Pujangga Gembel
SEBUAH ANTOLOGI PUISI
DONGENG TERCABIK
Icard Nurjantan ©
Cover Paint By: Dedi Kyuk
*ICARD NURJANTAN
POTRET DIRI
Jiwaku meranggas terseok angin putting beliung terenyuh sang biduan hati
Bilik bambu terpesan adneralin terasa sesak
Air pekak tertanam semerbak gaun muda
Otak ambyar tertata
Atap megah ke kerajaan perawan
Rambut lusuh teringat akan panglima perkasa
Jantung berpacu balada pupus
Bait galuh beraksara jawa
Sebutir pekerjaan senja menunggu terjemahan tabiat merah putih—tungku dengan arang hitam
Secarik ijasah sulit meraih buku catatan yang berpacu pada photo hitam putih
Sehelai kemeja pemuas hasrat mundur cepat
Kartu nama dalam ceruk buruk
Tanjung Duren 12/07/04. 12.45
1
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
……seorang yang bersih kukuh dalam ransum keindahan dan siapapun kau
.aku malu
Ciputat 3.19 sore/25/04/04
SIMPANGAN PABRIK UBIN
KEBUMEN MENANGIS
JERUJI MALU
Gersang jiwaku terbalut keinginan sosial
Baki hijau terselubung fakta—terhenyak kekalutan hati
Keindahan terpasung oleh keranda aral
Geram bergemeretak selaksa belati
Pagi datang semesta beranjak menanggalkan mentari usang
Siang benderang kalut mengayuh segala kepeningan awan jingga
Malam gemerlap malu bersindir dalam kemegahan lampu-lampu bohlam warna-warni
Fatamorgana dalam ransum cerai-berai
Metamorfosis dalam dawai kepenatan
Jeruji malu mencerap dalam kasak-kusuk air tawar
Ikan bertamasya ke ruang kehidupan yang kosong
Sudah saatnya menuai kebebasan dalam belenggu kehidupan
Telah tiba untuk mengganyang iblis laknat yang membuat penjara interaksi
Mahluk yang terpasung dalam jeruji malu dialah mahluk berkerah
Hewan yang tertambat dalam penjara interaksi dialah raja laknat
Ciputat 01/07/04
6
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
Secuil asap berhuyung-huyung meleleh dari hidung pekak berserak kerontang ke pelbagai ruangan
Tubuh gontai mengepang ransum kretek
Hari ini tinggal dua batang pemacu inspirasi melek
Mata terancap merecap karena disodomi terlalu kerap
Di sudut ruangan dekat dapur umum rumah sakit, tergolek perjaka yang katanya miskin hasrat
Seraya luruh ke bangku yang terbujur kaku menggeliat basah
Selama ini ontologi yang diagungkan absurd, anomali, dan melangit
Antipati, antigone, anti diskriminasi dan onta-anti berseloroh di menara gading
Horison dalam erata ontologi bergerigi obeng, palu, stetoskop, alat-alat rumah sakit dan perkakas cleaning servis berpacu dalam rutinitas pekerjaan
mumpuni
Kesan-pesan putih wara-wiri dari lantai satu ke lantai enam
Rumah sakit bercat krem tersandung wacana kritis
.Pengobatan gratis—sutris—tiris, tapi laris dan mumpuni
RSPAD, 21/05/04. jam 02.06 pagi
UNTUK KEKASIHKU
Biru tak lagi sendu—nila tak sebegitu gila
Merah tak lagi parah—hitam tak lagi kelam
Hijau tak lagi silau—jingga tak seteguh belangga
Kuning tak lagi pening—putih tak lagi bersih
Hidup terkais suatu keindahan
Warna-warni menggeliat dibelai suatu keinginan
Hiruplah udara bersih yang menjadi suatu tambatan nasib
Kuatlah setegar batu, lemah—lembut layaknya kupu-kupu, berontaklah sekuat macan. hidup bukan untuk diperkosa hak-haknya, hidup adalah suatu
kausalitas naluri yang bergejolak sesuai dengan apa kata hati nurani
Kemenangan yang diraih adalah suatu kelenturan nurani
Kau wanita tegar, kuat, lembut, bergejolak
Kau wanita dan aku adalah pria,- wanita yang berhasrat putih melewati suatu kehidupan sementara pria yang tersumbat kepekaan hendak dibelai
oleh sang wanita
Meronta dan tetapkan dan hancurkan sang pembuang di persimpangan dalam luka yang tercecer
Menggeliatlah resah dalam kepekaan
Antara dua segi kau dapat mengerti begitu indahnya kasih sayang
Berselimutlah dengan senandung kehidupan
Tersenyumlah, tersenyumlah sayang. Usah kau ragu tentang arti hidup ini
TANJUNG DUREN 03 AGUSTUS 04. JAM 12.31 MALAM
10
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
Semua,- termasuk aku adalah pasir di kolam renang,- dikelilingi wanita lajang edan
pagi 23.07.03/2.56
11
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
Batu kali, semen, pasir dan beton seakan menjadi raja yang diktatoris
malam 4.6.03/9.25
12
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
URBAN CRICKET
Sought the blue phenomenon my mind said that’s sufferin’ from the new life
And I’ve been just waking up from my traveling around the bed and the pillow
th
15 10.03/3.58 am
I’m confuse a bout the area which is condemned for right of way by the government
13
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
Like Anthony who had trie’ lookin’ for the soul of Cleopatra
’Or, old lady and old man who’d been taking grand for their children in eterna
Like Adam and Eve who had been life in this apple so ultra
- ,The life is something could be demand by the docile of life, passion, sex, and
The life is gathering the deepest at sea–collapse each other’s on the black money
- ,The life for everyone who’s feelin’ happy in the forbidding way of the hell and
The life is so hard if somebody had felt cruelly–authority of black demon in valley
’All the time has been passed a way because we’re offscourin
For everyone who will be livin’ in the beautiful way of the earth
th th
?Life without meaning which is always bring the 6 and 7 –is that am I
th
Ciputat October 11 , 2002. 10.02 PM
15
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
HOPLESS ROMANCE
Tis I doth not even know here, I my self want to embrace closely‘
th
AM, May 7 2003 2.30
16
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
That the God hath been passed a way from his own palace of Arrasy–shook
If thou art who includin’ in at hand; wilt be loosin’ the rein of the god for good
The God shalt be never loosin’ power, - shalt never be docile by human
So crime so treat
The consciousness with the amazing touch under the breeze of death match
And the angels who had been following the rein of God
Or the fairness reality of the point of look like utterance inside the world
18
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
The world had been crowded of the people who are living here heavily
But the norms and the rain cats and dogs make all that became sin
Tis true that just only the wind knew all a bout reality ‘
The question is, - why we can not sit back with the reality
And the god who really know between the heaven and inferno or reign
Even the prophet had taught that religion was made for people in peace
Philosophers had been teaching that the philosophy is way to understand the life
I ask my self to the literature taught the reality of life, at my rent house
th
.AM. January 26 2003 4.56
19
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
The moon and the sun naked in holding edge of boring, friendship with the earth, which is interminable
They bring all reins the name of the human being and green
AMBIVALENSI ROMANSA
Dari kehijauan aku datang membawa untaian bunga yang menjuntai ke langit
Malaikat kematian yang meneriakkan yel-yel atas nama cinta dan kehidupan
Engkau telah terinfeksi, mengidap penyakit borok akut yang berwarna jingga
wahai selir-selirku ,…
Dan akulah seorang raja pandir yang selalu menjejali madu cinta
Sisi ruang waktu yang terpaut oleh sais dan roda kehidupan
Puisi ini kurilis kembali saat kuberada di KOPLIK seusai aku memikirkan apa arti kehidupan ini
Salahkah jika aku mengatakan bahwa itu ulah para politikus seniman
RENUNGAN MALAM
Aku mengamini itu semua sebagai seuatu refleksi keindahan yang terisolir
?Refleksi malam dalam aku termanggu di ruang kostku yang sesak dengan kehampaan. Mau kemana arah langkahku
ABSURD WORD
Lho gimana dengan hotel berbintang lima yang berselingkuh dengan aparat
Sebuah impian tentang keindahan absolut yang terampas oleh hasrat kelabu
Terngiang-ngiang oleh gadis berparas ayu yang dibungkus busana merah jambu
Lelaki malang saat ini cuma bisa pasrah dengan dentuman waktu yang malas berdetak
BALAI PENGOBATAN
Katanya dokter itu malaikat jibril malah terkesan sebagai pengejewantahan Tuhan yang riil
?…KARENA KAU
Kau, kalian semua adalah jiwa yang mendesah – lagi riang oleh sepatu kepastian
?..……Siapa aku
MALAM KELAM
MANUSIA SARAF
Kau seakan tak pernah lelah untuk berinteraksi dengan wajah duniawi
Apakah dengan warna kita bisa memacu kemilaunya sang amor yang lelah tuk berludah
Orang gila dan sang dewi yang masduk akan gamblangnya sang katak berwarna hitam
TEMPAT KACAU
Jadi gimana aku,…? Aku adalah mahluk lemah yang Cuma bisa menjadi kenek
32
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
AMORAL
Dan tiap hari juga hasratku terbendung oleh wanita yang kucintai
ALEGORI BIRU
Saksi bisu seperti aku hanya bisa menikmati lewat layar kaca
pada,-Bumi menengadah ke atas dan berhenti tuk berotasi Layar tancap menjual mimpi, mengaiskan kehidupan yang maya
Tak ada lagi norma—agama, yang terpenting adalah status dan eksistensi legam
Tak ada lagi pengemis, pengamen, penyamun karena meraka hanya bisa menangis histeris
Tak ada lagi sapi yang membajak sawah, kuda yang mengangkut pedati karena meraka telah renta tuk bekerja
MALAM MERONA
Hitam rona malam terkais oleh gemiricik gerimis yang tak lelah tuk menangis
Seorang pujangga yang bermimpi menjadi seorang pangeran yang selalu dirundung oleh buih-buih kenikmatan
Seorang gadis yang memang ratu berkeluh kesah tentang kehidupan yang tertambat kasih sayang
WIB/18/02/04 12.28
35
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
PERSELINGKUHAN MALAM
Aku yang berteman sendu terbalut oleh asa yang terjumput oleh kepekaan
Kodok bethloven yang bersuara tenor seakan tak lelah tuk bersenandung
Rokok dan pena usang tak lelah tuk berpijak dari sandaran—tereliminir oleh sebuah inspirasi tentang seorang pujangga gembel yang berpagut kasih
KEINDAHAN ABSOLUT
Telah sewindu sang pujangga gembel yang bertemankan kesepian yang mendasar sepi, luluh oleh haru birunya ranting-ranting yang patah
Saat ini sang pujangga kembali bergairah pada sekuntum bunga kehidupan
Kini sang pujangga yakin kebekuaan telah sirna dari roman kehidupan
Karena saat ini dia yakin bahwa sang khalik memberikan kehidupan yang pasti
UJUNG-UJUNGNYA BESI
Disorentasi, gardan, copel dan asesoris yang menempel padanya terkait belati hitam
Tanpa seonggok besi yang didaur, dilebur dan ditambur takkan mungkin ada itu semua
Dan tak lupa becak, sepeda ontel menjadi saksi jaman yang katanya preman
Ban plagiator bibirnya jontor karena sok diktator pada motor orator
Aku bagai pentil yang disentil oleh cewek-cewek centil yang jail
?Yah sudah kalau begitu bagaimana televisi yang bermuka dua, handphone yang tuli dan komputer yang sliwer
Mereka semua kecuali peluru, mesiu, rudal, granat, bom atom ujung-ujungnya besi
WANITA
Kalau saja aku bukan aku yang lugu sudah kulumat jemarimu dalam erangan duniawi
Kalau saja kau bukan kekasihku lebih baik kupergi ke mbah dukun untuk mengadu atau ke laut saja mendingan
Kalau saja kau bukan pacarku sudah kutampar kau dengan celoteh berbisa
Sayangnya pagutan dan erangan adalah sulaman dari esensi Adam dan Hawa karena intervensi iblis laknat
Wajah yang selalu tegar termakan usia yang seolah tak lelah tuk merengek
Tak pernah menuai emas dalam pundi dan saku bajunya yang lusuh
Aku hanya bisa mencacinya, menelantarkan dan selalu membuat kalbunya menangis
Apakah itu disebut ayah, bapak atau papa yang selalu tegar diterpa badai
pernik ketamakannya Karena ayah aku bisa menuai bangku sekolah yang kolot dengan pernik-
pendidikan Dan karena ayah pula aku bisa menghujam esensi kehidupan melalui
ketentraman Aku bersyukur kepada wajah tua renta yang seakan tak lelah tuk memberikan
bagaimana harus bersikap tanpa tahu bagaimana harus bersikap secara Aku yang tak tahu diri ini hanya bisa berceloteh kepada sesosok wajah itu
manusiawi
Aku yang tak tahu terimakasih ini hanya bisa menorehkan tinta hitam dan terus menerus berkasak kusuk
Dasar memang aku tak tahu diri atau tak tahu balas budi
Tapi coba lihat apa yang diperbuat anak-anak laknat termasuk aku hanya bisa memikirkan pribadi
reot Guratan wajah yang terkesan telah memudar dan otot-otot yang beringsut
.bukan lewat materi tetapi lewat esensi Terimakasih ayah semoga kau suatu saat dapat menerima ganjaran dariku
sore/07-04-03 18.31
Asa yang bosan tuk bergejolak seiring dengan sang pedagang yang menjajakan makanan
Wanita yang terselubung oleh ketajaman budi sang ayah dan ibu
Jakarta seakan menantiku dan sang sahabatku kutojaya seakan terus mengepul dan masinispun tak mau tuk mundur
Akan tetapi baru saja ada manusia slaptis yang menorehkan statemen tentang cinta, beranjak tuk menoleh
Akan tetapi dia tidak datang di saat aku kan menebar semua harapan
Selamat tinggal Inti, kasihmu begitu syahdu seolah hasrat kemilau yang menafikkan semuanya
Tepat saat ku berulang tahun 19 Juni1999 saat aku dikereta, aku tak tahu jam berapa tepatnya
Anak dara dalam titik kulminasi berotasi dalam pagutan kasih sayang
Dari jakarta yang berkutat lewat kurva dan asosiasinya kudatang tuk menepi
Inti, keluh kesah yang akut dan dimensi yang sepadan menantimu
inti seandainya saja aku bisa membalikkan tangan lewat kertas nasib tentunya kau akan menggeliat sadar
kebumen di dalam kesaksian jawir, tato dan sekelumit kawan renta seolah menunggu ku tuk berdongeng tentang bagaimana harus berseteru dengan
kasih
juli 1999, saat ku naiki sang kereta malam yang seolah menunggu dengan gamang 4
42
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
sebab antara sebuah keindahan disitulah kau akan menemukan sang pelindung
selamat tinggal sayang, semoga kau bisa mengerti akan arti hidupmu
44
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
Teori dan substansi bermain dengan para filusuf, sastrawan, novelis, dan para pakar seolah gamblang tersiar
Cover dan bab-bab yang terjerembab seolah lusuh dan hendak tuk berreinkarnasi
Footnotes dan karya penulis menggeliat hendak ditelan oleh otak yang buyar
Kutu-kutu busuk hendak mual karena buku itu telah termakan usia
Sementara stensil yang jahanam seolah terpesona oleh kelihaian para aktris dan aktor
Dan kutu-kutu busuk maling berpaling ke stensil itu dan menggerayangi buku yang malang
Halaman, bab dan ilustrasi itu hanya bisa menjerit karena diperkosa dan disodomi
Sampai akhirnya sang kutu busuk menganyang sang artis dalam buku itu
Sebuah estetika-etika yang hendak ditawarkan dan itu adalah sebuah nilai jual
Totaliter Cinta
Mengapa sulit menyepadankan persepsi? Mengapa ada saja yang hendak melunturkan idealisme cinta kita?ataukah memang inilah
Aku biru ketika harus menyelami alam materialisme karena aku hitam memandang dunia, walaupun terkadang aku sulit memilih
warna hitam terang dan gelap tetapi hitam takkan pernah bisa dirubah oleh warna lain karena sifat dasarnya. Aku tak mau engkau
Dunia akan terihat sinkron ketika disambangi warna gelap dan terang walaupun terkadang bertabrakan tapi mereka menampilkan jati
dirinya
Aku ingin menjadi gula dan kau airnya dimana takkan merubah sifat dasarmu. Aku yakin sifat dasarku itu akan timbul kembali—hitam
dimana tiada yang tak bisa ada yang memisahkan kita berdua kecuali Tuhan dan aku mencintaimu totaliter melalui ikatan pernikahan
Hari Minggu cerah, hari itu biasanya orang-orang bertamasya bersama kekasih pujaannya bagi mereka yang sedang kasmaran atau bersama
keluarga bersantai ria di rumah—mungkin saja mereka pergi ke tempat hiburan atau melakukan hal lain yang menyenangkan, tidak terkecuali si
.Naufal mahasiwa semester VI sastra Prancis yang nampak bergegas dari kostannya yang kumuh menuju ke suatu tempat kencannya
Di saku kemejanya yang lusuh tergolek uang rincingan yang tidak sempat ia hitung terlebih dahulu. Dia menunggu bus jurusan Ciputat—
Pulogadung di halte sebelah rumah makan padang sambil sesekali memandangi jalan legam yang tak bertrotoar, tak lama kemudian bus itu tiba dan
ia bergegas tuk naik, tak lama kemudian kenek yang biasa melakukan pekerjaan rutinitasnya meminta ongkos dan dengan terpaksa dia merogoh
uang recehan tersebut untuk membayar ongkos angkot tersebut yang nampak lengang dari penumpang. Sambil berfikir panjang diambil rokok di
tasnya yang kumal, dibakarnya dan dihisap dengan napas panjang, tumben pagi tadi dia beli rokok ketengan di warung Mpok Ati, biasanya dia
.ngebon disana, kalau saja dihitung hutangnya di warung Mpok Ati mungkin dia tidak mampu untuk membayarnya
Naufal nampak tenang dan berharap banyak agar nantinya setelah dia sampai di tempat yang dipujanya akan bisa membaca beberapa teori dan kritik
sastra di toko buku, maklumlah dia tak mampu tuk membelinya, membayar uang kost saja sudah sulit apalagi membeli buku original, haruslah dia
pintar-pintar menyematkan keindahan akademis dengan cara seperti ini. Kalaulah belajar dia biasanya menghabiskan waktu berjam-jam di
perpustakaan—karena memang kawan-kawan sekelasnya menyebutnya macan perpustakaan, faktanya dia jarang keluar kost. Kesehariannya
dihabiskan hanya untuk berkencan dengan buku—kalau baru dapat kiriman dari orang tuanya di kampung dia tidak segan-segan tuk mengkopi
buku milik dosennya yang biasanya disambanginya—terkadang dia terpaksa tidak makan dua hari demi untuk memfotokopi buku idolanya, begitu
gilanya ia studi dan keranjingan buku sampai ia lupa menyisihkan untuk uang kost atau bahkan sampai lupa pula tuk berkencan dengan lawan jenis
Diantara gedung-gedung yang menjuntai ke arah faktuil tersiar suatu ilmu absolut disitulah tertambat Berbagi kemapanan yang terinspirasi oleh
.keinginan hatinya, komik, novel, buku-buku, jurnal dan berbagai pernik-pernik informasi baru seolah menggeliat hendak tuk ditelan
Tak jauh dari gedung itu, dia turun di halte kemudian dengan garangnya ia melangkah ke mall, sudah jam 3 lewat seperempat dia menoleh ke toko
jam, dia memperhatikan wanita-wanita belia lajang yang mempertontonkan bokong montok nya dan udelnya yang sember dan dandanan yang
menor menandakan suatu kemapanan dari luar. Dia berfikir inilah dunia dan budaya pop yang merajai Jakarta—maklumlah saat ini sedang in
dengan hip style, kalaulah ditilik memang tidaklah seperti wanita di kampungnya yang kuno dan lugu yang biasanya memakai kerudung atau
.kebaya
Kalaulah dihitung-hitung diantara para pengunjung mall tersebut mungkin dialah salah satu manusia asing yang terisolasi di tempat itu, tetapi
dengan berbekal keyakinan akan menemukan keindahan yang bisa direguknya, dia tidak menghiraukan manusia kaleng itu. Sesampainya di dalam,
nampak sekuriti menolehnya dan tampak memperhatikannya maklumlah baru beberapa pengunjung yang sepertinya yang diusir dari tempat itu,
47
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
sambil begumam dalam hati mungkinkah ia diusir dari tempat itu—ia masuk menuju ekskalator yang memang tepat dimuka ada meja sang sekuriti,
memang sudah menjadi alasan keamanan publik—tas pengunjung di periksa satu persatu. Dan dengan napas lega dia dapat melewati rintangan itu.
Mungkin sekuriti melihatnya nyentrik seperti anak band yang nyeleneh dengan rambut gondrong kusut bukan karena digimbal tetapi memang
.jarang sampoan, dilengannya tersempal tas rajut kumal khas Jogja yang memberi kesan kumuh yang tertempel di badannya
Tepatnya di sebuah toko buku tenar dia masuk kemudian menitipkan tasnya dan langsung menuju ke rak buku sastra dan filsafat yang memang
jarang disentuh calon pembeli—disana dapat ia lihat bangunan buku tergolek bangga dan siapapun yang membaca apalagi membelinya akan terkena
mengidap over minded, ia mengamati satu persatu buku sastra dan tampaknya buku yang ia cari memang tidak ada. Dengan muka masam dia
beralih menuju rak berikutnya dan disana juga dia tidak menemukan buku idamannya. “sial benar aku hari ini”. Tanpa sengaja dia berpapasan
dengan seorang wanita yang tidak lain adalah Lia teman sekelasnya. “Pang kamu cari buku apa?”. “Aku cari buku Agulhon, Maurice: “La Seconde
République, 1848-1852“, in: Histoire de la France sama Derrida and Deconstruction”. “Oh nggak mungkin buku itu ada di sini itu khan buku lama,
kalau mau cari buku itu ke toko buku di sebelah gedung ini saja. Dijamin buku-buku yang sejenisnya ada disana, oh ya ngomong-ngomong aku mau
ke Mac Dee perutku udah keroncongan nih, kamu mau ikut?” kata Lia seraya pamitan tuk pergi. “oh ya terimakasih, aku mau langsung aja ke sana”.
.jangankan untuk ke Mc Donald tuk makan siang, untuk ongkos pulang saja sudah pas-pasan, jentera kata yang terkais di kalbunya yang tiris
Dia berjalan ke luar mall, dan langsung menuju ke tempat yang diceritakan oleh Lia. Sesampainya disana dia menitipkan tasnya di tempat penitipan
barang, ketika dia masuk ke dalamnya, “kalaulah aku mapan sudah kutelanjangi buku ini dan kuperkosa isinya” dia bergumam di dalam hati. Dan
beberpa pasang mata tertuju padanya mulai dari pengunjung sampai cashier menggeliat dan membelalakan matanya melihat Naufal yang masuk ke
tempat tersebut. Ketika ia menemukan tempat yang pas untuk melihat-lihat tibalah kini buku-buku yang ia inginkan, walaupun terkesan mahal akan
tetapi yang terpenting adalah dia dapat menelannya mentah-mentah dan yang pasti dia akan mencari tempat yang strategis untuk membacanya.
Tampak dua orang pekerja counter memperhatikannya dari kejauhan. Dan tak lama keduanya menginterogasi Naufal agar pergi dari tempat itu.
Alangkah bodohnya sang algojo yang hanya tahu mengais keindahan lewat kerjanya yang sembrono yang dengan terpaksa mengusir Naufal karena
mengidap penyakit bacaan atau memang dikarenakan Naufal tidak mampu untuk membelinya. Patung-patung berdiri tegar dan siapapun anda,
Tetapi alangkah bangsatnya sang algojo itu yang hanya tahu mengais keuntungan. Lebih baik menjadi macan perpustakaan daripada menuju tempat
itu, kalau saja algojo berbudi tentu hasilnya akan menggembirakan.Tetapi toko buku tamak bergejolak karena melonjak harganya, Naufal
Meraih kepintaran itu sulit, butuh ransum kepekaan dan materialisme kemapanan. Profesor, businessman, anak-anak lajang kaya raya akan mudah
Sementara Naufal yang menjadi mahluk gembel akan terusir dari peradaban dan tak akan merecap keindahan buku itu. Memang toko buku elit,
yang datang adalah mahluk elit, bukan mahluk sembelit apalagi sulit. Toko buku tamak adalah diperuntukkan untuk mereka yang berdasi bukan
.mereka yang berbusana compang-camping, Kalau Naufal berfikir tenyata memang selalu ada distorsi dan kelas hitam—putih untuk datang ke sana
CERPEN INI ADALAH SECERCAH KEHIDUPAN PENULIS—SYAIR YANG BERJUDUL TOKO BUKU TAMAK
BAYI-BAYI JALANAN
Siang pekat bergelimangkan kepenatan diantara secercah kendaraan yang berlalu lalang menambah kesan hitam legamnya siang yang terbakar
mentari yang sangar, kondektur yang berkoar menandakan suatu kausalitas dalam kebiasaan yang tak lagi geram, jurusan Bekasi—grogol, Batusari
—Tanah Abang, Senen—Cimone dan jurusan lain yang tak henti-henti berlalu lalang, di jembatan penyebrangan yang terbentang diantara Walikota
Nampak calon penumpang sedang menunggu bus pujaannya yang nampak renta tuk ditumpangi, di sebelah halte dekat tukang otak-otak, nampak
seorang lelaki kecil yang terlihat sempoyongan berjalan semesta alam seolah hendak menanggalkan etika yang ada di sekelilingnya. Dia seperti itu
bukan karena dia terlalu banyak minum-minuman keras apalagi nyabu, pakao ganjo nak gayo, atau mengganyang bir merek kucing buduk, tetapi
memang kondisi fisik yang membuatnya demikian. Kausalitas nurani, efektifitas dan jentera pekerjaan utama yang biasa digelutinya yakni
mengemis dan siapapun anda akan terkesima—terlihat syahdu bahkan tidak mungkin akan merogoh uang rincingan yang ada di saku tuk diberikan
semua padanya. Sebut saja Udin yang tidak lain dan tidak bukan adalah remaja salewang atau orang sering menyebutnya IQ jongkok, memang
kurang ajar kalau ada orang yang menyebutnya demikian, kalaulah ditilik mungkin yang menyebutnya begitu adalah orang yang super eror atau
mungkin lebih parah dari si Udin karena pada hakikatnya manusia diciptakan sempurna oleh tuhan, biarpun banyak cacat disana-sini tuhan telah
menciptakan manusia sebagai insan tersempurna diantara mahluk yang ada. Kalaulah Udin bisa seperti kita tentunya dia akan berdemonstrasi
dengan anda-anda di gedung MPR untuk menuntut makan gratis, pendidikan gratis atau prostitusi gratis—maaf salah maksudnya eksistensi gratis
seperti artis di mass media yang sering menjadi sorotan publik dengan lika-liku kehidupannya yang glamour atau akan mencibir kembali perkataan
yang telah terlempar dari mulut dermawan anda bahkan tidak mungkin akan mencibir Tuhan karena menciptakannya seperti itu. Sayangnya Udin
bukan seperti kita yang telah tua renta bercengkrama dengan kemasdukan keindahan pekerjaan dan material, dia terpaksa mengais rejeki dengan
menjadi pengemis karena suatu esensi kehidupan yakni bagaimana caranya bisa menghidupi adik-adik, bapak dan ibunya yang telah senja tuk
bekerja. Atau memang hanya Udinlah yang mampu mengais kalbu yang tiris dengan materi. Udin adalah salah satu potret keindahan yang terpedaya
oleh kameramen yang hendak menyuntingnya—menjadi survival aktor laksana Malaikat jibril di pagi hari yang memberikan rejeki bagi manusia
Tapi tidak demikian bagi parjo, bocah yang meninggalkan bapak–ibunya di kampung tuk berkelana mencari sesuap nasi di sebuah negeri
sumbangan renta karena ulah pamannya bangsat yang dengan sengaja mengusirnya hanya karena tak dapat membantu menghasilkan suatu
keindahan sesat berupa duit laknat, pamanya sebut saja Lik Parto adalah bandar besar narkoba yang ternyata menjadikannya sebagai kurir, begitu
pandirnya pamanya yang telah menjanjikan kepada kedua orangtuanya keindahaan abadi yakni jalur pendidikan yang tamak menggeliat resah. Tapi
apalah daya begitu dia datang dan bertandang ke Jakarta dia malah terlempar menjadi manusia slaptis yang hanya tau mengantar makanan pekat
50
TERIKAT KARAM DALAM LABIRIN
ANTOLOGI PUISI ICARD NURJANTAN
yang tak lain dan tak bukan adalah barang haram jadah. Sampai suatu hari ketika dia tanpa sengaja menjatuhkan barang tersebut ke selokan karena
Begitu pulang ke rumah dia langsung didamprat dan diinterogasi kemana juntrungannya barang haram tersebut. Dengan polos dia menjawab bahwa
barang tersebut telah jatuh ke selokan dan hancur lebur karena memang sangatlah keras motor bebek menghempaskan badan kerempengnya. Tanpa
berkata panjang pamannya langsung melayangkan tangannya besarnya ke arah pipi kanan parjo dan mengusir parjo. Terpaksa parjo meninggalkan
rumah pamannya dan menggeliat resah mencari suatu keindahan sesaat sampai dia terlempar menjadi pengamen jalanan dan menjelma menjadi
di saat siang benderang yang dikelilingi oleh kepulan asap kesedihan menyayat, mereka mencoba tuk menerjang penyakit jalanan
Bayi mengajarkan kepada kakek-nenek renta bagaimana harus bersikap manusiawi. Bayi jalanan dengan suara parau yang terkesan mencari sesuap
bubur ayam dengan melanglang buana ke sebuah negeri sumbangan. Sang pengasuh berbusana kerdil dengan copel dan gesper yang mengusung
suatu penjara, penjara kebangsatan dan memberikan popok kekalutan. Torehan keringat, daki kandas, kulit yang busik menjadi kesan bagi bayi
gurita tersebut, kakinya yang banyak dapat menerjang bus-bus dan angkot.Rincingan receh untuk mengais survival mereka, marka jalan hanya bisa
PENULIS TERINSPIRASI TUK MENULIS CERPEN INI KARENA MEMANG FAKTANYA DEMIKIAN. DAN CERPEN INI
I
card Nurjantan adalah bukan nama sebenarnya. Lahir di Jakarta, 19 Juni 1981. Pernah
ngeleseh selama 3 tahun di Jogja, penikmat dan pengamat seni. Pernah Bergiat di teater
Plonk STIBA Jakarta Internasional, dan tutor sastra pada Forum Lingkar Filsafat dan
Sastra KOPLIK Ciputat, bergiat di berbagai LSM. Pernah menjabat menjadi Ketua Senat
ABA YPKK-STBA Technocrat 2001-02 dan pernah pula menjabat sebagai pimpred
Communicado Press (sebuah wadah penulis muda). Aktif menulis di berbagai surat kabar
terkemuka di Jakarta dan daerah. saat ini mengajar terbang di Universitas Indonusa Esa
Unggul dan LP3I Karang Tengah. Saat ini sedang menulis sebuah kumpulan cerpen
(ujung-ujungnya besi)