Anda di halaman 1dari 28

PENGENDALIAN ALIH GUNA TANAH SAWAH KE NONPERTANIAN

DI KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT


MELALUI PERATURAN DESA

LAND CONVERSION FROM PADDY FIELDS TO NONFARM


IN BANDUNG REGENCY, WEST JAVA
THROUGH VILLAGE REGULATION

Eliana Sidipurwanty
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agraria Tata Ruang/BPN
eli_purwanty@yahoo.co.id

Abstrak
Luas tanah sawah di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan, karena beralihguna menjadi
tanah nonpertanian.Tulisan ini menggunakan studi pustaka untuk menggambarkan alih guna tanah sawah ke
nonpertanian dan pengendaliannya di Kabupaten Bandung.Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) yang diamanatkan dalam Undang-undang untuk mengendalikan laju penurunan luas tanah sawah belum
dilakukan di Kabupaten Bandung, namun sudah ada upaya untuk menetapkannya melalui rapat-rapat koordinasi
antarinstansi terkait. Hasil pertemuan adalah kajian tentang luas tanah sawah yang akan ditetapkan menjadi LP2B
dan rencana untuk membuat peta lahan hijau abadi. Pengendalian alih guna tanah sawah sebenarnya telah dilakukan
melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung Tahun 2007-2027, walau
belum sepenuhnya mengendalikan alih gunat anah sawah ke nonpertanian. Upaya pengendalian alih guna tanah
sawah ke nonpertanian sudah dilaksanakan oleh dua pemerintahan desa melalui Peraturan Desa (Perdes) yaitu
Perdes Sangkanhurip No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Kawasan Pertanian Lahan Basah Abadi dan Perdes
Sumbersari No. 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Pertanian Lahan Basah.PeranKantor Pertanahan Kabupaten
Bandung dalam mengendalikan alih guna tanah sawah ke nonpertanian melalui Pertimbangan Teknis Pertanahan
merupakan salah satu syarat dalam pemberian izin lokasi di Kabupaten Bandung.Upaya selanjutnya adalah
mendorong lahirnya Perda Lahan Abadi untuk Pertanian,agar alih guna tanah sawah tidak mengganggu produksi
padi di Kabupaten Bandung.
Kata kunci: pengendalian alih guna tanah sawah, peraturan desa, Lahan Pertanian PanganBerkelanjutan (LP2B).
Abstract
Paddy field in Kabupaten Bandung West Java Province is decreasing because of land conversion from
paddy field to nonfarm. This paperuses literature review to draw the land conversion from paddy fields to
nonfarm and the control in Bandung Regency. Results show the failure implementation of Food
Agricultural Land Sustainability (LP2B). In order to implement LP2B, Bandung Regency has calculated
the paddy fields and made evergreen land map. The control of land conversionactually has been
conducted through Local Regulation Number 3 Year 2008 about Regional Spatial Plan of Bandung
Regency in 2007-2027. In fact, that regulation can not fully control the land conversion from paddy fields
to nonfarm. However, there are at lease two village governmentsin Bandung Regency that are able to
control the land conversion through village regulations. Those are Sangkanhurip Village Regulation
Number 2 Year 2010 about Perennial Wetland Agricultural Areas Plan and Sumbersari Village
Regulation Number 4 Year 2014 about Wetland Agricultural Areas. The role of Land Office in Bandung
Regency to control the paddy field conversion through the Land Technical Recommendation should be
strengthened. That recommendation is one of substantial requirements to get location permit.
Furthermore, the next step is encouraging local government to publish local regulations of LP2B.
Keywords: the control of paddy field conversion, local regulation, Food Agricultural Land
Sustainability (LP2B)

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 387


sawah yang banyak berkurang pada umumnya
Pendahuluan
adalah tanah sawah beririgasi.
Tuntutan kebutuhan tanah untuk pembangunan
Luas tanah sawah yang semakin berkurang
sampai saat ini semakin pesat. Proses transformasi
akan mempengaruhi produksi beras nasional yang
struktur perekonomian dari pertanian ke
merupakan bahan pangan utama masyarakat
nonpertanian mengakibatkan meningkatnya peran
Indonesia. Produksi pangan nasional dikhawatirkan
sektor nonpertanian dibandingkan sektor pertanian.
akan berkurang semakin besar, karena produksi
Tuntutan tersebut menyebabkan perubahan pola
padi banyak dihasilkan dari Pulau Jawa yang
penggunaan tanah di suatu daerah yang semula
dikenal memiliki tanah sawah yang subur. Tanah
merupakan tanah pertanian berubah menjadi tanah
sawah terluas di Pulau Jawa berada di Jawa Timur
nonpertanian.Perubahan pola penggunaan tanah
mencapai 1.084.278 hektar, diikuti Jawa Tengah
ini dapat diketahui dari pertumbuhan ekonominya
seluas 1.064.776 hektar, kemudian Jawa Barat
yang mengarah ke sektor manufaktur, jasa dan
seluas 1.039.828 hektar. Penurunan luas tanah
sektor nonpertanian lainnya.Fenomena ini
sawahberirigasi teknis yang terjadi di Pulau Jawa
mengakibatkan kebutuhan tanah untuk mendukung
adalah sebesar 18.251 hektar selama sepuluh tahun
sektor nonpertanian semakin meningkat dari
(2000 sampai dengan 2009) atau rata-rata 1.825
waktu ke waktu, sehingga mau tidak mau suatu
hektar per tahun (Direktorat Penatagunaan Tanah,
daerah harus mengalokasikan sumber daya
2010:11-13). Ironisnya, justru di Pulau Jawalah
tanahnya, sehingga tanah-tanah pertanian yang ada
terjadi pengalihgunaan tanah sawah yang
saat ini akan berkurang dari waktu ke waktu.
tinggi.Alih fungsi tanah pertanian di Pulau Jawa
Alih guna tanah pertanian menjadi tanah mencapai 30.000 hektar per tahun dan sebagian
nonpertanian tidak hanya terjadi pada tanah besar merupakan sawah beririgasi teknis yang
pertanian yang kurang subur, tetapi terutama subur (Kementerian Lingkungan Hidup dalam
terjadi pula padatanah sawah yang subur. Kondisi Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian
ini sangat mengkhawatirkan, karena akan Agraria Tata Ruang/BPN, 2014: 3). Luas alih
mempengaruhi produksi padi di suatu daerah, fungsi tanah sawah di sentra utama penghasil
bahkan produksi padi nasional. Ujung akhir beras di Pulau Jawa dalam sepuluh tahun terakhir
kenyataan ini akan mengakibatkan terganggunya rata-rata lebih dari 22.000 hektar/tahun (Sumaryoto,
ketahanan pangan nasional. Alih guna tanah dkk., dalam Puspasari, 2012). Oleh karena itu,
pertanian ke nonpertanian dapat diketahui dari apabila kebijakan dan konsep yang ada saat ini
berkurangnya luas tanah sawah secara nasional. tetap dipertahankan, ketahanan pangan akan kian
Menurut Khudori (dalam Pusat Penelitian dan melemah (Jhamtani, 2008: 85).
Pengembangan Kementerian Agraria Tata Ruang/
Penurunan luas tanah sawah yang terjadi
BPN, 2014: 3), tanah pertanian yang subur
secara terus menerus ternyata tidak hanya terjadi
terutama tanah sawah yang dialihkan peruntukannya
di Pulau Jawa, namun terjadi pula di Luar Pulau
menjadi tanah nonpertanian mencapai 15.000 -
Jawa, sehingga luas tanah sawah yang semula
20.000 hektar per tahun, sedangkan berdasarkan
8.106.860hektar (2009) menjadi 7.925.943 hektar
data Direktorat Penatagunaan Tanah (2010:11-13),
(data verifikasi, 2013). Data ini menunjukkan
telah terjadi penurunan luas tanah sawah rata-rata
bahwa telah terjadi penurunan luas tanah sawah
5.630 hektar per tahun, sehingga mengakibatkan
sebesar 180.917 hektar dalam kurun waktu empat
luas tanah sawah yang semula 8.157.526 hektar
tahun atau 45.229 hektar per tahun. Rincian luas
pada tahun 2000 menurun menjadi 8.106.860
baku tanah sawah pada tahun 2013 berdasarkan
hektar pada tahun 2009.Penurunan luas tanah
beberapa instansi dapat diketahui dari Tabel 1.
sawah ini sangat mengkhawatirkan karena tanah

388 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


Tabel 1. Luas Baku Tanah Sawah 2013
Kementan Kemenhut Verifikasi
No. Provinsi BPS 2011*) BPNRI 2012
2012 2012 2013
1. Jawa 3.251.694 3.444.579 3.444.282 3.893.259
2. Luar Jawa 4.843.168 4.688.063 4.688.285 3.675.940
3. Indonesia 8.094.862 8.132.642 8.132.567 7.569.199 7.925.943
Sumber: Direktorat Penatagunaan Tanah, 2013
Keterangan: *) Data Sementara
Dalam hektar
Penurunan luas tanah sawah merupakan Jawa Barat yang mempunyai tanah sawah
salah satu indikator adanya penurunan kualitas terluasketiga di Pulau Jawa, merupakan provinsi
dan kuantitas sarana dan prasarana irigasi maupun ketiga penghasil beras terbesar di pulau tersebut.
hasil produksi padi. Penurunan luas tanah sawah Kabupaten Bandung sebagai salah satu kabupaten
ini disebabkan oleh adanya alih guna tanah sawah di Provinsi Jawa Barat merupakan kabupaten
ke tanah nonpertanian yang akan mengakibatkan penghasil beras. Seiring dengan pembangunan di
hilangnya investasi sarana dan prasarana Kabupaten Bandung yang berlangsung pesat,
pengairan di tanah sawah,akhirnya sarana dan berupa pembangunan perumahan, industry
prasarana tersebut menjadi rusak. Bank Dunia maupun perkantoran, maka terjadi alih fungsi
memperkirakan kerugian akibat alih guna tanah tanah pertanian ke nonpertanian. Alih fungsi tanah
sawah menjadi tanah nonpertanian yang terjadi di pertanian ke perumahan, karena kebutuhan akibat
Pulau Jawa setara dengan $1-2 miliar (sekitar 10- pertambahan penduduk merupakan suatu ancaman
20 triliun rupiah) per tahun selama tahun 1980- terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Alih
1995 (Soemarwoto, 2001 dalam Pusat Penelitian fungsi tanah pertanian sulit untuk dikendalikan,
dan Pengembangan Kementerian Agraria Tata terutama alih fungsi tanah pertanian yang terjadi
Ruang/BPN, 2014: 3). Kerugian ini disebabkan pada tanah yang produktivitasnya tinggi yaitu
saluran-saluran pengairan teknis di Pulau Jawa, tanahsawah beririgasi teknis. Pembangunan ini
yang dibangun dengan biaya tinggi, sebagian mengakibatkan luas tanah sawah berkurang. Oleh
besar merupakan dana yang berasal dari pinjaman karena itu, perlu diketahui bagaimana alih guna
atau hutang luar negeri. Saluran pengairan tanah sawah ke nonpertanian di Kabupaten
(irigasi) tersebut kemudian tidak dapat Bandung, beserta upaya pengendaliannya, agar alih
dimanfaatkan lagi, karena tanah sawahnya telah guna tanah sawah tidak mengganggu ketahanan
dialihgunakan menjadi kawasan industri dan pangan di Provinsi Jawa Barat khususnya dan
perumahan. Nasional pada umumnya. Metode yang digunakan
dalam kajian ini adalah studi pustaka terhadap
Penurunan luas tanah sawah ini banyak
literatur yang terkait dengan alih fungsi tanah
terjadi di daerah-daerah penyangga di perkotaan,
pertanian terutama yang terjadi di Kabupaten
karena banyaknya pembangunan. Pembangunan di
Bandung. Literatur tersebut berupa buku, laporan
sekitar perkotaan bertujuan untuk mendukung
penelitian, peraturan perundangan, dan informasi
perkembangan sektor industri, perumahan dan
serta kajian dari internet.
jasa, sehingga pembangunanpun semakin meluas
di daerah-daerah penyangga seiring dengan Kajian ini didasarkan pada pendapat
perkembangan pembangunan yang ada. Menurut Goetz, Shortle dan Bergstorm (2005:1) yang
Sandi (2009), alih guna tanah pertanian terutama menyebutkan bahwa penggunaan tanah merefleksikan
terjadi di daerah-daerah penyangga yang strategis sekaligus menentukan bentuk-bentuk aktivitas
sebagai salah satu pusat perekonomian. Menurut ekonomi yang dilakukan masyarakat setempat,
hasil analisis, kecenderungan alih fungsi terjadi di termasuk ke arah mana dan seperti apa masyarakat
lahan produktif yang didukung jaringan irigasi tersebut akan berkembang selanjutnya. Lebih
dengan jarak yang relatif dekat dengan pusat jelasnya, Goetz, Shortle dan Bergstrom
pemerintahan (Hadinata & Sugiyantoro, 2013: menunjukkan dalam bagan sebagai berikut (2005:
319). 3).

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 389


Bagan 1. Faktor Penentu dan Akibat dari Alih Fungsi Tanah

Sumber: Goetz, Shortle and Bergstrom, 2005: 3

masyarakat mengenai tanah, nilai tanah, dan


Apabila kita konsisten dengan peruntukan
fungsi tanah.
tanah secara ekologis, maka fungsi tanah akan
senantiasa disesuaikan dengan faktor-faktor ekologis, Perkembangan wilayah menyebabkan
dan tipologi tanah. Namun, pada kenyataannya, berbagai intervensi perlu dilakukan oleh
justru faktor-faktor demografi, sistem ekonomi, pemerintah, diantaranya adalah pembangunan
dan dinamika sosial-politik-ekonomi dan budaya infrastruktur jalan, jembatan, pusat-pusat ekonomi,
masyarakatlah yang memiliki peran lebih besar perdagangan dan bisnis, termasuk pembangunan
dalam perubahan-perubahan fungsi tanah. Sayangnya, pabrik-pabrik di wilayah-wilayah peri-urban
perubahan-perubahan ini seringkali tidak sesuai menyebabkan terjadinya perubahan pada wilayah-
dengan fungsi tanah secara ekologis.Push factors wilayah ini, secara terencana maupun dampak-
dari alih fungsi tanah yang tidak sesuai dengan dampak ikutan yang tidak direncanakan. Alih guna
fungsi ekologisnya, sebagaimana diungkapkan tanah dari tanah pertanian khususnya tanah sawah
oleh Lambin (Lambin et al., 2001; Lambin et al., ke nonpertanian menurut Direktorat Penatagunaan
2003, Lambin et al., 2007) diantaranya adalah: (i) Tanah, 2010: V-2 disebabkan oleh: (i) Masih
Deforestasi; (ii) Lemahnya institusi negara; (iii) banyaknya tanah sawah yang berada di luar fungsi
Sistem tenurial dan pemilikan tanah; (iv) kawasan lahan basah dalam RTRWP; (ii)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Landasan hukum dalam pelaksanaan dan
termasuk di dalamnya intervensi negara terhadap pengendalian fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah
bentuk-bentuk dan proses-proses sektor pertanian (RTRW) dan peraturan perundang-undangan yang
yang dikembangkan dan dampaknya terhadap berkaitan dengan pengendalian perubahan sawah
produktivitas dan tingkat kesuburan tanah; (v) beririgasi maupun tanaman lahan pangan kurang
Aksesibilitas tanah terhadap pasar dan sistem ditegakkan; (iii) Pertumbuhan penduduk serta
ekonomi yang dikembangkan atau dianut suatu peningkatan pendidikan yang terlihat dari
negara; (vi) Proses urbanisasi; dan (vii) Persepsi meningkatnya jumlah penduduk yang berpendidikan

390 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Perguruan mendapatkan air, tenaga kerja dan sarana produksi
Tinggi. lainnya, sehingga memaksa mereka untuk
mengalihkan atau menjual tanahnya.Kondisi ini
Alih Fungsi Tanah Sawah ke Tanah menyebabkan alih fungsi tanah sawah ke
Nonpertanian di Kabupaten Bandung nonpertanian akanterjadi secara terus menerus
setiap tahun, sehingga luas tanah sawah akan
Tanah sawah merupakan tanah pertanian
berkurang secara signifikan
yang selalu berkurang dari tahun ke tahun akibat
beralihfungsi menjadi tanah nonpertanian secara Kabupaten Bandung sebagaisalah satu
terus menerus, akibat adanya kebutuhan Kabupaten di Jawa Barat merupakan daerah
pembangunan. Tanah sawah terutama akan beralih penyangga ibukota provinsi yang terdesak
fungsi menjadi tanah perumahan dan industri menyediakan tanah untuk pembangunan
(Puslitbang BPN RI, 2014). Perumahan dan daerahnya. Hal ini dapat diketahui dari luas tanah
industri tersebutpada kenyataannya banyak sawah yang beralihfungsi menjadi tanah
dibangun di tanah sawah yang subur dan nonpertanian yang mencapai 186 hektar dari tahun
beririgasi, karena letaknyadi wilayah bertopografi 2010 sampai dengan 2011 (Dinas Pertanian
datar dan merupakan pusat konsentrasi penduduk Kabupaten Bandung dalam Pusat Penelitian dan
(penduduk padat). Di samping itu, kegiatan Pengembangan Kementerian Agraria Tata Ruang/
pembangunan banyak dilakukan di atas tanah BPN, 2014: 3). Tanah sawah yang beralihfungsi
sawah beririgasi, karena lokasinya yang strategis tersebut terjadi pada tanah sawah yang subur (dua
serta mempunyai aksesibilitas yang baik, kali panen), dibandingkan tanah sawah yang
daerahnya mempunyai Infrastruktur, transportasi kurang subur (satu kali panen). Oleh karena itu,
dan komunikasi yang memadai dan siap pakai. beralihfungsi sawah ke tanah nonpertanian yang
kurang subur, mengganggu produksi padi di
Alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian
Kabupaten Bandung.
ini menyebabkan kerugian produksi padi dan tidak
berfungsinya saluran-saluran irigasi yang telah Penurunan luas tanah sawah di Kabupaten
dibuat dengan menggunakan biaya yang besar. Bandung yang terjadi secara terus menerus dapat
Kondisi ini menimbulkan kerawanan produksi diketahui dari penurunan luas tanah sawah pada
beras (“rawan beras”), karena produksi padi 2009 sampai dengan 2013, karena beralih guna
berkurang. Ancaman ini semakin nyata apalagi menjadi tanah nonpertanian. Untuk mengetahui
proses pencetakan tanah sawah beririgasi yang berkurangnya luas tanah sawahdi Kabupaten
diupayakan untuk mengganti tanah sawah yang Bandung pada 2009 sampai 2013 dapat diketahui
beralihguna ke tanah nonpertanian belum dari tabel 2.
memadai seperti yang diharapkan. Tabel 2. Luas Tanah Sawah di Kabupaten Bandung
Tanah sawah banyak beralih menjadi 2009 sampai dengan 2013
tanah perumahan, karena bertambahnya jumlah No. Tahun Luas Tanah Sawah (hektar)
penduduk, terutama di daerah-daerah penyangga 1. 2009 36.464
ibukota provinsi dan daerah yang berbatasan 2. 2010 36.398
dengan daerah penyangga. Lokasi sekitar kota, 3. 2011 36.212
4. 2012 36.075
yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan
5. 2013 35.975
tanah pertanian, menjadi sasaran pengembangan
Sumber: Puslitbang Kementerian ATR/BPN, 2014
kegiatan nonpertanian, mengingat harga tanahnya
yang relatif murah serta telah dilengkapi dengan Penurunan luas tanah sawah di Kabupaten
sarana dan prasarana penunjang seperti jalan raya, Bandung terjadi secara terus menerus, namun alih
listrik, telepon, air bersih dan fasilitas lainnya. Di fungsi tanah sawah ke nonpertanian ini tidak
sisi lain terdapat keberadaan “sawah kejepit”, menggambarkan alih fungsi tanah sawah di
yakni sawah-sawah yang tidak terlalu luas karena Kabupaten Bandung secara keseluruhan, karena
daerah sekitarnya sudah beralih menjadi alih fungsi tersebut tidak dapat terdeteksi
perumahan atau kawasan industri. Petani pada seluruhnya. Hal ini dapat dilihat dari izin lokasi,
lahan tersebut mengalami kesulitan untuk karena alih fungsi tanah sawah yang tidak melalui

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 391


izin lokasi (tanpa perizinan) tidak dapat dideteksi. usahatani dan modal usaha lainnya seringkali
Alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian yang membuat petani tidak mempunyai pilihan lain
terjadi tanpa melalui perizinan, disebabkan selain menjual sebagian tanah pertaniannya.
adanyakebutuhan untuk tempat tinggalbagi petani Tanah pertanian tersebut kemudian dialihgunakan
dan keluarganya, sehingga tanah sawah yang menjadi tanah nonpertanian oleh pembelinya
dimilikinya dikeringkan untuk dibangun rumah. mejadi rumah tempat tinggal atau penggunaan
nonpertanian lainnya. Di samping itu, tingginya
Adanya penurunan alih fungsi tanah
tingkat keuntungan (land rent atau rentabilitas
sawah ke nonpertanian di Kabupaten Bandung
lahan),yang diperoleh aktivitas sektor
yang semula 186 hektar pada tahun 2011 menjadi
nonpertanianlebih tinggi dibandingkan sektor
137 hektar pada tahun 2012, kemudian menjadi
pertanian, seperti rendahnya insentif untuk
100 hektar tahun 2013, menggambarkan penurunan
berusahatani yang disebabkan oleh tingginya
pembangunan yang memerlukan tanah. Hal ini
biaya produksi, sementara harga hasil
disebabkan perluasan pembangunan secara
pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Land
perlahan mulai beralih ke luar Kabupaten Bandung
rent merupakan kontribusi faktor produksi
dan ditetapkannya Undang-undang Lahan Pertanian
lahan untuk setiap aktivitas yang dilaksanakan
Pangan Berkelanjutan (LP2B), sehingga secara
diatasnya dan merupakan selisih antara total
tidak langsung menghambat laju alih fungsi tanah
penerimaan dengan total pengeluaran faktor-
sawah ke tanah nonpertanian.
faktor produksi kecuali lahan.
Faktor-faktor Pendorong Alih Guna Tanah (2) Faktor sosial budaya
Pertanian ke Nonpertanian
Sosial budaya di suatu daerah mempengaruhi
Tutupan tanah secara ekologis ditentukan alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian
oleh banyak faktor diantaranya adalah: (1) Faktor adalah sebagai berikut:
lingkungan dan tipologi tanah; (2) Cuaca; (3)
(a) Kebutuhan rumah untuk tempat tinggal
Topografi wilayah; dan (4) Jenis tanaman.
petani dan keluarganya, sistem kekerabatan
Sementara penggunaan tanah sangat tergantung
yang tidak bisa memisahkan diri dari
pada faktor-faktor demografi seperti perkembangan
kerabatnya membuat petani membangun
jumlah penduduk di suatu wilayah, tingkat
rumah di tanah sawah yang dekat dengan
kepadatan penduduk, perkembangan teknologi,
keluarganya. Kebutuhan tanah untuk
dan beberapa aspek lainnyaseperti sistem dan
rumah ini menyebabkan tanah sawah yang
struktur politik, sistem ekonomi yang dianut dan
lokasinya dekat dengan perkampungan
yang dikembangkan, sistem pemilikan tanah,
lambat laun beralih fungsi menjadi tanah
termasuk di dalamnya adalah sikap penduduk
nonpertanian.
terhadap tanah dan perubahan nilai-nilai tanah
baik yang sifatnya tangible maupun yang sifatnya (b) Pewarisan menyebabkan terfragmentasinya
intangible. tanah pertanian sehingga tanah tidak
memenuhi skala ekonomi usaha yang
Alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian
menguntungkan. Tanah sawah tidak
di suatu daerah disebabkan oleh bermacam-macam
diwariskan dalam bentuk tanah, namun
faktor (Puslitbang Kementerian ATR/BPN, 2014).
dibagikan dalam bentuk uang agar
Faktor-faktor yang menyebabkan alih fungsi tanah
pembagiannya menjadi adil. Pembagian
sawah ke tanah nonpertanian di Kabupaten
tanah sawah dalam bentuk tanah sulit
Bandung sebagai berikut:
ditentukan, karena luas lahan sudah sangat
(1) Faktor ekonomi sempit dan atau posisi tanah sawahnya
tidak menguntungkan.
Faktor ekonomi menyebabkan petani terdesak
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (c) Generasi muda melihat tren pekerjaan
(kesehatan, pendidikan, keagamaan (Haji), sebagai petani dianggap rendah dan
membangun rumah, membayar hutang serta kurang menjanjikan, dengan demikian
keperluan keluarga lain), kebutuhan modal terdapat kesulitan melanjutkan usaha tani,

392 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


akibatnya sawah tidak digarap yang pada (5) Faktor kependudukan
akhirnya dijual dan dialihfungsikan oleh
Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah
pembelinya, alih profesi petani dari bidang
meningkatkan permintaan tanah untuk
pertanian ke nonpertanian menjadi buruh,
perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum
pedagang, wiraswasta, dan lain-lain.
lainnya. Selain itu, peningkatan taraf
(3) Faktor ekologi kehidupan masyarakat turut berperan pula
menciptakan tambahan permintaan tanah
Faktor ini akan menyebabkan tanah sawah
akibat peningkatan intensitas kegiatan
yang mengandung bahan pasir akan ditambang
masyarakat, seperti lapangan golf, pusat
pasirnya oleh masyarakat, sehingga tanah
perbelanjaan, jalan tol, tempat rekreasi dan
sawah tidak bisa digunakan lagi menjadi
sarana lainnya.
sawah, sehingga terjadi alih fungsi menjadi
tanah nonpertanian. Namun, alih fungsi tanah
Dampak Alih Guna Tanah Sawah ke Non-
sawah ke tanah nonpertanian tidaklah terlalu
pertanian
signifikan, karena tidak terjadi dalam skala
yang luas. Alih fungsi tanah sawah ke tanah
nonpertanian mempengaruhi kehidupan petani,
(4) Kebijakan Pemerintah Kabupaten
karena berkurangnya luas tanah sawah.Bahkan
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bandung ada petani yang tidak memiliki tanah sawah sama
melalui RTRW secara tidak langsung akan sekali, karena tanah sawahnya telah dijual kepada
mengakomodasi beralihnya tanah sawah ke pihak yang akan mengalihfungsikan tanah
tanah nonpertanian, yaitu: sawahnya. Sehingga petani beralih profesi menjadi
(a) Pembangunanreal estate, kawasan industri buruh tani dan atau beralih profesi menjadi pekerja
dan perluasannya, serta jasa (pertokoan, di sektor nonpertanian. Sebagaimana alih fungsi
hotel, rumah sakit, dll.). tanah sawah pada umumnya, alih fungsi tanah
sawah ke nonpertanian di Kabupaten Bandung
(b) Pembangunan komplek perkantoran berdampakpula terhadap kehidupan petani, karena
pemerintahan di lokasi persawahan yang akan mempengaruhi luas tanah sawah yang
subur beririgasi teknis. dimiliki petani dan pendapatan dari usahatani
tanah sawahnya. Luas tanah sawah yang dimiliki
petani (sampel) dan dialihfungsikan menjadi tanah
nonpertanian diketahui dari Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanah Sawah yang Dimiliki Petani (sampel)yang Beralih Fungsi Menjadi Tanah Nonpertanian di
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat
Tanah Sawah
No.
Luas Semula Dijual/Dialihfungsikan Luas saat ini
Sampel 2 Status Tanah
(m ) 2
Luas (m ) Persentase Penggunaan (m2)
1. 5.740 Belum Sertipikat 5.740 100,00% Perumahan 0
2. 11.900 Belum Sertipikat 798 6,71% Perumahan 11.102
3. 1.022 Belum Sertipikat 1.022 100,00% Rumah Kel 0
4. 30.000 Belum Sertipikat 5.000 16,67% Perumahan 25.000
5. 1.036 Belum Sertipikat 1.036 100,00% Rumah Kel 0
6. 2.800 Belum Sertipikat 1.960 70,00% Perumahan 840
7. 2.856 Belum Sertipikat 1.036 36,27% Perumahan 1.820
8. 9.800 Belum Sertipikat 5.600 57,14% Perumahan 4.200
9. 9.660 Hak milik (HM) 1.260 13,04% Perumahan 8.400
10. 322 Belum Sertipikat 42 13,04% Perumahan 280
Sumber: Puslitbang Kementerian ATR/BPN, 2014
Keterangan: Sawah 2 kali panen dalam satu kali panen

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 393


Tanah sawah yang beralih fungsi menjadi
Tanah sawah petani (sampel) yang beralih
perumahanmaupun rumah petanidan keluarganya
fungsi menjadi tanah perumahan, karena
pada umumnya belum bersertifikat (90%). Tanah
diperlukan untuk tempat tinggal petani dan
sawah yang sudah bersertifikat hanya dijual
keluarganya dan atau dijual kepada pengembang
olehsatu orang petani sampel (10%). Oleh karena
perumahan. Tanah sawah yang dijual oleh delapan
itu dapat disimpulkan bahwa tanah sawah yang
petani sampel (80%) dialihfungsikan oleh
dialihfungsikan di desa sampel pada umumnya
pengembang menjadi tanah perumahan, karena
belum bersertifikat dan dialihfungsikan menjadi
letak tanah sawah tersebut berdekatan dengan
tanah nonpertanian tanpa melalui perizinan.
perumahan digunakan sesuai peruntukan untuk
perumahan. Sebanyak tiga petani sampel (30%) Tanah sawah yang beralih fungsi menjadi
sudah tidak memiliki tanah sawah lagi, karena rumah maupun perumahan merupakan tanah
seluruh tanah sawahnya dijual atau dialihgunakan sawah beririgasi maupun tanah sawah tadah hujan.
menjadi tempat tinggal petani dan keluarganya. Tanah sawah di desa sampel berdasarkan
Luas tanah sawah yang dijual atau dialihgunakan pengamatan di lapangan merupakan tanah yang
luasnya berkisar antara 42 m2 sampai dengan 5.740 subur walaupun pengairannya tadah hujan, karena
m2. Tanah sawah yang dialihgunakan oleh petani dapat ditanami padi dua kali setahun dengan cara
untuk rumah petani dan keluarganya dilakukan menaikkan air sungai dengan menggunakan
melalui pengeringan tanpa perizinan, sehingga alih pompa untuk mengairi sawahnya. Kondisi tanah
gunanya tidak terdeteksi. sawah di desa (sampel) yang berdekatan dengan
tanah sawah yang dialihfungsikan di Kabupaten
Bandung dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Alih fungsi tanah sawah menjadi Gambar 2. Alih fungsi tanah sawah menjadi
perumahan di Kabupaten Bandung rumah petani di Kabupaten Bandung

perumahan, sawahnya sangat subur dengan


Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa telah
pengairan yang baik (beririgasi).
terjadi alih fungsi tanah sawah menjadi
perumahan. Hal ini dapat terlihat dari letak rumah Petani yang sudah tidak mempunyai tanah
petani dengan perumahan maupun rumah petani sawah lagi bekerja sebagai buruh tani, petani
yang letaknya berdampingan langsung dengan penggarap, atau bekerja serabutan di bidang
sawah yang masih produktif. Kondisi ini akan pertanian atau beralih profesi menjadi pembuat
menyebabkan kegiatan pertanian terganggu oleh bata, buruh bangunan, buruh pabrik, buruh
polusi dari limbah rumah tangga dan hama tikus pembuatan meja kursi dan wiraswasta. Kondisi ini
yang mengganggu, sehingga menurut petani disebabkan pendidikan petani yang kebanyakan
(sampel) akan menyebabkan produksi padi hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD),
berkurang. Gambar tersebut menunjukkan pula sehingga sulit untuk bekerja di bidang lainnya
bahwa tanah sawah yang berdekatan dengan yang lebih menjanjikan. Petani yang terkena

394 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


dampak alih fungsi tanah sawah tersebut pada usaha tani dengan pendidikan yang lebih tinggi
umumnya (90%) sudah berusia 50 tahun ke atas. dibandingkan orang tuanya.
Regenerasi petani sulit dilakukan, karena anak-
Alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian
anak petani tidak mau bekerja sebagai petani. Alih
di desa (sampel) di Kabupaten Bandung selain
fungsi tanah sawah ke nonpertanian bukan
berdampak terhadap luas tanah yang dimiliki
merupakan masalah bagi anak-anak petani,
petani (sampel), juga berdampak terhadap
karenamereka bisabekerja menjadi buruh bangunan,
pendapatan dari usaha taninya. Dampak terhadap
bekerja di pabrik (garment, tas, tekstil dan lain-
pendapatan petani (sampel) akibat alih fungsi
lainnya), berdagang atau pekerjaan lain di luar
tanah sawah dari tanah sawahnya dapat diketahui
dari Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4. Pendapatan Petani (Sampel) dari Usaha Tani Tanah Sawah Selama Satu Tahun di Kabupaten Bandung
Provinsi Jawa Barat
Luas Tanah Sawah Pendapatan dari Tanah Sawah
No. Dijual/Dialih- Sebelum Dijual/ dijual/dialih- Sesudah Dijual/Dialih fungsikan
Sampel Semula
fungsikan Dialihfungsikan fungsikan
(m2) Rp Persentase (%)
(m2) (Rp) (Rp)
1. 250 250 1.200.00 1.200.000
6.900.000 0,00
5.740 6.900.000
2. 3.500 - 3.300.000 - 3.300.000 100,00
1.400 798 2.500.000 750.000 1.750.000 70,00
7.000 - 7.500.000 - 7.500.000 100,00
3. 1.022 1.022 2.190.000 2.190.000 0,00 0,00
4. 30.000 5000 64.000.000 10.500.000 53.500.000 83,59
5. 1.036 1.036 2.220.000 2.220.000 0,00 0,00
6. 2.800 1960 6.000.000 4.200.000 1.800.000 30,00
7. 2.856 1036 3.500.000 1.500.000 2.000.000 57,14
8. 9.800 5.600 16.465.000 9.600.000 6.865.000 41,69
9. 9.660 1.260 6.900.000 900.000 6.000.000 86,96
10. 322 42 1.380.000 180.000 1.200.000 86,96
Sumber: Puslitbang Kementerian ATR/BPN, 2014
Keterangan: Satu tahun 2 kali panen,Hurup tebal= sewa,Hurup tebal dan miring= maro
Pendapatan petani sampel (80%) berasal
Pengendalian Alih Fungsi Tanah Sawah ke
dari tanah sawah pada umumnya kurang dari satu
Nonpertanian
juta rupiah per bulan. Hal ini disebabkan
kepemilikan tanah sawahnya yang sempit kurang 1. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Tanah
dari 5.000 m2 (0,5 hektar), dan adanyahama serta Sawah ke Nonpertanian
penyakit, akibat tanah sawahnya dekat dengan
Sistem tenurial, sistem pemilikan tanah
perumahan. Petani sampel menyatakan bahwa
dan kebijakan terkait dengan penggunaan tanah
pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan
dan kebijakan pertanian, yang dianut dan
hidupnya sehari-hari, sehingga harus mencari
dikembangkan dalam suatu negara, sangat
tambahan penghasilan. Sebanyak tiga orang petani
mempengaruhi bagaimana fungsi-fungsi tanah
sampel (30%), pekerjaan yang mereka lakukan
dipertahankan atau berubah dengan mudah.
adalah menjadi buruh bangunan, buruh pabrik dan
Sistem tenurial di sini bisa yang sifatnya legal-
berwiraswasta.
formal yang berlaku melalui peraturan perundang-
Pendapatan petani sampel yang telah undangan negara. Di Indonesia dalam hal ini
menjual atau mengalihfungsikan sebagian tanah yang berlaku adalah Undang Undang Nomor 5
sawahnya menjadi berkurang, bahkan bagi petani Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok
yang menjual atau mengalihfungsikan seluruh Agraria, Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009
tanah sawahnya tidak memperoleh pendapatan tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
lagi dari tanah sawahnya. Berkelanjutan, Undang Undang Nomor 26 Tahun

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 395


2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Menteri (a) Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah
Dalam Negeri (PMDN) Nomor 5 Tahun 1974 Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non-
tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan pertanian melalui Penyusunan Rencana Tata
dan Pemberian tanah untuk Keperluan Ruang Wilayah (RTRW) Dati II atau oleh
Perusahaan; PMDN Nomor 3 Tahun 1987 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
Penyediaan dan Pemberian Hak atas Tanah untuk
(b) Dalam menyusun RTRW Dati I dan Dati II,
Keperluan Pembangunan Perumahan; Keputusan
agar tidak memperuntukkan tanah sawah
Presiden (Keppres) Nomor 53 Tahun 1989
beririgasi teknis guna penggunaan nonpertanian,
tentang Kawasan Industri, Keppres Nomor 54
kecuali terpaksa atas pertimbangan tertentu
Tahun 1980 tentang Kebijaksanaan mengenai
dengan terlebih dahulu dikonsultasikan kepada
Pencetakan Sawah, dan aturan-aturan pelaksana di
Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.
tingkat kementerian terkait, seperti Kementerian
Agraria/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Di samping itu ada pula Surat Edaran
Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum – MNA/KBPN 410-2261/1994, yang intinya Izin
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Lokasi Tidak Boleh Mengkonversi Sawah Irigasi
Teknis (SIT).
Adanya peraturan-peraturan tersebut
menunjukkan bahwa pengendalian alih guna tanah Apabila dilihat beberapa kebijakan sebelumnya
sawah ke nonpertanian sudah dilakukan sejak dengan dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres)
lama dengan berbagai peraturan. Hasil kajian Nomor 53 Tahun 1989, Keppres Nomor 33/1990,
normatif dan empiris menunjukkan bahwa dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992
kebijakan mengenai pengendalian alih fungsi tentang Penataan Ruang yang mengatur bahwa:
tanah sawah ke nonpertanian di Indonesia masih (a) Pembangunan kawasan industri, tidak boleh
tidak efektif, bahkan dapat dikatakan gagal mengkonversi SIT/Tanah Pertanian Subur,
(Suhadi & Wahanisa, 2011). Jika melihat pada atau bahwa pembangunan kawasan industri
berbagai kebijakan tersebut, hal ini menjadi wajar tidak mengurangi areal tanah pertanian dan
karena antarsatu aturan dengan yang lainnya tidak dilakukan di atas tanah yang mempunyai
terlihat tidak konsisten. fungsi utama, untuk melindungi sumberdaya
Pada tahun 1974, pemerintah melalui alam dan warisan budaya.
Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan (b) Pemberian izin pembebasan tanah untuk
Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974 industri dilakukan dengan pertimbangan tidak
tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaaan akan mengurangi areal tanah pertanian dan
dan Pemberian Tanah untuk Keperluan tidak boleh di kawasan pertanian tanaman
Perusahaan, yang menguatkan tujuan untuk pangan lahan basah berupa sawah dengan
mempertahankan tanah sawah, bahkan bertujuan pengairan irigasi serta lahan yang dicadangkan
untuk menambah luasan tanah yang digunakan untuk usaha tani irigasi.
untuk persawahan. Namun pada tahun 1984, (c) Penyusunan RTRW harus mempertimbangkan
Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat budidaya Pangan/Sawah Irigasi Teknis (SIT).
Edaran Nomor 590/11108/Sj tanggal 29 Oktober (d) Perubahan fungsi ruang kawasan pertanian
1984tentang Perubahan Tanah Pertanian ke menjadi kawasan pertambangan, pemukiman,
Nonpertanian, yang intinya seolah “memaklumi kawasan industri, dan sebagainya memerlukan
adanya situasi dan kondisi” dimana terjadi proses kajian dan penilaian atas perubahan fungsi
peralihan tanah sawah beririgasi teknis ke tujuan- ruang tersebut secara lintas sektor, lintas
tujuan nonertanian. Aturan ini dipertegas di tahun daerah, dan terpusat.
1994 melalui Surat Edaran Menteri Negara Namun demikian, penilaian lintas sektor
Agraria (MNA)/Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24 Tahun
(KBPN) 410-1851/1994 tentang Pencegahan 1992 tentang Penataan Ruang pada kenyataannya
Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi untuk sulit untuk dilakukan. Kesulitan disebabkan
Penggunaan Nonpertanian Melalui Penyusunan lemahnya koordinasi kelembagaan penyelenggara
Rencana Tata Ruang Wilayah, yang pada intinya: kegiatan penataan ruang, penatagunaan tanah, dan

396 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


pemberian izin-izin lokasi untuk keperluan Sayangnya memang aturan teknis ini juga tidak
pembangunan wilayah yang dikeluarkan oleh disertai sanksi yang jelas apabila terjadi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. pelanggaran. Bentuk pendelegasian pun hanya
bersifat memberikan petunjuk bagi Gubernur,
Persoalan mengenai perencanaan Rencana
Bupati dan Walikota untuk melarang bentuk-
Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan koordinasi
bentuk tindakan yang mengkonversi tanah-tanah
dalam pemberian izin penggunaan tanah juga
sawah beririgasi teknis menjadi tanah-tanah
ternyata semakin tidak konsisten ketika diberikan
kering.
aspek baru, yaitu perlindungan tanah sawah
khusus beririgasi teknis dari konversi tanah ke Kebijakan-kebijakanmengenai alih fungsi
fungsi nonpertanian. Dalam perjalanannya, tanah sawah ke nonpertanian yang mengendalikan
kebijakan-kebijakan mengenai larangan konversi alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian telah
tanah sawah beririgasi teknis ke fungsi banyak ditetapkan, kebijakan-kebijakan tersebut
nonpertanian menjadi “tidak jelas” alias kabur, sebagai berikut:
mulai dari “permakluman” akan kebutuhan
Undang-undang No. 5 tahun 1960 Undang-
daerah, hingga ke tiadaannya sanksi bagi
undang Pokok Agraria
Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun bagi Badan
Hukum yang melanggar kebijakan mengenai izin (1) Larangan penguasaan lahan tak terbatas, luas
lokasi. Sementara di lain pihak, izin-izin lokasi maksimum dan minimum, dan Kewajiban
yang diberikan berdasarkan pengaturan RTRW menjaga produktivitas tanah, sebagai berikut:
yang tidak selalu mengindahkan kondisi dan fakta (a) Pasal 7 UUPA yang memuat larangan
di lapangan, apakah masih merupakan tanah penguasaan tanah yang melampaui batas,
sawah beririgasi teknis atau tidak, seringkali tidak (b) Pasal 10 UUPA yang mewajibkan
mendapat perhatian. pemilik tanah pertanian untuk mengerjakan
sendiri tanah garapannya secara aktif
Aturan mengenai larangan untuk
guna mencegah terjadinya pemerasan,
mengubah tanah sawah beririgasi teknis
(c) Pasal 17 UUPA yang mengatur luas
sebetulnya cukup rinci, diatur dalamSurat Edaran
minimum dan maksimum kepemilikan
MNA/KBPN 460-1594/1996 tentang Pencegahan
tanah oleh satu keluarga atau badan
Konversi Tanah Sawah dan Irigasi Teknis
hukum guna menciptakan pemerataan
Menjadi Tanah Kering, yaitu:
penguasaan tanah,dan sebagainya
(a) Menteri Agraria memahami fakta dimana
(2) Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960
telah terjadi perubahan sawah irigasi teknis ke
tentang Penetapan Batas Luas Maksimum
tanah kering dalam sepuluh tahun terakhir
Pertanian
diperkirakan lebih dari 500.000 ha, melalui
cara menutup saluran irigasi. Larangan penguasaan lahan tak terbatas, luas
(b) Untuk hal tersebut di atas, Menteri maksimum dan minimum, sebagai berikut:
memberikan petunjuk kepada Gubernur/ (a) penetapan luas maksimum pemilikan dan
Bupati/Walikota untuk: penguasaan tanah pertanian;
(1) Tidak menutup saluran irigasi. (b) penetapan luas minimum pemilikan tanah
(2) Tidak mengeringkan sawah irigasi pertanian dan larangan untuk melakukan
menjadi tanah kering. perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan
(3) Tidak menimbun sawah untuk membangun. pemecahan pemilikan tanah-tanah itu
(4) Banyak sawah irigasi yang sudah menjadi menjadi bagian-bagian yang terlampau
tanah kering, untuk mengembalikan lagi kecil;
seperti semula. (c) soal pengembalian dan penebusan tanah-
(c) Gubernur dapat memberikan petunjuk pada tanah pertanian yang digadaikan. Meskipun
Walikota agar meninjau kembali dan merevisi dalam pasal 17 mengatur dan menunjuk
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Dati pada semua macam tanah, dalam
II. Undang-undang No. 56 tersebut baru
mengatur soal tanah pertanian saja.

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 397


Maksimum luas dan jumlah tanah untuk tanah untuk industri dilakukan dengan
perumahan dan pembangunan lainnya pertimbangan tidak akan mengurangi areal
akan diatur tersendiri dengan suatu PP. tanah pertanian dan tidak boleh di kawasan
pertanian tanaman pangan lahan basah
(3) Undang-undang No. 51 Prp. Tahun 1960
berupa sawah dengan pengairan irigasi serta
Penguatan hak kepemilikan dan larangan Lahan yang dicadangkan untuk usaha tani
penggunaan tanah oleh nonpemilik tanpa izin irigasi).
(Larangan Pemakaian Tanah tanpa Izin yang
(8) UU No. 24 Tahun 1992
Berhak atau Kuasanya)
RTR wilayah harus mempertimbangkan
(4) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5
budidaya tanaman pangan, Alih fungsi Lahan
Tahun 1974
harus mendapat penilaian lintas sektor –
Penguatan kebijakan untuk mempertahankan prosedurnya belum diatur, sebagai berikut:
tanah sawah, bahkan untuk menambah (a) Penyusunan RTRW harus memper-
jumlah luasan tanah sawah (Ketentuan- timbangkan budidaya Pangan/SIT
ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian (b) Perubahan fungsi ruang kawasan pertanian
Tanah untuk Keperluan Persawahan) menjadi kawasan pertambangan, pemukiman,
(5) SE Menteri Dalam Negeri No. 590/ 11108/Sj kawasan industri, dan sebagainya
tanggal 29 Oktober 1984 memerlukan kajian dan penilaian atas
perubahan fungsi ruang tersebut secara
Aturan ini inkonsisten dengan Keppres lintas sektor, lintas daerah dan terpusat.
tentang Larangan konversi tanah subur/
sawah irigasi teknis.Kawasan industri tidak (9) Peraturan KBPN No. 2/1993
boleh dibangun atas tanah sawah subur yag Aturan ini inkonsisten dengan Keppres
berfungsi melindungi sumber daya alam dan tentang larangan konversi tanah subur/sawah
warisan budaya (Perubahan Tanah Pertanian irigasi teknis
ke Nonpertanian).
kawasan industri tidak boleh dibangun atas
(6) Keppres No. 53 Tahun 1989 tanah sawah subur yang berfungsi melindungi
Larangan konversi tanah subur/sawah irigasi sumber daya alam dan warisan budaya (Tata
teknis, Kawasan industri tidak boleh cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas
dibangun atas tanah sawah subur yag Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka
berfungsi melindungi sumber daya alam dan Penanaman Modal)
warisan budaya (Pembangunan kawasan (10) SE MNA/KBPN 410- 1851/1994
industri, tidak boleh konversi SIT/Tanah
Kembali memperkuat larangan mengubah
Pertanian Subur:
fungsi tanah sawah irigasi teknis dalam RTR
Pembangunan kawasan industri tidak sebagai berikut:
mengurangi areal tanah pertanian dan tidak (a) Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah
dilakukan di atas tanah yang mempunyai Beririgasi Teknis untuk Penggunaan
fungsi utama untuk melindungi sumberdaya Nonpertanian Melalui Penyusunan RTR:
alam dan warisan budaya) (b) Dalam menyusun RTRW Dati I dan Dati
(7) Keppres No. 33/1990 tentang Pelarangan II, agar tidak memperuntukkan tanah
Pemberian Izin Perubahan Fungsi Lahan sawah beririgasi teknis guna penggunaan
Basah dan Pengairan Beririgasi Bagi nonpertanian, kecuali terpaksa atas
Pembangunan Kawasan Industri pertimbangan tertentu dengan terlebih
dahulu dikonsultasikan kepada Badan
Larangan konversi tanah subur/sawah irigasi Koordinasi Tata Ruang Nasional.
teknis, Kawasan industri tidak boleh
dibangun atas tanah sawah subur yang
berfungsi melindungi sumber daya alam dan
warisan budaya(Pemberian izin pembebasan

398 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


(11) SEMN/KBPN 410- 2261/1994 (16) SE MNA/KBPN 460- 3364
Memperkuat larangan alih fungsi tanah sawah Memperkuat larangan alih fungsi tanah
(Izin Lokasi Tidak Boleh Mengkonversi Sawah sawah ke nonpertanian (Pencegahan
Irigasi Teknis (SIT)) Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis
untuk Penggunaan Nonpertanian)
(12) SE/K BAPPENAS 5334/MK/9/1994
(17) SE MNA/KBPN No. 460-3346 tanggal 31
Memperkuat larangan alih fungsi tanah sawah
Oktober 1994 tentang Perubahan Penggunaan
(Pelarangan Konversi Lahan Sawah Irigasi
Tanah Sawah Beririgrasi Teknis untuk
Teknis Untuk Nonpertanian)
Penggunaan Tanah Nonpertanian
(13) SE MNA/KBPN5335/ MK/1994
Mencoba “memahami fakta terjadinya alih
Identifikasi kemungkinan masalah kelembagaan fungsi tanah sawah ke nonpertanian” melalui
(koordinasi dan kontrol) antara Dati II Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan
(Pemda) dengan BKTRN dalam menentukan perkembangan wilayah perkotaan dan
RTR Wilayah, sebagai berikut: mengatur mekanisme perubahan/alih fungsi
(a) Penyusunan RTRW Dati II Melarang tanah bagi penggunaan non-pertanian
Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis sebagai berikut:
untuk Nonpertanian: (a) Telah terjadi peningkatan penggunaan
(b) BKTRN pada prinsipnya tidak tanah sawah beririgasi teknis untuk
mengizinkan perubahan penggunaan kegiatan penggunaan tanah nonpertanian
sawah beririgasi teknis untuk penggunaan (b) Mekanisme perubahan penggunaan di
diluar pertanian, dan kesepakatan tersebut beberapa DATI II sebagai akibat RTR
telah dilaporkan kepada Presiden. (Dati II) yang mengarahkan peruntukan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tanah bagi penggunaan non-pertanian
beberapa Daerah Tingkat II perlu (misalnya: industri dan perumahan) di
disempurnakan, karena di dalamnya tanah sawah yang beririgasi teknis.
tercantum rencana penggunaan lahan (c) Semua Dati II ingin menarik investor ke
sawah beririgasi teknis untuk penggunaan daerahnya
bukan pertanian. (d) Meningkatnya “egoisme regional”
(14) SEMNA/KBPN5417/ MK/10/1994 (e) Mekanisme lainnya terjadi melalui
pemekaran kota dan pemindahan ibukota
Tanah untuk perumahan diarahkan pada kabupaten
lahan yang sudah berizin lokasi dan di luar
tanah beririgasi teknis, sebagai berikut: (18) SE MNA/KBPN 460- 1594/1996
(a) Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Aturan teknis untuk Gubernur dan Bupati
Pembangunan Perumahan, untuk menjaga keberlangsungan tanah sawah
(b) Pada prinsipnya perubahan penggunaan beririgasi teknis sebagai berikut:
tanah pertanian/sawah beririgasi teknis (a) Mencegah Konversi Tanah Sawah dan
untuk keperluan selain pertanian tidak Irigasi Teknis menjadi Tanah Kering:
diizinkan. Untuk peningkatan efisiensi (b) Perubahan sawah irigasi teknis ke tanah
pemanfaatan Lahan, pembangunan kering dalam sepuluh tahun terakhir
perumahan baru diarahkan ke lahan yang diperkirakan lebih dari 500.000 ha,
telah mempunyai izin lokasi dan ke melalui cara menutup saluran irigasi.
lokasi di luar lahan beririgasi teknis. (c) Untuk hal tersebut di atas kepada
(15) SE MENDAGRI 474/4263/SJ/1994 Gubernur/Bupati/Walikota untuk memberikan
petunjuk:
Sawah irigasi teknis dipertahankan untuk (1) Tidak menutup saluran irigasi
ketahanan pangan (Mempertahankan sawah (2) Tidak mengeringkan sawah irigasi
Beririgasi Teknis untuk mendukung Swasembada menjadi tanah kering
Pangan)

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 399


(3) Tidak menimbun sawah untuk (c) Jika dari izin dan perolehan baru sebagian
membangun yang mendapat Hak Guna Usaha (HGU)
(4) Banyak sawah irigasi yang sudah atau Hak Guna Bangunan (HGB) maka
menjadi tanah kering, untuk izin lokasi dapat diperpanjang
mengembalikan lagi seperti semula
(21) Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang
(d) Gubernur dapat memberikan petunjuk
Penataan Ruang (Revisi UU 24 Tahun 1992).
pada Walikota agar meninjau kembali dan
merevisi RTRW Dati II Jika mengikuti konsep ideal, maka dilarang
dilakukan alih fungsi tanah yang tidak sesuai
(19) Undang-undang No. 23 tahun 1997
dengan kondisi ekologisnya. Yang menjadi
Alih fungsi lahanharus memperhatikan pertanyaan, bagaimana apabila kondisi
fungsi-fungsi ekologis dan kesesuaian tanah ekologis tanah tersebut juga sudah berubah?
(Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Apakah konversi dapat dilakukan? (Penataan
Lingkungan Hidup) ruang didasari pada konsep kesesuaian ruang
dan fungsi ekologis, serta memperhatikan
(20) Instruksi menteri Negara Agraria/ Kepala
perkembangan wilayah).
BPN No. 5 Tahun 1998tentang Pemberian
Izin Lokasi Dalam Rangka Penataan (22) Undang-undang No. 16 tahun 2007 tentang
penguasaan Tanah Skala Besar (21 Oktober Penatagunaan Tanah
1998)
Mengatur mengenai kebijakan tata guna
Aturan ini membuka banyak peluang tanah secara nasional.
pelanggaran, karena tidak ada sanksi yang
(23) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana
diatur apabila badan hukum tidak melakukan
Tata Ruang Wilayah Nasional
perpanjangan izin lokasi, dan siapa yang
seharusnya mengontrol perpanjangan izin Pedoman ini masih belum bisa dilaksanakan
lokasi sebagai berikut: di banyak daerah, Perda RTRW, misalnya
(a) Pemberian izin tidak boleh melebih batas masih mengalami banyak kendala (Memberikan
maksimum yang ditetapkan bagi badan pedoman bagi kebijakan nasional dan daerah
hukum atau sekelompok badan hukum dalam menentukan rencana tata ruang
yaitu: wilayah).
(1) Izin lokasi maksimum, tapi real (24) UU No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungan
perolehan tanah belum maksimum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
dalam perpanjangan tetap tidak boleh
melebihi; Sebagai payung kebijakan untuk melindungi
(2) Jika perolehan sudah maksimum, Lahan pertanian yang ditujukan untuk
maka izin lokasi tidak dapat pertanian pangan, bahkan untuk menambah
diperpanjang jumlah luasan Lahan pertanian, sebagai
(3) Bila izin dan perolehan tanah belum berikut:
maksimum, dapat diperpanjang (a) Mendorong dibukanya Lahan-Lahan baru
sampai mencapai luas maksimum untuk kepentingan pertanian tanaman
yang dibolehkan; pangan
(4) Jika izin dan perolehan sudah
maksimum tapi letaknya terpencar, (b) Merupakan kebijakan nasional yang dapat
tetap tidak boleh ditambah; jika ingin diadopsi sebagai rencana provinsi dan
dalam satu lokasi bisa melakukan kabupaten.
konsolidasi atau tukar menukar tanah. (25) PP No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan
(b) Izin lokasi pelepasan kawasan hutan, Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
dapat diperpanjang tahun kedua, namun Berkelanjutan.
jika lewat dua tahun belum ada tanahnya,
maka izin lokasi tidak diperpanjang. Menguatkan kembali kebijakan untuk
memperluas kawasan pertanian. Pertanyaannya

400 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


apakah justru yang terjadi adalah konversi sebagaimana tercantum dalam Pasal 52 ayat (1)
tanah-tanah wilayah hutan menjadi kawasan UUPA. Namun demikian, penegakan hukum dari
pertanian? Seharusnya ditegaskan bahwa ini ketentuan ini masih belum terlaksana sebagaimana
berlaku untuk kawasan non-hutan, sebagai mestinya. Selanjutnya, ketentuan terhadap
berikut: pelanggaran peruntukan tanah dalam Rencana
(a) Berada pada kawasan Lahan pertanian Tata Ruang Wilayah masih belum ada sanksi
khususnya di perdesaan hukumnya, demikian pula terhadap pelanggaran
(b) Ditetapkan secara nasional, provinsi dan ketentuan penyusunan RTRW yang seharusnya
kabupaten, ada pula yang sifatnya lintas telah mempertimbangkan berbagai aspek, antara
provinsi/kabupaten, bisa dari kawasan lain pencegahan konversi tanah pertanian
yang memang kawasan pertanian atau produktif, terutama sawah beririgasi (Hardjono,
kawasan non-pertanian 2005).
(c) Kriterianya: (1) Memiliki hamparan dengan
Kebijakan mengenai alih fungsi tanah
luas tertentu; (2) Menghasilkan pangan
sawah di Kabupaten Bandung untuk mengendalikan
pokok dengan tingkat produksi yang dapat
alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian
memenuhi sebagian besar kebutuhan
berdasarkan penelitianbelum ada. Upaya untuk
wilayah yang bersangkutan, (3) Memiliki
mengendalikan alih fungsi tanah sawah ke
kriteria teknis dan ekologis yang sesuai
nonpertanian secara tidak langsung hanya
untuk kawasan pertanian
dikendalikan oleh RTRW Kabupaten Bandung
(26) PP No. 12 Tahun 2011 tentang Insentif (Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008).
perlindungan Lahan pertanian pangan
berkelanjutan 2. Pengendalian Alih Fungsi Tanah Sawah ke
Nonpertanian
Menguatkan kebijakan perlindungan tanah
pertanian (aturan ini memberikan insentif Menurut Direktur Perluasan dan Pengelolaan
bagi pihak-pihak yang mengusahakan untuk Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Tunggul
melindungi Lahan pertanian yang digunakna Imam Panuju), sekitar 30 hektar tanah pertanian
untuk tanaman pangan). per tahun di 10 Kecamatan di Kabupaten Bandung
beralih fungsi menjadi perumahan ataupun fungsi
(27) PP No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem
lainnya, sehingga perlu dicegah penambahan alih
Informasi Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan.
fungsi tanah ini, agar produksi padi di Kabupaten
Menguatkan kebijakan perlindungan tanah Bandung terus meningkat (Pikiran Rakyat, 8
pertanian (bertujuan untuk mendata jumlah Oktober 2013:32). Iman menjelaskan bahwa perlu
dan luasan lahan pertanian yang digunakan ada Peraturan Daerah (Perda) khusus tentang alih
untuk tanaman pangan). fungsi tanah pertanian, agar tak mengganggu
Kebijakan tersebut diharapkan dapat produksi padi, dan juga dengan sistem System Rice
mengendalikan alih fungsi tanah sawah ke Intensification (SRI) bisa lebih mengoptimalkan hasil
nonpertanian, namun hasilnya masih belum sesuai padi."Jangan sampai Kabupaten Bandung ini
yang diharapkan. Lemahnya sistem perundang- seperti Karawang, yang kini sudah berubah total
undangan dan penegakan hukum (law menjadi pabrik-pabrik besar, selain itu sudah
enforcement) dari peraturan-peraturan yang ada dipikirkan hal lain untuk tetap bisa memproduksi
menyebabkan masih banyaknya tanah sawah beras agar produksi beras nasional bisa surplus"
beralih fungsi menjadi tanah nonpertanian. (Pikiran Rakyat, 8 Oktober 2013:32). Hal ini
Kewajiban untuk memelihara tanah, termasuk menunjukkan bahwa sudah ada kesadaran untuk
menambah kesuburannya dan mencegah mengendalikan laju alih fungsi tanah sawah di
kerusakannya sebenarnya telah ada dalam Pasal Kabupaten Bandung dan ada upaya untuk
15 Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang mengendalikannya agar produksi beras di
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (atau yang Kabupaten tersebut tidak tergangggu.
lebih dikenal sebagai Undang-undang Pokok Tanah sawah di Kabupaten Bandung
Agraria), yang dilengkapi dengan sanksi pidana sebenarnya sudah diupayakan untuk dikendalikan

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 401


melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Nomor 7 Tahun 2012 tentang Izin Lokasi. Salah
Di samping itu, sudah ada upaya dari satu syarat yang harus dipenuhi dalam pemberian
pemerintahan desa tertentu di Kabupaten Bandung izin lokasi tersebut adalah Pertimbangan Teknis
untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah ke Pertanahan. Pertimbangan teknis di dalam Perda
nonpertanian. Pengendalian tanah sawah ke tanah Izin lokasi merupakan pertimbangan dari aspek
nonpertanian di Kabupaten Bandung dilaksanakan penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang
sebagai berikut: meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang
bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan
a. Pengendalian Alih Fungsi Tanah Sawah ke tanah dan kemampuan tanah. Namun, Pertimbangan
Nonpertanian di Kabupaten Bandung melalui Teknis Pertanahan yang diterbitkan oleh Kantor
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pertanahan Kabupaten Bandung yang berisi kajian
aspek-aspek pertanahan, bukanlah penentu dalam
Potensi alih fungsi lahan terjadi akibat
penerbitan izin lokasi, karena keputusan akhir
cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk yaitu
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung.
sebesar 2,7%, yang meningkatkan kebutuhan akan
Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi tanah
ruang. Di samping itu kebijakan pembangunan di
sawah ke nonpertanian secara tidak langsung
Kabupaten Bandung walaupun dititikberatkan
dikendalikan oleh RTRW melalui Izin Lokasi.
pada sektor pertanian, sebagai akibat dari
perkembangannya, maka sedikit demi sedikit Pembangunan Kabupaten Bandung ada
Kabupaten Bandung menuju ke arah industri. yang belum tercantum dalam RTRW Kabupaten
Pembangunan ke arah industri tersebut mau tidak Bandung Tahun 2007-2027 meliputi pemekaran
mau akan mengalihfungsikan tanah pertanian ke wilayah administrasi, rencana jaringan PAM di
nonpertanian, terutama tanah sawah. Alih fungsi Kabupaten maupun regional Metro Bandung,
tanah sawah ke nonpertanian di Kabupaten rencana jaringan listrik, rencana monorail, rencana
Bandung telah diupayakan untuk dikendalikan jalan tol, rencana pembangunan TPAS baru dll,
melalui RTRW. Sehingga alih fungsi tanah sawah perlu ditindaklanjuti dengan penyempurnaan
ke nonpertanian di Kabupaten Bandung secara RTRW. Peninjauan kembali RTRW Kabupaten
tidak langsung dikendalikan oleh RTRW Bandung Tahun 2007-2027 dimungkinkan,
Kabupaten Bandung 2007 sampai dengan 2027 menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
(Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008). Rencana tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung sebagai Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
pengendali alih fungsi tanah sawah ke Penataan Ruang. Peninjauan kembali RTRW
nonpertanian telah ditetapkan dalam Peraturan tersebut dapat dilaksanakan setiap lima tahun
Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana sekali, sehingga Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Tahun 2007 sampai dengan 2027. Penyusunan (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2007 sampai
RTRW di Kabupaten Bandung dilakukan oleh tim dengan 2027 akan ditinjau kembali. Tujuan
yangdiketuai oleh Ketua Badan Pembangunan peninjauan kembali perda tersebut adalah untuk
Daerah (Bappeda). Penyusunan RTRW dilakukan mewujudkan rencana tata ruang wilayah
secara bersama-sama (koordinasi), sehingga Kabupaten Bandung yang lebih aplikatif, aspiratif,
menjadi satu visi dan misi dan mengatasi ego dan berwawasan lingkungan.
sektoral. Dalam pelaksanaan penyusunan RTRW,
Peninjauan kembali Perda RTRW Kabupaten
Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung berperan
Bandung didasarkan kepada Keputusan Bupati
untuk memberikan saran dan pertimbangan
Bandung Nomor: 650/Kep.219-Bappeda/2013 tanggal
pertanahan yang meliputi: (i) Kondisi fisik tanah,
28 Maret 2013 tentang Penetapan Pelaksanaan
(ii) Penggunaan tanah, dan (iii) Status tanah.
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah
Namun, status tanah sebetulnya tidaklah diperlukan
(RTRW) Kabupaten Bandung. Peninjauan kembali
dalam penyusunan RTRW tersebut.
tersebut dimaksudkan untuk mengkaji, mengevaluasi
Selain RTRW, pengendali alih guna tanah serta menilai tata ruang dan penerapannya. Di
pertanian ke nonpertanian di Kabupaten Bandung samping itu, menurut Bappeda Kabupaten Bandung,
adalahPeraturan Daerah Kabupaten Bandung

402 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


RTRW Kabupaten Bandung perlu dilakukan yang telah memiliki Peraturan Desa lahan abadi
Revisi karena: (Perdes lahan pertanian pangan berkelanjutan)
adalahDesa Sangkanhurip KecamatanKatapang
(1) Terbitnya aturan dan perundangan terbaru
(Perdes Sangkanhurip Nomor 02 Tahun 2010
pada tingkat nasional setelah RTRW Kabupaten
tentang Kawasan Pertanian Lahan Basah Abadi)
Bandung ditetapkan dengan peraturan daerah
dan Desa Sumbersari Kecamatan Ciparay (Perdes
pada tahun 2008.
Sumber Sari Nomor 04 Tahun 2014 tentang
(2) Terbitnya Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun
Kawasan Pertanian Lahan Basah Abadi). Lahan
2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Barat yang
abadi yang dilindungi di Desa Sangkanhurip
perlu dijadikan acuan oleh RTRW Kabupaten
seluas 96 hektar, sedangkan di DesaSumbersari
Bandung.
seluas 400 hektar. Masyarakat di dua desa tersebut
(3) Adanya dinamika pembangunan Kabupaten
berkomitmen untuk tidak mengalihfungsikan
Bandung yang perlu ditindaklanjuti dengan
tanah pertaniannya terutama tanah sawah ke
penyempurnaan RTRW.
nonpertanian.
Untuk melaksanakan peninjauan kembali
Desa Sangkanhurip merupakan desa yang
RTRW Kabupaten Bandung, maka dibentuk
pertama kali memelopori pengendalian alih fungsi
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
tanah sawah melalui Peraturan Desa tentang
(BKPRD) yang terdiri dari Sekretariat dan
rencana kawasan pertanian lahan basah abadi.
Kelompok Kerja. Kelompok kerja terdiri dari dua
Peraturan Desa merupakan inisiatif warganya
kelompok yaitu Kelompok Kerja Perencanaan
yang mayoritas bermata pencaharian sebagai
Tata Ruang dan Kelompok Kerja Pemanfaatan
petani. Peraturan Desa tersebut diharapkan dapat
dan Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang.
membendung laju alih fungsi tanah sawah yang
Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung menjadi
terjadi di Desa Sangkanhurip. Pembentukan
anggota dalam Kelompok kerja Perencanaan Tata
Perdes tersebut merupakan upaya pengendalian
Ruang, diwakili oleh Kasi Penatagunaan Tanah.
alih fungsi lahan pertanian atau dikenal dengan
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
istilah lahan hijau. “Sesuai dengan Undang-
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandungpada saat
Undang Nomor 41 tahun 2009, lahan yang sudah
penelitian dilaksanakan sedang dalam pembahasan,
ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutanakan
sehingga perubahan bentuk pengendalian alih
dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan.
fungsi tanah sawah ke nonpertanian belum
Peraturan Desa bisa menjadi acuan untuk
diketahui. Menurut Hadinata dan Sugiyantoro
menyelamatkan lahan hijau yang setiap harinya terus
(2013:322), penyesuaian RTRW maupun Peraturan
berkurang. “Pengalihfungsian lahan pertanian
Bupati tentang lahan pertanian abadi belum
tersebut hanya boleh terjadi jika untuk kepentingan
ditetapkan sehingga alih fungsi lahan pertanian
umum. Namun, pengalihfungsian ini bisa dilakukan
masih berlangsung, sedangkan Rencana Tata
jika telah memenuhi mekanisme tertentu ayat tiga
Ruang Wilayah (RTRW), tidak sepenuhnya
Pasal 44 Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009.
melindungi lahan pertanian di Kabupaten
Bandung. Untuk mendorong agar semua desa di
Kabupaten Bandung memiliki perdes, Pemerintah
b. Pengendalian Alih Fungsi Tanah Sawah ke
Kabupaten Bandung berencana untuk memberikan
Nonpertanian di Kabupaten Bandung melalui
insentif bagi desa yang memiliki peraturan tentang
Peraturan Desa (Perdes)
lahan abadi pertanian. Peraturan tersebut
Pengendalian alih guna tanah sawah ke dibutuhkan untuk melindungi lahan pertanian dari
nonpertanian di Kabupaten Bandung telah alih fungsi. Insentif yang diambil dari Anggaran
dilakukan oleh dua desa melalui Peraturan Desa Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten
(Perdes) tentang Lahan Pertanian Abadi.Program itu berupa pemotongan pajak lahan pertanian
lahan abadi ini ditetapkan untuk mencegah alih sebesar 50%. Insentif ini sedang dikaji oleh Dinas
fungsi tanah pertanian ke nonpertanian, Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
merupakan inisiatif kepala desa beserta warganya. Bandung (Pikiran Rakyat, 28 Januari 2015).
Perdes diharapkanmampu mencegah warga untuk Insentif yang telah diberikan oleh Pemerintah
melakukan alih guna areal pertaniannya. Desa Kabupaten Bandung kepada kedua desa yang

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 403


telah menerbitkan Perdes Lahan Pertanian Abadi kesejahteraan masyarakat petani dan
berupa fasilitas penunjang pertanian, seperti pemeliharaan lingkungan dari dampak negatif
saluran irigasi, bantuan peralatan, dan bantuan pembangunan,
benih. Perdes lahan pertanian abadi diharapkan (3) Dalam rangka mewujudkan poin 1 dan 2
dapat melindungi lahan pertanian dari alih guna ditetapkan dengan Peraturan Desa
tanah pertanian ke nonpertanian, baik untuk Sangkanhurip.
industri maupun perumahan, sehingga ketahanan
Peraturan Desa Sangkanhurip Nomor 2 Tahun
pangan di Kabupaten Bandung dapat terwujud
2010 menyatakan bahwa maksud pembentukan
melalui terjaganya 32.000 hektar yang ditargetkan
kawasan pertanian basah abadi adalah sebagai
menjadi lahan abadi. Saat ini, luas lahan pertanian
pedoman dalam pengelolaan pembangunan di
di Kabupaten Bandung sekitar 35.000 hektar.
bidang pertanian berkelanjutan. Tujuan
Sebanyak 32.000 hektar di antaranya ditargetkan
pembentukan kawasan pertanian basah abadi di
menjadi lahan abadi pertanian. Jadi untuk alih
desa tersebut adalah:
guna dapat memanfaatkan sekitar 3.000 hektar
(1) Pencapaian pemanfaatan kawasan yang
(Pikiran Rakyat, 28 Januari 2015).
berdayaguna bagi kepentingan masyarakat
Perdes yang sudah ditetapkan oleh dua keseluruhan;
desa tersebut dapat memotivasi kepala desa (2) Peningkatan kesejahteraan petani;
lainnya untuk membuat peraturan desa (perdes) (3) Pemeliharaan lingkungan yang menjadi kawasan
yang sama, untuk mencegahalih fungsi tanah resapan air; dan
pertanian ke tanah nonpertanian. Untuk masa (4) Membantu dalam program swasembada pangan.
yang akan datangdiharapkanseluruh desa telah
Luas sawah yang menjadi kawasan
memiliki perdes lahan abadi yang sejalan dengan
pertanian tanah basah abadi seluas +92,4 hektar
adat istiadat setempat.
(44,74%) dari 185,772 hektar luas sawah di Desa
Inisiatif Kabupaten Bandung untuk Sangkanhurip. Lahan pertanian berkelanjutan di
mengembangkan program lahan abadi yang mirip Desa Sangkanhurip memiliki potensi yang sesuai
dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk pertanian pangan pokok, karena lahan
(LP2B) disambut baik oleh Direktur Perluasan pertanian yang ditetapkan adalah lahan beririgasi
dan Pengelolaan Lahan Kementerian Pertanian dan tadah hujan dengan besaran curah hujan pada
Republik Indonesia Prasetyo Nuchim, 2014, bulan kering 4-5 mm/hari dan bulan basah 7-8
karena menjadi bagian dari gerakan perlindungan mm/hari. Pemanfaatan kawasan pertanian lahan
lahan pertanian di Indonesia (Ardia, 2014). Upaya berkelanjutan sebagai lahan pertanian, lahan
mengantisipasi 32.000 hektar lahan pertanian di resapan air, lahan hijau terbuka dan sebagai
Kabupaten Bandung yang belum dimasukkan pemanfaatan air sungai disekitarkawasan
dalam program Perlindungan Lahan Pertanian pertanian berkelanjutan (sungai Cikasungka dan
Pangan Berkelanjutan (LP2B). sungai Ciranjeng). Letak sawah yang menjadi
kawasan pertanian tanah basah abadi sebagai
Peraturan Desa Sangkanhurip Nomor 02
berikut: (i) Blok Cikasungka Wetan +14,0 hektar;
Tahun 2010 tentang Rencana Kawasan Pertanian
(ii) Blok Saradan +11,2 hektar; (iii) Blok Cikuya
Lahan Basah Abaditanggal 9 Agustus Tahun
+17,2 hektar; (iv) Blok Nagrak +14,0 hektar;
2010ditetapkan untuk mengendalikan tanah sawah
(v) Blok Kalong Kidul + 18,0 hektar; dan (vi)
di Desa Sangkanhurip. Penetapan Perdes tersebut
Blok Kalong Kaler +18,0 hektar. Namun, jangka
dilakukan dengan menimbang sebagai berikut:
waktu rencana kawasan pertanian lahan basah
(1) Wilayah Desa Sangkanhurip Kecamatan
abadi tersebut belum ditentukan dan akan ditinjau
Katapang Kabupaten Bandung berdasarkan
kembali dalam waktu satu kali dalam lima tahun.
penggunaannya sebagian wilayahnya adalah
merupakan kawasan pesawahan yang sangat Pemanfaatan Kawasan Pertanian Lahan
potensial untuk dijadikan suatu kawasan Basah Abadi di Desa Sangkanhurip sebagai
pertanian lahan basah, berikut: (1) Tanah pertanian, (2) Tanah resapan
(2) Maksud tujuan poin 1, suatu bentuk air, (3) Tanah hijau terbuka, dan (4) Pemanfaatan
pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan air sungai di sekitar kawasan pertanian tanah

404 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


basah abadi. Sedangkan larangan terhadap ada bangunan yang berdiri di tengah lahan abadi.
Kawasan Pertanian Lahan Basah Abadi di Desa Namun demikian, Perdes tersebut sudah bisa
Sangkanhurip adalah: (i) Tidak diperbolehkan mengendalikan alih fungsi tanah sawah ke
mendirikan bangunan rumah tinggal perorangan nonpertanian. Pengendalian alih fungsi tanah
dan atau milik suatu badan usaha; (ii) Tidak sawah ke nonpertanian di Desa Sangkanhurip
diperbolehkan mendirikan bangunan tempat usaha dilaksanakan dengan cara Kantor Desa tidak
perorangan dan atau milik suatu badan usaha; dan memberikan persyaratan-persyaratan untuk mengurus
(iii) Tidak diperbolehkan menjualbelikan tanah di Izin Mendirikan Bangunan (IMB), apabila tanah
kawasan pertanian lahan basah kepada yang akan didirikan bangunan terletak di lahan
perorangan, kepada suatu badan usaha swasta dan abadi yang tercantum dalam Perdes Sangkanhurip.
atau pemerintah kecuali tidak merubah Hal ini dapat diketahui saat penelitian, terlihat
peruntukannya. adanya bangunan di lahan abadi yang terbengkalai
karena perizinannya tidak dapat diproses
Masyarakat desa ikut serta dalam
(Puslitbang BPN, 2014).
pengawasan pelaksanaan Kawasan Pertanian
Lahan Basah Abadi di Desa Sangkanhurip. Peran Desa lain di Kabupaten Bandung yang
masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan telah mengendalikan alih fungsi tanah sawah
kawasan pertanian lahan basah abadi meliputi: (i) selain Desa Sangkanhurip adalah Desa Sumbersari
Memberikan penyadaran terhadap masyarakat Kecamatan Ciparay. Desa ini mempunyai wilayah
pemanfaatan dan pelanggaran kawasan pertanian yang sebagian besar merupakan kawasan
Lahan basah abadi; (ii) Melaporkan setiap persawahan yang sangat potensial untuk dijadikan
pelanggaran terhadap rencana kawasan pertanian suatu kawasan pertanian berkelanjutan, sehingga
lahan basah abadi; dan (iii) Menjaga, memelihara Desa Sumbersari sebagaimana Desa Sangkanhurip
dari hal-hal yang berusaha merubah fungsi menetapkan Peraturan Desa No. 4 Tahun 2014
keberadaan kawasan pertanian lahan basah abadi mengenai Rencana Kawasan Pertanian Lahan
secara konsisten. Apabila Peraturan Desa tersebut Basah Abadi. Luas lahan pertanian berkelanjutan
dilanggar, maka sanksinya akan dilakukan di Desa Sumbersari seluas 349 hektar, lebih luas
penertiban. Penertiban terhadap pelanggaran yang daripada lahan basah abadi di Desa Sangkanhurip
terjadi meliputi: (i) Peringatan dan atau teguran; Kecamatan Katapang. Lokasi dan luas kawasan
(ii) Penghentian sementara pelayanan administratif; pertanian lahan basah abadi sebagai berikut: (i)
(iii) Penghentian sementara kegiatan pembangunan Blok Bungur +18 hektar; (ii) Blok Ranca Solor
dan atau pemanfaatan kawasan; (iv) Pencabutan +20 hektar; (iii) Blok Cikabuyutan +32 hektar;
izin yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan, (iv) Blok Jaliti +15 hektar, (v) Blok Ranca Waru
(v) Pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi +17 hektar; (vi) Blok Jami +20 hektar, (vii) Blok
kawasan; dan (vi) Memerintahkan kepada pemilik Dung Sema +17 hektar; (viii) Blok Cipalabuay
bangunan untuk dibongkar kembali apabila berada +20 hektar, (ix) Blok Cidaweung +70 hektar; (x)
di kawasan. Blok Rancatempele +80 hektar; (xi) Blok
Korolokan +20 hektar; dan (xii) Blok Pangulu +20
Penerapan Perdes Sangkanhurip belum
hektar.
semulus seperti yang diinginkan, karena masih

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 405


Gambar 3. Lahan sawah Abadi di Desa Sangkanhurip Gambar 4. Lahan sawah Abadi di Desa
Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Sangkanhurip Kecamatan Katapang
Kabupaten Bandung

3. Pengendalian Alih Guna Tanah Sawah ke dilakukan untuk mengetahui luas tanah sawah
Nonpertanian oleh Kantor Pertanahan yang telah dikuasai dan digunakan, sehingga data
Kabupaten Bandung yang dihasilkan bisa digunakan untuk dasar
perpanjangan izin lokasi. Hal ini dilakukan karena
Peran Kantor Pertanahan Kabupaten
perpanjangan izin lokasi mensyaratkan perolehan
Bandung dalam mengendalikan alih guna tanah
tanah minimal 50%. Jika perolehan tanah belum
sawah ke nonpertanian setelah RTRW ditetapkan
mencapai 50% izin lokasinya tidak dapat
adalah melalui Pertimbangan Teknis Pertanahan.
diperpanjang.
Pertimbangan Teknis Pertanahan di Kabupaten
Bandung merupakan salah satu syarat yang harus Pertimbangan Teknis Pertanahan pada
dilengkapi dalam pemberian izin lokasi. Persyaratan kenyataannya tidak mempengaruhi terbitnya izin
Pertimbangan Teknis Pertanahan ini tercantum lokasi, karena Pemerintah Kabupaten Bandung
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung tidak selalu memperhatikan Pertimbangan Teknis
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Izin Lokasi. Pertimbangan Pertanahan dalam mengeluarkan izin lokasi yang
Teknis Pertanahan berisi kajian mengenai aspek- diterbitkannya. Alih fungsi tanah sawah ke
aspek pertanahan. Sesuai Pasal 5 Perda Kabupaten nonpertanian yang tidak sesuai dengan RTRW
Bandung Nomor 7 Tahun 2012, Pertimbangan nampaknya masih dapat diberi toleransi, sehingga
teknis pertanahan adalah pertimbangan dan aspek izin lokasinya tetap dapat dikeluarkan. Rumah
penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang yang dibangun di atas tanah sawah oleh
meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang perorangan maupun Badan Hukum yang tidak
bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan mempunyai izin belum diberi sangsi yang tegas
tanah dan kemampuan tanah. berupa pembongkaran oleh Pemerintah Kabupaten
Bandung. Di sisi lain, Kantor Pertanahan
Upaya Kantor Pertanahan Kabupaten
Kabupaten Bandung dalam memberikan Hak
Bandung dalam mengendalikan alih guna tanah
Milik tidak melihat tata ruang, karena tanah yang
sawah ke nonpertanian melalui Pertimbangan
dimiliki masyarakat merupakan Tanah Milik Adat
Teknis Pertanahan adalah: (i) Mencegah alih guna
(Letter C) yang sudah diakui, berbeda dengan
tanah sawah ke nonpertanian tidak meluas dan
Tanah Negara yang bisa diatur dengan Tata
masih dalam koridor tata ruang; (ii) Menyarankan
Ruang.
agar alih guna tanah sawah ke nonpertanian yang
tidak sesuai dengan tata ruang tidak diberi izin Alih fungsi tanah sawah ke nonpertanian
lokasi; dan (iii) Pemerintah Kabupaten Karawang di Kabupaten Bandung belum sepenuhnya dapat
disarankan untuk melakukan monitoring izin dikendalikan dengan baik oleh RTRW, karena
lokasi 3 bulan sekali. Monitoring izin lokasi ini penerapanya masih ada toleransi belum sepenuhnya

406 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


sesuai RTRW, dan belum ada sangsi yang tegas. tinggi yaitu tanahsawah yang beririgasi teknis.
Kantor Pertanahan Kabupaten Bandungtelah Upaya untuk mencegah alih guna tanah-tanah
berperan dalam penyusunan dan penerapan RTRW, subur dan mengendalikan alih guna tanah
meski belum sepenuhnya dapat mengendalikan pertanian ke nonpertanian terutama tanah sawah
alih fungsi tanahsawah ke tanah nonpertanian, beririgasi teknis telah ditetapkan oleh pemerintah
karena penentu kebijakan adalah Pemerintah melalui berbagai peraturan, diantaranya oleh
Kabupaten Bandung. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Upaya dalam penataan ruang
4. Pengendalian Alih Fungsi Tanah Sawah ke dilakukan pemerintah dengan cara
Nonpertanian di Kabupaten Bandung mengalokasikan tanah sawah ke dalam fungsi
melalui LP2B RTRW pada kawasan lahan basah. Khusus untuk
menjaga ketahanan pangan telah ditetapkan
Kebijakan pembangunan di Kabupaten
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Bandung sedikit demi sedikit berkembang ke arah
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
industri mau tidak mau mengalihfungsikan tanah
agar terjamin penyediaan tanah pertanian untuk
pertanian ke nonpertanian, walaupun pembangunan di
tanaman pangan. Undang-undang inibertujuan
Kabupaten Bandung dititikberatkan pada sektor
untuk menjamin penyediaan lahan pertanian
pertanian. Strategi untuk mengendalikannya
pangan secara berkelanjutan sebagai sumber
diperlukan agar perkembangan pembangunan
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
tidak mengganggu produksi beras di Kabupaten
kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip
Bandung. Strategi tersebut dilakukan dengan
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
mengendalikan luas tanah sawah yang dilakukan
berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta
dengan caramenetapkan Lahan Pertanian Pangan
dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan
Berkelanjutan (LP2B) dan mengendalikan perizinan
kesatuan ekonomi nasional. Selain itu untuk
di tanah-tanah sawah yang berada dalam zonasi
menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap
tanah sawah, agar penggunaannya tidak berubah
warga negara sehingga negara berkewajiban
menjadi tanah nonpertanian. Di samping itu
menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
dilakukan pula agar tidak mengubah zona-zona
pangan, serta mengantisipasi pertambahan jumlah
yang telah ditetapkan dalam RTRW sebagai tanah
penduduk dan perkembangan ekonomi yang
sawah. Namun alih fungsi lahan pertanian di
mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi,
Kabupaten Bandung terus berlangsung, menurut
dan fragmentasi lahan pertanian pangan yang telah
data interpretasi citra SPOT, alih fungsi lahan
mengancam daya dukung wilayah secara nasional
pertanian ke nonpertanian yang berlangsung di
dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan
Kabupaten Bandung pada tahun 2004-2011 adalah
kedaulatan pangan.
sebesar 1.898,34 hektar atau sebesar 4,96%. Pada
tahun 2011, lahan pertanian yang dilindungi Pertimbangan utama dalam undang-
RTRW Kabupaten Bandung adalah sebesar 18.498 undang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan
hektar atau 50,78% dari jumlah lahan pertanian adalah bahwa Indonesia merupakan negara agraris
keseluruhan, sedangkan sisanya sebesar 17.940 Ha yang perlu menjamin penyediaan lahan pertanian
atau 49,25% direncanakan dialihfungsikan ke pangan secara berkelanjutan dan Undang-undang
penggunaan nonsawah. Hal ini disebabkan ini mengamanatkan Perencanaan dan Penetapan
perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di rencana perlindungan lahan pertanian berkelanjutan.
Kabupaten Bandung belum ditetapkan, sehingga Ketentuan peralihan menegaskan bahwa diperlukan
alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten tersebut penyesuaian RTRW untuk menetapkan Kawasan
masih berlangsung (Hadinata & Sugiyantoro, Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian
2013: 319). Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, dan apabila RTRW sudah
Alih fungsi tanah pertanian ke non- pertanian
ditetapkan, maka penetapan Kawasan tersebut
merupakan suatu ancaman terhadap keberlanjutan
dilakukan oleh Bupati/Walikota sampai diadakan
swasembada pangan. Alih fungsi tanah pertanian
perubahan atas Peraturan Daerah Rencana Tata
sulit dikendalikan, sebagian besar alih fungsi tanah
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
pertanian terjadi pada tanah yang produktivitasnya

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 407


Hasil pengendalian alih guna tanah sawah sehingga jika peraturan pendukung sudah
ke nonpertanian dapat dilihat dari implementasi dibuat maka sanksi yang akan didapatkan oleh
dua peraturan perundang-undangan tersebut pihak yang melakukan konversi lahan pertanian
(Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang sudah jelas.
Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 41 (4) Memotivasi pemerintah supaya sadar akan
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian pentingnya pertanian untuk masa depan
Pangan berkelanjutan). Namun, pada kenyataannya sehingga komitmen untuk menjalankan kebijakan
kebijakan pemerintah yang mengendalikan alih perlindungan lahan pertanian berkelanjutan,
guna tanah pertanian ke nonpertanian terutama serta koordinasi antar pelaku dapat berjalan.
alih guna tanah sawah belum berjalan seperti yang
Di samping itu, Pemerintah Kabupaten Bandung
diinginkan atau belum efektif, sehingga laju alih
akan membuat peta lahan hijau abadi yang akan
guna tanah pertanian masih berlangsung secara
menjadi gambaran tata letak lahan persawahan
terus menerus.
abadi di wilayah kabupaten Bandung. Lahan hijau
Peraturan Pemerintah No 1 tahun 2011 abadi tersebut berfungsi sebagai lahan pertanian
tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan yang berkelanjutan sehingga ketahanan pangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan menyatakan bisa terjaga. Lahan pertanian berkelanjutan
bahwa Penetapan Lahan Pertanian Pangan ditarget 29 ribu hektar akan dipetakan per desa.
Berkelanjutan adalah proses menetapkan lahan Pemetaan lahan hijau abadi masuk ke tahap lelang
tersebut melalui tata cara yang diatur sesuai pada Mei hingga Juni tahun 2015.Proses pemetaan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. membutuhkan dana yang tak sedikit, sehingga
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan dengan keterbatasan dana yang ada hanya dapat
Kabupaten Bandung saat ini belum menetapkan memetakan lahan hijau abadi setengah dari
lahan pertanian yang akan dijadikan LP2B. Hal ini wilayah Kabupaten Bandung. Oleh karena itu
disebabkan penetapan lahan ini harus dirumuskan diharapkan pada tahun 2015 mempunyai minimal
bersama dengan Dinas SDAPE untuk dukungan peta per desa dari setengah wilayah Kabupaten
jaringan irigasi dan Bappeda untuk perlindungan Bandung.Proses pemetaanbekerja sama dengan
di RTRW Kabupaten Bandung. Badan Koordinasi Survei Nasional sebagai
lembaga pemerintah yang berwenang mengeluarkan
Walaupun Zonasi LP2B di Kabupaten
peta. Luas pertanian di Kabupaten Bandung yang
Bandung belum ditetapkan dalam penyusunan
semula 35 ribu hektar, mungkin akan berada di
perubahan RTRW, namun upaya Pemerintah
bawah angka tersebut, sebab pemetaan dilakukan
Kabupaten Bandung untuk mengendalikan tanah
melalui satelitdanlebih akurat (Republika, 30 April
sawah sudah mulai dilakukan melalui rapat-rapat
2015).
koordinasi antar instansi terkait. Kegiatan
tersebutpada tahun 2014 baru sampai pada kajian Penetapan lahan pertanian pangan
luas tanah sawah yang digunakan untuk LP2B. berkelanjutan yang diamanatkan Undang-undang
Upaya lain untuk mewujudkan LP2B di belum dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Kabupaten Bandung dilakukan dengan cara-cara Bandung dan penyesuaian RTRW maupun
sebagai berikut: peraturan bupati tentang lahan pertanian pangan
(1) Sosialisasi secara bertahap dan menghimbau abadi belum ditetapkan menyebabkan alih fungsi
kepada pemerintah desa untuk segera lahan pertanian terutama tanah sawah subur masih
menetapkan LP2B mengingat semakin sempitnya berlangsung, sedangkan (RTRW) tidak sepenuhnya
tanah sawah. dapat melindungi lahan pertanian pangan di
(2) Memberikan reward/insentif untuk petani baik Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, untuk
untuk buruh tani ataupun pemilik sawah, mengendalikan alih guna tanah sawah ke
seperti perbaikan saluran irigasi, pompanisasi, nonpertanian diharapkan Pemerintah Kabupaten
ataupun akses jalan yang memadai. Bandung segera melakukan sebagai berikut: (i)
(3) Menetapkan peraturan pendukung seperti Menyusun dan menetapkan Lahan Pertanian
peraturan daerah, mengingat belum adanya Pangan Berkelanjutan, dan (ii) Menuangkan LP2B
landasan hukum yang kuat untuk mengatur dalam peraturan daerah dan ditetapkan dalam
besarnya tingkat konversi tahan pertanian, RTRW.

408 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


baik yang berupa Undang-Undang, Peraturan
Penutup Pemerintah, Keppres, Peraturan Menteri, Surat
Edaran maupun instruksi, namun pelaksanaannya
Tanah sawah selalu berkurang akibat
belum effektifseperti yang diharapkan. Pengendalian
beralih guna menjadi tanah nonpertanian. Alih
alih guna tanah sawah di Kabupaten Bandung
guna tanah sawah berlangsung terus selama ada
telah diupayakan melalui Peraturan Daerah Nomor
kebutuhan tanah untuk kegiatan nonpertanian,
3 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung
sehingga diperlukan pengendalian, agar tanah-
Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2027 yang saat
tanah sawah yang subur dapat dipertahankan bagi
ini sedang di revisi. Di samping itu telah ada upaya
kelangsungan ketahanan pangan. Kabupaten Bandung
dari pemerintahan desa untuk mengendalikan alih
sebagai penyangga ibukota Provinsi Jawa Barat
guna tanah sawah ke nonpertanian melalui
mengalami penurunan luas tanah sawah, karena
Peraturan Desa (Perdes) yaitu Perdes Sangkanhurip
beralih guna menjadi tanah nonpertanian seiring
No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Kawasan
dengan pertambahan penduduk dan pembangunan
Pertanian Lahan Basah Abadi dan Perdes
daerahnya. Alih fungsi tanah sawah di Kabupaten
Sumbersari Nomor 04 Tahun 2014 tentang
Bandung sebagaimana daerah lainnya terjadi
Kawasan Pertanian Lahan Basah.
setiap tahun, sehingga luas tanah sawah yang ada
di Kabupaten tersebut berkurang. Tanah-tanah Peran Kantor Pertanahan Kabupaten
sawah yang beralihguna menjadi tanah non- Bandung dalam mengendalikan alih guna tanah
pertanian terjadi pada tanah sawah yang subur sawah ke nonpertanian setelah RTRW ditetapkan
dibandingkan tanah-tanah sawah yang kurang adalah melalui Pertimbangan Teknis Pertanahan
subur, sehingga dikhawatirkan akan mengurangi yang merupakan salah satu syarat dalam
produksi padi di Kabupaten Bandung. pemberian izin lokasi. Persyaratan Pertimbangan
Teknis Pertanahan tersebut tercantum dalam
Alih guna tanah pertanian ke nonpertanian
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 7
yang terjadi di Kabupaten Bandung banyak
Tahun 2012 tentang Izin Lokasi. Sesuai pasal 5
dipengaruhi oleh faktor ekonomi keluarga petani,
Perda Kabupaten Bandung Nomor 7 Tahun 2012,
kondisi sosial budaya masyarakat, faktor ekologi,
Pertimbangan teknis pertanahan adalah pertimbangan
kebijakan Pemerintah Kabupaten Bandung, dan
aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah
kependudukan. Faktor-faktor ini menyebabkan
yang meliputi keadaan hak serta penguasaan
banyaknya tanah sawah yang subur beririgasi
tanah, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah
menjadi tanah nonpertanian. Namun apabila dikaji
dan kemampuan tanah. Namun penentuan
lebih lanjut, penyebab yang paling signifikan
terbitnya izin lokasi berada pada Pemerintah
adalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung.
dalam menyusun dan menetapkan RTRW.
Penetapan lahan pertanian pangan
Alih guna tanah pertanian ke nonpertanian
berkelanjutan yang diamanatkan Undang-undang
secara nyata berdampak kepada kehidupan petani,
belum dilaksanakan dan penyesuaian RTRW
karena luas tanah pertanianakan menyempit
maupun peraturan bupati tentang lahan pertanian
bahkan ada petani yang tidak mempunyai tanah
abadi belum ditetapkan, sehingga alih fungsi lahan
sawah sama sekali. Oleh karena itu banyak petani
pertanian masih berlangsung, sedangkan RTRW,
yang beralih profesi menjadi buruh tani, bahkan
tidak sepenuhnya dapat melindungi lahan pertanian
bekerja di sektor nonpertanian yang pendapatannya
di Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung
tidak menjanjikan, mengingat pendidikan petani
belum menetapkan lahan pertanian yang akan
yang kebanyakan hanya berpendidikan SD.
dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan
Penguasaan dan pemilikantanah sawah yang
yang dilindungi. Walaupun LP2B belum
sempitmengakibatkan pendapatan petani dari
ditetapkan, namun Pemerintah Kabupaten Bandung
usaha taninya tidak mencukupi kebutuhan
sudah mengupayakanuntuk mengendalikan tanah
hidupnya, sehingga tidak menarik minat anak
sawah. Upaya untuk menetapkan LP2B sudah
petani untuk bekerja di sektor pertanian.
dimulai melalui rapat-rapat koordinasi antarinstansi
Kebijakan pengendalian alih guna tanah terkait. Tanah sawah yang digunakan untuk LP2B
sawah ke nonpertanian sudah banyak ditetapkan sudah dikaji pada tahun 2014. Pemerintah

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 409


Kabupaten Bandung pun akan membuat peta Daftar Pustaka
lahan hijau abadi untuk digunakan sebagai
gambaran mengenai tata letak lahan persawahan Buku
abadi di wilayahnya.
Direktorat Penatagunaan Tanah, Badan Pertanahan
Dua Desa di Kabupaten Bandung sudah Nasional Republik Indonesia, 2010.
memiliki Peraturan Desa tentang lahan hijau abadi Penyusunan Neraca Sawah Nasional.
yakni Desa Sangkanhurip Kecamatan Katapang Jakarta,
(Perdes Sangkanhurip Nomor 02 Tahun 2010 tentang
Goetz, Shortle dan Bergstrom (Eds.). (2005). Land
Kawasan Pertanian Lahan Basah Abadi) dan Desa
Use Problems and Conflicts: Causes,
Sumbersari Kecamatan Ciparay (Perdes Sumber
Consequences and Solutions. London and
Sari Nomor 04 Tahun 2014 tentang Kawasan
New York: Routledge.
Pertanian Lahan Basah Abadi). Lahan abadi di
Desa Sangkanhurip luasnya 92,4 hektar Hardjono, 2005. Strategi Pengendaliaan Alih Fungsi
sedangkan Desa Sumbersari luasnya 349 hektar. Tanah Pertanian. Makalah Seminar, Jakarta.
Masyarakat di kedua desa tersebut berkomitmen Harsono, Boedi 2003. Hukum Agraria Indonesia
untuk tidak mengalihgunakan tanah sawahnya. Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Aparat desa diharapkan dapat mencegah warga Tanah. Jakarta. Penerbit Djambatan,.
yang akan mengalihgunakan tanah pertaniannya.
Perdes tersebut memang belum merupakan Jhamtani, Hira, 2008. Lumbung Pangan, Menata
kebijakan yang kuat dalam pelaksanaan kebijakan Ulang Kebijakan Pangan. Yogyakarta,
perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, INSISTPress.
namun sudah dapat mengendalikan alih guna tanah Kartika, Dewi, 2014. Tanggapan atas Desain Riset
pertanian di kedua desa tersebut. Untuk yang akan dan Usulan Pembahasan.Disampaikan
datang pemda akan menetapkan Perda Lahan dalam “Konsinyering Penyusunan Riset
Pangan Abadi untuk Pertanian. Oleh karena itu, Desain dan Instrumen Penelitian
untuk mengendalikan alih guna tanah sawah ke Dinamika dan Peluang Pengendalian Alih
nonpertanian, Pemerintah Kabupaten Bandung Fungsi Tanah Sawah oleh Pusat Penelitian
diharapkan segera menyusun dan menetapkan dan Pengembangan BPNRI” Jakarta, 2
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan April 2014.
menuangkan Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan dalam peraturan daerah dan Lambin EF, Turner BL, Geist HJ, Agbola SB,
menetapkan dalam RTRW. et.al,. (2001). The Causes of Land-Use
and Land-Cover Change: Moving Beyond
Strategi untuk mengendalikan luas tanah the Myths. Global Environmental Change:
sawah dilakukan dengan menetapkan Lahan Human Policy.
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan
mengendalikan perizinan di tanah-tanah sawah Lambin EF, Geist HJ & Lepers, E. (2003).
yang berada dalam zonasi tanah sawah agar tidak “Dynamics of Land-Use and Land Cover
berubah menjadi tanah nonpertanian.Oleh karena Change in Tropical Regions”. Annual
itu diperlukanpolitical will untuk mempertahankan Review of Environment and Resources,
pertanian: (i) Payung hukum yang tegas dalam 28, 205-241.
mengendalikan alih fungsi tanah sawah ke Lambin EJ, Geist HJ & Ellis. (2007). Causes of
nonpertanian; (ii) Komitmen untuk mengendalian Land-Use and Land-Cover Change. In
alih fungsi tanah sawah yang kuat dan sinergi Cleveland (Ed.). Encyclopedia of Earth.
antara instansi pusat yang ada di daerah dengan Washington DC: Environmental Information
pemerintah daerah setempat; dan (iii) Instrumen Coalition, National Council for Sciences
pengendalian yang paling kuat dan memungkinkan and the Environment.
untuk dilaksanakan saat ini adalah melalui
Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan
daerah setempat. Pertanahan Nasional Republik Indonesia
bekerjasama dengan Institut Pertanian

410 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


Bogor, 1996. Alih Guna Tanah Pertanian. Peraturan Desa Sumbersari Nomor 4 Tahun 2014
Jakarta. tentang Kawasan Pertanian Lahan Basah
Abadi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun
2007. Pengendalian Konversi (Alih Guna) 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai
Tanah Pertanian (Sawah) ke Non Penyediaan danPemberian Tanah Untuk
Pertanian. Jakarta. Keperluan Perusahaan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Peraturan Menteri Negara Agraria/KaBPN No.3
Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Tahun 1998, tentang pemanfaatan tanah
Nasional, 2014. Penelitian Dinamika dan kosong untuk tanaman pangan
Peluang Pengendalian Alih Fungsi Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004
Sawah. Jakarta.
tentang Penatagunaan Tanah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional Republik Indonesia, 2014.
Nasional.
Laporan Teknis Penelitian Dinamika dan
Peluang Pengendalian Alih Fungsi Tanah Surat Menteri Negara Agraria/KaBPN No. 410-
Sawah di Kabupaten Bandung. Jakarta. 1850 Tahun 1994 kepada Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua
Puspasari, A. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Bappenas selaku Ketua BKTRN perihal
Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
alih fungsi tanah sawah beririgasi teknis
Dampaknya terhadap Pendapatan Petani
untuk penggunaan tanah non pertanian.
(Studi Kasus Desa Kondangjaya, Kecamatan
Karawang Timur, Kabupaten Karawang). Surat Menteri Negara Agraria/KaBPN No. 410-
Skripsi. IPB, Bogor. 1851 Tahun 1994, kepada Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/
Sandi, RN, 2009. Analisis Faktor-faktor yang
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di
perihal pencegahan penggunaan tanah
Karawang. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
sawah beririgasi teknis untuk penggunaan
Suhadi & Wahanisa, R. (2011). “Tinjauan Yuridis tanah nonpertanian melalui penyusunan
Normatif Berbagai Peraturan Tentang Alih RTRW.
Fungsi Tanah Pertanian di Indonesia”.
Surat Menteri Negara Agraria/KaBPN No. 410-
Jurnal Pandecta, 6 (1). Diunduh dari
1851 Tahun 1994, kepada Kepala Kantor
<http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/p
Wilayah BPN Provinsi dan Kepala Kantor
andecta> pada Oktober 2014.
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya perihal
Sumaryanto, 2014. Strategi Pengendalian Alih pencegahan penggunaan tanah sawah
Fungsi Lahan Pertanian. Jakarta 3 April beririgasi teknis untuk penggunaan tanah
2014. Power Point. nonpertanian.
Supriyadi, A, 2004.Kebijakan Alih Fungsi Lahan Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
dan Proses Konservasi Lahan (Studi Nasional/Ketua Bappenas selaku Ketua
Kasus: Kabupaten Pasuruan, Jawa BKTRN No. 5335/MK/9/1994 Tahun
Timur). Bogor, Institut Pertanian Bogor. 1994, kepada Menteri Dalam Negeri
perihal penyusunan RTRW Daerah
Aturan Hukum Tingkat II.
Peraturan Desa Sangkanhurip Nomor 2 Tahun Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
2010 tentang Rencana Kawasan Pertanian Nasional/Ketua Bappenas selaku Ketua
Lahan Basah Abadi. BKTRN No. 5417/MK/10/1994 Tahun
1994, kepada Menteri Negara Perumahan

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 411


Rakyat RI perihal efisiensi pemanfaatan di-kab.bandung-terlantar. (Diunduh 3
lahan bagi perumahan. April 2016).
Surat Menteri Negara Agraria/KaBPN No.460- Hadinata D, Christian dan Sugiyanto, 2013.
3346 Tahun 1994, Kepada Kepala Kantor Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian
Wilayah BPN Provinsi dan Kepala Kantor dan AlihFungsi Lahan Pertanian di
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya perihal Kabupaten Bandung.http://sappk.itb.ac.id/
alih fungsi tanah sawah beririgasi teknis jpwk2/wp-content/uploads/2013/07/
untuk penggunaan tanah nonpertanian. V2N2-Kebijakan-Perlindungan-Lahan-
Pertanian-dan-Alih-Fungsi-Lahan-
Surat Menteri Dalam Negeri No.474/4263/S/Sj
Pertanian-di-Kabupaten-Bandung.pdf.
Tahun 1994, kepada Gubernur Kepala
(Diunduh, 1 April 2016).
Daerah Tingkat I seluruh Indonesia perihal
peninjauan kembali RTRW Provinsi dan Mildan, 2015.Penetapan Lahan Hijau Masih
RTRW Kabupaten/Kotamadya Tidak Efektif. http://kabarrakyat.co/2015/
05/15239/penetapan-lahan-hijau-masih-
Surat Menteri Sekretaris Negara No. 164/IV.
tidak-efektif/?fdx_switcher=true.
Sesneg/05/1996 Tahun 1996, Kepada Menteri
(Diunduh 2 April 2016).
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Ketua Bappenas selaku Ketua BKTRN Nugraharani, Dessy dan Wikarta, Engkus Kusnadi,
perihal permohonan persetujuan penggunaan 2014. Implementasi Kebijakan Perlindungan
lahan sawah beririgasi teknis untuk proyek Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
industri pemurnian minyak di Kabupaten Dalam Mengatasi Alih Fungsi Lahan
Situbondo, Jawa Timur. (Studi di Kabupaten Bandung, Provinsi
Jawa Barat) (Implementation of the Policy
Surat Menteri Negara Agraria/KaBPN No.460-
on the Protection of Sustainable Agricultural
1594 Tahun 1996, kepada Gubernur dan
Land in Handling Agricultural Land
Bupati/Walikotamadya perihal pencegahan
Convertion).Universitas Padjadjaran Agric.
konversi tanah sawah irigasi teknis
Sci. J. – Vol. I (4): 122-132 (2014)
menjadi tanah kering
http://download.portalgaruda.org/article.p
Surat Keputusan Kepala BPN-RI No. 354/KEP- hp?article=256421&val=6090&title=
100.18/IX/2011 tanggal 16 September implementasi%20kebijakan%20perlindun
2011, telah dibentuk Tim Koordinasi gan%20lahan%20pertanian%20pangan%2
Pemantapan Luas Sawah. 0berkelanjutan%20dalam%20mengatasi%
Surat Keputusan Kepala BPN-RI No. 296/KEP- 20alih%20fungsi%20lahan. (Diunduh 5
18.1/IV/2013 tgl 23 April 2013, Tentang Maret 2016).
pembentukan Tim Koordinasi Pemantapan Pemerintah Kabupaten Bandung Badan Perencanaan
Luas Baku Sawah, dengan tugas: Pembangunan Daerah, 2014. Konsep
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Revisi RTRW Kabupaten Bandung Tahun
Penataan Ruang. 2007-2027. https://www. google.co.id/
webhp?sourceid=chrome-instant&ion=
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang 1&espv=2&ie=UTF8#q=KONSEP+REVI
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan SI+RTRW+KABUPATEN+BANDUNG+
Berkelanjutan. TAHUN+2007+%E2%80%93+2027+PE
MERINTAH+KABUPATEN+BANDUN
Internet G+BADAN+PERENCANAAN+PEMBA
Ardia, Herdi, 2014. 32.000 Hektar Lahan NGUNAN+DAERAH. (Diunduh 2 Pebruari
Pertanian di Kabupaten.Bandung 'Terlantar'. 2016).
http://industri.bisnis.com/read/20140917/9 Pikiran Rakyat, 2013. Alih Fungsi Lahan
9/258124/32.000-hektare-lahan-pertanian- Pertanian di Kab. Bandung Capai 30
Hektar Per Tahun. http://www.pikiran-

412 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016


rakyat.com/bandung-raya/2013/10/08/ Republika, 2015.Bandung Kesulitan Terapkan
254164/alih-fungsi-lahan-pertanian-di- Lahan Hijau Abadi.http://www.skanaa.
kab-bandung-capai-30-hektar-tahun. com/id/news/detail/bandung-kesulitan-
(Diunduh 23 Pebruari 2016). terapkan-lahan-hijau-abadi. (Diunduh 2
Maret 2016).
Pikiran Rakyat, 2015. Desa Pemilik Lahan Abadi
Bakal Dapat Insentif.http://www.pikiran- Republika, 2015.Pemkab Bandung Bakal Punya
rakyat.com/bandung-raya/2015/01/28/ Peta Lahan Hijau Abadi. http://www.
313936/desa – pemilik – lahan – abadi- republika.co.id/berita/nasional/daerah/
bakal-dapat-insetif. (Diunduh 23 Pebruari 15/04/30/nnmkdj-pemkab-bandung-bakal-
2016). punya-peta-lahan-hijau-abadi. (Diunduh 2
Maret 2015).

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016 413


414 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 3 Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai