Anda di halaman 1dari 13

Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

KAJIAN POTENSI LAHAN UNTUK PERSAWAHAN PADA DAS


KARLUTU, KAB. MALUKU TENGAH, PROV. MALUKU
Tata Yunita, Dyah Ayu Puspitosari dan Deni
Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
*f.t.yunita@alumnus.rug.nl
Pemasukan: Perbaikan: Diterima:

Intisari
Kebutuhan konsumsi beras di Provinsi Maluku sekitar 174.905 ton pada tahun 2011,
sementara produksi beras pertahun sebesar 85.914 ton. Untuk mencapai swasembada
beras, Provinsi Maluku harus membuka lahan sawah baru seluas 17.250 ha. Peran Pulau
Seram sebagai lumbung beras ke dua setelah Pulau Buru perlu dioptimalkan, khususnya
pada DAS yang memiliki potensi sebagai lahan persawahan baru. DAS Karlutu
merupakan salah satu kawasan di Pulau Seram yang memiliki potensi tersebut.
Berdasarkan analisis potensi kesesuaian kawasan sebagai lahan persawahan dengan
parameter, yaitu temperatur (tc), ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), bahaya
erosi (eh), bahaya banjir (fh) dan penyiapan lahan (lp), potensi daerah yang dapat
dikembangkan sebagai lahan persawahan adalah sekitar 3.000 ha. Potensi bahaya banjir
yang tinggi dapat disiasati dengan upaya pengendalian banjir berupa bendung dan
sabodam. Kondisi kelerangan yang berada pada batas marjinal dapat diatasi dengan
pembuatan teras dan guludan. Selain itu perlu adanya kajian lebih lanjut untuk
karakteristik kimia lahan seperti retensi hara, toksisitas dan bahaya sulfidik untuk
melengkapi kajian karakteristik fisik DAS Karlutu. Namun, pengembangan lahan
persawahan harus tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan kawasan
lindung.
Kata Kunci: analisis potensi kawasan, lahan persawahan, swasembada beras.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan sensus penduduk Indonesia pada tahun 2012, Provinsi Maluku
berpenduduk sebanyak 1.611.140 jiwa dengan angka konsumsi beras sebesar 108,56
kg/kapita/tahun. Hal itu berarti kebutuhan beras di Maluku adalah sekitar 174.905 ton
pada tahun tersebut (Dinas Pertanian Provinsi Maluku, 2013).
Pada tahun 2012, Provinsi Maluku memiliki lahan fungsional seluas 16.650 ha yang
ditanam dua kali musim tanam per tahun dengan rata-rata produktivitas yaitu 4,3 ton
gabah kering giling (GKG), maka jumlah produksi per tahun sebesar 143.190 ton GKG
apabila dikonversikan ke beras maka produksi beras Maluku per tahun sebesar 85.914
ton (http://www.tribun-maluku.com, 2013). Dengan demikian, sebesar 88.991 ton/tahun
atau 50,88% kebutuhan beras harus didatangkan dari luar Maluku pada tahun tersebut.

Fullpaper 1
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

Oleh karena itu, untuk mencapai swasembada beras Provinsi Maluku harus membuka
lahan sawah baru sekitar 17.250 ha.
Pulau Seram merupakan daerah yang menjadi lumbung beras Provinsi Maluku selain
Pulau Buru. Pada tahun 2010, daerah ini memiliki lahan sawah produktif tersebar di 3
kabupaten yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur dan
Kabupaten Maluku Tengah, dengan luas sekitar 2.491 ha, 784 ha dan 5.017 ha (Dinas
Pertanian Provinsi Maluku, 2010). Daerah ini masih memiliki beberapa DAS yang
berpotensi sebagai lahan persawahan baru, namun belum ada kajian terkait potensinya,
salah satunya DAS Karlutu.
Dalam kajian ini dilakukan analisis potensi kesesuaian kawasan sebagai lahan
persawahan berdasarkan parameter persyaratan karakteristik lahan, yaitu temperatur
(tc), ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), bahaya erosi (eh), bahaya banjir (fh)
dan penyiapan lahan (lp). Selain itu, kawasan yang dikaji, disesuaikan dengan RTRW
untuk kawasan budidaya saja agar tetap menjaga kesesuaian dengan pengembangan
kawasan tersebut dan tidak mengganggu peruntukan kawasan lindung.Metode yang
digunakan dalam adalah analisis spasial dengan menggunakan perangkat lunak Sistem
Informasi Geografis.Selain itu aspek non teknis, seperti ancaman bencana banjir dan
erosi yang dapat berdampak terhadap lahan serta kondisi masyarakat juga dikaji untuk
melengkapi aspek teknis.
Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya program
swasembada pangan yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah provinsi Maluku,
khususnya dalam memberikan gambaran potensi DAS Karlutu sebagai kawasan
pengembangan secara teknis, khususnya faktor fisiknya, serta kesiapan masyarakat
dalam mengelola lahan persawahan baru tersebut.

Kajian Pustaka
Konversi lahan sawah produktif ke lahan non-pertanian, seperti pemukiman, perkotaan
dan infrastruktur, serta kawasan industri, terus terjadi. Dalam kurun waktu1981-
1999,tercatat perubahan fungsi lahan sawah nasional mencapai 1,628 juta ha atau
sekitar 61,6% terjadi di Pulau Jawa (Sudaryanto, 2000 dalam Puslitbangtanak, 2003).
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan makin terbatasnya
ketersediaanlahan pertanian di Pulau Jawa maka kajian terkait potensi-potensi
pengembangan kawasan lahan pertanian pada daerah-daerah yang masih memiliki
ketersedian lahan luas makin mendesak. Beberapa kajian terkait kesesuaian
pemanfaatan lahan yang sudah banyak dilakukan di luar Pulau Jawa, sepertikajian
potensi lahan untuk perluasan tanaman padi sawah di Tanah Datar, Sumatera Barat dan
Rejang Lebong, Bengkulu (Subdit Basis Data Lahan, 2013), evaluasi kesesuaian lahan
untuk padi sawah tadah hujan di Kecamatan Muara, Tapanuli Utara (Sinaga dkk., 2014),
serta evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi dan padi lading di Kecamatan
Tabang, Kutai Kertanegara (Raden dkk., 2011). Sementara, kajian potensi
pengembangan kawasan pertanian di wilayah timur Indonesia memang masih minim,
permasalahannya adalah terbatasnya ketersediaan data dan informasi kawasan timur.
Pengembangan kawasan timur untuk pemanfaatan lahan pertanian memiliki potensi
besar karena masih tersedianya lahan yang luas yang belum dioptimalkan. Namun
demikian, pemanfaatan lahan, khususnya untuk pertanian, yang tanpa

Fullpaper 2
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

mempertimbangkan kelas kesesuaian lahan dan agroekologi, dapat berakibat kurang


optimalnya usaha pertanian yang dihasilkan, bahkan lebih buruk lagi, dapat membawa
kerugian bagi petani dan merusak keseimbangan lingkungan (Aziz, 2006). Apabila
kesuburan lahan kurang maka untuk meningkatkan produktifitas lahan tersebut petani
harus mengeluarkan biaya lebih untuk upaya penyuburannya. Sementara upaya
penyuburan yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan karena akan
merubah kondisi ekologi tanahnya.
Jika pada pemilihan lahan pada awal pembangunan tanaman areal-areal yang tidak
produktif tidak disisihkan, maka kerugian (finansial) yang cukup besar akan terjadi
nantinya. Oleh karena itu evaluasi kesesuaian lahan dapat menjawab tingkat kesesuaian
lahan untuk pengembangan suatu komoditi dan secara ekonomi akan menjawab
kelayakan usaha tani. Berdasarkan hasil evaluasi lahan secara kualitatif akan membantu
para pelaku di bidang pertanian untuk memanfaatkan lahan sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.

Landas Teori
Dalam kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan
potensial.Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaianlahan pada kondisi penggunaan
lahan asli atau karakteristik alaminya, tanpa masukan perbaikan atau perekayasaan
karakterisik lahan tersebut. Sedangkan kesesuaian lahan potensial yaitu kesesuaian
lahan pada kondisi setelah diberikan tindakan perbaikan atau perekayasaan karakteristik
lahan terkait,seperti: pemberian pupuk, pengairan atau terasering; pengendalian banjir,
tergantung dari jenis faktor yang lemah atau pembatasnya. Penilaian kesesuaian lahan
dilakukan dengan mencocokkan antara kualitas/ karakteristiklahan (sifat fisik dan kimia
lahan) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan
persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas pertanian
yang dievaluasi. (Djaenuddin, dkk, 2003).
Kajian secara umum kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dikembangkan oleh
Subdit Basis Data Lahan (2013), yang menjabarkan kriteria kesesuaian dari aspek
regulasi dan fisik kawasan. Dalam kajian tersebut kriteria yang digunakan adalah:
- aspek status lahan harus pada kawasan budidaya (bukan kawasan lindung);
- tutupan lahan berupa semak beluka, padang rumput, ladang/tegalan, lahan
terbuka dan rawa;
- kemiringan lahan yang kurang dari 15%;
- jenis tanah selain organosol dan regosol;
- elevasi kurang dari 500 m dpl;
- rata-rata curah hujan berturut-turut selama 3 bulan minimal 200 mm/bulan, atau
di atas 2000 mm/tahun.
Secara lebih detail diuraikan oleh Djaenuddin dkk (2011) berdasarkan pengembangan
dari Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan (Puslitbang Tanah, 2003), kesesuaian lahan untuk
pertanian, khususnya sawah tadah hujan, ditentukan oleh parameter dari karakteristik
fisik dan kimia kawasan. Karakteristik fisik kawasan meliputi:temperature (tc),
ketersediaan air(wa), media perakaran (rc), bahaya erosi (eh), bahaya banjir (fh), dan
penyiapan lahan (lp). Sedangkan karakteristik kimia kawasan meliputi: retensi hara (nr),
toksisitas(xc), sodisitas (xn), dan bahaya sulfidik.

Fullpaper 3
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

Kriteria kesesuaian lahan untuk pertanian (sawah) yang akan digunakan dalam kajian
ini hanya akan difokuskan pada karakteristik fisik kawasan, tanpa maksud
mengesampingkan pentingnya karakteristik kimia. Pembatasan lingkup pembahasan ini
lebih disebabkan faktor keterbatasan data dan informasi terkait parameter kimia pada
DAS Karlutu. Tabel 1 berikut ini adalah nilai batasan kesesuaian lahan dengan
peruntukan sebagai lahan pertanian sawah untuk masing-masing karakteristik fisik yang
ditinjau menurut Djaenuddin dkk (2011).

Tabel 1 Kriteria Sifat Fisik Kawasan untuk Pertanian Sawah (Djaenuddin dkk, 2011)
Persyaratan Penggunaan Lahan/ Nilai Data Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Temperatur, tc
Temperatur Rerata (0C) 24-29 22-24 18-22 <18
29-32 32-35 >35
Ketersediaan Air, wa
Curah Hujan (mm) Bulan ke-1 175-500 500-650 650-750 >750
125-175 100-125 <100
Curah Hujan (mm) Bulan ke-2 175-500 500-650 650-750 >750
125-175 100-125 <100
Curah Hujan (mm) Bulan ke-3 175-500 500-650 650-750 >750
125-175 100-125 <100
Curah Hujan (mm) Bulan ke-4 50-300 300-500 500-600 >600
Kelembaban (%) 33-90 30-50 <30
30-33 >90
Media Perakaran
Drainase Terhambat, agak Agak cepat, agak Sangat terhambat Cepat
terhambat baik, baik
Tekstur Halus, Agak halus, Halus, Agak halus, Agak kasar Kasar
Sedang Sedang
Bahan Kasar (%) <3 3-15 15-25 >35
Kedalaman Tanah (cm) >50 40-50 25-40 <25
Bahaya Erosi
Lereng (%) <3 3-8 8-25 >25
Bahaya Erosi Sangat Rendah Rendah-Sedang Berat Sangat Berat
Bahaya Banjir
Genangan F0-F12, F21, F22 F12, F23, F41, F42 F14, F24, F34, F43 >F14, >F43
Penyiapan Lahan, lp
Batuan di Permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40
Singkapan Batuan (%) <5 5-15 15-25 >25

Keterangan:
S1 : Sangat Sesuai
S2 : Cukup Sesuai
S3 : Sesuai Marginal
N : Tidak Sesuai

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum DAS Karlutu
Daerah Aliran Sungai Way Karlutu terletak di kawasan pegunungan utara Pulau Seram
Bagian Tengah dan bermuara di pantai yang berjarak tidak terlalu jauh.Hal ini
mengakibatkan alur sungainya memiliki kemiringan yang cukup terjal dengan pola

Fullpaper 4
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

banjir yang cepat dan tiba-tiba jika terjadi hujan deras, serta waktu surut genangan
banjir yang juga cepat.
Luas DAS Way Karlutu sebesar 59,22 km2, dengan lebar dan kedalaman rata-rata alur
sungai 31 m dan 1,65 m dan kemiringan rata-rata 0,0019. Peta Daerah Aliran Sungai
Way Karlutu seperti terlihat dalam Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Peta DAS Karlutu

Ditinjau dari tata guna lahannya,pada kelerengan >40% didominasi hutan rimba
(3,46%) dengan sedikit semak belukar atau alang-alang (0,01%). Pada kelerengan 20-
40%didominasi hutan rimba (41,24%) dengan sedikit tutupan berupa semak atau alang-
alang, padang rumput, serta pemukiman (0,96%).Pada kelerengan 5-20% juga
didominasi oleh hutan rimba (39,25%) dengan sedikit tutupan berupa semak belukar
atau alang-alang, padang rumput, pemukiman dan pasir atau bukit pasir (4,25%).Pada
kelerengan 2-5% tata guna lahan mayoritas berupa hutan rimba (4,30%) dengan sedikit
tutupan berupa semak belukar atau alang-alang, padang rumput, pemukiman dan pasir
atau bukit pasir (2,72%). Sisanya pada kelerengan <2% didominasi oleh permukiman
(1,83%) dan hutan rimba (1,25%), sedangkan yang lain berupa semak belukar atau
alang-alang, pasir atau bukit pasir dan padang rumput dalam porsi yang sangat sedikit
(0,72%).Peta tata guna lahan disajikan dalam Gambar 2 berikut.

Fullpaper 5
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

No. Slope Penggunaan Lahan Luas (Ha)


1 0-2% Padang Rumput 1.44
2 0-2% Pasir / Bukit Pasir Laut 3.51
3 0-2% Permukiman dan Tempat Kegiatan 108.63
4 0-2% Semak Belukar / Alang Alang 37.53
5 0-2% Hutan Rimba 74.07
6 2-5% Padang Rumput 2.16
7 2-5% Pasir / Bukit Pasir Laut 1.26
8 2-5% Permukiman dan Tempat Kegiatan 79.83
9 2-5% Semak Belukar / Alang Alang 77.85
10 2-5% Hutan Rimba 254.43
11 5 - 20 % Padang Rumput 70.65
12 5 - 20 % Pasir / Bukit Pasir Laut 0.72
13 5 - 20 % Permukiman dan Tempat Kegiatan 35.28
14 5 - 20 % Semak Belukar / Alang Alang 145.08
15 5 - 20 % Hutan Rimba 2324.3
16 20 - 40 % Padang Rumput 15.48
17 20 - 40 % Permukiman dan Tempat Kegiatan 0.09
18 20 - 40 % Semak Belukar / Alang Alang 41.4
19 20 - 40 % Hutan Rimba 2443.3
20 > 40 % Semak Belukar / Alang Alang 0.72
21 > 40 % Hutan Rimba 204.75
Total 5922.48

Gambar 2 Peta Tata Guna Lahan DAS Karlutu (Sutiono dkk., 2012)

Morfologi dan pola aliran Way Karlutu terutama pada bagian hulu berupa pola
dendritik, yang terbentuk oleh alur-alur sungai kecil secara menyebar serta akibat erosi
vertikal yang intensif. Hal ini menyebabkan tebing sungai menjadi curam dan terjal.
Pola aliran demikian berpotensi membawa angkutan sedimen dasar sungai ke hilir.
Sedangkan di bagian tengahnya berpola aliran meander yang terbentuk pada alur sungai
yang memiliki debit yang sangat tinggi dalam wilayah dengan morfologi perbukitan
sampai datar.
Material geologi/litologi (soil dan rock) di sekitar Way Karlutu, dapat dikelompokkan
menjadi:
▪ Di bagian hilir terdiri dari satuan endapan sungai dan endapan pantai bersifat
lepas, lanau pasiran, pasir lempungan, pasir kerikilan, pasir berukuran sedang –
kasar.
▪ Di bagian tengah dan hulu terdiri dari satuan batuan formasi kanikeh yang
batuannya terdiri dari greywake, arkosa, rijang, konglomerat berwarna coklat,
hijau dan abu-abu dimana struktur-struktur kekar masih nampak.

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Persawahan


Berdasarkan kajian pustaka, ada beberapa parameter yang menentukan kesesuaian lahan
untuk persawahan, baik parameter fisik maupun kimia. Sebagaimana sudah diuraikan
pada Landasan Teori, dalam pembahasan ini hanya akan menguraikan parameter
kesesuaian lahan untuk persawahan dari aspek parameter fisik saja, yang meliputi
temperatur (tc), ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), bahaya erosi (eh), bahaya
banjir (fh) dan penyiapan lahan (lp), Secara detail pembahasan masing-masing
parameter diuraikan sebagai berikut.

Fullpaper 6
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

a. Temperatur (tc)
Berdasarkan data Stasiun Amahai, yang merupakan stasiun hidrologi terdekat, pada
tahun 2012dari sisi kondisi temperaturnya, DAS Karlutu yang berada di wilayah
Maluku Tengah memiliki temperatur berkisar antara 23,60C sampai dengan 29,80C
dengan temperatur rata-rata 26,40C.Pada kondisi tersebut kawasan ini memiliki tingkat
kesesuaian S1 (sangat sesuai).
Namun, pada tahun 2008pada stasiun yang sama, tercatat kondisi temperaturnya
berkisar antara 20,60C dimana temperatur maksimum rata-rata 33,40C dengan
temperature rata-rata 26,50C, dimana pada rentang ini tingkat kesesuaian antara S1
(sangat sesuai) hingga S3 (sesuai marginal), namun tidak sampai kategori N (tidak
sesuai). Gambar 3 Menunjukkan rentang kesesuaian kondisi temperature terhadap
pemanfaatan lahan untuk pertanian (sawah).

40
N
35
S3
30 S2
S1
Temperatur (0 C)

25
S2
20 S3

15 N

10

5
2008 2012
0
Min Rata-rata Max

Gambar 3 Rentang Kesesuaian Kondisi Temperatur

Meskipun demikian, jika melihat temperatur rata-rata pada kedua tahun yang hampir
mendekati, secara umum kondisi temperatur pad DAS Karlutu relatif memenuhi
persyaratan, kemungkinan nilai temperatur maksimum dan minimum yang mendekati
batas margin kesesuaian di tahun 2008 merupakan kondisi khusus yang tidak terjadi
sepanjang tahun.

b. Ketersediaan Air (wa)


Berbeda dengan pola musim di wilayah Indonesia pada umumnya, pola musim di DAS
Karlutu sebagaimana di Pulau Seram sepanjang tahun terjadi hujan. Sementara bulan
basah justru terjadi pada pertengahan tahun sekitar Mei hingga Agustus, sementara pada
awal dan akhir tahun curah hujan cenderung lebih rendah meskipun tetap dijumpai
hujan.
Berdasarkan persyaratan kesesuaian lahan untuk sawah, kondisi ketersediaan air yang
sangat sesuai atau kategori S1 untuk satu periode tanam adalah apabila pada bulan ke-1
hingga ke-3 curah hujan bulanan berkisar antara 175 mm hingga 500 mm, dan pada

Fullpaper 7
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

bulan ke-4 curah hujan berkisar antara 50 mm hingga 300 mm. Dengan demikian yang
memenuhi kategori S1 adalah curah hujan pada bulan Juli sampai dengan Oktober.
Apabila periode tanam akan dioptimalkan dua kali setahun, kondisi ketersediaan air
hanya masuk dalam kategori S3 atau sesuai marginal, yaitu bulan ke-1 hingga ke-3
curah hujan berkisar antara 100 mm hingga 125 mm, sementara pada bulan ke-4 curah
hujan antara 50 mm hingga 300 mm masih dalam kategori S1, yaitu pada periode
Januari hingga April. Gambar 4 merupakan grafik curah hujan bulanan rata-rata yang
tercatat di Stasiun Amahai antara tahun 1989 sampai 2007 beserta periode tanam.

600.0

500.0
Curah Hujan (mm)

400.0

300.0

200.0

100.0

-
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Periode Tanam 1 Periode Tanam 2

Gambar 4 Curah hujan bulanan rata-rata (1989-2007) dan periode tanam

Sementara untuk kriteria kelembaban rata-rata, nilai yang tercatat antara tahun 2008 dan
2012 tidak terlalu jauh berbeda, yaitu sebesar 84,0% (2008) dan 84,3% (2012), dimana
masih dalam rentang 33% hingga 90%, sehingga dapat dikategorikan dalam tingkat
kesesuaian S1 (sangat sesuai).

c. Media Perakaran (rc)


Kriteria untuk media perakaran ini ditentukan oleh kecepatan tanah meloloskan air
(drainase), dimana kondisi yang paling sesuai adalah kondisi yang tidak cepat
meloloskan air. Oleh sebab itu, kondisi ini ditentukan oleh jenis, tekstur dan kekasaran
tanah, dimana kesesuaian yang paling baik adalah kondisi dimana jenis tanah adalah
selain organosol dan regosol dan gradasi material kasar kurang dari 3%. Selain itu,
kesesuaian media perakaran juga ditentukan oleh kedalaman tanah, dimana kondisi
paling baik untuk lahan sawah adalah kedalaman tanah yang lebih dari 50 cm.
Dari kondisi media perakarannya, terlihat DAS Karlutu memiliki jenis tanah khususnya
di bagian hilir berupa endapan sungai dan endapan pantai bersifat lepas, lanau pasiran,
pasir lempungan, pasir kerikilan, pasir berukuran sedang hingga kasar. Hal ini
mengakibatkan drainasenya atau kecepatan meloloskan airnya agak cepat sehingga
masuk dalam kategori S2 (cukup sesuai).

Fullpaper 8
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

d. Bahaya Erosi (eh)


Bahaya erosi pada suatu kawasan terutama ditentukan oleh kondisi
kelerengannya.Topografi DAS way Karlutu terdiri dari 225,18 Ha (3,80%) dengan
kelerengan 0-2%, 415,53 Ha (7,02%) dengan kelerengan 2-5%, 2576,03 Ha (43,50%)
dengan kelerengan 5-20%, 2500,27 Ha (42,22%) dengan kelerengan 20-40% dan
205,47 Ha (3,47%) dengan kelerengan lebih dari 40%.Gambar 5 berikut ini adalah peta
kelerengan DAS Karlutu berdasarkan potensi bahaya erosinya.

Gambar 5 Peta kelas kelerengan dan potensi bahaya erosi

Ditinjau dari bahaya erosinya, DAS Karlutu memiliki kondisi kelerangan yang cukup
terjal, dimana 45,69% (2.705,74 ha) merupakan daerah hulu dengan kelerangan >20%
sehingga masuk kategori N (tidak sesuai) karena bahaya erosinya sangat berat.
Sedangkan pada bagian hilir memiliki kelerangan cukup landai dengan luas daerah
dengan bahaya erosi kategori S1 hingga S2 dengan bahaya erosi sangat rendah hingga
sedang sebesar 10,82% (640,71 ha) dan kategori S3 (sesuai marjinal atau batas) dengan
bahaya erosi berat sebesar 43,50% (2.576,03 ha). Sehingga berdasarkan potensi bahaya
erosinya, total area yang memenuhi kesesuaian peruntukan lahan pertanian seluas
3.216,74 ha. Dengan pertimbangan luas area permukiman dalam kawasan tersebut
sekitar 223,74 ha, maka luas area potensial adalah sekitar 2993 ha.

Fullpaper 9
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

e. BahayaBanjir (fh)
Kejadian banjir pada DAS Karlutu terjadi hampir setiap tahun dengan tinggi genangan
antara 0,40 m sampai 1,00 m. Banjir yang terjadi menggenangi daerah Satuan
Pemukiman (SP) Transmigrasi dengan penduduk sebanyak 210 KK atau sekitar 800
jiwa yang terletak di daerah hilir. (Sutiono dkk., 2012) Potensi banjir ini dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu pola hujan dan karakteristik DAS Karlutu.
Sebagaimana iklim Pulau Seram umumnya, curahhujandi DAS Karlutu sangat tinggi.
Berdasarkan data curah hujan pada Stasiun Amahai tahun 1989 sampai 2007,curah
hujan bulanan rata-rata sebesar 236 mm, sedangkan curah hujan tahunan rata-rata 2.831
mm.
Karakteristik DAS Karlutu berada di antara pegunungan dan pantai yang berjarak tidak
terlalu jauh sehingga panjang serta luas DAS tidak begitu besar, akan tetapi mempunyai
kemiringan yang cukup curam. Pola aliran pada Sungai Karlutu mempunyai
karakteristik dapat menimbulkan banjir secara cepat dan tiba-tiba jika terjadi hujan di
bagian hulu DAS, akan tetapi genangan yang terjadi akibat banjir akan segera surut
dalam waktu yang cepat juga.
Berdasarkan riwayat kejadian banjirtersebut, DAS Karlutu memiliki potensi kejadian
banjir yang sangat tinggi khususnya pada bulan Mei hingga Agustus karena faktor curah
hujan yang tinggi dan kondisi geologinya yang labil dengan pola banjir bandang yang
cepat karena karakteristik DAS yang memiliki kelerengan terjal dan sungainya yang
tidak panjang.
Ditinjau dari kondisi kelerengannya tampak bahwa lebih dari separuh luas DAS Karlutu
merupakan daerah dengan topografi yang curam (>20%) dimana berpotensi terjadi
gerakan tanah atau longsor yang merupakan sumber material angkutan dari banjir
bandang. Sedangkan daerah yang berpotensi terdampak adalah daerah pengendapan
dengan kelengan kurang dari 2% dengan luas area 225,18 ha, dengan demikian luas area
potensial untuk pertanian yang semula 2.993 ha, jika dikurangi daerah potensi bahaya
banjir menjadi seluas 2.767,82 ha.

f. Penyiapan Lahan (lp)


Aspek penyiapan lahan dalam kajian kesesuaian lahan untuk pertanian dipengaruhi oleh
tingkat kemudahan dalam mengolah tanah. Oleh karena itu, aspek ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisik kawasan seperti singkapan batuan dan batuan permukaan
pada kawasan yang ditinjau. Artinya makin banyak ditemukan singkapan batuan dan
batuan permukaan pada suatu kawasan maka tingkat kesesuaiannya makin rendah
karena dibutuhkan upaya lebih untuk mengolah tanahnya.
Ditinjau dari aspek penyiapan lahan, singkapan batuan dan batuan permukaan di DAS
Karlutu cukup kecil dengan kisaran kurang dari 5%. Singkapan batuan dan batuan
permukaan tersebut umumnya berada di daerah hulu yang memiliki kelerengan tinggi
yang memang tidak menjadi sasaran kawasan pertanian.Sementara di daerah hilir lebih
didominasi endapan aluvial sehingga untuk penyiapan lahannya masih memenuhi
tingkat kesesuaian.

Fullpaper 10
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

Strategi Peningkatan Potensi Kawasan


Dari hasil evaluasi tingkat kesesuaian lahan aktual DAS Karlutu untuk lahan pertanian
sawah, pada beberapa parameter tertentu berada pada batas marginal kesesuaian, seperti
ketersediaan air, bahaya erosi dan bahaya banjir. Hal ini perlu mendapat perhatian
karena untuk tingkat kesesuaian lahan yang berada pada ambang marginal tersebut
tentunya memiliki risiko tinggi kegagalan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya
perbaikan atau perekayasaan kondisi tersebut sehingga tingkat kesesuaian lahan aktual
yang semula rendah menjadi lebih tinggi dengan menjajaki tingkat kesesuaian lahan
potensial yang mungkin dicapai. Berikut ini beberapa strategi yang dapat dilakukan
untuk menaikan tingkat kesesuaian lahan.
1. Pembangunan tampungan air untuk kebutuhan air pertanian pada saat musim
kering, seperti: long storage, bendung dan bendungan.
2. Pengendalian bahaya erosi dengan membuat sistem sengkedan atau terasering
dan guludan pada lahan yang relatif terjal sehingga kelerengannya berkurang
dan tingkat bahaya erosinya ikut menurun.
3. Pengendalian banjir, khususnya banjir debris, dengan normalisasi sungai,
pembangunan bangunan sabo dan tanggul untuk meningkatkan kapasitas
tamping sungai dan mengurangi potensi daya rusak serta meminimalisir dampak
dari banjir yang akan terjadi.
Dengan penerapan strategi tersebut, khususnya dengan pembangunan tampungan air
yang menahan air hujan sehingga tidak langsung terbuang ke laut, maka ketersediaan air
untuk kebutuhan pertanian sepanjang tahun lebih terjamin. Dengan demikian, faktor
ketersediaan air yang semula hanya dapat memenuhi kebutuhan untuk 1 periode tanam
dapat ditingkatkan menjadi 2 kali periode taman dalam setahun.
Selain itu, pada kawasan dengan potensi erosi dan bahaya banjir yang tidak dapat
memenuhi kriteria peruntukan lahan sawah seluas 225,18 ha dapat dinaikan dari batas
marginal persyaratan sehingga total area potensial untuk lahan sawah yang semual
hanya 2.767,82 ha dapat dinaikan menjadi seluas 2.993 ha atau hampir mencapai 3.000
ha.
Dengan potensi yang dimiliki DAS Karlutu tersebut, dengan asumsi rata-rata
produktivitas lahan sawah per hektar sebesar 4,3 ton gabah kering giling (GKG), maka
jumlah produksi per tahunnya sebesar 12.870 ton GKG, jika dikonversikan ke beras
maka produksi beras DAS Karlutu per tahun sebesar 7.722 ton.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi berikut ini beberapa hal yang dapat disimpulkan:
- DAS Karlutu secara keseluruhan memiliki potensi daerah yang dapat
dikembangkan sebagai lahan persawahan sekitar 2.767,82 ha, dengan periode
tanam dua kali setahun, yaitu pada bulan Januari-April dan Juni-September,
khususnya pada daerah hilir yang relatif landai dengan bahaya erosi dan kendala
penyiapan lahan yang rendah.

Fullpaper 11
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

- Daerah yang memiliki potensi kesesuaian namun berada pada ambang marginal
seluas 225,18 ha, diman beberapa parameter kesesuaian lahan, seperti bahaya erosi
dan bahaya banjir, berada pada ambang marginal sehingga memiliki risiko tinggi
kegagalan.
- Daerah dengan potensi kesesuaian lahan pada ambang marginal dapat disiasati
dengan upaya perbaikan dan perekayasaan. Untuk bahaya banjir yang tinggi dapat
disiasati dengan upaya pengendalian banjir, sedangkan bahaya erosi dapat diatasi
dengan pembuatan terasering dan guludan.
Saran
Sebagaimana telah dipaparkan di dalam batasan, makalah in hanya mengkaji kesesuaian
lahan pertanian untuk sawah dari aspek sifat fisik kawasan sehingga hasil kajian ini
belum merepresentasikan secara utuh potensi kawasan tersebut. Oleh sebab itu, perlu
adanya kajian lebih lanjut untuk karakteristik kimia lahan seperti retensi hara, toksisitas
dan bahaya sulfidik untuk melengkapi kajian karakteristik fisik DAS Karlutu.
Selain itu, pengembangan lahan persawahan harus tetap mempertimbangkan
keseimbangan ekosistem dan kawasan lindung di DAS Karlutu dan tidak bertentangan
dengan regulasi maupun RTRW kawasan tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Wilayah Sungai Maluku
beserta jajarannya yang telah memberikan akses data dan informasi dalam penyusunan
tulisan ini, serta Staf Seksi Penerapan dan Pelayanan Balai Sabo Yogyakarta yang telah
membantu dalam pengumpulan dan pengolahan data.

DAFTAR PUSTAKA
Azis A., Sunarminto, B.H., Renanti, M. D. 2006. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk
Budidaya Tanaman Pangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal
Berkala MIPA, 16 (1) UGM.
Dinas Pertanian Provinsi Maluku. 2010. Ketahanan Pangan di Maluku.
https://gadriattamimi.wordpress.com/2015/02/24/ketahanan-pangan-di-maluku/,
diunduh tanggal 12 Mei 2015.
Dinas Pertanian Provinsi Maluku. 2013. Rapat Koordinasi Penyusunan Sasaran
Produksi Tanaman Pangan Tahun 2014.
http://www.distan.malukuprov.go.id/index.php?option=com_content&view=arti
cle&id=96:rapat-koordinasi-penyusunan-sasaran-produksi-tanaman-pangan-
tahun-2014&catid=43:berita&Itemid=96, diunduh tanggal 20 Mei 2015.
Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk
TeknisEvaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar
LitbangSumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
Djaenuddin, D., Marwan., Subagjo., dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis
EvaluasLahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah,
Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Fullpaper 12
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang

Puslitbangtanak (Puslat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat).2003.


Arahan Lahan Sawah Utama dan Sekunder Nasional di P. Jawa, P. Bali dan P.
Lombok. Laporan Akhir Kerjasama antara Pusat penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian dengan Proyek Koordinasi
Perencanaan Peningkatan Ketahanan Pangan, Biro Perencanaan dan Keuangan,
Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Raden, I., Thamrin, Syarif, Fadli dan Darmi.2012. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Padi dan Padi Landang di Desa Bila Tabang, Kecamatan Tabang,
Kabupaten Kutai Kartanegara.Jurnal Online Budidaya Agronomi dan
Kehutanan(Arifor) Vol. 11 No.2: 133-139.
Sinaga, YPA., Razali, Sembiring, M. 2014.Evaluasi Kesesuaian untuk Padi Sawah
Tadah Hujan Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Jurnal Online
Agroekoteknologi Vol. 2 No.3: 1042-1048, Juni 2014.
Subdit Basis Data Lahan.2013. Kajian Potensi Lahan untuk Perluasan Tanamanan Padi
Sawah Kabupaten Pesisir Selatan, Tanah Datar dan Rejang Lebong, Bengkulu
Tengah.Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal Sarana
dan Prasarana Pertanian Kementerian Pertanian.
Sutiono, Soekarno, I., dan Yiniarti. 2012. Kajian Pemeliharaan Sungai dan Dampaknya
terhadap Banjir Sungai Way Karlutu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi
Maluku.http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2012/07/95010301-
Sutiono.pdf, diunduh tanggal 22 Mei 2015.
_____. 2013. Produksi Beras Maluku Belum Penuhi Konsumsi Beras Masyarakat.
http://www.tribun-maluku.com/2013/07/produksi-beras-maluku-belum-
penuhi.html, diunduh tanggal 5 Mei 2015.

Fullpaper 13

Anda mungkin juga menyukai