Anda di halaman 1dari 2

Tugas Bahasa Indonesia

Bayu Adji Al Fahrezi


XI Agama

Teks cerpen berjudul mata mungil menyimpan dunia

Mata Mungil yang Menyimpan Dunia


Selalu. Setiap pagi. Setiap Gustaf berangkat kerja dan terjebak rutin kemacetan perempatan
jalan menjelang kantornya, ia selalu melihat bocah itu tengah bermain-main di kolong jalan
layang. Kadang berloncatan, seperti menjolok sesuatu. Kadang hanya merunduk jongkok
memandangi trotoar, seolah ada yang perlahan tumbuh dari celah conblock.
Karena kaca mobil yang selalu tertutup rapat, Gustaf tak tak bisa mendengarkan teriakan-
teriakan bocah itu, saat dia mengibaskan kedua tangannya bagai menghalau sesuatu yang
beterbangan. Gustaf hanya melihat mulut bocah itu seperti berteriak dan tertawa-tawa.
Kadang Gustaf ingin menurunkan kaca mobil, agar ia bisa mendengar apa yang diteriakkan
bocah itu. Tapi Gustaf malas menghadapi puluhan pengemis yang pasti akan menyerbu
begitu kaca mobilnya terbuka.
Maka Gustaf hanya memandangi bocah itu dari dalam mobilnya yang merayap pelan dalam
kemacetan. Usianya paling 12 tahunan. Rambutnya kusam kecoklatan karena panas matahari.
Selalu bercelana pendek kucel. Berkoreng di lutut kirinya. Dia tak banyak beda dengan para
anak jalanan yang sepertinya dari hari ke hari makin banyak saja jumlahnya. Hanya saja
Gustaf sering merasa ada yang berbeda dari bocah itu. Dan itu kian Gustaf rasakan setiap kali
bersitatap dengannya. Seperti ada cahaya yang perlahan berkeredapan dalam mata bocah itu.
Sering Gustaf memperlambat laju mobilnya, agar ia bisa berlama-lama menatap sepasang
mata itu.
Memandang mata itu, Gustaf seperti menjenguk sebuah dunia yang menyegarkan. Hingga ia
merasa segala di sekeliling bocah itu perlahan-lahan berubah. Tiang listrik dan lampu jalan
menjelma menjadi barisan pepohonan rindang. Tak ada keruwetan, karena jalanan telah
menjadi sungai dengan gemericik air di sela bebatuan hitam. Jembatan penyeberangan di atas
sana menjelma titian bambu yang menghubungkan gedung-gedung yang telah berubah
perbukitan hijau. Dari retakan trotoar perlahan tumbuh bunga mawar, akar dedaunan hijau
merambat melilit tiang lampu dan pagar pembatas jalan, kerakap tumbuh di dinding
penyangga jalan tol. Gustaf terkejut ketika tiba-tiba ia melihat seekor bangau bertengger di
atas kotak pos yang kini tampak seperti terbuat dari gula-gula. Air yang jernih dan bening
mengalir perlahan, seakan-akan ada mata air yang muncul dari dalam selokan. Kicau burung
terdengar dari pohon jambu berbuah lebat yang bagai dicangkok di tiang traffic light.
Gustaf terpesona menyaksikan itu semua. Ia menurunkan kaca mobilnya, menghirup lembab
angin yang berembus lembut dari pegunungan. Tapi pada saat itulah ia terkejut oleh bising
pekikan klakson mobil-mobil di belakangnya. Beberapa pengendara sepeda motor yang
menyalip lewat trotoar melotot ke arahnya. Seorang polisi lalu lintas bergegas mendekatinya.
Buru-buru Gustaf menghidupkan mobilnya dan melaju.
Gustaf jadi selalu terkenang mata bocah itu.
Ia tak pernah menyangka betapa di dunia ini ada mata yang begitu indah. Sejak kecil Gustaf
suka pada mata. Itu sebabnya ketika kanak-kanak ia menyukai boneka. Ia menyukai
bermacam warna dan bentuk mata boneka-boneka koleksinya. Ia suka menatapnya berlama-
lama. Dan itu rupanya membuat Mama cemas-waktu itu Mama takut ia akan jadi homoseks
seperti Oom Ridwan, yang kata Mama, sewaktu kanak-kanak juga menyukai boneka-lantas
segera membawanya ke psikolog. Berminggu-minggu mengikuti terapi, ia selalu disuruh
menggambar. Dan ia selalu menggambar mata. Sering ia menggambar mata yang bagai liang
hitam. Sesekali ia menggambar bunga mawar tumbuh dari dalam mata itu; mata dengan
sebilah pisau yang menancap; atau binatang-binatang yang berloncatan dari dalam mata
berwarna hijau toska.

Anda mungkin juga menyukai