Gerakan Darul Islam (DI) merupakan gerakan politik yang bertujuan mendirikan Negara Islam
Indonesia. Gerakan ini mempunyai pasukan yang disebut Tentara Islam Indonesia (TII).
Sehingga biasa disebut dengan DI/TII.
Pemberontakan DI/TII merupakan salah satu pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi
Indonesia. Sebab, pemberontakan ini menyebar diberbagai wilayah Indonesia dari Jawa,
Sumatra, Sulawesi maupun Kalimantan.
Bulan Februari 1948, dibentuk Tentara Islam Indonesia (TII) serta pengangkatan Raden Oni
menjadi panglimanya di Priangan. Penetapan ini terjadi dalam pertemuan di Desa Pangwedusan,
Cisayong, Tasikmalaya. Laskar Hizbullah, Sabilillah, dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia
(GPII) hadir di forum tersebut. Upaya pendirian NII di Jawa Barat tercium oleh pemerintah
Indonesia. Kartosoewirjo dan kawan-kawan rupanya tidak mendapatkan informasi terbaru terkait
perkembangan kedaulatan Indonesia setelah Perundingan Roem-Royen dan Konferensi Meja
Bundar (KMB). Tokoh Islam Indonesia, Mohammad Natsir, yang nantinya menjabat sebagai
perdana menteri, mengungkapkan, ia ditugaskan oleh Presiden Sukarno untuk mengirim surat
kepada Kartosoewirjo perihal perkembangan kondisi terbaru. Namun, sebutnya dalam buku
Mohammad Natsir 70 Tahun: Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan (1978), surat yang
ditulis tanggal 4 Agustus 1959 itu tidak sampai seperti yang diperkirakan.
Proklamasi Negara Islam Indonesia Lantaran tidak tahu perkembangan yang terjadi,
ketidakpuasan Kartosoewirjo akhirnya mencapai puncak. Proklamasi hadirnya NII sebagai
negara dikumandangkan di Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat, tanggal 7 Agustus 1949. Isi
proklamasi NII ala Kartosoewirjo itu antara lain: “Bismillahirrahmanirrahim Asyhadu alla
illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Kami Umat Islam Bangsa Indonesia
menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam
Indonesia itu ialah: Hukum Islam,” demikian bunyinya ditutup takbir dan tanda tangan
Kartosoewirjo. NII dalam maklumat pemerintah No II/7, menuliskan bahwa 17 Agustus 1945
atau hari kemerdekaan Indonesia adalah akhir masa kehidupan bangsa Indonesia. Kartosoewirjo
telah memantapkan langkahnya untuk mengklaim seluruh wilayah Indonesia sebagai kekuasaan
NII. Sahabat masa remaja Sukarno ini merangkai konsep bentuk dan sistem pemerintahan baru
dengan dirinya sebagai imam negara.
Selain itu, dalam susunan pemerintahan NII ada wakil imam yang diisi oleh Karman. Terdapat
juga menteri dalam negeri dan penerangan yang posisinya dijabat Sanusi Partawidjaja dan Thaha
Arsyad. Terakhir, ada beberapa posisi menteri lagi, seperti Menteri Keuangan (Udin
Kartasasmita), Menteri Pertahanan (Raden Oni), dan Menteri Kehakiman (Ghazali Thusi). NII
bertahan belasan tahun dengan cara gerilya di hutan-hutan di tanah Sunda untuk
mempertahankan diri dari kejaran militer Republik Indonesia. Namun, gerakan NII ternyata juga
meresahkan masyarakat. Dikutip dari tulisan Irfan Teguh berjudul “Digorok Gerombolan:
Kesaksian Kekejaman DI/TII di Bandung”, diungkapkan kesaksian warga bernama Emeh. Emeh
ingat betul bagaimana ia dan warga lainnya hampir setiap hari harus menyediakan nasi untuk
orang-orang DI/TII dan sering diperlakukan kasar oleh anak-anak buah Kartosoewirjo itu.
Akhir NII & Kartosoewirjo NII ternyata bukan hanya berperang melawan TNI, namun juga
bertindak semena-mena hingga mulai timbul perasaan curiga antara ulama, pemerintah, dan
masyarakat akhirnya menimbulkan peristiwa fitnah. Menanggapi masalah ini, maka dibentuklah
Badan Musyawarah Alim Ulama yang bertugas memantau pergerakan DI/TII sebagai upaya
membantu pemerintah Indonesia. Tanggal 4 Juni 1962, operasi Pagar Betis yang dilancarkan
oleh militer Indonesia berhasil menangkap para anggota DI/TII beserta jajaran petingginya.
Mereka ditangkap, termasuk sang imam, Kartosoewirjo. Berdasarkan keputusan Pengadilan
Mahkamah Darurat Perang (Mahadper) tanggal 16 Agustus 1962, Kartosoewirjo dijatuhi
hukuman mati karena telah memberontak terhadap pemerintahan Indonesia. Pada 5 September
1962, Kartosoewirjo dibawa ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu, dekat Teluk Jakarta. Ia
dieksekusi setelah sehari sebelumnya dikabulkan permintaan terakhirnya untuk bertemu
keluarga. Tepat pukul 05.50 WIB, Kartosoewirjo dihukum mati dan itulah akhir perlawanan
DI/TII di Jawa Barat.
3. Intergrasi Nasional Di Indonesia
IINTEGRASI nasional merupakan suatu hal yang mempersatukan segala perbedaan dalam
masyarakat dan menjadikan suatu keseluruhan yang tidak terpisahkan (menyatukan berbagai
kelompok kecil dan menyatukan sebagai suatu kesatuan bangsa).
Ancaman dari luar bisa berupa organisasi atau negara lain. Nah, dengan adanya
ancaman dari luar akan mempererat integrasi nasional.
Suatu bangsa akan bersatu membela tanah air jika semakin merasa terancam.
Nilai kebangsaan dalam masyarakat semakin tinggi dengan adanya rasa cinta
tanah air.
Di samping itu, rasa cinta tanah air juga memicu rasa rela berkorban dan
menumbuhkan rasa solidaritas.