Anda di halaman 1dari 3

11 KRIM 2 HAL

Foto1: Reza Indragiri Amriel


Foto2: Refli Harun
Foto3: Habib Bahar bin Smith

Setop Teror Tubuh Binatang untuk Memuntahkan Brutalitas

Pengacara Razman Arif Nasution dan pemilik Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin Habib Bahar bin Smith
pada Desember 2021 lalu, sama-sama mendapatkan teror pengiriman potongan tubuh binatang yang
hingga kini belum terungkap siapa pengirimnya.

Sabtu 18 Desember 2021 Razman mengaku keluarganya mendapat teror berupa kepala kambing busuk
yang dikirimkan oleh orang tak dikenal ke kediamannya di Apartemen Mediterania Palace Residence
Kemayoran Jakarta.

Menurut Razman, penerima bungkusan itu adalah istrinya dan security di rumahnya. Sebab saat itu dia
sedang di luar kota. Razman sendiri menduga teror ini berkaitan dengan pekerjaannya, salah satunya
saat ini dia menjadi penasihat hukum organisasi Pemuda Pancasila dalam sebuah kasus.

Teror serupa juga dialami Habib Bahar bin Smith yang mendapat kiriman paket berisi tiga kepala anjing
dalam sebuah kardus ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin miliknya yang beralamat di Kecamatan
Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Insiden teror ini terjadi pada Jumat, 31 Desember 2021 sekitar pukul 03.00 WIB. Saat itu santri
pesantren melihat dua motor datang dan melemparkan sesuatu ke arah Ponpes.

Di mata pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, teror yang dialami Razman Nasution dan Habib
Bahar bin Smith bisa ditafsirkan sebagai pesan maut untuk para penerimanya.

“Apa lagi tafsiran yang bisa dibangun, kecuali bahwa tindakan sedemikian rupa adalah pesan maut.
Penerima paket-paket itu dihadapkan pada risiko menjadi sasaran kekerasan yang bahkan bisa berujung
pada kematian jika bertindak-tanduk di luar keinginan si pengirimnya. Pihak pengirim boleh jadi dapat
dikenai sanksi pidana berdasarkan pasal 335 KUHP,” kata Reza kepada FORUM Keadilan, Jumat 31
Desember 2021.

Lebih jauh dari itu, Reza justru miris dengan modus yang dilakukan para pelaku teror yang masih
memanfaatkan bagian tubuh binatang sebagai pesan maut.

Dari sisi lain, Reza melihat pelaku pengirim bungkusan berisi kepala binatang tersebut barangkali
memendam amarah, sakit hati, kebencian, atau perasaan-perasaan negatif lainnya. Pertanyaannya,
mengapa suasana batin semacam itu diekspresikan dengan terlebih dahulu membunuh binatang lalu
mengirimnya ke pihak penerima?
“Kaget, pasti. Sangat, bahkan. Tapi apakah kemudian si penerima merasa takut, belum tentu. Saya
pribadi justru merasa pilu membayangkan binatang-binatang yang tak berdosa itu dimutilasi dengan
begitu keji dan dijadikan sebagai simbol tentang kematian dalam keadaan hina-dina,” kata Reza.

Dia menambahkan, kelakuan biadab para pelaku sangat kontras dengan potret dedikasi sekian banyak
orang di--misalnya--kitabisa.com . Di situs crowdfunding itu bisa kita temukan anggota masyarakat yang
berbondong-bondong mencari dan memberikan donasi guna menyelamatkan binatang-binatang yang
sakit, cacat, dianiaya, ditelantarkan, dan berbagai kondisi buruk lainnya. Apa lagi yang melatari kebaikan
orang-orang itu kalau bukan kepedulian sebagai sesama ciptaan Tuhan.

“Sebagaimana yang juga saya rasakan ketika masuk ke gorong-gorong air kotor guna menolong anak
kucing rumahan yang terperosok di dalam sana. Sebetulnya saya berharap polisi terketuk hatinya untuk
mengusut kasus-kasus pengiriman kepala binatang, namun bukan dalam konteks ancaman, melainkan
terkait adanya pihak-pihak yang sudah melakukan pembunuhan sadis terhadap binatang. Ketentuan
hukum yang digunakan adalah pasal 302 KUHP,” tegasnya.

Reza sendiri pihak kepolisian menimbang-nimbang kemungkinan menjalankan proses hukum dari sisi
kepentingan binatang. “Saya mengimbau siapa pun agar tidak lagi memanfaatkan tubuh binatang
sebagai media simbolik untuk memuntahkan brutalitas,” tukasnya.

Reza pun menilai pelaku teror telah mempertontonkan tindak perangai yang tidak Pancasilais. "Bacalah
Suplemen Belajar Mandiri Siswa Sekolah Dasar Kelas III SD buah pena Drs Sunarto, M.Pd., Dr. Sulartinah,
M.Pd., dan Acih Suarsih, M.Pd. Dari situ kita akan amat sangat menyesalkan bahwa ketika murid-murid
kelas 3 SD sudah dididik bahwa kasih sayang pada binatang merupakan pengamalan Pancasila sila
pertama dan kedua, para pengirim bungkusan maut ke Razman dan Habib Bahar justru
mempertontonkan tindak perangai yang tidak Pancasilais," ujarnya.

Sebaliknya, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun sendiri melihat kasus teror yang diterima Habib Bahar
bin Smith sangat erat kaitannya dengan kasus ujaran kebencian yang saat ini tengah menyeret Habib
Bahar.

Padahal, menurutnya, kasus ujaran kebencian yang menyeret nama Habib Bahar ini bukanlah kasus yang
serius. Ia bahkan menilai bahwa kasus ujaran kebencian ini adalah kasus yang tidak jelas dan terkesan
dibuat-buat. “Saya kalau dari sisi hukum itu gak jelas kasusnya apa,” ujar Refly Harun dalam YouTube
Channel pribadinya.

Menurut Refly Harun, kritik yang disampaikan oleh Habib Bahar terkait kasusnya dengan Jenderal
Dudung masih dalam tahap wajar.

Refly Harun menilai bahwa sangat berlebihan jika kritik yang dilontarkan Habib Bahar justru dianggap
sebagai tindak pidana.

“Apalagi menjadi ujaran kebencian yang ancaman hukumannya 6 tahun, lalu nanti ditangkap misalnya,
ditahan, Allahuakbar, negara kita kok begini jadinya,sedih sekali, padahal kita bicara tentang reformasi,”
tuturnya.

ebih lanjut, Refly Harun mengatakan bahwa sebagai negara demokratis, kebebasan berpendapat
seharusnya dijunjung tinggi dan tidak asal main lapor.
“Wacana dibalas dengan pemidanaan, dibalas dengan teror, dibalas dengan ancaman, menurut saya ini
sudah tidak proporsional dan bukan contoh baik tentunya kalau kita ingin bernegara hukum,”
pungkasnya. (M. Ridwan)

Anda mungkin juga menyukai