VOC di indonesia
Kenyataan ini mendapatkan perhatian khusus dari pihak pemerintah dan Parlemen Belanda.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Prins Maurits dari Parlemen Belanda pada 1598
mengusulkan agar antarkongsi dagang saling bekerja sama untuk membentuk sebuah
perusahaan yang lebih besar.
LATAR BELAKANG
VOC adalah singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie atau kongsi dagang dari
kerajaan Belanda yang memiliki monopoli perdagangan di Asia, terutama rempah-rempah.
Kongsi dagang VOC didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Perusahaan ini dianggap
sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia karena merupakan yang pertama
mengeluarkan sistem pembagian saham.
Tidak lama setelah berdirinya VOC, badan ini berhasil menyingkirkan orang Portugis di
mana satu abad sebelumnya telah berhasil membangun imperium perdagangan di Asia, dan
hampir menyisihkan persaingan di perdagangan Asia-Eropa. Bisa dikatakan di antara
semua perserikatan dagang yang ada pada abad 17 dan 18, Perserikatan Dagang Hindia
Timur (VOC) merupakan yang paling sukses.
Meskipun hanya sebuah badan dagang, tetapi VOC memiliki keistimewaan karena didukung
oleh negara sekaligus diberikan berbagai fasilitas sendiri yang istimewa. Misalnya VOC
boleh memiliki tentara dan bernegosiasi dengan negara lainnya.
Atas prakarsa dari dua orang tokoh Belanda, Pangeran Maurits dan johan van
Oldenbarnevelt, pada tahun 1602, kongsi-kongsi dagang Belanda kemudian dipersatukan
menjadi sebuah kongsi dagang besar yang disebut VOC atau 'Perserikatan Maskapai
Perdagangan Hindia Timur'.
Adapun pengurus pusat VOC sendiri terdiri dari 17 orang. VOC membuka kantor
pertamanya di Banten yang dikepalai oleh Francois Witter.
Sehingga dengan demikian, latar belakang berdirinya VOC antara lain adalah sebagai
berikut.
Itulah dia informasi singkat tentang latar belakang berdirinya VOC di Indonesia. Semoga
informasi di atas dapat membantu!
GUBERNUR/JENDERAL VOC
Pelabuhan transit yang pertama kali dipilih adalah Banten, namun VOC selanjutnya mulai
melirik Jayakarta. Sebabnya, kala itu Kesultanan Banten masih terlalu kuat bagi VOC.
Namun, Belanda pada akhirnya tetap memperoleh izin dari penguasa Banten untuk
membangun gudang di Jayakarta. Pendirian gudang tersebut adalah berdasarkan perjanjian
antara L. Herminte, Pieter Both, dan Pangeran Jayakarta, Wijayakrama.
Pada awal pembangunannya di tahun 1611, gudang atau loji tersebut dibangun dengan
bahan-bahan tak permanen. Pada tahun 1613 barulah bahan kayu dan bambu yang
awalnya digunakan, diganti dengan bahan-bahan batu.
Mulanya, dibangun gudang yang dinamai Nassau, lalu Belanda membangun lagi yang lain
dengan nama Maun'tius.
Kendati begitu, pengganti Pieter Both, yakni Geritz Reijnst dan Laurens Real justru lebih
sibuk di Maluku. Sehingga, kedua gudang ini tidak begitu diperhatikan.
Kembali mengutip dari buku Pilkada: Mencari Pemimpin Daerah, selama Pieter Both
berkuasa, ia menyelesaikan kontrak dengan masyarakat Maluku, menaklukkan TImor, serta
mengusir Spanyol dari Tidore.
4. Jan Pieterszoon Coen: 1617 (diangkat), 1618 (dikonfirmasi), 1619 (resmi), 1623 (akhir
jabatan)
6. Jan Pieterszoon Coen: 1624 (diangkat kembali), 1627 (resmi), 1629 (akhir jabatan)
10. Cornelis van der Lijn: 1645 (diangkat), 1646 (resmi), 1650 (akhir jabatan)
11. Carel Reyniersz: 1650 (diangkat), 1651 (resmi), 1653 (akhir jabatan)
16. Willem van Outhoorn: 1690 (diangkat), 1691 (resmi), 1704 (akhir jabatan)
20. Hendrick Zwaardecroon: 1718 (diangkat), 1720 (resmi), 1725 (akhir jabatan)
21. Mattheus de Haan: 1724 (dinagkat), 1725 (resmi), 1729 (akhir jabatan)
22. Diederik Durven: 1729-1732
31. Reinier de Klerk: 1777 (diangkat), 1778 (resmi), 1780 (akhir jabatan)
32. Willem Arnold Alting: 1780 (pejabat sementara), 1780 (resmi), 1797 (akhir jabatan).
Dari rincian di atas, dapat disimpulkan bahwa Gubernur Jenderal VOC yang pertama adalah
Pieter Both. Sedangkan yang terakhir adalah Willem Arnold Alting. Selamat belajar, detikers!
ekstirpasi, yaitu pemusnahan komoditas tertentu oleh VOC jika harga barang sedang jatuh
sehingga komoditas tersebut tetap langka dan berharga mahal,
pelayaran Hongi yang merupakan patroli pelayaran, sehingga tidak ada pedagang
rempah-rempah yang menjual barangnya ke pihak selain VOC,
verlipchte leverantie ialah penyerahan wajib berupa komoditas tertentu dengan harga yang
sudah ditentukan, dan
Preanger Stelsel, yaitu kewajiban penduduk Priangan untuk menanam komoditas kopi dan
menjualnya kepada VOC dengan harga yang sudah ditentukan.
Herman Willem Daendels adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah pada
tahun 1808–1811 ketika Belanda berada di bawah pengaruh Prancis. Tugas utama
Daendels adalah mempertahankan Hindia Belanda dari kemungkinan serangan Inggris yang
saat itu sedang berperang demgan Prancis. Untuk itu Daendels melakukan beberapa
kebijakan di beberapa bidang.
Daendels memberi gaji tetap dan melarang pegawai kolonial Hindia Belanda melakukan
perdagangan sendiri, dan
membagi Jawa menjadi sembilan daerah prefektur untuk memudahkan administrasi.
Dalam bidang ekonomi diantaranya memberlakukan verplichte leverantie, yakni kewajiban
yang dibebankan kepada rakyat Jawa untuk menjual barang hasil bumi seperti kopi dan
tembakau kepada pemerintah Belanda dengan harga yang dipatok tetap dan mewajibkan
kerja rodi untuk pembanguna jalan. Dalam bidang peradilan diantaranya mengadopsi sistem
hukum Kode Napoleon dari Prancis yang merupakan hukum sipil yang sampai saat masih
berpengaruh sebagai dasar sistem peradulan di Indonesia, terutama sistem peradilan umum
yang meliputi penanganan perkara pidana dan perdata.
Kesuksesan militer VOC menghadapi bangsa Eropa pesaing di antaranya hanya terjadi saat
mengusir orang Portugis dari Maluku pada 1605. Tetapi keberhasilan ini sebagian besar
dipengaruhi kekuatan pribumi di sana.
2.Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Praktik korupsi jamak dilakukan pejabat rendah bergaji sekitar 16-24 gulden hingga pejabat
puncak seperti gubernur jenderal yang bergaji sekitar 700 gulden. Sebagian besar gubernur
jenderal menjadi orang kaya setelah berhenti dari VOC.
Contoh, Gubernur Jenderal Van Hoorn melakukan praktik nepotisme dengan menggantikan
mertuanya, mantan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn pada 1794. Ia kembali ke
Belanda sebagai jutawan dengan membawa lebih dari 10 juta gulden, kendati bergaji resmi
sebagai gubernur jenderal 700 gulden per bulan.
Gubernur Kepulauan Ambon Alexander Cornabe juga melakukan praktik korupsi saat
menjabat pada 1780-1793. Ia dinyatakan bersalah di Batavia atas ketekoran di pemeriksaan
kas daerah. Saat menyerahkan kekuasaan kepada Inggris pada 1796, Cornabe juga
mengambil uang pemerintahan sebesar 25.000 gulden.
Praktik korupsi di VOC juga mencakup penyelundupan barang ekspor, mark up nota
pembelian, sogokan penerimaan pegawai, dan pembuatan laporan keuangan palsu. Praktik
ini memicu istilah keruntuhan VOC sebagai Veergan Onder Coruptie (VOC), yang artinya
"rontok karena korupsi".
3.Masalah Keuangan dan Kekuasaan
VOC harus mengalami banyak pengeluaran untuk biaya peperangan yang berlangsung
lama, seperti perang melawan Sultan Hasanuddin dan pasukan Gowa. Perang dapat
berlangsung bertahun-tahun karena terus mendapat perlawanan dari pribumi dan ulama.
Peperangan tersebut, di samping soal komoditas rempah-rempah, juga terkait dengan
kekuasaan wilayah dan orang pribumi yang dapat dipekerjakan dan dijadikan pasukan
tambahan.
Daerah kekuasaan VOC yang luas juga berbuntut pada besarnya biaya gaji yang harus
dibayar pada banyak karyawan di berbagai daerah jajahan. Sementara itu, pembayaran
dividen bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC berkurang dari
perdagangan sejak sekitar tahun 1780-an.
4.Persaingan Dagang
VOC juga kesulitan mempertahankan hegemoni dengan bertambahnya saingan dagang di
Asia. Dua bangsa pesaing terbesar VOC saat itu adalah Inggris dengan East Indian
Company dan Prancis.
Kerugian VOC dari usaha dagang juga diperparah dengan praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme di kalangan pejabatnya. Contoh, residen-residen Belanda memaksa rakyat untuk
menyerahkan hasil produksi dengan harga rendah dan dijual pada VOC dengan harga
tinggi. Kerugian yang dialami menyebabkan VOC tidak dapat lagi menyetor ke kas negeri
Belanda.
Pemerintah kerajaan di bawah King William V kelak menilai VOC tidak perlu dipertahankan
lagi. Berdasarkan Grondwet (UUD Republik Bataaf) pasal 249, tanggal 17 Maret 1799,
dibentuk Dewan Penyantun Hak Milik Belanda di Asia untuk mengambil alih semua
tanggung jawab dan utang VOC. Pengambilalihan VOC oleh kerajaan Belanda diumumkan
secara resmi di Batavia, 8 Agustus 1799.
Pada 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan, serta hak miliknya
berada di bawah penguasaan kerajaan Belanda di Nederland. VOC bangkrut dengan utang
136,7 juta Gulden dan kekayaan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta
daerah kekuasaan di Indonesia.
DAFTAR PUSAKA
1.https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5726167/profil-gubernur-jenderal-voc-pertama--daf
tar-penguasa-hindia-belanda-lainnya
2.https://www.inews.id/news/nasional/latar-belakang-berdirinya-voc-di-indonesia-lengkap-de
ngan-sejarahnya
3.https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/12/090000479/masuknya-voc-ke-indonesia
4.https://roboguru.ruangguru.com/question/carilah-kebijakan-kebijakan-voc-dan-apa-yang-dil
akukan-deandels-_QU-G3XEX9UK
5.https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5841239/5-penyebab-keruntuhan-voc-apa-betul-ut
amanya-karena-korupsi