Kelas : IX A
Baru saja aku membuka pintu gerbang, langkah kaki Narto dari seberang
jalan mendekatiku. Ia bernyanyi sambil memainkan gitarnya dan menghampiriku
dengan menggoda. Teman-teman lainnya pun cekikikan tertawa melihat Narto
yang menggodaku. Aku yang risih pun berteriak.
Segera aku pergi dari tempat itu dan meninggalkan mereka semua. Tak
kusangka, Angga mengejarku. Di lapangan kompleks sebelum ke warung ia
meneriakiku.
“Wana! Berhenti!”
“Kamu gak berhak lho marah-marahin temenku kayak gitu. Mereka juga punya
amarah yang disembunyikan dan melampiaskannya dengan ngobrol serta main
bareng di rumahku. Emangnya salah kalau mereka bersenang-senang sejenak?”
“Salah karena mengganggu orang, tau gak!” Bentakku tak mau kalah.
“Ridwan sering ditinggal Ibunya tanpa dikasih apapun, Pandu punya masalah
dengan kakaknya, dan Narto ia rela bersekolah sekaligus mengamen untuk
menambah biaya obat Ayahnya, asal kamu tahu.” Penjelasan Angga membuatku
tertegun. “Gak semua yang kamu kira gak berguna, gak ada nilai, Wan.” Perlahan
Angga pun berbalik dan menjauhiku.