Oleh :
Windy Yuliartanti, drg
021618046308
Dosen Pembimbing :
Satiti Kuntari, drg, M.S., SpKGA (K)
1.2 Tujuan
1. Untuk memberikan pengetahuan tentang macam-macam trauma gigi pada anak
dan cara penatalaksanaanya
1.3 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan dan wawasan dalam melakukan penatalaksanaan
bemacam-macam trauma gigi pada anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
30 % dari anak usia sekolah mengalami trauma gigi pada saat gigi sulung,
sedangkan 22% saat gigi permanen. (Rao,2008)
Angka kejadian trauma gigi sulung terbesar terjadi saat usia 2 sampai 3 tahun,
ketika perkembangan koordinasi gerak.(traumatic dental injuries in primary
dentition) luka yang sering terjadi pada gigi permanen jatuh, diikuti dengan
kecelakaan lalu lintas, perkelahian,dan olahraga.(Rao,2012)
Pada usia 5 tahun, lebih dari 40 % anak laki-laki dan 30 % anak perempuan
mengalami trauma pada gigi mereka (Cameron, 2013). Usia puncak terjadinya luka
pada gigi permanen adalah 2 sampai 4 tahun perkembangan keterampilan
gerak(Cameron,2013).
2.2 Lokasi
Mayoritas luka yang terjadi terdapat pada gigi anterior dan sebagian pada
insisiv sentral maksila.(rao,2008)71 % kasus trauma yang terjadi melibatkan insisiv
sentral maksila dan hal ini 3 kali lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan insisiv
lateral maksila. Lebih dari 56 % kasus yang terjadi melibatkan fraktur mahkota tanpa
mengenai pulpa, 13 % dengan kerusakan pulpa dan 3 % dengan fraktur akar
(Rao,2013)
11-30 % anak mengalami trauma saat gigi sulung. 20 % dari semua cedera
terjadi saat anak preschool
22 % anak yang mengalami trauma pada gigi permanen saat usia 14 tahun
Rasio laki-laki : perempuan 2:1
Insidensi tertinggi saat usia 2-4 tahun dan meningkat lagi saat usia 8-10 tahun
Gigi anterior rahang atas gigi anterior atas adalah gigi yang paling sering terlibat,
terutama gigi seri (baik gigi sulung maupun gigi permanen).
Biasanya hanya satu gigi yang terlibat, kecuali pada kasus kecelakaan motor dan
cedera saat berolahraga
Jumlah gigitan anjing signifikan untuk sejumlah cedera dan setiap tahun beberapa
anakdibunuh oleh anjing. Hal ini umum bahwa anjing diketahui anak dan tidak
bisamendapatkan strees yang terlalu tinggi jadi anak-anak harus diawasi ketika
berada disekitar hewan bahkan hewan yang paling pemalu. (Cameron, 2013)
2.5 Etiologi
Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota merupakan tipe trauma gigi yang paling sering.tipe cedera
tergantung dari usia pasien dan keparahan dan arah dari trauma.
a. Enamel Infraction
Terlihat sebagai retakan atau craze line pada enamel. Biasanya terlihat hair line tipis
dan sering terlihat nyata saat cahaya diteruskan melalui mahkota. Ada kecenderungan
retakan ini mempertahakankan noda, yang mungkin akan menimbulkan masalah
kosmetik (Berman,2007).
Cedera Luksasi
Ketika cedera trauma pada gigi yang menyebabkan displacement gigi dari
soketnya, maka cedera ini disebut cedera luksasi. Tipe cedera luksasi berhubungan
dengan arah dan keparahan dari cedera.
a. Concussion
Cedera pada gigi dan jaringan pendukung gigi tanpa ada peningkatan kegoyangan
atau displacement pada gigi tapi dengan rasa sakit saat dilakukan perkusi
(Berman,2007; IADT,2012)
b. Subluksasi
Cedera pada jaringan pendukung gigi yang menyebabkan pada peningkatan
mobilitas gigi, tapi tanpa disertai displacement gigi. Perdarahan dari sulcus gingival
merupakan diagnose pendukung (Berman,2007; IADT,2012; Cameron,2013).
c. Ekstrusi
Displacement sebagian pada gigi yang terlepas dari soketnya. Cedera pada gigi
yang di tandai oleh sebagai atau separasi total pada ligament periodontal yang
menyebabkan loosening dan displacement pada gigi. Tulang soket alveolar utuh dalam
cedera ekstrusi berlawanan dengan cedera luksasi lateral. Selain displacement aksial,
gigi biasanya akan memiliki elemen protrusi atau retrusi. Dalam cedera ekstrusi parah
retrusi / protrusi dapat sangat terlihat. Pada beberapa kasus dapat lebih jelas daripada
unsur ekstrusif
.
d. Lateral luksasi
Displacemen pada gigi dalam soket dengan arah bukal lingual atau palatal
(Berman,2007). Lateral luksasi selalu diikuti dengan fraktur pada dinding tulang
alveolar (Cameron,2013).
e. Intrusi
Displacement pada gigi ke dalam tulang alveolar. Cedera ini diikuti oleh fraktur
dari soket tulang alveolar (Berman,2007).
Gambar Intrusi (IADT,2012)
f. Avulse
Ketika gigi terlepas dengan sempurna dari soket tulang alveolar (Berman,2007).
Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan beberapa kelainan pada gigi tetap, antara lain
hipoplasia email, hipokalsifikasi, dan dilaserasi. Beberapa reaksi yang terjadi pada jaringan
pulpa setelah gigi mengalami trauma adalah hiperemi pulpa, diskolorisasi, resorpsi internal,
resorpsi eksternal, kalsifikasi pulpa gigi, dan nekrosis pulpa.
2.11 Pemeriksaan
Untuk memastikan semua data relevan sudah dicatat, disarankan form standar
untuk trauma. Form ini menyediakan checklist untuk dokter gigi pada visit pertama
dan pertemuan selanjutnya.(Koch,2009 )
Riwayat
Riwayat merupakan salah satu tahap yang penting pada pemeriksaan rutin pada
kedokteran gigi klinis. Ini harus dengan dilakukan dengan tepat dan cepat, diikuti
dengan pemeriksaan.
Pertanyaan riwayat meliputi :
Data personal : nama, umur, jenis kelamin, alamat
Keluhan dan riwayat penyakit
Riwayat medis yang relevan dan riwayat pemberian vaksin tetanus juga harus
dicatat
Riwayat perawatan gigi sebelumnya
Riwayat neurologi(Rao,2008)
Riwayat trauma
Ketika pasien datang untuk perawatan, tahap pertama untuk mendapat tampilan yang
luas dari cedera. Beberapa pertanyaan harus ditanyakan untuk memastikan diagnose
yang tepat dan treatment planning yang sesuai :
1. Kapan cedera itu terjadi ?
2. Dimana cedera itu terjadi?
3. Bagaimana terjadinya trauma tersebut?
4. Berapa lama periode tidak sadar/pingsan?
5. Apakah ada kelainan saat menggigit? (Koch, 2009 )
Riwayat medis
Riwayat medis singkat harus untuk mengungkapkan alergi, kelainan darah, dan
informasi lain tentang kondisi yang berhubungan dengan perawatan.
Pemeriksaan klinis
Penilaian cedera
Penilaian ini mungkin akan sulit dilakukan pada anak kecil yang takut dan
shock setelah terjadinya kecelakaan dan anak akan takut untuk duduk di dental unit
untuk dilakukan pemeriksaan. Cedera yang muncul mungkin akan membuat ibu
khawatir. Sedikit darah yang bercampur dengan saliva dapat membuat penafsiran
tentang hemorrhage yang berlebihan dan adanya darah beku pada bibir dapat
digunakan sebagai tanda adanya laserasi yang luas (Rao,2008).
Untuk penilaian klinis dengan adekuat pada anak kecil atau bayi, akses visual
mulut harus baik. Salah satu cara untukmemeriksa bayi dan anak-anak yang terkena
trauma yaitu menidurkan anak padapangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan
pandangan ke atas. Tangan anakdiletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk
di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi demikian dapat
memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi dapat
menggunakan moltmouth-prop atau mengikat jari tangannya dengan menggunakan
bantalan dan adhesive tape (Koch,2009 ). Area yang akan dilakukan pemeriksaan
dibersihkan dengan kapas basah dengan hydrogen peroksida atau air (Rao,2008).
Pemeriksaan ekstraoral
Yang perlu dicatat pada pemeriksaan ini yaitu pembengkakan, memar dan
laserasi pada wajah dan bibir. Luka bibir dalam diperiksa karena erat hubungannya
dengan fragmen gigi atau benda asing lainnya (Koch, 2009).
Tes vitalitas
Tes vitalitas pulpa merupakan salah satu metode konvensional yang tidak
dianjurkan untuk mengetahui respon dari anak kecil yang tidak dapat diandalkan, dan
memberikan nilai kecil karena memberikan respon palsu setelah trauma, mungkin
akan kembali setelah beberapa waktu (Rao,2008).
Pemeriksaan radiografi
Imunisasi Tetanus. Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak
yang mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus dilakukan
dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkanbenda asing, dan eksisi jaringan
nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk memutuskan apakah pencegahan tetanus
diperlukan bagi pasien anak-anak yangmengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang
parah, luka karena objek yang terkontaminasi tanah atau luka berlubang. Riwayat imunisasi
sebaiknya didapatkan dari orang tua penderita. Pada umumnya anak-anak telah mendapatkan
proteksi yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian injeksi tetanus toksoid.
Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera menghubungi
dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan,
tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik
syok(Koch,2009;Cameron,2013 ).
Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada
jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian
antibiotik harus dipertimbangkan kembali.
2.20 Perawatan
Pada awal perkembangan gigi tetap, gigi insisif terletak pada palatal dansangat
dekat dengan apeks gigi insisif sulung. Oleh karena itu bila terjadi trauma pada gigi
sulung maka dokter gigi harus benar-benar mempertimbangkankemungkinan terjadi
kerusakan pada gigi tetap di bawahnya (Koch,2009)
Gambar. Ilustrasi gangguan perkembangan benih gigi permanen pada anak usia 2 tahun.
Mahkota gigi insisif sulung bergeser ke bukal sehingga tekanan akar akan mengganggu
perkembangan mahkota gigi insisif tetap (Koch,2009)
Perawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada anak yang tidak
kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam,namun bila anak
kooperatif dapat dilakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau
kompomer(Marwah,2014).
Fraktur Mahkota Lengkap
Pencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien kooperatif
maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan dengan penambalan
(Marwah,2014).
Fraktur Mahkota-Akar
Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya ruang pulpa akan terbuka dan
keberhasilan perawatan kurang memuaskan (Duggal,2014).
Fraktur Akar
Concussion
Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma. Pada umunya
tidak diperlukan perawatan, tetapi follow up penting untuk memastikan pulpa tidak
mengalami cedera (Koch,2009)
Subluksasi
Extrusive luxation
Lateral luxation
Luksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah bukal,
sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di bawahnya. Perawatan dengan
melakukan reposisi pada gigi tersebut dan dilakukan splin selama 2 minggu tetapi jika ada
kerusakan tulang, maka splin dilanjutkan selama 6-8 minggu (Marwah,2014)
Avulsi
Fraktur mahkota
Fraktur mahkota yang terjadi dapat berupa infraksi email, fraktur email,dan fraktur
email-dentin .
Infraksi email
Infraksi adalah fraktu inkomplit tanpa hilangnya substansi gigi dan garisfraktur
berujung pada enamel dentinal junction. Garis infraksi akan terlihat jelas dengan
menggunakan cahaya langsung dengan arah paralel terhadap sumbu panjang gigi. Tidak
diperlukan perawatan khusus pada kasus ini dan pasien hanyadisarankan untuk kontrol rutin
untuk pemeriksaan gigi (Koch,2009).
Fraktur email
Pada fraktur ini akan tampak sedikit bagian email hilang. Tidak semua fraktur email
dilakukan penambalan oleh karena pada beberapa kasus batas sudut fraktur memberikan
gambaran yang baik sehingga hanya dilakukan penyesuaian pada gigi kontralateral agar
tampak simetris (Koch,2009).
Fraktur email-dentin
Fraktur email-dentin akan mengakibatkan terbukanya tubuli dentinsehingga
memungkinkan masuknya toksin bakteri yang berakibat inflamasi pulpa. Oleh karena itu
perlu dilakukan beberapa tindakan agar nekrosis pulpa tidakterjadi. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan adalah:
1. Pembuatan restorasi mahkota sementara
Pemberian kalsium hidroksida pada dasar kavitas gigi dan penutupan email dengan
menggunakan resin komposit merupakan langkah sederhana dan mudah dilakukan.
Penutupan ditujukan untuk melindungi pulpa (Koch,2009).
Gambar splinting gigi (Koch,2009)
Indikasi perawatan ini adalah keadaan pulpa baik, tidak terjadi lukasi yangdisertai
kerusakan pada suplai darah di daerah apeks, bagian pulpa terbuka kurangdari 1 mm, jarak
waktu antara terbukanya pulpa dan perawatan kurang dari 24jam, dan restorasi yang akan
dibuat dapat mencegah masuknya bakteri.
Pulpotomi parsial
Fraktur Akar
Gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan terjadi ekstrusi fragmenmahkota
atau bergesernya mahkota ke arah palatal, oleh karena itu makaperawatan yang dilakukan
harus meliputi reposisi fragmen mahkota segera danstabilisasi.
Langkah-langkah perawatan fraktur akar:
1. Berikan anesthesi lokal pada daerah sekitar fraktur.
2. Lakukan reposisi fragmen mahkota secara perlahan-lahan dan tekanan ringan.
3. Apabila dinding soket bukal juga mengalami fraktur maka tulang yangbergeser perlu
dilakukan reposisi sebelum reposisi fragmen mahkota. Tindakan inidilakukan dengan
menggunakan instrumen kecil dan rata yang diletakkan antarapermukaan akar dan
dinding soket.
4. Pembuatan foto rontgen perlu dilakukan untuk memastikan reposisi telahoptimal.
5. Gigi distabilisasi dengan menggunakan splint.
6. Pertahankan splint selama 2-3 bulan (Koch,2009).
Concusion
Gigi yang mengalami concusion sering memberikan respon positif bila dilakukan
perkusi. Tidak diperlukan perawatan yang segera namun pemeriksaan lanjutan perlu
dilakukan untuk memastikan tidak terjadi jejas pada pulpa(Koch,2009).
Subluksasi
Lakukan splinting dan pasien diminta untuk memakan makanan lunak selama selama
1-2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka pasien diinstruksikan untuk berkumur
menggunakan klorheksidin .
Gambar . (a). Subluksasi pada gigi insisif sentral kiri dan kanan atas
(b). Pemasangan spling pada keempat gigi anterior rahang
atas
Extrusive luxation
Prinsip perawatan yang diberikan adalah reposisi segera dan fiksasi.Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Lakukan anestesi lokal.
2. Reposisi gigi dengan menggunakan jari perlahan-lahan dan tekanan ringansampai
batas insisal sama dengan gigi kontralateral.
3. Periksa posisi dengan membuat foto rontgen.
4. Lakukan stabilisasi dengan menggunakan splint.
5. Pertahanakan splint selama 2-3 minggu.
Lateral luxation
Lateral luxation umumnya terjadi pada arah palatal, bukal, mesial ataudistal. Arah
bukal merupakan keadaan yang paling sering terjadi. Pada beberapa kasus sering terjadi bony
lock sehingga reposisi sulit dilakukan.
Intrusive luxation
Intrusive luxation merupakan kasus luksasi yang sulit dan keberhasilan perawatan
masih diperdebatkan. Beberapa petunjuk dalam merawat intrusive luxation adalah sebagai
berikut:
1. Reposisi segera melalui tindakan pembedahan merupakan tindakan beresiko oleh
karena dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal dan hilangnya jaringan pendukung
marginal. Reposisi secara bedah hendaknya dihindari apabila gigi masuk ke dalam
dasar hidung atau keluar dari jaringan lunak vestibulum.
2. Beberapa kasus gigi intrusi dapat dikembalikan ke posisi semula melalui perawatan
ortodontik dan reerupsi spontan. Pemilihan teknik perawatanbergantung pada tingkat
keparahan intrusi dan kemungkinan terjadinya resorpsi eksternal. Perawatan
endodontik dapat mulai dilakukan setelah 2-3 minggu kemudian. Apabila reerupsi
spontan dirasakan cukup memakan waktu lama maka dipertimbangkan untuk
dilakukan dengan menggunakan alat-alat ortodontik.
Gambar. (a) Intrusive luxation gigi insisif sentral kanan atas
(b). Setelah 4 minggu gigi kembali erupsi dengan pemasangan alat
ortodontik
Avulsi
Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya trauma:
1. Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya sesegera
mungkin.
2. Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila tidak
memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
3. Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.
Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek:
1. Lakukan anestesi lokal.
2. Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe.
3. Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis.
4. Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari.
5. Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan kembali gigi
dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada posisinya dan ulangi
kembali replantasi.
6. Pembuatan foto rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah posisi sudah benar.
7. Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint.
8. Berikan antibiotika selama 4-5 hari.
9. Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan sesuatu.
10. Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1% 2 kali sehari
selama 1 minggu.
11. Lepaskan splint setelah 1-2 minggu.
12. Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila tampak adanya kelainan pada pulpa.
1. Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian atausetelah
splint dilepas.
2. Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara.
3. Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan akanterjadi
revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar hendaknya
ditangguhkan.
4. Apabila pada foto rontgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan adanya gambaran
radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai resorpsi akar eksternal maka
perawatan saluran akar harus segera dilakukan.
5. Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan pembuatan foto
rontgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak nekrosis dan penutupan
apeks terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Berman, Louis H., Lucia Blanco, Stephen Cohen. 2007. A Clinical Guide To Dental
Traumatology. Philadelphia : Mosby.
McDonald, R.E., Avery, D.R. 2016.Dentistry for the child and adolescent. 10th ed. St Louis :
Mosby.
Rao A. 2008. Principles and practice of pedodontics.2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers.
Rao A. 2012. Principles and practice of pedodontics. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers.
Wei, S.H. 1988.Pediatric dentistry : total patient care. Philadelphia : Lea & Febiger.