Anda di halaman 1dari 4

Merangkum

Oleh : Ilham Aunurrosyid Alhikam/ 042676012

Kode/ Mata Kuliah : EKMA4315/ Akuntansi Biaya


Fakultas : FHISIP/ Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Modul 5
Aliran Proses Produksi, Kos Produksi, dan Unit Ekuivalen

1. ALIRAN KOS PRODUKSI


Secara tradisional (umum) aliran proses produksi terjadi melalui beberapa departemen
produksi (proses). Urutan antardepartemen ada yang bersifat sekuensial (berurutan), ada
yang bersifat paralel kemudian bergabung pada departemen tertentu, dan ada juga yang
bersifat selektif.
1. Aliran Produk Sekuensial (Berurutan)
Dalam proses produksi masa, yaitu setiap produk mengandung unsur atau
komponen kos yang sama maka pengklasifikasian komponen kos produksi berbeda
dari proses produksi berdasarkan pesanan. Bahan baku tidak perlu lagi dibedakan
antara yang langsung dan tidak langsung, demikian juga komponen tenaga kerja,
tidak perlu dibedakan menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak
langsung. Dengan demikian, komponen kos produksi terdiri dari atas tiga, yaitu kos
bahan baku: kos tenaga kerja; dan kos overhead.
tampak bahwa pada departemen pemotongan dimasukkan tiga komponen
kos produksi, yaitu kos bahan baku (BB), kos tenaga kerja (TK), dan kos overhead
pabrik (FOH), Produk yang dihasilkan di depertemen pemotongan ini merupakan
produk intermediate yang dikirim (transfer out: TO) ke departemen perakitan. Di
departemen perakitan produk yang diterima (transfer in-TI) dari departemen
pemotongan merupakan bahan baku yang akan diolah. Tetapi ada kemungkinan di
departemen ini juga terjadi penambahan bahan baku (BB^ * ). bisa juga tidak, hanya
melanjutkan memproses apa yang diterima dari departemen sebelumnya.
Komponen tenaga kerja dan overhead pabrik pasti terjadi di setiap departemen.

2. Aliran Produk Paralel


Dalam aliran produk paralel ada dua departemen atau lebih yang dapat
berproduksi secara bersamaan. Departemen-departemen ini tidak saling tergantung
satu sama lainnya. Meretia dapat menghasilkan produk yang berbeda dalam waktu
bersamaan. Produk-produk ini kemudian dirakit pada departemen berikutnya.
Contoh produk yang dapat diproduksi secara paralel adalah sepeda angin.
Proses produksi peleg, ban, sadel, dan komponen lainnya dapat dilakukan secara
paralel. Contoh lainnya adalah produksi komputer.
A. Aliran Produk Selektif
Dalam aliran selektif ini, biasanya di departemen pertama menghasilkan beberapa
jenis produk intermediate, kemudian pada proses selanjutnya setiap produk tersebut
diproses pada departemen yang berbeda. Sebagai contoh adalah pabrik pengolahan daging.
Setelah proses penjagalan atau pemotongan awal selesai, beberapa produk (misalnya
daging) langsung ditransfer ke departemen pengepakan diteruskan menjadi barang jadi.
Sebagian produk lainnya ditransfer ke departemen pengasapan kemudian ke departemen
pengepakan dan akhirnya ke barang jadi. Sebagian lainnya lagi ditransfer ke departemen
penggilingan kemudian ke departemen pengepakan selanjutnya menjadi barang jadi.

B. ALIRAN KOS PRODUKSI DAN PENJURNALAN


Dari semua jenis aliran produk, perlu diingat bahwa total kos produksi di
departemen setelah departemen pertama merupakan penjumlahan (akumulasi) kos yang
diterima dari departemen sebelumnya ditambah dengan kos yang dikeluarkan di
departemen bersangkutan pada periode tersebut. Dengan demikian, total kos produk jadi
adalah akumulasi seluruh kos yang dikeluarkan di seluruh proses atau departemen hingga
menjadi produk jadi. Sebagai ilustrasi, perhatikan contoh proses produksi obat berikut.
Asumsikan dalam satu periode tidak terdapat BDP awal maupun akhir.
C. PENDAHULUAN: LAPORAN KOS PRODUKSI
Dalam metode akumulasi berdasarkan proses, semua kos yang terjadi di setiap departemen
diikhtisarkan dalam laporan kos produksi departemen bersangkutan. Laporan kos produksi
adalah kertas kerja yang menampilkan informasi mengenai tiga hal, yaitu informasi kuantitas
fisik produk yang diproduksi; informasi kos produksi yang dibebankan di departemen
bersangkutan; dan informasi penilaian sediaan untuk menentukan nilai sediaan barang
dalam proses dan nilai produk jadi.
a. Unit Ekuivalen
Unit ekuivalen dari suatu output adalah unit produk jadi yang seharusnya dihasilkan
pada tingkat upaya manufaktur tertentu yang dikeluarkan dalam satu periode yang
dipertimbangkan.
b. Menghitung Unit Ekuivalen
Dalam menilai sediaan barang dalam proses hanya ada dua metode penilaian yang
dapat dipergunakan, yaitu metode penilaian rata-rata (average) dan metode FIFO
(first-in first-out). Sedangkan metode LIFO (last-in first-out) secara logika tidak
mungkin diterapkan karena sediaan awal produk dalam proses, dalam proses
produksi, pasti harus diselesaikan terlebih dahulu. Berdasar metode rata-rata dan
FIFO, perhitungan unit ekuivalen dapat menggunakan formula atau secara tabuler.

RANGKUMAN
Dalam perusahaan seperti ini akumulasi kos produksi menggunakan metode kos proses.
Karakteristik metode kos proses adalah (1) produk yang diproduksi bersifat homogen dengan
volume yang sangat tinggi dan diproduksi berdasarkan resep; (2) kos diakumulasi secara periodik
dan dilakukan pada setiap proses (misalnya, proses pemotongan, perakitan, dan penyelesaian); (3)
kos produksi per unit dihitung dengan cara membagi total kos produksi yang terjadi dalam satu
periode dengan jumlah unit ekuivalen yang dihasilkan pada periode yang sama. Terdapat tiga jenis
aliran produk, yakni sekuensial, pararel, dan selektif.

Unit ekuivalen dari suatu output adalah unit produk jadi yang seharusnya dihasilkan pada
tingkat upaya manufaktur tertentu yang dikeluarkan dalam satu periode yang dipertimbangkan.
Langkah-langkah dan Format Standar Laporan Kos Produksi

ada kegiatan belajar sebelumnya, kita telah mempelajari tentang konsep aliran produk pada
suatu process costing hingga konsep tentang unit ekuivalen serta cara menghitungnya. Selain itu
telah dipelajari juga bahwa masing-masing departemen bertanggung jawab untuk melakukan
pencatatan secara mandiri atas kos yang terjadi di departemennya. Penjurnalan tersebut umumnya
berkaitan dengan dua hal. Pertama adalah penjurnalan tentang berapa masing-masing kos dari
bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead yang diproses menjadi barang dalam proses. Serta
kedua adalah penjurnalan tentang pentransferan kos Barang dalam Proses dari departemen seb
umnya ke departemen selanjutnya. Selanjutnya muncul pertanyaan, berapa angka yang harus
dijurnal tersebut? Pertanyaan tersebut dapat kita jawab apabila tersedia data yang lengkap serta
laporan kos produksi telah selesai dibuat. Kegiatan belajar 2 ini akan membahas bagaimana
membuat laporan kos produksi pada suatu process costing.

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN LAPORAN KOS PRODUKSI

Pembahasan kita saat ini adalah langkah-langkah dalam membuat laporan Los produksi baik
untuk metode rata-rata maupun metode FIFO dalam menghitung unit ekuivalen. Ada empat
langkah yang harus dikerjakan dalam menyiapkan Laporan Kos Produksi dalam metode
akumulasi kos berdasarkan proses. Keempat langkah tersebut adalah sebagai berikut.

 Analisis aliran unit fisik. Mencakup analisis terhadap: berapa jumlah unit sediaan awal
barang dalam proses; berapa jumlah unit yang dimasukkan di departemen ini atau diterima
dari departemen sebelumnya berapa jumlah unit yang ditambahkan di departemen setelah
departemen pertama; berapa jumlah unit yang ditransfer ke departemen berikutnya atau ke
gudang barang jadi; dan berapa jumlah unit barang dalam proses akhir. Pada bagian ini juga
sebaiknya sudah diidentifikasi berapa tingkat.
penyelesaian masing-masing komponen kos produksi baik untuk barang dalam proses awal
maupun dalam proses akhir.
 Menghitung unit ekuivalen. Unit ekuivalen dihitung untuk setiap komponen kos produksi.
Gunakanlah rumus yang tepat dan perhatikan metode penilaian sediaan barang dalam
proses yang dipakai, apakah metode rata-rata atau FIFO.

 Menghitung kos per unit. Dilakukan dengan cara membagi total kos produksi periode ini
dengan jumlah unit ekuivalen yang bersesuaian pada periode yang sama. Total kos bahan
baku dibagi dengan jumlah unit ekuivalen untuk bahan baku. Total kos tenaga kerja dibagi
dengan jumlah unit ekuivalen untuk tenaga kerja. Total kos overhead dibagi dengan jumlah
unit ekuivalen untuk overhead. Sedangkan untuk departemen setelah departemen pertama
akan ada perhitungan kos per unit dari departemen sebelumnya.

 Penilaian sediaan. Pada tahap ini dihitung berapa nilai kos produk yang ditransfer ke
departemen berikutnya atau ke gudang barang jadi dan berapa kos yang melekat pada
barang dalam proses akhir. Pergunakan informasi kos per unit yang dihasilkan pada tahap 3.

Dalam menghitung nilai sediaan barang dalam proses akhir ada dua metode penilaian yang
bisa dipakai, yaitu metode rata-rata dan metode masuk pertama keluar pertama (MPKP).
Kondisi barang dalam proses dinyatakan dengan persentase tingkat penyelesaian tertentu.
Dalam metode rata-rata komponen sediaan awal barang dalam proses dicampur dengan
komponen produk yang ditambahkan pada periode berjalan sehingga produk jadi yang
dihasilkan tidak dapat diidentifikasi berasal dari komponen yang mana. Sedangkan dalam
metode MPKP sediaan awal barang dalam proses dijaga tetap terpisah dari produk yang
ditambahkan pada periode berjalan. Kos yang dikeluarkan pada periode berjalan, pertama-
tama dipergunakan untuk menyelesaikan barang dalam proses awal, kemudian untuk
produk yang ditambahkan pada periode berjalan. Dengan demikian, produk jadi yang
dihasilkan dapat diidentifikasi dengan jelas berasal dari komponen yang mana, yaitu dari
BDP awal dan kekurangannya dari periode berjalan.

Jumlah kos pada setiap proses diakumulasikan dengan jumlah kos pada semua proses
sampai proses terakhir di mana produk jadi dihasilkan. Jumlah kos pada keseluruhan proses inilah
merupakan kos produk yang diproduksi (cost of goods manufacturing). Secara generik bentuk
laporan kos produksi yang dibuat pada seiap proses terdiri atas tiga bagian utama, yaitu bagian
analisis aliran fisik produk, bagian kos produksi yang dibebankan di departemen bersangkutan, dan
bagian ketiga adalah perhitungan kos produk jadi yang ditransfer ke departemen selanjutnya atau ke
gudang barang jadi dan kos sediaan barang dalam proses akhir.

Adakalanya terjadi penambahan bahan di departemen setelah departemen pertama, tetapi ada juga
kemungkinan produk yang diterima dari departemen sebelumnya mengalami penyusutan, baik
karena rusak, hilang, ataupun menguap. Dalam hal terjadi penambahan bahan di departemen
setelah departemen pertama, penambahan ini bisa berakibat pada penambahan jumlah unit produk.
Penambahan jumlah unit produk ini berdampak pada kos per unit yang diterima dari departemen
sebelumnya, yang mana menyebabkan kos produksi dari departemen sebelumnya menjadi terdilusi
atau lebih kecil. Demikian juga sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai