Anda di halaman 1dari 9

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN SUMBER

DAYA LAHAN UNTUK PENCETAKAN SAWAH


IRIGASI DI LUAR JAWA

Hikmatullah, Sawiyo, dan Nata Suharta

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Jl. Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123

ABSTRAK
Alih fungsi lahan sawah irigasi di Jawa yang terus berlangsung dan sulit dihindari, berdampak serius terhadap
penyediaan beras nasional. Salah satu alternatif untuk mengatasi penciutan lahan sawah tersebut adalah melaksanakan
program ekstensifikasi pertanian melalui pencetakan sawah di luar Jawa, terutama di daerah yang telah memiliki
jaringan irigasi. Untuk mengurangi risiko kegagalan akibat faktor tanah, maka sejak awal perlu diketahui sifat-sifat
dan penyebaran jenis-jenis tanah, kesesuaian lahan dan kendalanya. Untuk mendukung program, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat telah mempunyai peta tanah tingkat detail skala 1:10.000 di 13 calon
lokasi pencetakan sawah yang tersebar di 8 propinsi yaitu Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah, dengan luas total 17.128 ha. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa lahan yang sesuai untuk pengembangan sawah irigasi seluas 10.946 ha atau 64% dari luas total
dengan kendala topografi dan kesuburan tanah yang relatif mudah untuk diatasi. Lahan lainnya tidak sesuai untuk
sawah irigasi, tetapi sesuai untuk: 1) pengembangan sawah rawa seluas 2.171 ha, dengan kendala gambut dan
genangan, dan 2) pengembangan tanaman pangan lahan kering 836 ha dan tanaman tahunan 973 ha, dengan
kendala topografi/lereng curam dan kesuburan tanah rendah. Melalui perbaikan pengelolaan lahan, seperti pemupukan,
penambahan bahan organik, dan pembuatan teras, kendala tersebut dapat diatasi. Dengan menggunakan asumsi
produksi padi rata-rata sawah irigasi dari propinsi masing-masing lokasi pencetakan sawah, dan lahan dapat
ditanami dua kali setahun, maka dari lahan yang sesuai untuk sawah irigasi tersebut, dapat diperoleh produksi padi
sebesar 79.486 t/tahun. Produksi ini dapat menutupi penurunan produksi padi sebesar 222.533 ton akibat penciutan
lahan sawah selama periode 1993−1997.
Kata kunci: Padi, konversi lahan, sawah irigasi, ekstensifikasi pertanian, produksi, produktivitas lahan

ABSTRACT
Potency and constraints of land resources development for irrigated ricefields in some location out of Java

The conversion of irrigated ricefield in Java is rapidly progressing and difficult to control and this becomes a
serious threat to national rice stock. To anticipate the conversion of irrigation lands, an alternative problem
solving is to carry out agricultural extensification program by means of new irrigation ricefield development
outside Java, especially in areas that already have irrigation networks. To minimize the risks caused by soil
factors, the soil characteristics, their distribution, suitabilities and constraints should be identified and evaluated
properly. To support the programme, Center for Soil and Agroclimate Research and Development has been made
a soil map at scale of 1:10,000 for 13 locations in 8 provinces, i.e. Riau, Bengkulu, South Sumatra, Lampung, West
Kalimantan, Central Kalimantan, South Kalimantan, and Central Sulawesi, with a total area of 17,128 ha. Based
on land evaluation, the total suitable lands for irrigated ricefield development cover 10,976 ha or 64% of the total
surveyed area with low constraints of topographic and fertility status. The rest of the area is not suitable for
irrigated ricefield, but suitable for 1) swamp ricefield 2,171 ha with constraints of peat and waterlogging, and 2)
upland crops 836 ha and perennial or estate crops 973 ha with constraints of topographic and low fertility status.
By using an assumption of average paddy production of each province for each location, then the suitable land for
the irrigated ricefield development will potentially contribute to as much as 79,486 tons of paddy per year of two
seasons. This production would replace decreasing production as much as 222,533 tons of paddy caused by
conversion of irrigated ricefiled during the period of 1993−1997.
Keywords: Rice, land conversion, irrigated ricefield, extensification, production, land productivity

A lih fungsi lahan pertanian produktif


di Jawa, terutama lahan sawah,
menjadi lahan nonpertanian telah
berlangsung dan sulit dihindari sebagai
akibat pesatnya laju pembangunan.
Penurunan produksi padi di Jawa yang
menyediakan 60% produksi beras nasional
terjadi akibat penciutan lahan sawah
karena alih fungsi lahan dan pelandaian

Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002 115


tingkat produktivitas di daerah-daerah dapat dikurangi (Suharta dan Soekardi, bertambah 140.809 ha di Kalimantan dan
intensifikasi. Untuk mendorong usaha 1994a). Untuk memperoleh informasi 74.769 ha di Sulawesi, sedangkan di
mempertahankan swasembada beras maka tersebut, diperlukan penelitian sumber Sumatera, serta Bali dan Nusa Tenggara
perluasan areal tanam padi harus segera daya lahan pada tingkat detail (skala 1: terjadi penyusutan berturut-turut seluas
dialihkan ke luar Jawa yang lahannya 5.000−1:10.000). Tulisan ini merupakan 82.289 ha dan 38.112 ha. Produktivitas
masih cukup luas. Namun, daerah tersebut tinjauan dari hasil-hasil penelitian lahan sawah di Jawa lebih tinggi
umumnya mempunyai kendala kualitas sumber daya lahan dari 13 calon lokasi dibandingkan dengan di luar Jawa, karena
lahan yang rendah dan infrastruktur yang pencetakan sawah irigasi di Sumatera, lahan sawah di Jawa berkualitas tinggi,
kurang memadai (Sri Adiningsih et al., Kalimantan, dan Sulawesi mengenai beririgasi teknis, dan dengan pola tanam
1994). potensi dan kendalanya untuk pengem- padi-padi-palawija. Oleh karena itu,
Usaha-usaha yang dilakukan pe- bangan sawah irigasi. penciutan luas lahan sawah di Jawa akan
merintah untuk mempertahankan swa- berdampak serius terhadap penyediaan
sembada pangan adalah peningkatan beras nasional (Sumaryanto et al., 2001),
mutu program intensifikasi, eksten- sehingga perlu dicari strategi antisipatif
sifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi lahan PERKEMBANGAN LUAS penanggulangan dampak alih fungsi
pertanian. Program ekstensifikasi di- SAWAH DAN PRODUKSI tersebut. Usaha yang paling mungkin
lakukan dengan pencetakan sawah baru, untuk mengimbangi penciutan lahan
terutama di daerah yang telah memiliki Selama periode 10 tahun (1983−1993) sawah di Jawa adalah dengan melaksana-
jaringan irigasi di luar Jawa (Direktorat telah terjadi alih fungsi lahan pertanian kan program intensifikasi dan eksten-
Bina Rehabilitasi dan Pengembangan di Indonesia yang mencapai 1,28 juta ha, sifikasi lahan sawah di luar Jawa melalui
Lahan, 1994). Meskipun biaya pencetakan 79% terjadi di Jawa dan sebagian besar pengembangan daerah-daerah irigasi
sawah relatif mahal, dengan penerapan (68%) adalah lahan sawah produktif. Hal yang sudah ada.
paket teknologi yang tepat diharapkan tersebut dapat mengakibatkan hilangnya
produksi padi dapat meningkat. Hal ini lahan pertanian produktif yang pada
penting dilakukan guna mengantisipasi akhirnya menambah beban permasalahan
kebutuhan beras yang terus meningkat swasembada pangan (Rusastra dan Budhi, KONDISI AGROEKOLOGI
seiring dengan peningkatan jumlah 1997). Alih fungsi lahan sawah di Jawa
penduduk dan penciutan lahan sawah di selama periode 1981−1993 mencapai luas Kondisi agroekologi yang berperan
Jawa. rata-rata 22.200 ha/tahun (Sumaryanto et penting dalam menentukan keberhasilan
Kebutuhan konsumsi nasional al., 2001). Di daerah sekitar jalan tol pengembangan sawah irigasi adalah iklim,
pada tahun 2001 diperkirakan sebesar Tambun-Cikopo Jawa Barat, selama sumber air, keadaan fisiografi/topografi,
54.259.400 ton padi atau setara 46.939.807 periode 1981−1996 penciutan lahan sawah dan tanah. Iklim merupakan faktor utama
ton beras (Abdurachman et al., 1998). mencapai 7.905 ha atau rata-rata 527 ha/ yang perlu dipertimbangkan dalam
Produksi nasional pada tahun 1998 tahun (Wahyunto et al., 1998). Keadaan pengembangan pertanian. Salah satu
sebesar 46.598.380 ton padi atau setara tersebut cukup mengkhawatirkan jika unsur iklim yang sangat dominan adalah
40.312.259 ton beras (Badan Pusat ditinjau dari segi penyediaan beras. curah hujan, karena secara langsung
Statistik,1998), sehingga terjadi ke- Menurut data Badan Pusat Statistik berpengaruh terhadap ketersediaan
kurangan 5.824.119 ton setara 5.043.105 (1998), luas lahan sawah di Jawa pada sumber air irigasi. Selain curah hujan, suhu
ton beras. Untuk menutupi kekurangan tahun 1993 tercatat lebih dari 3,43 juta ha, udara, kelembapan udara, dan radiasi
tersebut antara lain dilakukan impor beras, sedangkan pada tahun 1997 lebih dari 3,32 surya merupakan unsur iklim yang turut
yang pada tahun 1998 lalu mencapai 2,80 juta ha, yang berarti telah terjadi penciutan menentukan produktivitas lahan. Data
juta ton, tetapi sumber lain menyatakan seluas 101.013 ha (Tabel 1). Pada periode curah hujan, baik jumlah maupun
mencapai 5,80 juta ton (Kurnia, 2001; yang sama, luas lahan sawah di luar Jawa distribusinya sering digunakan untuk
Sumaryanto et al., 2001 ). Hasil penelitian
JICA menyebutkan bahwa tahun 2020,
Indonesia diperkirakan akan mengalami
defisit beras sebesar 8.857.000 ton. Angka
ini diperoleh setelah mempertimbangkan Tabel 1. Perubahan luas lahan sawah dan produksi padi di Jawa dan luar
kebutuhan beras penduduk, kondisi Jawa, 1993−1997.
jaringan irigasi yang ada, pencetakan
sawah, rehabilitasi, dan pemeliharaan Luas lahan sawah (ha) Perubahan Perubahan
Pulau luas sawah produksi padi
irigasi (Kurnia, 2001). 1993 1997
(ha) (t)
Untuk perencanaan operasional
Jawa 3.430.257 3.329.244 −101.013 −528.056
pencetakan sawah irigasi diperlukan
Bali, Nusa Tenggara 435.742 397.630 −38.112 −131.255
informasi dasar yang handal tentang sifat- Sumatera 2.515.079 2.432.790 −82.289 −268.733
sifat fisiko-kimia tanah, kesesuaian lahan, Kalimantan 1.251.167 1.391.976 140.809 399.704
dan penyebarannya. Dengan mengetahui Sulawesi 866.812 941.581 74.769 305.807
sifat-sifat tanah, maka perencanaan Jumlah luas 8.499.057 8.493.221 −5.836 −222.533
pencetakan sawah dapat dilaksanakan
Sumber: Badan Pusat Statistik (1998).
lebih rasional, sehingga risiko kegagalan

116 Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002


menduga potensi ketersediaan air untuk Daya Hantar Listrik (DHL), rasio adsorpsi kurang potensial untuk sawah irigasi,
pertanian. natrium (SAR), dan pH dengan batas kecuali jika dapat dibuat teras-teras
Sebaran curah hujan rata-rata toleransi maksimum untuk DHL adalah 4 sawah yang dapat dilalui saluran irigasi.
tahunan di lokasi pencetakan sawah dS/m, untuk SAR 15, dan pH 6−8,50. Fisiografi dataran vulkan yang tersusun
irigasi cukup tinggi, berkisar 2.018−3.600 Menurut kriteria di atas, maka kualitas air dari batuan vulkan mempunyai cadangan
mm (Tabel 2). Jumlah curah hujan bulanan irigasi di lokasi pencetakan sawah telah mineral lebih kaya dibandingkan dengan
yang cukup tinggi dapat menjamin memenuhi standar baku mutu air irigasi tanah berasal dari batuan sedimen atau
pasokan sumber air irigasi. Daerah yang ditetapkan oleh Food and Agricul- tufa masam, sehingga tingkat kesuburan
Lambunu, meskipun memiliki curah hujan ture Organization (1979), kecuali sumber tanahnya lebih baik (Soekardi et al.,
terendah dengan zone agroklimat E1 air di Sei Tambang, Riau, dan Trinsing, 1994).
(Oldeman dan Darmiyati, 1977), wilayah Kalimantan Tengah yang mempunyai pH Umumnya tanah-tanah di luar Jawa,
bagian hulunya yang terdiri atas daerah sangat masam (< 4,50) sehingga tidak seperti di Sumatera dan Kalimantan,
perbukitan dan pegunungan banyak cocok untuk air irigasi (Marwan dan mempunyai tingkat kesuburan rendah,
menerima curah hujan, sehingga pasokan Suharta, 1994; Widodo et al., 1994). baik disebabkan oleh pencucian hara
air irigasi dapat terpenuhi dari Sungai Fisiografi mempunyai hubungan intensif akibat curah hujan tinggi maupun
Lambunu. Ketersediaan air tersebut yang erat dengan topografi, bahan induk karena sifat bahan induk tanah yang
terlihat dari hasil perhitungan neraca air tanah, dan sifat-sifat tanah. Keragaman miskin cadangan mineral. Tanah-tanah
dengan periode surplus sebesar 527−2.237 fisiografi di daerah pencetakan sawah demikian digolongkan ke dalam tanah-
mm/tahun yang terjadi hampir sepanjang irigasi, yang terdiri atas dataran aluvial, tanah marginal, yaitu tanah-tanah yang
tahun, sehingga sangat menguntungkan dataran rawa gambut, dataran vulkan, mempunyai kendala fisik dan/atau kimia
jika ditinjau dari segi peluang pengem- dataran tufa masam, dan dataran tektonik, dalam pemanfaatannya untuk pertanian
bangan untuk berbagai jenis tanaman. menyebabkan perbedaan potensi dan (Djaenudin, 1993). Namun dengan
Selain jumlah pasokan air irigasi kendala dalam pemanfaatan lahan. Ditinjau teknologi pengelolaan yang ada saat ini,
yang mencukupi, kualitas air juga harus dari segi topografi, lahan dengan lereng tanah-tanah tersebut dapat diperbaiki dan
memenuhi persyaratan yang telah datar sampai berombak sangat potensial ditingkatkan produktivitasnya untuk
ditentukan. Food and Agriculture untuk sawah irigasi, karena memiliki lahan pertanian (Sri Adiningsih et al.,
Organization (1979) telah membuat kriteria kendala paling ringan. Wilayah ber- 1994). Menurut hasil penelitian karak-
baku mutu air irigasi berdasarkan nilai gelombang dengan lereng lebih curam terisasi tanah yang dilakukan oleh Suharta

Tabel 2. Keadaan iklim di lokasi pencetakan sawah irigasi di luar Jawa.

Curah Surplus Defisit Suhu Kelembapan Lama pe-


Propinsi/ Luas Zone agro- nyinaran
hujan air 2 air 2 udara3 udara
lokasi (ha) klimat1 matahari 3
(mm) (mm) (mm) (oC) ( %)
(%)
Riau
Sei Tambang 470 2.669 B1 953 0 26,70−27,80 83 34−59
Bengkulu
Mukomuko 419 3.600 B1 2.237 0 22,80−24,50 94 34−51
Air Seluma 1.738 2.626 B1 980 4 26,30−27,10 85 53−71
Sumatera Selatan
Air Gegas 1.600 3.155 B1 1.904 0 25,70−26,80 86 36−68
Air Kesie II 310 2.715 B1 1.244 0 25,40−26,10 79 43−71
Lampung
Way Umpu 1.145 2.951 C1 1.322 1 26,10−27 82 45−68
Way Rarem 4.245 2.305 C2 962 31 21,10−27,10 71 54−78
Kalimantan Barat
Sanggauledo 793 3.600 B1 1.904 0 25,60−26,80 85 30−41
Merowi I 1.628 2.973 B1 1.236 0 25,20−27,30 86 36−46
Merowi II 623 2.973 B1 1.236 0 25,20−27,30 87 36−46
Kalimantan Tengah
Trinsing 1.369 3.158 B1 1.559 0 24,70−27,90 84 47−61
Kalimantan Selatan
Batulicin 1.158 2.271 C1 771 18 22,50−31,10 87 33−48
Sulawesi Tengah
Lambunu 1.630 2.018 E1 527 23 26−27,60 81 30−56
1
Menurut Oldeman et al. (1977; 1979; 1980).
2
Perhitungan menurut Donker (1986).
3
Kisaran rata-rata terendah dan tertinggi.
Sumber: Suharta dan Soekardi (1994a; 1994b).

Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002 117


dan Soekardi (1994a; 1994b), ordo tanah dengan Ultisols dan Oxisols, terutama ("dome"), pengkayaan unsur hara tidak
yang dominan di lokasi pencetakan sawah yang terbentuk dari endapan aluvium dan terjadi, tetapi justru mengalami pencucian
irigasi adalah Ultisols, Oxisols, Inceptisols, vulkan. Inceptisols yang mempunyai hara (miskin hara) yang dikenal dengan
dan Histosols (Tabel 3). tingkat kesuburan tinggi terdapat di gambut oligotropik dengan kadar abu
Ultisols yang populer sebagai tanah daerah Lambunu, Sulawesi Tengah, <10% (Widjaja-Adhi, 1986).
Podsolik tergolong tanah miskin unsur terbentuk dari endapan dari batuan skis
hara dan bereaksi masam. Kesuburan alami yang kaya unsur K, (Nursyamsi dan
tanah ini hanya tergantung pada lapisan Suharta, 1994). Seperti halnya Inceptisols,
atas bahan organik yang tidak mantap, Entisols mempunyai sifat-sifat kimia POTENSI DAN KENDALA
sehingga tanah ini bermasalah (Sudjadi, relatif baik, tetapi sifat-sifat fisiknya PENGEMBANGAN
1984). Namun, penampang tanahnya kurang baik, seperti tekstur kasar, porus,
masih cukup dalam dan kadar liatnya dan agak dangkal. Oleh karena itu, tanah
tinggi, sehingga cocok untuk pengem- ini tidak cocok untuk sawah irigasi, karena Potensi Pengembangan dan
bangan lahan sawah yang membutuhkan akan boros air, kecuali jika berada di atas Produktivitas Lahan
lapisan bawah yang padat. Oxisols, lapisan kedap air (Hikmatullah et al.,
meskipun sifat-sifat kimianya serupa 1994b). Potensi pengembangan lahan untuk
dengan Ultisols, sifat-sifat fisiknya relatif Histosols atau tanah gambut, tingkat sawah irigasi dan alternatif penggunaan
lebih baik, seperti solum tebal, tekstur kesuburannya ditentukan oleh pengaruh lainnya, seperti sawah rawa, tanaman
halus, gembur, dan mudah diolah. Sifat- pengkayaan unsur hara. Gambut pada pangan lahan kering dan tanaman per-
sifat kimia Oxisols yang paling menonjol fisiografi dataran banjir, rawa belakang kebunan, sangat ditentukan oleh hasil
adalah nilai Kapasitas Tukar Kation pantai dan sungai, serta kaki perbukitan evaluasi lahan. Dalam evaluasi lahan
(KTK)-liat sangat rendah (< 12 me/100 g umumnya mendapat pengkayaan unsur untuk sawah irigasi yang perlu diper-
liat), seperti yang dilaporkan oleh hara dari air limpasan atau rembesan, timbangkan adalah kualitas lahan ("land
Alkasuma et al. (1994) dan Suharta et al. sehingga lebih subur, dan karenanya quality") karena berpengaruh terhadap
(1995). disebut gambut eutropik (kadar abu > produktivitas sawah irigasi, seperti
Inceptisols mempunyai tingkat 10%). Lain halnya dengan gambut daerah ketersediaan air, tekstur tanah, laju in-
kesuburan lebih baik dibandingkan pedalaman yang berbentuk kubah filtrasi setelah pelumpuran, retensi dan

Tabel 3. Distribusi ordo tanah menurut klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1994) dan luas masing-masing
di lokasi pencetakan sawah irigasi.

Luas (ha)
Entisols Inceptisols Oxisols
Lokasi Histosols Ultisols Spodosols Jumlah
(Regosol, (Kambisol, (Oksisol,
(Organosol) 1 (Podsolik) (Podsol)
Aluvial) Gleisol) Latosol)
Riau
Sei Tambang 65 − 397 − − 8 470
Bengkulu
Mukomuko 224 − 67 128 − − 419
Air Seluma 967 85 429 212 45 − 1.738
Sumatera Selatan
Air Gegas − − 92 201 17 − 310
Air Kesie II − − 73 1.469 58 − 1.600
Lampung
Way Umpu − − 207 565 373 − 1.145
Way Rarem − 65 497 3.683 − − 4.245
Kalimantan Barat
Sanggauledo − 38 163 8 584 − 793
Merowi I 182 59 885 243 − − 1.369
Merowi II 695 44 474 415 − − 1.628
Kalimantan Tengah
Trinsing 294 90 220 − − 19 623
Kalimantan Selatan
Batulicin − − 676 482 − − 1.158
Sulawesi Tengah
Lambunu − 68 1.562 − − − 1.630
Jumlah 2.427 449 5.742 7.406 1.077 27 17.128
1
Menurut sistem klasifikasi tanah Pusat Penelitian Tanah (1983a).
Sumber: Suharta dan Soekardi (1994a; 1994b).

118 Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002


ketersediaan hara, toksisitas, dan keadaan ke tempat yang lebih rendah. Oleh karena et al. (1994) menunjukkan bahwa laju
terrain (Center for Soil Research/FAO, itu, untuk lahan yang berlereng perlu infiltrasi pada tanah-tanah mineral di calon
1983; Hardjowigeno et al., 1994). memperhatikan posisi lahan tersebut lokasi pencetakan sawah, pada kondisi
Ditinjau dari segi ketersediaan air terhadap jaringan irigasi yang ada. Lahan belum disawahkan (dilumpurkan), ber-
untuk pasokan air irigasi, semua calon yang posisinya sama atau lebih rendah variasi dari lambat sampai cepat, yang
lokasi pencetakan sawah memiliki sumber dari saluran irigasi dapat diirigasi. menyebabkan kehilangan air mencapai >
air dari sungai-sungai potensial dengan Sebaliknya, lahan yang lebih tinggi 0,90 l/detik/ha. Untuk sawah irigasi, hal
kualitas air memenuhi syarat untuk air posisinya dari saluran irigasi, tidak dapat tersebut kurang menguntungkan karena
irigasi. Jaringan irigasi dan bendungan diirigasi tetapi dapat dimanfaatkan untuk boros air. Namun, dengan cara pengolahan
sudah tersedia, namun fungsinya perlu sawah tadah hujan. Untuk lahan rawa tanah melalui pelumpuran beberapa kali,
dioptimalkan antara lain bendungan Way mineral, jika kedalaman air tanahnya dalam laju infiltrasi berkurang hingga 90%.
Umpu dan Way Rarem di Lampung, Air (>50 cm) masih dapat diirigasi, sedangkan Dengan demikian, penurunan laju infiltrasi
Menjunto di Bengkulu, Air Gegas di jika kedalaman air tanahnya dangkal (< 50 dapat menunjang penggunaan air irigasi
Sumatera Selatan, Merowi di Kalimantan cm atau tergenang), lahan tidak dapat lebih efisien dan sekaligus mengurangi
Barat dan Lambunu di Sulawesi Tengah diirigasi, tetapi dapat dimanfaatkan untuk kehilangan unsur hara akibat pencucian
(Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pe- sawah rawa dengan pengendalian drainase atau perkolasi.
ngembangan Lahan, 1994). (Hikmatullah et al., 1994a). Tekstur tanah berperan terhadap
Menurut sebaran topografi dan Sifat-sifat fisika tanah yang penting kemampuan tanah dalam menahan dan
lereng, sebagian besar wilayah mem- dalam pencetakan sawah irigasi adalah meresapkan air. Oleh karena itu, tekstur
punyai topografi datar sampai berombak laju infiltrasi, tekstur, dan kedalaman tanah juga dapat menjadi petunjuk tentang
yang sesuai untuk sawah irigasi. Air efektif. Dua sifat pertama berkaitan erat besarnya kapasitas air tersedia dalam
irigasi yang diberikan menggunakan dengan efisiensi penggunaan air. Pe- tanah. Data pada Tabel 4 memperlihatkan
sistem irigasi gravitasi, yaitu air mengalir nelitian yang dilakukan oleh Subagyono bahwa tanah-tanah di lokasi pencetakan

Tabel 4. Beberapa sifat fisik-kimia grup tanah lapisan atas (0−30 cm) di calon lokasi pencetakan sawah irigasi di luar
Jawa.

Tekstur C N P K KTK Kejenuhan Al3+ Kadar Laju


Grup tanah pH organik total total total tanah basa tukar abu infiltrasi2
tanah 1
(%) (%) (%) (%) (me/100 g) (%) (me/100 g) (%) (cm/jam)

Sumatera
Histosols
Tropohemists Hemik 5 48,80 2,30 148 51 76 45 − 34 Cepat
Inceptisols
Tropaquepts C 4,40 2,24 0,28 16 12 21 4 1,20 − Lambat
Dystropepts C 4,80 1,33 0,14 17 9 10 63 1 − Sedang
Ultisols
Paleudults SCL 4,70 10,60 0,53 9 40 22 14 6,36 − Sedang
Kandiudults C 4,40 2,64 0,31 13 5 19 7 1,32 − Sedang
Oxisols
Hapludox C 4,50 1,73 0,14 0,53 7 11 8 1,77 − Cepat
Kalimantan
Histosols
Tropohemists Hemik 4,30 49,32 2,40 40 38 63 3 − 5 Cepat
Inceptisols
Tropaquepts C 4,50 1,57 0,06 4 3 38 25 − − Lambat
Dystropepts C 4,30 3,92 0,34 − − 12 15 − − Cepat
Ultisols
Plinthaquults SiCl 4,90 1,99 0,13 8 12 5 24 0,98 − Lambat
Oxisols
Acroperox C 4,50 3,62 0,30 − − 12 9 0,39 − Cepat
Spodosols
Haplorthods S 4 1,46 0,07 9 2 7 21 − − Cepat
Sulawesi
Inceptisols
Tropaquepts SiCl 7 2,40 0,19 79 138 23 75 − − Lambat
Eutropepts SiCl 7,30 0,87 0,08 112 130 16 100 − − Sedang
Tropopsaments LS 6,50 1,14 0,09 61 49 6 100 − − Cepat

1
C = liat; SCL = lempung liat berpasir; SiCL = lempung liat berdebu; LS = pasir berlempung; S = pasir.
2
Hasil pengukuran di lapangan dengan alat "double infiltometer" (Subagyono et al., 1994).
Sumber: Hikmatullah et al. (1994a; 1994b); Marwan dan Suharta (1994); Purnomo et al. (1994); Suharta dan Soekardi (1994a,1994b).

Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002 119


sawah umumnya bertekstur halus (liat) kembangan perakaran tanaman; makin tanaman atau pupuk hijau/kandang
sampai agak halus (lempung liat berpasir dalam kedalaman efektif makin baik (Nurjaya et al., 1994).
atau lempung liat berdebu), kecuali untuk pertumbuhan tanaman (Djaenudin Hasil evaluasi lahan di 13 lokasi
Entisols dan Spodosols yang bertekstur et al., 1998). Hampir semua tanah mineral pencetakan sawah irigasi dengan luas
kasar (pasir atau pasir berlempung). di calon lokasi pencetakan sawah mem- 17.128 ha, menunjukkan bahwa lahan
Tekstur tanah halus sangat menguntung- punyai kedalaman efektif dalam (>100 cm), yang sesuai untuk pengembangan sawah
kan untuk sawah irigasi, karena mem- sehingga tidak menjadi masalah untuk irigasi seluas 10.946 ha atau 64% dari luas
punyai kemampuan menahan air atau pencetakan sawah irigasi. total. Lahan ini merupakan lahan sesuai
mempunyai kapasitas air tersedia lebih Status kesuburan tanah yang di- untuk pengembangan sawah irigasi
besar dibandingkan dengan tanah yang cerminkan oleh retensi dan ketersediaan dengan kendala relatif mudah diatasi,
bertekstur lebih kasar (Hardjowigeno et hara, dapat diduga dengan cara menilai dan posisi lahan sama tinggi atau lebih
al., 1994). kadar C organik, KTK tanah, kejenuhan rendah dari saluran irigasi yang ada
Tanah gambut tidak sesuai untuk basa, kadar P dan K total, serta pH tanah (Suharta dan Soekardi, 1994a; 1994b).
pengembangan sawah irigasi, karena (Pusar Penelitian Tanah, 1983b). Dengan Lahan sesuai yang paling luas untuk
bersifat sarang dan tak-dapat balik cara tersebut, tanah-tanah pada dataran pencetakan sawah irigasi terdapat di Way
("irreversible") jika mengalami kekering- lahan kering umumnya mempunyai status Rarem dan Air Gegas masing-masing
an, serta sulit mengalami pelumpuran. kesuburan rendah sampai sangat rendah seluas 3.768 dan 1.234 ha, di Trinsing dan
Gambut dangkal di atas bahan mineral dan bereaksi masam, kecuali tanah di Batulicin masing-masing 930 dan 752 ha,
bertekstur halus yang mendapat peng- Lambunu tergolong sedang sampai tinggi dan di Lambunu seluas 1.307 ha (Tabel 5).
kayaan unsur hara dapat dimanfaatkan (Tabel 4). Meskipun demikian, status Lahan yang tidak dapat diirigasi, karena
untuk sawah atau tanaman pangan lahan kesuburan tanah rendah relatif mudah mempunyai muka air tanah dangkal atau
kering (Sudarsono, 1999; Widjaja-Adhi, untuk ditingkatkan melalui pemupukan tergenang dapat dikembangkan untuk
1984; 1986). Kedalaman efektif tanah lengkap, pengolahan tanah, pengaturan sawah rawa. Lahan yang tidak dapat
mineral berpengaruh terhadap per- air, pemberian bahan organik berupa sisa diirigasi karena posisinya lebih tinggi dari

Tabel 5. Luas pengembangan sawah irigasi, produktivitas, dan alternatif penggunaan lahan di calon lokasi pencetakan
sawah irigasi di luar Jawa, 1994.

Sawah Sawah Tanaman Tanaman Non-


Hasil1 Produksi
Lokasi irigasi rawa pangan perkebunan pertanian
(t/ha) (t)
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha)
Riau
Sei Tambang 227 3,28 745 45 40 85 73
Bengkulu
Mukomuko 48 3,69 177 239 112 20 _
Air Seluma 441 3,69 1.627 1.141 71 _ 85
Sumatera Selatan
Air Gegas 1.234 3,61 4.455 73 _ 151 142
Air Kesie II 201 3,61 726 _ 41 17 51
Lampung
Way Umpu 633 4,35 2.754 _ 105 266 141
Way Rarem 3.768 4,35 16.391 295 _ _ 182
Jumlah 6.552 _ 26.875 1.793 369 539 674
Kalimantan Barat
Sanggauledo 533 2,75 1.466 21 _ 97 142
Merowi I 653 2,75 1.796 166 85 109 615
Merowi II 219 2,75 602 129 23 19 233
Kalimantan Tengah
Trinsing 930 2,45 2.279 62 74 149 154
Kalimantan Selatan
Batulicin 752 3,05 2.294 _ 230 _ 176
Jumlah 3.087 _ 8.437 378 412 374 1.320
Sulawesi Tengah
Lambunu 1.307 3,39 4.431 _ 55 60 208
Jumlah 1.307 _ 4.431 _ 55 60 208
Jumlah Total 10.946 39.743 2
2.171 836 973 2.202
1
Badan Pusat Statistik (1998).
2
Untuk satu kali musim tanam.
Sumber: Suharta dan Soekardi (1994a; 1994b).

120 Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002


saluran irigasi yang ada, atau topografi- Lahan sawah sering mempunyai Salah satu kendala yang muncul
nya bergelombang (lereng < 15%) dapat kadar bahan organik rendah, karena petani apabila lahan kering digenangi untuk
dikembangkan untuk tanaman pangan kurang terbiasa memanfaatkan sisa-sisa dibuat sawah adalah pada tahun-tahun
lahan kering seperti jagung, kacang- tanaman seperti jerami atau bahan pertama akan timbul perubahan sifat-sifat
kacangan, dan umbi-umbian. Lahan hijauan untuk meningkatkan kadar bahan kimia tanah, yaitu bentuk reduksi dari Fe
dengan topografi berbukit (lereng >15%) organik. Oleh karena itu, penambahan dan Mn dalam konsentrasi tinggi yang
lebih cocok untuk tanaman tahunan atau bahan organik perlu dilakukan, antara lain dapat menimbulkan keracunan pada
perkebunan, seperti karet dan kopi. melalui pengembalian sisa-sisa tanaman tanaman padi. Penggenangan pada lahan
Dari luasan lahan yang sesuai untuk atau penambahan pupuk kandang. sawah bukaan baru dapat mempengaruhi
pengembangan sawah irigasi (Tabel 5), Ponnamperuma (1984) menyatakan kesuburan tanah, baik bersifat positif
jika diasumsikan pola tanamnya padi- bahwa pemberian 5 t jerami/ha dapat maupun negatif. Sebagian unsur hara
padi-palawija, dengan memperhitungkan memasok hara 30 kg N, 5 kg P, 5 kg S, 75 menjadi lebih tersedia, seperti N, P, K, Ca,
produksi rata-rata padi dari masing- kg K, 250 kg Si, dan 2 ton C yang Fe, Mn, dan Si. Sebaliknya, kondisi
masing propinsi, maka lahan tersebut merupakan sumber energi kegiatan jasad reduksi menyebabkan beberapa unsur
dapat menyumbang produksi padi mikro tanah. hara menjadi tidak tersedia, seperti S, Zn,
sebanyak 79.486 t/tahun, dengan dua kali Sistem persawahan sesungguhnya dan Cu. Pada tanah-tanah dengan kadar
musim tanam, dan ditambah satu kali lebih mampu mempertahankan tingkat Fe tinggi, penggenangan dapat me-
produksi palawija pada saat kebutuhan air produktivitas lahan dibandingkan dengan ningkatkan kadar fero (Fe2+) yang pada
kurang tersedia pada musim kemarau. sistem usaha tani lahan kering. Perataan batas tertentu dapat bersifat racun bagi
Produksi tersebut dapat menutupi pe- tanah, penterasan, dan terbentuknya tanaman (Sri Adiningsih dan Sudjadi,
nurunan produksi sebesar 222.533 ton lapisan kedap dapat mengurangi hilang- 1983). Yusuf et al. (1990) menyatakan
padi akibat penciutan lahan sawah selama nya unsur hara akibat pencucian dan bahwa keracunan Fe terjadi pada padi
periode 1993−1997. erosi. Air irigasi dapat menyumbang sawah bukaan baru di Sitiung bila kadar
Produktivitas lahan di samping sebagian keperluan hara yang diperlukan Fe dalam tanaman melebihi 300 ppm.
dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah juga tanaman seperti kalium. Penggenangan Unsur-unsur tersebut dapat ditekan atau
oleh fisik lingkungannya. Meskipun lahan dapat meningkatkan ketersediaan hara dihilangkan dengan pencucian air irigasi.
di calon lokasi pencetakan sawah seperti P, dan K serta meningkatkan pH Toksisitas pada lahan kering masam
umumnya tergolong marginal dengan tanah menjadi netral. Namun, peng- umumnya didominasi oleh kejenuhan Al
produktivitas relatif rendah, dengan genangan yang terus menerus tanpa yang tinggi. Untuk pengembangan lahan
penerapan teknologi yang tepat, pro- drainase juga menimbulkan terbentuknya sawah, kejenuhan Al yang tinggi dapat
duktivitasnya dapat ditingkatkan. Kasno racun seperti besi berlebihan, sulfida, dan ditekan melalui penggenangan dan
et al. (1999) dan Nursyamsi et al. (2000) asam-asam organik (Sri Adiningsih et al., pencucian melalui air irigasi.
melaporkan bahwa produktivitas lahan 1994). Pada lahan basah atau rawa, yang
sawah irigasi bukaan baru di Lampung dan didominasi oleh tanah gambut, kendala-
Sumatera Selatan dapat ditingkatkan nya adalah kelebihan air/genangan
secara nyata melalui cara-cara pengolahan Kendala dan Prospektif sehingga perlu didrainase. Tanah gambut
tanah, pemupukan, pengairan, dan Penanganannya tidak cocok untuk sawah irigasi karena
ameliorasi. Pemupukan NPK dengan bersifat sarang dan mudah kekeringan,
takaran tinggi yang disertai dengan Kendala pencetakan sawah irigasi kecuali gambut dangkal yang berada di
penambahan bahan organik dapat terdiri atas faktor topografi atau lereng dan atas lapisan tanah mineral bertekstur liat
meningkatkan hasil sekitar 80−300% (Sri faktor tanah. Faktor tanah yang menonjol masih mungkin dikembangkan untuk
Adiningsih et al.,1994) seperti disajikan adalah laju infiltrasi, drainase, dan sawah irigasi. Lapisan tanah mineral
pada Tabel 6. kesuburan tanah. Kendala kesuburan tersebut dapat mengurangi kehilangan air
tanah yang menonjol adalah rendahnya dan unsur hara. Di Air Seluma dan
kadar C organik, kekahatan unsur hara Mukomuko, gambut mendapatkan
Tabel 6. Pengaruh pemupukan NPK terutama fosfat, KTK dan kejenuhan basa pengkayaan unsur hara dari bahan vulkan
pada lahan sawah bukaan rendah, reaksi tanah masam, dan yang berada di bagian atasnya melalui air
baru di Sitiung, Sumatera keracunan Al dan Fe. Kendala rendahnya rembesan, sehingga dapat memperbaiki
Barat. kandungan unsur hara dapat diatasi kesuburan tanah. Di lahan rawa Sei
dengan pemupukan dan penambahan Tambang, Merowi, dan Trinsing, air
bahan organik, sedangkan kemasaman sungai atau air rembesan yang meng-
Takaran (kg/ha) Hasil gabah
N P2 O 5 K 2O (t/ha) tanah dan tingginya kejenuhan Al dapat genangi berasal dari bahan sedimen tua
dikurangi dengan pengapuran atau yang miskin unsur hara, sehingga kualitas
0 0 0 3,05
penggenangan untuk padi sawah gambutnya juga miskin unsur hara
0 135 120 4,35
90 0 120 3,31 (Sanchez, 1976). Keadaan topografi yang (Suharta dan Soekardi, 1994a; 1994b).
90 135 0 4,44 berlereng dapat diatasi dengan pem- Penterasan pada lahan sawah yang
90 135 120 5,19 buatan teras, dan laju infiltrasi tanah cepat umumnya menggunakan teras bangku
90 135 120 + Bo1 5,28 dengan galengan diyakini dapat me-
dapat diatasi dengan cara pelumpuran dan
penggenangan, sehingga dapat mem- ngurangi laju erosi melalui pengurangan
1
Ditambah 5 ton bahan organik sisa panen/ha.
Sumber: Sri Adiningsih et al. (1994). bentuk lapisan kedap. aliran permukaan dan kehilangan unsur

Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002 121


hara. Menurut Kurnia dan Suwardjo KESIMPULAN DAN SARAN sawah irigasi adalah kesuburan tanah
(1985), teras bangku pada tanah bersolum rendah, topografi/lereng curam, dan
dalam merupakan cara terbaik untuk 1) Untuk mengantisipasi penciutan lahan laju infiltrasi cepat. Hal tersebut dapat
mencegah erosi pada lahan sampai lereng sawah irigasi di Jawa, program diatasi dengan pemupukan, terasering
10%. Pada lahan sawah, erosi terjadi pada pencetakan sawah irigasi di luar Jawa dan pelumpuran. Kemungkinan
saat pengolahan tanah. Erosi yang terjadi dapat dilakukan baik pada lahan kering adanya gejala keracunan besi dan
paling kecil sebesar 1−4 t/ha/tahun pada maupun lahan basah. Pencetakan mangan pada sawah bukaan baru
lahan berlereng sampai 8%, sehingga terutama diarahkan pada daerah- dapat diatasi dengan penggenangan
dapat mengurangi kehilangan lapisan atas daerah yang telah memiliki jaringan dan pencucian melalui air irigasi.
tanah dan pencucian unsur hara (Sutono irigasi, infrastruktur, dan dekat pe- 4) Produktivitas lahan sawah irigasi di
et al., 2001). Teknik konservasi tanah dan mukiman penduduk, sehingga dapat luar Jawa yang lebih rendah daripada
cara-cara pencegahan erosi terbukti dapat menghemat biaya pembangunan di Jawa, dapat ditingkatkan dengan
mengurangi jumlah hara yang hilang dari bendungan dan saluran irigasi baru. menerapkan paket teknologi, seperti
dalam tanah. 2) Selama periode 1993−1997 terjadi pemupukan dengan takaran tinggi,
Pencetakan lahan sawah irigasi penurunan produksi padi akibat penambahan bahan organik melalui
membutuhkan investasi yang besar. Oleh penciutan lahan sawah sebesar pengembalian sisa-sisa tanaman, dan
karena itu, alih fungsi lahan sawah perlu 222.533 ton atau 44.506 t/tahun. Dari pengaturan pemberian air irigasi
dihindarkan. Sekali lahan sawah beralih 13 calon lokasi pencetakan sawah, 5) Untuk mempertahankan dan me-
fungsi, hampir dapat dipastikan lahan lahan yang dapat dikembangkan lindungi lahan sawah irigasi dari alih
tersebut tidak akan kembali lagi menjadi untuk sawah irigasi seluas 10.946 ha fungsi dan sekaligus meningkatkan
lahan sawah. Oleh karena itu, lahan sawah (64%) dengan kendala yang relatif ketahanan pangan, perlu ditetapkan
irigasi dan juga lahan sawah nonirigasi mudah diatasi. Lahan tersebut dapat lahan sawah abadi (permanen) sebagai
lainnya perlu ditetapkan sebagai lahan memberikan kontribusi produksi padi sentra produksi padi, yang dilindungi
sawah abadi yang dilindungi undang- sebesar 79.486 t/tahun untuk dua kali undang-undang dan sanksi hukum
undang dengan sanksi hukum yang musim tanam, sehingga dapat me- yang tegas. Selain itu, perluasan lahan
tegas. nutupi pengurangan produksi padi sawah di luar Jawa tidak hanya melalui
tersebut. pencetakan sawah irigasi, tetapi dapat
3) Kendala penggunaan lahan yang juga melalui pencetakan sawah tadah
menonjol di lokasi calon pencetakan hujan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., K. Nugroho, dan A.S. culture Development Project. Direktorat di dataran Way Umpu, Propinsi Lampung
Karama. 1998. Optimalisasi pemanfaatan Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Dalam M. Soekardi (Ed.). Risalah Hasil
sumber daya lahan untuk mendukung Penelitian Potensi Sumber Daya Lahan
Djaenudin, D. 1993. Lahan marginal, tantangan
program Palagung 2001 Dalam Sudaryono untuk Pengembangan Sawah Irigasi di Suma-
dan pemanfaatannya. Jurnal Penelitian dan
(Ed.). Prosiding Seminar Nasional dan tera. Pusat Penelitian Tanah dan Agro-
Pengembangan Pertanian 12(4): 79−86.
Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah klimat, Bogor. hlm. 191−198.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia Tahun Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, dan A.
Hikmatullah, M. Soekardi, dan K. Juanda.
1998. HITI Komda Jawa Timur, Malang. Mulyani. 1998. Kriteria kesesuaian lahan
1994b. Sifat dan klasifikasi tanah dari
hlm.1−11. untuk komoditas pertanian. Publikasi No.
endapan lapukan batuan skis di dataran
39/Puslittanak/1998. Biro Perencanaan
Alkasuma, N. Suharta, dan M. Soekardi. 1994. Lambunu Sulawesi Tengah Dalam M.
Departemen Pertanian- Pusat Penelitian
Beberapa sifat kimia tanah seri Sanggauledo Soekardi (Ed.). Risalah Hasil Penelitian
Tanah dan Agroklimat, Bogor. 60 hlm.
(Anionic Acroperox), Kalimantan Barat Potensi Sumber Daya Lahan untuk Pengem-
Dalam M. Soekardi (Ed). Risalah Hasil Donker, N.H.W. 1986. A Computer Programme bangan Sawah Irigasi di Kalimantan dan
Penelitian Potensi Sumber Daya Lahan to Calculate Water Balance. ITC, Enschede, Sulawesi. Pusat Penelitian Tanah dan Agro-
untuk Pengembangan Sawah Irigasi di The Netherlands. 20 p. klimat, Bogor. hlm. 57−69.
Kalimantan dan Sulawesi. Pusat Penelitian
Food and Agriculture Organization. 1979. Soil Kasno, A., Sulaeman, dan Mulyadi. 1999.
Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 43−
survey investigation for irrigation. FAO Soil Pengaruh pemupukan dan pengairan ter-
55.
Bulletin 42 p. hadap Eh, pH, ketersediaan P dan Fe serta
Badan Pusat Statistik. 1998. Statistik Indonesia hasil padi pada tanah sawah bukaan baru.
Tahun 1998. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Hardjowigeno, S., N. Suharta, D. Djaenudin, D. Jurnal Tanah dan Iklim 17: 72−81.
Marsoedi, J. Dai, H. Basuni, V. Suwandi,
Center for Soil Research/FAO Staff. 1983. Widagdo, L. Hakim, S. Bachri, dan E.R. Kurnia, G. 2001. Efisiensi air irigasi untuk
Reconnaissance Land Resource Surveys, 1: Jordens. 1994. Evaluasi lahan untuk irigasi. memperluas areal tanam Dalam F. Agus
250.000 Scale, Atlas Format Procedure. Laporan Teknis No. 8. Versi 1.0. LREP II, (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Multi-
AGOF/INS/78/006. Manual 4, Version 1. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, fungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001.
UNDP/FAO, CSR, Bogor. 106 p. Bogor. 10 hlm. Kerja Sama Pusat Penelitian dan Pengem-
bangan Tanah dan Agroklimat, MAFF
Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Hikmatullah, H. Marwan, dan M. Soekardi. Jepang dan Sekretariat ASEAN, Bogor. hlm.
Lahan. 1994. Provincial Irrigated Agri- 1994a. Kemungkinan pengembangan per- 137−142
tanian padi sawah irigasi pada lahan kering

122 Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002


Kurnia, U. dan H. Suwardjo. 1985. Pengaruh Publikasi No.59b/1983. Proyek P3MT, Suharta, N. dan M. Soekardi. 1994b. Potensi
beberapa cara konservasi mekanik terhadap Badan Litbang Pertanian, Bogor. 22 hlm. sumber daya lahan untuk pencetakan sawah
erosi pada tanah Tropudalfs dan Tro- irigasi di lokasi PIADP Kalimantan dan
Rusastra, IW. dan G.S. Budhi. 1997. Konversi
porthents di Yogyakarta. Pemberitaan Pe- Sulawesi Dalam M. Soekardi (Ed.). Risalah
lahan pertanian dan strategi antisipatif
nelitian Tanah dan Pupuk 4: 46−50. Hasil Penelitian Potensi Sumber Daya
dalam penanggulangannya. Jurnal Pe-
Lahan untuk Pengembangan Sawah Irigasi
Marwan, H. dan N. Suharta. 1994. Pemetaan nelitian dan Pengembangan Pertanian
di Kalimantan dan Sulawesi. Pusat Penelitian
tanah detail untuk pengembangan sawah 16(4): 106−112.
Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 1−13.
irigasi di lokasi Sei Tambang, Propinsi Riau
Sanchez, P.A. 1976. Properties and Manage-
Dalam M. Soekardi (Ed.). Risalah Hasil Suharta, N., M. Soekardi, dan B.H. Prasetyo.
ment of Soils in the Tropic. John Wiley
Penelitian Potensi Sumber Daya Lahan 1995. Karakteristik tanah Oxisols sebagai
and Sons. New York.
untuk Pengembangan Sawah Irigasi di dasar pengelolaan lahan: Studi kasus pada
Sumatera. Pusat Penelitian Tanah dan Soekardi, M., J. Sri Adiningsih, and J. Oxisols di Sanggauledo, Propinsi Kali-
Agroklimat, Bogor. hlm. 59−72. Prawirasumantri. 1994. The characteristics mantan Barat. Pemberitaan Penelitian
of rice soils of Indonesia Dalam Herry H. Tanah dan Pupuk 13: 9−20.
Nurjaya, N. Suharta, dan Hikmatullah. 1994.
Djohar (Ed.). Risalah Seminar Hasil
Kendala kesuburan tanah daerah Way Umpu Sumaryanto, S. Friyanto, dan B. Irawan. 2001.
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat
Kabupaten Lampung Utara Dalam M. Konversi lahan sawah ke penggunaan non-
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Soekardi (Ed.). Risalah Hasil Penelitian pertanian dan dampak negatifnya Dalam
hlm. 41−47.
Potensi Sumber Daya Lahan untuk Pengem- F. Agus (Ed.). Prosiding Seminar Nasional
bangan Sawah Irigasi di Sumatera. Pusat Soil Survey Staff. 1994. Keys to Soil Taxonomy. Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 8 th ed. USDA Natural Resources Con- 2001. Kerja Sama Pusat Penelitian dan
hlm. 149−164. servation Service, Washington DC. 306 p. Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
MAFF Jepang dan Sekretariat ASEAN,
Nursyamsi, D. dan N. Suharta. 1994. Status Sri Adiningsih, J. dan M. Sudjadi. 1983. Bogor. hlm. 1−18.
kesuburan tanah di lokasi Lambunu Dalam Pengaruh penggenangan dan pemupukan
M. Soekardi (Ed.). Risalah Hasil Penelitian terhadap tanah Podsolik Lampung Tengah. Sutono, S., H. Kusnadi, dan M.S. Djunaedi. 2001.
Potensi Sumber Daya Lahan untuk Pengem- Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk Pendugaan erosi pada lahan sawah dan
bangan Sawah Irigasi di Kalimantan dan (2): 1−8. lahan kering Sub DAS Citarik dan DAS
Sulawesi. Pusat Penelitian Tanah dan Kaligarang Dalam F. Agus (Ed.). Prosiding
Agroklimat, Bogor. hlm. 57−69. Sri Adiningsih, J., M. Soepartini, A. Kasno, Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah.
Mulyadi, dan W. Hartatik. 1994. Teknologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
Nursyamsi, D., L.R. Widowati, D. Setyorini, untuk meningkatkan produktivitas lahan dan Agroklimat, Bogor. hlm. 79−92.
dan J. Sri Adiningsih. 2000. Pengaruh sawah dan lahan kering Dalam H. Suhardjo
pengolahan tanah, pengairan terputus, dan (Ed.). Prosiding Temu Konsultasi Sumber Wahyunto, M.Z. Abidin, B. Haryanto, dan W.J.
pemupukan terhadap produktivitas lahan Daya Lahan untuk Pembangunan Kawasan Surjanto. 1998. Pemanfaatan citra satelit
sawah baru pada Inceptisols dan Ultisols Timur Indonesia. Palu, 17−20 Januari 1994. untuk memantau perubahan penggunaan
Muarabeliti dan Tatakarya. Jurnal Tanah Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, lahan di sekitar jalan tol Tambun-Cikopo
dan Iklim 18: 29−38. Bogor. hlm. 297−321. Jawa Barat Dalam U. Kurnia (Ed.).
Prosiding Pertemuan Pembahasan dan
Oldeman, L.R. and Darmiyati, S. 1977. An Subagyono, K., F. Agus, dan S. Sukmana. 1994. Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
agroclimatic map of Sulawesi. Contr. Centr. Sifat fisik tanah mineral di beberapa lokasi Agroklimat. Bidang Pedologi. 10−12
Res. Inst. Agric. Bogor (30): 30 p. di Sumatera dan hubungannya dengan Februari 1998. Pusat Penelitian Tanah dan
pencetakan sawah Dalam M. Soekardi Agroklimat, Bogor. hlm. 1−16.
Oldeman, L.R., I. Las, and S.N. Darwis. 1979.
(Ed.). Risalah Hasil Penelitian Potensi
An agroclimatic map of Sumatra. Contr.
Sumber Daya Lahan untuk Pengembangan Widjaja-Adhi, IP.G. 1984. Masalah tanaman di
Centr. Res. Inst. Agric. Bogor (52): 35 p.
Sawah Irigasi di Sumatera. Pusat Penelitian tanah gambut Dalam H. Nataatmadja (Ed.).
Oldeman, L.R., I. Las, and Muladi. 1980. An Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 83− Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian
agroclimatic maps of Kalimantan, Maluku, 91. Pola Usaha Tani Menunjang Transmigrasi.
Irian Jaya, Bali, West and East Nusa Cisarua, Bogor, 27−29 Februari 1984. Pusat
Sudarsono. 1999. Pemanfaatan dan pengem- Penelitian Tanah, Bogor. hlm. 49−58.
Tenggara. Contr. Centr. Res. Inst. Agric.
bangan lahan rawa pasang surut untuk
Bogor (60): 32 p.
pengembangan pangan Dalam Irsal Las Widjaja-Adhi, IP.G. 1986. Pengelolaan lahan
Ponnamperuma, F.N. 1984. Straw as source of (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Sumber rawa pasang surut dan lebak. Jurnal
nutrients for wetland rice In Proceeding Daya Lahan. Cisarua, 9−11 Februari 1999. Penelitian dan Pengembangan Pertanian 5
Organic Matter and Rice. IRRI, Los Banos, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, (1): 1−9.
Laguna, p. 117−136. Bogor. hlm. 30−40.
Widodo, S., M. Soekardi, dan N. Suharta. 1994.
Purnomo, J., Mulyadi, dan N. Suharta. 1994. Sudjadi, M. 1984. Masalah kesuburan tanah Evaluasi status kesuburan tanah pada lahan
Penilaian status kesuburan tanah daerah Podsolik Merah Kuning dan kemungkinan yang akan dibuka untuk sawah di Air Seluma
Way Rarem, Lampung Utara Dalam M. pemecahannya Dalam H. Nataatmadja, Kabupaten Bengkulu Selatan Dalam M.
Soekardi (Ed.). Risalah Hasil Penelitian (Ed.). Prosiding Pertemuan Teknis Pe- Soekardi (Ed.). Risalah Hasil Penelitian
Potensi Sumber Daya Lahan untuk Pengem- nelitian Pola Usaha Tani Menunjang Potensi Sumber Daya Lahan untuk Pengem-
bangan Sawah Irigasi di Sumatera. Pusat Transmigrasi. Cisarua, 27−29 Februari bangan Sawah Irigasi di Sumatera. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 1994. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. hlm. Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
hlm. 117−125. 1−10. hlm. 105−115.

Pusat Penelitian Tanah. 1983a. Jenis dan Suharta, N. dan M. Soekardi. 1994a. Potensi Yusuf, A., D. Syamsudin, S. Gunawan, dan D.
macam tanah di Indonesia untuk keperluan sumber daya lahan untuk pencetakan sawah Surya. 1990. Pengaruh pH dan Eh terhadap
survai dan pemetaan tanah daerah trans- irigasi di lokasi PIADP Sumatera Dalam kelarutan Fe, Al, dan Mn pada lahan sawah
migrasi. Publikasi No.28/1983. Proyek Soekardi, M. (Ed.). Risalah Hasil Penelitian bukaan baru jenis Oxisols Sitiung Dalam
P3MT, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Pengem- Prosiding Pengelolaan Sawah Bukaan Baru
26 hlm. bangan Sawah Irigasi di Sumatera. Pusat Menunjang Swasembada Pangan dan
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Program Transmigrasi. Balai Penelitian
Pusat Penelitian Tanah. 1983b. Terms of Tanaman Pangan Sukarami, Padang. hlm.
hlm. 1−13.
reference klasifikasi kesesuaian lahan. 237−264.

Jurnal Litbang Pertanian, 21(4), 2002 123

Anda mungkin juga menyukai