A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 / MENKES / PER / III / 2011
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi danTerapi Intensif di rumah
sakit pelayanan rawat anestesi dan Terapi Intensif di rumah sakit meliputi pelayanan
anestesia / analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran
perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak,
pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif.Pelayanan anestesia dan terapi intensif
pada hakekatnya harus bisamemberikan tindakan medis yang aman, efektif,
berperikemanusiaan,berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi tepat guna
dengan mendayagunakan sumber daya manusia (SDM) berkompeten dan profesional
menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan standar, pedoman dan
rekomendasi profesi rawat anestesi dan terapi intensif Indonesia.
B. Tujuan Pedoman
1. Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi
Intensif.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien di Instalasi Rawat Anestesi
dan Terapi Intensif.
3. Menjadi acuan pengembangan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi
Intensif.
1
b. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh pasien
yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani fase perioperatif,
prosedur medis, trauma atau penyakit lain
c. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman, efektif,
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani prosedur medis
yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis lain terutama pada bayi,
anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif.
5. Ruang ICU merawat pasien kritis.
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa
hari.
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik dan
d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/ mesin dan orang lain.
Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan dan
pelatihan
Pengelolaan pasien langsung
a. Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh dokter Intensivist /
dokter Spesialis Anestesi dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total
pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau
dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan
yang terkotak-kotak dan menghasikan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien
serta keluarganya.
b. Administrasi unit
c. Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif.Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dokter Intensivist pada aktivitas manajemen.
d. Pendidikan,Pelatihan dan Penelitian
e. ICU melakukan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga medis dan non medis
mengenai hal-hal yang terkait dengan ICU meliputi :
1) Pelatihan pemantauan (monitoring);
2) Pelatihan ventilasi mekanik;
3) Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam basa;
4) Pelatihan penatalaksanaan infeksi; dan
2
D. Batasan Operasional
Pedoman pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi Intensif adalah pedoman
yang di pakai untuk memberikan pelayanan anestesi di kamar operasi maupun non operasi
yang memerlukan bantuan anestesi dan sedasi. Sedangkan perawatan pasien kritis di
dipakai untuk memberikan pelayanan pasien ICU dan NICU pada RSUD dr Mohammad
Zyn Kabupaten Sampang
E. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/ MENKES/ PER/ III/
2011 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Di Rumah Sakit.
2. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit ( ICU) mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1778/MENKES/SK/2010 Tanggal 13
Desember 2010.
3. Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/1966/11
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaran Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di
Rumah Sakit.
4. Keputusan Direktur RSUD dr Mohammad Zyn Kabupaten Sampang No 441/ 443/
308/2008 tentang Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Intensif Di RSUD dr
Mohammad Zyn Kabupaten Sampang
5. Keputusan Direktur RSUD dr Mohammad Zyn Kabupaten Sampang No
445/9462/302/2014 tentang Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Rawat
Intensif Di RSUD dr Mohammad Zyn Kabupaten Sampang
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
3
Page
A. KETENAGAAN
3
Kepala Instalasi Anestesiologi dan terapi Intensif adalah Dokter spesialis Anestesi.
Sertifikat/kredensial yang dibutuhkan BLS, ALS/ACLS
N Kebutuhan
Pola Distribusi Ketenagaan Klasifikasi Personil
o Personil
1 Kepala Instalasi Dokter Spesialis Anestesi 1 Orang
2 Ruang Anestesi dan RR:
Keperawatan yang
4
bersertifikat Pelatihan
Perawat ICU
Administrasi Minimal SMA/sederajat 2 Orang
yang sudah terlatih.
Pekarya Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.
4 Ruang Neonatologi Intensif
Care Unit (NICU) :
Dokter Penanggung Jawab Dokter Spesialis Anak 1 Orang
Dokter Jaga 24 Jam Dokter Umum yang 1 Orang
bersertifikat NLS, PPGD,
ACLS, Resusitasi BBL
Kepala Ruang S1 Keperawatan Ners yang 1 Orang
bersertifikat Pelatihan
Perawat NICU, NLS,
Resusitasi BBL
Ketua Tim/PJ. Shift S1 Keperawatan Ners yang 4 Orang
bersertifikat Pelatihan
Perawat NICU, NLS,
Resusitasi BBL
Perawat Pelaksana Minimal D III 20 Orang
Keperawatan yang
bersertifikat Pelatihan
Perawat NICU, NLS,
Resusitasi BBL
Administrasi Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.
Pekarya Minimal SMA/sederajat 1 Orang
dengan pelatihan
administrasi.
B. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Dokter konsultan
Pengaturan jaga dokter spesialis Anestesi untuk dokter konsultan di ICU Selama 24 jam,
5
1 orang dokter spesialis anak ditugaskan 24 jam sebagai konsultan di ruang NICU.
Page
5
sedangkan bila dokter konsultan yang sedang jaga berhalangan maka diwakilkan oleh
dokter lainnya.
2. Pengaturan Jaga Dokter Umum
Pengaturan dokter jaga selama 24 jam dibagi dalam shift
3. Pengaturan Jaga Perawat dan pekarya
Pengaturan jaga dibagi menjadi 3 shift jaga, yaitu Jaga pagi, sore dan malam dengan
pembagian waktu sebagai berikut :
No Pembagian Jaga Jam Jaga
1 Pagi 07 00 – 14 00
2 Sore 14 00 – 21 00
3 Malam 21 00 – 07 00
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
B. STANDAR FASILITAS
1. Daftar peralatan di Anestesi
13
Page
8
33
33. Tabung N2O Ada
34
34. ICU bed Ada
35
35. Examination Lamp Ada
36
36. Mobile sphygmomanometer Ada
37
37. Oxygen apparatus flowmeter Ada
38
38. Alat Trakeatomi set Belum Ada
39
39. Unit kantong terisi sendiri katup Belum Ada
40 sungkup (segala macam ukuran)
40. Ventilator oksigen picu tangan Ada
41 Sungkup muka
41. Sistem pemberian oksigen portable Ada
42
42. Tourniquet Ada
43
43. Elektrokardiografi Ada
44
44. AC/DC Defibrilator dengan pedal dada Ada
45 dewasa, anak dan bayi
45. Alat inhalasi N2O dan O2 Ada
46
46. Troli Resusitasi bayi Belum Ada
47
47. Defiblator Belum Ada
48
9
Page
9
STANDART RUANG
No NAMA BARANG
RS TYPE C Kenanga
1. Ventilator Minimal 1 2
2. Buble CPAP Minimal 1 6
3. Inkubator transport Ada Ada
4. Vein Veiwer Ada Ada
5. Neopuff 1/3 inkubator 3
6. Syringe Pump 2/inkubator 19
7. Nebuliser 1/ruang 3
8. Suction Pump 1/ruang 3
9. Pasien Monitor 1/inkubator 2
10 Fototerapi 1/ inkubator 3
.
11 Timbangan bayi 1/3 inkubator 3
.
27 Infant Warmer Minimal 1 7
28 Stetoscope 1/3 inkubator 5
29 Infus pump 1/inkubator 7
30 Inkubator 10 5
31 Bag and Mask 1/pasien 2
32 Pulse oximeter 1/pasien 3
33 Oksigen concentrator Ada Ada
34 Intubasi set Ada Ada
35 Veiwer Lamp Ada Tidak ada
ve
DESAIN RUANGAN
1 Unit luas Jarak 2,4 m Jarak 2m
2 Outlet oksigen Sentral Sentral
3 Outlet air Sentral Mobile
4 Outlet vacum/ suction Sentral Mobile
5 Stop kontak 6/tempat tiur 3/tempat tidur
AREA KERJA
1 Suhu 24-26 C 24-26 C
2 Ruang Isolasi Ada Ada
3 Tempat penyimpanan alat Ada Ada
bersih
4 Ruang dokter Ada Ada
5 Ruang tunggu keluarga Ada Tidak ada
6 Ruang perawat Ada Ada
10
10
NO PERALATAN ICU
1. Ventiltor mekanik Ada
2. Alat hisap Ada
3. Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas Ada
4. Peralatan akses vaskuler Ada
5. Peralatan monitor:
- Invasif: Belum ada
Monitor tekanan darah invasiv
diperbaiki, jika tidak bisa, petugs IPS akan memanggil tehnisi luar/ distributor sesuai
Page
11
3. Untuk kalibrasi alat dilakukan sesuai kebutuhan masing masing alat, dilaksanakan
secara periodik tiap tahun.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
2. Pelayanan Kritis
Page
13
a. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi
yang diberikan.
b. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi.
c. Seorang dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi harus
senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai pasien tidak
dalam kondisi kritis lagi.
d. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi
yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter anestesi atau dokter lain yang
memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator yang bertanggung jawab
secara keseluruhan mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan
pasien, keluarga dan dokter lain.
e. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi prognosis
pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang terkait
untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan
manfaat bagi pasien, faktor emosional keluarga pasien dan menjelaskannya kepada
keluarga pasien tentang sikap dan pilihan yang diambil.
f. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
g. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang
memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis
anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat imbalan yang
seimbang dengan energi dan waktu yang diberikannya.
h. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan dalam
masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam
pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk
menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan.
i. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi mempunyai
peran penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat kebijakan
administratif, kriteria pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur
operasional dan pengembangan pelayanan intensif.
a. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka
Page
panjang.
14
b. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan
peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta
paramedis.
c. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru mengikuti
American Heart Association (AHA) dan/atau European Resuscitation Council.
d. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan.
15
6. Pelayanan Anestesia Regional dalam Obstetrik
a. Pelayanan anestesia regional dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestetik
lokal kepada wanita dalam persalinan.
b. Anestesia regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempat- tempat dengan
perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk
menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur.
c. Anestesia regional diberikan oleh dokter spesialis anestesi setelah pasien diperiksa
dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau dokter yang
merawat.
d. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anetesiologi dan dapat dirumat oleh
dokter spesialis anetesiologi atau dokter /perawat anestesia/perawat di bawah
supervisi dokter spesialis anetesiologi.
e. Anestesia regional untuk persalinan per vaginam disyaratkan penerapan pemantauan
dan pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janin. Pemantauan tambahan
yang sesuai dengan kondisi klinis ibu dan janin hendaknya digunakan bila ada
indikasi. Jika diberikan blok regional ekstensif untuk kelahiran per vaginam dengan
penyulit, maka standar pemantauan dasar anestesia hendaknya diterapkan.
f. Selama pemulihan dari anestesia regional, setelah bedah sesar dan atau blok regional
ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca- anestesia.
g. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesialis anestesi
adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab pengelolaan bayi baru lahir
berada pada dokter spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesi tersebut juga diminta
untuk memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi baru lahir, maka manfaat
bantuan bagi bayi tersebut harus dibandingkan dengan risiko terhadap ibu.
lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain
Page
b. NICU
1) Level II
Perawatan untuk bayi risiko tinggi, seperti :
a) Bayi dengan berat lahir kurang dari 2.000 gram
b) Bayi dengan persalinan bermasalah
c) Bayi yang menderita sakit, seperti diare, infeksi dan bayi kuning yang
memerlukan terapi sinar
2) Level III
Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah perawatan untuk semua bayi
bermasalah yang memerlukan tindakan khusus, seperti pemakaian alat bantu napas
mekanik (Ventilator atau CPAP), pemberian obat-obatan tertentu yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan-tindakan lainnya yang memerlukan
18
Page
18
pemantauan ketat. Di ruang perawatan NICU , 1 (satu) orang perawat hanya
diperbolehkan menangani 1 (satu) pasien selama 24 (duapuluh empat) jam penuh.
Secara singkat beberapa peralatan yang ada di NICU yang biasa digunakan pada
bayi-bayi yang dirawat di NICU, hal ini tergantung dari berat ringannya kondisi
bayi, diantaranya :
a) Feeding Tube
Sering bayi di NICU tidak bisa mendapatkan makanan yang mereka butuhkan
melalui mulut langsung, sehingga perawat akan memasang selang kecil melalui
mulut sampai ke lambung. Sebagai jalan untuk memasukan ASI atau susu
formula.
b) Infant Warmers
Adalah tempat tidur dengan penghangat yang ada diatasnya sehingga bayi
dapat terhindar dari hipotermi.
c) Inkubator
Adalah tempat tidur kecil yang tertutup oleh plastik keras transparan, suhu di
inkubator diatur sesuai dengan kondisi bayi. Terdapat lubang disetiap samping
inkubator sebagai jalan untuk perawat dan dokter memeriksa pasien. Alat ini
biasa dipakai untuk merawat bayi prematur.
d) Jalur Infus
Sebuah kateter kecil yang fleksibel yang dimasukan kedalam pembuluh darah
vena. Hampir semua bayi yang dirawat di NICU diinfus untuk kebutuhan
cairan dan obat-obatan, biasanya di lengan atau kaki atau bahkan dapat dibuat
umbilical chateter (sebuah kateter yang dimasukan ke umbilical) pada situasi
tertentu dibutuhkan IV line yang lebih besar untuk memasukan cairan dan obat-
obatan, ini dilakukan oleh dokter pediatrik.
e) Monitor
Bayi di NICU tersambungkan ke monitor sehingga perawat NICU akan selalu
mengetahui tanda-tanda vital mereka. Dalam satu monitor dapat terekam
beberapa tanda-tanda vital, antara lain denyut nadi, pernafasan, suhu dan SpO2
(kandungan oksigen dalam darah ).
f) Alat Terapi Sinar (Foto Terapi)
Terapi sinar yang digunakan untuk bayi-bayi yang kadar bilirubinnya diatas
normal. Pada saat terapi dilakukan, seluruh pakaian bayi dilepas, kecuali
popok, kemudian mata bayi akan ditutup dengan pelindung mata khusus. Lama
terapi bergantung dari penurunan kadar bilirubin. Biasanya, kadar bilirubin
diperiksa ulang setelah 24 (dua puluh empat) jam pemakaian sinar.
g) Bubble CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)
19
Merupakan suatu alat yang mempertahankan tekanan positif pada saluran napas
Page
bayi baru lahir selama pernapasan spontan, sehingga pertukaran oksigen serta
19
CO2 di paru-paru bayi berjalan baik. Alat ini biasanya digunakan pada bayi-
bayi yang mengalami gangguan pernapasan, seperti pada bayi prematur dan
bayi-bayi yang mengalami sesak napas.
h) Ventilator
Suatu alat (mesin) yang dapat memompa dan mengatur aliran udara ke dalam
saluran napas melalui pipa (endotracheal tube) yang dimasukkan kedalam
saluran napas. Alat ini digunakan pada bayi-bayi yang mengalami gangguan
napas berat atau henti napas (apnoe), atau keadaan-keadaan maupun penyakit-
penyakit tertentu yang potensial menimbulkan gagal napas.
Gawat napas pada monatus (bayi baru lahir) merupakan salah satu penyebab
paling sering untuk perawatan di NICU. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
aspirasi mekonium (masuknya cairan ketuban yang bercampur mekonium
kedalam paru-paru bayi), penyakit membran hialin (gangguan pengembangan
paru-paru terutama pada bayi prematur), pneumonia neonatal (radang paru-
paru) dan penyakit jantung bawaan yang berat. Kondisi-kondisi lain yang
membutuhkan perawatan di NICU, antara lain : sepsis (infeksi berat),
perdarahan intrakranial , kejang dan bayi berat lahir sangat rendah (kurang dari
1.000 gram).
c. Recovery Room ( RR )
1) Semua pasien yang telah mengalami tindakan anestesi / sedasi dan pembedahan
(post op)
2) Pasien dengan indikasi operasi cito yang memerlukan perbaikan keadaan umum
3) Tujuan perawatan di recovery room adalah menjaga fungsi vital pasien dalam
keadaan / batas normal setelah pembedahan berakhir dan selama sisa anesthesia
belum sama sekali hilang serta menjaga agar pasien tidak nyeri dan atau cemas
berlebihan
4) Bila dianggap perlu pasien bisa langsung masuk dalam kriteria rawat khusus
(ICU )
5) Aspek perawatan adalah :
a) Perawatan dimulai sejak pasien dipindahkan dari kamar operasi ke ruang pulih
sadar ( RR ) sampai diserah terimakan kembali kepada perawat di ruang rawat
inap
b) Jika pasien tetap kritis pasien dimasukkan dalam kriteria / dipindahkan ke ICU
c) Tujuan keperawatan :
1} Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pulih
2} Mencegah dan sesegera mungkin mengatasi komplikasi yang terjadi
20
3} Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk menentukan saat
Page
20
2. Pasien yang masuk ke Instalasi Rawat Intensif boleh dari IGD, Poliklinik, Ruang Rawat
Inap, Kamar Operasi, Rujukan / pindahan dari RS lain dan dari dokter praktek, asalkan
sesuai dengan kriteria pasien masuk Instalasi Rawat Intensif berdasar prioritas 1,2,3 di
atas.
3. Yang menentukan pasien bisa masuk Instalasi Rawat Intensif adalah DPJP UTAMA
4. Apabila Instalasi Rawat Intensif dalam keadaan kosong, maka semua dokter
diperkenankan untuk merawat pasien di ruang Instalasi Rawat Intensif sesuai dengan
kriteria pasien masuk Instalasi Rawat Intensif berdasarkan Prioritas 1, 2, 3 diatas.
5. Indikasi Pasien Keluar Instalasi Rawat Intensif :
a. ICU
Pada pasien yang dengan terapi atau pemantauan intensif tidak diharapkan atau tidak
memberikan hasil, dan sesuai dengan prioritas yaitu :
1) Prioritas I
Dipindah apabila pasien tidak membutuhkan Rawat intensif lagi, tetapi
mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk sedikit kemungkinan bila
rawat intensif dilanjutkan misalnya : pasien yang mengalami tiga atau lebih gagal
sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif. Misalnya:
a) Pasien yang mengalami MBO (mati batang otak)
b) Pasien ARDS stadium akhir
2) Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa rawat
intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan
lagi, misalnya :
Pada pasien yang telah membaik dan cukup stabil sehingga tidak memerlukan
terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut
3) Prioritas III
Tidak ada lagi kebutuhan untuk terapi intensif jika diketahui kemungkinan untuk
pulih kembali sangat kecil dan keuntungan terapi hanya sedikit manfaatnya
misalnya :
a) Pasien dengan penyakit lanjut.
b) Pasien dengan penyakit paru kronis
c) Penyakit liver terminal
d) Metastase carcinoma.
4) Pasien yang hanya memerlukan observasi intensif saja, sedangkan ada pasien
yang lebih gawat dan lebih memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih
lanjut
21
5) Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di Instalasi Rawat
Page
2. Recovery Room ( RR )
Pasien yang dirawat di ruang pulih sadar ( Recovery Room ) boleh dipindahkan setelah
memenuhi criteria “ ALDRETTE’S SCORE” atau setelah memenuhi kriteria sebagai
berikut
a. Bila kondisi system B1-B3 sudah kembali normal secara fisiologis dan tidak ada
gangguan pada system yang lain (min 6-8 Jam post op)
b. Bila kondisi system B1-B6 belum kembali normal secara fisiologis dan perlu Ruang
ICU anaestesi / perawatan intensif (min 6-8 Jam post op)
c. Bila kondisi B1-B3 sudah kembali normal secara fisiologis dan tidak ada gangguan
pada system yang lain, untuk px rawat jalan / poloklinik / tanpa pulang / rawat jalan
MRS (min 2 jam post anastesi)
C. ALUR PELAYANAN
a. Ruang Anestesi dan RR
Pasien datang ke
RSUD
22
POLI UGD
Page
22
Pemeriksaan Pemeriksaan
penunjang penunjang
Rawat Inap
IBS
RR
PASIEN DATANG KE
RSUD
23
Page
23
IBS IGD RAWAT
INAP
PEMERIKSAAN DAN
TINDAKAN
ICU PASIEN
GAWAT
PROSEDUR PROSEDUR
PEMULASARAN RUJUK
PASIEN
DATANG KE
24
RSUD
Page
24
POLI IBS/VK
IGD RAWAT
INAP
NICU
PROSEDUR PROSEDUR
PEMULASARAN RUJUK
BAB V
LOGISTIK
Persediaan logistik untuk memberikan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi
Intensif meliputi :
25
2. Ketersediaan linen
25
3. Ketersediaan mebeleir
4. Ketersediaan bed khusus ICU
5. Ketersediaan Brancard untuk trannportasi
6. Inkubator khusus NICU
7. Ketersediaan Sembako bagi petugas
8. Ketersediaan obat emergency
9. Ketersediaan obat/cairan untuk dekontaminasi dan sterilisasi
10. Alat rumah tangga.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. DEFINISI
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien
lebih aman yang diwujudkan dalam kegiatan asesmen resiko, identifikasi dan pengolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko.
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapakan (KTD) di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan
26
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur dan tepat pasien.
e. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
f. Pengurangan risiko pasien jatuh
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien
dari cidera karena jatuh
2. Indikator Keselamatan Pasien ( IKP, Risk Manajemen, FMEA)
a. Insiden Keselamatan Pasien
1) Jenis Insiden
Setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi. Diantaranya :
a) KPC/ Kejadian Potensial Cedera
KPC adalah suatu situasi/ kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden.
b) KNC/ Kejadian Nyaris Cidera
KNC adalah Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar/ terkena pasien.
c) KTC/ Kejadian tidak Cidera
KTC adalah Insiden yang sudah terpapar tetapi tidak timbul cidera
d) KTD/ Kejadian Tidak Diharapkan
KTD adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien
e) Kejadian Sentinel ( Sentinel Event )
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
27
Page
27
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. PENGERTIAN
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat
kerja/ aktifitas karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di RSUD dr MOHAMMAD ZYN Kab.
Sampang
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
28
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
30
4. Angka kejadian luka dekubitus grade II/lebih akibat perawatan di rumah sakit
(di ICU/NICU ( 5% )
5. Angka kejadian infeksi aliran darah primer (IADP) (1,5 – 2,1 ‰ )
6. ketersediaan alat pelindung diri ( APD ) ( 100% )
7. Angka kejadian infeksi daerah operasi (IDO) ( < 5% )
8. Angka kejadianventilator associated pneumonia (VAP) ( < 4,4‰ )
9. Angka kejadian hospital aquired pneumonia ( HAP ) (<3 % )
10. Angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) ( 0,23 – 0,91 ‰ )
11. Kepatuhan penggunaan gelang identitas pasien rawat inap ( 100% )
12. Ketepatan melakukan TBAK saat memberi/ menerima instruksi verbal &
telepon( 100% )
13. Audit kepatuhan penyimpanan obat elektrolit pekat di ruang rawat ( 100% )
14. Kepatuhan pelaporan insiden pasien jatuh( 100% )
15. Audit kebenaran pelaksanaan cuci tangan sesuai dengan 6 langkah( 100%)
D. Kegiatan Evaluasi
1. Evaluasi internal
Rapat audit berupa pertemuan tim anestesia yang membahas permasalahan
layanan (termasuk informed consent, keluhan pasien, komplikasi tindakan,
efisiensi dan efektifitas layanan). Audit medik dilakukan secara berkala untuk
menilai kinerja keseluruhan pelayanan anestesia oleh komite medik.
2. Evaluasi eksternal
Lulus akreditasi rumah sakit (Standar Pelayanan Rawat Anestesi dan Terapi
intensif di Rumah Sakit) pada 16 layanan.
30
BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan di Instalai Rawat Anestesi dan terapi Intensif ini hendaknya
dijadikan acuan untuk membuat pedoman ataupun panduan panduan dalam
pelaksanaan pelayanan di Instalasi Rawat Anestesi dan Terapi Intensif RSUD dr
Mohammmad Zyn Kabupaten Sampang dibutuhkan dukungan dari semua pihak
terutama pimpinan rumah sakit agarmutu pelayanan Rawat Anestesi dan terapi
intensif dapat senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Rawat Anestesi.
4
Page
30