Anda di halaman 1dari 13

DOI: 10.24114/jg.v12i02.

17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

ANALISIS POLA SPASIAL PERSEBARAN


KAWASAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN KARAWANG

Ranti Marinda1, Santun R.P. Sitorus2, Didit Okta Pribadi3


1Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Faperta, Institut Pertanian Bogor
Jalan Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, 16680, Indonesia
2Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta, Institut Pertanian Bogor

Jalan Meranti, Kampus IPB Dramaga Bogor, Jawa Barat, 16680, Indonesia
3Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI

Jalan Ir H Juanda No 13, Bogor Tengah, Jawa Barat, 16122, Indonesia


e-mail: ranti.marinda@gmail.com

Diterima: 28 Maret 2020, Direvisi: 03 April 2020, Disetujui: 20 Juni 2020

Abstrak

Kabupaten Karawang merupakan contoh wilayah yang menghadapi dualisme peran


sebagai hinterland 2 kawasan metropolitan (Jabodetabek dan Cekungan Bandung)
sekaligus sebagai salah satu lumbung padi nasional. Penetapan rencana tata ruang dan
penetapan luasan serta lokasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) telah
dilakukan untuk merespon dualisme peran tersebut. Penetapan Kawasan LP2B menjadi
menarik untuk diteliti, khususnya terkait persebaran pola spasialnya melalui metode
autokorelasi spasial. Penelitian ini bertujuan untuk dapat menunjukkan pola hubungan
atau korelasi antarlokasi, serta menganalisis faktor-faktor pendorong terjadinya korelasi
tersebut. Analisis autokorelasi spasial yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa
terdapat autokorelasi spasial bersifat positif dengan pola sebaran mengelompok (clustered),
yang didefinisikan dalam 2 tipologi hubungan pengelompokan yaitu high-high dan low-
low. Hubungan yang terjadi pada persebaran luasan Kawasan LP2B ini membuktikan
adanya pengaruh rencana tata ruang dalam mengatur fungsi kawasan di Kabupaten
Karawang. Penetapan Kawasan LP2B telah mengadaptasi perkembangan kutub-kutub
pertumbuhan ekonomi non-pertanian secara keruangan, yang disesuaikan dengan
penggunaan lahan saat ini.

Kata kunci: autokorelasi spasial, kutub pertumbuhan ekonomi, LISA, LP2B, Moran’s

Abstract

Karawang Regency faces dualism as a hinterland of 2 metropolitan area (Jabodetabek and


Cekungan Bandung), as well as a national rice barn. Determination of the spatial plan and
determination of the extent and location of the distribution of Sustainable Food
Agricultural Land (LP2B) has been carried out to respond the role dualism. The
determination of LP2B area is interesting to study, especially in relation to the spatial
pattern distribution through the spatial autocorrelation method. This study aims to be able
to show the pattern of relationships or correlations between locations, and analyze the
driving factors of correlation. Spatial autocorrelation analysis concluded that there is a
positive spatial autocorrelation with clustered patterns, which are defined in 2 typologies
of grouping relationships namely high-high and low-low. The relationship that occurred in
the distribution of LP2B area proved the influence of spatial plan in regulating the function

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 161


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

of area in Karawang Regency. Establishment of the LP2B Area adapted non-agricultural


economic growth poles, which are adapted to current land use.

Key words: spatial autocorrelation, economic growth poles, LISA, LP2B, Moran’s

PENDAHULUAN peran dan fungsi strategis bagi masyarakat


Merujuk pada ketentuan Indonesia yang bercorak agraris karena
menimbang yang pertama dalam Undang- penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas,
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang paling banyak menggantungkan hidup pada
Penataan Ruang, lahan dipandang sebagai sektor pertanian yaitu sebesar 28,8% (BPS RI,
suatu sumberdaya yang perlu mendapat 2019).
pengelolaan secara bijaksana agar berdaya Kabupaten Karawang merupakan
guna dan berhasil guna dengan berpedoman contoh wilayah yang menghadapi dualisme
pada kaidah penataan ruang, sehingga peran sebagai hinterland 2 kawasan
kualitas ruang pada suatu wilayah dapat metropolitan (Jabodetabek dan Cekungan
terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya Bandung) sekaligus sebagai salah satu
kesejahteraan umum dan keadilan sosial lumbung padi nasional. Peran tersebut
sesuai landasan konstitusional Undang- menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi
Undang Dasar Negara Republik Indonesia perkembangan wilayahnya, baik dalam hal
Tahun 1945. Luasan lahan tidak akan sosial, ekonomi, maupun fisik lingkungan.
bertambah namun kualitas lahan dapat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
menurun akibat tindakan eksploitatif Kabupaten Karawang menyadari kenyataan
manusia, serta jumlah penduduk yang akan tersebut, sehingga berusaha bersinergi
terus bertambah termasuk kebutuhannya. dalam melaksanakan amanat Undang-
Hal ini menyadarkan para pihak untuk Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
melakukan penyelenggaraan penataan Penataan Ruang dan Undang-Undang
ruang yang transparan, efektif, dan Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
partisipatif agar terwujud ruang hidup yang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
aman, nyaman, produktif, dan salah satunya melalui penetapan rencana
berkelanjutan. tata ruang termasuk penyusunan instrumen
Lahan yang kerap kali terancam pengendalian pemanfaatan ruang, serta
untuk berubah fungsi sebagai akibat dari penetapan luasan dan lokasi persebaran
desakan kebutuhan manusia adalah lahan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
pertanian. Menurut Kustiwan (1997) dan (LP2B).
Wahyunto (2009), terjadi penurunan luas Data luas sawah baku tahun 2018
baku lahan sawah di Indonesia yang berdasarkan data SK Menteri Agraria dan
signifikan dalam kurun waktu 25 tahun Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
(1984-2009) dan dipastikan terus menurun Nasional No. 399/Kep-23.3/X/2018 tentang
dari angka sekitar 8,3 juta ha pada tahun Persebaran Luasan Sawah Baku Indonesia
1990 menjadi 7,1 juta ha pada tahun 2018 Tahun 2018 (Gambar 1), digunakan sebagai
(BPS RI, 1990 dan 2018). Lahan sawah selalu basis data dalam menyusun rencana
menjadi sasaran utama dalam kasus alih kawasan LP2B sebagaimana merupakan
fungsi lahan, karena sewa tanah (land rent) peraturan turunan dari Peraturan Daerah
pertanian senantiasa paling rendah Kabupaten Karawang Nomor 1 Tahun 2018
dibanding sewa tanah (land rent) aktivitas tentang Perlindungan Lahan Pertanian
sektor non pertanian (Pribadi et al., 2017). Pangan Berkelanjutan (Gambar 2). Luas
Sementara itu, lahan pertanian memiliki sawah baku tahun 2018 sebesar 102.144 ha.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 162


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Tegalwaru, dan Tirtajaya), dengan luasan
Kabupaten Karawang, terdapat Kawasan LP2B lebih besar dari pada luas
pertimbangan aspek legal penguasaan tanah sawah baku tahun 2018. Secara geografis, 7
dan aspek sosial, ekonomi, serta politis lain kecamatan ini berada pada bagian utara dan
yang mempengaruhi ketetapan kawasan selatan Kabupaten Karawang yang
LP2B. Terdapat selisih antara luas sawah penggunaan lahannya didominasi dan
baku tahun 2018 dengan luas seluruh dikelilingi oleh pertanian. Diketahui pula
wilayah LP2B (97.866 ha), yaitu sebesar 4.278 bahwa kecamatan yang mengalami
ha yang berarti bahwa akan terjadi alih penurunan luasan berada pada bagian
fungsi lahan sawah. Perubahan luasan tengah Kabupaten Karawang, yang
sawah baku tahun 2018 menjadi Kawasan penggunaan lahannya didominasi oleh
LP2B untuk setiap wilayah kecamatan permukiman perkotaan dan industri, serta
diilustrasikan dalam diagram batang pada berdekatan dengan sarana transportasi
Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, terdapat primer.
anomali pada 7 kecamatan (Cibuaya,
Cilamaya Wetan, Cilebar, Pakisjaya, Pedes,

Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang, BPN (2018)


Gambar 1. Peta Persebaran Sawah Baku Tahun 2018

Luasan Lahan Pertanian Pangan senantiasa kurang diuntungkan karena


Berkelanjutan (LP2B) yang telah nilai jual produknya yang relatif lebih
ditetapkan secara legal dianggap sebagai murah jika dibandingkan sumber pangan
bentuk jaminan hak atas pangan bagi lainnya.
setiap warga negara Indonesia, namun Penetapan Kawasan LP2B oleh
demikian hal ini kontradiktif jika dinilai Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang
dari sudut pandang sumber pekerjaan dan menjadi menarik untuk diteliti, khususnya
penghidupan yang layak bagi petani atau terkait persebaran pola spasialnya.
pihak-pihak yang mengusahakan lahan Relevansi penetapan kawasan tersebut
pertanian. Petani menjadi pihak yang terhadap tekanan aktifitas perekonomian

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 163


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

non-pertanian yang tumbuh di Kabupaten Penelitian ini bertujuan untuk dapat


Karawang memerlukan analisis secara menunjukkan pola hubungan atau korelasi
keruangan. Metode yang dipilih dalam antar lokasi, serta menganalisis faktor-
menganalisis pola spasial Kawasan LP2B faktor pendorong terjadinya korelasi
ini yaitu metode autokorelasi spasial. tersebut.

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karawang (2019)


Gambar 2. Peta Rencana LP2B Kabupaten Karawang

Gambar 3. Perubahan Luasan Sawah Baku Tahun 2018


Menjadi Kawasan LP2B Berdasarkan Wilayah Kecamatan

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 164


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

METODE PENELITIAN Kabupaten Subang di bagian timur,


Wilayah dan Data Penelitian Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Penelitian ini dilakukan di Purwakarta di bagian selatan, serta
Kabupaten Karawang yang lokasinya Kabupaten Bekasi di bagian barat. Penelitian
berada pada bagian utara Provinsi Jawa ini menggunakan jenis data sekunder yang
Barat yang secara geografis terletak antara bersumber dari Badan Perencanaan dan
107o02` - 107o40` Bujur Timur dan 5o56` - Pembangunan Daerah dan Kantor
6o34` Lintang Selatan. Kabupaten Karawang Pertanahan Kabupaten Karawang. Data
terdiri atas 30 kecamatan (Gambar 4). Luas tersebut terdiri atas data peta administrasi
wilayah Kabupaten Karawang yaitu 175.327 wilayah Kabupaten Karawang dan peta
ha atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat rencana Kawasan LP2B, termasuk data
(BPS Kabupaten Karawang, 2018). Secara luasan LP2B pada masing-masing
geografis, Kabupaten Karawang berbatasan kecamatan (Tabel 1).
dengan Laut Jawa di bagian utara,

Gambar 4 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Karawang

Tabel 1. Luasan Kawasan LP2B Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karawang


No Kecamatan Rencana LP2B (ha)
1 Banyusari 4.305
2 Batujaya 4.788
3 Ciampel 67
4 Cibuaya 7.546
5 Cikampek -
6 Cilamaya Kulon 5.246
7 Cilamaya Wetan 5.825
8 Cilebar 5.884
9 Jatisari 3.935
10 Jayakerta 3.312

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 165


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Tabel 1 (Lanjutan)
No Kecamatan Rencana LP2B (ha)
11 Karawang Barat 1.559
12 Karawang Timur 1.262
13 Klari 283
14 Kotabaru 627
15 Kutawaluya 4.638
16 Lemahabang 4.054
17 Majalaya 1.659
18 Pakisjaya 3.313
19 Pangkalan 1.784
20 Pedes 5.915
21 Purwasari 268
22 Rawamerta 4.251
23 Rengasdengklok 1.881
24 Talagasari 3.900
25 Tegalwaru 1.493
26 Telukjambe Barat 1.565
27 Telukjambe Timur 309
28 Tempuran 7.122
29 Tirtajaya 5.767
30 Tirtamulya 2.425
Jumlah 97.866
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karawang (2019)

Analisis Data Spasial dimana unit B1, B2, B3, dan B4


Penelitian ini akan menggunakan merupakan tetangga dari unit A.
peta persebaran LP2B di Kabupaten 2. Bishop Contiguity
Karawang dengan unit analisis batas Daerah pengamatannya ditentukan
administratif kecamatan (Gambar 4). Peta berdasarkan sudut-sudut yang saling
digunakan untuk menentukan hubungan bersinggungan dan bagian sisi tidak
kedekatan antar kecamatan di Kabupaten diperhitungkan. Ilustrasi untuk Bishop
Karawang, dengan demikian akan lebih Contiguity dilihat pada Gambar 5,
mudah memberikan pembobotan pada dimana unit C1, C2, C3, dan C4
masing-masing lokasi atau kecamatan. merupakan tetangga dari unit A.
Kabupaten Karawang terdiri atas 30 3. Queen Contiguity
kecamatan, sehingga matriks pembobotan Daerah pengamatannya ditentukan
akan berukuran 30 x 30. Menurut Kosfeld berdasarkan sisi-sisi yang saling
dan Dreger (2006), grid umum ketetanggaan bersinggungan dan bagian sudut juga
dapat didefinsikan dalam 3 cara, yaitu: diperhitungkan. Ilustrasi untuk Queen
1. Rook Contiguity Contiguity dapat dilihat pada Gambar
Daerah pengamatannya ditentukan 5, dimana unit B1, B2, B3, dan B4 serta
berdasarkan sisi-sisi yang saling C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga
bersinggungan dan bagian sudut tidak dari unit A.
diperhitungkan. Ilustrasi Rook
Contiguity dilihat pada Gambar 5,

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 166


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Rook Contiguity Queen Contiguity

B2 C1 C2 C1 B2 C2

B1 A B3 A B1 A B3

B4 C4 C3 C4 B4 C3

Bishop Contiguity

Gambar 5. Grid Umum Ketetanggaan

Model matriks pembobotan yang ̅


X = rata-rata jumlah variabel
dipilih dalam penelitian ini adalah Rook Wij = elemen pada pembobotan antara
Contiguity dan cara memperoleh matriks daerah i dan daerah j
pembobotan spasial berdasarkan standardize
contiguity matrix W (matriks pembobotan Nilai I yang diperoleh dari hasil
standarisasi), yaitu dengan memberikan perhitungan autokorelasi dapat
nilai atau bobot yang sama rata terhadap mengindikasikasikan pola feature yang
tetangga terdekat dan yang lainnya diberi terbentuk, yaitu: (1) jika I > 0 maka pola yang
bobot nol. Berdasarkan matriks pembobotan terbentuk adalah berkelompok (clustered)
spasial, dapat diketahui jumlah tetangga berarti terdapat banyak kemiripan nilai
lokasi yang dimiliki oleh masing-masing pada feature; (2) jika I < 0 maka pola yang
kecamatan. terbentuk adalah acak (random) berarti pola
Langkah yang dilakukan berikutnya feature tidak jelas; dan (3) jika I = 0 maka pola
yaitu perhitungan nilai indeks Moran yang terbentuk adalah menyebar (dispersed)
(Moran’s I). Metode perhitungan Moran’s I berarti nilai feature yang tinggi dan rendah
dalam analisis Autokorelasi Spasial dapat menyebar dalam data (Hernawati dan
diaplikasikan untuk mendeteksi feature Ardiansyah, 2017).
spasial dengan tujuan mengindikasikan Selain dapat mengetahui pola feature
bentuk pola spasial yang berkelompok yang terbentuk dari nilai Moran’s I, hasil
(clustered), menyebar (dispersed), atau acak perhitungan juga dipergunakan untuk
(random). Moran’s I menghitung perbedaan menghitung autokorelasi spasial. Ada atau
antara nilai sebuah feature dengan nilai rata- tidaknya autokorelasi spasial dalam sebuah
rata untuk semua feature dan perbedaan data diuji melalui uji statistik Moran’s I
antara nilai feature pada masing-masing dengan memasukkan nilai harapannya.
tetangga terhadap nilai rata-rata. Formulasi Berdasarkan penelitian Hernawati dan
rumusnya sebagai berikut: Ardiansyah (2017), tahapan uji statistik
tersebut sebagai berikut:
𝑁 ∑𝑖∑𝑗 𝑊𝑖𝑗 (𝑋𝑖 − 𝑋̅)(𝑋𝑗 − 𝑋̅) 1. Penentuan hipotesis nol (Ho) dan
I=
∑𝑖 ∑𝑗 𝑊𝑖𝑗 ∑𝑖(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2 hipotesis alternatif, hipotesis uji satu
Keterangan: arah autokorelasi spasial yaitu:
I = nilai Moran’s I Ho: I = 0, artinya tidak ada autokorelasi
N = banyaknya lokasi kejadian spasial
Xi = nilai pada lokasi i Untuk hipotesis alternatifnya yaitu:
Xj = nilai pada lokasi j

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 167


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

H1: I > 0, artinya terdapat autokorelasi hipotesis nol dan hipotesis alternatif,
spasial positif adapun keputusan yang dapat diambil
H1: I < 0, artinya terdapat autokorelasi yaitu:
spasial negatif a. Menerima Ho, bila nilai uji berada di
bawah nilai kritis atas;
Ho ditolak jika nilai Z(I) > Z(α) atau Z(I) b. Menerima Ho, bila nilai uji di atas
< -Z(α), sehingga terdapat autokorelasi nilai kritis bawah;
spasial. c. Menolak Ho, jika nilai uji dibawah
2. Penentuan nilai Z kritis (Z(α)), dihitung nilai kritis bawah;
dengan α/2 untuk derajat kepercayaan d. Menolak Ho, jika nilai uji di atas nilai
99%. kritis atas.
3. Penentuan nilai uji (Z(I)) dihitung 5. Pengidentifikasian autokorelasi yang
dengan tahapan sebagai berikut: terjadi (positif atau negatif).
a. Menghitung nilai harapan statistik 6. Penggunaan Local Indicator of Spatial
(E(I)) menggunakan rumus: Autocorrelation (LISA), yaitu
1 pengidentifikasian koefisien
𝐸(𝐼) = autokorelasi secara lokal atau korelasi
(𝑛 − 1)
spasial pada setiap daerah. Semakin
Keterangan: tinggi nilai lokal Moran’s I, memberikan
E(I) = nilai harapan Moran’s I informasi bahwa wilayah yang
berdekatan memiliki nilai yang hampir
b. Menghitung nilai variansi sama atau membentu suatu penyebaran
menggunakan rumus: yang mengelompok.
𝑛2 𝑆 1 − 𝑛𝑆 2 + 3(𝐶)2 7. Pengelompokkan dan penyebaran
𝑉𝐴𝑅(𝐼) =
(𝐶)2 (𝑛2 − 1) antarlokasi yang disajikan melalui
Moran’s Scatterplot yang menunjukkan
Dimana: hubungan antara Zstd (nilai
𝐶 = ∑𝑛𝑖=1 𝐶∑𝑛𝑗=1 𝐶𝑖𝑗
pengamatan yang distandardisasi)
Keterangan: dengan nilai rata-rata lokal yang
Cij = elemen matriks contiguity dihitung dari matriks pembobot WZstd
Ci = jumlah nilai baris ke-I (nilai rata-rata lokal yang dihitung dari
matriks contiguity matriks pembobot spasial) sebagaimana
Cj = jumlah nilai kolom ke-I pada Gambar 6. Moran’s Scatterplot
matriks contiguity terbagi menjadi 4 kuadran, Kuadran I
(High-High/HH) menunjukkan daerah
c. Menghitung nilai uji statistik yang mempunyai nilai pengamatan
menggunakan rumus: tinggi dan dikelilingi oleh daerah
𝐼 − 𝐸 (𝐼) dengan nilai pengamatan tinggi.
𝑍(𝐼) =
√𝑉𝐴𝑅(𝐼) Kuadran II (Low-High/LH)
menunjukkan daerah dengan
Keterangan: pengamatan rendah tetapi dikelilingi
I = nilai Moran’s I oleh daerah dengan nilai pengamatn
Z(I) = nilai statistik uji Moran’s I tinggi. Kuadran III (Low-Low/LL)
E(I) = nilai harapan Moran’s I menunjukkan daerah dengan nilai
VAR(I) = variansi dari Moran’s I pengamatan rendah dan dikelilingi oleh
4. Pengambilan keputusan yang mengacu daerah dengan nilai pengamatan
pada penerimaan atau penolakan rendah. Kuadran IV (High-Low/HL)

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 168


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

menunjukkan daerah dengan nilai banyak menempatkan pengamatan di


pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh kuadran HL dan LH akan cenderung
daerah dengan nilai pegamatan rendah. mempunyai nilai autokorelasi spasial
Moran’s Scatterplot yang banyak yang negatif. Untuk memperjelas hasil
menempatkan hasil pengamatan di analisis, maka posisi masing-masing
kuadran HH dan kuadran LL akan pengamatan pada Moran’s Scatterplot
cenderung mempunyai nilai dapat dipetakan pada masing-masing
autokorelasi spasial yang positif. letak geografis dalam suatu peta
Sedangkan Moran’s Scatterplot yang tematik.

LH (Low-High) II I HH (High-High)
WZstd

LL (Low-Low) III IV HL (High-Low)

Zstd

Gambar 6. Ilustrasi nilai Zstd dan WZstd pada Moran’s Scatterplot

HASIL DAN PEMBAHASAN yang termasuk dalam klasifikasi luasan


Analisis Deskriptif Terhadap Data sedang (2.431 – 4.861 ha) terdiri atas 11
Berdasarkan data luasan Kawasan kecamatan yaitu Pakisjaya, Batujaya,
LP2B sebagaiaman dimuat dalam Tabel 1, Jayakerta, Kutawaluya, Rawamerta,
dapat diketahui bahwa pada 30 kecamatan Talagasari, Lemahabang, Tirtamulya,
di Kabupaten Karawang memiliki data yang Banyusari, Jatisari, dan Tegalwaru.
beragam, dengan rata-rata luasan 3.255 Kecamatan-kecamatan tersebut berada pada
hektar per-kecamatan. Secara spasial bagian tengah-utara di Kabupaten
klasifikasi persebaran luasan LP2B disajikan Karawang. Klasifikasi luasan tinggi (> 4.862
daalam Gambar 7. Kecamatan-kecamatan ha) terdiri atas 7 kecamatan yaitu Tirtajaya,
yang termasuk dalam klasifikasi luasan Cibuaya, Pedes, Cilebar, Tempuran,
rendah (< 2.430 ha) terdiri atas 12 kecamatan Cilamaya Kulon, dan Cilamaya Wetan.
yaitu Rengasdengklok, Karawang Barat, Kecamatan-kecamatan tersebut berada pada
Karawang Timur, Majalaya, Klari, bagian utara di Kabupaten Karawang.
Purwasari, Cikampek, Kotabaru, Ciampel,
Telukjambe Timur, Telukjambe Barat, dan Hasil Perhitungan Autokorelasi Spasial
Pangkalan. Kecamatan-kecamatan tersebut Hasil yang diperoleh dari penelitian
berada pada bagian tengah-selatan di ini yaitu berupa informasi mengenai
Kabupaten Karawang, yang berdekatan kecamatan-kecamatan yang berada di
dengan penggunaan lahan Kabupaten Karawang yang memiliki luasan
industri/direncanakan menjadi kawasan Kawasan LP2B saling berkorelasi antara satu
industri, penggunaan lahan kecamatan dengan yang lainnya.
permukiman/direncanakan menjadi Berdasarkan data luasan Kawasan LP2B
kawasan permukiman perkotaan, dan dimaksud, terbentuk pola-pola
berdekatan dengan sarana transportasi mengelompok pada lokasi tertentu. Hasil
primer. Sementara kecamatan-kecamatan perhitungan autokorelasi spasial

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 169


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

diilustrasikan dalam Gambar 8 dan Tabel 2. berdekatan memiliki nilai yang mirip dan
Hasil perhitungan autokorelasi spasial besaran luasan Kawasan LP2B di Kabupaten
dengan menggunakan metode Moran’s I, Karawang cenderung berkelompok
ditemukan parameter-parameter. Pada (clustered). Dalam analisis digunakan
tahap pertama, parameter yang dianalisis ketentuan ketetanggan berdasarkan
adalah nilai Moran’s I yaitu sebesar kecamatan, oleh karena itu kelompok yang
0,688385, nilai tersebut berada pada rentang dimaksud merupakan kecamatan yang
0 < I < 1 maka disimpulkan bahwa berkelompok berdasarkan besaran luasan
autokorelasi yang terjadi adalah Kawasan LP2B yang hampir sama.
autokorelasi spasial positif. Autokorelasi
positif mengindikasikan lokasi yang

Gambar 7. Tingkat Persebaran Luasan Kawasan LP2B


di Kabupaten Karawang

Gambar 8. Hasil Perhitungan Autokorelasi Spasial


Menggunakan Moran’s I

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 170


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Tabel 2. Uji Statistik Moran’s I pada Persebaran Luasan Kawasan LP2B


Nilai
Variansi Z-score Z-kritis
Moran’s I Harapan P-value Uji Statistik
(VAR(I)) (Z(I)) (Z(α))
(E(I))
4,903098> 2,58  Z(I) > Z(α)
Maka Ho ditolak
0,688385 - 0,034483 0,021736 4,903098 2,58 0,000001
0,688385 > 0
Maka H1 diterima
Sumber : Pengolahan Data, 2020

Setelah mengetahui hasil


perhitungan dalam autokorelasi spasial, kita 1. Moran’s Scatterplot
dapat melakukan uji statistik persebaran Pada Moran’s Scatterplot tersusun oleh 2
luasan Kawasan LP2B. Berdasarkan nilai P- (dua) variabel, yaitu Zstd (nilai
value dapat dilihat signifikansi pengaruh pengamatan yang distandardisasi) dan
antardaerah secara spasial, yang dalam WZstd (nilai rata-rata lokal yang
penelitian ini uji statistik dilakukan pada dihitung dari matriks pembobot
tingkat signifikansi 5% (0,05). Dari hasil uji spasial). Zstd berupa jumlah luasan
statistik didapatkan P-value sebesar Kawasan LP2B berdasarkan kecamatan
0,000001, yaitu kurang dari α = 0,05, yang telah distandardisasi dan WZstd
sehingga disimpulkan bahwa daerah- berupa rata-rata pembobotan dari
daerah yang menjadi obyek penelitian jumlah luasan Kawasan LP2B
memberikan pengaruh spasial secara berdasarkan kecamatan. Pada Gambar 9
signifikan. Analisis yang dilakukan tampak titik-titik yang tersebar pada 4
selanjutnya yaitu pengujian hipotesis, (empat) kuadran yang berbeda.
didapatkan bahwa nilai Moran’s I ≠ 0 maka Persebaran titik dimaksud sebagian
Ho ditolak namun H1 diterima. Sementara besar berada di sekitar slope, artinya
itu penguian hipotesis selanjutnya dengan standar deviasi dari data yang
memerhatikan nilai Z-score (Z(I)) dan Z- digunakan dalam penelitian ini cukup
kritis (Z(α)), yang dalam penelitian ini kecil, sehingga signifikan dalam
dihasilkan bahwa Z(I) > Z(α) disimpulkan menunjukkan ketetanggaan spasial.
sebagai penolakan Ho, yaitu bahwa Titik-titik yang tersebar, terlihat jumlah
berdasarkan data spasial yang dianalisis, yang seimbang berkelompok pada
terjadi autokorelasi spasial. kuadran I (High-High) dan kuadran III
Setelah melakukan pengujian (Low-Low).
autokorelasi spasial secara global
menggunakan Moran’s I, perlu dilakukan
pengujian secara lokal untuk melihat lokasi II I
mana saja yang memiliki autokorelasi
spasial. Dalam penelitian ini, pengujian
secara lokal dilakukan dengan
menggunakan analisis Local Indicator of
Spatial Autocorrelation (LISA) dan II I
pembobotan yang dipilih adalah Rook
Contiguity, yang kemudian didapatkan 2
(dua) hasil analisis, yaitu: Gambar 9. Moran’s Scatterplot Persebaran
Luasan Kawasan LP2B

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 171


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

2. LISA Cluster Map b. Kuadran II (Low-High): kecamatan


Setelah mengetahui persebaran luasan yang didefinisikan dalam nilai ini
Kawasan LP2B yang terklasterisasi tidak ada.
dalam kuadran sifat ketanggaan, kita c. Kuadran III (Low-Low): kecamatan
juga dapat mengetahui pola spasial yang didefinisikan dalam nilai ini
persebarannya yang divisualisasikan terdiri atas 6 kasus, yaitu
dalam peta (Gambar 10). Hasil sebaran Telukjambe Barat, Telukjambe
nilai-nilai dalam pengamatan adalah Timur, Karawang Timur, Ciampel,
sebagai berikut: Klari, dan Cikampek. Kecamatan-
a. Kuadran I (High-High): kecamatan kecamatan tersebut memiliki
yang didefinisikan dalam nilai ini jumlah luasan Kawasan LP2B
terdiri atas 6 kasus, yaitu Pedes, rendah dan dikelilingi oleh
Jayakerta, Cilebar, Tempuran, kecamatan lain yang memiliki
Cilamaya Kulon, dan Cilamaya jumlah luasan Kawasan LP2B yang
Wetan. Kecamatan-kecamatan rendah pula.
tersebut memiliki jumlah luasan d. Kuadran IV (High-Low): kecamatan
Kawasan LP2B tinggi dan yang didefinisikan dalam nilai ini
dikelilingi oleh kecamatan lain tidak ada.
yang memiliki jumlah luasan
Kawasan LP2B yang tinggi pula.

Gambar 10. Klasterisasi Pola Persebaran Spasial


Luasan Kawasan LP2B

KESIMPULAN mengelompok (clustered), yang didefinisikan


Analisis autokorelasi spasial dalam 2 tipologi hubungan pengelompokan
terhadap persebaran luasan Kawasan LP2B yaitu high-high dan low-low. Hubungan yang
di Kabupaten Karawang, menghasilkan terjadi pada persebaran luasan Kawasan
kesimpulan bahwa terdapat autokorelasi LP2B ini membuktikan adanya pengaruh
spasial bersifat positif dengan pola sebaran rencana pola ruang dalam Peraturan Daerah

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 172


DOI: 10.24114/jg.v12i02.17646
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167

Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2013 dalam Angka. CV. Daun Kreatif.
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Karawang.
Kabupaten Karawang 2011-2031 (Perda [BPS] Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik
RTRW) dalam mengatur fungsi kawasan di Indonesia 2019. Badan Pusat Statistik.
Kabupaten Karawang. Penetapan Kawasan Jakarta.
LP2B mengadaptasi perkembangan kutub- Kosfeld, R., & Dreger, C. (2006). Treshhold for
employment and unemployment: A Spatial
kutub pertumbuhan ekonomi non-pertanian
Analysis of German Regional Labour
secara keruangan, yang disesuaikan dengan Markets, 1992-2000. Paper in Regional
penggunaan lahan saat ini. Hal ini Science, 85(4), 523-542.
merupakan langkah positif untuk Kustiwan, I. (1997). Permasalahan konversi
menghindari pelanggaran penggunaan lahan pertanian dan implikasinya terhadap
lahan yang telah ditetapkan dalam Perda penataan ruang wilayah studi kasus:
RTRW. Penelitian ini diharapkan sebagai wilayah pantura Jawa Barat. Jurnal PWK,
langkah awal untuk menganalisis reliabilitas 8(1), 49-60.
sebuah rencana tata ruang dalam Muta’ali, L. (2015). Teknik Analisis Regional
mengadaptasi pertumbuhan wilayahnya, Untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang
dan Lingkungan. Badan Penerbit
namun demikian masih diperlukan analisis
Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
lanjutan dalam korelasi keruangan. Analisis
Peraturan Daerah Kabupaten Karawang.
lanjutan yang disarankan khususnya (2013). Rencana Tata Ruang Wilayah
dikaitkan dengan produktifitas Kawasan Kabupaten Karawang 2011-2031.
LP2B untuk merespon peran Kabupaten Peraturan Daerah Nomor: 2 Tahun 2013.
Karawang sebagai salah satu lumbung padi Bappeda Kabupaten Karawang.
nasional. Karawang.
Peraturan Daerah Kabupaten Karawang.
UCAPAN TERIMA KASIH (2018). Perlindungan Lahan Pertanian
Penulis mengucapkan terima kasih Pangan Berkelanjutan. Peraturan Daerah
kepada Kementerian Agraria dan Tata Nomor: 1 Tahun 2018. Bappeda
Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Kabupaten Karawang. Karawang.
Pertanahan Kabupaten Karawang, Dinas Pribadi, D.O., Zasada, I., Muller, K., Pauleit,
Pertanian Kabupaten Karawang, dan Badan S. (2017). Multifunctional adaption of
farmers as response to urban growth in the
Perencanaan dan Pembangunan Daerah
jabodetabek metropolitan area, indonesia.
Kabupaten Karawang, yang telah
Journal of Rural Studies, 55, 100-111.
memberikan kemudahan dalam mengakses RI (Republik Indonesia). (2007). Undang-
data yang menunjang penelitian ini. Ucapan Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Penataan Ruang. Lembaran Negara RI
Pusbindiklatren Bappenas yang telah Tahun 2007, No. 68. Sekretariat Negara.
mendanai penelitian ini. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2009). Undang-
DAFTAR PUSTAKA Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
[BPS] Badan Pusat Statistik. (1990). Statistik Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Indonesia 1990. Badan Pusat Statistik. Berkelanjutan. Lembaran Negara RI
Jakarta. Tahun 2009, No. 149. Sekretariat
[BPS] Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Negara. Jakarta.
Indonesia 2018. CV. Dharmaputra. Wahyunto. (2009). Lahan sawah di Indonesia
Jakarta. sebagai pendukung ketahanan pangan
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten nasional. Informatika Pertanian, 18(2), 133-
Karawang. (2018). Kabupaten Karawang 152.

Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020 A n a l i s i s P o l a| 173

Anda mungkin juga menyukai