Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat

dan ditempatkan dalam ruangan yang berdekatan atau antara satu tempat tidur

dengan tempat tidur lainnya. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan

perawatan untuk dapat sembuh, dimana enam puluh persen pasien yang

dirawat di Rumah Sakit menggunakan infus (Darmawan, 2008).

Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi

kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi

intravena. Terapi interavena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan

untuk memasukkan cairan, obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien. Infeksi

dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intra vena ( IV ) terletak pada

sistem infus atau tempat menusukkan vena.

Flebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi trombo

flebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika

trombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk jantung

maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang bisa menyumbat

atrioventrikular secara mendadak dan menimbulkan kematian.

Menurut WHO (Wold Health Organization) angka kejadian flebitis

meningkat menjadi 65% dan ini sangat dipengaruhi oleh ketetapan dalam

1
2

pelaksanaan pemasangan infuse. Sekitar 20 juta dari 40 juta pasien dirawat di

rumah sakit di Amerika Serikat telah dilaporkan menerima pengobatan IV.

Angka plebitis karena kateterisasi IV dilaporkan sebanyak 41,8% oleh Maki

dan Ringer (2005); 64,7% oleh Kocaman dan Sucuoglu (2006); 62% oleh

Lundgren, Jorfeldt, dan Ek (2007); 67,2% oleh Karadeniz, Kutlu, Tatlisumak,

dan Ozbakkaloglu (2007), dan 68,8% oleh Selimen, Kilic, dan Toker (2008).

Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang prevalensi phlebitis

mungkin disebabkan penelitian yang berkaitan dengan terapi intravena dan

publikasinya masih jarang. Contohnya angka kejadian phlebitis di salah satu

rumah sakit di Jakarta didapatkan 10 %. Angka tersebut memang tidak terlalu

besar namun masih di atas standard yang ditetapkan oleh Intravenous Nurses

Society (INS) 5%.8)

Menurut Depkes RI Tahun 2013 dikutip Wijayasari, jumlah kejadian

Infeksi Nosokomial berupa plebitis di Indonesia sebanyak (17,11%).

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Widiyanto (2007), mengatakan

bahwa angka kejadian plebitis di Rumah Sakit Cipto Mangkusumo Jakarta

sebanyak 53,8%. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan Baticola (2008),

mengatakan bahwa angka kejadian plebitis di RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta

sebanyak 27,19 %, Sedangkan hasil penelitian Saryati (2009), mengatakan

bahwa angka kejadian plebitis di RSUD Purworejo sebanyak 18,8%.)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masdalifa (2010), yang

menyatakan rata-rata kejadian plebitis waktu ≥ 24 jam dan ≤ 72 jam setelah


3

pemasangan terapi intravena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi

pemasangan infus terletak pada vena sefalika, yang tidak terjadi plebitis

sebanyak 11 responden (91,7%). Sedangkan lokasi pemasangan infus terletak

pada vena metakarpal, yang terjadi plebitis sebanyak 20 responden (41,7%).

(Aprilin, 2011. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/143/jtptunimus-gdl-

maulanurfa-7113-2-babi.pdf. Di Akses pada tanggal 15 Maret 2014).

Dari semua pasien yang dirawat dirumah sakit, setiap tahunsekitar 50%

mendapatkan infus intravena Walaupun infus intravena lebih banyak dilakukan

disemua lingkunganperawatan kesehatan. Tindakan pemasangan infus bisa

menimbulkan beberapa resiko jika tidak dilakukan secara benar. Salah satu

efek yangbisa ditimbulkan dari pemasangan infus adalah flebiti. (Schaffer dkk,

2009).

Berdasarkan data awal yang di dapatkan oleh peneliti di ruang perawatan

Anak RSUD Syeck Yusuf Kabupaten Gowa. Jumlah pasien Anak yang

mengalami Flebitis di tahun 2011 sebanyak 45 orang, di tahun 2012 sebanyak

58 orang. Sedangkan di tahun 2013 sebanyak 63 orang, dan di bulan Januari-

Februari 2014 sebanyak 20 orang.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul

tentang “Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Kejadian Flebitis

Pada Anak di Ruang Perawatan Anak RSUD Syeck Yusuf Kabupaten

Gowa.”
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan

rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan metode pemasangan infus dengan terjadinya kejadian

flebitis pada anak di ruang perawatan anak RSUD Syeck Yusuf Kabupaten

Gowa?

2. Apakah ada hubungan Perawatan infus dengan terjadinya kejadian flebitis

pada anak di ruang perawatan anak RSUD Syeck Yusuf Kabupaten Gowa?

3. Apakah ada hubungan Lokasi Pemasangan Infus dengan Terjadinya

kejadian flebitis pada anak di ruang perawatan anak RSUD Syeck Yusuf

Kabupaten Gowa?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahui Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Kejadian

Flebitis Pada Anak di Ruang Perawatan Anak RSUD Syeck Yusuf

Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui adanya hubungan metode pemasangan infus dengan terjadinya

kejadian flebitis pada anak di ruang perawatan anak RSUD Syeck Yusuf

Kabupaten Gowa.
5

b. Diketahui adanya hubungan Perawatan infus dengan terjadinya kejadian

flebitis pada anak di ruang perawatan anak RSUD Syeck Yusuf

Kabupaten Gowa.

c. Diketahui hubungan Lokasi Pemasangan Infus dengan Terjadinya

kejadian flebitis pada anak di ruang perawatan anak RSUD Syeck Yusuf

Kabupaten Gowa.

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Sebagai proses Pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam

melakukan kajian-kajian ilmiah di bidang keperawatan.

2. Bagi Institusi

Diharapkan agar penelitian ini dijadikan sebagai bahan informasi bagi

institusi pendidikan.

3. Bagi Profesi Perawat

Memberikan sumbangsi pengetahuan di bidang keperawatan dalam rangka

pembangunan dan kemandirian profesi perawat.

4. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat pada umumnya dan

ibu-ibu pada khususnya.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan

kajian lebih lanjut dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai