Intisari
Kebutuhan konsumsi beras di Provinsi Maluku sekitar 174.905 ton pada tahun 2011,
sementara produksi beras pertahun sebesar 85.914 ton. Untuk mencapai swasembada
beras, Provinsi Maluku harus membuka lahan sawah baru seluas 17.250 ha. Peran Pulau
Seram sebagai lumbung beras ke dua setelah Pulau Buru perlu dioptimalkan, khususnya
pada DAS yang memiliki potensi sebagai lahan persawahan baru. DAS Karlutu
merupakan salah satu kawasan di Pulau Seram yang memiliki potensi tersebut.
Berdasarkan analisis potensi kesesuaian kawasan sebagai lahan persawahan dengan
parameter, yaitu temperatur (tc), ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), bahaya
erosi (eh), bahaya banjir (fh) dan penyiapan lahan (lp), potensi daerah yang dapat
dikembangkan sebagai lahan persawahan adalah sekitar 3.000 ha. Potensi bahaya banjir
yang tinggi dapat disiasati dengan upaya pengendalian banjir berupa bendung dan
sabodam. Kondisi kelerangan yang berada pada batas marjinal dapat diatasi dengan
pembuatan teras dan guludan. Selain itu perlu adanya kajian lebih lanjut untuk
karakteristik kimia lahan seperti retensi hara, toksisitas dan bahaya sulfidik untuk
melengkapi kajian karakteristik fisik DAS Karlutu. Namun, pengembangan lahan
persawahan harus tetap mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan kawasan
lindung.
Kata Kunci: analisis potensi kawasan, lahan persawahan, swasembada beras.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan sensus penduduk Indonesia pada tahun 2012, Provinsi Maluku
berpenduduk sebanyak 1.611.140 jiwa dengan angka konsumsi beras sebesar 108,56
kg/kapita/tahun. Hal itu berarti kebutuhan beras di Maluku adalah sekitar 174.905 ton
pada tahun tersebut (Dinas Pertanian Provinsi Maluku, 2013).
Pada tahun 2012, Provinsi Maluku memiliki lahan fungsional seluas 16.650 ha yang
ditanam dua kali musim tanam per tahun dengan rata-rata produktivitas yaitu 4,3 ton
gabah kering giling (GKG), maka jumlah produksi per tahun sebesar 143.190 ton GKG
apabila dikonversikan ke beras maka produksi beras Maluku per tahun sebesar 85.914
ton (http://www.tribun-maluku.com, 2013). Dengan demikian, sebesar 88.991 ton/tahun
atau 50,88% kebutuhan beras harus didatangkan dari luar Maluku pada tahun tersebut.
Fullpaper 1
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Oleh karena itu, untuk mencapai swasembada beras Provinsi Maluku harus membuka
lahan sawah baru sekitar 17.250 ha.
Pulau Seram merupakan daerah yang menjadi lumbung beras Provinsi Maluku selain
Pulau Buru. Pada tahun 2010, daerah ini memiliki lahan sawah produktif tersebar di 3
kabupaten yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur dan
Kabupaten Maluku Tengah, dengan luas sekitar 2.491 ha, 784 ha dan 5.017 ha (Dinas
Pertanian Provinsi Maluku, 2010). Daerah ini masih memiliki beberapa DAS yang
berpotensi sebagai lahan persawahan baru, namun belum ada kajian terkait potensinya,
salah satunya DAS Karlutu.
Dalam kajian ini dilakukan analisis potensi kesesuaian kawasan sebagai lahan
persawahan berdasarkan parameter persyaratan karakteristik lahan, yaitu temperatur
(tc), ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), bahaya erosi (eh), bahaya banjir (fh)
dan penyiapan lahan (lp). Selain itu, kawasan yang dikaji, disesuaikan dengan RTRW
untuk kawasan budidaya saja agar tetap menjaga kesesuaian dengan pengembangan
kawasan tersebut dan tidak mengganggu peruntukan kawasan lindung.Metode yang
digunakan dalam adalah analisis spasial dengan menggunakan perangkat lunak Sistem
Informasi Geografis.Selain itu aspek non teknis, seperti ancaman bencana banjir dan
erosi yang dapat berdampak terhadap lahan serta kondisi masyarakat juga dikaji untuk
melengkapi aspek teknis.
Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya program
swasembada pangan yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah provinsi Maluku,
khususnya dalam memberikan gambaran potensi DAS Karlutu sebagai kawasan
pengembangan secara teknis, khususnya faktor fisiknya, serta kesiapan masyarakat
dalam mengelola lahan persawahan baru tersebut.
Kajian Pustaka
Konversi lahan sawah produktif ke lahan non-pertanian, seperti pemukiman, perkotaan
dan infrastruktur, serta kawasan industri, terus terjadi. Dalam kurun waktu1981-
1999,tercatat perubahan fungsi lahan sawah nasional mencapai 1,628 juta ha atau
sekitar 61,6% terjadi di Pulau Jawa (Sudaryanto, 2000 dalam Puslitbangtanak, 2003).
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan makin terbatasnya
ketersediaanlahan pertanian di Pulau Jawa maka kajian terkait potensi-potensi
pengembangan kawasan lahan pertanian pada daerah-daerah yang masih memiliki
ketersedian lahan luas makin mendesak. Beberapa kajian terkait kesesuaian
pemanfaatan lahan yang sudah banyak dilakukan di luar Pulau Jawa, sepertikajian
potensi lahan untuk perluasan tanaman padi sawah di Tanah Datar, Sumatera Barat dan
Rejang Lebong, Bengkulu (Subdit Basis Data Lahan, 2013), evaluasi kesesuaian lahan
untuk padi sawah tadah hujan di Kecamatan Muara, Tapanuli Utara (Sinaga dkk., 2014),
serta evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi dan padi lading di Kecamatan
Tabang, Kutai Kertanegara (Raden dkk., 2011). Sementara, kajian potensi
pengembangan kawasan pertanian di wilayah timur Indonesia memang masih minim,
permasalahannya adalah terbatasnya ketersediaan data dan informasi kawasan timur.
Pengembangan kawasan timur untuk pemanfaatan lahan pertanian memiliki potensi
besar karena masih tersedianya lahan yang luas yang belum dioptimalkan. Namun
demikian, pemanfaatan lahan, khususnya untuk pertanian, yang tanpa
Fullpaper 2
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Landas Teori
Dalam kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan
potensial.Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaianlahan pada kondisi penggunaan
lahan asli atau karakteristik alaminya, tanpa masukan perbaikan atau perekayasaan
karakterisik lahan tersebut. Sedangkan kesesuaian lahan potensial yaitu kesesuaian
lahan pada kondisi setelah diberikan tindakan perbaikan atau perekayasaan karakteristik
lahan terkait,seperti: pemberian pupuk, pengairan atau terasering; pengendalian banjir,
tergantung dari jenis faktor yang lemah atau pembatasnya. Penilaian kesesuaian lahan
dilakukan dengan mencocokkan antara kualitas/ karakteristiklahan (sifat fisik dan kimia
lahan) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan
persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas pertanian
yang dievaluasi. (Djaenuddin, dkk, 2003).
Kajian secara umum kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dikembangkan oleh
Subdit Basis Data Lahan (2013), yang menjabarkan kriteria kesesuaian dari aspek
regulasi dan fisik kawasan. Dalam kajian tersebut kriteria yang digunakan adalah:
- aspek status lahan harus pada kawasan budidaya (bukan kawasan lindung);
- tutupan lahan berupa semak beluka, padang rumput, ladang/tegalan, lahan
terbuka dan rawa;
- kemiringan lahan yang kurang dari 15%;
- jenis tanah selain organosol dan regosol;
- elevasi kurang dari 500 m dpl;
- rata-rata curah hujan berturut-turut selama 3 bulan minimal 200 mm/bulan, atau
di atas 2000 mm/tahun.
Secara lebih detail diuraikan oleh Djaenuddin dkk (2011) berdasarkan pengembangan
dari Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan (Puslitbang Tanah, 2003), kesesuaian lahan untuk
pertanian, khususnya sawah tadah hujan, ditentukan oleh parameter dari karakteristik
fisik dan kimia kawasan. Karakteristik fisik kawasan meliputi:temperature (tc),
ketersediaan air(wa), media perakaran (rc), bahaya erosi (eh), bahaya banjir (fh), dan
penyiapan lahan (lp). Sedangkan karakteristik kimia kawasan meliputi: retensi hara (nr),
toksisitas(xc), sodisitas (xn), dan bahaya sulfidik.
Fullpaper 3
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Kriteria kesesuaian lahan untuk pertanian (sawah) yang akan digunakan dalam kajian
ini hanya akan difokuskan pada karakteristik fisik kawasan, tanpa maksud
mengesampingkan pentingnya karakteristik kimia. Pembatasan lingkup pembahasan ini
lebih disebabkan faktor keterbatasan data dan informasi terkait parameter kimia pada
DAS Karlutu. Tabel 1 berikut ini adalah nilai batasan kesesuaian lahan dengan
peruntukan sebagai lahan pertanian sawah untuk masing-masing karakteristik fisik yang
ditinjau menurut Djaenuddin dkk (2011).
Tabel 1 Kriteria Sifat Fisik Kawasan untuk Pertanian Sawah (Djaenuddin dkk, 2011)
Persyaratan Penggunaan Lahan/ Nilai Data Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Temperatur, tc
Temperatur Rerata (0C) 24-29 22-24 18-22 <18
29-32 32-35 >35
Ketersediaan Air, wa
Curah Hujan (mm) Bulan ke-1 175-500 500-650 650-750 >750
125-175 100-125 <100
Curah Hujan (mm) Bulan ke-2 175-500 500-650 650-750 >750
125-175 100-125 <100
Curah Hujan (mm) Bulan ke-3 175-500 500-650 650-750 >750
125-175 100-125 <100
Curah Hujan (mm) Bulan ke-4 50-300 300-500 500-600 >600
Kelembaban (%) 33-90 30-50 <30
30-33 >90
Media Perakaran
Drainase Terhambat, agak Agak cepat, agak Sangat terhambat Cepat
terhambat baik, baik
Tekstur Halus, Agak halus, Halus, Agak halus, Agak kasar Kasar
Sedang Sedang
Bahan Kasar (%) <3 3-15 15-25 >35
Kedalaman Tanah (cm) >50 40-50 25-40 <25
Bahaya Erosi
Lereng (%) <3 3-8 8-25 >25
Bahaya Erosi Sangat Rendah Rendah-Sedang Berat Sangat Berat
Bahaya Banjir
Genangan F0-F12, F21, F22 F12, F23, F41, F42 F14, F24, F34, F43 >F14, >F43
Penyiapan Lahan, lp
Batuan di Permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40
Singkapan Batuan (%) <5 5-15 15-25 >25
Keterangan:
S1 : Sangat Sesuai
S2 : Cukup Sesuai
S3 : Sesuai Marginal
N : Tidak Sesuai
Fullpaper 4
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
banjir yang cepat dan tiba-tiba jika terjadi hujan deras, serta waktu surut genangan
banjir yang juga cepat.
Luas DAS Way Karlutu sebesar 59,22 km2, dengan lebar dan kedalaman rata-rata alur
sungai 31 m dan 1,65 m dan kemiringan rata-rata 0,0019. Peta Daerah Aliran Sungai
Way Karlutu seperti terlihat dalam Gambar 1 berikut.
Ditinjau dari tata guna lahannya,pada kelerengan >40% didominasi hutan rimba
(3,46%) dengan sedikit semak belukar atau alang-alang (0,01%). Pada kelerengan 20-
40%didominasi hutan rimba (41,24%) dengan sedikit tutupan berupa semak atau alang-
alang, padang rumput, serta pemukiman (0,96%).Pada kelerengan 5-20% juga
didominasi oleh hutan rimba (39,25%) dengan sedikit tutupan berupa semak belukar
atau alang-alang, padang rumput, pemukiman dan pasir atau bukit pasir (4,25%).Pada
kelerengan 2-5% tata guna lahan mayoritas berupa hutan rimba (4,30%) dengan sedikit
tutupan berupa semak belukar atau alang-alang, padang rumput, pemukiman dan pasir
atau bukit pasir (2,72%). Sisanya pada kelerengan <2% didominasi oleh permukiman
(1,83%) dan hutan rimba (1,25%), sedangkan yang lain berupa semak belukar atau
alang-alang, pasir atau bukit pasir dan padang rumput dalam porsi yang sangat sedikit
(0,72%).Peta tata guna lahan disajikan dalam Gambar 2 berikut.
Fullpaper 5
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Gambar 2 Peta Tata Guna Lahan DAS Karlutu (Sutiono dkk., 2012)
Morfologi dan pola aliran Way Karlutu terutama pada bagian hulu berupa pola
dendritik, yang terbentuk oleh alur-alur sungai kecil secara menyebar serta akibat erosi
vertikal yang intensif. Hal ini menyebabkan tebing sungai menjadi curam dan terjal.
Pola aliran demikian berpotensi membawa angkutan sedimen dasar sungai ke hilir.
Sedangkan di bagian tengahnya berpola aliran meander yang terbentuk pada alur sungai
yang memiliki debit yang sangat tinggi dalam wilayah dengan morfologi perbukitan
sampai datar.
Material geologi/litologi (soil dan rock) di sekitar Way Karlutu, dapat dikelompokkan
menjadi:
▪ Di bagian hilir terdiri dari satuan endapan sungai dan endapan pantai bersifat
lepas, lanau pasiran, pasir lempungan, pasir kerikilan, pasir berukuran sedang –
kasar.
▪ Di bagian tengah dan hulu terdiri dari satuan batuan formasi kanikeh yang
batuannya terdiri dari greywake, arkosa, rijang, konglomerat berwarna coklat,
hijau dan abu-abu dimana struktur-struktur kekar masih nampak.
Fullpaper 6
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
a. Temperatur (tc)
Berdasarkan data Stasiun Amahai, yang merupakan stasiun hidrologi terdekat, pada
tahun 2012dari sisi kondisi temperaturnya, DAS Karlutu yang berada di wilayah
Maluku Tengah memiliki temperatur berkisar antara 23,60C sampai dengan 29,80C
dengan temperatur rata-rata 26,40C.Pada kondisi tersebut kawasan ini memiliki tingkat
kesesuaian S1 (sangat sesuai).
Namun, pada tahun 2008pada stasiun yang sama, tercatat kondisi temperaturnya
berkisar antara 20,60C dimana temperatur maksimum rata-rata 33,40C dengan
temperature rata-rata 26,50C, dimana pada rentang ini tingkat kesesuaian antara S1
(sangat sesuai) hingga S3 (sesuai marginal), namun tidak sampai kategori N (tidak
sesuai). Gambar 3 Menunjukkan rentang kesesuaian kondisi temperature terhadap
pemanfaatan lahan untuk pertanian (sawah).
40
N
35
S3
30 S2
S1
Temperatur (0 C)
25
S2
20 S3
15 N
10
5
2008 2012
0
Min Rata-rata Max
Meskipun demikian, jika melihat temperatur rata-rata pada kedua tahun yang hampir
mendekati, secara umum kondisi temperatur pad DAS Karlutu relatif memenuhi
persyaratan, kemungkinan nilai temperatur maksimum dan minimum yang mendekati
batas margin kesesuaian di tahun 2008 merupakan kondisi khusus yang tidak terjadi
sepanjang tahun.
Fullpaper 7
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
bulan ke-4 curah hujan berkisar antara 50 mm hingga 300 mm. Dengan demikian yang
memenuhi kategori S1 adalah curah hujan pada bulan Juli sampai dengan Oktober.
Apabila periode tanam akan dioptimalkan dua kali setahun, kondisi ketersediaan air
hanya masuk dalam kategori S3 atau sesuai marginal, yaitu bulan ke-1 hingga ke-3
curah hujan berkisar antara 100 mm hingga 125 mm, sementara pada bulan ke-4 curah
hujan antara 50 mm hingga 300 mm masih dalam kategori S1, yaitu pada periode
Januari hingga April. Gambar 4 merupakan grafik curah hujan bulanan rata-rata yang
tercatat di Stasiun Amahai antara tahun 1989 sampai 2007 beserta periode tanam.
600.0
500.0
Curah Hujan (mm)
400.0
300.0
200.0
100.0
-
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Periode Tanam 1 Periode Tanam 2
Sementara untuk kriteria kelembaban rata-rata, nilai yang tercatat antara tahun 2008 dan
2012 tidak terlalu jauh berbeda, yaitu sebesar 84,0% (2008) dan 84,3% (2012), dimana
masih dalam rentang 33% hingga 90%, sehingga dapat dikategorikan dalam tingkat
kesesuaian S1 (sangat sesuai).
Fullpaper 8
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Ditinjau dari bahaya erosinya, DAS Karlutu memiliki kondisi kelerangan yang cukup
terjal, dimana 45,69% (2.705,74 ha) merupakan daerah hulu dengan kelerangan >20%
sehingga masuk kategori N (tidak sesuai) karena bahaya erosinya sangat berat.
Sedangkan pada bagian hilir memiliki kelerangan cukup landai dengan luas daerah
dengan bahaya erosi kategori S1 hingga S2 dengan bahaya erosi sangat rendah hingga
sedang sebesar 10,82% (640,71 ha) dan kategori S3 (sesuai marjinal atau batas) dengan
bahaya erosi berat sebesar 43,50% (2.576,03 ha). Sehingga berdasarkan potensi bahaya
erosinya, total area yang memenuhi kesesuaian peruntukan lahan pertanian seluas
3.216,74 ha. Dengan pertimbangan luas area permukiman dalam kawasan tersebut
sekitar 223,74 ha, maka luas area potensial adalah sekitar 2993 ha.
Fullpaper 9
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
e. BahayaBanjir (fh)
Kejadian banjir pada DAS Karlutu terjadi hampir setiap tahun dengan tinggi genangan
antara 0,40 m sampai 1,00 m. Banjir yang terjadi menggenangi daerah Satuan
Pemukiman (SP) Transmigrasi dengan penduduk sebanyak 210 KK atau sekitar 800
jiwa yang terletak di daerah hilir. (Sutiono dkk., 2012) Potensi banjir ini dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu pola hujan dan karakteristik DAS Karlutu.
Sebagaimana iklim Pulau Seram umumnya, curahhujandi DAS Karlutu sangat tinggi.
Berdasarkan data curah hujan pada Stasiun Amahai tahun 1989 sampai 2007,curah
hujan bulanan rata-rata sebesar 236 mm, sedangkan curah hujan tahunan rata-rata 2.831
mm.
Karakteristik DAS Karlutu berada di antara pegunungan dan pantai yang berjarak tidak
terlalu jauh sehingga panjang serta luas DAS tidak begitu besar, akan tetapi mempunyai
kemiringan yang cukup curam. Pola aliran pada Sungai Karlutu mempunyai
karakteristik dapat menimbulkan banjir secara cepat dan tiba-tiba jika terjadi hujan di
bagian hulu DAS, akan tetapi genangan yang terjadi akibat banjir akan segera surut
dalam waktu yang cepat juga.
Berdasarkan riwayat kejadian banjirtersebut, DAS Karlutu memiliki potensi kejadian
banjir yang sangat tinggi khususnya pada bulan Mei hingga Agustus karena faktor curah
hujan yang tinggi dan kondisi geologinya yang labil dengan pola banjir bandang yang
cepat karena karakteristik DAS yang memiliki kelerengan terjal dan sungainya yang
tidak panjang.
Ditinjau dari kondisi kelerengannya tampak bahwa lebih dari separuh luas DAS Karlutu
merupakan daerah dengan topografi yang curam (>20%) dimana berpotensi terjadi
gerakan tanah atau longsor yang merupakan sumber material angkutan dari banjir
bandang. Sedangkan daerah yang berpotensi terdampak adalah daerah pengendapan
dengan kelengan kurang dari 2% dengan luas area 225,18 ha, dengan demikian luas area
potensial untuk pertanian yang semula 2.993 ha, jika dikurangi daerah potensi bahaya
banjir menjadi seluas 2.767,82 ha.
Fullpaper 10
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Fullpaper 11
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
- Daerah yang memiliki potensi kesesuaian namun berada pada ambang marginal
seluas 225,18 ha, diman beberapa parameter kesesuaian lahan, seperti bahaya erosi
dan bahaya banjir, berada pada ambang marginal sehingga memiliki risiko tinggi
kegagalan.
- Daerah dengan potensi kesesuaian lahan pada ambang marginal dapat disiasati
dengan upaya perbaikan dan perekayasaan. Untuk bahaya banjir yang tinggi dapat
disiasati dengan upaya pengendalian banjir, sedangkan bahaya erosi dapat diatasi
dengan pembuatan terasering dan guludan.
Saran
Sebagaimana telah dipaparkan di dalam batasan, makalah in hanya mengkaji kesesuaian
lahan pertanian untuk sawah dari aspek sifat fisik kawasan sehingga hasil kajian ini
belum merepresentasikan secara utuh potensi kawasan tersebut. Oleh sebab itu, perlu
adanya kajian lebih lanjut untuk karakteristik kimia lahan seperti retensi hara, toksisitas
dan bahaya sulfidik untuk melengkapi kajian karakteristik fisik DAS Karlutu.
Selain itu, pengembangan lahan persawahan harus tetap mempertimbangkan
keseimbangan ekosistem dan kawasan lindung di DAS Karlutu dan tidak bertentangan
dengan regulasi maupun RTRW kawasan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Azis A., Sunarminto, B.H., Renanti, M. D. 2006. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk
Budidaya Tanaman Pangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal
Berkala MIPA, 16 (1) UGM.
Dinas Pertanian Provinsi Maluku. 2010. Ketahanan Pangan di Maluku.
https://gadriattamimi.wordpress.com/2015/02/24/ketahanan-pangan-di-maluku/,
diunduh tanggal 12 Mei 2015.
Dinas Pertanian Provinsi Maluku. 2013. Rapat Koordinasi Penyusunan Sasaran
Produksi Tanaman Pangan Tahun 2014.
http://www.distan.malukuprov.go.id/index.php?option=com_content&view=arti
cle&id=96:rapat-koordinasi-penyusunan-sasaran-produksi-tanaman-pangan-
tahun-2014&catid=43:berita&Itemid=96, diunduh tanggal 20 Mei 2015.
Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk
TeknisEvaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar
LitbangSumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
Djaenuddin, D., Marwan., Subagjo., dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis
EvaluasLahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah,
Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
Fullpaper 12
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXXII HATHI, 9-11 Oktober 2015, Malang
Fullpaper 13