DosenPengampu :
Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmatnya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalh ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah Evaluasi keseuaian potensi lahan pertanian pangan
berkelanjutan terhadap rencana tata ruang wilayah persawahan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebsar besarnya
kepada dosen mata kuliah Survey dan evaluasi lahan yang telah memberikan kami
tugas ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalh ini
dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Pertanian merupakan sector strategis yang memiliki peran penting dalam
perekonomian dan ketahanan pangan. Namun demikian, dari waktu kewaktu lahan
pertanian semakin tergerus akibat dari alih fungsi lahan (Supratiknodkk. 2016;
Utami 2019). Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
menunjukkan bahwa dari tahun 2013-2019 terjadi penyusutan lahan sawah seluas
287.000 ha. Pada tahun 2013 luas baku lahan sawah nasional ± 7,75 juta hektar
sedangkan luas baku lahan sawah nasional tahun 2019 ± 7,46 juta hektar (Djalil
2020). Alih fungsi lahan ini disebabkan oleh berbagai macam hal kebutuhan manusia,
yaitu kebutuhan akan tempat tinggal, pembangunan, dan berbagai macam kegiatan
penunjang kehidupan lainnya. Putri (2015) dalam analisisnya mengungkapkan
faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian
khususnya di wilayah kota di ProvinsiJawa Tengah adalah jumlah penduduk, luas
lahan perumahan, jumlah industri, serta produk domestik regional bruto. Sutaryono
(2016) memaparkan bahwa alih fungsi lahan pertanian berdampak pada: (1)
hilangnya lahan pertanian produktif, yang tentunya sangat bertolak belakang dengan
cita-cita swasembada pangan; (2) semakin meningkatnya ketergantungan terhadap
impor pangan; (3) harga pangan semakin tinggi; (4) lapangan pekerjaan di sector
pertanian berkurang; (5) semakin meningkatnya jumlah buruh tani dan petani tanpa
tanah; dan (6) meningkatnya kerentanan sosial dan pengangguran di perdesaan. Data
BPS menunjukkan bahwa produksi padi nasional pada tahun 2019 menurun sebanyak
4,59 juta ton (7,76%) dibandingkan dengan tahun 2018. Sementara itu,kecenderungan
impor beras Indonesia cukup tinggi.
Alih fungsi lahan pertanian menimbulkan dampak begitu luas di berbagai
bidang, oleh karenanya diperlukan upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju
alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian. Undang-UndangNomor 41 Tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU No. 41/2009)
yang merupakan dasar utama dalam usaha mengamankan lahan sawah untuk produksi
pangan, perlu dijabarkan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah sebagaimana
ditentukan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun usulan perencanaan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Pemerintah Kota Magelang melalui Peraturan Daerah Kota Magelang No. 4
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang(RTRW) Tahun
2011-2031 (Perda No. 4/2012), menetapkan kawasan peruntukkan pertanian irigasi
sebagai LP2B Daerah seluas 120 ha. Sementara itu, Saptoko (2019) menyatakan
bahwa lahan pertanian di wilayah Kota Magelang seluas ±243 ha. Dapat dilihat
bahwa masih terdapat ± 123 ha lahan pertanian yang masih belum ditetapkan sebagai
kawasan pertanian, yang tentunya hal ini akan berpotensi mempercepat laju
perubahan penggunaan lahan. Selain itu, dalam upaya mewujudkan perlindungan
lahan pertanian pangan, penetapan LP2B harus sesuai dengan potensi lahan yang
dimiliki. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian mengenai potensi LP2B di Kota
Magelang dan kesesuaiannya dengan RTRW dimana hasilnya dapat dijadikan bahan
masukan dalam penetapan LP2B yang dilindungi agar tidakada sawah berpotensi
yang hilang.
1.2 RumusanMasalah
Adapun rumusanmasalah yang di dapat dari penyusunan makalah ini
yaitu,Bagaimana kesesuaian lahan persawahan menurut BPN?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini untuk mengetahui kesesuaian lahan yang tepat
menurut BPN.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Potensi Tanah Sawah
a. Jenis Tanah
Tanah terdiri dari berbagai macam jenis tanah, yang tidak semuanya
mendukung untuk kegiatan pertanian. Kurnia (2017) menjelaskan di Indonesia
terdapat 11 jenis tanah dengan tingkat kesuburan yang berbeda, yaitu:
1) Tanah aluvial: cocok untuk tanaman padi, palawija, tebu
2) Tanah regosol: cocok untuk tanaman padi, palawija, tebu, tembakau dan sayuran.
3) Tanah kapur: cocok untuk tanaman palawija dan jati
4) Tanah litosol: cocok untuk tanaman rumput ternak, palawija, dan tanaman keras
5) Tanah andosol
6) Tanah argosol (gambut)
7) Tanah gramusol
8) Tanah latosol
9) Tanah podzolik
10) Tanah mediteran
11) Tanah hidromorf
Peta jenis tanah di Kota Magelang diperoleh dari situs www.arcgis.com yang
disediakan oleh Kantor Wilayah ATR/BPN ProvinsiJawa Tengah. Dari peta
tersebut,diketahui bahwa di wilayah Kota Magelang, hanya terdapat dua jenis tanah,
yaitu tanahLitosol dan Aluvial. Unsur hara yang terkandung dalam tanah litosol
cenderung sedikit serta lebih cocok dimanfaatkan untuk tanaman keras dan palawija
sehingga dianggap kurang sesuai untuk tanah sawah. Sementara itu, tanah alluvial
cocok untuk tanaman padi, sehingga dianggap sesuai.
b. Kelerengan
Salah satufaktor yang mempengaruhi penggunaan tanah pertanian yaitu
kelerengan atau kemiringan lereng. Lereng dinilai dari kemiringan tanah, kemiringan
ini dihitung dari kemiringan tanah dengan bidang datar. Kemiringan tanah dapat
dinyatakan dengan persen atau dengan menggunakan derajat. Kemiringan tanah
sangat berpengaruh terhadap kelancaran aliran permukaan tanah, artinya makin tinggi
kemiringan tanah maka semakin cepat aliran airnya, dan sebaliknya (Talakua, 2016:
18).Tanah yang landai, maka akan memudahkan dalam pengolahan, sementara tanah
dengan kemiringan lereng yang besarakan sulit untuk diolah. Selain itu, tanah yang
curam memiliki tingkat erosi yang tinggidibandingkandengantanah yang landai.
Petakelerengandiperolehdaripengolahancitra Shuttle Radar Topography Mission
(SRTM)yang diunduhdari http://srtm.csi.cgiar.org/, menggunakan software ArcGis.
Tahap pertama dilakukan pembuatan kontur yang akan menghasilkan garis kontur.
Selanjutnya dilakukan interpolasi garis kontur, sehingga didapatkan parameter
kelerengan dan ketinggian. Dari data tersebut, dilakukan proses create slope untuk
mendapatkan kelerengan.
c. Infrastruktur jalan dan irigasi
Lahan pertania n pangan berkelanjutan memerlukan dukungan infrastruktur
dasar berupa jalan dan jaringan irigasi. Manfaat dari keberadaan akses jalan adalah
untuk kepentingan proses transportasi sarana prasarana kegiatan pertanian maupun
hasil produksi pertanian yang efektif dan efisien. Sementara, keberadaan jaringan
irigasi yang baik merupakan salah satu kunci untuk pertumbuhan tanaman, untuk
menjamin ketersediaan air. Semakin baik jaringan irigasi,
makadukungankeberlanjutanpertaniansemakinbesar. Keberadaan jaringan jalan dan
irigasi di area pertanian Kota Magelang didapatkan dari Peta Administrasi Kota
Magelang, interpretasi citra, serta survei lapang.Klasifikasi kelas akses jalan terhadap
tanah sawah dilakukan dengan analisis buffer dengan nilai batas pada jarak< 50 m,
50-150 m dan > 150 m dari badan jalan. Semakindekatlahanpertaniandenganjalan,
maka semakin baik akses untuk mendukung kegiatan pertanian, sehingga lahan
pertanian tersebut memiliki potensi tinggi untuk dijadikan LP2B.
d. Hamparan
Yang dimaksud dengan hamparan pada penelitian ini adalah luas kesatuan
lahan pertanian pada suatu wilayah. Semakin luas hamparan, maka semakin
berpotensi untuk ditetapkan sebagai LP2B. Dalam penelitian ini, luas hamparan lahan
dibagi kedalam tiga kelas, yaitu< 1 ha, 1-5 ha dan > 5 ha. Pembagian ini dengan
mempertimbangkan kondisi tanah sawah di wilayah Kota Magelang yang sebagian
besar berada pada kesatuan hamparan yang tidak terlalu luas. Sawah dengan luas
kurang dari 1 ha, dianggap kurang berpotensi untuk dijadikan LP2B. Sawah dengan
luas antara 1-5 ha, dianggap berpotensi untuk dijadikan LP2B. Sementara, untuk
sawah dengan luas lebih dari 5 ha, dianggap sangat berpotensi untuk dijadikan LP2B.
e.PemberianBobot dan Skor
Proses yang dilakukan pada tahap ini yaitu pemberian skor dan bobot terhadap
variabel yang menentukan potensi LP2B. Pemberian skor terhadap masing-masing
variabel telah ditentukan berdasarkan tingkat potensi yang dimiliki. Semakin tinggi
skor, maka potensi yang dimiliki semakin besar. Sementara, pemberian bobot
berhubungan dengan derajat kepentingan variabel terhadap penentuan LP2B,
sehingga antarvariabel dapat berbeda.
TABEL 1. Skoring dan pembobotan variabel
N Variabel Kondisi variabel skor bobot total
O
1 Jenis tanah Aluvial 3 0,626 1,878
Litosol 2 1,252
2 kelerengan <3% 4 0,374 1,495
3-8% 3 1,121
8-30% 2 0,747
>30% 1 0,374
3 Irigasi Irigasi semi teknis 2 0,854 1,708
Irigasi non teknis 1 0,854
4 Akses jalan < 50 m dari jalan 3 0,146 0,438
50-150 m dari jalan 2 2,292
>150 dari jalan 1 2,146
5 Hamparan >5 ha 3 1 3
1-5 ha 2 2
<1 ha 1 1
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa semua kelas potensi terdapat pada tiga
kelas kesesuaian. Hal ini berarti setiap kelas potensi teknis, baik itu K1, K2 dan K3,
ada yang sesuai dengan LP2B menurut RTRW, ada yang sesuai dengan kawasan
pertanian, dan ada yang tidak sesuai. Sebagai mana telah disampaikan sebelumnya
bahwa sawah kelas K1 dan K2 sangat disarankan untuk dipertahankan, maka fokus
analisis dilakukan pada kedua kelas sawah ini. Pada sawah yang diasumsikan sebagai
LP2B menurut RTRW Kota Magelang, hampir seluruhnya merupakan sawah dengan
potensi K1 dan K2, seluas 79,847 ha dan 38,051 ha. Hanya sebagian kecil saja, yakni
2,165 ha yang termasuk kedalam sawah K3. Ini menunjukkan sawah yang
diasumsikan ditetapkan sebagai LP2B memang sudah memiliki potensi teknis yang
baik. Dapat disimpulkan juga bahwa klasifikasi potensi dari analisis yang dilakukan
telah sesuai dengan penetapan LP2B. Dengan demikian, adanya sawah kelas K1 dan
K2 yang tidak berada pada kawasan LP2B menurut RTRW maupun dengan kawasan
pertanian, menunjukkan bahwa ada sawah yang memiliki potensi yang sama dengan
LP2B yang ditetapkan, yang berpotensi hilang dikarenakan alih fungsi lahan. Dari
tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah dari sawah kelas K1 dan K2 yang berpotensi
hilang seluas 71,549 ha (33,15 %). Untuk mengetahui persebaran sawah K1 dan K2
yang berpotensi hilang terhadap rencana peruntukkan ruang, dilakukan analisis
overlay antara Peta Kesesuaian Potensi Teknis LP2B dengan Peta Rencana Pola
Ruang. Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 14 berikut.
Tabel 5. Sawah K1 dan K2 yang tidak sesuai dengan LP2B menurut RTRW dan
Kawasan Peruntukkan Pertanian.
TABEL 5. Sawah K1 dan K2 yang tidak sesuai dengan LP2B menurut RTRW
dan kawasan peruntukkan pertanian
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan Potensi LP2B yang ada di Kota Magelang diklasifikasikan ke
dalam tiga kelas yaitu sangat berpotensi (K1), berpotensi (K2) dan kurang berpotensi
(K3). Tanah sawah K1 seluas 113,696 ha; sawah K2 seluas 89,988 ha; dan tanah
sawah K3 seluas 12,133 ha. Sawah K1 dan K2 merupakan sawah dengan potensi
teknis yang baik untuk ditetapkan sebagai LP2B, sehingga sangat disarankan untuk
dipertahankan dan dilindungi, sedangkan sawah K3, memungkinkan untuk
dialihfungsikan karena potensi teknis yang dimiliki cenderung kurang. Kesesuaian
potensi LP2B terhadap LP2B menurut RTRW Kota Magelang terbagi menjadi dua,
yaitu: 1). sawah yang telah sesuai dengan LP2B menurut RTRW dan kawasan
peruntukkan pertanian seluas 137,022 ha (63,49 %), dengan rincian sawah K1 seluas
81,117 ha; K2 seluas 51,017 ha dan K3 seluas 4,88 ha; 2). sawah yang tidak sesuai,
yakni tidak berada pada kawasan LP2B maupun kawasan pertanian seluas 78,795 ha,
dengan rincian sawah K1 seluas 32,578 ha; K2 seluas 38,971 ha dan K3 seluas 7,246
ha. Ini menunjukkan ada potensi kehilangan sawah potensial LP2B (sawah K1 dan
K2) seluas 71,549 ha. Dengan melihat kondisi tersebut, perlu diadakan evaluasi
terhadap penetapan RTRW di Kota Magelang dengan melibatkan stakeholder dengan
mempertimbangkan potensi teknis yang dimiliki tanah sawah agar sawah yang
memiliki potensi tinggi dapat dijaga keberlanjutannya. Hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai arahan dalam kajian keberadaan lokasi sawah yang berpotensi
tinggi sebagai LP2B di Kota Magelang.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik 2020, Kota Magelang Dalam Angka, Katalog no 1102002.3371,
BPS, Kota Magelang Djalil, SA 2020, Akibat Alih Fungsi Lahan, Luas
Sawah Susut 287.000 Hektar, Kompas.com, 4 Februari 2020, dilihat pada 4
Maret 2020, https://properti. kompas.com/ Hardjowigeno, Sarwono,
Widiatmaka 2011, Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna
Lahan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Muryono, S 2016, Kajian
Upaya Pengendalian Penggunaan Tanah Di Kabupaten Temanggung Provinsi
Jawa Tengah, Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan, vol. 2, hlm. 84-101
Keiky, YR 2016, Instrumen Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, Kebijakan Dan Manajemen Publik, vol. 4, hlm. 116-125.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2017,
Kamus Agraria Dan Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional, Jakarta. Kurnia, IGAM 2017, Jenis dan Tingkat
Kesuburan Tanah, Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Buleleng diposting
pada 17 Januari 2017, dilihat pada 26 Juli 2020,
https://distan.bulelengkab.go.id/artikel/jenis-dan-tingkat-kesuburan-tanah-41
Martanto, R 2012, Pemintakatan Lahan Irigasi untuk Menekan Konversi
Penggunaan Lahan di Areal Irigasi Bendung Colo Kabupaten Sukoharjo,
Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pratama, MA, Wirawan, B, Maria, D, Santoso, SI, Bidari, G S A 2015,
Menata Kota Melalui Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Penerbit ANDI,
Yogyakarta. Putri, ZR 2015, Analisis Penyebab Alih Fungsi Lahan Pertanian
Ke Lahan Non Pertanian Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2003-
2013, Eko-Regional, vol. 10, hlm. 17-22. Saptoko, EW 2019, Setiap Tahun 4
Hektar Lahan Pertanian di Kota Magelang menghilang, tergusur bangunan,
Tribun Jogja, 24 Januari 2019, dilihat pada 18 Januari 2020,
http://www.jogja.tribunnews.com. Subroto, G & Susetyo, C 2016,
Identifikasi Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Penentuan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Jombang Jawa Timur, Jurnal
Teknik ITS, vol. 5, hlm. 129-133. Supratikno, SI, Armawi, A, Marwasta, D
2016, Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah Untuk Mendukung
Penyusunan Sistem Informasi Ketahanan Pangan Pokok Wilayah (Studi di
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta), Jurnal Ketahanan
Nasional, hlm. 22-41, vol. 22, no.1 Sutaryono 2016, Lahan Pangan
Berkelanjutan, Kedaulatan Rakyat Jogja, 22 November 2016, dilihat pada 18
Januari 2020, http://www.krjogja.com. Taufik, M, Kurniawan, A & Pusparini,
FM 2017, Penentuan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
Menggunakan Metode Multi Data Spasial Di Kecamatan Ngadirojo,
Kabupaten Pacitan, GEOID, vol. 13, hlm. 63-68. Talakua, SM 2016,
Degradasi Lahan; Metode Analisis Dan Aplikasinya Dalam Penggunaan
Lahan, Plantaxia, Yogyakarta. Utami, W 2019, Framework Optimalisasi
Neraca Penatagunaan Tanah Dan Data Pertanahan Dalam Penentuan Lokasi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,