Anda di halaman 1dari 8

ANALISA KASUS BOM BUNUH DIRI DI SURABAYA DAN SIDOARJO DITINJAU

DARI TEORI HARI NURANI SESAT, ACTUS HUMANUS DAN PRINSIP BONUM
FACIENDUM ET MALUM VITANDUM

Disusun oleh:

Pingkansari Anugrah Gusti-51417030

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Prodi Manajemen

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tentang kasus bom bunuh diri yang terjadi di
Surabaya dan Sidoarjo yang dilakukan oleh dua keluarga teroris yang bertempat tinggal di
Surabaya dengan menggunakan teori hati nurani sesat, actus humanus dan prinsip bonum
faciendum, malum vitandum.
Tulisan ini menunjukkan alasan dua keluarga tersebut melakukan teror pengeboman bunuh
diri di Surabaya. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Terorisme adalah
menyerang dengan kekerasan serta menebarkan teror dan ancaman. Alasannya karena
alasan politik dan ingin mendirikan negara baru hingga untuk membela agama. Para pelaku
teror ini adalah orang biasa yang telah dicuci otaknya.
Tulisan ini untuk menunjukkan bahwa kasus tersebut adalah digolongkan dalam sebagai
nurani sesat. Tulisan ini juga akan menunujukkan tentang pentingnya peran keluarga dan
lingkungan sekitar serta pemerintah dalam masalah terorisme ini.

Kata kunci: bom bunuh diri, actus humanus, hati nurani sesat
PENDAHULUAN

Peristiwa bom bunuh diri memang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Kasus bom
bunuh diri di Surabaya ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Kasus Bom Bali I
adalah kasus bom bunuh diri pertama kali di Indonesia. Kemudian di JW Mariot Jakarta,
Bom Bali II, di Kedubes Australia, bom Sarinah dan masih ada lagi sampai yang terakhir
terjadi di Surabaya dan Sidoarjo ini. Dengan adanya kasus ini, membuat masyarakat
Indonesia merasa tidak tentram dan ada kekacauan karena para pelaku teror bom ini
menyerang semua orang yang tidak sepaham atau sekelompok dengan mereka. Biasanya
mereka melakukannya karena mereka telah terdoktrin oleh suatu ajaran atau paham bahwa
mereka akan dijanjikan surga. Selain itu juga karena mereka telah memiliki persamaan
pandangan bahwa mereka adalah saudara sehidup semati dan ingin melindungi satu sama lain
sehingga mendorong pengorbanan diri. Otak mereka telah dicuci hingga mereka berani mati
demi kelompok atau keyakinan mereka. Bagi mereka, menyerang orang lain diperbolehkan
asal sesuai dengan tujuan kelompoknya. Peristiwa bom bunuh diri kali ini dilakukan oleh
keluarga terorisme yang bertempat tinggal juga di Surabaya yang melibatkan seluruh anggota
keluarganya. Para pelaku tersebut diduga telah tergabung dalam jaringan ISIS yang tergabung
dalam Jamaah Ansarud Daulah (JAD). Cara mereka dalam memperluas jaringannya biasanya
dengan menikahkan saudara atau anak dari teman sesama teroris. Anak-anak dan remaja juga
akan ikut-ikutan karena faktor orang tuanya. Dalam diri mereka, paham radikalisme telah
tertananam sejak kecil dan akan sulit untuk dihilangkan dan diluruskan karena sudah
mengakar.
KRONOLOGI

Peristiwa bom bunuh diri telah terjadi di Surabaya dan Sidoarjo selama dua hari
berturut pada tanggal 13 dan 14 Mei 2018. Pada hari Minggu, 13 Mei 2018, bom bunuh diri
menyerang tiga gereja di Surabaya yaitu Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja
Kristen Indonesia dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Pelakunya adalah satu keluarga.
Dipimpin oleh sang ayah yang bernama Dita Oepriarto (48), istrinya yang bernama Puji
Kuswati (43), dua anak perempuan yang berinisial FS (12), FR (9) serta dua anak laki-lakinya
YF (18) dan FA (16).
Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela adalah yang pertama menjadi tempat
penyerangan, pada Minggu pagi tepatnya pukul 06.30 WIB. Pelakunya kedua anak laki-laki
Dita yaitu YF dan FA. Mereka berboncengan mengendarai motor kemudian masuk ke
halaman gereja dan meledakkan diri di halaman gereja. Korbannya tujuh orang, lima
masyarakat dan dua adalah pelaku.
Pengeboman kedua adalah di Gereja Kristen Indonesia yang terjadi pada hari yang
sama pada pukul 07.15 WIB. Pelakunya adalah istri Dita yang mengajak dua anak
perempuannya FS dan FR yang diantar Dita menggunakan mobil. Mereka tewas seketika.
Disini tidak ada masyarakat yang menjadi korban.
Kemudian pada hari yang sama adalah di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya pukul
07.53 WIB yang dilakukan oleh Dita sendiri. Dia menabrakkan mobilnya dan kemudian
meledakkan bomnya. Korbannya adalah tujuh masyarakat dan satu pelaku. Dari tiga gereja
tersebut, total jumlah korban ada 18 orang, 12 masyarakat dan 6 pelaku.
Yang terakhir pada hari itu adalah adanya ledakan di Rusunawa Wonocolo di Sidoarjo
pada pukul 21.20 WIB. Suara ledakan itu adalah tembakan pertama dari polisi untuk
melumpuhkan pria bernama Anton, terduga teroris yang memegang tombol bom. Rencananya
bom tersebut akan diledakkan di Surabaya. Disitu ada satu keluarga yang tewas dalam
operasi antiterorisme ini yang terdiri dari enam orang termasuk Anton.
Kemudian pada hari Senin tanggal 14 Mei 2018 terjadi pengeboman lagi di
Polrestabes Surabaya sekitar pukul 08.50 WIB. Pelakunya satu keluarga juga yang terdiri atas
Tri Murtono (50), istrinya bernama Tri Ernawati (43) serta ketiga anaknya. Hanya anak
mereka yang bungsu berinisial yang tak meninggal karena hanya terpental. Polisi akan
menjadikannya saksi. Korban pengeboman di Polrestabes Surabaya ini adalah empat polisi
dan enam warga yang mengalami luka luka.
Hingga pada hari Senin, 14 Mei 2018 pukul 18.27 sudah ada 18 orang tewas akibat
pengeboman di tiga gereja di Surabaya dan empat orang tewas di Polrestabes Surabaya serta
42 orang terluka. Kasus pengeboman tiga gereja di Surabaya ini diyakini ada kaitannya
dengan kerusuhan di Rutan Cabang Cibinang di Kompleks Mako Brimob, Kelapa Dua,
Depok, Jawa Barat karena selain terjadi kerusuhan, narapidana juga melontarkan seruan jihad
yang dilakukan napiter melalui live Instagram menggunakan handphone rampasan saat
kerusuhan berlangsung. Teroris tersebut memilih hari Minggu untuk melakukan aksinya
karena akan banyak jemaat yang datang untuk melakukan ibadah misa.
TEORI

Hati nurani sesat


Hati nurani sering kali disebut suara Tuhan karena hati tidak bisa berpikir. Karena hati
nurani adalah suara Tuhan, maka setiap orang wajib taat kepada hati nuraninya. Hati nurani
adalah pertimbangan-pertimbangan tentang boleh/tidak, baik/buruk tentang segala hal yang
dilakukan oleh manusia. Meskipun hati nurani adalah suara Tuhan, manusia harus tetap
mampu membedakan tentang baik dan buruk karena hati nurani juga bisa sesat. Banyak
faktor yang membentuk hidup manusia seperti lingkungan sekitar, tradisi, peraturan dan
relasi kemanusiaan. Contoh dari kesesatan hati nurani manusia adalah melakukan bom bunuh
diri untuk membela agamanya yang sebenarnya tidak butuh pembelaan dari manusia. Hati
nurani semacam itu tidak seharunya diikuti. Cara menilai hati nurani sesat adalah dilihat dari
kesesatan itu tentang yang dia ketahui atau dari kelalaiannya. Bila kesesatan hati nuraninya
bisa diatasi dan bisa dipersalahkan dia akan tetap berdosa meskipun dia mengikuti hati
nuraninya atau tidak. Bila dia tidak mengikuti hati nuraninya yang bisa diatasi dan bisa
dipersalahkan, dia juga tetap bersalah karena membiarkan hati nuraninya sesat dan tumpul.
Actus Humanus
Actus humanus adalah tindakan-tindakan yang mempunyai sifat manusiawi. Manusia
menjadi manusiawi karena memakai akal budinya yaitu tindakan yang dilakukan dengan
tahu, mau dan bebas. Manusia bisa melakukan kebebasan hanya jika manusia tersebut
mengetahui dan menghendaki. Tahu adalah jika manusia tidak hanya memiliki pengetahuan
tapi juga tahu mengenai dirinya sendiri. Mau juga adalah syarat dari kebebasan karena
kebebasan berarti tidak ada pemaksaan dan berarti dia mau. Actus humanus juga menjelaskan
bahwa manusia berbeda dengan makhluk lain yaitu hewan karena memiliki rasa rasionalitas.
Bonum vaciendum, malum vitandum
Bonum vaciendum, malum vitandum artinya adalah kebaikan harus dilakukan dan
keburukan harus dihindari. Manusia yang baik adalah manusia yang bisa menjalankan
kodratnya yaitu selalu melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan.
ARGUMENTASI

Kasus teror bom di Surabaya dan Sidoarjo tersebut merupakan termasuk dalam teori
hati nurani sesat, actus humanus dan prinsip bonum faciendum, malum vitandum.
Setiap manusia pasti memiliki hati nurani. Namun, hati nurani tersebut tak selalu baik,
terkadang juga sesat. Dalam teori hati nurani sesat diatas dijelaskan bahwa setiap manusia
memiliki hati nurani yang digunakan untuk mempertimbangkan segala sesuatu yang akan
dilakukan. Apakah hal tersebut baik atau buruk, boleh dilakukan atau tidak. Dalam kasus
pengeboman bunuh diri yang terjadi di Sidoarjo dan Surabaya tersebut, mereka jelas
menggunakan hati nurani yang sesat. Meskipun otak mereka telah dicuci dan hanya patuh
pada perintah orang yang mereka percayai, mereka tetap masih memiliki hati nurani. Mereka
membiarkan hati nuraninya menjadi sesat dan tumpul. Dengan alasan membela agama,
mereka melakukan hal tersebut. Dengan alasan membela kelompoknya, mereka melakukan
hal tersebut. Seharusnya mereka tak membiarkan hati nuraninya menjadi sesat seperti itu
dengan alasan apapun. Agama apapun pasti mencintai perdamaian. Jihad adalah berjuang di
jalan Allah. Berjuang di jalan Allah yang manakah jika seperti itu. Apalagi mereka juga
sampai mengorbankan istri dan anak-anaknya yang masih kecil yang tidak tahu apa-apa dan
hanya menurut dengan perintah orang tuanya.
Yang kedua adalah ditinjau dari teori actus humanus. Telah dijelaskan diatas bahwa
actus humanus merupakan tindakan-tindakan yang mempunyai sifat manusiawi. Dikatakan
manusiawi karena memiliki akal dan budi yaitu tindakan yang dilakukan dengan tahu mau
dan bebas. Jika pelaku tersebut adalah manusia, seharusnya mereka memakai akal dan
budinya sebelum melakukan aksinya tersebut. Mereka mengetahui dan menghendaki untuk
melakukan itu, dengan demikian mereka juga bertanggung jawab atas perbuatannya. Mereka
meyakini bahwa mereka sekeluarga akan masuk surga. Tokoh besarnya, seperti Nurdin M.
Top, dia hanya menyuruh dan mengarahkan anggotanya untuk melakukan bom bunuh diri
sedangkan dirinya sendiri tidak pernah melakukannya. Sedangkan Dita ini ingin
menunjukkan bahwa dirinya tidak hanya bisa mengarahkan tapi juga menunjukkan sehingga
kedepannya agar ada potensi lagi keluarga yang juga bisa saja melakukan seperti itu.
Selanjutnya mereka tau bahwa mereka akan melakukan aksi tersebut. Kemudian adalah mau
dan tidak ada paksaan. Mereka benar-benar mau melakukannya karena mereka telah
terdoktrin bahwa setelah melakukan aksi bom bunuh diri tersebut mereka sekeluarga akan
mati bersama dan masuk surga bersama-sama padahal jelas tidak seseorang masusk surga
karena hal seperti itu. Jangankan masuk surga, mencium baunya saja tidak. Mereka juga
mudah sekali mengkafirkan muslim yang lain. Halal darahnya yang dikafirkan bagi
kelompok mereka. Sesama muslim saja mereka membunuh dan mengkhafirkan apalagi
kepada yang non muslim. Islam tak pernah mengajarkan seperti itu.
Ketiga yaitu ditinjau dari prinsip bonum faciendum, malum vitandum yang berarti
bahwa kebaikan harus dilaksanakan dan keburukan harus dihindari. Dalam hal ini mereka
melanggar prinsip ini. Justru mereka malah melakukan kejahatan dan menjauhi kebaikan.
Mengkhafirkan dan memusnahkan orang-orang yang tidak sepaham atau seideologi dengan
mereka itu bukan sebuah jihad dan bukan mati nya juga bukan mati sahid. Tindakan seperti
ini juga telah merusak image dari agama Islam yang sesungguhnya. Islam adalah agama yang
rahmatan lil alamin, yang membawa rahmat untuk semua umat. Mungkin benar mereka
adalah muslim, tetapi mereka tidak menteapkan ajaran Islam dengan baik dan benar.
Awal mula mereka tergabung menjadi teroris biasanya adalah ketika mereka masih
muda dan masih mencari jati dirinya. Kebanyakan dari mereka adalah remaja yang kurang
aksih sayang dari orang tua atau mereka yang tidak dianggap ada oleh masyarakat. Mereka
merasa sendiri dan terpisah dan kemudian mereka mencari pegangan. Banyak sekali
kelompok-kelompok yang menarik perhatian para remaja seperti itu, seperti fans club,
pemuja musik dan juga kelompok agama ekstrim yang dianggapnya dapat menguatkan
identitas dirinya dan saling mendukung karena keyakinan yang sama. Dalam hal ini, peran
keluarga dan lingkungan sekitar sangat berpengaruh. Sebaiknya kita tidak membiarkan
keluarga kita dalam kebebasan dan kita tetap harus memantaunya serta tetap berkomunikasi
dengan seluruh anggota keluarga. Para orang tua juga harus tetap mengawasi perilaku anak-
anaknya dan membentenginya dengan ilmu agama yang baik dan benar.
Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi radikalisme dan teorisme
ini. Seperti dengan mentralisir orang-orang yang berpotensi untuk melakukan perekrutan
anggota baru untuk kelompokknya, mengawasi media yang menjadi sarana penyebaran
radikalisme dan terorisme serta melakukan deradikalisasi. Kita sebagai masyarakat sekarang
harus cerdas dalam menerima segala macam berita dan informasi yang mudah sekali tersebar
melalui berbagai macam media. Kita sebagai masyarakat juga harus mampu memfilter segala
informasi yang kita dengar dan kita lihat. Dengan begitu, kita bisa memilah mana informasi
yang positif dan mana yang hanya provokatif.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).

https://news.detik.com/berita/4020228

Anda mungkin juga menyukai