Anda di halaman 1dari 6

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

SEKRETARIAT DAERAH
Jalan Istana Robat Telepon/Faksimile : 0776 –322300
DAIK – LINGGA Kode Pos 29872

TELAAH HUKUM
SUBJEK : Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 188/5082/OTDA, tanggal 1
Oktober 2020, Perihal Tata Cara Pemberian Persetujuan
Pembahasan dan Penandatanganan Rancangan Peraturan Daerah
dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah oleh Menteri Dalam
Negeri.

POKOK MASALAH : Apakah Surat Menteri Dalam Negeri tersebut diatas masih
mengikat secara hukum ?

DASAR PERTIMBANGAN HUKUM :


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan,

Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), berbunyi:


- Ayat (1) “ Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. ”
- Ayat (2) “ Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). ”

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan,

Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), berbunyi:


- Ayat (1) “ Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetaapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rayat Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga atau Komisi
yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah
atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. ”
- Ayat (2) “ Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan undang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. ”

Dalam ketentuan ini yang dimasksud dengan “ hierarki ” adalah penjenjangan setiap
jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan
Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan,
Pasal 78 ayat (1)), berbunyi:
- Ayat (1) “ Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD
dan Kepala Daerah disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala
Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. ”

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan,

Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), berbunyi:


- Ayat (1) “ Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
disahkan oleh Kepala Daerah dengan membubuhkan tandatangan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak
Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD
dan Kepala Daerah. ”
- Ayat (2) “ Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak ditandatangani oleh Kepala Daerah dalam waktu paling
lama 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak Rancangan Peraturan Daerah
tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah tersebut sah
menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan.”

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah,
Pasal 65 ayat (2), berbunyi:
- Ayat (2) “ Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Kepala Daerah berwenang:
a. Mengajukan rancangan Perda;
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama
DPRD;
c. Menetapkan Perkada dan Keputusan Kepala Daerah;
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. ”

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah,

Pasal 242 ayat (1), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7), berbunyi:
- Ayat (1) “ Rancangan Perda yang telah disetujui oleh DPRD dan Kepala Daerah
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk
ditetapkan menjadi Perda. ”
- Ayat (4) “ Bupati/Walikota wajib menyampaikan rancangan Perda
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 3 (tiga) hari
terhitung sejak menerima rancangan Perda Kabupaten/Kota dari
pimpinan DPRD Kabupaten/Kota untuk mendapatkan nomor register. ”
- Ayat (5) “ Menteri memberikan nomor register ranacangan Perda Provinsi dan
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat memberikan nomor register
rancangan Perda Kabupaten/Kota paling lam 7 (tujuh) hari sejak
rancangan Perda diterima. ”
- Ayat (6) “ Rancangan Perda yang telah mendapatkan nomor register sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
membubuhkan tanda tangan paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak
rancanganPerda disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah. ”
- Ayat (7) “ Dalam hal Kepala Daerah tidak menandatangani rancanmgan Perda
yang telah mendapatkan nomor register sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib
diundangkan dalam lembaran daerah.”

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah,

Pasal 245 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), berbunyi:
- Ayat (3) “ Rancangan Perda Kabupaten/Kota yang mengatur tentang RPJPD,
RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Tata Ruang Daerah harus
mendapatkan evaluasi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota. ”
- Ayat (4) “ Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam melakukan evaluasi
rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri
berkoordinasi dengan dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan
Pemerintahan bidang keuangan, dan untuk evaluasi rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang Tata Ruang Daerah berkonsultasi dengan
Menteri dan selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan Menteri yang
menyelenggarkan urusan Pemerintahan bidang Tata Ruang. ”
- Ayat (5) “ Hasil evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) jika disetujui diikuti dengan pemberian nomor
register. ”

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah,

Pasal 315 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (6) dan ayat (9), berbunyi:
- Ayat (1) “ Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui
bersama dan rancangan peraturan bupati/wali kota tentang
penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota, paling
lama 3 (tiga) Hari disampaikan kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat untuk dievaluasi, dilampiri RKPD, KUA, dan PPAS
yang disepakati antara kepala daerah dan DPRD.”
- Ayat (2) “ Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi
terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
- Ayat (4) “ Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat kepada bupati/wali kota paling lama 15 (lima belas) Hari
terhitung sejak rancangan peraturan bupati/wali kota tentang
penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.”
- Ayat (6) “ Dalam hal gubernur sebagaiu wakil Pemerintah Pusat menyatakan
hasil evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA, dan PPAS, serta RPJMD,
bupati/wali kota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling
lama 7 (tujuh) Hari sejak hasil evaluasi diterima.”
- Ayat (9) “ Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan hasil
evaluasi rancangan perda kabupaten/kota tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD
kepada Menteri paling lama 3 (tiga) Hari sejak ditetapkannya
keputusan gubernur tentang hasil evaluasi rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/wali
kota tentang penjabaran APBD.”

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah,

Pasal 95 ayat (1), ayat (2), berbunyi:

- Ayat (1) “ Bupati/walikota menyampaikan rancangan perda kabupaten/kota


kepada Gubernur paling lama 3 (tiga) hari sebelum ditetapkan oleh
Bupati/walikota yang mengatur tentang:
a. RPJPD;
b. RPJMD;
c. APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD;
d. Pajak daerah ;
e. Retrebusi daerah;
f. Tata ruang daerah;
g. Rencana pembangunan industri kabupaten/kota; dan
h. Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan
status Desa menjadi keluruhan atau kelurahan menjadi Desa.”
- Ayat (2) “ Bupati/walikota menyampaikan rancangan peraturan bupati/walikota
tentang APBD kepada Gubernur paling lama 3 (tiga) hari sebelum
ditetapkan oleh Bupati/walikota.”

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah,

Pasal 98 ayat (1), ayat (2), berbunyi:


- Ayat (1) “ Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi
rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dan/atau kepentingan umum, diikuti dengan pemberian noreg.”
- Ayat (2) “ Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi
rancangan perda sebagaimana dimaksud dalam pasal 93 ayat (1) tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dan/atau kepentingan umum, gubernur bersama DPRD
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak
hasil evaluasi diterima.”

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah,

Pasal 99 ayat (1), ayat (2), berbunyi:


- Ayat (1) “ Dalam hal gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan perda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau
kepentingan umum, diikuti dengan pemberian orang.”
- Ayat (2) “ Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan perda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau
kepentingan umum, bupati/walikota bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak hasil
evaluasi diterima.”

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah,

Pasal 102 ayat (1), ayat (2), berbunyi:

- Ayat (1) “ Menteri Dalam Negeri memberikan noreg rancangan perda provinsi
dan gubernur sebagai wakil Pemerintahan Pusat memberikan noreg
rancangan perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal
100 dan pasal 101 paling lama 7 (tujuh) Hari sejak rancangan perda
diterima.”
- Ayat (2) “ Rancangan perda yang telah mendapat noreg sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan
tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan perda
disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah.”

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah,

Pasal 108 ayat (1), ayat (2), berbunyi:

- Ayat (1) “ Penandatanganan rancangan Perda sebagaiman dimaksud dalam


Pasal 107 dilakukan oleh Kepala Daerah. ”
- Ayat (2) “ Dalam hal Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)berhalangan sementara atau berhalangan tetap penandatanganan
rancangan Perda dilakukan oleh pelaksana tugas, pelaksana harian
atau penjabat Kepala Daerah.”

FAKTA HUKUM ( ISI SURAT PEMBERITAHUAN TERSEBUT )


Fakta Hukum dalam Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 188/5082/OTDA, tanggal 1
Oktober 2020, Perihal Tata Cara Pemberian Persetujuan Pembahasan dan Penandatanganan
Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah oleh Menteri Dalam
Negeri tersebut adalah sebagai berikut:
- Plt, Pj, Pjs, dan Plh Kepala Daerah dapat melakukan pembahasan dan menandatangani
rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan kepala daerah setelah mendapatkan
persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri;
- Dalam hal Gubernur tidak menerbit surat pengantar dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak
surat permohonan tertulis dari Pemerintah Kabupaten/Kota diterima, surat permohonan
dapat diproses oleh Menteri Dalam Negeri;
- Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak surat permohonan diterima;
- Penyampaian permohonan tertulis dengen melampirkan ranperda dan/atau ranperkada.

ANALISA MASALAH HUKUM :


Dari dasar hukum yang diketahui diatas bahwa :
1. Plt, Pj, Pjs dan Plh Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Menteri, persetujuan
pembahasan ranperda, penandatangan ranperda dan ranperkada tersebut bersifat pelaporan
dan koordinasi sebagaimana ;
2. Surat permohonan dapat diproses oleh Menteri Dalam Negeri, apabila dalam 5 (lima) hari
kerja Gubernur tidak menerbitkan surat pengantar kepada Menteri Dalam Negeri,
sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota menyampaikan surat permohonan persetujuan
kepada Menteri Dalam Negeri cq Dirjen Otda melalui Gubernur;
3. , Surat pemberitahuan dari Menteri Dalam Negeri tersebut bersifat koordinasi dan
pelaporan Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi,.

4. Adapun mengenai jangka waktu Kuasa Pertambangan Eksplorsasai, selama –


lamanya 3 ( tiga ) tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali, setiap kalinya
untuk jangka waktu 1(satu) tahun, sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah
ditetapkan, dari ketentuan tersebut diatas jelas bahwa masa keseluruhan Kuasa
Pertambangan Eksplorasi adalah 5 (lima) tahun. Sehingga tenggang waktu yang ada
dalam SK Bupati Nomor : 159 / VI / 2002 tentang Perpanjangan dan Perluasan Kuasa
Pertambangan Eksplorasi 10 tahun tidak mempunyai dasar hukum, untuk itu batas
waktu yang dapat diakui adalah 5 (lima) tahun sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
5. Luas maksimal Kuasa Pertambangan Eksplorasi yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1967 adalah 2000 ( dua ribu ) hektare. Sedangkan yang
tertera dalam SK Bupati Kepulauan Riau Nomor 159 / VI / 2002 tersebut luas yang
dikuasai sebanyak 37.000 ( tiga puluh tujuh ribu ) hektare. Hal tersebut jelas – jelas
tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, maka tidak dapat dibenarkan secara
hukum.
6. Bahwa Surat Keputusan Bupati Lingga Nomor : 47 / KPTS / V / 2005 tidak mengatur
tentang produk hukum yang berkenaan dengan Keputusan Bupati, sehingga
Keputusan Bupati Kepulauan Riau tidak mengikat secara hukum di Daerah
Kabupaten Lingga.

KESIMPULAN :
Dari uraian yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa SK Bupati
Nomor 159 / VI / 2002 tidak mengikat lagi karena bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

SARAN :
Agar PT. Singkep Timas Utama segera mengurus Kuasa Pertambangan Eksplorasi
yang baru ke Pemerintah Kabupaten Lingga sesuai prosedur.

KABAG HUKUM DAN ORGANISASI


SETDA KABUPATEN LINGGA

ABD. RAHIM, SH
PEMBINA NIP. 700005340

Anda mungkin juga menyukai