Anda di halaman 1dari 44

PEDOMAN PELAYANAN BEDAH

RS BHAYANGKARA HASTA BRATA BATU

TIM
PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH
RS BHAYANGKARA HASTA BRATA BATU
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan bedah merupakan suatu tindakan kedokteran yang dibutuhkan untuk memungkinkan
suatu tindakan operasi oleh ahli bedah agar dapat dilakukan sesuai dengan prosedur. Oleh
karenanya tindakan pembedahan tergolong sebagai salah satu tindakan kedokteran yang
berisiko tinggi, karena tujuan akhirnya adalah mengurangi tingkat mortalitas, morbiditas dan
disabilitas/ kecacatan akibat komplikasi prosedur bedah. Adanya risiko tinggi tersebut menuntut
adanya manajemen terhadap risiko tersebut agar pelayanan bedah dapat berjalan aman, lancar
dan sukses dengan memperhatikan kaidah-kaidah patient safety.

1.2 Tujuan Pedoman


Tujuan Pelayanan Bedah di RS Bhayangkara Hasta Brata Batu adalah:
1. Meningkatkan keamanan tindakan bedah dengan menciptakan standarisasi prosedur yang aman.
2. Mengurangi tingkat mortalitas, morbiditas, dan disabilitas / kecacatan akibat komplikasi prosedur
bedah.
3. Me-recall memory, terutama pada hal-hal kecil yang gampang terabaikan pada keadaan pasien
yang kompleks.

1.3 Ruang Lingkup


Pedoman ini diterapkan kepada semua dokter anestesi / penata, dokter bedah dan semua
perawat yang akan menangani pasien dalam suatu prosedur bedah.

1.4 Batasan Operasional


Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan dari luka
atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan. Hal ini memiliki sinonim
yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca; KI-RUR-JIA). Dalam bahasa Yunani “Cheir” artinya
tangan; dan “ergon” artinya kerja. Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter
untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan
sederhana (Potter, 2006) Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk
dilaksanakan prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan
tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery).
1. Jenis Pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara sederhana, tidak
memiliki risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten untuk
melakukannya, seperti: membuka abses superficial, pembersihan luka, inokulasi, superfisial
neuroktomi dan tenotomi 2
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk dilakukan
daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko terhadap nyawa pasien,
dan memerlukan bantuan asisten, seperti: bedah caesar, mammektomi, bedah torak, bedah
otak.
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap penggunaan agen
antiseptik untuk mengontrol kontaminasi bakterial.
d. Bedah konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara untuk melakukan
perbaikan terhadap bagian tubuh yang diasumsikan tidak dapat mengalami perbaikan,
daripada melakukan amputasi, seperti: koreksi dan imobilisasi dari fraktur pada kaki daripada
melakukan amputasi terhadap kaki
e. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari penyakit
tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal untuk neoplasma, pembedahan radikal untuk
hernia.
f. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan untuk melakukan koreksi
terhadap pembedahan yang telah dilakukan pada deformitas atau malformasi, seperti:
pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang mengalami kontraksi.
g. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki defek atau
deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer jaringan dari bagian tubuh
lainnya.
3. Sifat Operasi:
a. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien.
b. Bedah Emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat mendadak
untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk menyelamatkan jiwa
pasien.
c. Operasi One Day Care Surgery (ODCS)
Layanan bedah sehari (ODCS) adalah layanan tindakan pembedahan yang dilakukan di
instalasi kamar operasi, dimana pasien datang dan pulang pada hari yang sama (tidak
menginap)
4. Jenis Pelayanan bedah yang dapat dilaksanakan
1) Tindakan Operasi Bedah Orthopedi
2) Tindakan Operasi Bedah Syaraf
3) Tindakan Operasi Bedah Plastik
4) Tindakan Operasi Bedah Urologi
5) Tindakan Operasi Bedah Digestif
6) Tindakan Operasi Kebidanan
7) Tindakan Operasi THT
8) Tindakan Operasi  Mata
9) Tindakan Operasi Gigi dan Mulut
10) Tindakan Operasi Bedah Thorak
11) Tindakan Diagnostik Spesialis Pulmonologi
12) Tindakan Diagnostik Spesialis Penyakit Dalam (KGEH)
1.5 Landasan Hukum
1. Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang RI No.44 Tahun 2009 tentang RumahSakit.
3. Undang-Undang praktek kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 51 tentang Layanan Anestesia
harus sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Undang-undang praktek kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 44 tentang Standar Pelayanan
Anestesi dan sedasi dilakukan berdasarkan pedoman pelayanan medis departemen
5. Surat KeputusanMenteriKesehatan RI Nomor779/ Menkes/ SK/VIII/2008 tanggal19 Agustus 2008
tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi RumahSakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/PER/III/2011 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit.

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi Tenaga Di Instalasi Kamar Operasi RS Bhayangkara Hasta Brata Batu
1. Tim Bedah
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Ibstrumen
d. Sirkulair
e. Dokter anastesi
f. Asisten dokter anastesi
2. Staf Instalasi Kamar Operasi
a. Kepala Instalasi Kamar Operasi
b. Kepala Perawat Instalasi Kamar Operasi
3. Tenaga Penunjang
a. Pekarya kesehatan
b. Cleaning Service
Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi Jumlah
Kebutuhan
Ka Instalasi kamar Dokter spesialis BLS/PPGD/BTLS/ 1
operasi bedah/ dokter ATLS/ACLS
spesialis anastesi
Ka perawat Sarjana *S1 Keperawatan 1
instalasi kamar keperawatan *Sertifikasi
opeasi training health
service
managemen
*pelatihan dasar
instrument
intern/ekstern
*pengalaman
kerja minimal 5
tahun
Asisten bedah Dokter *Dokter spesialis Dari luar
Minimal DIII bedah/obgyn
Keperawatan *S1/DIV/DIII
Keperawatan
*pelatihan dasar
instrument
*minimal kerja 3
tahun (asisten
perawat)

Perawat pelaksana Minimal DIII DIV/DIII 4


(asisten, Keperawatan Keperawatan
instrument, *pelatihan dasar
sirkulair) instrument
*minimal kerja 2
tahun (asisten
perawat)
Dokter spesialis Spesialis anastesi BLS/PPGD/BTLS/ 1
anastesi ATLS/ ACLS
Perawat pelaksana Minimal DIII *DIII 1
anastesi Keperawatan Keperawatan
*Pelatihan penata
anastesi
*Sertifikasi
pelatihan intern
Perawat ruang Minimal DIII *DIII 1
recovery room Keperawatan Keperawatan
*Pelatihan Intern

 
2.1.1 Distribusi Ketenagaan
Dalam pelayanan bedah perlu menyediakan sumber daya manusia yang kompeten,
cekatan dan mempunyai kemampuan sesuai dengan perkembangan teknologi
sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal, efektif, dan efisien. Atas
dasar tersebut di atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan dan
mendayagunakan sumber-sumber yang ada. Untuk menunjang pelayanan bedah i
instalasi kamar operasi, maka dibutuhkan tenaga dokter, perawat yang mempunyai
pengalaman, keterampilan dan pengetahuan yang sesuai.

2.1.2 Pengaturan Dinas


Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi
perawat untuk melaksanakan tugas pelayanan di instalasi kamar operasi sehingga
semua kegiatan pelayanan bedah dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan dinas
dibuat 4 shift dalam 24 jam yaitu:
 Dinas Pagi Jam 07.00 sampai dengan Jam 14.00.
 On Call Jam 14.00 sampai dengan 07.00
Pengaturan jadwal dinas bisa secara fleksibel sesuai jam operasi (untuk mengurangi
angka kelebihan jam dinas ), jadwal dibuat sebulan sekali

BAB III

STANDAR FASILITAS

3.1 Bagian-Bagian dan Denah Unit Kamar Operasi


Bagian-bagian Unit Kamar Operasi secara umum terdiri dari 3 area, yaitu:
1. PUBLIK/ AREA BEBAS / UN RESTRECTED AREA
Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus Unit
Kamar Operasi.
Area bebas terbatas meliputi:
a. Ruang serah terima pasien
b. Ruang ganti baju
c. Kamar mandi dan WC
2. SEMI PUBLIK/ SEMI KETAT/ SEMI RESTRECTED AREA
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus Unit Kamar Operasi
yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.
Area semi ketat meliputi:
a. RR
b. Ruang penyimpanan alat steril
c. Ruang pencucian instrument bekas pakai
d. Ruang depo farmasi
3. ASEPTIK/ AREA KETAT/ TERBATAS/ RESTRECTED AREA
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap
dan melaksanakan prosedur aseptic, area ketat meliputi:
a. Ruang Induksi dan Ruang tindakan pembedahan (OK)
Pembagian daerah sekitar kamar operasi/Area Aseptik dibagi lagi menjadi tiga
yaitu:
1. Aseptik 0 : Yaitu daerah lapangan operasi, daerah tempat dilakukannya
tindakan pembedahan.
2. Aseptik 1 : Yaitu daerah tempat memakai gaun steril, daerah tempat
linen/kain steril, tempat instrument dan tempat para perawat
instrument mengatur dan mempersiapkan alat.
3. Aseptik 2 : Yaitu daerah tempat mencuci tangan, koridor pasien masuk dan
daerah sekitar ahli anestesi.

3.2 BANGUNAN KAMAR OPERASI


1. Ukuran Kamar Operasi.
a. Ukuran OK I : 5 X 8 m (40)
b. Ukuran OK II : 5 X 6 m (30)
2. Perlengkapan sarana dan prasarana yang ada di dalam ruang tindakan
pembedahan adalah:
a. Meja operasi
b. Meja Instrumen
c. Meja Mayo
d. Mesin Cauter
e. Mesin Anestesi
f. Suction Pump
g. Lampu Operasi
h. Lampu X Ray Foto
i. lampu UV
j. AC Sentral
k. Trolly Obat
l. Trolly untuk tempat tulis-menulis dan tempat lembar kertas
m.Tempat sampah Medis
n. Standar Infus
o. Ruang Cuci Tangan ( di batasi dengan pintu)
p. Ruang Induksi.
3. Jumlah OK ada 2, seperti dibawah ini.
a. OK 1 untuk Operasi Kotor
b. OK 2 untuk Operasi Bersih
4. PINTU
a. Pintu masuk keluar pasien sama.
b. Pintu masuk keluar petugas sendiri.
c. Ada kaca tembus pandang.
5. SISTEM VENTILASI
2 unit AC di tiap kamar operasi
6. SUHU DAN KELEMBABAN
a. Suhu 19- 22 0C
b. Kelembaban 55%
7. SISTEM INSTALASI GAS
a. Pipa dan konektor N2O dan O2 dibedakan warnanya.
b. Tidak bocor, dilengkapi sistem penghisap udara untuk mencegah penimbunan
gas anestesi, yaitu dengan dipasang ekshouser.
8. Sistem listrik
a. Tombol dipasang aman min 1.40 m.
b. Tiap kamar operasi dilengkapi dengan kabel rol.
c. Bila banyak tombol sebaiknya berbeda sirkuitnya
9. SISTEM KOMUNIKASI
Sangat vital dan tiap-tiap kamar operasi ada telpon.
10. SISTEM PENERANGAN
a. Lampu operasi khusus : tidak panas, terang, tidak silau, arah sinar mudah
diatur posisinya.
b. Lampu ruangan : menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan.
11. PERALATAN
a. Semua peralatan beroda
b. Alat elektrik ada petunjuk yg menempel
c. Sistem kelistrikan aman dari bahaya kebakaran
12. PEMBAGIAN AREA
a. Ada batas tegas area bebas, ketat, semi ketat.
b. Ada ruang Premidikasi (serah terima pasien) dari ruangan perawatan dengan
kamar operasi.
13. AIR BERSIH
Tidak berwarna, tidak berbau dan berasa, tidak mengandung kuman patogen,
tidak mengandung zat kimia, tidak mengandung zat beracun. Air berasal dari
Sumur Bor dan PDAM. yang telah di treadment.
3.3 PEMELIHARAAN KAMAR OPERASI
Pemeliharaan kamar operasi merupakan proses pembersihan ruangan beserta alat-
alat standar yang ada di kamar operasi, dilakukan teratur sesuai jadwal.
a. Tujuan :
1) Mencegah adanya infeksi silang dari atau ke pasien dan mempertahankan
sterilitas.
2) Dilakukan secara teratur tiap tiga bulan, dengan melakukan swab untuk uji
mikrobiologi, baik instrument, dinding, lantai, linen, kasa, air dan udara.
b. Cara pembersihan kamar operasi ada 3 :
1) Pembersihan Rutin harian
2) Pembersihan Mingguan
3) Pembersihan Sewaktu
c. PEMBERSIHAN RUTIN HARIAN
1. Pembersihan sebelum dan sesudah penggunaan kamar operasi agar siap
pakai.
2. Lampu operasi dan alas kaki dibersihkan tiap hari.
3. Permukaan peralatan dibersihkan dengan antiseptik
4. Permukaan meja operasi dan matras dibersihkan
5. Tempat sampah diberi plastik dan dibersihkan setiap waktu.
6. Peralatan yang digunakan untuk pembedahan dibersihkan: slang suction,
cairan botol suction dibuang, alat anestesi dibersihkan.
7. Noda noda pada dinding dibersihkan
8. Lantai dibersihkan dan di pel
9. Lubang angin, kaca, jendela dan kusen dibersihkan
10. Alat tenun bekas pasien dikeluarkan dari kamar operasi
d. PEMBERSIHAN MINGGUAN
1) Pembersihan secara keseluruhan,
2) Dilakukan teratur setiap minggu, pada hari Jum’at siang.
3) Semua peralatan kamar operasi dikeluarkan
4) Peralatan dibesihkan dan dicuci dengan desinfektan
5) Permukaan dinding dicuci dengan air mengalir
6) Lantai disikat dg detergen, bilas antiseptik dan dikeringkan.
e. PEMBERSIHAN SEWAKTU
1) Bila kamar operasi digunakan untuk kasus infeksi tertentu.
2) Dinding,meja op, meja instrument dan semua peralatan dibersihkan.
3) Instrument dan alat bekas pakai diberi desinfektan.
4) Kamar operasi bisa digunakan lagi setelah di sterilisasi.
f. STERILISASI KAMAR OPERASI
Dapat dilakukan dengan cara :
1) Sinar UV yang dinyalakan dalam 24 jam
2) Fogging: desinfektan yang disemprotkan dalam waktu 1jam baru 1 jam
berikutnya kamar operasi bisa digunakan lagi (sudah jarang dilakukan di Ok
sentral)
g. STANDAR MIKROBIOLOGI:

STANDARD
NO PARAMETER
RUANG

1. Suhu ( OC ) 19 – 24

2. Kelembaban ( %) 45 – 601

Pencahayaan (lux):
300-500
3. a. Ruang
1000-2000
b. Meja Operasi

4. Kebisingan (dBA ) 45

5. Angka Kuman (Kol/m3) 10

6. Jamur Negatif

7. Tekanan Positif

8. Usap Lantai (Kol/m3) 0–5

9. Jumlah Personal 10 org

h. PENANGANAN LIMBAH
Prinsip :
1) Penanganan limbah padat terpisah dengan limbah cair
2) Limbah cair dibuang ditempat khusus yang dicampur dengan larutan
desinfektan.
3) Limbah padat anggota tubuh ditempatkan dalam kantong tertutup.
4) Limbah non infeksi kering dan basah di tempatkan tertutup.
5) Limbah infeksi tertutup, label merah “ dimusnahkan “

A. Alur di Kamar Operasi

1
1. Alur Pasien
Alur pasien dibedakan sesuai dengan ketentuan standar dimana pasien masuk berbeda dengan
pasien keluar dan pintu masuk yaitu pintu utama sama dengan alur petugas, tapi setelah melewati
pintu utama, pintu masuk pasien dan petugas berbeda.

PINTU UTAMA

- Penerimaan Pasien
- Verifikasi dokumen
medik
- Serah terima pasien
PINTU KHUSUS PASIEN

Ganti Baju
RUANG GANTI

- Serah terima pasien


- Cuci Tangan - Verifikasi pasien
Prosedural - Persiapan Pasien
- TTV - Memindahkan pasien
RUANG TRANSIT / INDUKSI
- Pasang Infus dari brancard ke meja op
- Time Out - Atur posisi pasien
- Markering - Pembiusan
- Premedikasi - Cuci tangan pembedahan
- Memakai baju op
- Memakai sarung tangan
- Setting instruyen di meja
mayo
- Serah terima
RUANG BEDAH / OK - Aseptik area operasi
- Monitoring
- Drapping
pasien
- Monitoring
- serah terima
- Aseptik insisi op
dengan petugas
- Dressing
ruang rawat
- Buka Drapping
- Memindahkan pasien
RUANG PULIH - Serah terima pasien dari
intra ke post op

RUANG ICU RUMAH


RAWAT
2. Alur petugas

PINTU UTAMA

PINTU KHUSUS PEGAWAI


Lepas Sepatu/sandal

- Cuci tangan
- Ganti baju
RUANG GANTI - Menggunakan tutup
kepala
- Menggunakan Masker

RUANG TRANSIT / INDUKSI - Menyiapkan pasien


- Menyiapkan alkes
- TTV
- Pasang infus

- Menyiapkan operasi
- Menyiapkan alat
RUANG BEDAH / OK
- Menyiapkan obat +
Alkes
- Mendokumentasikan
Askep
- Menyiapkan
pemeriksaan lab (PA +
VC)

- Ganti Baju RUANG GANTI


- Pulang

PINTU UTAMA

2. Alur Instrumen steril


RUANG CSSD Sterilisasi

RUANG DEPO ALAT STERIL Penyimpanan Sesuai


Kebutuhan

PINTU DEPAN OK

- Penghitungan
sebelum, selagi dan
RUANG BEDAH / OK sesudah op
- Dekontaminasi

- Pencucian Instrumen
RUANG PENCUCIAN (cleaning)
- Pengeringan (drying)
- Pengesetan (setting)
- Pengepakan (packing)
- Memberi Label
(Lableing)

2. Alur Instrumen bersih


RUANG PENCUCIAN

RUANG PACKING

RUANG CSSD

3. Alur Instrumen kotor

RUANG BEDAH / OK

PINTU BELAKANG OK

RUANG PENCUCIAN

PINTU PACKING

4. Alur linen steril


RUANG CSSD

RUANG DEPO ALAT STERIL

PINTU DEPAN OK

RUANG BEDAH / OK

5. Alur linen bersih

RUANG PENCUCIAN / LAUNDRY

RUANG PACKING IBS

RUANG CSSD

9. Alur linen kotor


RUANG BEDAH/OK

PINTU BELAKANG OK

RUANG SPOELHOCK

PINTU BELAKANG SPOELHOCK

RUANG PENCUCIAN

10 Alur Baju petugas bersih

RUANG PENCUCIAN / LAUNDRY

RUANG PACKING IBS

KORIDOR SAMPING

RUANG GANTI
KORIDOR SAMPING

11 Alur Baju petugas kotor

RUANG GANTI

RUANG PENCUCIAN /
LAUNDRY

12. Alur Sampah

RUANG BEDAH/OK

PINTU BELAKANG OK

RUANG SPOELHOCK

PINTU BELAKANG SPOELHOCK

RUANG INSENERATOR
13. Alur Obat dan Alkes

- Stok Opnam
PETUGAS DEPO FARMASI - Pembuatan
Permintaan

PETUGAS IBS Mengoreksi permintaan


kebutuhan obat + alkes

INSTALASI FARMASI - Memberikan Permintaan


- Menandatangani dokumen

PENGECEKAN 7 BENAR
1. Benar Pasien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis
PINTU KHUSUS ALAT / PASIEN 4. Benar Cara
5. Benar Waktu
6. Benar Edukasi
-7.Pengecekan
Benar Dokumentasi
- Penyimpanan
- Pendistribusian ke OK

DEPO FARMASI

RUANG BEDAH / OK

14. Alur barang ke logistic


PJ LOGISTIK - Inventarisasi kebutuhan
- Pembuatan
Perencanaan kebutuhan

Ka IBS / WAKA
TANDA TANGAN

- Pengecekan kebutuhan
LOGISTIK - Memberikan kebutuhan
- Menandatangani

IBS - Pengecekan ulang


- Penyimpanan

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Tata laksana Pelayanan Instalasi Bedah Sentral , meliputi :


A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat dilaksanakan
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO IBS.
B. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar petugas, baik rawat
inap, IGD, poliklinik maupun ODC. Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan kesalahan
diagnose / tindakan, maka perawat pre operasi memeriksa kelengkapan pasien :
1. Nama pasien ( bila pasien di bawah umur bisa ditanyakan kepada keluarga pasien ).
2. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai
3. Riwayat penyakit ( ashma, alergi obat, dan riwayat penggunaan obat steroid dalam
tiga bulan terakhir).
4. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya, petugas anesthesi membantu untuk
melepaskannya
5. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke keluarga pasien.
6. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna ( cutek dan lipstick ) bila
masih ada, petugas anesthesi membantu membersihkannya.
7. Dokumen pasien : ( Informed consend, hasil pemeriksaan Laboratorium, hasil
pemeriksaan Radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir ).
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas – jelasnya mencakup manfaat dan resiko
pembedahan. Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut :
a. informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standart dikuatkan
risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena faktor beban
pelayanan yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi
oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim
dengan pasien dan keluarganya sebelum operasi dilaksanakan.
D. Kerjasama antar Disiplin
a. Pre Operasi
a. Persiapan Operasi, Pasien diperiksa di IRJ, IGD, atau Griya Puspa oleh SMF
dan konsultasi ke SMF yang diperlukan. Setelah memenuhi standar pelayanan
anestesi, pasien dikonsulkan ke SMF Anestesi
b. Evaluasi Pra bedah, Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah
untuk menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF lain
untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada
pasien, mengenai kondisi pasien, rencana tindakan, alternatif tindakan,tingkat
keberhasilan, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan rencana pengelolaan
pasca bedah harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam medis
pasien dan ditandatangani oleh dokter bedah yang bersangkutan.
c. Pendaftaran operasi, Poliklinik/IRIN mendaftar ke IBS dan IBS menentukan
jadwal operasi serta mempersiapkan instrumen, alat-alat, obat dan alkes yang
diperlukan. Unsur yang terkait disini adalah bagian instrumen, linen, depo
farmasi, anestesi, teknisi, kebersihan, CSSD. Jadwal rencana operasi
didistribusikan ke Perawat Kontrol, IRIN terkait, Instalasi Anestesi-Reanimasi,
SMF terkait (dokter operator ybs.), SMF Patologi Anatomi
b. Durante Operasi
a. Premedikasi dilakukan oleh SMF Anestesi .
b. Bila timbul penyulit selama operasi dokter operator minta konsul kepada dokter
dari SMF yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop) dan diteruskan kepada
PJ Pelayanan.
c. PJ Pelayanan menghubungi dokter konsulen yang bertugas di IBS saat itu dan
dokter ybs menjawab konsultasi tersebut. Bila Dokter yang ada di IBS tidak
dapat menangani konsul tersebut, konsul diteruskan ke Ka SMFnya. Ka SMF
bertanggung jawab untuk menjawab konsul.
d. Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggungjawab utama terhadap
pasien tetap berada pada operator pertama.
e. Prosedur umum durante operasi
1) Melakukan Aseptik dan antiseptik pada area operasi.
2) Tutup area non steril dengan linen operasi steril.
3) Membantu pelaksanaan operasi, sebagai scrub nurse dan Sirkuler
4) Menutup luka operasi
b. Post Operasi
a. Pasien diantar ke ruang pulih oleh penata anestesi dan perawat sirkuler dan diobser-
vasi di Ruang pulih dibawah tanggung jawab SMF Anestesi
b. Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi dengan men-
gukur tanda – tanda vital dan mencatat pada lembar pengawasan, apabila kondisi
pasien menurun menunjukan ke arah yang lebih buruk atau tidak stabil untuk di-
lakukan re operasi atau dilakukan pengawasan di ICU / HCU.
c. Pasien dipindahkan ke IRIN sesudah mendapat persetujuan SMF Anestesi dan
diserahterimakan kepada perawat IRIN yang menjemput pasien.
d. Bila perlu di rawat di ICU/IPI, pasien diantar langsung dari OK ke ICU/IPI oleh
SMF Anestesi dan perawat sirkuler.

E. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi.
Semua tindakan pelayanan peri-anestesi didokumentasikan dalam rekam medis pasien
dan ditandatangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan
anestesi tersebut. Pelayanan anestesi dapat dilakukan diluar kamar bedah dengan
persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi
berperan dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya dijabarkan dalam
SPO.
2. Pengelolaan Pre Anestesi
a. Seorang Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status
medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan anestesi, asesmen pre
anestesi dan memberi informasi (informed consent) Anastesi kepada pasien dan kelu-
arga. Informasi berisi tentang rencana tindakan anestesi beserta alternatifnya, man-
faat dan resiko dari tindakan tersebut dan dicatat dalam lembar khusus informed
consent Anastesi yang disertakan dalam rekam medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dilakukan pemeriksaan ulang pasien, kelengkapan
mesin, alat, dan obat anestesi dan resusitasi. Spesialis Anestesi yang bertanggung
jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan dan
dicatat dalam rekam medis pasien.
3. Standard Pengelolaan Preanestesi
a. Proses assessment pre anestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien yang
akan menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dilakukan
operasi elektif minimal dalam 1 x 24 jam sebelum operasi, atau sesaat sebelum op-
erasi, seperti pada pasien emergensi.
b. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan pasien
pre anestesi untuk membuat asesmen pre anestesi dan rencana anestesi. Resume
dari evaluasi pre anestesi dan rencana anestesi dicatat dalam rekam medis pasien.
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anastesi, dokter spesialis
anastesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang tata caranya di-
jabarkan dalam SPO.
d. Spesialis Anestesi dibantu Perawat anestesi bertanggung jawab melakukan verifikasi
di ruang persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai assesmen pra
sedasi memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan, dicatat dalam rekam
medis anestesi dan dalam bentuk check list (sign in).
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan, pengecekan kelengkapan mesin, alat, dan obat
anestesi dan resusitasi.
4. Pemantauan Selama Anestesi Umum dan Regional
Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standard pemantauan ini dapat
berubah dan direvisi seperlunya sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu
anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi se-
lama tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus secara
kontinu mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu dan perfusi jaringan yang semuanya dicatat dalam lembar rekam medis
anestesi. Interval waktu pengawasan bisa setiap tiga, lima menit, atau sesuai dengan
penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.
5. Standar Pengelolaan Selama Anestesi
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi (Dokter Spesialis Anestesi dan atau penata/per-
awat anestesi) tetap berada dalam wilayah kamar operasi selama tindakan anestesi
umum maupun regional.
b. Bila ada bahaya langsung (radiasi) dan diperlukan pemantauan jarak jauh yang inter-
miten maka harus ada alat pelindung bagi tenaga anestesi.
c. Selama pemberian anestesi tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien :
1) Oksigenasi, dipantau kontinual dengan pengamatan visual atau alat seperti ok-
simetri pulsa
2) Ventilasi, dipantau kontinual dengan pengamatan klinis seperti pengembangan
dada, auskultasi, pengembangan kantong udara (bag), dan bila terpasang pipa
trakeal atau sungkup laryngeal posisi pemasangan yang tepat harus selalu dicek.
3) Sirkulasi dan perfusi, dipantau kontinual dengan bed side monitor, untuk tekanan
darah minimal tiap 5 (lima) menit, oksimetri pulsa, EKG dan produksi urin sesuai
kebutuhan.
4) Suhu, jika diperkirakan terjadi perubahan suhu yang bermakna secara klinis
maka monitor suhu dilakukan secara berkala
d. Semua tindakan, kejadian dicatat dalam rekam medis anestesi yang akan disertakan
dalam rekam medis pasien.
6. Pengelolaan Pasca Anestesi
a. Semua pasien yang menjalani anestesi umum atau regional harus menjalani tatalak-
sana pasca anestesi yang tepat, pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi
tenaga anestesi yang mengerti kondisi pasien.
b. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada tenaga anestesi ru-
ang pulih sadar. Kondisi pasien harus dinilai kembali oleh tenaga anestesi yang men-
dampinigi pasien bersama-sama dengan tenaga anestesi ruang pulih sadar.
c. Kondisi tanda vital pasien dimonitor secara kontinu atau dengan interval 3-5 menit.
atau sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.
d. Dr Spesialis Anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih
berdasar kriteria yang ada.
7. Standar Pengelolaan Pasca Anestesi
a. Semua pasien pasca tindakan anestesi menjalani perawatan dan monitoring pasca
aneshesia di ruang pulih sampai dikeluarkan di ruang pulih dalam tanggung jawab
dr Spesialis Anestesi yang bertugas.
b. Dalam ruang pulih sadar harus tersedia alat-alat monitor pasien serta alat dan
obat emergensi.
c. Waktu masuk dan kondisi pasien setelah tiba di ruang pulih dicatat.
d. Tenaga anestesi yang menangani pasien di ruang pulih sadar dicatat.
e. Tenaga anestesi yang mengelola pasien harus berada di ruang pulih sampai
tenaga anestesi di ruang pulih menerima pengalihan tanggung jawab.
f. Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan dicatat dengan metode yang sesuai
dengan kondisi pasien.
g. Pasien dikeluarkan dari ruang pulih berdasar kriteria yang telah dibuat oleh SMF
anestesi.
h. Instruksi pasca anestesi harus diberikan pada petugas atau perawat ruangan se-
belum pasien dibawa kembali ke ruangan perawatan umum.

Tabel Skor Pemulihan Aldrette


Kesadaran Nilai
A. Orientasi baik 2
B. Dapat dibangunkan 1
C. Tidak dapat atau susah dibangunkan 0

Warna
A. Pink, perlu O2, saturasi O2>92% 2
B. Pucat/ kehitaman, perlu O2, saturasi 1
O2>90% 0
C. Sianosis, dengan O2, saturasi O2<90%
Aktivitas
A. 4 eksremitas bergerak 2
B. 2 ekstremitas bergerak 1
C. Tidak ada gerakan 0
Respirasi
A. Dapat nafas dalam dan batuk 2
B. Nafas dangkal, sesak 1
C. Apnea, obstruksi 0
Kardiovaskuler
A. Tensi berubah < 20% 2
B. Tensi berubah 20%-30% 1
C. Tensi berubah 50% 0
Skor
>8 Pindah ruang biasa
5-8 Observasi, kalau perlu
icu/hcu
<5 icu/hcu/rujuk rs lain

8. Standar Pencatatan dan Pelaporan


a. Tindakan-tindakan, perubahan rencana dan kejadian yang terkait dengan per-
siapan dan pelaksanaan pengelolaan pasien selama pre-anestesi selama anestesi
dan pasca anestesi dicatat secara kronologis dalam catatan anestesi yang diser-
takan dalam rekam medis pasien.
b. Catatan anestesi diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter anestesiologi yang
melakukan tindakan anestesi dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat
tersebut.
c. Catatan anestesi harus memuat:
 Tanggal Operasi.
 Jam dimulai dan diakhirinya anestesi dan pembedahan.
 Dokter operator dan asisten.
 Dokter Spesialis Anestesi dan peñata/perawat anestesi di kamar operasi atau
ruang pulih sadar.
 Diagnosa pre dan pasca operasi.
 Jenis Pembedahan.
 Keadaan pasien pre anestesi dan status fisik berdasar ASA.
 Teknik anestesi beserta obat yang digunakan selama anestesi.
 Jumlah cairan masuk dan keluar termasuk perdarahan, urin dan cairan rongga
ketiga.
 Tanda vital pasien selama operasi.
 Waktu masuk dan keluar ruang pulih sadar beserta kriterianya.
 Keadaan dan tanda vital selama di ruang pulih sadar.
 Instruksi pasca anestesi
9. Sedasi Ringan, Moderat, dan dalam
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemberian sedasi moderat dan
dalam termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor keadaan
umum dan tanda-tanda vital pasien serta pemberian instruksi tatalaksana pasca
pemberian sedasi. Untuk anestesi lokal dengan sedasi ringan tanggung jawab ada
pada masing-masing dokter penanggung jawab pasien. Pada pemberian anestesi lokal
dengan jumlah besar, keadaan pasien harus dimonitor seperti pada pemberian sedasi
moderat dan dalam.
a. Kriteria Sedasi Ringan
Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi setiap saat tanpa perubahan
fungsi kardiorespirasi.
b. Kriteria Sedasi Moderat
a. Pasien memiliki respon terhadap perintah verbal.
b. Pasien dapat menjaga patensi jalan nafasnya sendiri.
c. Perubahan ringan dari respon ventilasi.
d. Fungsi kardiovaskuler masih normal.
e. Dapat terjadi gangguan orientasi lingkungan serta motorik ringan sampai
sedang.
c. Kriteria Sedasi Dalam
a. Pasien tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberikan respon terhadap
stimulasi berupa nyeri.
b. Respon ventilasi menurun, tidak dapat menjaga patensi jalan nafasnya.
c. Fungsi kardiovaskuler masih baik.
d. Membutuhkan alat monitor yang lebih lengkap dari sedasi moderat atau ringan.
F. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan kemungkinan
pemeriksaan tambahan dan konsultasi SMF lain untuk membuat suatu asesmen pra
bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien, diagnosis
penyakit (indikasi operasi/tindakan), Alasan mengapa harus dilakukan operasi/tindakan,
hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan operasi atau tindakan, apa yang dilakukan saat
operasi atau tindakan, rencana tindakan, alternatif tindakan, tingkat keberhasilan,
komplikasi operasi atau tindakan yang mungkin terjadi, alternatif terapi atau tindakan
lain (bila ada), prognosis/kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang terjadi
dan rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak
termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam
rekam medis pasien dan ditandatangani oleh pasien atau keluarga,dokter bedah yang
bersangkutan/DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak RS Persahabatan.
Informasi yang diberikan dicatat dalam lembar khusus informed consent yang disertakan
dalam rekam medis pasien.

2. Penandaan lokasi operasi


Penandaan Lokasi operasi oleh operator dilakukan di ruang perawatan atau di ruang
persiapan operasi dengan tanda garis menggunakan spidol permanen. Penandaan
dilakukan pada semua kasus-kasus yang memungkinkan untuk dilakukan penandaan,
sebagai contoh pengecualian pada kasus pembedahan mata, syaraf, THT, gigi dan
mulut, persalinan, hemoroid.

3. Edukasi Pasien dan Keluarga


Dokter operator melakukan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai:
a. Prosedur yang akan dijalani baik prosedur bedah atau alternatif tindakan lain.
b. Resiko, komplikasi dan manfaat tindakan yang akan dilakukan.
c. Kemungkinan kebutuhan transfusi darah maupun komponennya beserta resiko dan
manfaatnya.
d. Kemungkinan perawatan di ruang rawat intensif ICU/HCU.
4. Time Out dan Sign Out
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan insisi, dokter operator
bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur “time out” dan “sign out” yang tata
caranya dijabarkan dalam SPO.
5. Laporan Operasi
Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian-kejadian
yang terjadi selama pembedahan. Dokter bedah mencatat laporan operasi yang harus
memuat minimal :
a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai.
a. Diagnosa pre dan pasca bedah.
b. Dokter operator dan asisten.
c. Nama prosedur bedah.
d. Spesimen bedah untuk pemeriksaan.
e. Catatan spesifik yang terjadi selama pembedahan, termasuk ada tidaknya komplikasi
yang terjadi, dan jumlah perdarahan.
f. Instruksi Pasca Bedah
g. Tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
h. Jumlah darah yang hilang dan masuk lewat tranfusi
i. Nomor pendaftaran di alat yang dipasang (implan)

6. Pemantauan keadaan pasien selama tindakan bedah.


a. Pada tindakan bedah dengan anestesi lokal tanda vital pasien dimonitor secara kon-
tinu dengan interval sesuai dengan keadaan pasien menurut penilaian dokter
penanggung jawab pasien dan dicatat dalam rekam medis pasien. Pencatatan selama
anestesi lokal atau sedasi ringan dilakukan oleh Perawat Sirkuler. Formulir Peman-
tauan keadaan pasien selama anestesi lokal atau sedasi ringan ditandatangani oleh
DPJP. Pemilihan jenis obat anestesi lokal dan sedasi ringan ditentukan oleh DPJP atau
dokter bedah.
b. Pada tindakan bedah dengan anestesi baik umum atau regional kebijakan pencatatan
keadaan tanda vital diserahkan kepada tenaga anestesi yang bertugas.
1. Tata laksana pasca bedah.
a. Asuhan pasien pasca bedah harus segera direncanakan dan didokumentasikan dalam
rekam medis pasien, termasuk asuhan medis, keperawatan dan yang lain sesuai kebu-
tuhan pasien.
b. Dokter operator memberikan instruksi tata laksana pasca bedah sesuai dengan kebu-
tuhan pasien

2. Cakupan Pelayanan bedah dan diagnostik di IBS


Pelayanan bedah yang dapat dilakukan di kamar bedah meliputi pelayanan Tindakan Operasi
Bedah Orthopedi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik, Bedah Urologi, Bedah Digestif, Bedah
Onkologi, Kebidanan, THT, Mata, Bedah Mulut, Bedah Thorak, Tindakan Diagnostik Spesialis
Pulmonologi, Tindakan Diagnostik Spesialis Penyakit Dalam, dan Pelayanan Dokter Spesialis
Anak pada Bayi Baru Lahir. Pelayanan Kamar bedah dapat dilakukan selama jam kerja untuk
operasi terjadwal (elektif) dan setiap saat untuk operasi emergensi.

3. Jenis Operasi berdasarkan waktunya


a. Operasi terjadwal (elektif) dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan yang sudah
disetujui dokter bedah.
b. Operasi ODC (one day care) dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan yang su-
dah disetujui dokter bedah.
c. Operasi emergensi dilakukan pada semua pasien yang harus segera diambil
tindakan pembedahan.
4. Penggunaan implant bedah
a. Pemilihan implant berdasarkan peraturan perundang undangan
b. Modifikasi surgical safety checklist untuk memastikan ketersediaan implant di
kamar operasi dan pertimbangan khusus untuk penandaan lokasi operasi
c. Kualifikasi an pelatihan setiap staf dari luar yang dibutuhkan untuk pemasangan
implant (staf dari pabtik/perusahaan implant untuk mengkalibrasi)
d. Proses pelaporan jika ada kejadian yang tidak diharapkan terkait implant
e. Proses pelaporan malfungsi implant sesuai dengan standar/ aturan pabrik
f. Pertimbangan pengendalian infeksi yang khusus
g. Instruksi khusus kepada pasien setelah operasi
h. Kemampuan penelusuran (traceability) alat jika terjadi penarikan kembali (recall)
alat dengan melakukan antara lain menempelkan barcode alat di rekam medis.

BAB V
LOGISTIK

Program pengendalian logistik disusun untuk mengatur kegiatan pengadaan dan


pemelihraan barang, alat, obat dan alkes IBS yang disusun setiap tahun mengacu pada
kebutuhan tahunan dan dilaporkan dalam laporan tahunan. Kelompok barang logistic adalah
alat medic dan keperawatan, alat elektromedik, alat kantor, alat rumah tangga dan alat habis
pakai.
Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang terencana
dan terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan biaya serta
kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Program pengendalian logistic meliputi alat elektromedik, alat medik dan keperawatan,
alat tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
Kamar bedah dalam memberikan pelayanan membutuhkan alat/instrument bedah,
obat-obatan dan alat tulis kantor, yang berguna dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dan mendukung pekerjaan yang bersifat administrasi di dalam kamar bedah. Kebutuhan
tersebut dipenuhi oleh bagian logistik, yang meliputi :
A. Logistik farmasi.
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan alkes disposible dan obat-obatan pada setiap
semester pertama dan kedua, yang kemudian dirangkum dalam kebutuhan setahun, yaitu :
a. Barang habis pakai farmasi ditentukan jumlah stocknya. Jumlah stock yang terpakai di-
lakukan penggantian dua hari sekali.
b. Barang depo farmasi pengadaannya dilakukan dengan pengajuan permintaan seminggu
sekali.
c. Apabila IBS membutuhkan barang farmasi di luar perencanaan dapat mengajukan per-
mintaan cito ke Direktur Medik dan Keperawatan dengan tembusan ke Instalasi Farmasi.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang dan obat-obatan logistik
farmasi yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Kamar bedah melakukan penyimpanan barang-barang atau obat-obatan berdasarkan pada :
1) Obat-obatan narkotik disimpan dalam lemari yang khusus double lock dengan kunci
dipegang oleh dua petugas
2) Obat-obatan larutan pekat dikunci dilemari yang telah diberi tanda.
3) Obat-obatan yang digunakan untuk emergency disimpan dalam trolley emergency.
4) Alkes disposable dan alat-alat penunjang disposable dipisahkan dan disimpan di lemari
kaca.
5) Obat-obatan yang perlu disimpan pada suhu tertentu, maka disimpan dalam lemari
kulkas.
4. Pendistribusian
Setiap petugas kamar bedah bertanggung jawab dalam hal pencatatan pemakaian yang
telah dipakai operasi di setiap kamar operasi kemudian diberikan ke petugas depo farmasi
IBS yang bertugas.
5. Penghapusan
Penghapusan barang dan alat -alat di kamar bedah dilakukan apabila terjadi :
1) Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2) Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk diatur ulang
3) Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expire date)
4) Bahan/ barang hilang karena pencurian atau sebab lain
B. Logistik umum
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor, dan dilakukan
setiap semester pertama dan kedua, selanjutnya perencanaaan kebutuhan disesuaikan
dengan jadwal logistic umum dimana permintaan barang kebutuhan rumah tangga, alat tulis
kantor dan biomedic dilakukan seminggu dua kali.

2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik umum yang telah
direncanakan.
3. Penyimpanan
Barang-barang logistik disimpan dalam lemari sesuai dengan jenis barang, mudah
terjangkau.
4. Pendistribusian
Semua barang yang ada dilakukan inventaris dan pencatatan barang yang terpakai.

C. Logistik Linen
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan linen hal ini dilakukan setahun sekali, selanjutnya
perencanaaan disesuaikan kebutuhan dan permintaan sesuaikan dengan jadwal dari logistik
linen.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik linen yang telah
direncanakan.
3. Penyimpanan
Linen baju operasi (pakaian dasar kamar bedah) disimpan di lemari linen dan linen baju ganti
pasien di ruang pre operasi
Dalam fungsi penyimpanan logistik ada beberapa hal yang menjadi alasan dan perlu perhatian
adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan memperki-
rakan kebutuhan secara tepat dan akurant.
2. Untuk menghindari kekosongan barang (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta menggantisipasi fluktuasi kenaikan harga bahan.
4. Untuk menjaga agar kualiitas bahan dalam keadaan siap pakai.
5. Untuk mempercepat pendistribusian

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUP Persahabatan
melalui program sasaran keselamatan pasien rumah sakit, maka 6 goals keselamatan
pasien diupayakan terlaksana secara optimal dan berkesinambungan.
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan
keselamatan pasien dengan harapan pelayanan kesehatan di RSUP Persahabatan dapat
berjalan dengan lebih baik dan aman dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat
luas.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Pada Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini, keselamatan pasien terdiri dari
keselamatan pasien yang dilakukan operasi. Maka setiap tindakan dan pelayanan yang
diberikan harus mempertimbangkan terhadap kesejahteraan pasien tersebut.
B. Tujuan
1. Tercapainya kesejahteraan dan keamanan pada pasien selama dalam proses
pemberian pelayanan di Instalasi Bedah Sentral dengan program keselamatan pasien
yang terdapat di pelayanan Instalasi Bedah Sentral
2. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
B. Tatalaksana Keselamatan Pasien
Untuk mengimplementasikan kegiatan keselamatan pasien maka RS mengadopsi pada
International Patient Safety Goals (IPSG) / Sasaran Keselamatan Pasien , yaitu :
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasI yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasien yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera akibat terjatuh

C. Pelaksanaan Keselamatan Pasien di IBS


Program Keselamatan Rumah Sakit dan Keselamatan Pasien (KRS-KP) mulai diterapkan
pada pelayanan IBS mulai tahun 2007. Sesuai dengan Sasaran Keselamatan pasien (SKP),
Instalasi Bedah Sentral (IBS) berperan aktif dalam kegiatan keselamatan pasien, yakni
Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Dalam pelaksanaannya IBS
telah menggunakan Ceklist Keselamatan Operasi dengan mengikuti panduan surgical safety
checklist WHO dan penandaan area operasi (Marking site).
Serangkan persiapan dilakukan untuk mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam
prosedur pembedahan. Kegiatan ini dimulai sejak pasien diputuskan untuk dilakukan
pembedahan oleh Ahli Bedah, baik di poliklinik, Instalasi Gawat Darurat, maupun ruang rawat.
Perawat kamar bedah berperan sangat penting untuk memastikan keamanan dan
keselamatan pasien di kamar bedah. Dimulai sejak pasien datang ke kamar operasi (pre
operatif), intra operatif, dan Post Operatif. Perawat Kamar Bedah memastikan berbagai
persiapan di atas sudah dilakukan dengan lengkap sesuai yang dibutuhkan. Formulir serah
terima diisi dan ditandatangani. Jika terdapat ketidaksesuaian (misalnya hasil laboratorium)
dapat dikonsultasikan kembali ke Ahli Bedah untuk dikonfirmasi ulang. Disusul dengan pengisian
formulir catatan perioperatif dan Time Out. Selama Pembedahan berlangsung status fisiologis
pasien dipantau dan dimonitoring. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi tingkat mortalitas,
morbiditas, dan disabilitas/kecacatan akibat komplikasi prosedur bedah.

1. Ceklist Keselamatan Operasi (Surgical Safety Ceklist)


Dalam rangka Pelaksanaan sasaran SKP IV, yakni Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur,
dan tepat Pasien Operasi, Instalasi Bedah Sental telah menggunakan Ceklist Keselamatan
Operasi dengan mengikuti panduan Surgical Safety Checlist WHO.
2. Panduan Penandaan area operasi (Marking)

a. Dilakukan untuk prosedur yang harus dibedakan :


1) Sisinya (Kiri/Kanan)
2) Struktur yang berbeda (ibu jari kaki dan jari lainnya)
3) Level yang berbeda (level tulang belakang)
b. Sisi yang benar tanda (Marking) dan tanda tersebut harus tetap terlihat setelah
pasien dilakukan preparasi dan draping
c. Beri tanda pada derah yang akan dioperasi dengan menggunakan tinta tahan air
dengan memberi tanda “GARIS INSISI” atau “YA” pada daerah yang tidak
memungkinkan memberi tanda garis insisi. Libatkan pasien dan keluarga. Yang
memberi tanda adalah dokter bedah yang akan melakukan operasi di Ruang Rawat,
IGD, di Ruang Pre-op jika pasien ODC di formulir penandaan lokasi operasi
d. Pemberian Tanda tidak dilakukan pada operasi yang hanya :
1) Mencakup satu organ, Contoh : Sectio Caesarea, Bedah Jantung,
Appendictomy, Hysterektomi, Laparatomy, laparascopy
2) Prosedur Invasif : Kateterisasi Jantung, Venaseksi, NGT, Venocath, Gigi
(penendaan dilakukan pada foto gigi/diagram gigi)
3) Lain-lain : Tonsilectomy, Hemmorhoidectomy, Operasi pada genitalia.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh
perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin tingginya bahaya penularan
penyakit yang dapat ditimbulkannya. Mendorong rumah sakit untuk menggunakan peralatan
kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai tingkatan di segenap sektor
kegiatan, khususnya di kamar bedah yang merupakan jantungnya sebuah rumah sakit.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut disatu pihak akan memberikan kemudahan
dalam operasional tetapi dilain pihak cenderung menimbulkan resiko kecelakaan akibat
kerja yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi tersebut, terutama bila
petugas yang bekerja di kamar bedah kurang mendapatkan pendidikan dan pelatihan
keterampilan, khususnya pelatihan yang berhubungan dengan penggunaan alat-alat serta
penanganan bahaya infeksi nosokomial yang dapat ditimbulkannya dikamar bedah.
Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak terduga
tersebut, yaitu dengan jalan menurunkan dan mengendalikan sumber bahaya tersebut,
melalui penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan pihak
rumah sakit, namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor pemakainya.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu di tingkatkan upaya dan program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) antara lain, peningkatan kesadaran, kedisiplinan K3
terutama lingkungan kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya pencegahan
terjadinya kecelakaan dengan menutupi sumber bahaya bila memungkinkan, akan tetapi
sering keadaan bahaya tersebut belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Untuk itu perlu
dilakukan usaha pencegahan dengan cara menggunakan alat pelindung diri ( Personal
Protective Devices) yang umum sering disingkat dengan APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari
petugas ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien
memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas
juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena para petugas menjadi sakit sehingga tidak
dapat melayani pasien, dengan demikian penggunaan alat pelindung diri sangat tepat agar
dapat membatasi penyebaran infeksi nosokomial tersebut. Salah satu langkah dari
pengendalian infeksi nosokomial adalah dengan menerapkan Kewaspadaan Universal atau
sering di sebut Universal Precautions.
Personil di kamar operasi terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan kegiatan
operasi terdiri dari berbagai spesialisasi. Melihat dari jenis operasi yang ada, dengan
penggunaan alat berteknologi tinggi dan dapat menimbulkan tingkat bahaya penularan yang
cukup tinggi baik melalui udara (air borne) maupun melalui darah (blood borne) ataupun
cairan tubuh lainnya. Petugas kamar bedah mempunyai resiko penularan penyakit yang
cukup tinggi.

B. Risiko Kerja di Kamar Bedah


Bekerja di kamar tidak semudah yang dibayangkan karena memerlukan keahlian khusus,
disamping itu juga mempunyai resiko yang besar. Adapun faktor resiko bekerja di kamar
bedah yaitu,   
1.   Bahaya/insiden kecelakaan
a. Cedera kaki dan jari kaki yang disebabkan oleh benda yang jatuh, misalnya, peralatan
medis.
b. Slip, perjalanan, dan jatuh di lantai basah, khususnya selama situasi darurat.
c. Tertusuk atau terpotong oleh benda tajam, terutama tusukan jarum dan luka oleh pisau
operasi.
d. Luka bakar  dari peralatan sterilisasi panas.
e. Listrik kejut dari peralatan yang rusak atau grounding yang tidak ada, atau peralatan den-
gan isolasi yang rusak.
f. Nyeri punggung akut akibat posisi tubuh canggung yang lama atau kelelahan saat
menangani pasien berat.
2.  Physical hazards /Bahaya fisik
Paparan radiasi dari x-ray dan sumber radioisotop.
3.  Chemical hazards/Bahaya Kimia
a. Paparan berbagai obat bius (misalnya N2O, halotan, etil bromida, etil klorida, eter,
methoxyfluorane, dll).
b. Iritasi kulit dan penyakit kulit karena sering menggunakan sabun, deterjen, desinfektan,
dll
c. Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan karena paparan udara aerosol atau kontak dengan
tetesan/percikan desinfektan saat mencuci dan membersihkan alat.
d. Keracunan kronis karena paparan jangka panjang terhadap obat, cairan sterilisasi (misal-
nya, glutaraldehid), anestesi gas, dll
e. Alergi lateks yang disebabkan oleh paparan pada sarung tangan lateks alam dan lateks
lainnya.
4.   Biological hazards/Bahaya biologi
a. Karena paparan terhadap darah, cairan tubuh atau spesimen jaringan mungkin men-
garah ke penyakit melalui darah seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.
b. Risiko tertular penyakit nosokomial akibat tusukan dari jarum suntik (misalnya hepatitis
infeksius, sifilis, malaria, TBC).
c. Kemungkinan tertular herpes sawit dan jari (Herpes whitlow).
d. Peningkatan bahaya keguguran spontan.

5.    Ergonomic, psychosocial and organizational/Factors Ergonomis, psikososial


dan faktor organisasi
a. Kelelahan dan nyeri punggung bawah akibat penanganan pasien berat dan untuk peri-
ode merindukan pekerjaan dalam posisi berdiri.
b. Stres psikologis yang disebabkan oleh perasaan tanggung jawab yang berat terhadap
pasien.
c. Stres, hubungan keluarga yang tegang, dan kelelahan akibat perubahan dan bekerja
malam, lembur kerja, dan kontak dengan pasien yang sakit, terutama bila pasien tidak
pulih dari operasi.
d. Masalah hubungan interpersonal dengan ahli bedah dan anggota lain dari tim operasi.
e. Paparan pasien mengalami trauma, beberapa korban bencana atau peristiwa bencana
atau pasien parah dapat menyebabkan kekerasan pasca-trauma sindrom stres. 

C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan keamanan kerja (sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang
Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23 ayat (1), (2), (3) dan (4) ditujukan kepada pasien,
petugas, dan alat meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Keselamatan dan keamanan pasien, semua anggota tim bedah harus
memperhatikan kembali :
a. Identitas pasien
b. Rencana tindakan
c. Jenis pemberian anestesi yang akan dipakai
d. Faktor-faktor alergi
e. Respon pasien selama perioperatif.
f. Menghindari pasien dari bahaya fisik akibat penggunaan alat/ Kurang teliti.
2. Keselamatan dan keamanan petugas
a. Melakukan pemeriksaan secara periodik sesuai ketentuan
b. Beban kerja harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan petugas diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. No. PER.03/MEN/1982
Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja Pasal 1 bagian (a).
c. Perlu adanya keseimbangan antara kesejahteraan, penghargaan dan pendidikan
berkelanjutan (Undang-undang Kesehatan Tahun 1992 Pasal 51 ayat (1).
d. Melakukan pembinaan secara terus menerus dalam rangka mempertahankan
hasilkerja.
e. Membina hubungan kerja sama yang intern dan antar profesi, dalam mencapai
tujuan tindakan pembedahan.
3. Keselamatan dan keamanan alat-alat
a. Menyediakan pedoman / manual bahasa Indonesia tentang cara penggunaan alat-
alat dan mengantungkannya pada alat tersebut.
b. Memeriksa secara rutin kondisi alat dan memberi label khusus untuk alat rusak.
c. Semua petugas harus memahami penggunaan alat dengan tepat
d. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan alat secara
rutin dan berkelanjutan.
e. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan dilakukan oleh
petugas IPSRS.
f. Memeriksa alat ventilasi udara agar berfugsi dengan baik
g. Memasang simbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau mempunyai resiko
mudah terbakar.
h. Menggunakan diatermi tidak boleh bersama dengan pemakaian obat bius ether.
i. Memeriksa alat pemadam kebakaran agar dalam keadaan siap pakai.
j. Pemakaian secara rutin alat elektro medis yang dilakukan oleh petugas IPSRS.
4. Program jaminan mutu
a. Melaksanakan evaluasi pelayanan di kamar operasi melalui macam-macam, audit.
b. Melakukan survailans infeksi nosokomial secara periodik dan berkesinambungan.

Untuk tatalaksana dan alur kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat pada buku
pedoman K3RS Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan
haruslah mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna jasa dapat
membedakan pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga
kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
atau konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Instalasi Bedah Sentral disusun berdasarkan
Kepmenkes No.126 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, meliputi :
1. Waktu tunggu Operasi elektif ≤ 2 hari
2. Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %
3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Salah insisi 100%
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang 100%
5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi 100%
6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing/lain pada tubuh pasien setelah operasi 100%
7. Komplikasi anastesi karena overdosis, reaksi anastesi, dan salah penempatan endotracheal tube
≤6%
8. Tidak adanya deskripansi diagnose pre dan post op
Pelaksanaan Pengendalian Mutu di Instalasi Bedah Sentral setiap bulan dilaporkan ke
Bidang Pelayanan Medik RS Bhayangkara hasta brata batu.
BAB IX
PENUTUP

Era globalisasi menuntut perkembangan pengetahuan dan tehnologi disegala bidang,


termasuk bidang kesehatan. Pelayanan Kamar bedah di RSUP Persahabatan sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan rumah sakit tentunya senantiasa perlu penyesuaian mengikuti
perkembangan tersebut.
Upaya peningkatan mutu pelayanan Kamar Operasi berarti peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit. Upaya peningkatan mutu pelayanan memerlukan landasan hukum dan batasan
operasional, standar ketenagaan, standar fasilitas, tata laksana, dan logistik. Hal tersebut
dilengkapi dengan program keselamatan pasien, keselamatan kerja dan proteksi radiasi agar
diperoleh mutu yang optimal. Untuk mengukur mutu pelayanan diperlukan indikator mutu
pelayanan. Buku Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini disusun memberikan informasi
tentang hal-hal tersebut.
Buku pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini diharapkan menjadi acuan bagi
pelaksana kegiatan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan, sehingga indikator mutu output
dapat dicapai. Bagi manajemen buku ini berharap dapat bermanfaat untuk pemenuhan
kebutuhan sumberdaya sehingga indikator mutu dapat tercapai.
Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak dengan harapan mutu pelayanan dapat
dijaga. Tidak lupa, sesuai perkembangan hendaknya buku ini secara berkala dievaluasi dan
direvisi.

Anda mungkin juga menyukai