Anda di halaman 1dari 31

PEDOMAN

PELAYANAN ANESTESI DAN UNIT INTENSHIF


RSUD dr. MOHAMMAD ZYN KABUPATEN SAMPANG
2022

A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 / MENKES / PER / III / 2011
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi danTerapi Intensif di rumah
sakit pelayanan rawat anestesi dan Terapi Intensif di rumah sakit meliputi pelayanan
anestesia / analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran
perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak,
pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif.Pelayanan anestesia dan terapi intensif
pada hakekatnya harus bisamemberikan tindakan medis yang aman, efektif,
berperikemanusiaan,berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi tepat guna
dengan mendayagunakan sumber daya manusia (SDM) berkompeten dan profesional
menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan standar, pedoman dan
rekomendasi profesi rawat anestesi dan terapi intensif Indonesia.

B. Tujuan Pedoman
1. Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi
Intensif.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien di Instalasi Rawat Anestesi
dan Terapi Intensif.
3. Menjadi acuan pengembangan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi
Intensif.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi Intensif
adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) di IGD
2. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) di Instalasi Radiologi
3. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) di Instalasi Rawat Inap
4. Pelayanan anestesi di Kamar operasi Instalasi Bedah sentral ( IBS ) adalah :
a. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman, efektif,
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan,
prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres
psikis lain.
1
Page

1
b. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh pasien
yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani fase perioperatif,
prosedur medis, trauma atau penyakit lain
c. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman, efektif,
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani prosedur medis
yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis lain terutama pada bayi,
anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif.
5. Ruang ICU merawat pasien kritis.
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa
hari.
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik dan
d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/ mesin dan orang lain.
Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan dan
pelatihan
Pengelolaan pasien langsung
a. Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh dokter Intensivist /
dokter Spesialis Anestesi dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total
pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau
dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan
yang terkotak-kotak dan menghasikan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien
serta keluarganya.
b. Administrasi unit
c. Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif.Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dokter Intensivist pada aktivitas manajemen.
d. Pendidikan,Pelatihan dan Penelitian
e. ICU melakukan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga medis dan non medis
mengenai hal-hal yang terkait dengan ICU meliputi :
1) Pelatihan pemantauan (monitoring);
2) Pelatihan ventilasi mekanik;
3) Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam basa;
4) Pelatihan penatalaksanaan infeksi; dan
2

5) Pelatihan manajemen ICU.


Page

6) Perawatan dasar pasien kritis.


2
6. Jenis Pelayanan di ruang NICU
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit pada neonatus yang
mengancam jiwa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai
beberapa hari.
b. Pemantuan fungsi tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan
oleh penyakit yang terjadi pada neonatus.
c. Support terapi oksigen sampai alat bantu nafas mekanik [Buble CPAP atau
Ventilator Mekanik]
d. Merawat pasien bayi baru lahir dengan usia 0 – 29 hari dengan resiko tinggi.
e. Memberikan support psikologis pada orang tua pasien dan keluarga

D. Batasan Operasional
Pedoman pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi Intensif adalah pedoman
yang di pakai untuk memberikan pelayanan anestesi di kamar operasi maupun non operasi
yang memerlukan bantuan anestesi dan sedasi. Sedangkan perawatan pasien kritis di
dipakai untuk memberikan pelayanan pasien ICU dan NICU pada RSUD dr Mohammad
Zyn Kabupaten Sampang

E. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/ MENKES/ PER/ III/
2011 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Di Rumah Sakit.
2. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit ( ICU) mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1778/MENKES/SK/2010 Tanggal 13
Desember 2010.
3. Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/1966/11
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaran Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di
Rumah Sakit.
4. Keputusan Direktur RSUD dr Mohammad Zyn Kabupaten Sampang No 441/ 443/
308/2008 tentang Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Intensif Di RSUD dr
Mohammad Zyn Kabupaten Sampang
5. Keputusan Direktur RSUD dr Mohammad Zyn Kabupaten Sampang No
445/9462/302/2014 tentang Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Rawat
Intensif Di RSUD dr Mohammad Zyn Kabupaten Sampang

BAB II
STANDAR KETENAGAAN
3
Page

A. KETENAGAAN
3
Kepala Instalasi Anestesiologi dan terapi Intensif adalah Dokter spesialis Anestesi.
Sertifikat/kredensial yang dibutuhkan BLS, ALS/ACLS
N Kebutuhan
Pola Distribusi Ketenagaan Klasifikasi Personil
o Personil
1 Kepala Instalasi Dokter Spesialis Anestesi 1 Orang
2 Ruang Anestesi dan RR:

Dokter penanggung Jawab Dokter Spesialis Anestesi 1 Orang

Kepala Ruang Keperawatan Ners /D III 1 Orang


Keperawatan Anestesi
Perawat Anestesi Minimal D III 6 Orang
Keperawatan Anestesi /
yang bersertifikat Pelatihan
Perawat Anestesi
Perawat RR Minimal D III 5 Orang
Keperawatan yang
bersertifikat Pelatihan
PPGD
Administrasi Minimal SMA/sederajat 1 Orang
yang sudah terlatih.
Pekarya Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.
3 Ruang Intensif Care Unit
(ICU):
Dokter Penanggung Jawab Dokter Spesialis Anestesi 1 Orang

Dokter Jaga 24 Jam Dokter Umum yang 1 Orang


bersertifikat Fundamental /shift
Critical Care Support
(FCCS), PPGD, ACLS
Kepala Ruang S1 Keperawatan Ners yang 1 Orang
bersertifikat Pelatihan
Perawat ICU
Ketua Tim/PJ. Shift S1 Keperawatan Ners yang 4 Orang
bersertifikat Pelatihan
Perawat ICU
4

Perawat Pelaksana Minimal D III 12 Orang


Page

Keperawatan yang
4
bersertifikat Pelatihan
Perawat ICU
Administrasi Minimal SMA/sederajat 2 Orang
yang sudah terlatih.
Pekarya Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.
4 Ruang Neonatologi Intensif
Care Unit (NICU) :
Dokter Penanggung Jawab Dokter Spesialis Anak 1 Orang
Dokter Jaga 24 Jam Dokter Umum yang 1 Orang
bersertifikat NLS, PPGD,
ACLS, Resusitasi BBL
Kepala Ruang S1 Keperawatan Ners yang 1 Orang
bersertifikat Pelatihan
Perawat NICU, NLS,
Resusitasi BBL
Ketua Tim/PJ. Shift S1 Keperawatan Ners yang 4 Orang
bersertifikat Pelatihan
Perawat NICU, NLS,
Resusitasi BBL
Perawat Pelaksana Minimal D III 20 Orang
Keperawatan yang
bersertifikat Pelatihan
Perawat NICU, NLS,
Resusitasi BBL
Administrasi Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.
Pekarya Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.

B. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Dokter konsultan
Pengaturan jaga dokter spesialis Anestesi untuk dokter konsultan di ICU Selama 24 jam,
5

1 orang dokter spesialis anak ditugaskan 24 jam sebagai konsultan di ruang NICU.
Page

5
sedangkan bila dokter konsultan yang sedang jaga berhalangan maka diwakilkan oleh
dokter lainnya.
2. Pengaturan Jaga Dokter Umum
Pengaturan dokter jaga selama 24 jam dibagi dalam shift
3. Pengaturan Jaga Perawat dan pekarya
Pengaturan jaga dibagi menjadi 3 shift jaga, yaitu Jaga pagi, sore dan malam dengan
pembagian waktu sebagai berikut :
No Pembagian Jaga Jam Jaga
1 Pagi 07 00 – 14 00
2 Sore 14 00 – 21 00
3 Malam 21 00 – 07 00

4. Pengaturan jaga dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh kepala ruang.


5. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan.
6. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu maka perawat
tersebut dapat mengajukan permintaan dinas. Permintaan akan disesuaikan dengan
kebutuhan tenaga yang ada. Apabila tenaga mencukupi dan tidak mengganggu pelayanan
maka permintaan dapat disetujui.
7. Setiap tugas jaga/shift harus ada penanggung jawab shift.
8. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, sore, malam, libur, cuti.
9. Apabila ada tenaga keperawatan karena suatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya,
maka perawat tersebut harus mencari pengganti dan memberitahu kepala ruangan 2 jam
sebelum dinas pagi, 4 jam sebelum dinas sore dan malam. Apabila petugas yang
bersangkutan tidak mendapatkan pengganti,maka kepala ruang akan mencarikan petugas
pengganti yang pada hari libur atau yang dinas shift sebelumnya.

Ketentuan jaga di Instalasi Rawat Intensive

No Jabatan Ketentuan Dinas Jam


1 Kepala Instalasi Pagi 07.00 – 14.00
2 Dokter Visite Pagi 07.00 – 14.00
3 Kepala Ruang Pagi 07.00 – 14.00
4 Ketua Tim Pagi 07.00 – 14.00
5 Tenaga Admistrasi Pagi 07.00 – 14.00
6 PJ Shift Sesuai Jadwal Dinas Shift :
7. Pagi : 07.00 – 14.00
Perawat Pelaksana Sesuai Jadwal Dinas Sore : 14.00 – 21.00
Malam : 21.00 – 07.00
8. Pekarya Rumah Tangga Pagi 07.00 - 14.00
6
Page

6
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah ruangan dan desain


Terlampir

B. STANDAR FASILITAS
1. Daftar peralatan di Anestesi

No Standar Peralatan Keberadaan Alat

1. 1Mesin anestesi yang mempunyai anti Ada


hipoksik device dengan circle system
dengan O2 dan N2O
, dengan vaporizer untuk volatile
agent
2. 2Set anestesia pediatrik Ada
3. 4Nasopharingeal airway ukuran dewasa Ada
(semua ukuran), Oropharingeal airway,
Resusitasi set,
4. 5Laringoskop dewasa dengan daun Ada
lengkang ukuran 1-4, bougie dan LMA
5. 6Laringoskop bayi Ada
6. 7Konektor dari pipa oro dan nasotrakeal Ada
dengan mesin anesthesi
7. 8Pipa trakea oral/nasal dengan cuff Ada
(plain endotraeheal tube) no. 2 ½, 3, 3
½, 4, 4 ½ , 5, 6, 6 ½, 7, 7 ½
8. 9Pipa trakea spiral no. 5, 5 ½, 6, 6 ½, Ada
7, 7 ½,
9. 1Pipa nasotrakea dengan cuff no. 5 ½, Ada
6, 6 ½, 7, 7 ½, 8, 8 ½, 9
10. Magill forceps ukuran dewasa Ada
11
11. Magill forceps ukuran anak Ada
12
12. Stetoskop Ada
7

13
Page

13. Tensimeter non invansif Ada


7
14
14. Timbangan berat badan Ada
15
15. Termometer Ada
16
16. Infusion standard Ada
17
17. Sikat pembesih pipa trakea, ukuran Ada
18 kecil dan besar
18. Pulse oxymeter sederhana Ada
19
19. EKG Ada
20
20. Perlengkapan anastesia regional Ada
21
21. Suction pump Ada
22
22. Medicine Cabinet Ada
23
23. Patient troley Ada
24
24. Scrub –up Ada
25
25. Medicine troley Ada
26
26. Resuctation Set Ada
27
27. Intubation Set Ada
28
28. Oxygen concentrate Ada
29
29. Defibrilator with monitor Ada
30
30. Ventilator Belum Ada
31
31. CVP Set
32
8
Page

32. Monitor EKG Ada

8
33
33. Tabung N2O Ada
34
34. ICU bed Ada
35
35. Examination Lamp Ada
36
36. Mobile sphygmomanometer Ada
37
37. Oxygen apparatus flowmeter Ada
38
38. Alat Trakeatomi set Belum Ada
39
39. Unit kantong terisi sendiri katup Belum Ada
40 sungkup (segala macam ukuran)
40. Ventilator oksigen picu tangan Ada
41 Sungkup muka
41. Sistem pemberian oksigen portable Ada
42
42. Tourniquet Ada
43
43. Elektrokardiografi Ada
44
44. AC/DC Defibrilator dengan pedal dada Ada
45 dewasa, anak dan bayi
45. Alat inhalasi N2O dan O2 Ada
46
46. Troli Resusitasi bayi Belum Ada
47
47. Defiblator Belum Ada
48
9
Page

2. Daftar Peralatan NICU

9
STANDART RUANG
No NAMA BARANG
RS TYPE C Kenanga
1. Ventilator Minimal 1 2
2. Buble CPAP Minimal 1 6
3. Inkubator transport Ada Ada
4. Vein Veiwer Ada Ada
5. Neopuff 1/3 inkubator 3
6. Syringe Pump 2/inkubator 19
7. Nebuliser 1/ruang 3
8. Suction Pump 1/ruang 3
9. Pasien Monitor 1/inkubator 2
10 Fototerapi 1/ inkubator 3
.
11 Timbangan bayi 1/3 inkubator 3
.
27 Infant Warmer Minimal 1 7
28 Stetoscope 1/3 inkubator 5
29 Infus pump 1/inkubator 7
30 Inkubator 10 5
31 Bag and Mask 1/pasien 2
32 Pulse oximeter 1/pasien 3
33 Oksigen concentrator Ada Ada
34 Intubasi set Ada Ada
35 Veiwer Lamp Ada Tidak ada
ve

DESAIN RUANGAN
1 Unit luas Jarak 2,4 m Jarak 2m
2 Outlet oksigen Sentral Sentral
3 Outlet air Sentral Mobile
4 Outlet vacum/ suction Sentral Mobile
5 Stop kontak 6/tempat tiur 3/tempat tidur

AREA KERJA
1 Suhu 24-26 C 24-26 C
2 Ruang Isolasi Ada Ada
3 Tempat penyimpanan alat Ada Ada
bersih
4 Ruang dokter Ada Ada
5 Ruang tunggu keluarga Ada Tidak ada
6 Ruang perawat Ada Ada
10

3. Daftar peralatan di ICU


Page

10
NO PERALATAN ICU
1. Ventiltor mekanik Ada
2. Alat hisap Ada
3. Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas Ada
4. Peralatan akses vaskuler Ada
5. Peralatan monitor:
- Invasif: Belum ada
Monitor tekanan darah invasiv

Tekanan vena sentral Ada


Tekanan baji arteri pulmonalis ( swan ganz ) Belum ada
- Non invasive
Tekanan darah Ada
Ekg dan laju jantung Ada
Saturasi oksigen ( pulse oxymetri ) Ada
6. Suhu Ada
7. Defebrilator dan alat pacu jantung Ada
8. Alat pengatur suhu pasien Ada
9. Pompa infus dan pompa syringe Ada
10. Peralatan portable untuk transportasi Ada
11. Bronchoscopy Belum ada
12. Echokardiografi Belum ada
13 Tempat tidur khusus Ada
14. Lampu untuk tindakan Ada
15. Hemodialisa Belum ada
16. CRRT Belum Ada
17 Bed ICU Ada
18 Infant warmer Belum Ada
19 Inkubator Belum Ada

C. PEMELIHARAAN, PERBAIKAN DAN KALIBRASI PERALATAN


Setiap peralatan yang ada baik medis maupun non medis harus dilakukan pemeliharaan,
perbaikan dan kalibrasi agar alat tetap terpelihara dan dapat digunakan sesuai fungsinya.
Prosedur :
1. Untuk perbaikan alat yang rusak, kepala ruang mengisi formulir kerusakan alat yang
ditujukan ke bagian IPS.
2. Petugas IPS datang mengecek kondisi alat. Apabila bisa diperbaiki oleh IPS, langsung
11

diperbaiki, jika tidak bisa, petugs IPS akan memanggil tehnisi luar/ distributor sesuai
Page

dengan jenis alat.

11
3. Untuk kalibrasi alat dilakukan sesuai kebutuhan masing masing alat, dilaksanakan
secara periodik tiap tahun.

BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Pelayanan Anestesi dan Sedasi


Pelayanan Rawat Anestesi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang dilakukan
melalui pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim
pengelola pelayanan Rawat Anestesi dan terapi intensif dipimpin oleh dokter spesialis
Anestesi dengan anggota dan/atau dokter peserta program pendidikan dokter spesialis
Anestesi dan/atau dokter lain dan perawat anestesia/ perawat.
Pelayanan rawat anestesi dan terapi intensif mencakup tindakan anestesi dan sedasi
(pra anestesi/pra sedasi, intra anestesi/intra sedasi dan pasca anestesi/pasca sedasi) serta
pelayanan lain sesuai bidang rawat anestesi seperti pelayanan kritis, gawat darurat,
penatalaksanaan nyeri, dan lain-lain.
1. Pelayanan Anestesi dan Sedasi Perioperatif
Pelayanan anestesi dan sedasi peri-operatif merupakan pelayanan anestesi dan sedasi
yang mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesi/ sedasi
serta terapi intensif dan pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.
a. Pra-Anestesia / Pra-Sedasi
1) Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi harus dilakukan
sebelum tindakan anestesi / sedasi untuk memastikan bahwa pasien berada
dalam kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.
2) Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pra-anestesi / sedasi berdasarkan
prosedur sebagai berikut :
a) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
b) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesi / sedasi
c) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesi / sedasi yang akan
dilakukan.
d) Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan
tindakan anestesi / sedasi
e) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-obat
yang akan dipergunakan.
12

3) Pemeriksaan penunjang pra-anestesi / sedasi dilakukan sesuai Standar


Page

Profesi an Standar Prosedur Operasional.


12
4) Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang
ekstrim, langkah-langkah pelayanan pra- anestesi / pra sedasi sebagaimana
diuraikan di atas, dapat diabaikan dan alasannya harus didokumentasikan di
dalam rekam medis pasien.

b. Pelayanan Intra Anestesia / Intra Sedasi


1) Dokter spesialis anestesi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi
selama tindakan anestesi umum dan regional serta prosedur yang memerlukan
tindakan anestesi / sedasi.
2) Selama pemberian anestesi / sedasi harus dilakukan pemantauan dan evaluasi
secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi
jaringan, serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
3) Pengakhiran anestesi/ sedasi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

c. Pelayanan Pasca-Anestesia / Pasca Sedasi


1) Setiap pasien pasca tindakan anestesi / sedasi harus dipindahkan ke ruang pulih
sadar atau Recovery Room kecuali atas perintah khusus dokter spesialis anestesi
atau dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga dapat
dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU).
2) Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih sadar harus memenuhi persyaratan
yang berlaku.
3) Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih sadar, tetapi beberapa
di antaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU).
4) Pemindahan pasien ke ruang pulih sadar harus didampingi oleh dokter spesialis
anestesi atau anggota tim pengelola anestesi. Selama pemindahan, pasien harus
dipantau/dinilai secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi
pasien.
5) Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang
pulih sadar dan disertai laporan kondisi pasien.
6) Kondisi pasien di ruang pulih sadar harus dinilai secara kontinual.
7) Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang
pulih sadar.
13

2. Pelayanan Kritis
Page

13
a. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi
yang diberikan.
b. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi.
c. Seorang dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi harus
senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai pasien tidak
dalam kondisi kritis lagi.
d. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi
yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter anestesi atau dokter lain yang
memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator yang bertanggung jawab
secara keseluruhan mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan
pasien, keluarga dan dokter lain.
e. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi prognosis
pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang terkait
untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan
manfaat bagi pasien, faktor emosional keluarga pasien dan menjelaskannya kepada
keluarga pasien tentang sikap dan pilihan yang diambil.
f. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
g. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang
memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis
anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat imbalan yang
seimbang dengan energi dan waktu yang diberikannya.
h. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan dalam
masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam
pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk
menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan.
i. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi mempunyai
peran penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat kebijakan
administratif, kriteria pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur
operasional dan pengembangan pelayanan intensif.

3. Pelayanan Tindakan Resusitasi


14

a. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka
Page

panjang.
14
b. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan
peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta
paramedis.
c. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru mengikuti
American Heart Association (AHA) dan/atau European Resuscitation Council.
d. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan.

4. Pelayanan Anestesi / Sedasi Rawat Jalan


a. Pelayanan anestesi / sedasi rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani
tindakan pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta
tidak menjalani rawat inap.
b. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 yang terkendali sesuai penilaian dokter
spesialis anestesi
c. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan unit/fasilitas
pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses layanan dukungan
perioperatif.

5. Pelayanan Anestesia Regional


a. Pelayanan anestesia regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok
saraf sehingga tercapai anestesia dilokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan.
b. Analgesia regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yang kompeten ditempat
yang tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anestesia umum sehingga bila
diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan anestesia umum.
c. Pada tindakan analgesia regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang terpisah
dari alat penghisap untuk operasi.
d. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia dalam
jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan anestesia
umum.
e. Analgesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapat dirumat oleh
dokter atau perawat anestesia/perawat yang mendapat pelatihan anestesia dibawah
supervisi dokter spesialis anestesi.
f. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesia regional dilakukan sesuai standar
pemantauan anestesia.
g. Analgesia regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah atau
nyeri kronik.
h. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/di luar kamar bedah dapat dilakukan oleh
dokter atau perawat anestesia/perawat yang mendapat pelatihan anestesia dibawah
15

supervisi dokter spesialis anestesi.


Page

15
6. Pelayanan Anestesia Regional dalam Obstetrik
a. Pelayanan anestesia regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestetik
lokal kepada wanita dalam persalinan.
b. Anestesia regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempat- tempat dengan
perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk
menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur.
c. Anestesia regional diberikan oleh dokter spesialis anestesi setelah pasien diperiksa
dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau dokter yang
merawat.
d. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anetesiologi dan dapat dirumat oleh
dokter spesialis anetesiologi atau dokter /perawat anestesia/perawat di bawah
supervisi dokter spesialis anetesiologi.
e. Anestesia regional untuk persalinan per vaginam disyaratkan penerapan pemantauan
dan pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janin. Pemantauan tambahan
yang sesuai dengan kondisi klinis ibu dan janin hendaknya digunakan bila ada
indikasi. Jika diberikan blok regional ekstensif untuk kelahiran per vaginam dengan
penyulit, maka standar pemantauan dasar anestesia hendaknya diterapkan.
f. Selama pemulihan dari anestesia regional, setelah bedah sesar dan atau blok regional
ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca- anestesia.
g. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesialis anestesi
adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab pengelolaan bayi baru lahir
berada pada dokter spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesi tersebut juga diminta
untuk memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi baru lahir, maka manfaat
bantuan bagi bayi tersebut harus dibandingkan dengan risiko terhadap ibu.

7. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)


a. Pelayanan nyeri adalah pelayanan penangulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri akut, rasa
nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat pembedahan, trauma, persalinan dan
umumnya dapat diobati. Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung menetap dalam waktu
tertentu dan seringkali tidak responsif terhadap pengobatan.
b. Kelompok pasien di bawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan perhatian:
1) anak-anak.
2) pasien obstetrik.
3) pasien lanjut usia.
4) pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik.
16

5) pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis.


Page

6) pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis.


16
7) pasien dengan kanker atau HIV/AIDS.
8) pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat/bahan lainnya.
c. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan standar
prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis yang disusun mengacu
pada standar pelayanan kedokteran.

8. Pengelolaan Akhir Kehidupan


a. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life
support) dan penundaan bantuan hidup (with holding life support).
b. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang
rawat intensif (ICU dan NICU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan
hidup adalah keputusan medis dan etis.
c. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3 (tiga)
dokter yaitu dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan
2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
d. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan
klasifikasi setiap pasien di ICU atau NICU, yaitu:
1) Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan
tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun sistem
organ vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversibel. Semua usaha
yang memungkinkan harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas.
2) Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation),
dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan
harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ
yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3) Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan
tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
4) Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang
otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada
terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi
dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan
MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesi atau dokter
17

lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain
Page

yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.


17
B. KRITERIA MASUK DAN KELUAR INSTALASI RAWAT INTENSIF
1. Indikasi pasien masuk Instalasi Rawat Intensif :
a. ICU
1) Prioritas 1 pasien yang mengalami gangguan akut pada organ vital yang
memerlukan tindakan dan terapi yang intensif cepat yaitu utamanya pada pasien
dengan gangguan pada sistem Pernafasan (B1), Sirkulasi Darah (B2), Susunan
syaraf pusat (B3) yang tidak stabil contoh :
a) Gangguan atau gagal nafas akut
b) Gangguan atau gagal sirkulasi / Kardiovaskuler.
c) Gangguan atau gagal susunan syaraf
d) Gangguan atau gagal ginjal

2) Prioritas 2 pasien yang memerlukan pemantauan dengan mempergunakan


peralatan monitor, misalnya:
a) Observasi intensif pasca bedah operasi: post trepanasi, post laparatomy
dengan komplikasi,dll.
b) Observasi intensif pasca henti jantung dalam keadaan stabil
c) Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung
3) Prioritas 3 pasien yang dalam kondisi kritis dan tidak stabil yang mempunyai
harapan kecil untuk disembuhkan atau manfaat dari tindakan yang didapat sangat
kecil. Pasien ini hanya memerlukan terapi intensif pada penyakit akutnya tetapi
tidak diiakukan intubasi atau Resusitasi Kardiopulmoner.

b. NICU
1) Level II
Perawatan untuk bayi risiko tinggi, seperti :
a) Bayi dengan berat lahir kurang dari 2.000 gram
b) Bayi dengan persalinan bermasalah
c) Bayi yang menderita sakit, seperti diare, infeksi dan bayi kuning yang
memerlukan terapi sinar
2) Level III

Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah perawatan untuk semua bayi
bermasalah yang memerlukan tindakan khusus, seperti pemakaian alat bantu napas
mekanik (Ventilator atau CPAP), pemberian obat-obatan tertentu yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan-tindakan lainnya yang memerlukan
18
Page

18
pemantauan ketat. Di ruang perawatan NICU , 1 (satu) orang perawat hanya
diperbolehkan menangani 1 (satu) pasien selama 24 (duapuluh empat) jam penuh.
Secara singkat beberapa peralatan yang ada di NICU yang biasa digunakan pada
bayi-bayi yang dirawat di NICU, hal ini tergantung dari berat ringannya kondisi
bayi, diantaranya :
a) Feeding Tube
Sering bayi di NICU tidak bisa mendapatkan makanan yang mereka butuhkan
melalui mulut langsung, sehingga perawat akan memasang selang kecil melalui
mulut sampai ke lambung. Sebagai jalan untuk memasukan ASI atau susu
formula.
b) Infant Warmers
Adalah tempat tidur dengan penghangat yang ada diatasnya sehingga bayi
dapat terhindar dari hipotermi.
c) Inkubator
Adalah tempat tidur kecil yang tertutup oleh plastik keras transparan, suhu di
inkubator diatur sesuai dengan kondisi bayi. Terdapat lubang disetiap samping
inkubator sebagai jalan untuk perawat dan dokter memeriksa pasien. Alat ini
biasa dipakai untuk merawat bayi prematur.
d) Jalur Infus
Sebuah kateter kecil yang fleksibel yang dimasukan kedalam pembuluh darah
vena. Hampir semua bayi yang dirawat di NICU diinfus untuk kebutuhan
cairan dan obat-obatan, biasanya di lengan atau kaki atau bahkan dapat dibuat
umbilical chateter (sebuah kateter yang dimasukan ke umbilical) pada situasi
tertentu dibutuhkan IV line yang lebih besar untuk memasukan cairan dan obat-
obatan, ini dilakukan oleh dokter pediatrik.
e) Monitor
Bayi di NICU tersambungkan ke monitor sehingga perawat NICU akan selalu
mengetahui tanda-tanda vital mereka. Dalam satu monitor dapat terekam
beberapa tanda-tanda vital, antara lain denyut nadi, pernafasan, suhu dan SpO2
(kandungan oksigen dalam darah ).
f) Alat Terapi Sinar (Foto Terapi)
Terapi sinar yang digunakan untuk bayi-bayi yang kadar bilirubinnya diatas
normal. Pada saat terapi dilakukan, seluruh pakaian bayi dilepas, kecuali
popok, kemudian mata bayi akan ditutup dengan pelindung mata khusus. Lama
terapi bergantung dari penurunan kadar bilirubin. Biasanya, kadar bilirubin
diperiksa ulang setelah 24 (dua puluh empat) jam pemakaian sinar.
g) Bubble CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)
19

Merupakan suatu alat yang mempertahankan tekanan positif pada saluran napas
Page

bayi baru lahir selama pernapasan spontan, sehingga pertukaran oksigen serta
19
CO2 di paru-paru bayi berjalan baik. Alat ini biasanya digunakan pada bayi-
bayi yang mengalami gangguan pernapasan, seperti pada bayi prematur dan
bayi-bayi yang mengalami sesak napas.
h) Ventilator
Suatu alat (mesin) yang dapat memompa dan mengatur aliran udara ke dalam
saluran napas melalui pipa (endotracheal tube) yang dimasukkan kedalam
saluran napas. Alat ini digunakan pada bayi-bayi yang mengalami gangguan
napas berat atau henti napas (apnoe), atau keadaan-keadaan maupun penyakit-
penyakit tertentu yang potensial menimbulkan gagal napas.
Gawat napas pada monatus (bayi baru lahir) merupakan salah satu penyebab
paling sering untuk perawatan di NICU. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
aspirasi mekonium (masuknya cairan ketuban yang bercampur mekonium
kedalam paru-paru bayi), penyakit membran hialin (gangguan pengembangan
paru-paru terutama pada bayi prematur), pneumonia neonatal (radang paru-
paru) dan penyakit jantung bawaan yang berat. Kondisi-kondisi lain yang
membutuhkan perawatan di NICU, antara lain : sepsis (infeksi berat),
perdarahan intrakranial , kejang dan bayi berat lahir sangat rendah (kurang dari
1.000 gram).

c. Recovery Room ( RR )
1) Semua pasien yang telah mengalami tindakan anestesi / sedasi dan pembedahan
(post op)
2) Pasien dengan indikasi operasi cito yang memerlukan perbaikan keadaan umum
3) Tujuan perawatan di recovery room adalah menjaga fungsi vital pasien dalam
keadaan / batas normal setelah pembedahan berakhir dan selama sisa anesthesia
belum sama sekali hilang serta menjaga agar pasien tidak nyeri dan atau cemas
berlebihan
4) Bila dianggap perlu pasien bisa langsung masuk dalam kriteria rawat khusus
(ICU )
5) Aspek perawatan adalah :
a) Perawatan dimulai sejak pasien dipindahkan dari kamar operasi ke ruang pulih
sadar ( RR ) sampai diserah terimakan kembali kepada perawat di ruang rawat
inap
b) Jika pasien tetap kritis pasien dimasukkan dalam kriteria / dipindahkan ke ICU
c) Tujuan keperawatan :
1} Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pulih
2} Mencegah dan sesegera mungkin mengatasi komplikasi yang terjadi
20

3} Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk menentukan saat
Page

pemindahan pasien dari ruang rawat intensif

20
2. Pasien yang masuk ke Instalasi Rawat Intensif boleh dari IGD, Poliklinik, Ruang Rawat
Inap, Kamar Operasi, Rujukan / pindahan dari RS lain dan dari dokter praktek, asalkan
sesuai dengan kriteria pasien masuk Instalasi Rawat Intensif berdasar prioritas 1,2,3 di
atas.
3. Yang menentukan pasien bisa masuk Instalasi Rawat Intensif adalah DPJP UTAMA
4. Apabila Instalasi Rawat Intensif dalam keadaan kosong, maka semua dokter
diperkenankan untuk merawat pasien di ruang Instalasi Rawat Intensif sesuai dengan
kriteria pasien masuk Instalasi Rawat Intensif berdasarkan Prioritas 1, 2, 3 diatas.
5. Indikasi Pasien Keluar Instalasi Rawat Intensif :
a. ICU
Pada pasien yang dengan terapi atau pemantauan intensif tidak diharapkan atau tidak
memberikan hasil, dan sesuai dengan prioritas yaitu :
1) Prioritas I
Dipindah apabila pasien tidak membutuhkan Rawat intensif lagi, tetapi
mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk sedikit kemungkinan bila
rawat intensif dilanjutkan misalnya : pasien yang mengalami tiga atau lebih gagal
sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif. Misalnya:
a) Pasien yang mengalami MBO (mati batang otak)
b) Pasien ARDS stadium akhir
2) Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa rawat
intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan
lagi, misalnya :
Pada pasien yang telah membaik dan cukup stabil sehingga tidak memerlukan
terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut
3) Prioritas III
Tidak ada lagi kebutuhan untuk terapi intensif jika diketahui kemungkinan untuk
pulih kembali sangat kecil dan keuntungan terapi hanya sedikit manfaatnya
misalnya :
a) Pasien dengan penyakit lanjut.
b) Pasien dengan penyakit paru kronis
c) Penyakit liver terminal
d) Metastase carcinoma.
4) Pasien yang hanya memerlukan observasi intensif saja, sedangkan ada pasien
yang lebih gawat dan lebih memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih
lanjut
21

5) Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di Instalasi Rawat
Page

Intensif / pulang atas permintaan sendiri.


21
b. Ruang NICU
1) Prioritas 1
a) Pasien hemodinamik stabil tanpa obat-obatan tambahan
b) Pasien tidak tergantung alat ventilasi
2) Prioritas 2
a) Pasien gangguan resipratorik dan cardiovaskuler teratasi
b) Pasien hemodinamik stabil
3) Prioritas 3
a) Pasien sadar penuh, respon minum bagus
b) Pasien hemodinamik stabil tanpa obat-obatan
c) Pasien tidak ada ancaman kardiovaskuler

2. Recovery Room ( RR )
Pasien yang dirawat di ruang pulih sadar ( Recovery Room ) boleh dipindahkan setelah
memenuhi criteria “ ALDRETTE’S SCORE” atau setelah memenuhi kriteria sebagai
berikut
a. Bila kondisi system B1-B3 sudah kembali normal secara fisiologis dan tidak ada
gangguan pada system yang lain (min 6-8 Jam post op)
b. Bila kondisi system B1-B6 belum kembali normal secara fisiologis dan perlu Ruang
ICU anaestesi / perawatan intensif (min 6-8 Jam post op)
c. Bila kondisi B1-B3 sudah kembali normal secara fisiologis dan tidak ada gangguan
pada system yang lain, untuk px rawat jalan / poloklinik / tanpa pulang / rawat jalan
MRS (min 2 jam post anastesi)

C. ALUR PELAYANAN
a. Ruang Anestesi dan RR

Pasien datang ke
RSUD
22

POLI UGD
Page

22
Pemeriksaan Pemeriksaan
penunjang penunjang

Rawat Inap

IBS

RR

KRS IRNA ICU Rujuk

b. Ruang Intensive Care Unit (ICU)

PASIEN DATANG KE
RSUD
23
Page

23
IBS IGD RAWAT
INAP

PEMERIKSAAN DAN
TINDAKAN

ICU PASIEN
GAWAT

MENINGGAL IRNA RUJUK

PROSEDUR PROSEDUR
PEMULASARAN RUJUK

c. Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

PASIEN
DATANG KE
24

RSUD
Page

24
POLI IBS/VK
IGD RAWAT
INAP

NICU

MENINGGAL IRNA PULANG RUJUK

PROSEDUR PROSEDUR
PEMULASARAN RUJUK

BAB V
LOGISTIK

Persediaan logistik untuk memberikan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi
Intensif meliputi :
25

1. Ketersediaan alat tulis kantor


Page

2. Ketersediaan linen
25
3. Ketersediaan mebeleir
4. Ketersediaan bed khusus ICU
5. Ketersediaan Brancard untuk trannportasi
6. Inkubator khusus NICU
7. Ketersediaan Sembako bagi petugas
8. Ketersediaan obat emergency
9. Ketersediaan obat/cairan untuk dekontaminasi dan sterilisasi
10. Alat rumah tangga.

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. DEFINISI
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien
lebih aman yang diwujudkan dalam kegiatan asesmen resiko, identifikasi dan pengolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko.

B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapakan (KTD) di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan

C. STANDART PASIEN SAFETY


1. Sasaran Keselamatan Pasien
a. Ketepatan Identifikasi Pasien
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar para pemberi layanan.
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (Highalert)
26

Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan


Page

obat-obat yang perlu diwaspadai (highalert).

26
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur dan tepat pasien.
e. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
f. Pengurangan risiko pasien jatuh
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien
dari cidera karena jatuh
2. Indikator Keselamatan Pasien ( IKP, Risk Manajemen, FMEA)
a. Insiden Keselamatan Pasien
1) Jenis Insiden
Setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi. Diantaranya :
a) KPC/ Kejadian Potensial Cedera
KPC adalah suatu situasi/ kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden.
b) KNC/ Kejadian Nyaris Cidera
KNC adalah Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar/ terkena pasien.
c) KTC/ Kejadian tidak Cidera
KTC adalah Insiden yang sudah terpapar tetapi tidak timbul cidera
d) KTD/ Kejadian Tidak Diharapkan
KTD adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien
e) Kejadian Sentinel ( Sentinel Event )
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
27
Page

27
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat
kerja/ aktifitas karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.

B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di RSUD dr MOHAMMAD ZYN Kab.
Sampang
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

C. TATA LAKSANA KESELAMATAN KARYAWAN


1. Prinsip pencegahan infeksi, yaitu :
a. Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan
infeksi
b. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas
kaki tertutup, celemek, masker dll) terutama bila terdapat kontak dengan
spesimen pasien yaitu: urin, darah, muntah, sekret, dll
c. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai
prosedur yang ada, mis: memasang kateter, menyuntik, menjahit luka,
memasang infus, dll
d. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah
menangani pasien
2. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius
3. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas
4. Menggunakan baju kerja yang bersih
5. Melakukan upaya-upaya medis yang tepat dalam menangani kasus

28
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Mempertahankan mutu dengan pendekatan pendekatan di bawah ini :


A. Sasaran Mutu
Meliputi :
1. Proses recovery pelayanan rawat anestesi dan seadsi : nyeri berat post
operasi ( 0 % )
2. Proses konsultasi pre operasi pelayanan anestesi dan sedasi : Konsul
anestesi / sedasi untuk operasi elektif < 24 jam sebelum jam operasi.(100%)
3. Jumlah pasien yang menderita dekubitus di ICU/NICU ( 0% )
4. Kejadian plantar fleksi di ICU / NICU ( 0% )
5. GDR ( < 15 % )
6. NDR ( < 15 % )
7. BOR ( > 70 % )
8. ALOS ( < 5 hari )
9. TOI ( < 5 hari )
10. BTO ( < 5 hari )

B. Standar Pelayanan Minimal


Meliputi :
1. Pasien keluar dari ICU kembali lagi ke ICU dengan kasus yang sama < 72
jam ( < 3 % )
2. Penanganan bayi BBLR dan Asfiksia di ruang NICU (100 %)
3. Over dosis obat anestesi dan salah penempatan pemasangan ETT (≤ 6 %)
4. Dokter Spesialis Anestesi yang merawat pasien di ICU ( 30 % )
5. Perawat mahir ICU / NICU Perawat Sertifikat ( 50 % )
6. Perawat mahir Anestesi Perawat Sertifikat ( 100 % )

C. Meningkatkan pencapaian Indikator mutu


Meliputi :
1. Angka kelengkapan keterisian laporan anestesi ( 100 % )
2. Angka kejadian pasien pasca pembiusan meninggalkan ruang pulih sadar
ditransfer dari RR ke rawat inap sesuai aldrete score ( 100 % )
3. Angka tidak terjadinya komplikasi spinal anestesi blok pada pasien operasi
2

seccio cessaria trans peritoneal (sctp) ( 95 % )


Page

30
4. Angka kejadian luka dekubitus grade II/lebih akibat perawatan di rumah sakit
(di ICU/NICU ( 5% )
5. Angka kejadian infeksi aliran darah primer (IADP) (1,5 – 2,1 ‰ )
6. ketersediaan alat pelindung diri ( APD ) ( 100% )
7. Angka kejadian infeksi daerah operasi (IDO) ( < 5% )
8. Angka kejadianventilator associated pneumonia (VAP) ( < 4,4‰ )
9. Angka kejadian hospital aquired pneumonia ( HAP ) (<3 % )
10. Angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) ( 0,23 – 0,91 ‰ )
11. Kepatuhan penggunaan gelang identitas pasien rawat inap ( 100% )
12. Ketepatan melakukan TBAK saat memberi/ menerima instruksi verbal &
telepon( 100% )
13. Audit kepatuhan penyimpanan obat elektrolit pekat di ruang rawat ( 100% )
14. Kepatuhan pelaporan insiden pasien jatuh( 100% )
15. Audit kebenaran pelaksanaan cuci tangan sesuai dengan 6 langkah( 100%)

D. Kegiatan Evaluasi
1. Evaluasi internal
Rapat audit berupa pertemuan tim anestesia yang membahas permasalahan
layanan (termasuk informed consent, keluhan pasien, komplikasi tindakan,
efisiensi dan efektifitas layanan). Audit medik dilakukan secara berkala untuk
menilai kinerja keseluruhan pelayanan anestesia oleh komite medik.

2. Evaluasi eksternal
Lulus akreditasi rumah sakit (Standar Pelayanan Rawat Anestesi dan Terapi
intensif di Rumah Sakit) pada 16 layanan.

3. Evaluasi Standar Prosedur Operasional Pelayanan Rawat Anestesi dan Terapi


intensif di Rumah Sakit dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.
3
Page

30
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan di Instalai Rawat Anestesi dan terapi Intensif ini hendaknya
dijadikan acuan untuk membuat pedoman ataupun panduan panduan dalam
pelaksanaan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi Intensif RSUD dr
Mohammmad Zyn Kabupaten Sampang dibutuhkan dukungan dari semua pihak
terutama pimpinan rumah sakit agarmutu pelayanan Rawat Anestesi dan terapi
intensif dapat senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Rawat Anestesi.

Sampang 31 Mei 2022


DIREKTUR RSUD dr. MOHAMMAD ZYN KAB.
SAMPANG

dr. AGUS AHMADI, M.Kes

4
Page

30

Anda mungkin juga menyukai