Anda di halaman 1dari 25

PUISI NARATIF PUISI BALADA

Air Laut
Oleh: Rsd Hamama
Balada Orang-orang Tercinta Di tepi pantai yang ombaknya
Karya: W.S. Rendra
menepi bersama matahari
Kita bergantian menghirup asam hujan kuyup membasahi kerikil dan
Batuk dan lemas terceruk pasir
Marah dan terbaret-baret derai ombak menggeliat jago
Cinta membuat kita bertahan tak ada petir hanya angin bahari
dengan secuil redup harapan rindu menyisir

Kita berjalan terseok-seok rindu yang di larungkan pantai


Mengira lelah akan hilang menuju dermaga
di ujung terowongan yang terang lambat laun kian menerpa
Namun cinta tidak membawa kita gemuruh ombak dan jeritan ikan
memahami satu sama lain menyambut maghrib datang
air bahari seasin keringat
Kadang kita merasa beruntung berair kuyup diterpa hujan
Namun harusnya kita merenung
Akankah kita sampai di altar nyiur pohon kelapa
Dengan berlari terpatah-patah membelai bibir pantai yang dikulum
Mengapa cinta tak mengajari kita ombak
Untuk berhenti berpura-pura? deru kapal pencari ikan
Kita meleleh dan tergerus pulang ke sarang
Serut-serut sinar matahari
Sementara kita sudah lupa ini hari telah datang
rasanya mengalir bersama rindu perlahan menaiki kepala
kehidupan pohon
Melupakan hal-hal kecil angin ribut menghantam ombak
yang dulu termaafkan
ombakkah saya !
Mengapa kita saling yang melaju balada rindu
menyembunyikan menghantam karang dan beludru
Mengapa marah dengan keadaan? menghentakkan kaki-kaki kapal
Mengapa lari ketika sesuatu yang pulang membawa kenangan
membengkak jika dibiarkan?
Kita percaya pada cinta
Yang borok dan tak sederhana
Kita tertangkap jatuh terperangkap
Dalam balada orang-orang tercinta
Fajar Balada Perempuan-Perempuan Berarit
Oleh: -Ulianisa A Surya masih mengeriyip kedip
Guratan surya mencalang segan Caping tersemat di ubun-ubun
Jatik terikat kuat
dari peraduannya
Kokok jantan berkidung merdu Dengan telanjang kaki
Arit dalam genggaman kuat
bangunkan petang Menyusuri setapak becek yang remang
Hiruk pikuk tanpa kikuk melepas Langkah cepat-cepat keburu surya
menggarang
dahaga penatnya
Gelora hasrat sibakkan burit Dia tak sendiri
Lima sampai sepuluh perempuan macam
bangunkan fajar itu dihamparan emas yang berkilau
Tersepuh embun nan menyegarkan indera

Renyut jantung berdenyut-denyut Lekas-lekas tangan-tangan yang kurus dan


getarkan kehidupan hitam
Mulai menggenggam dan mengariti
sinar kirana berpendar menyentuh hamparan emas nan kemilau
kaki langit Surya merangkak nan malas namun
berarti
Anasir buana menyuruk jengah Berakibat melahirkan peluh-peluh di
sibakkan netra punggung
Yang berbalut kebaya tipis bak bengawan
Gelora asa kian berpendar jelmakan
Tak usahlah risaukan
gatra
Yang sekarang diutamakan
Segera rebut emas yang menguning
Raja siang tak lagi tersepuh hawa yang
Raksi puja kesuma kian semerbak
sejuk
nan bagus rupa
Raja siang terpelese ke barat
Tabir halimun kian tersibak Mencoba menampakkan wajah dengan
tampakkan senyapsenyap susah payah
Mendung-mendung tak mau menyingkir
Seringai anak adam mustaid Sedikit hembusan udara yang membelai
mereguk linang kehidupan Mengurangi derasnya aliran bengawan
Sekotah insan menyoja takzim pada Karena si raja siang sudah semakin
Pereka Cipta terpuruk
Lekas-lekaslah mereka harus
Tutur syukur adiwarna jenjam fajar merampungkan
Urusan emas ini, agar esok pagi
Dilaksanakannya hitungan pembagian
Balada Ibu yang dibunuh
Karya: W.S. Rendra

Ibu musang di lindung pohon tua


meliang
Bayinya dua ditinggal mati lakinya.

Bualan sabit terkait malam


memberita datangnya
Waktu makan bayi-bayinya mungil
sayang.
Matanya berkata pamitan,
bertolaklah ia
Dirasukinya dusun-dusun, semak-
semak, taruhan harian atas nyawa.

Burung kolik menyanyikan berita


panas dendam warga desa
Menggetari ujung bulu-bulunya tapi
dikibaskannya juga.

Membubung juga nyanyi kolik


sampai mati tiba-tiba
Oleh lengking pekik yang lebih
menggigitkan pucuk-pucuk daun
Tertangkap musang betina dibunuh
esok harinya.

Tiada pulang ia yang mesti rampas


rejeki hariannya
Ibu yang baik, matinya baik, pada
bangkainya gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan meraplah kolik
meratap juga
Dan bayi-bayinya bertanya akan
bunda pada angin tenggara
Lalu satu ketika di pohon tua
meliang
Matilah anak-anak musang, mati
dua-duanya.

Dan jalannya semua peristiwa


Tanpa dukungan satu dosa, tanpa.
PUISI NARATIF PUISI ROMANSA

Istikharah Cinta
Rintik Pagi
Aroma rindu dalam tanganku
Ada suara di antara dedaunan
Menengadah pasrah di ujung malam
Berduyun tak hingga air menghujam
Untuk mengetuk pintu-pintu langit
Membelah suara burung pagi
Dengan do'a dan airmata
Jadikannya bisu di sarang

Persaksianku dalam dekapan rindu


Menebus pagi mustahil sekarang
Menetapkan hati pada satu pilihan
Aku tak melihat awan mengizikan
Pada yang ku selalu sebut namanya
Bagaimana cahaya menerangi hati
Dengan harapan dan cinta
Sedang aku membenam dengan
rintiknya
Kekuatan cinta yang Allah titipkan
Akan ku kembalikan lagi padaNya
Ada satu masa di lain waktu
Melepas semua ke akuan ku
Ketika itu payung menjagamu basah
Meleburkannya pada sang pencipta
Samar samar tampak selendang biru
Lilitannya merdu dan menjuntai
Tak ada daya usaha seorang hamba
angin
Untuk menjadi dan memilih sesuatu
Hak adam untuk bergerak dan
Saat ini, rintik hujan memaksaku
memilih
kembali
Hak Allah penetap segala sesuatu
Pada rindu yang tak kuharapkan
Rasa yang tak seharusnya ada
Istikharah adalah penuntun jalan
Ah kenapa selalu saja begini
Penuntun dalam ketidakpastian
Hal yang sama di pagi yang sama
Seperti berjalan dalam lorong gelap
Saat bejana bejana menganga
Lentera mana yang kita pilih?
Berisi air hujan untuk ku teduh kan
Rindu dari Langit Kemana
Ada kabar dari langit tentangmu Memilih pergi dan menyerah
Kerlip bintang menyapa jauh Atau tetap disana dan menunggu
Bertanya rindukah engkau Memilih dia yang pasti
Kembali pada pelukkan hangat Atau dia yang tak pasti

Ada sebongkah rindu terkikis


Hidup memaksa untuk memilih
Seakan lupa dari mana ia
Sebuah jalan nan panjang
Luput redam tenggelam
Cabang-cabang yang tak hingga
Buai bintang dunia ia terlupa
Sekarang mungkin baik tapi esok?
Kalam langit yang tertulis
Pada lembaran rindu ia memanggil Belajar pada yang tak pasti
Kembalilah padaku Menggenapkan diri pada tekad
Dibawah naungan pengasih Belajar pada yang pasti
Menggenapkan pada janji
Ia tak jua bergeming
Adakah mungkin darah itu membiru Aku lemah
Membeku kaku dan mati Banyak memilih tanpa pasti
Hati yang telah mati
Aku lupa
Bahwa pilihan adalah janji
Sekali lagi ia memanggil
Kembalilah padaku wahai engkau
Ia takkan kecil tanpamu Meminang masa depan
Kau akan kecil tanpanya Namun tak bersua untuknya
Melambai masa lalu
Banyak kasih yang tak hingga Namun lupa untuk melangkah
Lupakah engkau?
Terus ku panggil engkau dalam
Izinkan hatimu lembut dan hidup
Ada Kala Rindu
Ada kala hati tak menerima
Saat rindu deru memanggil
Entah siapa ku panggil rindu
Pada dia yang masih abu-abu

Sampai beberapa waktu berlalu


Saat daun mengering dan jatuh
perlahan
Saat dingin mulai meraba tubuhku
Saat matahari mulai lelap

Barulah pikirku kembali sadar


Mengapa airmata tak pernah habis
Bahkan hingga darah menetes
mungkin
Seperti ada cubitan kecil disudut
hati

Tidak selalu aku begini


Mungkin dua tiga minggu lagi aku
kembali
Di tempat ini, tempat peraduanmu
Salam rindu
PUISI LIRIK PUISI ELEGI

MAAFKAN AKU TENTANG


Elegi Nelayan Tua PEPATAH ITU

Aku selalu tersadar


Lelaki tua itu tersengguk-sengguk di Pepatah yang kutinggalkan dalam sepi
emper gubuk Ternyata aku salah menilainya
Bulan layu rendah di langit Benar adanya,
Air mulai surut
dan terlena digerogoti mimpi Kata pepatah, setiap pertemuan ada
perpisahan
Keyakinanku terlalu lama bersandiwara
Sebentar lagi subuh tiba Hingga kuterbangun
Inikah impian penghabisan seorang Hanya tungkai mawar yang aku temukan
nelayan Kusam meninggalkan butiran debu
Kaki dan tangan kaku dibelasah encok Bergelayutan di atas papan tua
Dada seperti terbakar batuk batuk batuk
Air mata tak dapat kunasehati
Terlalu rindu mungkin ia padamu
Berteman dengan bulan dan air surut Lalu bagaimana untuk esok
air pasang Memikirkanmu berjalan sendiri di sana
Kokok ayam dan cicit murai Dengan langkah tanpa bayang yang mengisi
Menyambut pagi
Yang bukan lagi miliknya? Ku terlalu buruk tuk melihatnya
Lisan yang kini tiada daya sepeninggalmu
Telinga yang terpaku menunggu suaramu
Panorama masa lalu tergambar di layar Hadir memeluk lemahnya diri yang kosong ini
langit Yang tak berhenti mencemaskan namamu
dengan kail memancing ikan ikan ikan
sembilang tenggiri selar dingkis tamban
jahan
ikan ikan ikan
pancing bubu belat kelong jala jaring

Selamat tinggal?
Encok yang datang marilah kamu
Batuk yang masuk teruskan jalanmu
ikan-ikan masa lalu
ikan-ikanku besok

Dan pertarungan akan berlanjut


terus!

Karya : Idrus Tintin, Buku Waktu, 1990


ANAK KU Terperangkap raga
Karya : Y.E. Tatengkeng
Engkau datang menghintai hidup
Engkau datang menunjukkan muka Aku terperangkap dalam raga
Tapi sekejap matamu kau tutup, Terkunci dan terkurung rasa
Melihat terang anaknda tak suka. Membeku dan terdiam berselimut duka
Mulut kecil tiada kau buka, Ingin teriak terbungkap perih
Tangis teriakmu takkan diperdengarkan
Hilang dan tenggelam dalam tangis
Alamat hidup wartakan suka,
Kau diam, anakku, kami kau tinggalkan. Mentari merah bergelayut mesra
Hantui jiwa, penjarakan hasrat
Sedikitpun matamu tak mengerling,
Memandang ibumu sakit berguling Kini langkah kaki semakin berat
Air matamu tak bercucuran, Menopang dosa yang kian meningkat
Tinggalkan ibumu tak berpenghiburan.
Ingin lari dan menghilang
Kau diam, diam, kekasihku,
Tak kau katakan barang pesanan, Tertahan sepi dalam raga.
Akan penghibur duka di dadaku,
Kekasihku, anakku, mengapa kian? Tuhan,,,
Ingin ku berbincang denganmu..
Sebagai anak melalui sedikit, Tentang rasa dalam hati
Akan rumah kami berdua,
Yang dulu bisa ku tahan..
Tak anak tak insyaf sakit,
Yang diderita orang tua. Tapi kini kian menjadi
Membunuhku dalam sepi..
Tangan kecil lemah tergantung
Tak diangkat memeluk ibumu, Jika ini telah tersurat..
Menyapu dadanya, menyapu jantung, Jika ini telah diputuskan..
Liburkan hatinya, sayangkan ibumu.
Maka apalah daya manusia
Selekas anaknda datang,
Selekas anaknda pulang, Aku memilih mati..
Dari pada tersiksa seperti ini..
Tinggalkan ibu sakit terlintang,
Tinggalkan bapa sakit mengenang.

Selamat datang anaknda kami,


Selamat jalan kekasih hati.
Anak kami Tuhan berikan,
Anak kami Tuhan panggilkan,
Hati kami Tuhan hiburkan,
Nama Tuhan kami pujikan.
Elegi pagi
Aku menentang pagi
Mengukir kisah di birunya
langit tak bermentari
Diam dalam asa yang kian
mendesak
Desak mendesak sesakkan
dada dan pikiran

Langkah kaki pelan


menerjang
Menyingkap kabut yang
tebal menghadang
Kurentangkan tangan ini
Rasakan hembusan
dinginya angin dikala fajar

Kutatap jauh dasar lembah


Kulihat hamparan gedung
tinggi menantang
Kesanakan aku harus
melangkah
Atau terdiam disini
menananti senja

Ahhh,,,
Entah apa yang kan terjadi
nanti
Sekarang biarkan
kunikmati pagi ini
Bersama angin dan embun
memeluk jiwa
PUISI LIRIK PUISI SERENADA

Serenada Kelabu
PUISI SERENADA
(Karya W.S. Rendra)

Serenada Biru
(Karya W.S. Rendra)
Bagai daun yang melayang.
Alang-alang dan rumputan Bagai burung dalam angin.
bulan mabuk di atasnya. Bagai ikan dalam pusaran.
Alang-alang dan rumputan Ingin kudengar beritamu!
angin membawa bau rambutnya.

Ketika melewati kali


Mega putih terbayang gelakmu.
selalu berubah rupa.
Ketika melewati rumputan
Membayangkan rupa
yang datang derita. terbayang segala kenangan.
Awan lewat indah sekali.
Angin datang lembut sekali.
Ketika hujan datang
malamnya sudah tua: Gambar-gambar di rumah penuh
angin sangat garang arti.
dinginnya tak terkira. Pintu pun kubuka lebar-lebar.
Aku bangkit dari tidurku Ketika aku duduk makan
dan menatap langit kelabu. kuingin benar bersama dirimu.

Wahai, janganlah angin itu


menyingkap selimut kekasihku!
Serenada Hijau SERENADA MERAH PADAM
(Karya W.S. Rendra) Karya: WS. Rendra
Sekawan kucing
Kupacu kudaku berpasang-pasangan
mengeyong di kegelapan.
Kupacu kudaku menujumu Sekawan kucing
Bila bulan mengeyong dengan bising
menegur salam mengeyong dengan panas
di kegelapan.
dan syahdu malam
Manisku! Manisku!
Sekawan kucing
bergantung di dahan-dahan berpasang-pasang
saling menggosokkan tubuhnya
di kegelapan.
Menyusuri kali kenangan
Seekor kucing jantan
yang berkata tentang rindu menyapukan kumisnya yang keras
dan terdengar keluhan ke bulu perut betinanya.
dari batu yang terendam Maka yang betina berguling-guling
di atas debu tanah.
Menggeliat dan berguling-guling
Kupacu kudaku tak terang pandang matanya.
Kupacu kudaku menujumu Serta dari mulutnya
Dan kubayangkan keluar suara panjang,
kerna telah dilemahkan
sedang kautunggu daku seluruh urat badannya.
sambil kaujalin Manisku! Manisku!
rambutmu yang panang Dengarlah bunyi kucing
mengganas di kegelapan.
Seekor kucing jantan
menggeram dengan dalam
di leher betinanya.
Maka
selagi sang betina kecapaian
ia pun menyeringai
di kegelapan.
Serenada Merah Muda

terang itu sudah datang


baru saja pulang dari seberang
sementara engkau tetap tertegun
kepada malam yang kau kira agung

lihat saja bias berhias


mengkias ruas yang sulit dilepas
diantara panas mengecap puas
meski nafas nyaris terlepas

aku muak dengan kelabu..!!


aku bosan dihujani abu-abu..!!
tak bisakah diam, resapi lautan..??
yang satukan pelukan juga keluhan

tunjukkan saja arah yang mana..!!


agar bisa bersua jingga
dimana biru tak lagi menunggu
dan merah muda menjadi utuh
PUISI LIRIK PUISI ODE
Guru Tercinta Sosok berhati malaikat
oleh Greety Marbun
Ibu.. Ayah..
Dikeheningan malam yang gelap Terimakasih atas semua
kau beriku obor kehidupan pengorbananmu
Meski hanya bertahan satu malam Darimu, aku belajar banyak hal
Namun berguna untuk kehidupanku Sosok yang begitu tegar dan sabar
Dalam menghadapi lika-liku
kehidupan
Diteriknya panas siang hari
Hatimu bagaikan malaikat
Kau beriku keteduhan
Kasih sayangmu tak terbatas waktu
Meski hanya sekejap kurasa
Dalam setiap doa mu
Namun selalu ku rasakan dalam
Kau tak pernah sedikitpun
hidupku
melupakan kami
Bahkan disaat semua tertidur lelap
Jasa yang setiap kau lakukan Kau bermunajat pada sang ilahi
Tak ubahnya kasih sayang Agar putra-putrimu menjadi insan
Tak pernah mengharap balas islami
Karena kau pahlawan kehidupan Jasamu begitu besar kepada kami
Pengorbananmu begitu besar
Baru kusadari,, kepada kami
Betapa beratnya kau menjadi guru Hingaga kau rela banting tulang
Butuh waktu dan tenaga super Kau peras seluruh keringatmu
Karena muridmu kini sudah menjadi Bahkan sengatan matahari,
guru hantaman air hujan
Sepertimu… Menjadi sahabatmu
Namun hal itu tak sedikitpun
terima kasih atas didik dan mematahkan semangatmu
pengajarmu selama kami sekolah Kau tak pernah menghiraukan itu
jasamu selalu kami kenang seumur semua
hidup kami semua Kau tidak meminta imbalan
sedikitpun dari kami
Hingga kau rela mempertaruhkan
jiwa dan ragamu
Sungguh mulianya hatimu
Ibu.. Ayah..
Semoga Allah selalu melindungi
Setetes Embun Di Padang Pasir Ode I¹
Oleh : Anonimous KARYA: TOTO SUDARTO
BACHTIAR
Terima kasih tak terukur untukmu
Terima kasih tak terkira untukmu Kutanya, kalau sekarang aku
Terima kasih sebesar-besarnya berangkat
untukmu Kuberi pacarku peluk penghabisan
Termia kasih sekali lagi untukmu yang berat
Aku besok bisa mati. Kemudian
Kau telah memberikan jalan menuju diam-diam
kehidupan yang lebih baik buatku Aku mengendap di balik sendat
Kau memberikan pertolongan kemerdekaan dan malam
sebelum aku membutuhkannya
Kau seperti cahaya dalam ruangan Malam begini beku, di manakah
hampa nan gelap tempat terindah
Kau seperti setetes embun di padang Buat hatiku yang terulur padamu
pasir megap dan megah
O, tanah
Tanahku yang baru terjaga
Terima kasih guruku
Terima kasih Malam begini sepi, di manakah
Kau tak akan kulupakan tempat terbaik
Jasamu akan abadi sepanjang hayat Buat peluru pistol di balik baju
hidupku cabik
O, tanah di mana mesra terpendam
rindu
Kemerdekaan yang mengembara ke
mana saja
Ingin aku menyanyi kecil, tahu
betapa tersandarnya
Engkau pada pilar derita, megap
nafasku di gang tua
Menuju kubu musuh di kota sana
Aku tak sempat hitung langkahku
bagi jarak
Mungkin pacarku ‘kan berpaling
Dari wajahku yang terpaku pada
dinding
Tapi jam tua, betapa pelan detiknya
kudengar juga
Di tengah malam yang dingin beku
Teringat betapa pernyataan sangat dengar, hari ini ialah hari hatiku
tebalnya yang memanggil
Coretan-coretan merah pada mata-mata yang berat mengandung
tembok tua suasana
Betapa lemahnya jari untuk memetik membersit tanya pada omong-
bedil omong orang lalu
Membesarkan hatimu yang baru mengenangkan segenap janji yang
terjaga dengan diri kita menyatu
Kalau sekarang aku harus pergi, dengar, o, tanah dimana segala
aku hanya tahu cinta merekamkan dirinya
Kawan-kawanku akan terus maju tempat terbaik buat dia
Tak berpaling dari kenangan pada ialah hatimu yang kian merah
dinding memagutnya
O, tanah, di mana tempat yang kala dia terbaring di makam senyap
terbaik buat hati dan jiwaku pangkuanmu
Ode II²
KARYA: TOTO SUDARTO
BACHTIAR

dengar, pada hari ini ialah hari hati


yang memanggil
dan derap langkah yang berat maju
ke satu tempat
dengar, hari ini ialah hari hati yang
memanggil
dan kegairahan hidup yang hars
jadi dekat
berhenti menangis, air mata kali ini
hanya buat si tua renta
atau menangis sedikit saja
buat sumpah yang tergores pada
dinding-dinding
yang sudah jadi kuning dan jiwa-
jiwa yang sudah mati
atau buat apa saja yang dicintai dan
gagal
atau buat apa saja
yang sampai kepadamu waktu kau
tak merenung
dan menampak jalan yang masih
panjang
Tidakkah kau terlalu melambung
Melampaui batas kerendahan hati

Dahulu kau cari mereka semua


Dahulu kau berjanji kepadanya
Dahulu kau susah payah bersama
Tapi sekarang Kau buang kami seperti
tidak ada

Kemarin kau termangu seperti orang tak


punya arah
Hari ini kau tersenyum seperti orang
hebat
Besok kau akan menggongong di depan
pasrah
Lusa kau akan masuk kedalam hutan yang
penat

Kau berlari amat jauh seperti maling


Kau tidak tentram seperti angin topan
Semua itu kaurasakan sebagai balasan
Yang Maha Kuasa tentu akan melarang

PUISI DESKRIPTIF PUISI SATIRE

PUISI SATIRE
Aku bertanya
Oleh: WS Rendra
Kau Menang Dalam Hati
Oleh: Lathifa Rulia Sadyyah Aku bertanya…
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Kecil hingga Besar kau mencari membentur jidat penyair-penyair salon,
keberhasilan yang bersajak tentang anggur dan
Bodoh hingga Pintar kau merangkai rembulan,
kesuksesan
Kau gores dengan noda yang pilu sementara ketidakadilan terjadi
Demi sekejap kenikmatan yang tabu di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa
Kepala demi Kepala menunggumu pendidikan,
dibelakang termangu-mangu dalam kaki dewi
Mengais sedikit sumbangan untuk sesuap kesenian.
nasi
Jangan Ganggu Kesetiaanku Jangan pula kau lebarkan
Jangan hunuskan senyum manismu tawamu untukku..
untukku..
Sebab kutahu itu hanya bernilai semu.. Sebab kutahu itu juga hanya
Jangan hujamkan lirikan mata elangmu basa basimu..
padaku.. Jangan kau tawarkan apapun
Sebab ku tau itu juga bernilai palsu..
padaku..
Jangan pula kau lebarkan tawamu Sebab itu hanya kan sakiti
untukku.. orang terkasihmu..
Sebab kutahu itu juga hanya basa basimu..
Jangan kau tawarkan apapun padaku..
Sebab itu hanya kan sakiti orang Sedang aku, jikapun yang kau
terkasihmu.. tawarkan berasal dari hatimu.
Sedang aku, jikapun yang kau tawarkan Maka tetap saja aku tak akan
berasal dari hatimu. mau..
Maka tetap saja aku tak akan mau.. Aku menjadikan kehidupan
Aku menjadikan kehidupan kasihku atas
dirimu.. kasihku atas dirimu..

Berlalulah dan biarkan peradaban waktu.. Berlalulah dan biarkan


Menjawab semua maumu..
Aku sudah setia tapi kau masih selingkuh peradaban waktu..
juga Menjawab semua maumu..
Aku sudah setia tapi kau masih
selingkuh juga

Jangan Ganggu Kesetiaanku


Oleh: Iringan Bayu Senja KALDERA AIRMATA

Seumpama engkau hadir tuan putri


Jangan hunuskan senyum
Bersamaku di tempat ini
manismu untukku.. Kutunjukkan segala luka perih
Sebab kutahu itu hanya Bisul tanah bernanah, dan
bernilai semu.. Sungai-sungai telentang mengalirkan
darah penderitaan umat manusia
Jangan hujamkan lirikan mata
elangmu padaku.. Seumpama engkau hadir tuan putri
Sebab ku tau itu juga bernilai Ingin kupaparkan ke hadapanmu
Para pewarta menyebut teritori ini:
palsu.. Perkampungan Kumuh
Tapi ingin kutunjukkan padamu
Inilah kaldera airmata
Tuan putri, Tapi pikiran tak kan merdeka
Puspa ragam penderitaan manusia Karena kita adalah serigala
Dapat kau saksikan khazanahnya, di sini Yang haus akan rakyat kita sendiri.
Teritori ini perpustakaan hidup
Di mana segala rupa airmata Merdeka bukan pilihan
Tersimpan rapi di setiap sudut hati Merdeka hanya semboyan
Merdeka hanya buaian
Tuan putri, Karena kita tak kan merdeka.
Kaldera airmata ini kini menggeliat Kapitalis adalah raga dan pikiranmu
Setiap tangan terobsesi menjahit sebuah
karya
agar hidup terus berlanjut
Setiap kaki bergegas menjejak pelataran
makmur sejahtera
agar hidup bermartabat

Tapi, tak ada makna keagungan negara di


sini, tuan putri
Sekali waktu negara datang, tapi dengan
wajah dasamaka, vampir dan
Drakula
Kaldera airmata ini masih akan bertahan
abadi, tuan putri
masih.

Ilusi Merdeka
Oleh Gunarto

Merdeka
Dulu adalah semboyan kita
Kata simbol perjuangan bangsa
Tapi hanyut dalam nestapa

Berantas korupsi
Semboyan kita saat ini.
Tetapi terkadang kita lupa
Siapa kita
Laksana melanglang buana
Bersuara teduh tak bermakna
Cinta akan kemerdekaan telah runtuh
Hanya tinggal sampah kemana.

Kita memang telah merdeka


Nafas tersengal perut terguncang
Subsidi pangan tak pernah kebagian

HOiiiiii......
BUKA MATAMU KAMI BUKAN
MAINAN....

Kami perlu makan, kami kelaparan


Harga bahan hidup seenaknya kau
naikkan
Nyawa kami kau jadikan dadu kuncang
Sedang kau enak makan sampai kenyang

Sambaran kilat keluar dari mulutmu


Rakyat hangus satu persatu
Kami jatuh bergelimpangan
Tolonglah kami bukan pemandangan
Kau tenggak puas soda gembira
kehidupan
Sedangkan kami terkapar berserakan...

PUISI DESKRIPTIF PUISI KRITIK SOSIAL

"KAMI BUKAN MAINAN" Negeri Tanpa Telinga


Karya Rochmatul Hidayah
(Catatan 2009) Hingar bingar
Campur aduk
Hiruk pikuk
Apa rakyat tumbal kekuasaan?... Sepak terjang
Pernahkah kau berfikir kehancuran?... Benci dendam
Bencana seolah dongeng tidurmu Silang sengketa
Laparnya kami buaskan hasratmu Kacau balau

Tangisan nenek tua di pinggir pasar Ya… begitulah negeri ini


Ratapi cucunya yang mati kelaparan Negeri yang pekak dan tuli
Ledakan harga hidup menjulang tinggi Negeri yang mungkin pernah mati
Lalu hidup lagi
Bahan pangan sudah tak terbeli Dalam rupa setengah jadi
Negeri tanpa telinga
Antrian panjang bukan terminal
Muncul komisi pemberantasan Suara dibungkam agar dosa berkuasa
korupsi Kecoa..kecoa..ke..co…a….
Namun pionirnya justru ambisi
membela diri Stabilitas, stabilitas katanya
Terpilih pemegang kursi baru
Gangsir Bank
DPR RI
Namun rapatnya sambil tiduran Gangsir Bank, kenyataannya
bahkan nonton blue movie Kecoa..kecoa…ke..co….a…
Ditetapkan banyak kebijakan
guna perbaiki negeri Keamanan, ketenangan katanya
Tapi malah bingung bagaimana Marsinah terbunuh, petani digusur,
cara mengaplikasi kenyataannya
Disahkan banyak Undang-undang Kecoa pembangunan
monopoli Kecoa bangsa dan negara
Malah bikin rakyat miskin dan
Lebih berbahaya ketimbang raja singa
terkebiri
Lebih berbahaya ketimbgan pelacuran
Kami butuh negeri yang bisa Kabut gelap masa depan
mendengar Kemarau panjang bagi harapan
Sehingga... Kecoa…kecoa…ke…co….a..
Buruh sejahtera
Petani bahagia Ngakunya konglomerat
Guru bermartabat Nyatanya macan kandang
Koruptor tobat Ngakunya bisa dagang
Aparat tidak keparat Nyatanya banyak hutang
Wakil rakyat merakyat
Kecoa…kecoa…ke…co..a…
Pelajar ter
pelajar
Paspornya empat
Pemimpin bukan wayang Kata buku dua versi
Katanya pemerataan
Inilah nasib hidup di negeri tanpa Nyatanya monopoli
telinga Kecoa…kecoa…ke…co..a…
Merdeka tapi tak benar-benar
merdeka
KECOA PEMBANGUNAN Tiada Kata Dusta untuk
W.S Rendra Presiden
Kecoa pembangunan Mr. Presiden, boleh aku
Salah dagang banyak hutang bertanya
Tata bukunya ditulis di awan Untuk siapa istana yang kau
Tata ekonominya ilmu bintang diami Untuk siapa karpet
Kecoa..kecoa…ke…co…a….. merah yang kau tapaki
Dengan senjata monopoli Tolong katakan, semua itu
Menjadi pencuri untuk rakyat yang menderita
Kecoa…kecoa..ke…co…a… Mr. Presiden, boleh aku
bertanya lagi
Dilindungi kekuasaan Untuk siapa bendera yang kau
Merampok negeri ini kibarkan Untuk siapa pidato
Kecoa, kecoa pembangunan yang kau tebarkan
Ngimpi ngelindur disangka pertumbuhan
Hutang pribadi dianggap hutang bagsa
Tolong katakan, semua itu Era ini ilmu seperti mata pisau
untuk rakyat yang masih Yang jika engkau tak pandai memakainya
nestapa Justru akan membawa luka pada hidupmu
Mr. Presiden, lelah sudah aku
bertanya
Karena di bawah langit
nusantara
Masih ada orang salah
dibenarkan; Dan orang benar
disalahkan
Masih ada orang
membenarkan kebiasaan;
Daripada membiasakan
kebenaran
Masih ada orang membuat
alasan; Bukan berbuat karena
ada alasan

Mr. Presiden, berpeganglah


pada sumpahmu
Agar bangsa ini tak sebatas
kamu dan aku
Agar bangsa ini lebih banyak
bicara tentang kita
Agar esok, tiada kata dusta
untukmu
Mr. Presiden

Pendidikan

Era ini ilmu bak biji dalam tanah


Yang jika engkau sirami dengan air keruh
Tumbuhnya hanya manusia-manusia
sampah

Era ini ilmu seperti sebuah alat musik


Meski melodi indah tapi lirik tak
bermakna
Lalu yang terdengar? hanya bunyi berisik
Yang justru mengusik
Serpih pelupuk harapan terkubur di
perantauan
Eja juga tak berucap,
Ya, memang dia menelusuri kegelisahan
Hanya mengukir nostalgia masa depan
Sedang sekelumit lara tertoreh dalam-
dalam di terik siang
Gerimis juga tak kunjung reda,
Dia juga tak menghujan
Tapi dalam keheningan malam
Berkah dari kondisi jiwa berjalan
mengarah timur laut kehidupan
Kata guruku: itu proses kawan…
Bersebab aral memberi arti kehidupan

PUISI DESKRIPTIF IMPRESIONISTIK

Hanya Nostalgia Masa Depan


Karya: Rudi Hartono Saragih AKU DAN KEHIDUPAN KU

Tentang mahasiswa penyerabut akar Aku sendiri,…


kegelisahan Berdiri dalam kegelapan
Mengepak gerigi kehidupan kehidupan,
Senyum dangkal sekejap rinai hari depan Yang seolah-olah tak pernah
Jika bukan malam menguntai kematian pagi
Aku tegap,menantang!!
dan kita selalu bersama dengan
Seperti tak kenal takut,
Seperti bertulang baja dan, canda,tawa,
Seperti bersendi tembaga
maka itulah Persahabatan,,
Aku berdiri di lingkaran
kehidupan, Tak kusangka waktu begitu cepat, untuk
Dengan suara hati, menyatu
dengan amarah!!! memisahkan kita,
Kini,…
sehingga kesedihanpun datang,,
Aku goyah,ingin menyerah
Namun aku ingin menyerang!!! disaat kamu, kamu dan kamu mengejar
Aku berdiri dengan air mata
menentang kuatnya dunia cita-citamu,,
Mereka seperti menyudutkan
tak sedkitpun rasa ini meninggalkanmu,,
aku,
Meraka seperti menghina ku, Suatu hari terdengar kabar,
Mereka seolah mentertawakan
aku, Kamu membutuhkan aku,

Dan mereka seperti menyiksa karena permasalahan besar mendera..


ku
Dengan keadaan & Hanya saja rasa kebersamaan ini
keterbatasan ku!!
Tapi,aku punya sesuatu yang selalu menunjukkan bagaimana untuk bisa
ku sebut itu membuatmu tersenyum,,
Dengan cinta dan semangat!!!
Tertawa seperti dulu lagi,, dan menjalani
Tuhan memberikan Dia untuk hidup seperti biasanya..
kebangkitan ku
Ikut memerdukan suara dan Semoga kamu mendengar Bisikan hatiku
syair kehidupan ku. ini,,
Memperkuat jiwa & ragaku
yang dulu rapuh & yang kubisikkan lirih di telingamu, dan
Selalu dalam kepura-puraan
tubuh mu yang lemas karena deritamu,,
Sekarang,
Aku sama kuatnya dengan aku akan selalu menemanimu, dan
Dunia
Aku siap kapan saja dia ingin menjagamu,,
menyerang ku…
karena kamu,kamu dan kamu adalah
orang yang penting bagiku,,
Perjalanan Kita
Berjalan Pulang
Sekian Lama kita bersama,,
Oleh Oky Patria Sadewa
dalam susah,senang,sepi saling berganti,,
Hidup ini adalah sebuah perjalanan untuk
tapi kamu,kamu dan kamu selalu ada
pulang
menemaniku,,
Melangkah tanpa tahu kapan saat datang Namun kuterus berjalan tanpa kata kata
petang henti
Mencari secercah cahaya dalam langkah
Berjerih perih untuk harta yang nantinya tak bertepi
pun lenyap
Narsis memang terasa namun itu adalah
Hingga akhir nyenyak abadi ku dapat nyata
dalam senyap Membawa hidup kepada pilu dan lara
Menebar congkaknya kata kata derita
Memang hidup adalah perjalanan untuk Merobek jiwa ini, melegamkan pilunya
pulang rasa

Sembariku menata remah dunia kian Akankah semua akan berakhir dengan
mengekang bahagia
Akhir dari perjalanan dalam mengarungi
Buat apa kaya tapi harus melukai kawan luasnya bahtera
seperjalan Ataukah semua akan terbakar bersama
buramnya masa
Toh… tak ku peluk erat tidur dalam sunyi Terkubur bersama mimpi yang telah lama
timbunan tiada
Hanya pungut aku saat tenggelam dalam
Namun kuterus tegar dan tetap melangkah
kelam menepi
Tak peduli kaki ini hancur terbakar atau
Hanya tapih ragaku kala malam kian
tertusuk duri
terbenam
Aku ingin semuanya berlalu indah penuh
Andai sayat sembilu langkah ini banyak arti
Hingga saatnya tiba, ketika tiba tiba
tercela
lagkah ini terhenti
Sejuta maaf kataku jika nafasku masih
terhela

Sahabat Seperjalananku,…

Hidup ini adalah sebuah perjalanan untuk


pulang

Dan setiap langkah adalah jejak menuju


petang

“Derita Kehidupan”

Hari hari ku lalui penuh dengan bara dan


duri
Membakar asa, menghambat langkah kaki

Anda mungkin juga menyukai