Anda di halaman 1dari 11

Create vs.

Develop in HOTS about Environment and Digital Learning in Elementary


School
Ilmi Zajuli Ichsan*, Santhi Pertiwi, Yudi Hermawan
Department of Elementary Teacher Education, Universitas Mohammad Husni Thamrin, Jakarta
*Email: ilmizajuliichsan@thamrin.ac.id

ABSTRACT
Pendidikan lingkungan hidup menjadi salah satu aspek penting dalam pembelajaran di SD yang
berbasis pada kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS). Penggunaan media
pembelajaran untuk pelaksanaan e-learning perlu dilakukan evaluasi berbasis HOTS. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terkait dengan HOTS dan penggunaan e-learning
di SD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan Teknik
pengambilan data menggunakan survei. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berupa soal tes untuk mengukur HOTS berdasarkan taksonomi Anderson dan taksonomi Ichsan.
Instrumen kedua yang digunakan adalah berupa kuesioner yang berisi pertanyaan terkait
dengan media pembelajaran dan berbagai kendala dalam e-learning. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa rata-rata skor HOTS siswa SD yang diukur menggunakan taksonomi
Anderson menunjukkan skor 2.58, sementara itu yang diukur menggunakan taksonomi Ichsan
menunjukkan rata-rata skor 2.27 untuk seluruh item. Hasil pengukuran HOTS menggunakan
taksonomi Anderson dan Taksonomi Ichsan memiliki perbedaan, salah satunya pada ranah C6
(create versus develop). Hasil dari pengukuran menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa
whatsapp merupakan media pembelajaran yang paling sering digunakan (65.97%). Selain itu
durasi pembelajaran yang paling ideal menurut siswa adalah kurang dari 3 jam (67.36%).
Penggunaan media pembelajaran menjadi hal penting dalam pelaksanaan e-learning untuk
meningkatkan HOTS siswa SD. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan
skor HOTS antara yang diukur dengan taksonomi Anderson dan Taksonomi Ichsan. Media
pembelajaran perlu dikembangkan lebih lanjut agar berbasis kepada kemampuan HOTS.
Kata kunci: e-learning, Higher Order Thinking Skills, Taxonomy
PENDAHULUAN
Pendidikan lingkungan hidup adalah sebuah topik yang menarik untuk disajikan kepada
siswa Sekolah Dasar (SD). Pelaksanaan Pendidikan lingkungan hidup di SD biasanya terintegrasi
dalam pembelajaran tematik dengan tema besar tertentu yang dibahas di kelas. Salah satu
tema nya terkait dengan kebersihan lingkungan sekolah dan rumah yang menjadi sebuah
konsep penting untuk dipahami oleh siswa SD. Pendidikan lingkungan hidup menjadi sebuah hal
yang penting karena dampak dari kerusakan lingkungan sudah terjadi di berbagai tempat
(Ashraf et al., 2012; Shabani et al., 2013). Kerusakan dan dampak dari berbagai aktivitas yang
tidak ramah lingkungan tersebut haruslah dilakukan pencegahan agar tidak terus menerus
terjadi. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sebuah Pendidikan berbasis Higher
Order Thinking Skills (HOTS). Kemampuan HOS tersebut dapat dipelajari dan dilatih untuk bisa
ikut berkontribusi dalam memecahkan masalah lingkungan hidup.
Kemampuan HOTS memberikan kontribusi dalam memberikan solusi konkrit untuk
memecahkan sebuah permasalahan yang rumit. HOTS sudah seharusnya dimiliki siswa SD
karena pada konteks ini siswa SD memiliki peran untuk memberikan contoh kepada anak yang
lebih muda usianya agar memahami permasalahan lingkungan hidup sehari-hari. Kemampuan
HOTS tersebut merupakan bagian dari Pendidikan abad 21 yang mengutamakan pada
kemampuan 4C yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi, berkolaborasi (Ait et al.,
2015; Lee, 2016; Urbani et al., 2017). HOTS dalam perkembangan Pendidikan abad 21 sering
diidentikan dengan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif yang perlu dikembangkan
dalam pembelajaran di SD.
HOTS dalam perkembangannya mengalami berbagai perubahan. Taksonomi yang
diutarakan oleh Anderson (2001) cenderung menjelaskan terkait dengan perbedaan antara
kemampuan create (C6) dan evaluate (C5). Perubahan pada Taksonomi Anderson ini
mengakibatkan level berpikir C6 (Create) naik peringkat pada level tertinggi. Namun pada
perkembangan lebih lanjut terkait taksonomi dalam Pendidikan, urutan level berpikir dari
taksonomi Anderson et al. (2001) perlu dilakukan revisi. Taksonomi Ichsan et al. (2021)
melakukan pembaharuan dalam urutan dan penamaan dari taksonomi Anderson. Adapun level
berpikir yang baru menurut Taksonomi Ichsan adalah Mulai dari Identify, Compare, Implement,
Criticize, Solve problem, Develop Innovation (Ichsan et al., 2021). Perubahan dari urutan level
berpikir ini menjadikan taksonomi Ichsan perlu dijadikan instrumen terbaru untuk mengukur
kemampuan HOTS.
Berbagai penelitian sudah dilakukan terkait dengan HOTS mulai dari pengembangan
model pembelajaran OIDDE hingga pengembangan RMS. Pelaksanaan model pembelajaran
OIDDE dikembangkan khusus dalam rangka peningkatan kemampuan HOTS dalam
pembelajaran sains. Model pembelajaran OIDDE menekankan pada pelaksanaan pembelajaran
sains yang lebih kontekstual dengan masalah yang ada di alam sekitar (Husamah et al., 2018).
Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah memiliki efektivitas yang cukup baik dalam
mengembangkan kemampuan HOTS. Selain itu model pembelajaran kedua yaitu model RMS,
model ini menekankan pada pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi sains dengan Teknik
membaca, memetakan masalah, serta membagi pengalaman kepada sesama teman (Muhlisin
et al., 2016).
Kemampuan HOTS dan literasi merupakan bagian dari keterampilan abad 21 yang
diperlukan oleh siswa di kehidupan sehari-hari (Dani, 2011; Paristiowati et al., 2019).
Kemampuan abad 21 terdiri dari 4 kompetensi yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif,
berkomunikasi, dan berkolaborasi. Kemampuan ini perlu dilatih sejak dini agar siswa menguasai
berbagai kemampuan tersebut sehingga bisa ikut berkontribusi dalam memecahkan masalah.
Kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif adalah sebuah kemampuan yang sangat berguna
dalam memecahkan masalah lingkungan hidup. Siswa yang memiliki kemampuan ini akan
dengan mudah bisa mencari solusi dari permasalahan tersebut. Solusi yang ditawarkan bisa
lebih kreatif apabila memiliki kemampuan berpikir kreatif. Selanjutnya solusi yang sudah
diperoleh, bisa dikomunikasikan dan dilakukan kolaborasi sehingga masalah yang dihadapi bisa
dipecahkan dengan segera. Keterampilan abad 21 ini bisa dirangkum dalam bentuk
kemampuan HOTS.
Selain berbagai penelitian terkait HOTS, penelitian lain yang membahas mengenai media
pembelajaran sudah banyak dilakukan. Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa media
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran sangat penting untuk dikembangkan dalam
program Pendidikan jangka menengah. Media pembelajaran menjadi salah satu komponen
penting dalam pelaksanaan e-learning yang ada di berbagai level Pendidikan (Dumitrica, 2017;
Yusuf et al., 2017). Mulai dari Pendidikan dasar hingga Pendidikan tinggi. Semua jenjang
Pendidikan tersebut menggunakan media pembelajaran sebagai sarana untuk menyampaikan
informasi terkait dengan bahasan dan topik terkini dalam tema pembelajaran tersebut. Peran
penggunaan dari media pembelajaran sangat besar bagi pelaksanaan e-learning. Berdasarkan
hal tersebut maka dianggap perlu dilakukan sebuah analisis terkait dengan kendala Pendidikan
di SD.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif. Teknik
pengambilan data yang digunakan adalah dengan menggunakan Teknik survey kepada
responden. Pelaksanaan penelitian adalah pada tahun 2022 dengan responden yang berasal
dari berbagai SD di Bekasi dan Bogor. Sampel yang digunakan adalah siswa SD yang dipilih
secara acak menggunakan simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa soal tes yang berisi pertanyaan pada level Higher Order Thinking
Skills (HOTS). Selain itu data lain yang dikumpulkan adalah terkait dengan pelaksanaan e-
learning, sehingga dibutuhkan instrument berupa daftar pertanyaan terkait dengan
pelaksanaan pembelajaran daring. Adapun jumlah dari butir soal tes HOTS terdiri dari 6 soal
yang dikembangkan berdasarkan level Taksonomi Anderson et al. (2001) . Kemudian soal tes
versi kedua yaitu berjumlah 6 soal yang dikembangkan berdasarkan level taksonomi Ichsan et
al. (2021). Adapun kisi-kisi dari instrument penelitian untuk kategori HOTS adalah sebagai
berikut ini (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Kisi-kisi instrument HOTS Sesuai Jenis Taksonomi

Level berpikir Jenis Taksonomi Butir ke


C4 Analyze Anderson et al (2001) 1 and 2
C5 Evaluate Anderson et al (2001) 3 and 4
C6 Create Anderson et al (2001) 5 and 6
C4 Criticize Problem Ichsan et al (2021) 1 and 2
C5 Solve Problem Ichsan et al (2021) 3 and 4
C6 Develop Innovation Ichsan et al (2021) 5 and 6
Kemudian untuk pengukuran e-learning terdiri dari 6 pertanyaan yang terkait dengan
pelaksanaan pembelajaran secara online. Butir pertanyaan tersebut dibuat sesuai dengan
kebutuhan dari pembelajaran di kelas. Secara lengkap butir dari pertanyaan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisi-kisi instrument e-learning

No Indicators Jumlah Opsi


1 Media pembelajaran yang digunakan 6
2 Durasi pembelajaran online 4
3 Kesulitan dalam mengerjakan tugas mandiri 4
4 Kendala dalam pembelajaran online 4
5 Media ajar dalam pembelajaran IPA 6
6 Topik IPA yang paling menarik 7

Kuesioner yang dikembangkan sesuai dengan tabel 2, kemudian disebarkan kepada


siswa SD untuk diisi secara online. Indikator yang dikembangkan memiliki berbagai opsi
jawaban. Indikator ke 1 dan 5 memiliki 6 opsi. Selanjutnya untuk indikator ke 2,3, dan 4
memiliki 4 opsi. Adapun butir ke-6 memiliki 7 opsi jawaban. Adapun dari jawaban tersebut
kemudian akan direkap dengan bentuk persentase dan disajikan dalam bentuk tabel untuk
memudahkan pembacaan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor HOTS siswa SD yang diukur
menggunakan Instrumen yang dikembangkan dengan Taksonomi Anderson, menunjukkan
bahwa item terendah adalah item nomor ke -5 (lihat Tabel 3). Hasil dari penelitian ini juga
menunjukkan bahwa skor rata-rata.
Tabel 3. Hasil pengukuran menggunakan Taksonomi Anderson

No Item
1 Berikan pendapat kamu terkait dengan fenomena penebangan hutan, apakah 2.52
dampaknya? jelaskan
2 Berikan pendapat kamu mengenai budidaya tanaman hidroponik yang 2.75
dilakukan di rumah, apakah berdampak positif? jelaskan
3 apa saran yang bisa kamu berikan bagi sekolah untuk terbentuk sekolah yang 2.68
ramah lingkungan
4 Menurut kamu apakah perbedaan antara tanaman hias (contoh: mawar & 2.69
anggrek) dan tanaman budidaya (contoh: jagung, padi)? lebih cocok mana
untuk ditanam di wilayah perkotaan? jelaskan
5 Tuliskan sebuah ide kreatif untuk mengajak temanmu untuk menanam 2.42
tanaman di pot rumah masing-masing, apa yang akan kamu lakukan untuk
mengajaknya?
6 Dari sekian banyak tanaman yang ada, tanaman apa yang akan kamu tanam 2.46
di rumah mu? mengapa alasannya menanam tanaman tersebut?
Rata-rata skor 2.58

Hasil pengukuran HOTS siswa SD menggunakan taksonomi Ichsan (new version)


menunjukkan bahwa skor tertinggi terletak pada item ke-3. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa pengukuran menggunakan taksonomi Ichsan dapat dilakukan pada
berbagai tema pembelajaran. Secara lebih jelas terkait dengan hasil penelitian dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Menggunakan Taksonomi Ichsan

No Item Skor
1 berikan kritik terkait dengan kebiasaan banyak masyarakat yang gemar 2.29
merokok
2 Apakah kebijakan kenaikan harga rokok akan efektif untuk mencegah orang 2.23
untuk merokok? jelaskan
3 jantung adalah organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Namun 2.47
sering kali orang tidak bisa menjalani pola hidup sehat. Jelaskan solusi dan
cara menjaga kesehatan jantung
4 konsumsi makanan dengan kadar lemak yang tinggi akan berdampak buruk, 2.24
solusi apa yang bisa kamu berikan agar konsumsi makanan mengandung
lemak bisa diatur sesuai porsinya
5 Sebagai siswa, ide inovatif apa yang bisa kamu lakukan untuk menjaga 2.34
kebersihan lingkungan kamu dari bakteri dan virus?
6 Tuliskan sebuah ide inovatif yang bisa dilakukan untuk bisa berolahraga 2.10
ditengah aktivitas sehari-hari yang padat
Rata-rata skor 2.27

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media pembelajaran yang paling sering
digunakan dalam pembelajaran online adalah menggunakan whatsapp. Sementara itu media
yang paling sedikit digunakan adalah terkait dengan penggunaan youtube. Hal tersebut
menggambarkan bahwa guru sangat sedikit yang menggunakan youtube sebagai media
pembelajaran. Adapun Penggunaan media dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penggunaan media pembelajaran secara online

Opsi Jumlah Responden Persentase


Whatsapp 190 65.97
Zoom 22 7.64
Google Classroom 46 15.97
Google Meet 20 6.94
youtube 3 1.04
Lainnya 7 2.43

Durasi pembelajaran online yang ideal menurut siswa adalah < 3 jam, hal ini menjadi
bahan masukan untuk guru terkait dengan pembelajaran online yang ideal. Sementara siswa SD
paling sedikit menjawab untuk durasi > 8 jam. Sehingga dapat dilihat bahwa durasi
pembelajaran harus disesuaikan (lihat Tabel 8).
Tabel 6. Durasi Pembelajaran Online yang ideal menurut siswa

Opsi Jumlah Responden Persentase


< 3 jam 194 67.36
3-5 Jam 77 26.74
6-8 Jam 12 4.17
> 8 jam 5 1.74

Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas siswa SD merasa sulit
(54.51%) untuk melakukan pembelajaran secara mandiri. Pembelajaran IPA dan lingkungan
hidup sudah seharusnya mengedepankan untuk bisa memfasilitasi siswa agar bisa memahami
berbagai fenomena yang terjadi.
Tabel 7. Pendapat responden terkait pembelajaran secara mandiri

Opsi Jumlah Responden Persentase


Sangat Mudah 10 3.47
Mudah 72 25.00
Sulit 157 54.51
Sangat Sulit 49 17.01

Adapun kendala yang biasa dialami oleh siswa bisa beraneka ragam. Gangguan koneksi
internet, kesulitan dalam memahami konsep, serta tugas terlalu banyak menjadi kendala yang
dirasakan oleh siswa SD. Berbagai kendala yang terjadi pada pembelajaran online harus
diantisipasi agar berjalannya perkuliahan menjadi lebih lancar (lihat Tabel 8).
Tabel 8. Kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran online

Opsi Jumlah Responden Persentase


Kendala Internet 87 30.21
Kesulitan memahami konsep 170 59.03
Tugas terlalu banyak 22 7.64
Lainnya 9 3.13
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan video dianggap lebih ideal oleh siswa dalam
pembelajaran IPA (lihat Tabel 9). Hal ini berbanding terbalik dengan hasil yang diperoleh pada
Tabel 5 yang justru menunjukkan bahwa penggunaan platform youtube sebagai sebuah media
berbentuk video masih jarang digunakan. Adapun untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Media ajar yang efektif dalam pembelajaran IPA

Opsi Jumlah Responden Persentase


A. Power point 39 13.54
B. Video 114 39.58
C. Pdf 50 17.36
D. Aplikasi android 28 9.72
E. E-book 21 7.29
F. Lainnya 36 12.50

Topik pembelajaran yang menarik menurut responden adalah yang berkaitan dengan
Kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan hidup, pembelajaran jarak jauh,
keanekaragaman, energi dan SDA. Adapun topik dengan peminatan terendah adalah berkaitan
dengan kelautan kemaritiman. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Topik yang menarik dipelajari menurut responden

Opsi Jumlah Responden Persentase


A. Kesehatan Masyarakat 92 31.94
B. Kerusakan lingkungan hidup 17 5.90
C. Keanekaragaman 36 12.50
D. Energi dan SDA 37 12.85
E. Kelautan dan kemaritiman 1 0.35
F. Pembelajaran jarak jauh 86 29.86
G. Lainnya 19 6.60

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor HOTS siswa SD masih
tergolong rendah dan perlu ditingkatkan. Hasil pengukuran HOTS menggunakan taksonomi
Anderson dan Taksonomi versi baru (Taksonomi Ichsan). Kemampuan siswa SD dalam
memecahkan masalah lingkungan hidup menjadi penting untuk dikembangkan. Siswa SD harus
ditanamkan sikap dan perilaku peduli lingkungan hidup setiap hari nya. Dalam
perkembangannya, kemampuan HOTS siswa sangat beranekaragam mulai dari tingkatan level
4, level 5, dan level 6. Tingkatan dari level berpikir ini bisa membuat berbagai masalah
lingkungan bisa diselesaikan. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi pertimbangan untuk guru
dalam menembangkan media pembelajaran dan lembar kerja yang berorientasi pada
kemampuan HOTS.
Hal ini membuat pengembangan media pembelajaran berbasis HOTS menjadi penting
untuk dilakukan oleh guru kelas yang mengajar di SD. Tugas dan alur pembelajaran harus
berorientasi pada pengembangan kemampuan HOTS (Acharya, 2016; Aisyah et al., 2018;
Istiyono et al., 2020). Kemampuan HOTS yang dilatih seperti kemampuan analisis memerlukan
tipe pembelajaran yang mengasah kemampuan analisis. Sementara kemampuan lain seperti
kemampuan mengevaluasi dan menciptakan program harus dibiasakan agar siswa mulai
berpikir kritis sejak dini. Pembelajaran berdasarkan HOTS perlu dilaksanakan pada berbagai
jenjang, mulai dari Pendidikan dasar hingga Pendidikan tinggi. Pembelajaran dengan topik
lingkungan hidup terkini pada SD harus mengedepankan pada isu terkini seperti pemanasan
global dan perubahan iklim.
Kemampuan HOTS yang berorientasi pada peningkatan inovasi yaitu berdasarkan
taksonomi Ichsan. Kemampuan untuk mengembangkan inovasi merupakan kelanjutan dari
kemampuan mencipta yang ada di taksonomi Anderson. Siswa SD harus bisa memberikan
terobosan untuk turut serta dalam membangun inovasi berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi di lingkungan sekitar mereka (Jiang et al., 2017; Parkin et al., 2012). Pengembangan
kemampuan inovasi ini tentunya harus dibarengi dengan media pembelajaran yang kontekstual
dengan masalah yang muncul dalam lingkungan sehari-hari. Salah satunya adalah terkait
kebersihan diri dan lingkungan. Topik terkait dengan kebersihan diri dan lingkungan merupakan
topik yang sangat kontekstual karena yang dibahas merupakan kejadian sehari-hari yang
dialami siswa. Setelah mempelajari topik kebersihan diri dan lingkungan, diharapkan siswa SD
menjadi lebih mengerti dari esensi dalam menjaga kebersihan.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan e-learning
menggunakan berbagai media pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Adapun kendala yang
dialami oleh siswa adalah berkaitan dengan sulitnya akses internet serta waktu pembelajaran
yang terlalu lama. Berbagai kendala yang dialami tersebut dapat menjadi masukan bagi pihak
sekolah dan penyelenggara Pendidikan dasar agar bisa memfasilitasi sulitnya akses internet
tersebut. Selain kendala tersebut, ada kendala lain yaitu terkait dengan kemampuan
pemahaman siswa saat mereka belajar secara mandiri. Siswa harus bisa memahami konsep
yang sulit secara mandiri sehingga pemahaman mereka akan bisa meningkat. Pemahaman
terkait dengan konsep lingkungan hidup diperlukan agar bisa memecahkan masalah lingkungan
hidup. Kesulitan dalam memahami konsep tersebut dapat dibantu dengan pengunaan media
pembelajaran berbasis teknologi (McDougall et al., 2018; Yousefi, 2014).
Hasil dari penelitian ini merekomendasikan siswa agar bisa ikut serta dalam
memecahkan masalah lingkungan hidup. Media pembelajaran harus mendukung terkait dengan
upaya peningkatan kemampuan HOTS. Pembelajaran yang sudah dilaksanakan secara online
sudah relatif baik dan berjalan sesuai dengan tujuan. Adapun secara substansi terkait dengan
media pembelajaran harus berorientasi pada materi yang kontekstual dengan masalah
sekarang. Materi yang dikembangkan perlu disampaikan kepada siswa agar mereka lebih
memahami secara kontekstual terkait dengan berbagai masalah yang terjadi di lingkungan
sekitar mereka (Bustami et al., 2018; Kartikaningtyas et al., 2018). Materi ini menjadi sebuah
sarana untuk bisa mengembangkan lebih lanjut terkait kemampuan HOTS siswa. Cara
mengembangkan kemampuan HOTS untuk setiap jenjang kemampuan tentunya berbeda.
Untuk jenjang SD harus mengedepankan penggunaan Bahasa yang lebih sederhana dan mudah
dimengerti.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa rata-rata
skor HOTS siswa SD sebesar 2.58 yang diukur dengan taksonomi Anderson, sementara itu rata-
rata skor 2.27 untuk yang diukur menggunakan taksonomi Ichsan. Hasil dari penelitian ini juga
menunjukkan bahwa whatsapp merupakan media pembelajaran yang paling sering digunakan
(65.97%). Sementara terkait dengan durasi pembelajaran yang ideal adalah kurang dari 3 jam
(67.36%). Keterbatasan dari penelitian ini dikarenakan jumlah instrumen yang terbatas pada
beberapa item, maka belum bisa membahas berbagai topik penelitian secara luas. Saran untuk
penelitian kedepannya adalah bahwa perlu dikembangkan media pembelajaran yang ideal
terkait dengan topik kebersihan diri dan lingkungan hidup.
Referensi
Acharya, K. P. (2016). Fostering Critical Thinking Practices At Primary Science Classrooms in
Nepal. Research in Pedagogy, 6(2), 1–7. https://doi.org/10.17810/2015.30
Aisyah, A., Salehuddin, K., Aman, I., Yasin, R. ., & Mimiko, N. (2018). Eliciting elements of higher
order thinking skills in the higher secondary examination question structure in japan and
malaysia aznur. Proceedings of the Regional Conference on Science, Technology and Social
Sciences (RCSTSS 2016), Rcstss 2016, 455–464. https://doi.org/10.1007/978-981-13-0074-5
Ait, K., Rannikmäe, M., Soobard, R., Reiska, P., & Holbrook, J. (2015). Students’ Self-Efficacy and
Values Based on A 21st Century Vision of Scientific Literacy – A Pilot Study. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 177(July 2014), 491–495.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02.403
Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., Airiasian, W., Cruikshank, K. A., Mayer, R. E., Pintrich, P. R.,
Raths, J., & Wittrock, M. C. (2001). A taxonomy for learning, teaching and assessing: A
revision of bloom’s taxonomy of educational objectives. Longman.
Ashraf, S. S., Rauf, M. A., & Abdullah, F. H. (2012). A hands-on approach to teaching
environmental awareness and pollutant remediation to undergraduate chemistry
students. Research in Science and Technological Education, 30(2), 173–184.
https://doi.org/10.1080/02635143.2012.698604
Bustami, Y., Syafruddin, D., & Afriani, R. (2018). The implementation of contextual learning to
enhance biology students’ critical thinking skills. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 7(4),
451–457. https://doi.org/10.15294/jpii.v7i4.11721
Dani, D. (2011). Sustainability as a Framework for Analyzing Socioscientific Issues. International
Electronic Journal of Environmental Education, 1(2), 113–128.
Dumitrica, D. (2017). Fixing higher education through technology: Canadian media coverage of
massive open online courses. Learning, Media and Technology, 42(4), 454–467.
https://doi.org/10.1080/17439884.2017.1278021
Husamah, H., Fatmawati, D., & Setyawan, D. (2018). OIDDE learning model: improving higher
order thinking skills of biology teacher candidates. International Journal of Instruction,
11(2), 249–264. https://doi.org/10.12973/iji.2018.11217a
Ichsan, I. Z., Rahmayanti, H., Purwanto, A., Sigit, D. V., Kurniawan, E., Tanjung, A., Panjaitan, R.
G. P., Pertiwi, N., & Singh, C. K. S. (2021). Thinking Level in Education: A Complete Revision
of Anderson’s Taxonomy. Pedagogika, 141(1), 53–78.
https://doi.org/10.15823/p.2021.141.3
Istiyono, E., Dwandaru, W. S. B., Setiawan, R., & Megawati, I. (2020). Developing of
computerized adaptive testing to measure physics higher order thinking skills of senior
high school students and its feasibility of use. European Journal of Educational Research,
9(1), 91–101. https://doi.org/10.12973/eu-jer.9.1.91
Jiang, B., Yang, J., Lv, Z., Tian, K., Meng, Q., & Yan, Y. (2017). Internet cross-media retrieval
based on deep learning. Journal of Visual Communication and Image Representation, 48,
356–366. https://doi.org/10.1016/j.jvcir.2017.02.011
Kartikaningtyas, V., Kusmayadi, T. A., & Riyadi, R. (2018). The effect of brain based learning with
contextual approach viewed from adversity quotient. Journal of Physics: Conference Series,
1022. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1022/1/012014
Lee, A. Y. L. (2016). Media education in the school 2.0 era: Teaching media literacy through
laptop computers and iPads. Global Media and China, 1(4), 435–449.
https://doi.org/10.1177/2059436416667129
McDougall, J., Readman, M., & Wilkinson, P. (2018). The uses of (digital) literacy. Learning,
Media and Technology, 43(3), 263–279. https://doi.org/10.1080/17439884.2018.1462206
Muhlisin, A., Susilo, H., Amin, M., & Rohman, F. (2016). Improving critical thinking skills of
college students through RMS model for learning basic concepts in science. Asia-Pacific
Forum on Science Learning and Teaching, 17(1), 1–24.
https://www.eduhk.hk/apfslt/download/v17_issue1_files/muhlisin.pdf
Paristiowati, M., Hadinugrahaningsih, T., Purwanto, A., & Karyadi, P. A. (2019). Analysis of
students’ scientific literacy in contextual-flipped classroom learning on acid-base topic.
Journal of Physics: Conference Series, 1156(1), 012026. https://doi.org/10.1088/1742-
6596/1156/1/012026
Parkin, H. J., Hepplestone, S., Holden, G., Irwin, B., & Thorpe, L. (2012). A role for technology in
enhancing students’ engagement with feedback. Assessment and Evaluation in Higher
Education, 37(8), 963–973. https://doi.org/10.1080/02602938.2011.592934
Shabani, N., Ashoori, M., Taghinejad, M., & Beyrami, H. (2013). The study of green consumers ’
characteristics and available green sectors in the market. International Research Journal of
Applied and Basic Sciences, 4(7), 1880–1883.
Urbani, J. M., Truesdell, E., Urbani, J. M., Roshandel, S., Michaels, R., & Truesdell, E. (2017).
Developing and modeling 21st-century skills with preservice teachers. Teacher Education
Quarterly, 44(4), 27–51.
Yousefi, S. (2014). Comparison of traditional and video mediated learning of english: tracking a
new approach. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 98, 1940–1944.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.03.626
Yusuf, M. M., Amin, M., & Nugrahaningsih. (2017). Developing of Instructional Media-Based
Animation Video on Enzyme and Metabolism Material. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia,
3(3), 254–257.

Anda mungkin juga menyukai