Resume Keseluruhan Buku Cragg 1-2
Resume Keseluruhan Buku Cragg 1-2
Overview
Mempelajari sejarah promosi kesehatan dalam konteks perkembangan kesehatan masyarakat
dari abad kesembilan belas hingga saat ini. Ada Tiga fase penting diidentifikasi.
● Fase pertama terjadi selama abad kesembilan belas, periode ketika mempromosikan
kesehatan yang baik adalah bagian dari pengembangan yang lebih luas dari langkah-
langkah kesehatan masyarakat di Barat, seperti perbaikan sanitasi.
● Fase kedua terjadi pada awal hingga pertengahan abad kedua puluh, saat fokus
kesehatan masyarakat bergeser dari lingkungan sebagai penyebab kesehatan yang
buruk dan mulai berfokus pada keluarga dan individu.
● Fase ketiga meliputi akhir abad kedua puluh dan seterusnya. Ini adalah periode
'kesehatan masyarakat baru', ditandai dengan fokus pada pencegahan, risiko dan
lingkungan, dan promosi kesehatan sebagai gerakan nasional dan internasional.
OBJEK PEMBELAJARAN
Setelah membaca bab ini, Yang akan didapat:
• menggambarkan akar sejarah dari konsep promosi kesehatan saat ini
• menempatkan perubahan definisi kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan di bidang
sosial, konteks ekonomi, dan politik
• mengevaluasi kritik politik dan ilmiah terhadap promosi kesehatan
INTRODUCTION
'Promosi kesehatan' adalah istilah yang relatif baru, tetapi merupakan konsep lama.
Ungkapan 'promosi kesehatan' pertama kali digunakan di tingkat kebijakan nasional dan
internasional selama tahun 1980-an (Berridge 2010), tetapi mempromosikan kesehatan yang
baik sebagai sebuah ide telah ada selama ada upaya untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat. Salah satu teks kesehatan masyarakat paling awal, Hippocrates' On Airs, Waters
and Places (ditulis sekitar 400 SM) dimaksudkan sebagai panduan bagi pemukim yang pergi
ke lingkungan baru untuk membantu mencegah mereka jatuh sakit (Porter, 1999: 15-16 ).
AKTIVITAS
Kegiatan ini mendorong untuk merenungkan bagaimana arti kesehatan masyarakat dan
promosi kesehatan telah berubah dari waktu ke waktu. Setiap ekstrak diambil dari dokumen
kunci dari sejarah promosi kesehatan sejak abad kesembilan belas. Satu dari tahun 1843, satu
dari tahun 1943, dan satu lagi dari tahun 1976.
Ekstrak 1: 'kita perlu menarik minat individu, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan
dalam gagasan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati'.
Ekstrak 2: 'Tindakan utama dan terpenting, dan pada saat yang sama yang paling praktis . . .
adalah drainase, pemindahan sampah dari tempat tinggal, jalan dan jalan, dan peningkatan
pasokan air.’
Ekstrak 3: ‘Tidak ada pemisahan yang tajam antara kedokteran individu dan sosial.
Pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan berkala suatu hari nanti akan melengkapi
kegiatan perbaikan dokter umum.’
FEEDBACK
Anda mungkin telah memutuskan bahwa ekstrak pertama adalah yang terbaru karena
penekanannya pada gagasan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Memang,
ekstrak ini diambil dari laporan Departemen Kesehatan Inggris (1976), Pencegahan dan
Kesehatan: Bisnis Semua Orang, yang menunjukkan penekanan lebih besar yang ditempatkan
pada tindakan pencegahan sebagai bagian dari kesehatan masyarakat baru, fase ketiga dalam
evolusi promosi kesehatan yang dibahas dalam bab ini.
Anda mungkin mengira bahwa ekstrak kedua berasal dari tahun 1842 karena latar depan
faktor lingkungan. Ekstrak, yang berasal dari Laporan Edwin Chadwick (1843) tentang
Kondisi Sanitasi Penduduk Buruh Inggris Raya, adalah tipikal dari sembilan belas-
kesehatan masyarakat abad ini yang berfokus pada sanitasi dan lingkungan sebagai penyebab
dan solusi masalah kesehatan masyarakat. Namun, seperti yang akan Anda lihat, lingkungan
muncul kembali (meskipun dengan cara yang berbeda) dalam formulasi promosi kesehatan
baru-baru ini.
Dengan proses eliminasi, ekstrak ketiga harus dari tahun 1943 (Ryle, 1943), tetapi petunjuk
untuk tanggal di sini adalah penggunaan istilah 'kedokteran sosial', sebuah konsep yang
integral dengan kesehatan masyarakat di tengah abad kedua puluh. Munculnya pengobatan
sosial adalah salah satu aspek dari fase kedua dalam pembangunan kesehatan masyarakat
yang dibahas dalam bab ini. Setiap ekstrak dengan demikian melambangkan salah satu dari
tiga fase yang akan Anda jelajahi secara lebih rinci.
TUGAS RESUME INDIVIDU
BUKU HEALTH PROMOTION THEORY
(Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
Fase 1: Abad ke 19
Selama abad ke-19, populasi penduduk Inggris dan negara-negara barat lainnya tumbuh
pesat. Populasi Eropa berkembang dari 123 juta pada tahun 1800 menjadi 230 juta pada tahun
1890 (de Vries, 1984:36). Pertumbuhan penduduk disertai dengan industrialisasi dan
urbanisasi, dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di kota besar dan kota-
kota berkembang, meninggalkan pedesaan untuk mencari pekerjaan di pabrik-pabrik baru.
Urbanisasi paling menonjol terjadi di Inggris, jantung dari revolusi industri. Perubahan kota
kecil menjadi kota besar seperti Birmingham, menyebabkan populasi penduduk meningkat 7
kali lipat antara tahun 1800 dan 1900 yaitu dari 74.000 menjadi 522.000. Hal ini terjadi di kota-
kota besar lainnya, seperti London yang pada tahun 1831 memiliki populasi 1,6 juta, meningkat
2 kali lipat menjadi 3,2 juta (sensus Inggris).
Kepadatan penduduk menyebabkan kualitas hidup yang sangat buruk, karena fasilitas
utama seperti perumahan dan sanitasi tidak seimbang dengan pertumbuhan populasi. Sebagai
contoh tahun 1840 sungai Aire di Leeds digambarkan sebagai “Waduk Racun” tempat
persembunyian pembiakan penyakit pes yang menampung kotoran dari kloset, tangki septik
toilet, jamban saluran air umum, pembuangan kotoran, sampah rumah sakit, limbah dari rumah
potong hewan, sabun kimia, pewarna pabrikan, kotoran babi, bangkai hewan, dan tubuh
manusia yang membusuk (dikutip dalam Wohl, 1983: 235). Dalam kondisi ini, penyakit
menular berkembang pesat. Selama abad ke-19 ada serangkaian epidemi seperti kolera dan
tipus, yang menyebabkan 53.000 orang meninggal di Wales karena wabah korela (Snow,
2002).
Lingkungan dipandang sebagai penyebab penyakit, Namun pada awal abad 19 secara
luas diyakini bahwa penyakit disebabkan oleh bau busuk dan gas berbahaya yang disebut
“miasma”. Keyakinan tersebut di patahkan oleh penyelidikan yang dilakukan oleh John Snow
pada tahun 1854, yang menyimpulkan bahwa kolera adalah penyakit yang ditularkan melalui
air. Meskipun butuh waktu beberapa tahun untuk menerima temuan Snow. Reformasi
sanitarian berjalan dengan baik pada paruh kedua abad ke-19 dimana pembuangan limbah dan
sampah serta penyediaan air bersih dibayar penduduk kota yang lebih makmur dan oleh
pemerintah kota (Melosi, 2000).
Kontrol sosial
Kontrol sosial muncul pada periode ini dilatar belakangi tidak hanya oleh altruisme,
tapi juga kondisi bahwa kalangan masyarakat menengah atas didorong untuk mengambil
langkah-langkah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat karena alasan politik-sosial.
Penyakit epidemi bukan hanya menjadi ancaman bagi kesehatan bangsa, tapi juga
kesejahteraan politik, sosial dan ekonomi. Selain itu, individu yang sakit dan kurang mampu
bekerja, atau melakukan tugas militer juga menjadi alasan. Oleh karena itu, pemimpin politik
mulai mengembangkan serangkaian kebijakan kesehatan masyarakat untuk menjamin
kesejahteraan penduduk yang bekerja berupa vaksinasi wajib terhadap cacar, pengobatan
penyakit menular seksual (Hennock, 2998;Durbach, 2005). Adanya standar ganda dan fakta
bahwa tindakan kesehatan masyarakat sering ditargetkan pada bagian tertentu dari masyarakat
menyebabkan kesehatan masyarakat pada periode ini sebagai kontrol sosial (Donajgrodzki,
1977). Christopher Hamlin berpendapat bahwa kesehatan masyarakat di abad ke-19 berfokus
pada solusi teknis dari pada mengatasi faktor penyebab yang mendasari masalah kesehatan
masyarakat, seperti kemiskinan (Hamlim, 1998)
Revolusi Bakteriologis
Promosi kesehatan adalah istilah yang relatif baru, tetapi merupakan konsep lama.
Pertama kali digunkan pada tahun 1980an pada kebijakan nasional dan internasional. Untuk
memahami promosi kesehatan, dan tempatnya dalam kesehatan masyarakat kontemporer, kita
perlu mengetahui dari mana asalnya dan bagaimana perkembangannya. Dengan mempelajari
sejarah kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan, kita akan lebih siap menghadapi
masalah yang dihadapi promosi kesehatan saat ini dan juga dapat membayangkan ke mana
arahnya selanjutnya.
Sejarah Promosi Keseadibagi dalam beberapa fase, yakni fase pertama pada abad ke-
19, fase kedua pada tahun 1900–1970, dan fase ketiga yakni tahun 1970 hingga sekarang.
Pada resume ini akan di jelaskan sejarah promosi kesehatan pada fase kedua.
Kedua, adanya kritik tentang dugaan kemenangan kedokteran berteknologi tinggi oleh
ahli teori dan para peneliti seperti Thomas McKeown (Profesor Kedokteran Sosial di
Universitas Birmingham). McKeown berpendapat bahwa penurunan angka kematian pada
akhir abad ke-19 bukanlah hasil dari kemajuan medis, melainkan dari peningkatan standar
hidup dan gizi (McKeown, 1979). Menteri Kesehatan Kanada, Marc LaLonde (1974)
melaporkan dalam A New Perspective pada Kesehatan Kanada (LaLonde Report), mengakui
bahwa meningkatkan kehidupan standar dan langkah-langkah kesehatan masyarakat
setidaknya sama pentingnya, atau lebih penting, daripada biomedis untuk kesehatan orang
Kanada.
Promosi kesehatan dan perawatan kesehatan primer
Mengikuti Laporan LaLonde, promosi kesehatan mulai muncul secara untai khusus yang
dapat diidentifikasi dalam kesehatan masyarakat (MacDougall, 2007). Promosi kesehatan
berbeda dari kesehatan masyarakat baru yang lebih medikalisasi dengan menekankan aspek
sosial yang lebih luas dalam mempengaruhi kesehatan kolektif dan individu. Hal ini terlihat
dari beberapa perkembangan secara global. Ada serangkaian inisiatif yang diperkenalkan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada akhir 1970-an dan 1980-an yang menekankan
pentingnya mempromosikan kesehatan yang baik serta memerangi penyakit.
Deklarasi Alma Ata tahun 1978 menganjurkan pendekatan multidimensi bagi kesehatan
dan pembangunan sosial ekonomi, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam
Resume Individu: HEALTH PROMOTION THEORY (Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
Dwi Titus Indriyawati (2206004794)
pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan di setiap tingkat, dengan fokus khusus pada
perawatan kesehatan primer (Cueto, 2004). Pada tahun 1986, Piagam Ottawa untuk Promosi
Kesehatan diperkenalkan dan Dokumen ini mengubah fokus kesehatan masyarakat dari semula
pencegahan penyakit menjadi 'kapasitas membangun kesehatan'. Pendekatan yang bergerak di
luar perawatan kesehatan ke komitmen untuk reformasi sosial dan ekuitas ini diikat melalui
kerja dari Pan American Health Organization (PAHO) dan kantor WHO Eropa (WHO Euro)
(Kickbusch, 2003). Untuk mencapai ini, target khusus diperkenalkan, antara lain seperti yang
dikembangkan oleh WHO Eropa di bawah slogan 'Kesehatan untuk Semua pada Tahun 2000',
yang menekankan pentingnya memahami perilaku kesehatan dalam konteks sosial.
Sebagai bagian dari pandangan yang lebih luas tentang determinan kesehatan, pada akhir
1980-an adalah adanya tanda-tanda bahwa lingkungan kembali berperan dalam kesehatan dan
promosi kesehatan masyarakat. Di tingkat global dan nasional, keprihatinan diungkapkan
tentang penipisan sumber daya, polusi, dan penciptaan lingkungan dan kondisi kehidupan yang
tidak sehat, terutama di kota-kota. Hal ini dapat dilihat dalam Piagam Ottawa untuk Promosi
Kesehatan, yang menyatakan bahwa: 'Kondisi dan sumber daya fundamental' untuk kesehatan
adalah kedamaian, tempat tinggal, pendidikan, makanan, pendapatan, ekosistem yang stabil,
sumber daya berkelanjutan, keadilan sosial dan pemerataan. Peningkatan kesehatan
membutuhkan landasan yang kokoh dalam prasyarat dasar ini' (WHO, 1986).
Piagam Ottawa juga merupakan bagian dari upaya untuk mendorong pemerintah untuk
mengambil tanggung jawab agar menciptakan lingkungan yang memungkinkan populasi
mereka sehat. Tapi bukan hanya pemerintah yang memimpin di sini: ada beberapa kerjasama
lintas sektor, dengan masyarakat dan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk
mewujudkan lingkungan yang sehat. Contohnya adalah Inisiatif Kota Sehat yang diluncurkan
pada tahun 1987 (Petersen dan Lupton, 1996).
Perawatan kesehatan primer, didorong ke depan setelah Deklarasi Alma Ata pada tahun
1978 (Berridge, 2010). Gerakan perawatan kesehatan primer untuk menemukan cara yang
berbeda untuk mengorganisir pelayanan kesehatan dasar di negara-negara dengan miskin
sumber daya. Inisiatif awal seperti dokter bertelanjang kaki di Cina dan petugas kesehatan desa
di Tanzania pada tahun 1960-an adalah prekursor penting. Di Venezuela dan Guatemala, orang
biasa dilatih untuk memberikan perawatan kesehatan dasar dan Kuba juga memperkenalkan
model layanan kesehatan yang berbeda.
Resume Individu: HEALTH PROMOTION THEORY (Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
Dwi Titus Indriyawati (2206004794)
Melalui pengaruh WHO dan UNICEF, pendekatan semacam itu (khususnya penggunaan
tenaga kesehatan masyarakat) menyebar luas dalam apa yang kemudian disebut
'mengembangkan negara'. Ada perdebatan sengit tentang apakah program harus 'horisontal'
atau 'vertikal' (yaitu apakah mereka harus mencakup penyediaan layanan yang luas atau hanya
fokus pada beberapa kondisi dan masalah). Pendekatan terakhir lebih menarik untuk donor
eksternal (Walt, 2001). Hanya pada abad kedua puluh satu kekhawatiran tentang penyakit
kronis mulai muncul di negara-negara ini.
Resume Individu: HEALTH PROMOTION THEORY (Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
Dwi Titus Indriyawati (2206004794)
Petunjuk tentang efek poster yang diinginkan muncul dalam teks. 'Risiko' disebutkan,
dan kampanye tampaknya dimaksudkan untuk mempengaruhi perilaku individu untuk
mencegah penularan HIV dan perkembangan AIDS. Risiko, pencegahan, dan fokus pada
perilaku individu adalah semua aspek penting dari kesehatan masyarakat yang baru dan
perkembangan promosi kesehatan.
Dalam beberapa tahun terakhir, gagasan tentang risiko telah diperluas untuk mencakup:
risiko yang ditimbulkan oleh individu atau kelompok individu terhadap komunitas lainnya,
bukan hanya untuk kesehatan mereka sendiri. Perokok pasif adalah salah satu contohnya,
dengan jumlah yang relatif kecil, risiko yang ditimbulkan oleh perokok terhadap kesehatan
orang lain yang digunakan untuk membenarkan kebijakan seperti pelarangan merokok di
tempat umum (Berridge, 2007). Dapat diidentifikasi adanya perubahan halus di sini: alih-alih
berfokus pada perilaku individu dan risiko yang ditimbulkannya terhadap kesehatan individu
yang terlibat dalam perilaku itu, ada juga penekanan pada dampak perilaku itu terhadap
masyarakat luas.
Resume Individu: HEALTH PROMOTION THEORY (Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
Ringkasan Individu - Topik 2
Nama : Nur A’isyah Amalia Putri
NPM : 2206118165
Kelompok :5
Buku : Health Promotion Theory (Lizza Cragg, Maggie Davis, and Wendy Mcdowall)
a. Praktis
Salah satu kritik utama yang diarahkan pada promosi kesehatan adalah suatu hal yang
tidak berhasil atau tidak mencapai tingkat perbaikan kesehatan yang diinginkan. Le Fanu yang
merupakan seorang ahli dalam memberikan pertimbangan berpendapat bahwa sumber daya yang
digunakan untuk promosi kesehatan akan lebih baik jika digunakan untuk mengobati orang sakit
dari pada mencegah orang jatuh sakit. Dalam praktiknya, banyak sistem kesehatan nasional
utamanya dirancang untuk menangani orang sakit dan cenderung kurang menekankan pada
pencegahan penyakit. Selain itu, ketika memiliki sumber daya yang terbatas untuk pembelanjaan
kesehatan maka yang paling masuk akal ditujukan pada mereka yang sudah sakit. Di sisi lain,
dari sudut pandang politik, meskipun langkah-langkah promosi kesehatan efektif atau
berpengaruh, kemungkinan besar hal ini hanya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama
dan sulit diukur.
b. Struktural
Dari jenis pendapat kelompok yang berbeda (sering dilakukan oleh kelompok kiri),
yaitu bahwa promosi kesehatan yang gagal mengatasi masalah struktural yang mendasari
kesehatan. Menurut seorang ahli dalam pertimbangan, mengatakan bahwa sedikit perhatian yang
diberikan dengan kondisi yang membahayakan kesehatan, seperti kemiskinan, perumahan yang
buruk dan lingkungan yang tidak aman. Ketimpangan dan kesehatan telah muncul kembali
dalam promosi kesehatan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi banyak yang menduga bahwa
perhatian yang diberikan tidak cukup untuk masalah ini (Marmot, 2004).
Masalah struktural lain dalam promosi kesehatan adalah bahwa dengan menargetkan
perilaku individu dan membuat individu bertanggung jawab atas kesehatan mereka, orang yang
terjangkit penyakit menjadi bertanggung jawab atas kondisi mereka (Crawford, 1977). Di satu
sisi, pemerintah lambat dalam menjangkau industri yang memproduksi produk yang dapat
mengabkibatkan orang sakit seperti industri tembakau. Berfokus pada pencegahan penyakit juga
dapat menyebabkan peningkatan stigma terkait dengan penyakit. Seperti yang terlihat dari poster
pencegahan HIV/AIDS, upaya ini memperjelas bahwa penyakit adalah kondisi yang tidak
diinginkan dan meningkatkan stigma yang melekat pada orang yang tidak sehat.
c. Pengawasan
Akhirnya, beberapa orang melihat promosi kesehatan sebagai proyek untuk memantau
sebagian besar populasi (Armstrong, 2008). Pemantauan kesehatan penduduk dapat menjadi
salah satu bentuk disiplin. Mendorong setiap orang untuk berperilaku dengan cara yang dilarang
di bawah otoritas pertambangan dan otonomi pribadi mereka. Oleh karena itu, promosi kesehatan
dapat menjadi sarana pengontrol sosial.
Kesimpulan
Terlepas dari setuju atau tidaknya, kritik-kritik ini mencerminkan banyak masalah yang
telah kita sentuh dalam sejarah panjang kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan.
Pengawasan, kontrol sosial, stigmatisasi, pengobatan atau pencegahan penyakit adalah semua
masalah yang kita temui sebelumnya. Kita telah melihat bahwa determinan sosial kesehatan
sering diabaikan. Misalnya, pada abad ke-19, kondisi kehidupan yang buruk sering menjadi
penyebab penyakit, akan tetapi kelompok dipatologikan dan dianggap sebagai sumber penyakit.
Mereka juga cenderung menyalahkan korban masalah kesehatan masyarakat -- hal ini dapat
dilihat ketika akhir abad ke-20, yang menekankan tanggung jawab individu terhadap kesehatan.
Demikian pula, inisiatif kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan dapat menjadi bentuk
kontrol sosial. Intervensi dalam kehidupan masyarakat, seperti pengenalan terhadap pengunjung
kesehatan pada awal abad ke-20, dapat memiliki efek disiplin. Masalah-masalah yang ada di
masa lalu terlihat dalam upaya menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat yang lebih
baik.
Ringkasan
Sejarah promosi kesehatan menggambarkan beberapa kompleksitas dan masalah yang
masih dihadapi oleh promosi kesehatan saat ini. Poin-poin penting meliputi :
• Promosi kesehatan sebagai bidang khusus untuk kedisiplinan yang ada pada tahun
1970-an.
• Promosi kesehatan berakar pada pergeseran yang jauh lebih awal dalam kesehatan
masyarakat, sejak abad ke-19 dan seterusnya.
• Ada kesinambungan dan perubahan dari waktu ke waktu dalam mempromosikan
perawatan/pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.
• Beberapa masalah seperti lingkungan kembali terjadi, menghilang, dan muncul
kembali.
RESUME BUKU HEALTH PROMOTION THEORY
(Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
CHAPTER 2 :
SOCIAL CONSTRUCTION OF HEALTH AND HEALTH PROMOTION
Overview
Tujuan Pembelajaran
Kata kunci :
Kekuatan disiplin : bentuk kekuatan modern, lebih tersembunyi, berfungsi dari sistem
pengetahuan dan praktik, menciptakan standar normalitas dan abnormalitas, mendorong
seseorang untuk terus memeriksa diri dengan menyesuaikan diri menurut norma setempat
yang berlaku
Komunikasi : bahasa tubuh, pengetahuan, praktik sebagai gambaran hal dari dalam sisi
seseorang yang muncul untuk dideskripsikan
Normatif : perilaku dan praktik yang dipandang normal atau benar dalam konteks sosial
menurut norma setempat yang berlaku
Fenomenologi: paradigma penelitian kualitatif, berasal dari tulisan filsuf seperti Husserl
dan Buber, berfokus pada yang hidup dan fenomena pengalaman subjektif. Tujuannya
untuk menggambarkan dan mengapresiasi bagaimana seseorang memahami dan memberi
makna pada pengalaman mereka sendiri
Semiotika: studi tentang tanda dan simbol, tujuannya untuk mendekonstruksi arti kode,
mencakup tanda dan simbol dalam media seperti modalitas sensorik (kata-kata, gambar,
suara, gerak tubuh, dan objek)
Konstruksionisme sosial: kerangka konseptual kritis yang memahami berbagai hal yang
umumnya dianggap alamiah secara eksklusif yang diproduksi secara sosial
Konstruksionisme sosial adalah kerangka kerja konseptual yang memahami berbagai hal secara
umum, dianggap natural (alamiah) secara eksklusif, diproduksi secara sosial. Penekanannya
adalah pada bagaimana makna dari fenomena tidak melekat pada fenomena itu sendiri, tetapi
diciptakan melalui interaksi dan dialog dalam situasi sosial yang sejarahnya terletak secara
konteks (Gergen, 1999). Perspektif ini menolak anggapan bahwa ada kebenaran objektif,
tunggal, dan sudah ada sebelumnya yang di luar sana menunggu untuk ditemukan.
Konstruksionis sosial berpendapat bahwa realitas sosial dan pengetahuan adalah hal gabungan
yang akan selalu bergantung pada konteks tertentu. Konstruksionis sosial merupakan produk
sosial, sejarah, politik, proses budaya (Berger dan Luckmann, 1966). Sebagai contoh, pekerja
anak pada awal abad ke-19 dianggap sangat normal di Inggris,dimana sekarang sudah diatur
legislasi.
Perspektif konstruksionis sosial berpendapat bahwa jenis kelamin dibangun secara sosial dengan
peran, kemampuan sesuai jenis kelamin tertentu yang dibentuk oleh norma umum. Sebagai
contoh, seorang pria atau wanita seharusnya berperilaku sebagaimana mereka seharusnya.
Konstruksi sosial kesehatan dan penyakit
Selama 50 tahun terakhir, konstruksi sosial kesehatan telah menjadi perspektif yang signifikan
dalam sosiologi kesehatan dan penyakit, telah memberikan kontribusi besar untuk pemahaman
terkait konteks penyakit (Bury, 1986; Lupton, 2000).
Rangkuman Promosi Kesehatan Intermediate
NPM : 2206118221
Kelompok :5
Rujukan : Health Promotion Theory, Second Edition, Liza Cragg, Maggie Davies
Pada pembahasan ini akan fokus pada Pemahaman dan Pemberlakuan Kesejahteraan
antara orang ‘awam’ dengan para ahli yang mendapatkan pelatihan terkait praktek yang spesifik,
kemampuan, dan displin akademik. Para peneliti dalam hal ini telah menjawab pertanyaan-
seperti: Bagaimana orang 'awam' memahami kesehatan dan Penyakit? Bagaimana mereka
memahami dan mengelola timbulnya penyakit? Apa pengertian yang diberikan pada perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan? Dan bagaimana kesehatan dipertahankan di lingkup orang
‘awam’?
Penelitian seperti itu telah menunjukkan bahwa konseptualisasi kesehatan tidak universal
atau didapatkan dengan sendirinya. Sebaliknya, hal ini terikat konteks, dipengaruhi oleh ideologi
yang berlaku dan dimediasi oleh lingkungan yang lebih luas di mana orang hidup, seperti
konteks budaya mereka, lokasi struktural dan geografis, identitas sosial, dan biografi pribadi.
Pengertian kesehatan sekaligus bersifat individu dan sosial dan sangat bervariasi. Apa itu
definisikan sebagai hal yang tidak sehat dalam satu budaya dapat menjadi hal yang dirayakan di
budaya lain. Contohnya, Misalnya, beberapa kelompok budaya mungkin menganggap menstruasi
pada perempuan sebagai tanda penyakit, berkonotasi moral dan spiritual yang najis. Sebagai
akibatnya, selama menstruasi berbagai tabu dapat terlihat seperti terkait dengan pakaian, mandi,
makanan, interaksi sosial, dan hubungan seksual. Sedangkan dikelompok budaya yang lainnya
melihat menstruasi sebagai tanda sehat dan suburnya seorang perempuan. Kedua praktek tersebut
dipersepsikan sebagai ‘alami’ dan ‘benar’ dalam masyarakat mereka sendiri dan akan ada sanksi
yang dikenakan untuk setiap pelanggaran terkait hal tersebut. Dari sebuah perspektif
pembentukan sosial kita dapat menganggap 'kebenaran' ini sebagai pengetahuan yang dihasilkan
secara sosial.
Demikian pula, pemahaman tentang kesehatan dan penyakit tidak stabil dari waktu ke
waktu, tetapi berubah dan beradaptasi ketika ideologi sosial dan politik yang berlaku berubah.
Pemahaman tentang kesehatan semakin mulai merefleksikan nilai-nilai kapitalisme dan
individualisme, dijiwai dengan gagasan otonomi individu, pengendalian diri, disiplin diri, dan
kemauan yang keras. Penelitian dalam tradisi ini juga telah menunjukkan bagaimana perilaku
terkait kesehatan dan pilihan, tertanam dalam struktur sosial ekonomi dan konteks budaya.
Garis utama penelitian terkait tradisi ini telah meneliti makna secara pribadi dan sosial dari
penyakit pada tingkat pengalaman, dan menggali bagaimana penyakit dikelola dalam konteks
social. Penelitian ini juga telah menyoroti bagaimana pengalaman penyakit dipahami secara
sosial, kelompok orang sakit menerima penderitaan, dan hidup dengan penyakit mereka, dan
mengembalikan kembali rasa percaya diri. Orang mungkin memberikan arti yang berbeda untuk
kesusahan dan penderitaan mereka, tergantung pada misalnya, hubungan pribadi dan sosial
mereka, kelas, jenis kelamin, agama dan kepercayaan budaya. Dengan demikian, kejadian sehari-
hari dan pengalaman penyakit dimaknai dengan makna subjektif dan sangat bervariasi. Cara
orang secara aktif menentukan batas penyakit mereka, dan identitas mereka dalam hubungannya
dengan parameter tersebut, telah ditunjukkan dalam kasus berbagai penyakit tertentu termasuk
depresi (Karp, 1996), epilepsi (Schneider dan Conrad, 1983), skizofrenia (Schulze dan
Angermeyer, 2003), rheumatoid arthritis (Fagerlind et al., 2010), diabetes (Peyrot et al., 1987),
asma (Adams et al., 1997), dan HIV/AIDS (Davies, 1997; Ezzy , 2000; Klitzman dan Beyer,
2003).
Profesional kesehatan mungkin merasa bahwa mereka tahu apa hasil yang diinginkan
dalam hal kebiasaan makan kaum muda dan bahwa mereka hanya perlu memungkinkan ini untuk
diadopsi. Dengan demikian, mungkin, intervensi 'profesional' mungkin tidak lebih dari norma
yang dikonstruksi secara sosial tentang apa yang diinginkan, tanpa mempertimbangkan aspek-
aspek lain dari dunia sosial yang mungkin, penting bagi kelompok sasaran ini sebagai 'kesehatan
yang baik'. Ini mungkin termasuk, misalnya, ide-ide tentang apa yang merupakan 'daya tarik'
untuk remaja putra dan remaja putri, atau harapan mereka akan kesehatan fisik dan
kesejahteraan.
Konstruksi sosial dari pengetahuan medis dan entitas penyakit
Sebuah untaian intelektual kedua dalam pendekatan konstruksionis penyakit yang banyak
mengacu pada tulisan-tulisan Michel Foucault (1977) telah berkontribusi pada pemahaman kita
tentang sifat kesehatan yang dibangun secara sosial, meskipun dalam nada yang sedikit berbeda.
Apa yang kita sebut tradisi Foucauldian melihat secara kritis pengetahuan medis dan entitas
penyakit, menginterogasi bagaimana dan mengapa tanda dan gejala tertentu diberi label sebagai
penyakit yang sah secara medis (Jordanova, 1995; Turner, 1995; Bunton dan Petersen, 1997;
Lupton, 1997).
Menurut Foucault (1977), pengetahuan ahli tentang 'kesehatan' dan 'penyakit' bukanlah
'penemuan' objektif dari realitas biologis 'tertentu' yang hanya ada di alam. Sebaliknya, kategori
penyakit yang diterima atau entitas penyakit adalah produk dari wacana medis yang dibentuk
oleh penalaran dan praktik sosial, budaya, dan politik. Perilaku dan pengalaman tertentu
diberikan status kondisi medis atau penyakit dalam waktu dan tempat tertentu, dan untuk
Foucault, konstruksi tersebut adalah bentuk utama dari kekuasaan dalam masyarakat modern.
Misalnya, ketika sekelompok gejala dikategorikan dalam wacana medis sebagai 'tuberkulosis',
itu tidak berarti bahwa entitas ini ada secara independen 'di luar sana', melainkan telah
didefinisikan atau diberi label seperti itu dalam lingkungan sosial, historis, dan konteks politik.
Sifat entitas penyakit yang dibangun secara sosial diilustrasikan dengan jelas oleh fakta bahwa
kosakata dan kategori penyakit tidak stabil; batasan dan makna penyakit terus-menerus
diperebutkan, dinegosiasikan, dan didefinisikan ulang dari waktu ke waktu. Sepanjang ceritanya
ada contoh diagnosis dan kategori penyakit yang telah hilang dari buku teks klinis, dan 'penyakit'
baru sering 'ditemukan' dan diberi nama. Revisi terus-menerus dari Klasifikasi Internasional
Penyakit dan Masalah Kesehatan Terkait (ICD) dan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan
Mental (DSM) adalah bukti untuk hal ini.
Para ahli dalam tradisi Foucauldian ini telah menunjukkan bahwa pergeseran dalam
klasifikasi entitas penyakit ini kurang merupakan hasil dari bukti mediko-sains dan prosedur
diagnostik menjadi lebih maju atau akurat, dan lebih merupakan produk dari perubahan praktik
sosial dan ide-ide politik. Juga ditekankan bahwa keputusan mengenai apa yang merupakan
penyakit tidak netral nilainya, tetapi dimediasi oleh nilai-nilai dan ideologi politik dan moral
yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, kategori penyakit memiliki agenda evaluatif
yang kuat, seringkali mendukung kepentingan kelompok-kelompok yang berkuasa, dan
memperkuat struktur sosial yang ada.
Untuk meringkas bagian ini pada konstruksi sosial kesehatan, tidak seperti model medis
penyakit yang mengasumsikan bahwa penyakit bersifat universal dan stabil di seluruh waktu dan
tempat, pendekatan konstruksionis sosial menekankan bagaimana semua makna, pengalaman,
dan definisi dihasilkan oleh interaksi sosial, tradisi budaya bersama, pergeseran kerangka
pengetahuan, dan hubungan kekuasaan. Semua ini bukan untuk menyangkal realitas rasa sakit
dan penderitaan, atau untuk mengatakan bahwa orang tidak mengalami tekanan fisik atau mental.
Perspektif konstruksionis sosial menekankan, bagaimanapun, bahwa pengalaman ini, dan
bagaimana kita melabelinya, bukan hanya hasil dari prosedur mediko-sains, tetapi juga produk
dari proses sejarah, sosial, dan politik.
Implikasi untuk promosi kesehatan
Apa implikasi dari perspektif konstruksionis sosial, baik secara umum maupun lebih
khusus dalam kaitannya dengan kesehatan, untuk promosi kesehatan? Apresiasi bahwa makna
awam tentang kesehatan dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan tidak dapat
dipisahkan dari konteks dan dibentuk secara sosial dan sangat penting untuk membuat kampanye
Pendidikan dan promosi kesehatan yang relevan dan responsif terhadap pengalaman hidup
kelompok sasaran dan pemahaman subjektif. Hal ini penting baik untuk membawa kebutuhan
seseorang kembali ke promosi kesehatan sebagai tujuan itu sendiri dan untuk potensi efektivitas
program promosi kesehatan.
Selanjutnya, perspektif konstruksionis sosial dalam tradisi Foucauldian yang lebih
penting untuk menyadarkan promotor kesehatan tentang pentingnya berpikir kritis tentang
konsep dan kategori yang digunakan. Perspektif seperti itu mengingatkan kita bagaimana semua
definisi dan klasifikasi diproduksi oleh orang-orang, dalam waktu dan tempat tertentu, dan
dengan demikian selalu diilhami oleh norma, asumsi, dan kekuatan sosial tertentu. Ini
mendorong kita untuk berpikir tentang bagaimana masalah didefinisikan atau dibingkai di tempat
pertama, bagaimana itu dikembangkan, dan apa konsekuensi dari mengadopsi paradigma seperti
itu. Hal ini penting jika praktik promosi kesehatan ingin menjadi sadar diri, kritis terhadap diri
sendiri, dan bertanggung jawab. Memang, kritik konstruksionis sosial telah berperan dalam
mengartikulasikan ideologi yang sering tersembunyi yang tertanam dalam banyak kampanye
promosi kesehatan.
Salah satu contoh, kali ini dari AS, dimana kampanye informasi kesehatan Pemerintah
AS sebagai bagian dari apa yang disebut 'perang melawan obesitas', yang telah mempromosikan
pesan bahwa penurunan berat badan hanyalah masalah pengendalian diri. Dalam konteks di
mana berat badan dan kesehatan telah dihubungkan dengan patriotisme dan moralitas di AS,
kampanye semacam itu telah terbukti secara signifikan meningkatkan stigma yang terkait dengan
kelebihan berat badan dan obesitas (Garcia, 2007).
Semiotika
Seperti yang ditunjukkan di atas, perspektif konstruksionis sosial membantu kita untuk
berpikir kritis tentang makna yang tertanam dalam kegiatan promosi kesehatan. Makna,
bagaimanapun, tidak hanya tertanam dalam bahasa tertulis atau lisan, tetapi juga dimasukkan ke
dalam media lain seperti gambar, suara, gerak tubuh, dan objek. Di sini seuntai konstruksionisme
sosial, yang dikenal sebagai semiotika, bisa sangat berguna, karena banyak inisiatif promosi
kesehatan menggunakan gambar sebagai bentuk komunikasi utama.
Semiotika adalah studi tentang tanda dan simbol, terutama sistem komunikasi, dalam
upaya untuk mendekonstruksi makna kode mereka (Chandler, 2008). Ini mencakup tanda dan
simbol dalam media atau modalitas sensorik apapun (misalnya kata-kata, gambar, suara, gerak
tubuh, dan objek). Semiotika didasarkan pada asumsi bahwa tanda tidak hanya 'menyampaikan'
makna, tetapi juga merupakan media di mana makna dikonstruksi. Oleh karena itu, tujuannya
adalah untuk mengungkapkan bagaimana nilai, sikap, dan keyakinan tertentu didukung atau
dimunculkan dalam tanda dan simbol tertentu. Makna dapat dibagi menjadi dua tingkatan dalam
semiotika: denotasi dan konotasi. 'Denotasi' mengacu pada makna tanda yang lebih definitif,
'harfiah' atau 'jelas', sedangkan 'konotasi' mengacu pada asosiasi sosial-budaya, politik, ekonomi,
dan 'pribadi' yang lebih dalam (ideologis, sosial-politik, emosional, dll.) dari tanda.
Tugas Resume Individu
NPM: 2206005752
Kelompok: 5
Buku: Health Promotion Theory (Liza Cragg, Maggie Davies & Wendy Macdowall)
Semiotika
Semiotika adalah studi tentang tanda dan simbol, terutama sistem komunikasi, dalam upaya
untuk mendekonstruksi makna kode mereka (Chandler, 2008). Ini mencakup tanda dan simbol
dalam media atau modalitas sensorik (misalnya kata-kata, gambar, suara, gerak tubuh, dan objek).
Semiotika didasarkan pada asumsi bahwa tanda tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga
merupakan media dimana makna dikonstruksi. Oleh karena itu, tujuannya adalah untuk
mengungkapkan bagaimana nilai, sikap, dan keyakinan tertentu didukung atau dibungkam dalam
tanda dan simbol tertentu. Makna dapat dibagi menjadi dua tingkatan dalam semiotika: denotasi
dan konotasi. Denotasi mengacu pada makna tanda yang lebih harfiah atau jelas, sedangkan
konotasi mengacu pada asosiasi budaya, politik, ekonomi dan pribadi yang lebih dalam (ideologis,
sosial-politik, emosional dan lain-lain) dari tanda tersebut.
Secara pendekatan, semiotika memiliki dua level makna pada gambar. Sebagai contoh
sebuah poster tentang gambar kelulusan. Pada kasus ini denotasi menunjukkan arti yang harfiah
yaitu ada satu perempuan dan dua laki-laki yang masing-masing memegang seikat bunga dan buku
serta memakai seragam akademik, sementara konotasi yaitu semua atribut lain yang menyiratkan
dan yang tergantung pada sistem nilai dan makna yang kita bawa ke dalamnya. Sebagai contoh,
kita mungkin tahu bahwa ketiga murid ini baru lulus karena memakai seragam akademik dan
memakai toga. Kita mungkin juga menduga sebuah harapan dan optimisme lewat gambar bunga
dan lengan yang diangkat ke udara. Pendekatan semiotika meminta kita untuk mempertimbangkan
dua level makna dalam sebuah gambar.
Promosi Kesehatan Sebagai Bentuk Kekuatan Disiplin
Menurut Foucault (1980, 1984), bentuk kekuasaan modern beroperasi secara berbeda
dengan bentuk kekuasaan tradisional. Dalam pandangan ini, kekuasaan tradisional
dikonseptualisasikan sebagai berdaulat dan dipandang sebagai represif dan koersif, sedangkan
konfigurasi kekuasaan modern dilakukan dengan cara yang jauh lebih tersebar dan biasanya
terselubung, berfungsi pada tingkat mikro individu. Bentuk kekuasaan modern seperti itu, atau apa
yang disebut Foucault sebagai kekuatan disiplin, berfungsi melalui sistem pengetahuan dan praktik
sosial yang menciptakan standar yang berkaitan dengan normalitas dan abnormalitas, sehat dan
tidak sehat. Ini beroperasi melalui pemberian pedoman tentang bagaimana orang harus memahami,
melakukan, mengatur, dan mengalami tubuh, pikiran dan subjektivitas mereka. Dengan demikian,
tujuan dari bentuk-bentuk kekuasaan modern semacam itu adalah untuk menghasilkan subjek-
subjek yang taat atau objek-objek yang disiplin, yang terus menerus memeriksa dan menyesuaikan
diri mereka sendiri dan orang lain agar sesuai dengan norma-norma dan cita-cita yang
ditetapkannya. Dari perspektif ini, melalui penetapan norma tentang pengalaman dan perilaku
yang tepat dan sehat, program dan teknologi promosi kesehatan dapat dilihat sebagai bentuk
kekuatan disiplin dan regulasi sosial.