan,thn

II - 390
Lampiran 3

RAHASIA
LAPORAN HASIL PENILAIAN KESEHATAN USP
Nomor : …… /Penkes/Satgas/Bulan/Tahun

A. IDENTITAS KOPERASI
9. Nama Koperasi
10. Nomor Sadan Hukum dan Tanggal
11. Alamat Kantor Koperasi
12. Nama Pengurus dan Pengawas
13. Telp/Fax/Email
14. Nomor Pokok Wajib Pajak Koperasi
15. Nomor Rekening Atas Nama Koperasi
16. Nomor lnduk Koperasi
B. DASAR PELAKSANAAN
4. Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No .... tentang .....
5. Surat Keputusan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi ..... Nomor.... tanggal ....
tentang Pembentukan Satuan Tugas Pengawas KoperasiProvinsi .... TA
6. Surat Perintah Tugas Dinas (Prov/Kab/Kota), Nomor : …. Tanggal …….
C. WAKTU PELAKSANAAN
Hari/Tanggal
D. PENGURUS KOPERASI YANG DITEMUI
1) Nama : ……….
Jabatan : ……….
No. Hp/Email : ……….
2) Nama : ……….
Jabatan : ……….
No. Hp/Email : ……….
3) dst …..
C. HASIL PENILAIAN KESEHATAN USP
1 ) Kategori :
Sehat!Cukup Sehat!Dalam Pengawasan/Dalam Pengawasan Khusus
2) Nilai
F. CATATAN HASIL PENILAIAN KESEHATAN USP
1) .
2) .

Mengetahui,
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi/Kab/Kota
Ttd,
Nama : ……….
NIP : ……….

Provinsi/DI/Kab/Kota. tgl,bulan,thn
Anggota Satgas :
Ttd,
1. Nama : ……….
NIP : ……….
2. Nama : ……….
NIP : ……….
3. Nama : ……….
NIP : ……….

II - 391
Lampiran 4

LAPORAN
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN DEKONSENTRASI SATGAS
PENGAWAS KOPERASI TA. 2019
BULAN ….. PROVINSI …..

KINERJA KETERANGAN
ANGGARAN KEGIATAN (JUMLAH KOPERASI) (Komponen anggaran
NO. yang tidak terealisasi)
REALISASI CAPAIAN
PLAFOND (%) TARGET (%)
1 Pengawasan
(Komponen Koperasi
oleh satgas anggaran
pengawas koperasi
yang tidak di daerah
terealisasi)

Jumlah …..

Prov, tgl, bin, thn


Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Prov/Kab/Kota
Nama : ……….
NIP : ……….

Pelaksana Dana Dekonsentrasi


Provinsi/D.I
Nama : ……………..
NIP : ……………..

II - 392
II - 393
STRUKTUR KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

STAFF Berdasarkan Peraturan Presiden


AHLI MENTERI Nomor 62 Tahun 2015 Tentang Struktur
Kementerian Koperasi dan UKM
Tanggal 18 Mei 2015

SEKRETARIS
1. Staff Ahli Bidang Ekonomi Makro KEMENTERIAN
2. Staff Ahli Bidang Produktifitas dan Daya Saing
3. Staff Ahli Bidang Kemitraan & Hubungan Antar Lembaga
INSPEKTUR

DEPUTI BIDANG DEPUTI BIDANG DEPUTI BIDANG DEPUTI BIDANG DEPUTI BIDANG DEPUTI BIDANG
KELEMBAGAAN PEMBIAYAAN PRODUKSI DAN RESTRUKTURISA PENGEMBANGA PENGAWASAN
KUKM PEMASARAN SI USAHA N SUMBER DAYA KOPERASI
MANUSIA

FUNGSI PEMBERDAYAAN

FUNGSI PELAKSANAAN / EKSEKUSI

III - 1
PERATURAN PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62 TAHUN 2015

TENTANG

KEMENTERIAN KOPERASI DAN


USAHA KECIL DAN MENENGAH

Deputi Bidang Pengawasan


mempunyai tugas :

Menyelenggarakan perumusan
kebijakan serta koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di
bidang :

1. Peningkatan kepatuhan peraturan


perundang-undangan
2. Pemeriksaan kelembagaan koperasi
3. Pemeriksaan usaha simpan pinjam
4. Penilaian kesehatan usaha simpan
pinjam, dsb
5. Penindakan / Penerapan Sanksi.

Penyelenggaraan Fungsi Deputi Bidang Pengawasan :

1. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-


undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan
pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam
2. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan
kepatuhan peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi,
pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan,
dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.
3. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang peningkatan kepatuhan
peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan
usaha simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.

III - 2
DEPUTI BIDANG
PENGAWASAN

SEKRETARIS
DEPUTI BIDANG
PENGAWASAN

ASDEP PEMERIKSAAN ASDEP PEMERIKSAAN USAHA ASDEP PENILAIAN KESEHATAN


ASDEP KEPATUHAN SIMPAN PINJAM USAHA SIMPAN PINJAM ASDEP PENERAPAN SANKSI
KELEMBAGAAN

III - 3
ASDEP PEMERIKSAAN ASDEP PEMERIKSAAN USAHA ASDEP PENILAIAN KESEHATAN
ASDEP KEPATUHAN ASDEP PENERAPAN SANKSI
KELEMBAGAAN SIMPAN PINJAM USAHA SIMPAN PINJAM

Bidang Pemeriksaan Usaha Simpan


Bidang Kepatuhan Legal Bidang Pemeriksaan Organisasi Bidang Konvesional Bidang Penerapan Sanksi
Pinjam Konvesional

- Sub Bid Penerapan Peraturan dan - Sub Bid Pemeriksaan Manaj - Sub Bid Pemeriksaan - Sub Bid Penilaian Kesehatan KSP - Sub Bid Penerapan Sanksi
Hukum Organisasi Penghimpunan Dana - Sub Bid Penilaian Kesehatan USP Administrasi
- Sub Eva Penerapan Peraturan dan - Sub Bid Pemeriksaan Org Usaha - Sub Bid Pemeriksaan Penyaluran Koperasi - Sub Bid Pelimpahan Perkara
Hukum Dana

Bidang Kepatuhan Usaha dan Bidang Pemeriksaan Usaha Simpan


Bidang Pemeriksaan Kinerja Bidang Syariah Bidang Pemantauan
Keuangan Pinjam Syariah

- Sub Bid Pemeriksaan Kinerja - Sub Bid Pemeriksaan - Sub Bid Penilaian Kes KSP Pola - Sub Bid Pemantauan Pelaksanaan
- Sub Bid Kepatuhan Usaha Kelembagaan Penghimpunan Dana Syariah Sanksi
- Sub Bid Kepatuhan Keu - Sub Bid Pemeriksaan Kinerja - Sub Bid Pemeriksaan Pembiayaan - Sub Bid Penilaian Kes USP Pola - Sub Bid Pemantauan Keputusan
Keuangan Syariah Hasil Pelimpahan

Bidang Pemeriksaan Laporan Bidang Pemeriksaan Laporan Bidang Tindak Lanjut Penilaian
Bidang Kepatuhan Transaksi Bidang Rehabilitasi
Keuangan Keuangan Simpan Pinjam Kesehatan

- Sub Bid Pencegahan Transaksi - Sub Bid Pemeriksaan Ex - Sub Bid Audit Financial - Sub Bid Pelaksanaan Rekomendasi - Sub Bid Rehabilitasi Kelembagaan
Mencurigakan - Sub Bid Pemeriksaan Int - Sub Bid Audit Khusus - Sub Bid Pemantauan Tindak - Sub Bid Rehabilitasi Usaha
- Sub Bid Pemeriksaan dan Lanjut Rekomendasi
Pelaporan

Kelompok Jabatan Fungsional

III - 4
PRINSIP – PRINSIP
PROGRAM PENGAWASAN KOPERASI

No Prinsip – Prinsip Pengawasan Koperasi


1 Ketersediaan Data
2 Pengawasan Secara Online
3 Sumber Daya Manusia Yang Kompeten
4 Dukungan Teknologi Informasi
5 Regulasi Yang Dijalankan Secara Tepat
6 Kriteria Sasaran Pengawasan
7 Insentif dan Disinsentif

III - 5
RUANG LINGKUP PENGAWASAN KOPERASI
PENERAPAN KEPATUHAN • Kepatuhan Legal
Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2015 Tentang

• Kepatuhan usaha dan keuaangan


• Kepatuhan transaksi

KELEMBAGAAN
PENGAWASAN KOPERASI

KOPERASI • Kelengkapan legalitas koperasi


• Kelengkapan organisasi koperasi

USAHA SIMPAN PINJAM • Penghimpunan dana


• Mengontrol keseimbangan dana
• Penyaluran dana

PENILAIAN KESEHATAN • Penilaian terhadap Aspek: Permodalan, Kualitas aktiva produktif,


USAHA SIMPAN PINJAM Manajemen, Efisiensi, Likuiditas; Jatidiri Koperasi; Pertumbuhaan
dan kemaandirian serta kepatuhan terhadap prinsip syariah untuk
usaha simpan pinjam pola syariah

• Sanksi administrasi: Pelimpahan perkara, Pemantauan


PENERAPAN SANKSI pelaksanaan sanksi
• Pemantauan keputusan hasil pelimpahan perkara, Rehabilitasi
kelembagaan, Rehabilitasi usaha

III - 6
JENIS PENG AW ASAN

1. Pengawasan Aktif dan Pasif;


a. Pengawasam Aktif dilakukan dengan pemeriksaan langsung terhadap Koperasi yang
berpotensi mempunyai masalah;
b. Pengawasan Pasif dilakukan dengan menganalisa laporan terhadap Koperasi yang sudah
berjalan baik;

2. Pengawasan Rutin dan Sewaktu-waktu;


a. Pengawasan Rutin dilakukan sesuai jadwal yang telah direncanakan;
b. Pengawasan Sewaktu-waktu dilakukan sesuai dengan kebutuhan;

3. Pengawasan bersifat Preventif dan Represif;


a. Pengawasan Preventif dilakukan dengan tujuan pembinaan dan pencegahan;
b. Pengawasan Represif dilakukan dengan tujuan mencegah meluasnya permasalahan;

III - 7
H ASIL PENG AW ASAN

1. Rekomendasi dan Pembinaan Lebih Lanjut;

2. Apabila laporan hasil pengawasan tidak bisa diperbaiki,


koperasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa ;
a. Teguran tertulis paling sedikit dua kali;
b. Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai pengurus atau
pengawas koperasi;
c. Pencabutan izin usaha simpan pinjam, izin usaha lainnya dan
atau
d. Pembubaran koperasi oleh Menteri;

3. Apabila terdapat indikasi tindak pidana, Menteri berkoordinasi


dengan aparat penegak hukum;

III - 8
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH BIDANG KUKM
UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

DAERAH
SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI
KABUPATEN / KOTA
Badan Hukum a. Pengesahan akta Pendirian,
Koperasi anggaran dasar koperasi, dan
pembubaran koperasi

b. Pengumuman badan hukum


koperasi di Berita Negara Republik
Indonesia
Izin Usaha a. Penerbitan izin usaha simpan a. Penerbitan izin usaha simpan a. Penerbitan izin usaha simpan
Simpan Pinjam untuk koperasi dengan wilayah untuk koperasi dengan wilayah untuk koperasi dengan wilayah
keanggotaan lintas Daerah keanggotaan lintas Daerah keanggotaan dalam Daerah
Provinsi Kabupaten / kota dalam 1 (satu) kabupaten / kota
Daerah Provinsi

b. Penerbitan izin pembukaan kantor b. Penerbitan izin pembukaan kantor b. Penerbitan izin pembukaan kantor
cabang, cabang pembantu dan cabang, cabang pembantu dan cabang, cabang pembantu dan
kantor kas koperasi simpan pinjam kantor kas koperasi simpan kantor kas koperasi simpan pinjam
untuk koperasi dengan wilayah pinjam untuk koperasi dengan untuk koperasi dengan wilayah
keanggotaan lintas Daerah wilayah keanggotaan lintas keanggotaan dalam Daerah
Provinsi. Daerah Kabupaten / Kota dalam 1 kabupaten / kota
(satu) Daerah Provinsi.

Pengawasan a. Pemeriksaan dan pengawasan a. Pemeriksaan dan pengawasan a. Pemeriksaan dan pengawasan
dan koperasi yang wilayah koperasi yang wilayah koperasi yang wilayah
pemeriksaan keanggotaannya lintas Daerah keanggotaannya lintas Daerah keanggotaannya dalam Daerah
Provinsi Kabupaten / Kota dalam 1 (satu) Kabupaten / Kota
Daerah Provinsi

III - 9
SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN / KOTA

b. Pemeriksaan dan Pengawasan b. Pemeriksaan dan pengawasan b. Pemeriksaan dan pengawasan


Koperasi simpan pinjam/ unit koperasi simpan pinjam / unit koperasi simpan pinjam / unit
simpan pinjam koperasi yang simpan pinjam koperasi yang simpan pinjam koperasi yang
wilayah keanggotaannya lintas wilayah keanggotaannya lintas wilayah keanggotaannya dalam
Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/ kota dalam 1 Daerah Kabupaten/ kota
(satu) Daerah provinsi

Penilaian Penilaian kesehatan koperasi simpan Penilaian kesehatan koperasi simpan Penialaian kesehatan koperasi
Kesehatan KSP pinjam / unit simpan pinjam koperasi pinjam / unit simpan pinjam koperasi simpan pinjam / unit simpan pinjam
/ USP Koperasi yang wilayah keanggotaannya lintas yang wilayah keanggotaannya lintas koperasi yang wilayah
Daerah Provinsi Daerah Kabupaten / Kota dalam 1 keanggotaannya dalam Daerah
(satu) Daerah Provinsi Kabupaten / Kota

Pendidikan dan Pendidikan dan latihan perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian
Latihan bagi koperasi yang wilayah bagi koperasi yang wilayah bagi koperasi yang wilayah
Perkoperasian keanggotaannya lintas Daerah keanggotaannya lintas Daerah keanggotaannya dalam Daerah
Provinsi Kabupaten / Kota dalam 1 (satu) Kabupaten / Kota
Daerah Provinsi

III - 10

Anda mungkin juga menyukai