Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jum’at/25 Oktober 2019

Teknik Dasar dan Keselamatan Waktu : 13.00 - 16.00 WIB


Laboratorium Biokimia PJP : Ukhradiya M Safira, Ssi, MSi
Asisten : Uswatun Khasanah
Amrista F Kananga
Dika Servila
Deysta Nur Sya’bani P

TEKNIK SPEKTROSKOPI

Kelompok 18
Lala Fabella Andalusia G84180056
Fahrin Ashroffa Salma G84180084
Derri G84180085

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Spektrofotometer banyak digunakan dalam analisis kimia, baik makanan,


obat, maupun pertambangan. Analisisnya mudah, cepat, dan cukup akurat.
Beberapa instrumen spektrofotometer yang lazim digunakan antara lain
spektrofotometer UV-Vis, inframerah, serapan atom dan massa. Berdasarkan
sistem optiknya, ada 2 jenis spektrofotometer UV-Vis, yaitu single beam (berkas
tunggal) dan double beam (berkas ganda). Perbedaannya adalah perlakuan terhadap
sinar radiasi: pada berkas tunggal, radiasi langsung dilewatkan pada sampel,
sedangkan pada berkas ganda, radiasi dipecah menjadi 2 sinar menggunakan cermin
berbentuk V; sinar pertama dilewatkan pada blangko, lainnya dilewatkan pada
sampel (Underwood dan Day 1980).
Menurut Warono dan Syamsudin (2013), spektrofotometer UV-VIS atau
spektrofotometer ultraviolet-sinar tampak memanfaatkan sinar dengan panjang
gelombang 180-380 nm untuk daerah UV dan 380-780 nm untuk daerah visible
atau sinar tampak. Secara umum sistem spektrofotometer terdiri atas sumber
radiasi, monokromator, sel, foto sel, detektor, dan tampilan (display). Sumber
radiasi berfungsi memberikan energi radiasi pada daerah panjang gelombang yang
tepat untuk pengukuran dan mempertahankan intensitas sinar yang tetap pada
pengukuran. Monokromator berfungsi menghasilkan radiasi monokromatis yang
diperoleh dilewatkan melalui kuvet yang akn diukur serapannya berisi sampel dan
blanko secara bersaman dengan bantuan cermin berputar. Fotosel berfungsi
menangkap cahaya yang diteruskan zat dan kemudian mengubahnya menjadi energi
listrik yang kemudian akan disampaikan ke detektor. Detektor adalah material yang
dapat menyerap energi dari foton dan mengubahnya dalam bentuk lain, yaitu energi
listrik. Display atau tampilan mengubah sinar listrik dari detektor menjadi
pembacaan yang berupa meter atau angka yang sesuai dengan hasil yang dianalisis.
Prinsip kerja spektrofotometer adalah berdasarkan hukum Lambert-Beer,
yaitu seberkas sinar dilewatkan suatu larutan pada panjang gelombang tertentu,
sehingga sinar tersebut sebagian ada yang diteruskan dan sebagian lainnya diserap
oleh larutan. Adapun rumus dari hukum Lambert-Beer sebagai berikut:
A = a.b.C
Keterangan:
A = Serapan (absorbans)
C = Konsentrasi
a = Koefisiensi serapan spesifik
b = Tebal larutan
Pada spektrofotometer UV-VIS, zat diukur dalam bentuk larutan. Analit yang
dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak adalah analit berwarna atau
yang dapat dibuat berwarna. Analit berwarna adalah analit yang memiliki sifat
menyerap cahaya secara alami. Analit yang dibuat berwarna adalah analit yang
tidak berwarna sehingga harus direaksikan dengan zat tertentu untuk membentuk
senyawa yang menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Pembentukan
warna untuk zat atau senyawa yang tidak berwarna dapat dilakukan dengan
pembentukan kompleks atau dengan cara oksidasi sehingga analit menjadi
berwarna. Praktikum ini bertujuan melakukan pengukuran panjang gelombang,
pembuatan kurva standar protein (metode Bradford) dan mengukur kadar protein
suatu sampel dengan spektrofotometer.

METODE

Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia,


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, pada
hari Jum’at, 25 Oktober 2019 pukul 13.00 – 16.00 WIB.

Prosedur Percobaan

Metode Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Penyerapan UV dan


Visible umumnya dihasilkan oleh eksitasi elekton-elektron ikatan, akibatnya
panjang gelombang pita yang mengabsorbsi dapat dihibungkan dengan ikatan yang
mungkin ada dalam suatu molekul. Ada 3 macam proses penyerapan, yaitu :
penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan (semua molekul
organik mampu menyerap radiasi elektromagnetik), penyerapan yang melibatkan
elektron d dan f (kebanyakan ion-ion logam transisi menyerap di daerah UV &
Visible, dan penyerapan karena perpindahan muatan. Alasan menggunakan panjang
gelombang maksimal: yang pertama karena pada panjang gelombang maksimal,
perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar,
yang kedua, disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar
dan pada kondisi tersebut hukum Lamberrt-Beer akan terpenuhi, yang ketiga jika
dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang
maksimal.

Metode Kurva Standar Protein Grafik. Metode Bradford adalah metode untuk
mengukur konsentrasi protein total secara kolorimetri dalam suatu larutan. Metode
ini menggunakan pewarna Coomasie Briliant Blue (CBB) yang berikatan dengan
protein dalam suatu larutan yang bersifat asam, sehingga memberikan warna
menghasilkan warna kebiruan. Larutan Bovine Serum Albumin (BSA) digunakan
sebagai larutan standar dalam penentuan kadar protein dengan metode Bradford.
Suatu percobaan dilakukan dengan menambahkan sejumlah NaCl pada larutan
BSA, yang berfungsi sebagai pelarut protein yang akan diukur. Penambahan NaCl
akan menyebabkan nilai absorbansinya menurun karena pengompleksan protein
dan zat warna CBB dalam Reagen Bradford akan semakin sedikit. Semakin
kecilnya nilai absorban menunjukkan bahwa protein yang larut semakin banyak
(Ismail et. al. 2012).
Metode bradford ini banyak digunakan karena cara pengerjaannya yang
mudah, namun kelemahan metode Bradford adalah reagen khususnya dapat
mengakibatkan perbedaan respon tes untuk jenis protein yang berbeda. Hal tersebut
adalah protein yang memberikan nilai absorbansimendekati konsentrasi sampel
yang akan diujikan. Metode ini kurang akurat untuk asam protein dasar. Selain itu,
kelemahan lainnya adalah kurangnya sensitivitas terhadap sampel yang hanya
memilliki sedikit kandungan protein (Purwanto 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik spektrofotometer memerlukan perhitungan terhadap pengukuran


panjang gelombang gelombang maksimum dan pembuatan kurva standar.
Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan larutan metilen biru (MB)
yang diencerkan menjadi 3 ppm, 5 ppm dan 10 ppm. Larutan tersebut kemudian
dibaca menggunakan panjang gelombang 600 – 680 nm. Menurut Warono D dan
Syamsudin (2013), spektrofotometer UV-VIS atau spektrofotometer ultraviolet-
sinar tampak memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang 180-380 nm untuk
daerah UV dan 380-780 nm untuk daerah visible atau sinar tampak.

Tabel 1 Penentuan panjang gelombang maksimum


Konsentrasi MB Panjang
Absorbans terukur
(ppm) gelombang (nm)
0 (Blanko) 600 – 680 0,010
600 0,311
610 0,349
620 0,360
630 0,376
3 640 0,423
650 0,505
660 0,565
670 0,507
680 0,304
600 0,524
610 0,598
620 0,616
630 0,641
5 640 0,730
650 0,880
660 0,984
670 0,906
680 0,551
600 1,162
610 1,317
620 1,319
10 630 1,330
640 1,490
650 1,780
660 1,975
670 1,841
680 1,146

Tabel 1 di atas menunjukkan data nilai absorbansi dari larutan metilen biru
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai
absorbansi sampel tertinggi terdapat pada panjang gelombang 660 nm, sehingga
panjang gelombang maksimum bagi larutan berwarna biru berada pada 660 nm.
Gelombang maksimum merupakan spektrum gelombang dimana sampel menyerap
absorbansi secara maksimal. Menurut Huda dan Yulitaningtyas (2018), rentang
panjang gelombang maksimum methylene blue yaitu antara 650-670 nm, hal
tersebut karena warna komplementer untuk methylene blue yaitu antara 650-670
nm. Penentuan rentang panjang gelombang maksimum dipengaruhi oleh warna
komplementer, yaitu vahaya yang tampak dan dapat dilihat dalam kehidupan
sehari-hari (Purwanto dan Prajitno 2013).

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
600 610 620 630 640 650 660 670 680

3 5 10

Gambar 1 Grafik panjang gelombang maksimum metilen biru

Menurut Warono D dan Syamsudin (2013), prinsip kerja spektrofotometer


adalah berdasarkan hukum Lambert-Beer, yaitu seberkas sinar dilewatkan suatu
larutan pada panjang gelombang tertentu, sehingga sinar tersebut sebagian ada yang
diteruskan dan sebagian lainnya diserap oleh larutan. Pada spektrofotometer UV-
VIS, zat diukur dalam bentuk larutan. Analit yang dapat diukur dengan
spektrofotometer sinar tampak adalah analit berwarna atau yang dapat dibuat
berwarna. Analit berwarna adalah analit yang memiliki sifat menyerap cahaya
secara alami. Analit yang dibuat berwarna adalah analit yang tidak berwarna
sehingga harus direaksikan dengan zat tertentu untuk membentuk senyawa yang
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Beberapa faktor yang
memengaruhi panjang gelombang maksimum suatu larutan yaitu adanya pH, suhu
dan reaksi kimia tertentu dalam larutan. Selain itu, warna komplementer dari setiap
larutan akan memengaruhi panjang gelombang maksimumnya. Penentuan panjang
gelombang maksimum merupakan langkah awal dalam penentun konsentrasi suatu
sampel.
Panjang gelombang maksimum adalah pengukuruan panjang gelombang
yang menghasilkan absorbansi maksimum (Kusumawardhani et. al. 2015).
Wilhelm Wien mempelajari hubungan antara panjang gelombang yang dipancarkan
pada intensitas maksimum (panjang gelombang maksimum) dengan suhu mutlak
sebuah benda yang dikenal hukum pergeseran Wien. Panjang gelombang
maksimum menurut pergeseran Wien dapat dirumuskan λ maks. T = C. Dimana C
= konstanta wien = 2,898 X 10- 3 mK. Jadi panjang gelombang yang diserap lampu
biru, hijau, merah, dan polos sebesar Δλ = λ – λo =C (1/T – 1/To) (Amin 2016).
Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan menggunakan alat
spektrofotometri UV-Vis dengan kisaran panjang gelombang 660 nm.
Faktor yang memengaruhi panjang gelombang maksimum diantaranya
adalah pH, suhu, dan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka
akan semakin tinggi pula nilai absorbansinya (Kustiawan dan Pratiwi 2016).
Hukum Beer menyatakan bahwa perubahan konsentrasi akan mengubah absorbansi
pada tiap panjang gelombang (Astuti dan Dwandaru 2017). Pengukuran larutan
standar merupakan acuan dari sampel tertetu dalam suatu percobaan. Pembuatan
kurva standar bertujuan agar mengetahui nilai konsentrasi sampel dengan
menghubungkan konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya (Rizky et. al.
2015). Persamaan kurva standar adalah y = ax + b. Dari persamaan garis tersebut y
menyatakan absorbansi, sedangkan x menyatakan konsentrasi.

Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi


1.6

1.4

1.2

0.8

0.6

0.4 y = 0.3659x + 0.7046


R² = 0.7234
0.2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5

Nilai absorbansi dari sembilan konsentrasi yang berbeda selanjutnya dibuat


kurva standar dengan menghitung persamaan garis antara konsentrasi dengan
absorbannya. Terdapat dua metode untuk membuat kurva standar yakni dengan
metode grafik dan metode least square (Underwood 1990). Data yang diperoleh
hasil spektrofotometer sebagai berikut 0.48 untuk konsentrasi 0, 0.66 untuk
konsentrasi 0.25, 1.141 untuk konsentrasi 0.5, 1.154 untuk konsentrasi 0.75, 1.154
untuk konsentrasi 1, , 1.197 untuk konsentrasi 1.25, 1.219 untuk konsentrasi 1.5,
1.33 untuk konsentrasi 1.75, dan 1.3 untuk konsentrasi 2. Metode yang digunakan
dalam percobaan ini menghitung persamaan garis dengan metode grafik, absorban
sebagai sumbu y dan konsentrasi biru metilen sebagai sumbu x. sehingga
persamaan garisnya adalah y = 0.3659x + 0.7046 dan R2 = 0.7234. Seharusnya
kurva standar yang bagus ditunjukkan dengan niai regresi yang mendekati 1.
Dari hasil percobaan terlihat bahwa nilai absorban berbanding lurus
dengan tingkat konsentrasi. Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi larutan
akan semakin pekat juga warnanya, sehingga kekuatan untuk menembus cahaya
semakin besar. Walaupun ada sedikit turun naik nilai absorban, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor teknis pada saat menggunakan alat
spektrofotometer.

Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs konsentrasi tidak linear:

1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat
pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).

Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan


spektrofotometer adalah serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan blanko, yaitu larutan yang berisi matrik selain komponen yang akan
dianalisis. Kesalahan kedua serapan oleh kuvet. Kuvet yang biasa digunakan adalah
dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet
kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih
mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan
kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel. Kesalahan ketiga fotometrik
normal pada pengukuran dengan absorbansi yang sangat rendah atau sangat tinggi.
Hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran
sensitivitas dari alat yang digunakan melalui pengenceran atau pemekatan (Beran
1996).

SIMPULAN

Panjang gelombang suatu sampel dapat ditentukan dengan cara mengukurnya


pada spektrofotometer. Prinsip seberkas sinar dilewatkan suatu larutan pada
panjang gelombang tertentu, sehingga sinar tersebut sebagian ada yang diteruskan
dan sebagian lainnya diserap oleh larutan. Kadar suatu protein dapat diukur dengan
spektrofotometer dengan berbagai macam cara. Metode Bradford adalah salah satu
cara tersebut dengan memanfaatkan Coomassie Briliant Blue dalam
pengukurannya. Metode ini juga dapat membantu membuat kurva standar protein.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Mohamad. 2016. Perancangan alat peraga hantaran kalor secara radiasi untuk
menentukan panjang gelombang. Jurnal Sains Terapan. 2(2): 113 – 118.
Astutu NFD dan Dwandaru WSB. 2017. Pengaruh variasi massa karbon sekam padi
terhadap sintesis material graphene oxide dengan metode liquid phase
exfoliation menggunakan blender, sonifikasi, dan blender sonifikasi
berdasarkan uji UV-VIS. Jurnal Fisika.6(5): 406 – 417.
Beran J A. 1996. Chemistry in The Laboratory. John Willey & Sons.
Huda T, Tantri KY. 2018. Kajian adsorpsi methylene blue menggunakan selulosa
dari alang-alang. Ind. Journal Chemical Analitic. 1(1): 9-19
Ismail K, Tengku A T N, Yong C Y, Aslan A S, Omar W Z, Majid I and Jagbe A M
A. 2014. Problem on commercialization of genetically modified crops in
Malaysia. Journal Social and Beharioral Sciences. 1(2): 1-5.
Kustiawan UR dan Pratiwi R. 2016. Dithizon: agen pengompleks untuk analisis
logam menggunakan speekrofotometri UV-Vis. Jurnal Farmaka. 14(2): 308-
313.
Kusumawardhani N, Hermin S, Atikah. 2015. Penentuan panjang gelombang
maksimum dan pH optimum dalam pembuatan tes kit sianida berdasarkan
pembentukan hidrindantin. Kimia Student Journal. 1(1): 711 – 717.
Rizky TA, Saleh C, Alimmudin. 2015. Analisis kafein dalam kopi robusta (toraja)
dan kopi arabika (jawa) dengan variasi siklus pada sokletasi. Jurnal Kimia
Mulawarman. 13(1): 41 – 44.
Underwood AL, Day. 1980. Analisis Kimia Kuantitatif Ed. ke-4. Jakarta (ID):
Erlangga.
Purwanto, Maria Goretti Marianti. 2014. Perbandingan analisa kadar protein
terlarut dengan berbagai metode spektroskopi UV-Visible. Jurnal Ilmiah
Sains & Teknologi. 7 (2): 64-71.
Purwanto R, Prajitno G. 2013. Variasi kecepatan dan waktu pemutaran spin coating
dalam pelapisan TiO2 untuk pembuatan dan karakterisasi prototipe DSSC
dengan ekstraksi kulit manggis (Garcinia mangostana) sebagai dye
sensitizer. Jurnal Sains dan Seni POMITS. 2 (1): 1-7
Warono D, Syamsudin. 2013. Unjuk kerja spektrofotometer untu analisa zat aktif
ketoprofen. Jurnal Konversi. 2 (2): 57-65.

Anda mungkin juga menyukai