Anda di halaman 1dari 11

Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381

J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, Desember 2011, hal 31-40

IDENTIFIKASI SIFAT FISIK LAHAN GAMBUT RASAU JAYA III KABUPATEN


KUBU RAYA UNTUK PENGEMBANGAN JAGUNG

Denah Suswati1, Bambang Hendro S2, Dja’far Shiddieq2 dan


Didik Indradewa2

ABSTRACT

This research was aimed to identify the physical properties of land which includes the level of
maturity and the thickness of peat, soil color, texture, structure, consistency, drainage, groundwater
depth, soil effective depth, the depth of sulfidik, and the maturity of soil (n-value) as well as
recommending the management of soil to support the development maize on peat land. The research
was carried out in the Rasau Jaya III area Kubu Raya Regency, with an area of 2,490 Ha. The Soil
physical analysis done in the laboratory of Soil Physics and Conservation the Faculty of Agriculture
Tanjungpura University.

Key words: peat, maize and the physical properties of land

untuk lahan gambut (teknologi Tampurin)


PENDAHULUAN
diperoleh hasil 3,29 ton/ha pada varietas
Pioneer-12.
Kalimantan Barat telah mencanangkan
Upaya peningkatan produktivitas jagung
program pengembangan jagung 500.000 ton
untuk mendukung ketahanan pangan dapat
pipilan kering hingga tahun 2012 melalui
dilakukan terhadap perbaikan kondisi lahan
peningkatan luas panen hingga 100.000 ha
dengan ameliorasi, pemupukan berimbang dan
dengan harapan hasil mencapai 5 ton/ha.
terpadu, penggunaan varietas unggul dan
Program tersebut seharusnya dapat dicapai dan
perbaikan tata air. Alternatif teknologi
tidak menjadi masalah bagi provinsi
ameliorasi dan pemupukan telah tersedia
Kalimantan Barat yang memiliki lahan
namun perlu disesuaikan dengan kondisi lahan
potensial yang cukup luas untuk
setempat mengingat adanya variasi potensi
pengembangan jagung termasuk
kesesuaian lahan dari sifat fisiknya.
pengembangan jagung di lahan gambut.
Dalam mengaplikasikan teknologi
Sehubungan dengan kebijakan pemerintah
pengelolaan lahan gambut harus
untuk meningkatkan produksi jagung secara
mempertimbangkan dan memperhatikan sifat
nasional, sehingga diperlukan upaya
fisik sebelum lahan gambut dibuka untuk
intensifikasi dan ekstensifikasi. Luas
lahan pertanian. Sifat fisik antara lain adalah
penyebaran gambut Kalimantan Barat sekitar
ketebalan dan kematangan tanah gambut, berat
1,73 juta ha (8,49 % dari luas gambut di
jenis (bulk density), subsidence (penurunan
Indonesia), dibanding luas Kalimantan Barat
permukaan lapisan tanah gambut) dan sifat
sekitar 14.680.700 ha, maka luas lahan gambut
kering tak balik (irreversible drying). Jika
di Kalimantan Barat adalah 11,79 %
pembukaan lahan gambut untuk pertanian
(Wahyunto, S. dkk, 2005).
tidak mengindahkan sifat fisik maka akan
Daerah Rasau Jaya III termasuk dalam
mengalami kegagalan.
kawasan pengembangan Kota Terpadu
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas,
Mandiri (KTM) yang direncanakan untuk
diperlukan suatu penelitian untuk
menciptakan kawasan yang cepat tumbuh di
mengidentifikasi sifat fisik lahan gambut
kawasan lokasi eks transmigrasi (Deptran,
Rasau Jaya III, sehingga dapat meningkatkan
2006). Salah satu komoditas unggulan di KTM
produktivitas tanah gambut untuk
ini adalah jagung (BPS Kabupaten Kubu Raya,
pengembangan jagung sesuai dengan kondisi
2009). Berdasarkan informasi dari petani
sifat fisik lahan.
setempat, hasil jagung di daerah tersebut
masih tergolong rendah yaitu sekitar 1-1,5
ton/ha. Di Bengkulu, penanaman jagung
dengan penerapan teknologi yang spesifik

1
Mahasiswa Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM 31
2
Dosen Fakultas Pertanian UGM
Denah Suswati, et all J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol. 1, Desember 2011

METODE PENELITIAN yang diamati dalam penelitian ini meliputi


tingkat kematangan dan ketebalan gambut,
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan di warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi,
Desa Rasau Jaya III, Kecamatan Rasau Jaya, keadaan drainase, kedalaman air tanah,
Kabupaten Kubu Raya dengan luas ± 2.461 kedalaman efektif tanah, kedalaman sulfidik,
Ha. Great group yang ada adalah dan kematangan tanah (n-value). Selanjutnya
Tropohemists, Troposaprists, dan Tropaquents hasil identifikasi sifat fisik di lapangan
dengan tekstur halus (Deptran, 1987). Analisis dipadukan dengan syarat tumbuh untuk
sifat fisik tanah dilakukan di laboratorium tanaman jagung (Tabel 1).
Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura. Variabel

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung


Kelas Kesesuaian Lahan
Kualitas/Karakteristik Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Media perakaran (r)
• Drainase tanah Baik, sedang Agak terhambat Terhambat, Td Cepat, sangat
agak cepat terhambat
• Tekstur L, SCL , SiL, SL, SC, C LS, SiC Td Kerikil, pasir
Si, CL, SiCL
• Kedalaman Efektif (cm) >60 >40-60 >24-40 20-24 <24
• Gambut:
a. Kematangan - Saprik Hemik Fibrik-Hemik Fibrik
b. Ketebalan (cm) - <100 100-150 >150-200 >200
Penyiapan lahan (p)
• Batuan permukaan (%) <3 3-15 >15-40 Td >40
• Singkapan Batuan <2 2-10 >10-25 >25-40 >40
• Konsistensi, besar butir - - Sangat keras - Berkerikil,
sangat teguh, berbatu
sangat lekat
Toksisitas (x)
• Kedalaman Sulfidik (cm) >100 75-<100 50-<75 40-<50 <40
Tingkat bahaya erosi (e)
• Bahaya Erosi SR R S B SB
• Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >15-24 >24
Bahaya banjir (b) F0-F1 F2 F3 F4 -
Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007: 294)

Keterangan:
Td : Tidak berlaku Si : Debu
S : Pasir L : Lempung
Str C : Liat berstruktur Liat masif : Liat dari tipe 2:1 (Vertisols)

HASIL DAN PEMBAHASAN drainase, kedalaman air tanah, kedalaman


efektif tanah, kedalaman sulfidik, dan
Morfologi dan sifat fisik tanah kematangan tanah (n-value). Berdasarkan hasil
Sifat fisik tanah merupakan bagian dari identifikasi di lapangan lahan dikelompokkan
morfologi tanah yang dapat dipelajari dan menjadi satuan-satuan lahan atau satuan peta
diamati di lapangan dan di laboratorium. Sifat tanah (SPT). SPT adalah kelompok lahan yang
fisik tanah penting peranannya dalam mempunyai sifat-sifat yang sama atau hampir
penyediaan sarana tumbuh tanaman. Dalam sama, yang penyebarannya digambarkan
penelitian ini, aspek sifat fisik hanya dibatasi dalam peta sebagai hasil dari suatu survei
pada pengamatan terhadap warna tanah, sumber daya alam.
tingkat kematangan dan ketebalan gambut,
tekstur, struktur, konsistensi, keadaan

32
Denah Suswati, et all Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III
Kabupaten Kubu Raya untuk Pengembangan Jagung

a. Tingkat kematangan dan ketebalan gambut tinggi dengan proporsi pori-pori besar yang
Berdasarkan tingkat kematangan/ tinggi. Porositas total tanah gambut relatif
dekomposisi bahan organik, gambut dibedakan tinggi, umumnya dalam kisaran 70 – 95 %.
atas 3 jenis, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Di Porositas total menurun dengan meningkatnya
lapangan, tingkat kematangan gambut dekomposisi dan hal tersebut sangat
ditentukan dengan metode perasan yang dapat menentukan besarnya pengikatan air oleh
ditunjukkan dengan melihat hasil cairan dan tanah gambut. Daya hantar air tanah gambut
sisa bahan perasan dengan tangan. Sedangkan ke arah vertikal sangat rendah, sedangkan ke
untuk menentukan ketebalan gambut arah lateral relatif tinggi dan menurun dengan
dilakukan dengan mengukur dari lapisan atas meningkatnya dekomposisi (Radjagukguk,
sampai dengan tanah mineral. Hasil 2000).
pengamatan tingkat kematangan dan ketebalan Berat volume (BV) suatu tanah gambut
gambut pada masing-masing SPT dapat dilihat merupakan parameter yang paling penting.
pada Tabel 2. Berat volume (BV) tanah gambut sangat
rendah berkisar antara 0,1 – 0,3 g.cm-3 dan
Tabel 2. Tingkat kematangan dan ketebalan dipengaruhi tingkat kematangan gambut,
gambut pada masing-masing spt campuran dengan bahan mineral, kadar lengas,
kadar abu. Tanah yang mempunyai kadar abu
SPT Tingkat Kematangan
Ketebalan yang tinggi dan makin banyak tercampur
Gambut (cm) dengan tanah mineral serta telah
1 Hemik 50-100 cm terdekomposisisi, berat volumenya semakin
2 Fibrik 100-150 cm besar (Radjagukguk, 1997)
3 Saprik 50-100 cm Tanah gambut mempunyai kapasitas
4 Saprik 50-100 cm mengikat air (water holding capacity) yang
5 - - relatif sangat tinggi atas dasar berat kering.
Sumber : Pengamatan lapangan (2011) Kapasitas mengikat air maksimum untuk
gambut fibrik adalah 580 – 3000 %, untuk
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat gambut hemik 450 – 850 % dan untuk gambut
kematangan gambut di daerah penelitian saprik < 450 %. Gambut akan berubah
dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu gambut menjadi hidrofob (menolak air) kalau terlalu
saprik, hemik dan fibrik. Gambut saprik kering (Notohadiprawiro, 1997).
adalah gambut yang tingkat pelapukannya Menurut Widjaja-Adhi et al., (1992)
sudah lanjut (matang). Gambut hemik adalah berdasarkan tingkat ketebalan gambutnya,
gambut yang mempunyai tingkat pelapukan daerah penelitian tergolong ke dalam gambut
sedang (setengah matang), sebagian bahan dangkal (50-100 cm) dan gambut sedang (100-
telah mengalami pelapukan dan sebagian lagi 200 cm). Ketebalan gambut yang berbeda-
berupa serat. Gambut fibrik adalah gambut beda dapat mempengaruhi tingkat kesuburan
dengan tingkat pelapukan awal (mentah) yang gambut. Semakin tebal gambut kesuburannya
dicirikan dengan tingginya kandungan bahan- semakin menurun sehingga tanaman akan sulit
bahan jaringan tanaman atau sisa tanaman mencapai lapisan mineral yang berada di
yang masih dapat dilihat keadaan aslinya. lapisan bawahnya. Ketebalan gambut juga
Dijelaskan oleh Najiyati et al., (2005), tingkat mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
kematangan gambut bervariasi karena terhadap produktivitas lahan, sehingga
terbentuk dari bahan, kondisi lingkungan, dan ketebalan gambut menjadi salah satu
waktu yang berbeda. Gambut yang telah pertimbangan utama dalam pengelolaan lahan
matang akan cenderung lebih halus dan lebih untuk pengembangan pertanian.
subur. Sebaliknya yang belum matang, banyak
mengandung serat dan kurang subur. b. Warna tanah
Kandungan serat gambut merupakan Pengamatan warna tanah di lapangan
ukuran derajat dekomposisinya yang menggunakan standar warna dari Munsell Soil
mencerminkan struktur tanah, porositas dan Colour Chart yang dinyatakan dalam 3 satuan,
distribusi porinya. Bahan yang relatif belum yakni Hue, Value dan Chroma. Hasil
terdekomposisi mempunyai porositas yang

33
Denah Suswati, et all J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol. 1, Desember 2011

pengamatan warna tanah pada masing-masing dalam massa tanah (Hardjowigeno, 2003).
SPT dan kedalaman disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium,
Warna tanah merupakan petunjuk untuk SPT 5 memiliki tekstur tanah pada lapisan atas
beberapa sifat tanah karena warna tanah (0-30 cm) adalah lempung debuan dengan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang perbandingan pasir, debu dan lempung adalah
terdapat dalam tanah tersebut. Kandungan 0%; 86,7%; dan 13,33% serta termasuk ke
bahan organik, kondisi drainase dan aerasi dalam kelas tekstur sedang. Tanah dengan
adalah sifat-sifat tanah yang berkaitan dengan tekstur lempung debuan apabila ditentukan
warna tanah (Hakim et al., 1986). Pada lokasi dengan memijit diantara jari dapat dicirikan
penelitian, tanah lapisan atas tidak terdapat oleh rasa licin, agak melekat, dapat dibentuk
karatan dan kondisi drainase tergolong baik, bola agak teguh, gulungan dengan permukaan
sedang sampai sangat terhambat. Perbedaan mengkilat. Sedangkan pada SPT 1, 2, 3 dan 4
warna tanah umumnya disebabkan oleh yang merupakan tanah gambut tidak
perbedaan kandungan bahan organik, semakin mempunyai tekstur karena tersusun atas bahan
tinggi kandungan bahan organik maka warna organik.
tanah akan semakin gelap. Sedangkan pada Tekstur berpengaruh terhadap
lapisan bawah yang selalu tergenang air, tanah kemampuan tanah dalam permeabilitas,
berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat kemudahan pengolahan tanah, daya menahan
dalam keadaan reduksi. air dan hara serta berpengaruh pula terhadap
perkembangan akar tanaman. Pada lokasi
Tabel 3. Hasil pengamatan warna tanah pada penelitian dapat diketahui bahwa tekstur tanah
masing-masing SPT lapisan atas (0-30 cm) didominasi oleh debu.
Kedalaman Warna
Hal ini dapat dilihat dari persentase tekstur di
SPT Keterangan laboratorium dimana kandungan debunya
Tanah (cm) Tanah
1 0-70 (7,5YR 2/3) Cokelat lebih besar dibanding dengan pasir dan
kehitaman lempung yaitu 86,67%; 0%; dan 13,33%.
70 - 120 (7,5YR 3/3) Cokelat Tanah-tanah yang mengandung debu yang
gelap
2 0-82 (10YR 4/4) Cokelat
tinggi dapat memegang air tersedia untuk
gelap tanaman. Sedangkan tanah yang mengandung
kekuningan fraksi lempung memiliki kemampuan besar
82-124 (10YR 3/3) Cokelat memegang air (Hakim et al, 1986). Tanaman
gelap
jagung tumbuh baik pada tanah dengan tekstur
124-150 (10YR 4/1) Abu-abu
gelap lempung debuan, sehingga tekstur tanah pada
3 0-15 (10YR 2/3) Cokelat SPT 5 sesuai untuk tanaman jagung.
kehitaman
15-50 (7,5YR 2/3) Cokelat d. Struktur
gelap
50-120 (10YR 4/1) Abu-abu
Menurut Hardjowigeno (2003), struktur
gelap tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil
4 0-54 (10YR 2/1) Cokelat alami dari tanah akibat melekatnya butir-butir
kehitaman primer tanah satu sama lain oleh suatu perekat
54-120 (7,5YR 4/1) Cokelat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan
gelap
5 0-22 (7,5YR 3/4) Cokelat
lainnya. Agregat yang terbentuk secara alami
gelap disebut ped. Struktur dibedakan menurut
22-67 (7,5YR 4/3) Cokelat bentuk, tingkat perkembangan dan ukuran.
67-96 (10YR 4/1) Abu-abu Dari pengamatan di lapangan, diketahui
gelap bahwa pada SPT 5 tidak memiliki struktur
96-120 (10YR 5/1) Abu-abu
Sumber: Pengamatan Lapangan (2011)
(massive), dimana butir-butir tanah melekat
satu sama lain dengan kuat sehingga tidak
membentuk gumpalan-gumpalan. Hal ini
c. Tekstur disebabkan oleh tanah pada lokasi penelitian
Tekstur tanah menunjukkan kasar belum berkembang atau belum matang (Hakim
halusnya tanah, berdasarkan perbandingan et al, 1986). Akibat dari struktur tanah yang
banyaknya butir-butir pasir, debu dan lempung massive, bobot isi tanah akan tinggi, tanah

34
Denah Suswati, et all Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III
Kabupaten Kubu Raya untuk Pengembangan Jagung

sukar ditembus akar dan perkembangan akar menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh
akan terhambat, sehingga perlu dilakukan di lahan tersebut. Tanaman jagung tidak akan
perbaikan sifat fisik tanah, yaitu perlunya dapat tumbuh dengan baik jika tanah selalu
penambahan bahan organik untuk tergenang air karena akan mempengaruhi
memperbaiki dari struktur tersebut. pertumbuhan akar tanaman, sehingga SPT 2
tidak sesuai untuk tanaman jagung.
e. Konsistensi Drainase tanah berkaitan dengan
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan kecepatan air untuk meresap ke dalam tanah
daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi (infiltrasi) dan menunjukkan lamanya serta
butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini seringnya tanah jenuh air atau tergenang. Pada
ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap umumnya tanaman memerlukan kondisi
gaya yang akan mengubah bentuk. Pada lokasi drainase tanah yang baik untuk memfasilitasi
penelitian konsistensi tanah dalam keadaan cukupnya ketersediaan oksigen. Drainase juga
basah ditentukan dengan mudah tidaknya mempengaruhi sifat fisik tanah gambut
melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) terutama dalam kaitan dengan sifat-sifat
atau mudah tidaknya membentuk bulatan dan pengikatan lengas dan subsidensi. Untuk
kemampuannya mempertahankan bentuk menekan pengaruh negatif dari drainase harus
tersebut (plastis atau tidak plastis). Konsistensi dilakukan pengendalian kedalaman air tanah.
tanah pada SPT 5 dapat dilihat pada Tabel 4. Sehingga pengikatan muka lengas gambut
tidak diubah terlalu drastis yang menghasilkan
Tabel 4. Konsistensi tanah pada SPT 5 pengerutan tak dapat balik (irreversible
Konsistensi Tanah
shrinkage) sehingga terbentuk pasir semu
Kedalaman (cm) (pseudosand) dan tanah akan sama sekali
Kelekatan Plastisitas
0-22 Agak Lekat Agak Plastis kehilangan daya menahan air dan hara
22-67 Agak Lekat Agak Plastis tanaman.
67-96 Lekat Agak Plastis
96-120 Lekat Agak Plastis
g. Kedalaman air tanah
Sumber: Pengamatan Lapangan (2011)
Kedalaman air tanah ditentukan pada saat
pengamatan borring dan minipit di lapangan
Hasil pengamatan di lapangan
dengan menggunakan meteran dari permukaan
menunjukkan bahwa pada SPT 5 memiliki
tanah sampai ke batas muka air tanah. Hasil
konsistensi agak lekat sampai lekat dan
pengamatan kedalaman air tanah pada setiap
memiliki plastisitas agak plastis. Tanah pada
SPT dapat dilihat pada Tabel 5.
lapisan atas (0-30 cm) dapat dikategorikan
memiliki konsistensi baik. Pada umumnya
Tabel 5. Kedalaman air tanah pada setiap SPT
tanah ini mudah diolah dan tidak melekat pada
alat pengolah tanah seperti cangkul dan bajak Kedalaman Air Luas
SPT Kategori
Tanah (cm) Ha %
sehingga konsistensi tanah pada SPT 5 sesuai 1 41-59 Dangkal-Agak 774 31,45
untuk tanaman jagung. 2 26-33 Dalam 728 29,58
3 56-60 Dangkal 213 8,66
4 65-72 Agak Dalam 645 26,21
f. Drainase Tanah 5 40-53 Agak Dalam 101 4,10
Dari hasil pengamatan di lapangan Dangkal-Agak
menunjukkan bahwa pada SPT 1; 3; 4 dan 5 Dalam
Jumlah 2.461 100
tidak berada dalam kondisi tergenang dengan
Sumber: Pengamatan Lapangan (2011)
muka air tanah berada >30 cm sehingga tata
udara pada tanah bagian atas dalam keadaan
Berdasarkan hasil pengamatan dari data
baik, sehingga sesuai lahan untuk tanaman
borring di lapangan, daerah penelitian berada
jagung.
pada kondisi tidak tergenang dengan
Namun pada SPT 2, belum ada saluran
kedalaman muka air tanah tergolong dangkal
drainasenya sehingga kelas drainase
hingga agak dalam. Sedangkan pada setiap
digolongkan ke dalam kelas sangat terhambat.
minipit pewakil SPT 2, air tanah berada pada
Dengan terhambatnya saluran drainase maka
kedalaman < 33 cm (dangkal). Menurut
proses dekomposisi gambut akan terhambat
Saragih dan Nazemi (2010) bahwa tinggi
juga. Keadaan drainase tanah suatu lahan akan

35
Denah Suswati, et all J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol. 1, Desember 2011

muka air tanah 20 cm mampu menghasilkan Dari hasil pengamatan yang dilakukan di
produksi tongkol per hektar lebih tinggi dan lapangan berdasarkan minipit pewakil, maka
berbeda dengan muka air tanah 0 dan 40 cm. diketahui bahwa di lokasi penelitian memiliki
kedalaman efektif yang termasuk ke dalam
h. Kedalaman efektif kategori sangat dangkal sampai dengan
Hasil pengamatan kedalaman efektif pada kategori sedang. Kedalaman efektif pada SPT
setiap SPT dapat dilihat pada Tabel 6. 1, 3 dan 4 sesuai untuk tanaman jagung,
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman sedangkan kedalaman efektif pada SPT 2,
dimana perakaran tanaman masih bisa masuk tidak sesuai untuk tanaman jagung.
ke dalam tanah. Kedalaman tersebut umumnya
dibatasi oleh suatu lapisan penghambat, i. Kedalaman Sulfidik
misalnya batu keras, padas atau lapisan lain Lapisan tanah mineral di bawah tanah
yang mengganggu atau menghambat gambut, mempengaruhi tingkat kesuburan
perakaran. Dalam evaluasi kesesuaian lahan alami tanah gambut. Pada lokasi penelitian
lahan gambut yang dijadikan indikator untuk lapisan tanah mineral ini berasal dari endapan
kedalaman efektif adalah kedalaman air tanah marin yang berwarna kelabu kehijauan atau
karena dapat menjadi faktor penghambat abu-abu gelap yang mengandung bahan
media perakaran. Pada umumnya tanaman sulfidik yaitu pirit (FeS2). Tanah yang berasal
jagung menghendaki drainase baik, dimana dari endapan marin ini selalu jenuh air atau
pada kondisi demikian aerasi tanah cukup tergenang, bertekstur halus (liat), masih belum
baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia matang, dimana lapisan bahan sulfidik masih
oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat stabil dan tidak berbahaya. Hasil pengamatan
berkembang dengan baik dan mampu kedalaman sulfidik pada setiap SPT dapat
menyerap unsur hara secara optimal. dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Kedalaman efektif pada setiap SPT


Kedalaman Luas
SPT Subgroup Kategori
Efektif (cm) Ha %
1 Typic Haplohemists 43 Dangkal 774 31,45
2 Typic Haplofibrists 26 Sangat Dangkal 728 29,58
3 Typic Sulfisaprists 57 Sedang 213 8,66
4 Typic Haplosaprists 66 Sedang 645 26,21
5 Typic Fulvaquents 42 Dangkal 101 4,10
Jumlah 2.461 100
Sumber: Pengamatan Lapangan (2011)

Tabel 7. Kedalaman sulfidik pada setiap SPT


Luas
SPT Kedalaman Sulfidik (cm) Kategori
Ha %
1 >100 Sangat Dalam 774 31,45
2 >100 Sangat Dalam 728 29,58
3 50 - < 75 Dalam 213 8,66
4 >100 Sangat Dalam 645 26,21
5 > 100 Sangat Dalam 101 4,10
Jumlah 2.461 100
Sumber: Pengamatan Lapangan (2011)

36
Denah Suswati, et all Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III
Kabupaten Kubu Raya untuk Pengembangan Jagung

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Dengan dibangunnya jaringan tata air
lapangan berdasarkan titik borring dan minipit makro berupa saluran-saluran primer,
pewakil, maka diketahui bahwa di lokasi sekunder sampai tersier di lokasi penelitian
penelitian memiliki kedalaman sulfidik yang telah terjadi proses “pematangan tanah”.
termasuk ke dalam kategori dalam (50-100 Permukaan air tanah menjadi turun dan tanah
cm) sampai dengan kategori sangat dalam bagian atas menjadi kering dan terbuka. Sesuai
(>100 cm), sehingga SPT 1, 2 ,3, 4 dan 5 dengan perkembangannya setelah lebih lama
sesuai untuk tanaman jagung karena masih terbuka di udara, tanah bagian atas berubah
berada di bawah perakaran jagung yang berada menjadi padat karena kandungan airnya
sekitar 20 cm dari permukaan tanah. berkurang, bersifat lembek, dengan konsistensi
Gambut dengan lapisan tanah bawah lekat/sangat lekat serta plastis. Perkembangan
berasal dari endapan marin, berpotensi terjadi selanjutnya akan berubah menjadi tanah relatif
bahaya keracunan asam sulfat yang berasal kering yang padat yaitu kondisi “matang”,
dari oksida senyawa sulfur. Keracunan ini konsistensinya agak teguh waktu lembab, dan
terjadi apabila lapisan gambut sudah menipis, menjadi agak keras/keras sewaktu kering.
baik karena budidaya yang intensif atau
terbakar maupun karena terjadinya subsidence, Deskripsi dan klasifikasi tanah
sehingga senyawa pirit teroksidasi dan Klasifikasi tanah ditentukan berdasarkan
menghasilkan asam sulfat serta besi yang kondisi fisik wilayah, morfologi dan proses
mengakibatkan pH sangat rendah (<3,5). pembentukan tanah. Sistem klasifikasi yang
digunakan adalah sistem Taksonomi Tanah
j. Kematangan tanah (n-value) atau Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003)
Nilai-n (n-value) merupakan nilai untuk sampai pada tingkat subgroup. Sebagai dasar
menunjukkan tingkat kematangan tanah. identifikasi digunakan data hasil pengamatan
Tanah yang belum matang (mentah) adalah lapangan terhadap borring dan minipit pewakil
tanah-tanah yang seperti lumpur cair sehingga serta didukung hasil analisis laboratorium.
bila diremas akan mudah sekali keluar dari Tanah pada minipit pewakil 1
genggaman melalui sela-sela jari. Tanah digolongkan ke dalam ordo Histosols. Tanah
seperti ini umumnya terdapat di daerah-daerah ini memiliki bahan tanah organik yang
pantai yang tergenang sehingga lumpur yang ketebalannya >40 cm. Tanah Histosols ini
dibawa sungai diendapkan perlahan-lahan telah mengalami tingkat dekomposisi tengahan
(Hardjowigeno, 2003). Nilai tingkat (hemik) yang jika diperas 1/3-2/3 bagian
kematangan tanah merupakan petunjuk untuk tertinggal dalam telapak tangan dan
beberapa hal misalnya kemampuan tanah mempunyai bahan organik hemik lebih tebal
menyangga beban fisik, besarnya penyusutan dari bahan organik lainnya sehingga dapat
(subsidence) bila tanah menjadi kering digolongkan ke dalam subordo Hemists. Tidak
(misalnya karena perbaikan drainase). adanya ciri lain yang dapat digolongkan ke
Berdasarkan hasil pengamatan secara dalam subgroup lainnya, maka tanah ini
langsung di lapangan dapat diketahui bahwa termasuk ke dalam subgroup Typic
tanah lapisan atas (0-30 cm) pada SPT 5 Haplohemists.
tergolong agak matang. Hal ini dicirikan Tanah pada minipit pewakil 2
ketika diremas dengan menggunakan telapak dikelompokkan ke dalam ordo Histosols. Hal
tangan, tanah agak sulit lewat sela-sela jari. ini ditunjukkan dengan adanya epipedon histik
Tanah selalu dalam keadaan jenuh air. Hasil dengan ketebalan >40 cm. Tanah ini telah
analisis kematangan tanah di laboratorium mengalami tingkat dekomposisi awal (fibrik)
pada SPT 5 dapat dilihat pada Tabel 8. yang jika diperas 2/3 bagian tertinggal dalam
telapak tangan serta mempunyai bahan organik
Tabel 8. Kematangan tanah (n-value) pada fibrik lebih tebal dari bahan organik lainnya
SPT 5 sehingga termasuk ke dalam subordo Fibrists.
Kedalaman Kematangan
Kategori Tanah Fibrists ini memiliki bahan sulfidik
Tanah (cm) Tanah (n-value) yang terletak lebih dalam, yaitu pada
0-30 0,83 Agak matang,
n > 0,7
kedalaman >100 cm serta tidak adanya ciri
Sumber: Analisis Laboratorium (2011) lain yang dapat digolongkan ke dalam great

37
Denah Suswati, et all J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol. 1, Desember 2011

group lainnya, maka tanah ini termasuk ke diklasifikasikan ke dalam subgroup Typic
dalam great group Haplofibrists. Tidak Fulvaquents.
adanya ciri lain yang dapat digolongkan ke
dalam subgroup lainnya, maka tanah ini Satuan peta tanah
termasuk ke dalam subgroup Typic Hasil pengamatan di lapangan dengan
Haplofibrists. borring, daerah penelitian dibagi dalam lima
Tanah pada minipit pewakil 3 Satuan Peta Tanah (SPT), penyebaran dan luas
dikelompokkan ke dalam ordo Histosols. masing-masing SPT disajikan pada Tabel 8
Tanah ini memiliki bahan tanah organik yang dan Gambar 1.
ketebalannya >40 cm. Tanah Histosols ini
telah mengalami tingkat dekomposisi lanjut SPT 1. Typic Haplohemists
(saprik) yang jika diperas 1/3 bagian tertinggal Satuan peta tanah ini mempunyai luasan
dalam telapak tangan dan mempunyai bahan 774 Ha atau sebesar 31,45 %, mempunyai
organik saprik lebih tebal dari bahan organik bentuk wilayah datar dengan kelerengan 0-2%.
lainnya sehingga dapat digolongkan ke dalam Warna tanah pada setiap lapisan antara lain
subordo Saprists. Tanah Saprists ini memiliki cokelat kehitaman (7,5YR 2/3) dan cokelat
bahan sulfidik pada kedalaman 50-100 cm gelap (7,5YR 3/3). Tingkat kematangan
sehingga termasuk ke dalam great group gambut hemik lebih tebal dibandingkan
Sulfisaprists. Tidak adanya ciri lain yang dapat dengan bahan organik lainnya dan ketebalan
digolongkan ke dalam subgroup lainnya, maka gambut 50-100 cm. Drainase baik dengan
tanah ini termasuk ke dalam subgroup Typic kedalaman air tanah 41-59 cm (dangkal-agak
Sulfisaprists. dalam).
Tanah pada minipit pewakil 4
dikelompokkan ke dalam ordo Histosols. Hal SPT 2. Typic Haplofibrists
ini ditunjukkan dengan adanya epipedon histik Satuan peta tanah ini mempunyai luasan
dengan ketebalan >40 cm. Tanah ini telah 728 Ha atau 29,58 %, mempunyai bentuk
mengalami tingkat dekomposisi lanjut (saprik) wilayah datar dengan kelerengan 0-2%. Warna
yang jika diperas 1/3 bagian tertinggal dalam tanah pada setiap lapisan antara lain cokelat
telapak tangan serta mempunyai bahan organik gelap kekuningan (10YR 4/4), cokelat gelap
saprik lebih tebal dari bahan organik lainnya (10YR 3/3) dan abu-abu gelap (10YR 4/1).
sehingga termasuk ke dalam subordo Saprists. Tingkat kematangan gambut fibrik lebih tebal
Tidak adanya ciri lain yang dapat digolongkan dibandingkan dengan bahan organik lainnya
ke dalam group ini sehingga termasuk dan ketebalan gambut >100 cm. Drainase
Haplosaprists, demikian juga pada tingkat sangat terhambat dengan kedalaman air tanah
subgroup tanah diklasifikasikan ke dalam 26-33 cm (sangat dangkal-dangkal).
subgroup Typic Haplosaprists.
Tanah pada minipit pewakil 5 SPT 3. Typic Sulfisaprists
dikelompokkan ke dalam ordo Entisols. Hal Satuan peta tanah ini mempunyai luasan
ini dicirikan dengan kematangan tanah yang 213 Ha atau sebesar 8,66 %, mempunyai
hampir matang yaitu nilai n >0,7 serta belum bentuk wilayah datar dengan kelerengan 0-2%.
adanya perkembangan struktur tanah. Tanah- Warna tanah pada setiap lapisan antara lain
tanah ini jenuh air pada waktu-waktu tertentu cokelat kehitaman (10YR 2/3), cokelat gelap
atau berkondisi aquik sehingga digolongkan ke (7,5YR 2/3) dan abu-abu gelap (10YR 4/1).
dalam subordo Aquent. Pada kategori great Tingkat kematangan gambut saprik lebih tebal
group dikelompokan ke dalam jenis dibandingkan dengan bahan organik lainnya
Fulvaquents, yaitu tanah-tanah aquents yang dan ketebalan gambut < 100 cm. Kedalaman
mengandung C-organik sebesar ≥0,2 % pada pirit 50-100 cm. Drainase baik dengan
kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah kedalaman air tanah 56-60 cm (dangkal-agak
mineral, atau memiliki kandungan C-organik dalam).
secara tidak teratur dari kedalaman 25-125 cm.
Tidak adanya ciri lain yang dapat digolongkan SPT 4. Typic Haplosaprists
ke dalam subgroup ini sehingga tanah Satuan peta tanah ini mempunyai luasan
645 Ha atau sebesar 26,21 %, mempunyai

38
Denah Suswati, et all Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III
Kabupaten Kubu Raya untuk Pengembangan Jagung

bentuk wilayah datar dengan kelerengan 0-2%. tanah pada setiap lapisan antara lain cokelat
Warna tanah pada setiap lapisan antara lain gelap (7,5YR 3/4), cokelat (7,5YR 4/3), abu-
cokelat kehitaman (10 YR 2/1) dan cokelat abu gelap (10YR 4/1) dan abu-abu (10YR
gelap (7,5YR 4/1). Tingkat kematangan 5/1), dengan tesktur tanah pada lapisan atas
gambut saprik lebih tebal dibandingkan lempung debuan. Konsistensi (dalam keadaan
dengan bahan organik lainnya dan ketebalan basah) tergolong agak lekat agak plastis.
gambut <100 cm. Drainase baik dengan Drainase agak baik/sedang. Untuk warna
kedalaman air tanah 65-72 cm (agak dalam). karatan tidak dijumpai, kondisi tanah dalam
keadaan jenuh air pada kedalaman 40-53 cm
SPT 5. Typic Fluvaquents (dangkal). Kematangan tanah pada lapisan atas
Satuan peta tanah ini memiliki luas 101 tergolong hampir matang n > 0,7 dan memiliki
Ha atau sebesar 4,10 %, mempunyai bentuk kedalaman pirit >100 cm.
wilayah datar dengan kelerengan 0-2%. Warna

Tabel 8. Satuan peta tanah di lokasi penelitian


Macam Tanah Luas
SPT Bahan Induk Sifat Penciri
(subgroup) Ha %
1. Typic Haplohemists Bahan Organik Ø Lereng datar 0-2% 774 31,45
Ø Drainase baik
Ø Gambut hemik
2. Typic Haplofibrists Bahan Organik Ø Lereng datar 0-2% 728 29,58
Ø Drainase sangat terhambat
Ø Gambut fibrik
3. Typic Sulfisaprists Bahan Organik Ø Lereng datar 0-2% 213 8,66
Ø Drainase baik
Ø Gambut saprik
Ø Jeluk pirit 50-100 cm
4. Typic Haplosaprists Bahan Organik Ø Lereng datar 0-2% 645 26,21
Ø Drainase baik
Ø Gambut saprik
5. Typic Fulvaquents Endapan Ø Lereng datar 0-2% 101 4,10
Sungai/Laut Ø Tekstur lempung debuan
Ø n > 0,7
Ø Struktur massive
Ø Konsistensi agak lekat
Ø Drainase baik
Jumlah 2.461 100
Sumber: Pengamatan Lapangan (2011)

Gambar 1. Peta satuan lahan di Desa Rasau Jaya III

39
Denah Suswati, et all J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol. 1, Desember 2011

Rekomendasi pengelolaan untuk SIMPULAN


pengembangan tanaman jagung
Dari hasil identifikasi sifat fisik tanah
a. Rekomendasi pemeliharaan drainase dan yang kemudian dipadukan dengan syarat
pengaturan tata air tumbuh untuk tanaman jagung maka maka
Pengaturan drainase pada daerah SPT 1, 3 dan 4 sesuai untuk pengembangan
penelitian sudah dibangun oleh Dinas tanaman jagung, namun demikian pada lokasi
Pekerjaan Umum. Sistem pada jaringan tersebut masih memerlukan pemeliharaan
pengairannya merupakan sistem sisir (GAMA) drainase dan pengaturan tata air, pembuatan
dimana saluran terdiri dari saluran primer, embung pada musim kemarau dan sistem
sekunder dan tersier. Saluran primer dibuat surjan pada lokasi yang masih berpotensi
langsung bermuara pada sungai besar dan banjir pada musim penghujan. Sedangkan SPT
saluran sekunder dibuat tegak lurus dengan 2 tidak sesuai untuk pengembangan tanaman
saluran primer, sedangkan saluran tersier jagung dengan faktor pembatas drainase dan
dibuat tegak lurus saluran sekunder. Dengan kematangan gambut.
adanya saluran drainase, sirkulasi air cukup
lancar sehingga lahan tidak dalam kondisi DAFTAR PUSTAKA
tergenang. Pemeliharaan saluran drainase BPS Kabupaten Kubu Raya. 2009. Kecamatan
dapat dilakukan dengan melakukan Rasau Jaya dalam Angka 2008. Badan
pembersihan saluran dan perbaikan pintu-pintu Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya.
air.
Pengaturan tata air dapat dilakukan Deptran, 1987. Regional Physical Programme
dengan mengatur air tanah agar selalu berada for Transmigration. LRD-ODNRI
di atas bahan sulfidik yang apabila teroksidasi London-England & Direktorat Bina
dapat menjadi racun bagi tanaman. Selain itu Program, Ditjen Penyiapan Pemukiman.
agar tinggi muka air tanah dapat dipertahankan Departemen Transmigrasi. Jakarta.
pada musim kemarau, dan pembuangan air Deptran, 2006. Penyusunan Master Plan Kota
pada musim hujan agar tidak terjadi banjir. Terpadu Mandiri (KTM) Rasau Jaya dan
Tinggi muka air tanah diupayakan 30-50 cm Rencana Teknis Pengembangan
terutama pada musim kemarau. Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi.
b. Pembuatan Embung (Kolam Penampung Hand Out. Departemen Tenaga Kerja dan
Air) pada Lahan Gambut Transmigasi RI Ditjen Pembinaan
Embung atau kolam penampung air pada Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
lahan gambut dapat digunakan untuk menjaga Transmigrasi. Jakarta.
kelembaban gambut, selain itu kolam Najiyati, S.; Lili Muslihat dan I Nyoman N.
penampung ini juga bisa dimanfaatkan untuk Suryadiputra. 2005. Panduan
pemenuhan ketersediaan air pada musim Pengelolaan Lahan Gambut untuk
kemarau untuk kegiatan pertanian. Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate
c. Sistem Surjan Change, Forests and Peatlands in
Pada SPT 3 yang dekat dengan Sungai Indonesia. Wetlands International-
Punggur Besar dan memiliki tipe luapan B Indonesia Programme dan Wildlife
direkomendasikan menerapkan sistem surjan. Habitat Canada. Bogor.
Dengan sistem surjan, lahan secara bersamaan Notohadiprawiro, T. 1997. Twenty-Five Years
dimanfaatkan menjadi sawah pada tabukan Experience in Peatland Development for
dan pada guludan ditananami tanaman jagung. Agriculture in Indonesia. Dalam :
Tujuan utama dari sistem surjan adalah untuk Biodiversity and Sustainability of
memanfaatkan lahan secara optimal melalui Tropical Peatlands (J.O. Rieley and S.E.
pengelolaan air yang tepat. Page, Eds.), Samara Publ. Ltd., Cardigan.
H. 301 – 309.

40
Denah Suswati, et all Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III
Kabupaten Kubu Raya untuk Pengembangan Jagung

Radjagukguk, B. 1997. Peat Resource of Lebak Tengahan.Balai Penelitian


Indonesia : Its Extent, Characteristics and Pertanian Lahan Rawa.
Development Possibilities. Paper
Soil Survey Staff, 2003. Kunci Taksonomi
Presented at the Third Seminar on the
Tanah. Soil Survey Staff. Edisi Kedua.
Geening with Peat Held at Waseda
Bahasa Indonesia. Pusat Penelitian Tanah
University. Tokyo.
dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Radjagukguk, B. 2000. Perubahan Sifat-sifat Pengembangan Pertanian. Bogor.
Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat
Wahyunto, S. Ritung, Suparto, dan H.
Reklamasi Lahan gambut untuk
subagyo, 2005. Sebaran Gambut dan
Pertanian. Dalam: Jurnal Ilmu Tanah dan
Kandungan Karbon di Sumatera dan
Lingkungan . Vol. 2 No. 1. Yogyakarta. 1
Kalimantan. Proyek Climate Change,
– 15 h.
Foresta, and Peatlands in Indonesia.
Saragih dan Nazemi, 2010. Pengelolaan Air Wetlands International. Indonesia
Tanah Sistem Dam Parit Mendukung Programme dan Widlife Habitat Canada.
Pertanaman Jagung Di Lahan Rawa Bogor.

41

Anda mungkin juga menyukai