Anda di halaman 1dari 2

“Sssst, Anna..

lihat deh cowok yang lagi main gitar itu,” bisik Anggi pada Anna yang sedang asyik menjilat ice
cream cokelatnya seraya menunjuk dengan kepala ke arah rumah bercat putih yang mereka lewati tiap pulang
sekolah menuju rumah Anna. Rumah itu letaknya tak jauh dari pintu gerbang komplek perumahan Puri
Metropolitan. Anggi dan Anna sudah kembali akrab seperti biasanya. Seolah pertengkaran hebat yang pernah
mereka alami beberapa waktu yang lalu tak pernah terjadi. Anggi dan Anna menghentikan sesaat langkah
mereka untuk menikmati pemandangan indah itu. Tentu saja mereka sedikit bersembunyi di balik pohon mangga
yang besar di depan pagar rumah itu.

“Waduh, mata lo oke juga kalau lihat mahluk Tuhan yang kece-kece,” puji Anna.
“Berarti radar gue bekerja dengan baik, kan? Siapa tuh ya? Kok kayaknya kita baru lihat, padahal tiap hari lewat
sini,” kata Anggi.
“Meneketehe! Tapi ah, itu sihh bukan tipe gue,” sahut Anna mendadak malas setelah memerhatikan sosok
cowok itu dengan seksama dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Ia kembali asyik menjilat ice cream
cokelatnya. “Bagus dong kalau ini bukan tipe lo, Anna! Awas ya kalau nanti lo ngaku-ngaku dia mirip Justin.
Gaya rambutnya aja Siwon Suju abis gitu, yang ini jelas jatah gue nih!” seru Anggi senang.

“Beras kali ah, pake jatah segala. Ambil deh tuh cowok buat lo, gue dukung penuh pastinya Gi! Perlu gue
comblangi enggak nih?” Anna sok menawarkan diri.
Mata Anggi langsung berbinar-binar ceria.
“Serius Anna, lo mau nyomblangi gue? By the way, emang lo sudah kenal?” Tanya Anggi yang semula antusias,
mendadak memasang tampang heran.
“Belum!” jawab Anna cuek, makin sibuk menjilat ice cream cokelatnya yang mulai banyak meleleh..
“Dasar!” seru Anggi sedikit manyun.

Selagi asyik memandangi mahkluk manis yang sedang khusuk menyanyikan lagu “You and Me”, tiba-tiba cowok
itu mengangkat wajahnya ke arah depan pagar rumahnya. Anggi dan Anna segera saja berebut bersembunyi di
balik pohon mangga yang langsung itu. Tentu saja tubuh mereka masih terlihat. Apalagi tubuh Anna. Tapi cowok
itu tampak tak peduli, ia melanjutkan kelentikan jemari tangannya dalam memetik senar gitar, lalu bersenandung
lagu romantis lainnya.

“Kayaknya gue jatuh cinta pada pandangan pertama,” jawab Anggi, mendadak matanya kedip-kedip persis orang
kelilipan. “Hahaha, mulai lebay deh!” cerocos Anna sambil menjilat tetesan terakhir es krim cokelatnya.
“Gayanya itu loh, cool banget! Pasti romantis banget deh dinyanyiin begitu,”
“Kulkas kale cool.” Anna sedikit mencibir.
“Oh Tuhan, apakah dia soulmate gue?” Anggi mulai berkhayal tak jelas.

Hari ini tak biasanya Anggi berdandan feminim. Dipolesnya bedak lumayan tebal di pipinya dan dipolesnya bibir
tipisnya dengan lipgloss berwarna pink. Kali ini, ia ingin terlihat cantik, ia bertekad akan nekat menyapa cowok
mirip Siwon Suju kemarin itu. Anna tertawa melihat gaya sahabatnya yang mendadak sok girly.
“Lo benar-benar niat banget pengen kenalan sama Siwon Suju gadungan itu ya Gi?” tegur Anna sambil tertawa.
“Oke, Anna! Hari ini gue janji cari tahu siapa namanya, enggak lagi nyebut dia Siwon Suju gadungan,” sahut
Anggi.

Setengah jam kemudian Anggi dan Anna telah berada di depan rumah bercat putih itu. Seperti kemarin, cowok
incaran Anggi duduk manis di teras rumahnya, terlihat asyik memetik gitarnya. Lagu “Untitled” milik Simple Plan
mengalun merdu dari bibirnya. Anggi dan Anna berdiri di depan pintu pagar yang sedikit terbuka. Tapi cowok itu
tak juga menyadari keberadaan mereka. Anggi mengambil napas panjang sebelum mengeluarkan suaranya.
“Hai!” sapa Anggi ragu. Cowok itu tak bereaksi masih tetap asyik memetik senar gitarnya. Anggi dan Anna
memberanikan dirinya masuk ke halaman rumah bercat putih itu. Belum sempat Anggi menyapa, cowok itu
sudah menoleh ke arah mereka dan menghentikan petikan gitarnya.

“Kalian lagi? Kenapa kalian masih menggangguku? Hei, jangan sembarangan masuk halaman rumah orang!”
ujar cowok itu terdengar kesal.
“Maaf, aku cuma pengen tahu, kenapa kamu enggak mau berteman dengan kami?” tanya Anggi.
“Kenapa harus ada alasannya? Pokoknya aku gak mau berteman dengan kalian. Apa kata-kataku masih kurang
jelas?” kata cowok itu lagi.
“Aku yakin kamu enggak sungguh-sungguh. Wajahmu tipe wajah seorang yang ramah dan suka berteman,”
jawab Anggi masih pantang menyerah.

“Tahu apa kamu soal wajah seseorang emangnya kamu ahli membaca wajah? Aku gak peduli dengan dengan
wajah. Wajah kalian seperti apa pun aku enggak peduli!” sahut cowok itu, suaranya meninggi. Kalimat cowok itu
kali ini baru benar terasa menyakitkan bagi Anggi dan Anna. Wajah mereka seketika berubah tak lagi ramah
seperti sebelumya. “Maafkan aku.” kata cowok itu lagi. Kali ini Anggi dan Anna dibuat heran. Cowok itu minta
maaf? Apakah tidak salah bicara? “Aku bukannya tidak mau mandang kalian, tapi aku memang enggak tahu
seperti apa wajah kalian, aku hanya bisa menebak dari suara kalian. Aku enggak bisa melihat,” ujar cowok
panjang lebar.

Anggi dan Anna kompak melongo. Cowok itu tak bisa melihat? jadi, selama ini? karena itu? “Jadi, enggak ada
yang perlu dibicarakan lagi kan? setelah tahu aku enggak bisa melihat, pasti kalian tidak minat lagi berteman
denganku. Silahkan kalian pergi dan tolong jangan ganggu aku lagi,” ujar cowok itu lalu bangkit dari duduknya
dan masuk ke dalam rumahnya.

“Hei tunggu! Kamu mau kan ngajari kami main gitar? please? sayang loh ilmu yang kamu punya itu kalau enggak
dibagi-bagi ke orang lain,” tanya Anggi, buru-buru menahan kepergian cowok itu. “Kami berdua enggak akan
berhenti ganggu kamu sampai kamu mau berteman dengan kami. Kamu enggak bisa melihat wajah kami? so
what gitu loh? kamu ingat kan wajah Maudy Ayunda?” tanya Anna.
“Iya aku sempat tahu wajah Maudy Ayunda. Memangnya kamu mirip dia?” Tanya cowok itu heran dengan
pertanyaan Anna.
“Iyah, anggap aja mirip,” Jawab Anna sambil tersenyum lebar. Anggi memandangi Anna dengan tatapan curiga.

“Anna, kok lo jadi berubah gini? Mm, bukan berarti lo sekarang naksir sama Siwon Suju gadungan itu kan?” bisik
Anggi kepada Anna.
“Anggi, kali ini lo yang nyebut dia Siwon Suju gadungan looh.. bukan gue. Gue tetap nyari Justin gue lah! gue
cuma merasa enggak enak ke dia soalnya kemarin sudah nuduh dia yang enggak-enggak,” sahut Anna dengan
suara berbisik.
“Namaku bukan Siwon Suju, tapi Indra Sinaga, jadi bagaimana mau belajar main gitar?” ralat cowok itu.
“Waahh namamu keren juga hehehe, iya mau dong diajari!” ujar Anggi.

Ah, tak perlulah berlebihan apakah seseorang pantas atau tidak dijadikan teman hanya karena keadaan fisiknya.
Yang penting adalah hati. Jika hatinya baik, pastilah ia akan menjadi teman yang baik. Dan teman yang baik,
tentunya akan menerima kekurangan dan kelebihan sahabatnya. Anggi dan Anna saling berpandangan,
kemudian mereka berebut mencoba gitar Naga.

“Anna, please deh, gue duluan dong, secara gue pertama kali lihat Naga! Dan ingat ya, perasaan gue ke Naga
belum berubah loh, lo gak boleh ikutan naksir Naga,” bisik Anggi pada Anna. “Ehem!” Naga berdehem. Anna
nyengir, lalu segera menyerahkan gitar Naga kepada Anggi. Ia semakin sadar, Anggi sepertinya benar-benar
kepincut dengan wajah Naga yang mirip artis idolanya. Perasaan Anggi kepada Naga masih tetap sama
walaupun kini ia tahu keadaan Naga sebenarnya. Naga sengaja berdehem dengan keras. Membuat Anggi dan
Anna sadar lagi, telinga Naga sekarang sangat sensitif. Anna nyengir lebar, Anggi tersipu malu.

Anda mungkin juga menyukai