17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Jalan Meranti, Kampus IPB Dramaga Bogor, Jawa Barat, 16680, Indonesia
3Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI
Abstrak
Kata kunci: autokorelasi spasial, kutub pertumbuhan ekonomi, LISA, LP2B, Moran’s
Abstract
Key words: spatial autocorrelation, economic growth poles, LISA, LP2B, Moran’s
Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Tegalwaru, dan Tirtajaya), dengan luasan
Kabupaten Karawang, terdapat Kawasan LP2B lebih besar dari pada luas
pertimbangan aspek legal penguasaan tanah sawah baku tahun 2018. Secara geografis, 7
dan aspek sosial, ekonomi, serta politis lain kecamatan ini berada pada bagian utara dan
yang mempengaruhi ketetapan kawasan selatan Kabupaten Karawang yang
LP2B. Terdapat selisih antara luas sawah penggunaan lahannya didominasi dan
baku tahun 2018 dengan luas seluruh dikelilingi oleh pertanian. Diketahui pula
wilayah LP2B (97.866 ha), yaitu sebesar 4.278 bahwa kecamatan yang mengalami
ha yang berarti bahwa akan terjadi alih penurunan luasan berada pada bagian
fungsi lahan sawah. Perubahan luasan tengah Kabupaten Karawang, yang
sawah baku tahun 2018 menjadi Kawasan penggunaan lahannya didominasi oleh
LP2B untuk setiap wilayah kecamatan permukiman perkotaan dan industri, serta
diilustrasikan dalam diagram batang pada berdekatan dengan sarana transportasi
Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, terdapat primer.
anomali pada 7 kecamatan (Cibuaya,
Cilamaya Wetan, Cilebar, Pakisjaya, Pedes,
Tabel 1 (Lanjutan)
No Kecamatan Rencana LP2B (ha)
11 Karawang Barat 1.559
12 Karawang Timur 1.262
13 Klari 283
14 Kotabaru 627
15 Kutawaluya 4.638
16 Lemahabang 4.054
17 Majalaya 1.659
18 Pakisjaya 3.313
19 Pangkalan 1.784
20 Pedes 5.915
21 Purwasari 268
22 Rawamerta 4.251
23 Rengasdengklok 1.881
24 Talagasari 3.900
25 Tegalwaru 1.493
26 Telukjambe Barat 1.565
27 Telukjambe Timur 309
28 Tempuran 7.122
29 Tirtajaya 5.767
30 Tirtamulya 2.425
Jumlah 97.866
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karawang (2019)
B2 C1 C2 C1 B2 C2
B1 A B3 A B1 A B3
B4 C4 C3 C4 B4 C3
Bishop Contiguity
H1: I > 0, artinya terdapat autokorelasi hipotesis nol dan hipotesis alternatif,
spasial positif adapun keputusan yang dapat diambil
H1: I < 0, artinya terdapat autokorelasi yaitu:
spasial negatif a. Menerima Ho, bila nilai uji berada di
bawah nilai kritis atas;
Ho ditolak jika nilai Z(I) > Z(α) atau Z(I) b. Menerima Ho, bila nilai uji di atas
< -Z(α), sehingga terdapat autokorelasi nilai kritis bawah;
spasial. c. Menolak Ho, jika nilai uji dibawah
2. Penentuan nilai Z kritis (Z(α)), dihitung nilai kritis bawah;
dengan α/2 untuk derajat kepercayaan d. Menolak Ho, jika nilai uji di atas nilai
99%. kritis atas.
3. Penentuan nilai uji (Z(I)) dihitung 5. Pengidentifikasian autokorelasi yang
dengan tahapan sebagai berikut: terjadi (positif atau negatif).
a. Menghitung nilai harapan statistik 6. Penggunaan Local Indicator of Spatial
(E(I)) menggunakan rumus: Autocorrelation (LISA), yaitu
1 pengidentifikasian koefisien
𝐸(𝐼) = autokorelasi secara lokal atau korelasi
(𝑛 − 1)
spasial pada setiap daerah. Semakin
Keterangan: tinggi nilai lokal Moran’s I, memberikan
E(I) = nilai harapan Moran’s I informasi bahwa wilayah yang
berdekatan memiliki nilai yang hampir
b. Menghitung nilai variansi sama atau membentu suatu penyebaran
menggunakan rumus: yang mengelompok.
𝑛2 𝑆 1 − 𝑛𝑆 2 + 3(𝐶)2 7. Pengelompokkan dan penyebaran
𝑉𝐴𝑅(𝐼) =
(𝐶)2 (𝑛2 − 1) antarlokasi yang disajikan melalui
Moran’s Scatterplot yang menunjukkan
Dimana: hubungan antara Zstd (nilai
𝐶 = ∑𝑛𝑖=1 𝐶∑𝑛𝑗=1 𝐶𝑖𝑗
pengamatan yang distandardisasi)
Keterangan: dengan nilai rata-rata lokal yang
Cij = elemen matriks contiguity dihitung dari matriks pembobot WZstd
Ci = jumlah nilai baris ke-I (nilai rata-rata lokal yang dihitung dari
matriks contiguity matriks pembobot spasial) sebagaimana
Cj = jumlah nilai kolom ke-I pada Gambar 6. Moran’s Scatterplot
matriks contiguity terbagi menjadi 4 kuadran, Kuadran I
(High-High/HH) menunjukkan daerah
c. Menghitung nilai uji statistik yang mempunyai nilai pengamatan
menggunakan rumus: tinggi dan dikelilingi oleh daerah
𝐼 − 𝐸 (𝐼) dengan nilai pengamatan tinggi.
𝑍(𝐼) =
√𝑉𝐴𝑅(𝐼) Kuadran II (Low-High/LH)
menunjukkan daerah dengan
Keterangan: pengamatan rendah tetapi dikelilingi
I = nilai Moran’s I oleh daerah dengan nilai pengamatn
Z(I) = nilai statistik uji Moran’s I tinggi. Kuadran III (Low-Low/LL)
E(I) = nilai harapan Moran’s I menunjukkan daerah dengan nilai
VAR(I) = variansi dari Moran’s I pengamatan rendah dan dikelilingi oleh
4. Pengambilan keputusan yang mengacu daerah dengan nilai pengamatan
pada penerimaan atau penolakan rendah. Kuadran IV (High-Low/HL)
LH (Low-High) II I HH (High-High)
WZstd
Zstd
diilustrasikan dalam Gambar 8 dan Tabel 2. berdekatan memiliki nilai yang mirip dan
Hasil perhitungan autokorelasi spasial besaran luasan Kawasan LP2B di Kabupaten
dengan menggunakan metode Moran’s I, Karawang cenderung berkelompok
ditemukan parameter-parameter. Pada (clustered). Dalam analisis digunakan
tahap pertama, parameter yang dianalisis ketentuan ketetanggan berdasarkan
adalah nilai Moran’s I yaitu sebesar kecamatan, oleh karena itu kelompok yang
0,688385, nilai tersebut berada pada rentang dimaksud merupakan kecamatan yang
0 < I < 1 maka disimpulkan bahwa berkelompok berdasarkan besaran luasan
autokorelasi yang terjadi adalah Kawasan LP2B yang hampir sama.
autokorelasi spasial positif. Autokorelasi
positif mengindikasikan lokasi yang
Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2013 dalam Angka. CV. Daun Kreatif.
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Karawang.
Kabupaten Karawang 2011-2031 (Perda [BPS] Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik
RTRW) dalam mengatur fungsi kawasan di Indonesia 2019. Badan Pusat Statistik.
Kabupaten Karawang. Penetapan Kawasan Jakarta.
LP2B mengadaptasi perkembangan kutub- Kosfeld, R., & Dreger, C. (2006). Treshhold for
employment and unemployment: A Spatial
kutub pertumbuhan ekonomi non-pertanian
Analysis of German Regional Labour
secara keruangan, yang disesuaikan dengan Markets, 1992-2000. Paper in Regional
penggunaan lahan saat ini. Hal ini Science, 85(4), 523-542.
merupakan langkah positif untuk Kustiwan, I. (1997). Permasalahan konversi
menghindari pelanggaran penggunaan lahan pertanian dan implikasinya terhadap
lahan yang telah ditetapkan dalam Perda penataan ruang wilayah studi kasus:
RTRW. Penelitian ini diharapkan sebagai wilayah pantura Jawa Barat. Jurnal PWK,
langkah awal untuk menganalisis reliabilitas 8(1), 49-60.
sebuah rencana tata ruang dalam Muta’ali, L. (2015). Teknik Analisis Regional
mengadaptasi pertumbuhan wilayahnya, Untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang
dan Lingkungan. Badan Penerbit
namun demikian masih diperlukan analisis
Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
lanjutan dalam korelasi keruangan. Analisis
Peraturan Daerah Kabupaten Karawang.
lanjutan yang disarankan khususnya (2013). Rencana Tata Ruang Wilayah
dikaitkan dengan produktifitas Kawasan Kabupaten Karawang 2011-2031.
LP2B untuk merespon peran Kabupaten Peraturan Daerah Nomor: 2 Tahun 2013.
Karawang sebagai salah satu lumbung padi Bappeda Kabupaten Karawang.
nasional. Karawang.
Peraturan Daerah Kabupaten Karawang.
UCAPAN TERIMA KASIH (2018). Perlindungan Lahan Pertanian
Penulis mengucapkan terima kasih Pangan Berkelanjutan. Peraturan Daerah
kepada Kementerian Agraria dan Tata Nomor: 1 Tahun 2018. Bappeda
Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Kabupaten Karawang. Karawang.
Pertanahan Kabupaten Karawang, Dinas Pribadi, D.O., Zasada, I., Muller, K., Pauleit,
Pertanian Kabupaten Karawang, dan Badan S. (2017). Multifunctional adaption of
farmers as response to urban growth in the
Perencanaan dan Pembangunan Daerah
jabodetabek metropolitan area, indonesia.
Kabupaten Karawang, yang telah
Journal of Rural Studies, 55, 100-111.
memberikan kemudahan dalam mengakses RI (Republik Indonesia). (2007). Undang-
data yang menunjang penelitian ini. Ucapan Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Penataan Ruang. Lembaran Negara RI
Pusbindiklatren Bappenas yang telah Tahun 2007, No. 68. Sekretariat Negara.
mendanai penelitian ini. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2009). Undang-
DAFTAR PUSTAKA Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
[BPS] Badan Pusat Statistik. (1990). Statistik Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Indonesia 1990. Badan Pusat Statistik. Berkelanjutan. Lembaran Negara RI
Jakarta. Tahun 2009, No. 149. Sekretariat
[BPS] Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Negara. Jakarta.
Indonesia 2018. CV. Dharmaputra. Wahyunto. (2009). Lahan sawah di Indonesia
Jakarta. sebagai pendukung ketahanan pangan
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten nasional. Informatika Pertanian, 18(2), 133-
Karawang. (2018). Kabupaten Karawang 152.