Anda di halaman 1dari 3

Batam Pos

Minggu, 20 Januari 2008

Indahnya Dunia bersama Gadis


Cerpen: Hafara el Quds

Sore ini, di sebuah jalan dekat Internasional Garden yang terletak di kawasan Masakin
Ustman terlihat lengang seperti biasanya. Mobil-mobil parkir dipinggir jalan menyerupai
antrean yang tak menentu. Bangunan sekitar tampak menjulang menerobos langit biru.
Tampak beberapa anak muda sedang bermain sepak bola di jalanan. Mereka asyik tanpa
merasa terganggu dengan kendaraan yang lewat.

Angin musim semi juga semilir menggerakkan rambut siapa saja yang panjang terurai. Tak
terkecuali.
Aku yang hanya mampu untuk mengingat seluruh bagian dari dirimu, sedih. Warna
kesukaanmu, pizza spesial yang selalu kau buang setelah berhasil menghabiskan jamurnya,
yang selalu lupa menaruh handphone (untungnya bisa di misscall), tapi kalau yang terlupa
itu kacamata, kau uring-uringan. Apalagi kalau hobi menulismu minta bagian untuk
diperhatikan, kau bisa seharian duduk mantengin laptop menghadap ke jendela. Dan aku
selalu kau larang untuk mengerti dengan apa yang kau tulis. Semua memori tentangmu
tersimpan apik di sudut sel otakku.

Honey, aku pergi sebentar dulu yah. Aku sayang kamu. Tulismu dalam secarik kertas yang
kau tinggal di meja makan sesaat setelah aku terlelap.

Sekarang, kau telah pergi entah kemana. Dan aku akan kesulitan jika mencarimu, karena
kuyakin kau tak punya rumah. Hidupmu yang sesuka hati akan membunuhmu. Sebenarnya,
kurang apa aku ini. Setiap hari disaat kau masih terlelap, aku yang selalu membuatkan teh
dan sarapan pagi untukmu. Segala perhatianku tercurah padamu. Aku serius
menyayangimu. Perasaan ini mengalir apa adanya tanpa kubuat-buat. Karena memang
beginilah adanya.

Kuakui, banyak waktu yang tersita untuk menyelesaikan studiku. Pagi-pagi sekali aku
sudah harus ke kampus untuk menemui dosen yang jika siang sudah susah ditemui. Setelah
jam makan malam aku baru bisa pulang, karena buku-buku wajib yang harus kucari
dibeberapa perpustakaan, dan itu melelahkan. Tolong pahami aku. Jika kuliahku sudah
tamat, aku akan selalu ada disisimu. Selalu sayang. Takkan ada yang sanggup memisahkan
kita.

Lalu apa alasanmu meninggalkanku? Apa hanya karena aku pendatang. Toh kalau masalah
wajah, kata orang, aku mirip tokoh Cleopatra di drama-drama stasion televisi lokal. Atau
masakan buatanku tidak seperti seleramu? Padahal aku sudah perbanyak saos dan cuka,
seperti spageti kesukaanmu. Atau bahasaku yang masih belepotan? Kalau boleh aku bilang,
aku menghabiskan waktu dua tahun untuk ikut kursus di kawasan Tahrir dan mendapatkan
nilai A. Semua itu aku lakukan agar kau mengerti bahwa aku pantas berada di sisimu.
Aku tak tahu dimana kamu sekarang. Terus terang sayang, hatiku pilu, sedih yang teramat
sangat. Semoga kamu baik-baik saja. Aku hanya bisa tuk mengatakan pada bulan yang
selalu bertelanjang kalau aku serius menyayangimu.

*****
Sore yang indah, di sebuah jalan dekat Internasional Garden yang terletak di kawasan
Masakin Ustman terlihat lengang seperti biasanya. Mobil-mobil parkir dipinggir jalan
menyerupai antrean yang tak menentu. Bangunan sekitar tampak menjulang menerobos
langit biru. Tampak beberapa anak muda sedang bermain sepak bola dijalanan. Mereka
asyik tanpa merasa terganggu dengan kendaraan yang lewat. Angin musim semi juga
semilir menggerakkan rambut siapa saja yang panjang terurai. Tak terkecuali.
Aku menyewa sebuah flat mungil berkamar satu dan yang penting cukup nyaman didekat
Internasional Garden agar dekat denganmu. Dan agar aku mudah untuk mengulang masa-
masa kebersamaan kita. Kepergianku bukanlah alasan untuk meninggalkanmu. Tapi sebuah
usaha pendewasaan. Bukan belajar dewasa akan tetapi memasuki masa dewasa itu sendiri.

Jam menunjukkan pukul lima sore yang berarti sebentar lagi matahari akan terbenam. Kata
banyak orang, suasana alam yang terindah dalam sehari terletak pada senja. Kalau
menurutku itu hanya berlaku pada orang yang sedang kasmaran saja, tidak setiap orang
merasakannya. Aku yakin itu.
Bel rumahku berbunyi, pertanda ada seseorang yang memencetnya. Aku yakin itu
pengantar pizza yang satu jam lalu aku pesan. Pizza spesial mushroom dengan jamur lebih
banyak. Sungguh nikmat mengalahkan kerlingan gadis manapun. Setelah membayar dan
memberikan sedikit tip, pintu kututup kembali. Duduk menghadap jendela sambil sesekali
menengok kearah luar, lalu kubuka perlahan kotak yang bertuliskan Pizza King berwarna
hijau. Pemandangan yang akan membuat penikmatnya meneteskan air liur. Pizza berukuran
medium dengan jamur yang bertaburan tanpa malu. Inilah yang akan menjadi teman
menulisku.

Sebagai penulis non fiksi, aku harus pintar memainkan peran. Aku pernah rela tidur di
kolong jembatan sungai Nil hanya untuk merasakan bagaimana rasanya hidup menjadi
seorang gembel yang selalu dikejar-kejar aparat. Dulu, aku pernah mencoba selama
seminggu menjadi seorang bawwab. Ya, bawwab apartemen. Yang kerjanya menjaga dan
membersihkan apartemen. Dan tempatku bekerja adalah apartemen bertingkat 10.
Terkadang aku harus membawakan barang belanjaan ibu-ibu yang beratnya sekitar satu
kwintal. Hampir patah tulangku. Tapi hasilnya sungguh memuaskan, buku yang kuberi
judul “Hari Kelam Seorang Bawwab” laris manis bak tokmiyah yang baru diangkat dari
penggorengan.
Aku sangat berterima kasih padamu yang setia menemaniku tempo hari. Darimu aku
dapatkan kesejukan yang tak mungkin aku dapatkan dari orang negaraku. Karena aku yakin
jika orang Asia lebih berbudi luhur daripada orang Arab. Kau yang rela merubah pola
masakan, aku tahu, kau sebenarnya tak begitu suka dengan cuka, tapi setelah ada aku, kau
selalu menambahi cuka pada spagetiku. Kau juga rela selama dua tahun mempelajari
bahasa Arab yang kata orang adalah bahasa surga. Dan kau pun mendapatkan nilai
cumlaude. Aku salut padamu.

*****
Hari-hariku masih diselimuti rasa kangen yang mendalam. Seperti ada bagian yang hilang
dari diriku. Aku masih mengira kau akan pulang pada tengah malam purnama nanti.
Aku pernah cemburu pada gadis yang pernah kau sapa di depan genena mall. Dia kelihatan
sangat feminim. Dan kau pun ngobrol dengan asik setelah memperkenalkanku padanya.
Tapi, apa aku punya hak untuk cemburu. Tampaknya hak itu jauh dari genggamanku.
Walaupun jauh, aku akan mencoba untuk meraihnya. Toh selama ini hanya aku yang dekat
denganmu. Dan aku yang selalu meladenimu bukan gadis itu.
Kau sudah tidak ada jarak lagi denganku. Apa yang ada pada diriku kau sudah tahu
semuanya. Karena memang aku orangnya apa adanya. Tidak ada yang ditambahi ataupun
dikurangi. Semua itu aku lakukan, agar kau benar-benar mengerti aku.

Apa yang kutakutkan benar-benar terjadi. Kau sepertinya tidak tahu jika aku sayang kamu.
Terus terang sayang, aku bukan tipe gadis yang sanggup mengucapkan kata cinta terlebih
dahulu, karena dalam adatku seorang pria lah yang mempunyai hak dan kewajiban untuk
mengucapkan kata cinta itu. Sampai saat inipun aku belum pernah mengucapkan kata cinta.
Aku hanya menunggumu. Tapi tampaknya kau tak paham.

Sekarang sudah terlewati sebelas purnama, dan kau belum pernah pulang. Hanya bayangmu
yang selalu hadir di alam bawah sadarku. Hanya di mimpilah aku bisa memimpikan
pertemuan kita. Satu hal yang selalu terpatri indah di setiap nafasku dan selalu mengalir
deras di setiap lini nadiku bahwa kau akan pulang.

*****
Sudah cukup lama aku meninggalkanmu. Kadang aku terpikir betapa tenangnya berada
disampingmu. Apa-apa kau yang meladeni. Aku hanya duduk manis bak seorang raja yang
berkuasa dengan seorang permaisuri yaitu kau. Aku jadi sangat mengerti seluk beluk
tentang dirimu yang mewakili seluruh gadis Asia. Tak ada hal sekecil apapun yang tidak
kau perhatikan. Aku sangat mengerti itu.

Inginku, aku pergi hanya sebentar. Hanya untuk menulis semua pengalamanku denganmu
karena aku sudah merasa cukup dengan materi untuk tulisanku. Sebenarnya aku hanya
penulis yang menginginkan hasil seperfect mungkin dengan cara menyelaminya langsung,
tanpa membawa perasaan, apalagi cinta, walaupun harus rela bergelut dengan airmata duka.
Aku tak bermaksud menyakitimu atau membuatmu terluka. Aku mengaku salah, tidak mau
berterus terang tentang tujuanku bersamamu. Sekarang, tulisanku sudah selesai dan sudah
kuedit. Sebentar lagi akan naik ke percetakaan. Aku sudah menandatangani kontrak dengan
penerbitan.

Bel rumahku berbunyi, aku yakin itu Mahya, gadis yang pernah kuperkenalkan padamu di
depan Genena mall. Dia adalah tunanganku sekaligus putri tunggal penerbit yang telah
menerbitkan semua bukuku dan akan menerbitkan bukuku yang terbaru, yang kuberi judul
“Indahnya Dunia bersama Gadis”. Disitulah secara detail kutulis semua yang terjadi
diantara kita, bersama semboyanmu yaitu tanpa ada pengurangan ataupun penambahan.
Mengalir apa adanya. ***

Bawwabah Taniyah, Nasr City, Cairo.

Anda mungkin juga menyukai