Sistem Budidaya Akuakultur
Sistem Budidaya Akuakultur
www.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 1
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
SISTEM BUDIDAYA AKUAKULTUR
CV AIYU SHIROTABIOTA INDONESIA
PRINSIP
• Penyeimbangan nutrien pada substrat kolam dan air
• Penyeimbangan mikroflora dan mikrofauna dalam air
• Pemeliharaan parameter kimia dan fisika pendukung
Penyeimbangan Nutrien Pada Substrat Kolam Dan Air
Redfield ratio ( C : N : P = 106 : 16 : 1 )
Mengarahkan ekosistem kolam kepada komposisi alami bagi pembentukan biomass plankton,
bakteri, dan organisme lanjutan rantai makanan di kolam pada natural level karbon, nitrogen
dan posfor di kisaran Redfield ratio, untuk mecegah eutrofikasi di tambak dan di luar lingkungan
tambak sebagai efek pembuangan limbah cair dan padatan dari internal tambak.
Menjadikan posfor sebagai faktor pembatas dan terbatasi, menghindari pemupukan posfor dan
menerima asupan posfor hanya dari substrat (tanah atau semen), air baku (laut, sumur atau
sungai), dan pakan.
Membatasi penambahan asupan karbon (C) dan nitrogen (N) secara kuantitatif , melakukan
penambahan asupan hanya untuk memanipulasi nisbah/perbandingan relatif C terhadap N (C/N
ratio) dan N terhadap P (N/P ratio). Penekanan lebih pada pendayagunaan kemampuan kolam
untuk mengasimilasi sumber C dan N dari sisa asupan pakan menjadi biomass yang berguna bagi
ekosistem kolam (berupa plankton, bioflok, senyawaan protein sederhana) atau mendigest
sumber C dan N dari sisa asupan pakan menjadi gas CO2 dan N2 dan sisa padatan berupa detritus
yang sudah tidak dapat diuraikan lagi untuk dikeluarkan dari sistem.
C/N = 10‐20
Mengarahkan tingkat kesuburan air pada level optimal yang memungkinkan bakteri
heterotroph, bakteri chemoautothroph dan organisme autothroph (plankton) untuk bekerja
sinergis dan saling melengkapi.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 2
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
C/N = 5‐10 ‐‐‐> kondusif bagi plankton dan bakteri chemoautothroph, kurang kondusif bagi
bakteri heterothroph.
C/N = 10‐20 ‐‐‐> kondusif bagi plankton, bakteri chemoautothroph dan bakteri heterotroph
C/N = >20 ‐‐‐> kondusif bagi bakteri heterotroph, kurang kondusif bagi plankton dan bakteri
chemoautothroph.
C/N rasio terlalu rendah dapat menyebabkan proses perombakan bahan organik sedemikian
lambatnya, hingga kolam kehilangan daya untuk mengolah limbah kotoran biota budidaya dan
sisa pakan yang tiap hari dibebankan pada ekosistem kolam. Proses purifikasi biologi lebih ke
arah reaksi fotokimia dan transfer elektron dari bakteri‐bakteri pengoksidasi sulfur dan nitrogen
seperti Rhodobacter, Thiobacillus, Nitrosomonas dan Nitrobacter yang memiliki efisiensi rendah
terhadap pengoksidasian bahan organik kompleks.
Jika C/N rasio terlalu tinggi akan memicu pertumbuhan bakteri filamen dari golongan Ulothrix,
Microthrix, Gordonia, Thiothrix, Dinoflagellata dan Cyanobacteria yang dapat menyebabkan air
tambak berbusa hebat dengan pembentukan slime dan lendir berlebihan dengan
kecenderungan perbedaan pH pagi dan pH sore yang tinggi.
Pada C/N rasio terlalu tinggi bakteri heterotroph lebih banyak melangsungkan proses oksidatif
dan respiratif untuk menghasilkan energi, dibanding pembentukan enzim dan asimilasi senyawa
protein sederhana lainnya, sehingga menyebabkan konsumsi oksigen untuk melangsungkan
proses oksidatif dan respiratif menjadi boros dan terlalu besar.
N/P = > 20
Mengarahkan manajemen ekosistem kolam kepada kuota konsentrasi nitrogen yang optimal
dengan konsentrasi posfor yang minimal untuk pencapaian nisbah lebih besar dari Redfield ratio
(16:1) dengan acuan yang disepakati akuakulturis, limnologis dan oceanologis sedunia pada
besaran 20‐30 ke atas untuk menghindari pertumbuhan dan blooming berlebihan dari
cyanobacteria (blue green algae) dan Dinoflagellata.
N/P = 8 kondusif bagi blue green algae (cyanobacteria)
N/P = 10 kondusif bagi plankton coklat (diatomae)
N/P = 12 kondusif bagi dinoflagellata
N/P = 30 kondusif bagi plankton hijau (chlorella)
Nitrat (NO3‐) sebagai bentuk molekul terlarut nitrogen mayoritas dalam air dibanding
Ammonium (NH4+), Nitrit (NO2‐) dan N‐organik, dengan Posfat (PO43‐) sebagai bentuk molekul
terlarut posfor mayoritas dalam air dibanding poliposfat atau posfat‐organik, menjadi penentu
utama nilai nisbah N/P rasio dalam air.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Bud
didaya Akuakulturr
CV Aiyu Shiirotabiota Indoneesia v 3
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
R
Rasio Redfiel ld
dihitung dari nitrat d
dan posfat
Possfat Nitratt (mg/l)
mgg/l 0.01
1 1 2.5 5 7.5 10 15 20 30 40 50
0.01 2
2 153 383 765 1148 1530 2295 3060 45
590 6120 7650
0.05 0
0 31 77 153 230 306 459 612 9
918 1224 1530
0.1 0
0 15 38 77 115 153 230 306 4
459 612 765
0.2 0
0 8 19 38 57 77 115 153 2
230 306 383
0.3 0
0 5 13 26 38 51 77 102 1
153 204 255
0.5 0
0 3 8 15 23 31 46 61 92 122 153
1 0
0 2 4 8 11 15 23 31 46 61 77
1.5 0
0 1 3 5 8 10 15 20 31 41 51
2 0
0 1 2 4 6 8 11 15 23 31 38
Alga berubah ssedikit
A Rasio
K
Kemungkinan bluegreen alg
gae Batass bawah (blueggreen algae) : 10
K
Kemungkinan g green algae Batas Atas (g
(green algae) : 22
Kom
mposisi C:N:P b bervariasi anta
ara phyla dan ssuperfamilies. P
Phytoplankton C:P, N:P dan C
C:N (mol:mol) raasio
dikelo
ompokkan seca ara phylogenettik – Prasinophyyceae (Prasinoo) dan Clorophyyceae (Chloro) adalah anggotta dari
superfam
mily plastid hija
au (G) dimana DDinophyceae (D Dino), Prymnessiophyceae (Pryymn) dan Bacilllariophyceae (Diatoms)
adalah anggota dari ssuperfamily plaastid merah. Errror bar menunjnjukkan standaard error.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 4
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Penyeimbangan Mikroflora Dan Mikrofauna Dalam Air
• Mengarahkan dan memanfaatkan hubungan mutualisme, komensalisme, parasitisme dan
predatorisme dalam rantai makanan yang melibatkan fitoplankton, zooplankton, protozoa,
bakteri, kapang dan ragi untuk kemanfaatan biota air yang dibudidayakan.
• Memberi ruang yang luas bagi fitoplankton yang menguntungkan dan bakteri yang bersifat
probiotik untuk berkolaborasi menciptakan keseimbangan kimia, biologi dan fisika dalam air.
Mengatur proporsi dan komposisi kuota ideal dalam air bagi kedua mikroorganisme tersebut,
dan menghindari konsep dominasi teritorial atau nutrien bagi salah satu anasir, karena
keberadaan kedua mikroorganisme tersebut sama pentingnya bagi stabilitas kolam.
• Mempersempit ruang bagi virus, Cyanobacteria (blue green algae), Dinoflagellata, protozoa
patogen dan bakteri patogen dari golongan chemoorganothroph seperti bakteri Desulfovibrio sp
dan dari golongan organothroph seperti Vibrio sp , Aeromonas sp dan dan beberapa spesies
Pseudomonas tertentu.
• Mengarahkan kolam sebagai ekosistem oligotrofik dengan tingkat kesuburan nutrien sedang dan
menghindari pengarahan kolam sebagai ekosistem eutrofik (tingkat kesuburan tinggi). Dengan
demikian sistem tidak mengarah pada pengkondisian dominasi plankton ataupun sebaliknya
dominasi bakteri.
• Plankton yang dominan di ekosistem kolam memanfaatkan nutrien bentuk anorganik terlarut
seperti Karbon berupa karbondioksida dan bikarbonat, Nitrogen berupa ammonium dan nitrat,
Posfor berupa posfat, karena ketersediaan nutrien bentuk anorganik yang terbatas, dan porsi
perbandingan yang berubah‐ubah (C:N:P:Si) maka secara berkala populasi plankton akan
berubah‐ubah dan jika suplai bahan tertentu mencapai limit ketersediaannya (contoh : available
CO2) sistem akan kolaps dan terjadi kematian massal yang merugikan ekosistem kolam akibat
bangkai massal organik yang dihasilkan, hilangnya sistem buffer pH kolam, dan turun drastisnya
oksigen terlarut. Nutrien yang dimineralisasikan lagi oleh bakteri pada pembusukan bangkai
plankton lebih jauh akan terbuang ke lingkungan seiring penggantian / sirkulasi air,
menyebabkan pencemaran dan eutrofikasi di lingkungan sekitar tambak.
• Bakteri heterothroph lebih memanfaatkan nutrien bentuk organik seperti N‐organik dan P‐
organik. Bakteri heterothroph yang dominan di ekosistem kolam, ditandai dengan pembentukan
suspensi berupa gumpalan flok secara kualitatif lebih menguntungkan, dengan stabilisasi pH
karena gas CO2 yang secara masif dihasilkannya akan mensuplai secara berlebih kebutuhan akan
gas CO2 bagi plankton dan bakteri chemoautothroph, menjaga sistem buffer pH air dan
menghasilkan detritus dari bahan organik yang bisa menjadi pakan alami zooplankton dan biota
air yang dibudidayakan. Namun lebih jauh konsekuensi untuk menjaga stabilitasnya akan
menuntut lebih banyak input energi untuk suplai oksigen (aerasi), pengadukan, dan makanan
(suplai bahan organik tambahan).
Flok bakteri (bacterial floc) atau dengan nama lain lumpur aktif (activated sludge) bersifat
sebagai absorber yang baik, dengan sifatnya tersebut flok bakteri dimanfaatkan untuk
penghilangan (removal) nutrien dan logam berat pada instalasi pengolahan limbah (IPAL),
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 5
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
sebagai gumpalan organik bermuatan negatif, flok bakteri bersifat menarik kuat kation‐kation
bermuatan positif dalam air. Hal ini menyebabkan pada budidaya udang pertumbuhan yang agak
lambat pada kolam yang didominasi sepenuhnya flok bakteri, akibat terabsorpsinya
mikronutrien dari badan air. Berbeda dengan ikan, udang berganti kulit untuk pertumbuhannya,
saat moulting proses absorpsi mineral berlangsung, dengan minimnya beberapa mineral karena
absorpsi bioflok akan berpengaruh pada tingkat kecepatan pertumbuhan udang.
Nilai nutritif detritus dari bioflok pun perlu pengkajian ulang disamping asumsi terdapatnya
protein sederhana (lectin, asam amino) hasil asimilasi sel bakteri yang bermanfaat untuk
dikonsumsi zooplankton‐ikan/udang, perlu dipertimbangkan adanya akumulasi logam berat
pada detritus tersebut, pada tingkat kumulatif tertentu dapat merugikan industri budidaya
udang sendiri. Selain itu kemungkinan terdapatnya endotoksin dari bangkai bakteri dan bangkai
plankton, terdapatnya partikel feses (kotoran) yang ikut pada gumpalan partikel bioflok perlu
pula dipertimbangkan, karena feses secara alami adalah habitat virus.
Dominasi bakteri / flok bakteri secara jangka panjang akan menghasilkan masalah baru dengan
banyaknya total solid yang dihasilkannya, sludge removal menjadi masalah sendiri pada instalasi
pengolahan limbah. Untuk akuakultur, pembuangan padatan berupa biomass flok bakteri ke
lingkungan perairan cepat atau lambat akan menuai reaksi dari alam. Mother nature have her
way. Menghindari mesin pengolah limbah menjadi limbah itu sendiri.
• Sistem diarahkan untuk mencegah dominasi plankton dan menghindari pembentukan flok
bakteri yang masif secara volume dan ukuran flok. Menghindari tambahan asupan bahan organik
tambahan, mengoksidasi bahan organik yang ada dalam kolam ke level rendah tanpa
menghasilkan banyak limbah padatan (detritus).
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 6
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Pemeliharaan Parameter Kimia Dan Fisika Pendukung :
Potensial redoks (ORP)
Potensial redoks berhubungan langsung dengan pH dan oksigen terlarut (DO) serta menentukan
distribusi dan komposisi mikroorganisme. Potensial redoks lebih bersifat sebagai acuan global
tentang pentingnya menjaga dasar kolam, sedimen, dan badan air dalam kondisi oksik (aerob)
dengan potensial redoks positif.
Relatifitas dan kerancuan dapat saja terjadi, ketika air kolam dapat diupayakan memiliki
potensial redoks yang ideal (kisaran +200 mv ‐> +300 mv) namun populasi mikroorganisme yang
hidup pada potensial redoks rendah ( ‐400 mv ‐> ‐100 mv) seperti Cyanobacteria, Thiothrix, dan
Desulfovibrio tetap dapat berkembang biak dalam air. Hal ini dikarenakan meski badan air telah
memiliki potensial redoks yang ideal, namun sedimen dan lumpur di dasar kolamnya telah
mencapai ketebalan tertentu yang tidak memungkinkan transfer oksigen dari air untuk masuk
lebih dalam ke lapisan dalam sedimen, sehingga sedimen sendiri bermuatan ORP negatif dan
kondusif bagi pertumbuhbiakan bakteri pereduksi sulfur dan noxious plankton dari golongan
blue green algae dan Dinoflagellata.
ORP > +650 mv akan membunuh semua mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, ragi dan
plankton, ORP > +650 mv terbentuk dengan penambahan oksidator kuat seperti ozon dan
kaporit.
ORP +200 mv ‐> +400 mv merupakan kisaran ORP air laut dengan salinitas 33‐35 ppt, teraerasi
dengan baik (DO 6‐8 ppm), pH 8,2 – 8,4 dengan range pH < 0,3 dengan bahan organik
rendah.
ORP + 100 mv ‐> +200 mv merupakan kisaran ORP optimum di air bagi bagi bakteri
heterothroph dan plankton hijau (Chrollera sp). Juga merupakan kisaran ORP ideal bagi
flokulasi bakteri heterothroph.
ORP ‐100 mv merupakan kisaran ORP minimum di air dan sedimen bagi bakteri
chemoautothroph untuk melangsungkan proses oksidasi sulfida menjadi sulfat, dan bagi
bakteri yang melangsungkan reaksi denitrifikasi.
ORP ‐170 mv ‐> ‐400 mv merupakan kisaran ORP optimum di sedimen bagi bakteri pereduksi
sulfat untuk menghasilkan H2S, Cyanobacteria (blue green algae) dan Dinoflagellata untuk
perkecambahan kistanya menjadi sel vegetatif .
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 7
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Sistem mengarah pada optimum ORP air minimal +100 mV dan minimal 100 mV untuk sedimen.
AIR LAUT 33‐35 PPT :
pH ORP
7,0 370
7,6 334
7,7 329
7,8 323
7,9 317
8,0 311
8,1 305
8,2 300
8,3 294
8,4 288
8,5 282
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 8
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Potensial redoks berguna pada sistem budidaya untuk mengontrol perkembangbiakan
Cyanobacteria, Dinoflagellata dan Vibrio. Juga untuk mengontrol kelarutan Fe, Mn dan P dari
sedimen dengan penggunaan bahan H2O2 (hidrogen peroksida) dan CaO2 (kalsium peroksida)
yang resmi diijinkan penggunaannya untuk akuakultur baik oleh FDA Amerika serikat maupun
badan kontrol negara‐negara lainnya sedunia.
Kehadiran H2O2 atau CaO2 dalam air dibantu dengan radiasi UV dari cahaya matahari akan
menimbulkan reaksi photolysis pada dinding sel kista atau sel vegetatif Cyanobacteria (BGA) dan
Dinoflagellata. Aplikasi tunggal atau kontinyu selama beberapa hari berturut‐turut dapat
dilakukan untuk menekan populasi noxious plankton ini ke tingkat yang rendah dan aman bagi
populasi biota air lainnya termasuk udang/ikan yang dibudidayakan. Efek photolysis tidak
berlangsung pada jenis mikroplankton seperti plankton hijau Chlorella atau plankton coklat
Diatomae, namun bagi makroplankton dari beberapa spesies Diatomae yang berukuran sel besar
juga dapat terlysis diding selnya dengan aplikasi H2O2 namun tidak terlysis oleh aplikasi CaO2.
Aplikasi H2O2 untuk air atau CaO2 untuk sedimen juga dapat dilakukan jika kelarutan Fe, Mn dan
P dalam air mencapai tingkat konsentrasi yang tinggi ( > 0,1 ppm). Dengan kenaikan potensial
redoks, otomatis kelarutan Fe, Mn dan P dari air akan berkurang sehingga kehilangan
kemampuan melarutnya sebagai ion dan tetap atau mengendap sebagai partikulat.
Bakteri Vibrio dan bakteri filamen secara represif tertekan tingkat perkembangbiakannya oleh
oksigen aktif (On) yang dilepaskan oleh keluarga peroksida dari reaksi disoasinya dalam air,
sebaliknya genera Bacillus akan terpicu perkembangbiakannya dengan germinasi spora yang
terpicu oleh oksigen aktif (On) dari keluarga peroksida.
H2O2 → H2O + On
CaO2 + H2O Æ Ca(OH)2 + On
Mekanisme reaksi :
On + On Æ O2
O2 + On Æ O3 (tidak stabil, terbentuk 1/10 detik saja)
O3 Æ O2 + On
Rekasi keseluruhan :
2 H2O2 Æ 2 H2O + O2
2 CaO2 + 2 H2O Æ 2 Ca(OH)2 + O2
pH dan Alkalinitas
Setiap organisme memiliki nilai pH toleran dan pH optimum bagi hidup, pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Sistem menetapkan irisan dari kebutuhan pH optimum masing‐masing
organisme yang berbeda beda dalam ekosistem kolam.
Sistem mengarah pada target pH optimum di air kolam pada kisaran 7,5 – 8,0 dengan range pH
0,2 – 0,3. Kisaran pH tersebut mengakomodasi kebutuhan pH optimum dari :
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 9
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
‐ Nitrosomonas = 7,8 ‐ 8,0
‐ Nitrobacter = 7,6 ‐ 8,6
‐ Thiobacillus denitrificans, Paracoccus denitrificans = 7,0 – 8,0
‐ Bacillus subtilis, B. cereus dan B. polymyxa = 6,8 – 7,2
‐ Bacillus megaterium, B. coagulans = 7,0 – 8,0
‐ Bacillus licheniformis = 6,0 – 7,0
‐ Rhodobacter = 7,0 – 8,5
‐ Plankton = 7,0 – 8,0
‐ Udang / ikan = 7,0 – 8,0
Stabilitas pH dan range kenaikan pH harian dapat dicapai dengan pemanfaatan bakteri pelarut
CaCO3 untuk suplai CO2 tambahan dalam air disamping pelarutan CO2 dari kerja surface aerator
dan angin, hasil oksidasi bahan organik oleh bakteri autothroph, serta hasil respirasi di malam
hari dari seluruh organisme yang berada di ekosistem kolam. Mengingat kelarutan gas CO2 yang
kecil dalam air payau/air laut serta mudah keluarnya gas CO2 dari air karena efek pengadukan
mekanis aerator yang bekerja siang dan malam.
Bakteri pelarut CaCO3 lebih jauh akan berperan dalam menekan dan mencegah proses kalsifikasi
dalam air (pembentukan kristal calcite CaCO3) oleh organisme trisipan (bernacle), keong kecil
(tritip), cyanobacter, dinoflagellata, beberapa spesies dari genera Bacillus, Vibrio, Pseudomonas
dan virus white spot.
Fungsi buffer dalam air adalah untuk menahan laju perubahan pH air akibat aktifitas plankton
yang cenderung menaikan pH karena konsumsi CO2 dan menahan penurunan pH akibat
penambahan CO2 dari perombakan bahan organik oleh bakteri dan aktifitas respirasi plankton
dan organisme lainnya di malam hari.
Sistem buffer pada pH 8,0 – 9,0 dibentuk oleh nisbah [HCO3‐ ] / [CO32‐]
Sistem buffer pada pH 7,0 – 8,0 dibentuk oleh nisbah [HCO3‐ ] / [CO2]
Catatan : [CO2] = [H2CO3]
Sistem buffer yang kuat dan stabil sesuai hukum kesetimbangan kimia memiliki nisbah 10.
Suplai CO2 harus sedemikian rupa, dimana plankton dan bakteri chemoautothroph dapat
memperoleh pasokan CO2 tanpa mengalami defisit yang memaksa mereka mengambil
kekurangan CO2 dari sistem kesetimbangan buffer. Jika terjadi pengambilan CO2 dari sistem
kesetimbangan buffer maka sistem akan colaps.
Namun, suplai CO2 tidak boleh pula berlebihan karena akan menggiring sistem pada pH
mendekati 7,0 yang dapat menghambat kinerja bioproses lainnya dalam air seperti
terhambatnya laju nitrifikasi yang mengakibatkan tingginya konsentrasi nitrit dalam air,
menghambat proses pengerasan cangkang udang, dan meningkatkan kelarutan posfor.
Kisaran pH 7,5 – 8,0 dengan range perubahan 0,2 – 0,3 didapat dengan suplai CO2 yang cukup
dari pemberian input CaCO3 dan bakteri pelarut CaCO3 terkontrol yang akan melarutkan CaCO3
menjadi gas CO2 dan ion Ca2+ yang sangat diperlukan sebagai penjembatan (bridging)
eksopolimer polihidroksialkanoat pada pembentukan agregat bioflok.
Pengadukan fisik seperti aerasi dengan surface aerator yang kuat serta penambahan Ca(OH)2
dapat menurunkan konsentrasi CO2 dalam air, untuk memaintenance kolam dengan kasus pH
rendah akibat CO2 yang berlebihan.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 10
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Dari diagram di atas dapat dicontohkan air dengan alkalinitas 3 meq/L CaCO3 ~ 150 mg/L CaCO3
akan memiliki pH 8,33 pada kondisi air dengan konsentrasi CO2 normal, tapi akan memiliki nilai pH 7,94
pada kondisi air dengan konsentrasi CO2 tinggi.
Untuk mengetahui distribusi dan komposisi normal dari alkalinitas, dengan distribusi anasir
pembentuknya berupa karbonat, bikarbonat dan karbondioksida kita dapat memanfaatkan CO2
& TIC (TOTAL INORGANIC CARBON) CALCULATOR. Dengan mendownload software dari :
http://microcosmofscience.com/CO2%20and%20TIC%20calculator.html dan mengaktifkan
(enable) program JavaScript di handphone atau komputer kita.
Untuk memperoleh konsentrasi karbonat, bikarbonat dan ppm CO2 dalam air kita hanya perlu
memasukan data air : pH, alkalinitas total (mmol/L), salinitas (ppk), temperatur (derajat Celcius)
dan tekanan udara (mBar).
Untuk alkalinitas total berupa mg/L CaCO3 dikonversikan terlebih dahulu ke mmol/L CaCO3
dengan membagi mg/L CaCO3 dengan 100. Contoh :
Sampel air :
‐ pH = 7,5
‐ Alkalinitas total = 150 mg/L CaCO3 = 1,5 mmol/L CaCO3
‐ Salinitas = 30 ppt = 30 ppk
‐ Suhu = 300 Celcius
‐ Tekanan udara (normal = 1 Bar) = 1000 mBar
Hasil dari CO2 & TIC CALCULATOR =
‐ CO2 = 1,24 mg/L
‐ [HCO3‐] = 1,3576 mmol/L = 1.3576 x 10‐3 molar (M)
‐ [H2CO3] = 0,0281 mmol/L = 2.8100 x 10‐5 molar (M)
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 11
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Buffer capacity = 1.3576 x 10‐3 / 2.8100 x 10‐5 = 48
Untuk mencapai balancing buffer pH nisbah 10, konsentrasi CO2 (H2CO3) masih dapat dinaikan
4,8 ~ 5 kali konsentrasi yang sekarang, maksimal di 5 x 1,24 ppm = 6,2 ppm dengan
penambahan CaCO3 dan bakteri pelarut CaCO3.
Lysis
Memanfaatkan proses kimia‐fisik dari membran sel dengan metode lysis, baik berupa cytolysis
atau plasmolisis untuk mengeleminasi kista dan sel vegetatif Cyanobacteria (blue green algae)
serta Dinoflagellata.
Asam mineral encer berupa larutan HCl encer 1% dapat dimanfaatkan untuk melysis dinding sel
kista Cyanobacteria/BGA yang dibentuk sebagian besar oleh kristal Calceit (CaCO3) sebagai hasil
kalsifikasi sewaktu kolam masih berisi air. Aplikasi asam encer untuk lysis kista
BGA/Dinoflagellata dilakukan pada saat persiapan lahan pasca pengeringan dan pengeluaran
lumpur dari kolam. Lysate hasil lysis dengan asam encer sebaiknya dibilas keluar kolam untuk
mengeluarkan endotoxin dan poliposfat dari dalam sel kista keluar dari kolam.
Sel vegetatif Cyanobacteria/BGA dalam air kolam dapat di autolysis dengan bantuan
penambahan garam ammonium seperti garam NH4Cl atau (NH4)2SO4.
Secara alami Cyanobacteria/BGA mengambil gas nitrogen (N2) dari udara untuk mensintesisnya
dengan bantuan enzim nitrogenase menjadi garam ammonium di dalam selnya, kelebihan
ammonium lalu dilepas keluar sel secara dialisis. Pada saat tertentu akumulasi garam
ammonium di sekitar sel vegetatif Cyanobacter/BGA menyebabkan gangguan pada membran sel
hingga mendorong terjadinya plasmolisa yang memecahkan dinding sel Cyanobacteria/BGA dan
mematikannya sendiri (autolysate). Ini menjelaskan fenomena ketika sebuah danau
didominasi oleh blooming Cyanobacteria/BGA hingga
permukaan airnya tertutup sebagian oleh scum/filamen Cyanobacteria/BGA namun selang
waktu kemudian danau tersebut berubah menjadi bening dan tanpa populasi BGA lagi akibat
terjadinya autolysate oleh garam ammonium yang dihasilkan sendiri oleh sel BGA.
Penjelasan sama terjadi seperti pada ragi roti (Sacharromycess sp) saat memfermentasi
karbohidrat menjadi alkohol, produk alkohol sebagai hasil sintesanya akan mematikan sel ragi itu
sendiri pada saat mencapai akumulasi konsentrasi tertentu dari alkohol. Lactobacillus yang
memerlukan pH optimum 5,8 – 6,6 pada saat fermentasinya akan menghasilkan banyak asam
laktat, jika tanpa penambahan buffer pH fermentat akan terus turun sampai dibawah 4,0 yang
merupakan level pH mematikan bagi sel‐sel Lactobacillus.
Sistem memanfaatkan metode lysis pada saat persiapan kolam dan saat pembentukan air 30‐40
hari pertama masa budidaya. Dan menerapkannya lagi jika terjadi blooming Cyanobacteria/BGA
pada masa pertengahan budidaya dengan pertimbangan blooming BGA
membahayakan/mengganggu biota budidaya kolam.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Bud
didaya Akuakulturr
CV Aiyu Shiirotabiota Indoneesia v 1
12
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Hasil scan electron micrographs
m ka
arbonat dan unsur
u organik lainnya dari contoh
c sedimeen Neumark – Nord. A)
Susunan n butiran polllen (didomina asi oleh Carpiinus) yang dillapisi oleh massa kristal kkarbonat. Lum mpur alga
(“Algenmmudde”). Garis skala 30 μm. B) Agregat yang tersusun olleh kristal karb bonat yang berrbentuk meman njang dari
lapisan karbonat. Lum mpur gamping g lanau (“Schluffige Kalkmu udde”). Garis skala,
s 10 μm. C) Butiran po ollen yang
menunju ukkan dinding g organik ya ang sedikit beerubah bentu uk ditutupi oleh elemen p pahatan. Lum mpur Alga
(“Algenmmudde”). Gariss skala, 10 μm.. D) Agregat kristal
k karbona
at berbentuk sppindle menunjjukkan garis permukaan
yang dissebabkan oleh a arah dominan kristal acicular. Lumpur gam mping berlanau u (“Schluffige K Kalkmudde”). G Garis skala,
1 μm. E)
E Kista chryso ophycean mem mbulat dengan n dinding yangg halus sihimppit lapisan krristal karbonatt. Lumpur
gamping g berlanau (“SSchluffige Kalkkmudde”). Garris skala, 10 μm.
μ F) Agregat karbonat ya ang rusak men nunjukkan
orientassi kristal dominnan di sekelilinng ruang koson ng pada pusatn nya yang asalny nya dilindungi o oleh tatahan ssel bakteri.
Garis skaala, 3 μm.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 13
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Aerasi, formasi aerator untuk homogenisasi air dan sludge removal
Strategi penempatan kincir di kolam sangat penting diperhatikan untuk tujuan :
‐ Homogenisasi parameter air kontra stratifikasi seperti suhu, DO, ORP & salinitas.
‐ Berfungsi sebagai air stripping, efisien dalam pengeluaran gas dan bau dari badan air.
‐ Menciptakan arus kuat dan lemah bagi homogenisasi bioflok dalam badan air sekaligus
penempatan dan pengkonsentrasian detritus dari bangkai bioflok atau plankton pada
tempat pembuangan lumpur yang telah disediakan.
‐ Efisiensi oksidasi bahan organik dari sisa pakan, kotoran udang/ikan, dan bangkai plankton
yang kaya akan karbohidrat, protein dan lemak menjadi partikulat biofok dan
mensuspensikannya dalam air bersama dengan plankton untuk bersama sama menciptakan
stabilitas pH, DO, dan TOM dalam air di kisaran optimum.
Sistem kincir berputar :
‐ Menerapkan 3 lapisan kincir ( 3 ring ) :
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 14
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Sistem kincir searah :
Catatan :
‐ Ilustrasi di atas hanya sebagai gambaran kasar positioning kincir tanpa dilengkapi skala dan
jarak, karena di lapangan tidak dapat digeneralisir, harus mengikuti kontur dan ukuran
kolam serta arah mata angin. Namun untuk sistem kincir searah ada patokan dasar terlepas
dari ukuran kolam yakni jarak kotak pembuangan lumpur ke kaki tanggul di belakangnya
adalah 5 meter, ke arah tanggul disampingnya 10 meter. Jarak kincir baris terdepan ke kaki
tanggul depan kincir adalah 30 meter. Jarak antar barisan kincir idealnya antara 10‐15
meter, sehingga untuk kolam bentuk memanjang akan diperlukan lebih banyak kincir karena
kerapatan antar barisan kincir tetap harus dijaga di 10‐15 meter, kecuali untuk kincir
berangkai.
‐ Sudut tembakan kincir diarahkan sedemikian rupa hingga antar unit kincir saling
meneruskan arus, bukan memotong arus antar kincir atau melawan arah angin dominan
dalam satu musim, untuk menghindari terbentuknya daerah arus mati tempat pengendapan
lumpur di luar tempat buangan yang disediakan.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 15
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
‐ Jarak semua kincir bagian luar barisan yang berhadapan langsung dengan tanggul jaraknya
adalah 10 meter terhadap tanggul.
‐ Sludge removal (pembuangan lumpur) dimulai ketika udang sudah berukuran 3‐5 gram saat
udang sudah mampu melawan isapan air ketika pipa monik dibuka.
‐ Strategi pembuangan lumpurnya adalah dengan frekuensi yang sering, namun hanya
mengeluarkan lumpur yang kental dengan total solid tinggi dan menghindari terbuangnya
air dalam jumlah banyak. Pembukaan pipa monik sebelum dan sesudah pakan untuk
pengeluaran sludge kental dapat dilakukan tiap harinya, rata‐rata cuma memerlukan waktu
1‐3 menit saja untuk menuntaskan pengeluaran sludge kentalnya, dan segera menutup pipa
monik saat kekeruhan air buangan sudah berkurang. Hindari pembuangan lumpur dengan
membiarkan pipa monik tebuka dalam waktu lama.
‐ Siphon dilakukan jika terdapat pelumpuran di luar kotak pembuangan yang tidak dapat
dikeluarkan dengan cara pembuangan lumpur reguler.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 16
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
SISTEM BUDIDAYA AKUAKULTUR
CV AIYU SHIROTABIOTA INDONESIA
APLIKASI :
• Persiapan lahan
• Persiapan air
• Blind treatment
• Pemeliharaan
PERSIAPAN LAHAN
Kolam pasca panen dikeringkan dan dilakukan pengangkatan lumpur, pembuangan tiram dan
trisipan.
Peralatan kolam seperti saringan pipa kotak pembuangan lumpur, anco, serok klekap/busa, kabel,
kipas kincir, pelampung kincir, dudukan kincir dan tutup motor kincir dibersihkan dari kerak, lumut
sutera dan bernacle dengan larutan HCl 2%. Larutan HCl 2% dibuat dengan melarutkan 2 jerican HCl
32% dalam 1000 liter air dalam bak fiber. Benda yang akan dibersihkan direndam dalam bak fiber
yang berisi larutan HCl 2% tersebut selama 1‐2 jam, lalu baru disikat dan disiram dengan air. Larutan
HCl encer akan melarutkan external fouling pada benda‐benda terendam di kolam hasil kalsifikasi
dalam air yang sangat mungkin didiami oleh banyak organisme yang potensial menimbulkan
penyakit bagi biota budidaya. Untuk kerak yang tebal dan membandel perendaman dapat
diperlama, paling tidak 1 malam. Larutan HCl encer berfungsi sebagai pelarut kerak (calceite) dan
desinfektan yang efektif dan murah untuk mengeleminasi mikroorganisme patogen, serta
mempermudah dan mempercepat pembersihan peralatan budidaya.
Untuk kolam tanah, akan memerlukan waktu persiapan lahan yang lebih lama karena perlu
penjemuran dan pengeringan lanjutan untuk memastikan potensial redoks tanah sudah naik kembali
ke level optimal antara ‐100 mv Æ +100 mv dengan berbagai upaya supaya tanah kering sempurna
dan terdrainase dengan baik paling tidak untuk lapisan 30 cm tanah atas.
Bagian atas tanggul yang biasa dijadikan tempat penimbunan busa dan klekap selama masa
budidaya juga harus dibersihkan, dikupas dan dibuang keluar ekosistem kolam karena mengandung
banyak kista Cyanobacteria dan Dinoflagellata. Dibiasakan untuk melokalisir penimbunan
klekap/busa pada sudut2 tertentu di kolam selama masa budidaya untuk mempermudah
pembersihan dan pemutusan siklus hidup Cyanobacteria dan Dinoflagellata.
Setelah tahapan pengeringan dan pembersihan kolam selesai, tahap berikutnya adalah sterilisasi
kolam dari kista Cyanobacteria (BGA) dan Dinoflagellata dengan penyiraman / penyemprotan
menggunakan larutan HCl 1%.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 17
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Untuk kolam semen/plastik penyemprotan dapat menggunakan alat semprot pertanian namun
untuk kolam tanah lebih dianjurkan menggunakan alat penyiram tanaman gembor plastik,
mengingat tanah lebih porous dan melibatkan lapisan yang lebih tebal yang menjadi tempat
penyimpanan kista BGA/Dinoflagellata.
Sebagai patokan dosis aplikasi, untuk kolam ukuran luas 3000‐4000 m2 dengan sejarah dominasi
BGA/Dinoflagellata yang akut pada musim‐musim sebelumnya memerlukan 2 jerican HCl 32% (60
liter = 70 kg). Untuk kolam yang memiliki sejarah dominasi BGA/Dinoflagellata yang ringan pada
musim sebelumnya, 1 jerican HCl 32% (30 liter = 35 kg) saja sudah cukup. Untuk kolam yang tidak
memiliki sejarah dominasi BGA/Dinoflagellata pada musim sebelumnya tidak memerlukan aplikasi
penyiraman dengan HCl.
Untuk mencapai konsentrasi 1%, 1 liter HCl pekat 32% diencerkan dengan air hingga volume 32 liter.
Berarti untuk 1 jerican HCl 32% (30 liter) diencerkan dengan air hingga volume 960 liter.
Gunakan sarung tangan plastik dan pompa tangan plastik untuk mentransfer larutan HCl 32% ke
dalam air dan aduk homogen larutan HCl 1% terbentuk. Pada saat penyiraman lebih baik
membelakangi angin untuk menghindari percikan mengenai wajah/badan operator. Gunakan sepatu
boot, sarung tangan plastik dan jas hujan untuk menghindari kontak langsung percikan HCl encer
dengan kulit/kain baju‐celana, sediakan air bersih untuk pembilasan sewaktu‐waktu ada operator
yang terkena bagian tubuhnya oleh HCl 1% ini. HCl 1% tidak menimbulkan luka bakar/iritasi, hanya
menimbulkan rasa gatal pada permukaan kulit, pembilasan dengan air sudah cukup untuk mengatasi
hal tersebut. Hindari kontak dengan mata, bilas dengan air bersih banyak‐banyak jika terjadi kontak
terhadap mata.
Siram rata permukaan dasar kolam dan permukaan tanggul, siram pula bagian atas tanggul bekas
penimbunan busa / klekap. Setelah penyiraman rata dan selesai, upayakan untuk membilas kolam
dengan air, untuk membuang endotoksin dan poliposfat yang dikeluarkan dari sel kista
BGA/Dinoflagellata yang pecah karena lysis.
Untuk kolam tanah, terutama yang memiliki pH tanah rendah setelah proses penyiraman HCl 1% dan
pembilasan selesai, ukur pH tanah dan lakukan pengapuran sesuai dosis untuk penetralan pH tanah.
Jika diperlukan, untuk menaikkan pH dan potensial redoks tanah dapat diaplikasikan CaO2 pasta atau
kering dengan dosis aplikasi 50 gram/m2 CaO2.
Terakhir adalah penempatan alat‐alat perlengkapan budidaya di kolam, seperti saringan pada inlet,
outlet dan kotak pembuangan lumpur, tak air, kincir, kabel, anco dll.
PERSIAPAN AIR
Guna persiapan pengelolaan air yang optimal, hendaknya memulai pengisian air 12‐15 hari sebelum
penebaran benur (DOC 0)
Isi kolam‐kolam budidaya dengan menggunakan air sumber (laut/sungai/sumur bor) secara langsung
hingga ketinggian maksimum yang diinginkan (1,2 – 1,5 meter), hindarkan pengisian air kolam secara
bertahap karena akan menstimulasi pertumbuhan bentos, lumut sutera dan klekap.
Isi penuh kolam tandon dengan air sumber (laut/sungai/sumur bor).
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 18
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Lakukan sterilisasi air kolam dan tandon dengan menggunakan kaporit 25‐30 ppm atau 15‐20 ppm
dengan 3 Chlorite.
Kincir sudah mulai dioperasikan sebagian untuk menciptakan arus air dan homogenisasi treatment
kaporit dan treatment persiapan air lainnya.
Hari ke tiga setelah sterilisasi air kolam hingga DOC ‐1, aplikasikan tretament pada kolam :
• CaCO3 / kaptan 10‐20 ppm tiap hari pada pagi hari
• (NH4)2SO4 / pupuk ZA 5 ppm tiap 5 hari sekali pada pagi hari
• Biakan Bacillus sp 10 ppm tiap hari pada sore hari
• Biakan Thiobacillus sp 2 ppm tiap hari pada pagi hari
Jaga terus pengoperasian sebagian kincir selama tahap persiapan air ini berlangsung (minimal 4
kincir untuk luasan kolam 3000‐4000 m2).
DOC 0 saat penebaran benur semua treatment dihentikan hingga DOC 3. Untuk memberi
kesempatan benur beradaptasi tanpa merasakan perubahan sekecil apapun dalam air karena adanya
proses biokimia yang berlangsung dari aplikasi treatment.
Namun dari DOC 0 hingga DOC 3 tersebut semua kincir yang telah terpasang wajib dinyalakan dan
beroperasi semua siang dan malam.
Catatan : Pada saat penebaran benur harus melakukan aklimatisasi (suhu, salinitas, pH, DO) dengan
sebaik‐baiknya agar diperoleh SR awal setinggi mungkin, sehingga bisa lebih akurat dalam
pemrograman pemberian pakan di masa awal budidaya yang nantinya akan menentukan kelancaran
perjalanan budidaya selanjutnya.
BLIND TREATMENT
Mulai DOC 4 hingga DOC 30 dilakukan blind treatment dengan aplikasi :
• CaCO3 / kaptan 10‐20 ppm tiap 2 hari sekali pada pagi hari
• (NH4)2SO4 / pupuk ZA 5 ppm tiap 5 hari sekali pada pagi hari
• Biakan Bacillus sp 10 ppm tiap hari pada sore hari
• Biakan Thiobacillus sp 2 ppm tiap hari pada pagi hari
Dengan demikian, dari 27 hari masa blind treatment kolam menerima perlakuan dengan kaptan 14x,
pupuk ZA 5x, Bacillus 27x dan Thiobacillus 27x.
Selama masa blind treatment penambahan air dilakukan untuk kolam‐kolam yang susut airnya
karena perembesan dan penguapan dengan menggunakan air tandon yang telah disterilkan.
Toleransi penyusutan adalah 5‐10 cm dari ketinggian air kolam 120‐150 cm, jangan membiarkan
kolam susut banyak dibawah toleransi penyusutan, karena akan melibatkan penggatian volume air
yang banyak yang dapat menyebabkan perubahan signifikan pada karakteristik air.
Upayakan untuk bisa melakukan penambahan air di pagi hingga sore hari ketika ada cahaya
matahari, pengenceran saat gelap di malam hari akan mengganggu osmoregulasi pada dinding sel
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 19
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
plankton dan dapat mengakibatkan lysis (pecahnya dinding sel) terutama untuk sel plankton muda
berumur < 8 jam, hasil duplikasi di siang/sore hari. Blue green algae sebagai bentuk transformasi
plankton dan bakteri tidak terpengaruh oleh perubahan tekanan osmosis karena pengenceran saat
gelap di malam hari dan dapat terbantu untuk mendominasi air kolam dengan perlakuan ganti air di
malam hari. Oscilatoria (BGA) dan Peridinium (Dinoflagellata) sangat menyukai pengenceran saat
gelap dan mampu mendominasi air kolam mengalahkan plankton hingga membentuk warna air
coklat hijau kehitaman bahkan seperti air selokan/got dengan pembentukan klekap halus dari
bangkai plankton yang kehitam‐hitaman dan berbau busuk dengan racun geosmine & Saxitoxin yang
dihasilkannya.
Untuk tambak dengan jumlah kolam banyak dengan debit air terbatas, penambahan air dapat
dilakukan secara bergilir, untuk memenuhi keperluan penambahan volume sebelum jumlah air di
kolam mencapai toleransi penyusutan.
Pengoperasian jumlah kincir selama blind treatment disesuaikan dengan kebijakan manajemen di
tambak, meski pengoperasian kincir mendekati pengoperasian 100% kincir terpasang lebih
menguntungkan ekosistem kolam, namun mungkin ada pertimbangan‐pertimbangan lain yang
kurang memungkinkan bagi pengoperasian kincir seperti itu. Namun sebagai patokan minimal dapat
mengacu pada canangan manajemen pengoperasian kincir minimal sebagai berikut :
Untuk patokan minimal : (1 unit kincir untuk tiap 700 kg biomassa udang target panen ) + 2 unit
Jadi perhitungan jumlah kincir yang diperlukan ditentukan pula oleh carrying capacity tambak
tersebut, menyangkut kelangsungan hidup udang (SR), produktifitas per m2 dan pencapaian berat
badan maksimal (size).
Dengan pengaturan pengoperasian :
• DOC 0 ‐ 3 hari : siang dan malam 100 %
• DOC 4 ‐ 20 hari : siang 40 % , malam 60 %
• DOC 21 ‐ 30 hari : siang 50 %, malam 70 %
• DOC 31 ‐ 60 hari : siang 60 %, malam 80 %
• DOC 61 ‐ 80 hari : siang 70 %, malam 90 %
• DOC 81 ‐ panen : siang 80 %, malam 100%
Kincir yang mengalami kerusakan selama operasionalnya harus cepat diantisipasi terutama untuk
kincir pada posisi vital , seperti kincir pada posisi ring dalam dekat central drain pada sistem kincir
berputar atau kincir pada posisi barisan terdepan pada sistem kincir satu arah.
Pada formasi kincir satu arah, jika dilakukan pergiliran operasi antar unit kincir, diupayakan barisan
terdepan kincir tidak dimatikan, pergiliran hanya berlaku untuk barisan tengah dan belakang saja.
Blind treatment ditujukan untuk :
• Pembentukan nisbah C/N minimal di 10 maksimal di 20 dengan sumber karbon (C) dari
perombakan bahan organik sisa pakan dan kotoran udang serta bangkai plankton yang kaya
akan karbohidrat, protein dan lemak. Untuk kecerahan air > 30 % plankton mampu
menyumbang 10 gram/m3 karbon (C) dan untuk kecerahan air < 30 % plankton mampu
menyumbang hingga 50 gram/m3 karbon (C) ke dalam air. Dengan catatan kekuatan enzim
selulase dari probiotik yang ditambahkan memiliki aktifitas enzim yang memadai untuk
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 20
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
merombak karbohidrat dari bangkai plankton menjadi senyawa gula sederhana seperti
glukosa.
• Pembentukan N/P rasio > 16 (optimal di 20‐30) dengan penambahan pupuk ZA dan kaptan
(CaCO3) .
‐ Penambahan pupuk ZA tiap 5 hari sekali berguna untuk menekan pertumbuhan BGA
dengan dengan efek lysis oleh pengaruh ion ammonium (NH4+) hingga jumlah
populasinya dalam air menjadi minoritas.
‐ Penambahan pupuk ZA juga menstimulasi pertumbuhbiakan bakteri Nitrosomonas
dan Nitrobacter untuk mengolah ammonium menjadi nitrit dan kemudian nitrat
(nitrifikasi). Nitrat akan menjadi alternatif bagi bakteri selain oksigen untuk
melangsungkan respirasi dan oksidasi bahan organik dalam air melalui reaksi
denitrifikasi, nitrat juga berperan menjadi faktor penentu nilai N/P rasio dalam air
dibanding ammonium atau nitrit yang konsentrasinya lebih rendah dalam air.
‐ Penambahan kaptan / CaCO3 turut membantu mempercepat proses nitrifikasi karena
tiap pengoksidasian 1 mg ammonium akan diperlukan 8,64 mg HCO3‐ atau setara
dengan 14,16 mg CaCO3. Di alam sendiri proses nitrifikasi belangsung paling cepat
pada bebatuan kapur.
‐ Penambahan kaptan/CaCO3 disertai dengan penambahan bakteri pelarut CaCO3 dari
beberapa spesies Bacillus menghasilkan banyak gas CO2 yang available setiap saat
karena reaksi slow release gas CO2 nya bertahap menaikan alkalinitas HCO3‐ dan
setelah mencapai maksimum alkalinitas HCO3‐ , kelebihan CO2 akan digunakan
sebagai pasangan pembentukan sistem buffer HCO3‐ H2CO3 dan deposit berupa
available CO2 untuk fotosintesis. Kondisi ini memungkinkan air laut/payau untuk
bergeser pH nya di bawah 8,0 dengan laju kenaikan pH akibat fotosintesis plankton /
fotokimia bakteri hanya di kisaran < 0,3.
‐ Ion Ca2+ yang lepas dari disosiasi pelarutan CaCO3 akan membantu proses flokulasi
bakteri pembentuk flok dan mengurangi efek toksik nitrit dalam air.
‐ CaCO3 juga berfungsi dalam pemerangkapan ion posfat dan partikulatnya dengan
efek active clay yang dimilikinya. Meski ikatannya bersifat lemah, namun sedikit
banyak dapat menekan efek negatif dari eutrofikasi yang disebabkan oleh posfor
yang dapat menimbulkan blooming plankton, BGA dan Dinoflagellata.
3 CaCO3 + 3 H+ + PO43‐ Æ Ca3(HCO3)3PO4
• Menghambat pertumbuhan blue green algae dengan penerapan lysis menggunakan pupuk
ZA 5 ppm tiap 5 hari sekali, menekan populasi BGA pasca sterilisasi lahan pada kuantitas
minor di air kolam dengan kerja sinergis antara lysis ion ammonium, N/P rasio yang cukup
tinggi dan Cyanobacteriocid dari biakan Bacillus sp.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 21
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
• Membentuk flokulasi bakteri terutama dari spesies B. subtilis, B. cereus, B. coagulans dan B.
licheniformis. Dengan perbandingan kuantitas flok bakteri terhadap plankton pada rasio 70 :
30 , sekitar 300‐400 TSS atau SV30 = 3‐5 ml flok pada corong inhoff dengan SVI (sludge
volume index) = 10.
Target utama blind treatment adalah pencapaian stabilitas pH diantara 7,5 ‐ 8,0 dengan range 0,2 ‐ 0,3
antara pagi–sore yang menandakan available CO2 cukup tersedia. DO pada kisaran range 1‐2 ppm saja
antara siang dan malam yang menandakan rendahnya kandungan bahan organik terlarut (DOM =
Dissolved Organic Matter) dan mulai terbentuknya nitrat sebagai sumber alternatif selain oksigen
untuk respirasi di kolam.
Selama masa blind treatment pergeseran dan perubahan warna di air dibiarkan dulu, untuk memberi
kesempatan ekosistem kolam mencari kesetimbangannya sendiri, kunci utama kebehasilan blind
treatment adalah di kesempurnaan sterilisasi lahan di masa persiapan.
Jika selama blind treatment muncul gejala yang membahayakan seperti munculnya sindrom taura
bawaan dari benur, gejala udang kapas / myoneucrosis, air nyala di malam hari, muncul busa yang
hebat dari mucus Dinoflagellata/BGA dan bakteri filamen, dapat dilakukan antisipasi dengan
penerapan CaO2 dengan dua kali dosis aplikasi 10 gram/m2 dengan selang waktu 1‐2 hari untuk
mengatasi air nyala, diikuti dengan aplikasi 2‐4 ppm H2O2 % per hari untuk antisipasi foaming
(pembusaan) akibat mucus Dinoflagellata/BGA atau 2‐4 gram/m2 CaO2 per hari untuk menekan
sindrom taura dan myoneucrosis, dilakukan terus sampai foaming/sindrom berkurang.
Munculnya busa putih memanjang di depan kincir pada masa awal pembentukan air masih wajar,
hal ini ditimbulkan karena adanya biosurfaktan yang dikeluarkan genera Bacillus terutama spesies
Bacillus subtilis dan cereus yang secara alami dikeluarkan saat mendapati musuh alaminya berupa
blue green algae terdapat dalam air kolam. Biosurfaktan ini bersifat cyanobacteriocide. Blue green
algae sendiri akan mengeluarkan biosurfaktan berupa bacteriocide, busa akan hilang sendiri seiiring
dicapainya kuota kesetimbangan dominasi populasi Bacillus terhadap populasi Cyanobacteria.
Busa yang kurang wajar adalah busa yang dihasilkan oleh bakteri filamen dan Dinoflagellata, kedua
organisme ini mendominasi perairan dengan C/N rasio lebih dari 20, warna air didominasi coklat
merah, busa berwarna coklat muda, kental dan berkumpul di pojok kolam membentuk filament mat
yang sering dikerubungi oleh zooplankton dan menarik perhatian ikan/udang. Volume busa yang
dihasilkan bis mencapai volume yang fantastis, dapat menutupi seluruh permukaan kolam hingga
berterbangan keluar dari kolam karena tertiup angin. Pada tanah gambut yang memiliki C/N rasio di
tanahnya hingga ratusan, merupakan habitat ideal bagi perkembangbiakan bakteri filamen ini.
Treatment paling aman dan efektif untuk mengatasi foaming karena bakteri filamen dan
dinoflagellata ini adalah kontrol dengan larutan H2O2 meski memakan waktu yang agak lama dalam
mengatasinya, namun aplikasi 2‐4 ppm H2O2 cair per hari mampu secara tuntas mengeleminasi
keberadaan organisme tersebut dari air kolam.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 22
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
PEMELIHARAAN
Setelah 30 hari masa budidaya tercapai, dilakukan evaluasi terhadap data kualitas air dan sedimen
dari tiap kolam.
• Untuk kolam yang penampakan fisiknya berwarna coklat muda (sepadan warna kopi creamer)
dengan flok halus yang melayang (milky) dengan pH antara 7,5 – 8,0 , range pH pagi‐ sore 0,2 ‐
0,3 , range DO siang‐malam 1‐ 2 ppm, mulai terbentuk nitrit (0,01 – 0,1), terbentuk nitrat
minimal 10 ppm, TOM 50 ppm, tidak ada penumpukan lumpur di sekitar kotak pembuangan
lumpur dan sedimen lumpur buangan dari pipa monik berwarna coklat dan tidak berbau, maka
sistem sudah settle dan terbentuk. Langkah selanjutnya adalah menghentikan aplikasi pupuk ZA
, mengurangi pemakaian CaCO3 menjadi 10 ppm untuk 2‐3 hari sekali saja, dan membatasi
daerah bagi penebaran kaptan di bagian dalam ring kincir kolam (zone pelumpuran),
menghindari penebaran kaptan di feeding area, mengurangi frekuensi aplikasi bakteri Bacillus
dan Thiobacillus 10 ppm dan 2 ppm menjadi 2 hari sekali. Dan kincir sebaiknya sudah dijalankan
100%.
• Untuk kolam yang penampakan fisiknya berwarna coklat muda creamer, dengan dominasi flok
halus yang tebal, dengan pH antara 7,0 – 7,5 dan range pH 0,01 – 0,1 lakukan penghentian
aplikasi pupuk ZA, dan hentikan pula pemakaian kaptan (CaCO3) tunggu sampai pH naik ke
kisaran 7,5 – 8,0 dengan range 0,2 – 0,3 baru dilakukan aplikasi kaptan kembali dengan dosis
aplikasi 10 ppm untuk 2 – 3 hari sekali. Aplikasikan bakteri Bacillus dan Thiobacillus 2 hari sekali
saja.
• Untuk kolam dengan penampakan warna hijau dari Chlorella atau coklat dari diatomae dengan
flok yang tipis serta range kenaikan pH masih > 0,4 lanjutkan aplikasi pupuk ZA 5 ppm per 5 hari
sekali, aplikasikan kaptan 10‐20 ppm tiap hari, Bacillus 10 ppm dan Thiobacillus 2 ppm tiap hari
hingga range kenaikan pH 0,2 – 0,3 tercapai.
• Untuk kolam dengan dominasi blue green algae, dengan flok tipis serta range pH > 0,4
aplikasikan 5 ppm ZA tiap 2 hari sekali, kaptan 10‐20 ppm tiap hari, Bacillus 10 ppm dan
Thiobacillus 2 ppm tiap hari sampai blue green algae tereliminasi, bioflok menjadi tebal dan
range pH 0,2‐0,3 tercapai. Jika terdapat lumpur yang banyak dengan potensial redoks lumpur
antara ‐400 mV Æ ‐170 mV dan tidak dapat dikeluarkan dengan sistem pembuangan lumpur
reguler melalui pipa monik, lakukan siphonisasi dan tebar CaO2 dengan dosis aplikasi 5‐10 gr/m2
kolam tapi ditebarnya hanya di daerah bekas lumpur pasca siphon.
• Untuk kolam dengan dominasi Dinoflagellata (red tide) , dengan flok tipis serta range pH > 0,4 :
hentikan penggunaan pupuk ZA, aplikasikan CaO2 10 gr/m2 tiap 3 hari sekali, kaptan 5O gr/m2
tiap hari, Bacillus 10 ppm dan Thiobacillus 2 ppm tiap hari sampai Dinoflagellata tereleminasi,
bioflok menjadi tebal dan range pH 0,2 – 0,3 tercapai.
• Untuk kolam dengan dominasi Diatomae berukuran sel besar (makro), dengan flok tipis serta
range pH > 0,4 lanjutkan aplikasi pupuk ZA 5 ppm per 5 hari sekali, aplikasikan kaptan 10‐20 ppm
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 23
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
tiap hari, Bacillus 10 ppm dan Thiobacillus 2 ppm tiap hari dan aplikasikan 2‐4 ppm H2O2 atau 2‐4
gram/m2 CaO2 tiap hari hingga range kenaikan pH 0,2 – 0,3 tercapai.
Dengan demikian masa buidaya DOC 30 – DOC 40 merupakan masa represif dan pemulihan bagi
kolam‐kolam yang belum masuk pada target kriteria sistem yang diinginkan.
Diharapkan pada masa DOC 40 ke atas stabilitas sistem sudah tercapai, konsentrasi lebih kepada
feeding program dan pertumbuhan biota budidaya, serta kesempurnaan pembuangan limbah padat
berupa lumpur detritus dengan optimalisasi kincir dan sistem pembuangan lumpur reguler.
Diharapkan siphon menjadi alternatif terakhir pembuangan lumpur, semasih mampu sistem reguler
pembuangan lumpur mengatasi lumpur, siphon dihindarkan.
Kunci keberhasilan sistem selama pemeliharaan (DOC 40 – panen) adalah pada seminimal mungkin
ganti air, hindarkan sirkulasi air. Efisiensikan sistem pembuangan lumpur harian dengan sesering
mungkin membuang lumpur kental dari pipa monik tapi menghindarkan membuang volume air yang
banyak dalam proses pembuangan lumpur tersebut.
TROUBLE SHOOTING :
Pada sistem yang sudah stabil, treatment yang dilakukan hanya meliputi aplikasi bakteri Bacillus 10
ppm, Thiobacillus 2 ppm dan aplikasi kaptan 10 ppm untuk 2 hari sekali.
• Jika pH sistem naik ke 8,0 – 9,0 atau range pH melebar > 0,3 :
‐ Aplikasikan bakteri Bacillus 10 ppm dan Thiobacillus 2 ppm tiap hari
‐ Aplikasikan kaptan / CaCO3 10 ppm tiap hari.
• Jika pH sistem turun ke 7,0 – 7,5 atau range pH menyempit < 0,2 :
‐ Turunkan dosis kaptan ke 5 ppm per 2 hari atau tetap 10 ppm tapi untuk 3 ‐4 hari
‐ Kurangi ketebalan flok dengan mengurangi jumlah operasional kincir dan membuang
sludge flok yang mengendap keluar kolam dari pembuangan lumpur reguler pipa monik.
‐ Volume penggantian air dapat diperbanyak.
• Jika range DO melebar di atas 2 ppm antara siang – malam, TOM > 50 ppm :
‐ Aplikasikan bakteri Bacillus 10 ppm dan Thiobacillus 2 ppm tiap hari.
‐ Cek feeding program.
‐ Cek lumpur, jika ada penumpukan di luar kotak pembuangan lakukan siphon.
‐ Aplikasikan CaO2 10 gr/m2 periodik tiap 7 hari sekali untuk mengatasi sedimen dengan
potensial redoks < ‐ 170 mv.
‐ Penambahan aerator (kincir).
• Jika nitrit dan posfat tinggi ( > 1 ppm ) :
‐ Aplikasikan Ca(OH)2 1‐2 ppm tiap hari di malam hari.
‐ Aplikasikan H2O2 2‐4 ppm tiap hari di siang hari.
‐ Aplikasikan biakan Aspergillus sp 10 ppm tiap hari sampai level nitrit dibawah 0,1 ppm.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 24
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
• Jika terjadi blooming blue green algae :
‐ Aplikasikan Bacillus 10 ppm dan Thiobacillus 2 ppm tiap hari.
‐ Aplikasikan pupuk ZA 5 ppm tiap 2 hari sekali.
‐ Aplikasikan CaO2 10 ppm tiap 3 hari sekali.
‐ Aplikasikan H2O2 2‐4 ppm tiap hari.
• Jika terjadi blooming Dinoflagellata :
‐ Aplikasikan CaO2 10 gr/m2 tiap 3 hari sekali.
‐ Aplikasikan 50 gr/m2 CaCO3 tiap hari.
• Jika terjadi gejala “mpp” (mati pelan pelan) karena myoneucrosis :
‐ Aplikasikan 5 gr/m2 CaO2 tiap 2 hari sekali untuk gejala yang kronis.
‐ Aplikasikan 2 gr/m2 CaO2 tiap 1‐2 hari sekali untuk gejala ringan.
AMARAN :
Penggunaan bakteri probiotik pada akuakultur haruslah proporsional dan terkontrol dengan tepat,
alih‐alih mendapatkan dampak positif bagi ekosistem kolam malah bisa sebaliknya menimbulkan
dampak negatif yang merugikan.
Sebagai contoh penggunaan probiotik Bacillus sp disamping kelebihan yang dipunyainya seperti
enzim protease, selulase, lipase, cyanobacteriocide dan proteolitic geosmine/xaxitoxin yang
dimilikinya, juga memiliki sifat kuat dalam pelarutan CaCO3 dan Posfat dari sedimen/tanah.
Penggunaan berlebihan dari Bacillus dapat merusak kesetimbangan karbonat‐bikarbonat‐CO2 dan
merubah kesetimbangan N/P rasio akibat banyaknya posfat yang dilarutkannya. Demikian halnya
dengan Thiobacillus sp disamping kelebihannya dalam pengoksidasian Fe, Mn, dan H2S namun sifat
kuat denitrifikannya pada penggunaan yang berlebihan akan terlalu drastis menurunkan konsentrasi
nitrat dalam air dan merusak kesetimbangan N/P rasio.
Penting artinya untuk mensetting F/M rasio (Food/Microorganism) yang setimbang tapi minimalis di
dunia akuakultur, untuk menjaga kesetimbangan, menghindari eutrofikasi dan menghindarkan
pencemaran pada lingkungan.
LAMPIRAN :
1. Pembuatan CaO2 (kalsium peroksida ) :
Untuk tiap 1 kg Ca(OH)2 diperlukan : 4 liter air dan 0,7 liter H2O2 50%
Karena berat molekul CaO2 = 72 hampir identik dengan berat molekul Ca(OH)2 = 74, maka
penghitungan kebutuhan gr/m2 CaO2 untuk aplikasi identik dengan gram/m2 Ca(OH)2.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 25
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
Sebagai contoh, kolam ukuran 3000 m2 akan diaplikasi dengan 10 gr/m2 CaO2 sehingga diperlukan
jumlah CaO2 sebanyak 3000 m2 x 10 gr/m2 = 30.000 gr = 30 kg. Maka untuk pembuatan 30 kg CaO2
diperlukan :
‐ Ca(OH)2 = 30 kg Æ berat CaO2 ~ berat Ca(OH)2
‐ Air = 4/1 x 30 kg = 120 liter
‐ H2O2 50 % = 0,7/1 x 30 kg = 21 liter
30 kg Ca(OH)2 disuspensikan dalam 120 liter air, dengan pengadukan kuat, sedikit demi sedikit
ditambahi 21 liter H2O2 50 % hingga selesai. Campuran pasta CaO2 ini dapat ditebar langsung atau
dicampur dahulu dengan filler berupa zeolit/bentonit/CaCO3 dengan perbandingan 1 : 1 terhadap
Ca(OH)2.
Untuk tujuan supaya pelepasan oksigen berlangsung dalam waktu lama (slow release) selama 1‐
2minggu di sedimen, pasta CaO2 terbentuk dapat ditambah Na2SiO3 65% sebanyak 20% v/b
terhadap berat Ca(OH)2 dan ditambah pula KH2PO4 1% terhadap berat Ca(OH)2. Pelepasan oksigen
dapat berlangsung pelan‐pelan hingga 2‐3 minggu dengan tambahan stabilisator ini.
H2O2 komersial dijual di pasaran dengan dua jenis konsentrasi, 30% dan 50% untuk membedakannya
secara sederhana dapat kita ketahui dari berat jenisnya. H2O2 30% memiliki berat jenis 1,1 gr/ml
sementara H2O2 50% memiliki berat jenis 1,2 gr/ml.
2. Pembuatan biakan Bacillus sp :
Gunakan 1% media/nutrien + 1% biakan Bacillus induk + 1% pakan udang dalam air bersih, aduk
dengan kecepatan 150 – 200 rpm dan aerasikan pada laju aerasi udara 5 vpm, dengan potensial
redoks di kisaran 300 – 400 mv.
Biakan induk Bacillus menggunakan campuran spesies :
• subtilis
• cereus
• megaterium
• polymyxa
• licheniformis
• coagulans
Media / nutrien Bacillus mengandung :
• Garam buffer pH
• Garam isotonik (osmoregulator)
• Enzim casease, pepsin dan trypsin.
• Enzim amilase (sakarifikasi) dan invertase
• Natrium caseinat (casein pepton)
• Sukrosa dan glukosa
• Ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan ekstrak ragi (beta Glukan dan Mannan)
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 26
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
• Basal medium
• Mikronutrien
• Prekursor, bagi produksi massal oleh bakteri Bacillus dalam air : enzim chitinase, enzim nitrat
reduktase, enzim karbonat reduktase, vitamin B12, polymycin, megasin, polihidroksialkanoat
(PHA), lectine, asam amino dan antitoksin geosmin/xaxitoksin dari BGA/dinoflagellata.
Pakan udang yang ditambahkan ditujukan bagi pembentukan pepton yang mutlak diperlukan bagi
pertumbuhan dan pembiakan sel Bacillus, enzim pepsin dan trypsin pada media/nutrien akan
menguraikan protein pada pakan udang menjadi pepton yang diperlukan bagi asimilasi sel Bacillus
dan lebih lanjut digunakan untuk pembentukan lectine sebagai biopolimer bioflok.
Pakan udang yang digunakan untuk fermentasi lebih lanjut akan merangsang Bacillus untuk
mengeluarkan enzim protease spesifik bagi penguraian secara cepat pakan yang tidak termakan di
kolam atau protein sisa pada kotoran udang.
Jumlah enzim yang terbentuk dari fermentasi pakan lebih lanjut dapat diukur secara volumetrik di
lapangan dengan uji alkohol, dapat menjadi patokan awal dari tingkat daya cerna pakan (Protein
Efficiency Ratio).
Pakan yang bagus memiliki jumlah enzim pasca fermentasi yang banyak dengan aroma hasil
fermentasi yang khas dari fish protein hidrolisat yang berbau amis.
Casein dan enzim casease dari media/nutrien menghasilkan pepton mudah cerna pertama bagi
pertumbuh biakan bakteri sebelum akhirnya bakteri mampu mencerna molekul besar dan kompleks
dari protein pakan yang ditambahkan.
pH setelah 24 jam fermentasi diharapkan masih dalam rentang 6,0 ‐ 7,2 dengan demikian bakteri
tidak dalam kondisi dormant (tidur) dan enzim, metabolit sekunder, PHA dan Lectine tidak rusak
oleh suasana pH yang asam (terhindar dari hidrolisis). pH hasil fermentasi di bawah 5,5 harus
dievaluasi.
Uji standar keberhasilan fermentasi massal Bacillus sp setelah 24 jam :
1. Test pH
‐ saring cairan hasil fermentasi massal 24 jam dengan kapas atau kertas saring ;
- Filtrat jernih kekuningan diukur pHnya dengan menggunakan pH meter atau kertas pH
- Jika pH sama atau dibawah 5 maka fermentasi kurang berhasil.
- Jika pH antara 6,0 – 6,5 maka fermentasi berjalan dengan baik.
- Jika pH antara 6,5 – 7,2 maka fermentasi berjalan sempurna.
2. Test Alkohol
- Saring cairan hasil fermentasi 24 jam dengan menggunakan kapas atau kertas saring.
- Tempatkan 5 ml filtrat jernih kekuningan kedalam tabung reaksi 20 ml.
- Tambahkan 15 ml larutan alkohol 70 % ‐ 96% dan aduk secara sempurna.
- Diamlan tabung reaksi selama 1 – 2 jam, endapan yang terbentuk merupakan enzim‐enzim
yang membentuk kristal dan tidak larut dalam alkohol encer.
- Volume 1,0 ml – 2,0 ml endapan yang berwarna putih kekuningan dan bersifat koloid dalam
tabung reaksi menunjukkan jumlah enzim yang cukup selama fermentasi.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 27
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
3. Pembuatan biakan Thiobacillus sp :
Thiobacillus merupakan bakteri dari golongan chemolitothrop yang mengoksidasi sulfida menjadi
sulfat dengan transfer elektron dari reduksi nitrat menjadi gas nitrogen (denitrifikasi).
Thiobacillus memerlukan karbon dalam bentuk anorganik (C anorganik) dari karbonat (CO32‐) atau
bikarbonat (HCO3‐).
Pembelahan selnya dalam suasana aerob (aerasi udara) dua kali lebih cepat dibanding dalam
suasana anaerob dengan ion nitrat. Maka dalam pembiakan massalnya dilakukan dalam suasana
aerob (aerasi).
Penambahan asam askorbat (vitamin C) dengan dosis 0,1 gr/liter pada fermentasi massalnya juga
mendorong bakteri Thiobacillus lebih cepat berkembang biak dan lebih aktif dalam mengoksidasi
sulfida/thiosulfat.
Gunakan 1% media/nutrien + 1% biakan Thiobacillus induk + 0,01 % vitamin C dalam air bersih, aduk
dengan kecepatan 150 – 200 rpm dan aerasikan pada laju aerasi udara 5 vpm, dengan potensial
redoks 300‐400 mv.
4. Biofermenter :
Untuk fermentasi / enzimasi massal Bacillus spp. diperlukan wadah tertutup berupa torn/tandon air
dari bahan stainless steel atau polyethilene (PE) .
Ukuran volume yang dapat digunakan variatif mulai dari 250 liter, 500 liter hingga 1000 liter.
Untuk ukuran volume 250 ‐ 500 liter ke atas digunakan pompa dab 100 ‐125 watt untuk
pemompaannya.
Untuk ukuran volume 1000 liter lebih baik menggunakan biofermenter yang lebih representatif,
menggunakan motor pengaduk yang telah dikalibrasi untuk pengadukan optimal biakan.
Aerasi dapat menggunakan blower dengan debit udara sedang dan disaring terlebih dahulu ke dalam
larutan desinfektan dan air steril.
Keluaran udara dibuat sedemikian rupa, tertutup pada sambungan pipa/selangnya dan dicelupkan
pada air/larutan desinfektan pada ujung pengeluaran udaranya untuk menjaga sistem benar‐benar
closed (tertutup) dan terhindar dari kontaminasi hewan/serangga kecil.
Sebagai cairan desinfektan untuk menyaring udara dapat menggunakan larutan 1 % KMnO4 atau 1%
K2Cr2O7 yang diasamkan dengan H2SO4 0,1%. Jika larutan sudah jenuh dan habis bereaksi dengan
debu yang mengandung spora/sel ragi kering/kista akan menunjukkan perubahan warna dari semula
berwarna ungu ke tidak berwarna untuk larutan KMnO4 dan dari jingga ke hijau untuk larutan
K2Cr2O7. Jika tidak memiliki bahan kimia desinfektan di atas dapat menggunakan larutan H2SO4 1%
atau air steril yang secara berkala sering diganti dengan yang baru.
Saringan udara terdiri dari dua botol, botol pertama berisi cairan desinfektan, botol yang kedua
berisi air steril saja untuk mengantisipasi jika ada percikan desinfektan ikut bersama aliran udara,
sehingga dapat terjebak di air sebelum sempat masuk ke biofermenter.
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com
Sistem Budidaya Akuakultur
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia v 28
CV Aiyu Shirotabiota Indonesia
Sistem Budidaya Akuakultur
AIYUSHIROTA itang@.aiyushirota.com