Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MTDK

1. Dalam PP No 79 Tahun 2013 pasal 3 ayat 1 disebutkan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah daratan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan pasal tersebut yang dimaksud dari pemerintah adalah pemerintah
pusat, serta pemerintah daerah yaitu meliputi pemerintah daerah tingkat I atau Pemerintah Provinsi dan pemerintah
daerah tingkat 2 atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam hal ini menghubungkan semua wilayah daratan yaitu
menyambungkan wilayah dataran-daratan yang terpisah oleh bentang alam ataupun hal lainnya.
2. Rencana induk juga berarti berkaitan erat dengan jaringan, baik pada jaringan kabupaten/kota, jaringan provinsi,
jaringan nasional.
3. Dalam penyusunan jaringan haruslah memperhatikan jaringan itu dibuat untuk tingkat ataupun skala nasional, skala
provinsi, ataukah skala kabupaten kota.
4. Pembuatan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan haruslah memperhatikan rencana induk dengan menyesuaikan
pada tingkatannya, baik kabupaten/kota, provinsi, ataupun pada tingkat nasional.
5. Menurut pasal 14 ayat 1 dalam UULLAJ, Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan
pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan. Terpadu
yang dimaksudkan yaitu memiliki pengertian saling berkaitan, berhubungan, ataupun saling ketergantungan, baik
dengan jalan, berbagai moda transportasi, dan jaringan lainnya.
6. Sesuai pasal 14 ayat 2 dalam UULLAJ, Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan.
Sesuai dengan kebutuhan yang dimaksudkan yaitu menyesuaikan dengan apa yang dimau, dibutuhkan/diperlukan,
baik oleh kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional
7. Pada pasal 14 ayat 3 huruf a dalam UULLAJ, Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional. Rencana
Induk Nasional yang dimaksud yaitu menghubungkan antar atau lebih dari satu provinsi dan kewenangannya dimiliki
oleh pemerintah pusat
8. Pada pasal 14 ayat 3 huruf b dalam UULLAJ, Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi. Provinsi
yang terkait dalam hal ini yaitu berarti menghubungkan antar atau lebih dari satu kabupaten/kota dan
kewenangannya dimiliki pemerintah provinsi
9. Pada pasal 14 ayat 3 huruf c dalam UULLAJ, Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.
Dalam hal ini rencana induk kabupaten/kota berarti berada dalam kawasan jaringan wilayah suatu kabupaten/kota
dan kewenangannya dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat II atau pemerintah kabupaten/kota.
10. Dalam penyusunan jaringan LLAJ baik pada tingkat nasional, provinsi, dan atau kabupaten harus memperhatikan
berbagai hal terkait meliputi ruang lalu lintas, tata guna lahan, kelas jalan, perlengkapan jalan.
11. Sementara berkaitan dengan perlengkapan jalan, meliputi marka jalan, rambu lalu lintas, dan lain sebagainya
merupakan urusan dari Dinas Perhubungan.
12. Marka jalan dibuat di atas permukaan jalan dengan menggunakan tanda serta berfungsi untuk mengatur lalu lintas,
memperingatkan, atau menuntun pengguna jalan dalam berlalu lintas.
13. Pembuatan marka jalan haruslah memperhatikan simbol atau garis yang digambarkan serta warna yang diberikan
agar pengguna jalan dapat memahami maksud marka dengan jelas sehingga proses transportasi dapat berjalan lancar
14. Pembuatan rambu lalu lintas haruslah memperhatikan tujuan yang hendak disampaikan melalui penyelarasan
penggambaran simbol dan warna sehingga dengan mudah dapat diketahui maksud dari rambu lalu lintas yang
terpasang
15. Pemasangan rambu lalu lintas haruslah memperhatikan lokasi dan harus dapat dengan mudah dilihat oleh pengguna
jalan sehingga maksud dan tujuannya dapat tersampaikan.

1. Setiap orang yang hendak mengemudikan kendaraan bermotor wajib untuk memiliki Surat Izin Mengemudi terlebih
dahulu sesuai dengan jenis kendaraan yang digunakan.
2. Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor perseorangan yaitu SIM yang berlaku pada jenis kendaraan bermotor
yang tidak memungut biaya atau bukan merupakan angkutan umum.
3. Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum yaitu SIM yang berlaku dan digunakan pada kendaraan angkutan
orang dan barang dengan memungut biaya atau bayaran. Dalam hal ini disebut juga angkutan umum.
4. Untuk mendapatkan SIM kendaraan bermotor umum haruslah melalui Pendidikan dan pelatihan pengemudi angkutan
umum. Dalam hal tersebut untuk menjaga keamanan dan keselamatan penumpang ketika menjalankan angkutan
umum. Pendidikan dan pelatihan tersebut dapat ditempuh apabila telah memiliki SIM kendaraan perseorangan.
5. Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari
Pemerintah, hal tersebut disebutkan dalam pasal 78 ayat 1. Selanjutnya yang dimaksud dengan “akreditasi”
mencakup kelembagaan, instruktur, kurikulum, kendaraan, pelatihan, dan sarana lain.
6. Instruktur yang dimaksud dalam pasal 79 yaitu orang yang bertugas mengajarkan mengemudi melalui pelatihan dan
bimbingannya. Instruktur juga bertanggung jawab terhadap pelanggaran dan kecelakaan saat calon mengemudi
belajar atau menjalani ujian.
7. Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan terdiri dari SIM A, B I, B II, C, dan D. Setiap
pengemudi harus memiliki jenis SIM yang sesuai dengan kendaraan yang digunakannya.
8. Sesuai pasal 80 huruf c, yang dimaksud dengan kendaraan alat berat antara lain traktor, stoomwaltz, forklift, loader,
excavator, buldozer, dan crane.
9. Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan,
dan lulus ujian.
10. Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor umum digolongkan menjadi SIM A Umum, SIM B I Umum, dan SIM
B II Umum.
11. Sesuai pasal 83 ayat 3 dalam huruf b, yang dimaksud dengan “tempat tertentu lainnya” antara lain, Halte, pusat
distribusi barang, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, dan pusat perekonomian.
12. Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor dapat digunakan sebagai Surat Izin Mengemudi Kendaraan
Bermotor yang jumlah beratnya sama atau lebih rendah.
13. Dalam pasal 85 ayat 1, Surat Izin Mengemudi berbentuk kartu elektronik atau bentuk lain. Dalam hal ini, dimaksudkan
dengan “Surat Izin Mengemudi bentuk lain” adalah Surat Izin Mengemudi yang bentuknya disesuaikan dengan
perkembangan teknologi. Selanjutnya dalam pasal 2 disebutkan SIM berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Diperpanjang dalam hal ini yaitu terhadap masa berlakunya.
14. Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama 8 jam. Akan tetapi dalam kondisi tertentu dapat
dipekerjakan maksimal 12 jam dalam sehari termasuk waktu istirahat. Selanjutnya pengemudi setelah mengemudikan
kendaraan 4 jam berturut-turut wajib untuk istirahat terlebih dahulu selama minimal 30 menit.

1. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan
dengan tujuan terpenuhinya persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor, terpenuhinya kelengkapan
dokumen registrasi dan identifikasi pengemudi dan Kendaraan Bermotor serta dokumen perizinan dan kelengkapan
Kendaraan Bermotor angkutan umum, terdukungnya pengungkapan perkara tindak pidana, dan terciptanya
kepatuhan dan budaya keamanan dan keselamatan berlalu lintas.
2. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan berkala dalam hal ini yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan
efektivitas agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan merugikan masyarakat. Sementara itu insidental
yang dimaksudkan adalah termasuk tindakan petugas terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan, pelaksanaan
operasi kepolisian dengan sasaran Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, serta penanggulangan kejahatan.
3. Dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat untuk menghentikan
Kendaraan Bermotor, meminta keterangan kepada Pengemudi, atau melakukan tindakan lain menurut hukum secara
bertanggung jawab.
4. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dalam keadaan tertentu dilakukan secara gabungan oleh
petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Keadaan tertentu ini meliputi
adanya peningkatan antara lain pada angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan, angka kejahatan yang
menyangkut Kendaraan Bermotor, jumlah Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan
persyaratan laik jalan, tingkat ketidaktaatan pemilik dan/atau pengusaha angkutan untuk melakukan pengujian
Kendaraan Bermotor pada waktunya, tingkat pelanggaran perizinan angkutan umum, dan tingkat pelanggaran
kelebihan muatan angkutan barang.
5. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara insidental dilakukan dalam hal pelaksanaan Operasi Kepolisian,
terjadi pelanggaran yang tertangkap tangan, dan penanggulangan kejahatan.
6. Pemeriksaan secara insidental karena tertangkap tangan dilakukan pada saat terjadi pelanggaran yang terlihat secara
kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum secara elektronik. Kasat indera antara lain indera
penciuman, indera penglihatan, dan indera pendengaran. Pelanggaran lalu lintas yang terlihat secara kasat indera
mencakup pelanggaran tata cara berlalu lintas, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), Tanda Coba Kendaraan
Bermotor (TCKB), kelengkapan persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor.
7. Penindakan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan elektronik
dilakukan dengan penerbitan surat tilang yang dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum elektronik.
Peralatan elektronik tersebut adalah alat perekam kejadian untuk menyimpan informasi.
8. Pada pemeriksaan Surat Izin Mengemudi dan Surat Tanda Kendaraan Bermotor terdapat pemeriksaan kepemilikan.
Maksud dari kepemilikan dalam hal ini adalah memiliki, membawa, dan menunjukkan SIM/STNK sesuai dengan nama
diri.
9. Pemeriksaan fisik Kendaraan Bermotor meliputi pemeriksaan atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan
Kendaraan Bermotor.
10. Penindakan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan elektronik
dilakukan dengan penerbitan surat tilang yang dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum elektronik.
Peralatan elektronik tersebut adalah alat perekam kejadian untuk menyimpan informasi.
11. Berkaitan dengan peralatan pemeriksaan daya angkut berupa alat penimbangan Kendaraan Bermotor. Alat
penimbangan Kendaraan Bermotor tersebut adalah alat penimbangan yang dapat dipindahkan.
12. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara insidental atas dasar Operasi Kepolisian dipimpin oleh seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab tersebut adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian sesuai
jenjangnya. Kemudian Penanggung jawab Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib melaporkan hasil
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan kepada Kepala Kepolisian secara berjenjang.
13. Rencana Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala disusun dan ditetapkan bersama oleh Kepala
Kepolisian sesuai jenjangnya dan Menteri, Kepala Dinas Provinsi yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Pelaksanaan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala yang sudah ditetapkan
dilakukan secara gabungan yang dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian sesuai jenjangnya.
14. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dan insidental dilakukan di tempat dan dengan cara yang
tidak mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas misalnya tidak dilakukan di
tikungan jalan.
15. Pada tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dan insidental wajib dilengkapi dengan tanda
yang menunjukkan adanya Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, kecuali tertangkap tangan. Tanda tersebut
ditempatkan pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum tempat pemeriksaan. Pemeriksaan yang
dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur lalu lintas dua arah yang berlawanan dan hanya dibatasi oleh marka
jalan, ditempatkan tanda pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum dan sesudah tempat pemeriksaan.
Tanda tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat oleh pengguna jalan.
16. Salah satu penggolongan penindakan yaitu penggolongan berdasarkan tata acara pemeriksaan tindak pidana
pelanggaran tertentu terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan dengan menerbitkan
Surat Tilang. Dalam hal ini yang dimaksud dengan tindak pidana Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
tertentu antara lain mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban, keamanan
lalu lintas, atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan, mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak
dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan, surat tanda lulus uji kendaraan
yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan atau dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa, tidak memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tentang penomoran, persyaratan teknis
dan laik jalan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain kendaraan bermotor
dioperasikan di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah sesuai dengan Surat Tanda Nomor
Kendaraan yang bersangkutan, pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan
dan alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu-rambu, atau tanda yang ada dipermukaan jalan, pelanggaran terhadap
ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau cara
memuat dan membongkar barang, pelanggaran terhadap perizinan angkutan, dan pelanggaran terhadap ketentuan
peruntukan kendaraan.
17. Pelaksanaan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan seseorang di jalan dilakukan melalui pemberian atau
penerbitan surat tilang dengan pengisian dan penandatanganan Belangko Tilang. Belangko Tilang tersebut paling
sedikit berisi kolom mengenai identitas pelanggar dan Kendaraan Bermotor yang digunakan, ketentuan dan pasal
yang dilanggar, hari, tanggal, jam, dan tempat terjadinya pelanggaran, barang bukti yang disita, jumlah uang titipan
denda ke bank, tempat atau alamat dan/atau nomor telpon pelanggar, pemberian kuasa, penandatanganan oleh
pelanggar dan Petugas Pemeriksa, berita acara singkat penyerahan Surat Tilang kepada pengadilan, hari, tanggal, jam,
dan tempat untuk menghadiri sidang pengadilan, dan catatan petugas penindak. Selanjutnya surat atau Belangko
tilang tersebut harus ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dan pelanggar.
18. Sementara itu penindakan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan
elektronik dilakukan dengan penerbitan surat tilang yang dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum
elektronik. Surat Tilang disampaikan kepada pelanggar sebagai pemberitahuan dan panggilan untuk hadir dalam
sidang pengadilan.
19. Pelaksanaan persidangan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan sesuai dengan hari sidang yang
tersebut dalam Surat Tilang. Persidangan dilaksanakan dengan atau tanpa kehadiran pelanggar atau kuasanya.
20. Petugas Pemeriksa Kendaraan Bermotor di Jalan yang menemukan pelanggaran pada pengendara dapat melakukan
penyitaan atas Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, surat izin penyelenggaraan angkutan
umum, tanda bukti lulus uji, barang muatan, dan Kendaraan Bermotor yang digunakan melakukan pelanggaran. Selain
itu petugas dapat memerintahkan secara tertulis kepada pelanggar untuk melakukan pemenuhan persyaratan teknis
dan persyaratan laik jalan yang tidak dipenuhi serta uji berkala ulang.
21. Pengemudi yang melakukan pelanggaran dapat dikenai pemberian tanda atau data pelanggaran pada Surat Izin
Mengemudi, pencabutan sementara Surat Izin Mengemudi, hingga pencabutan Surat Izin Mengemudi.

Dalam Undang Undang No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Bab VII Perpotongan Dan Persinggungan Jalur Kereta Api
Dengan Bangunan Lain menyebutkan bahwa Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang. Pengecualian
terhadap ketentuan hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu
lintas jalan. Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain yang memerlukan
persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum harus dilaksanakan dengan ketentuan
untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan keselamatan perjalanan kereta api. Pembangunan wajib mendapat izin
dari pemilik prasarana perkeretaapian. Pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan keselamatan perpotongan antara jalur
kereta api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin. Pemanfaatan tanah pada ruang milik jalur kereta api untuk
perpotongan atau persinggungan dikenakan biaya oleh pemilik prasarana perkeretaapian. Untuk keselamatan perjalanan kereta
api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup. Penutupan perlintasan sebidang
dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2009 diatur mengenai Jaringan Pelayanan dimana Angkutan kereta api dilaksanakan
pada jaringan jalur kereta api dalam lintas pelayanan kereta api yang membentuk jaringan pelayanan perkeretaapian. Jaringan
pelayanan perkeretaapian, terdiri atas jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dan jaringan pelayanan perkeretaapian
perkotaan.

Jaringan pelayanan perkeretaapian merupakan kumpulan lintas pelayanan yang tersambung satu dengan yang lain
menghubungkan lintas pelayanan perkeretaapian dengan pusat kegiatan, pusat logistik, dan antarmoda. Untuk Jaringan
Pelayanan Perkeretaapian Antarkota sendiri merupakanpelayanan yang menghubungkan antarkota antarnegara, antarkota
antarprovinsi, antarkota dalam provinsi, dan antarkota dalam kabupaten/kota.

Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan menghubungkan beberapa stasiun
antar kota, tidak menyediakan layanan penumpang berdiri, melayani penumpang tidak tetap, memiliki jarak dan/atau waktu
tempuh panjang, memiliki frekuensi kereta api sedang atau rendah, dan melayani kebutuhan angkutan penumpang dan/atau
barang antarkota. Jaringan Pelayanan Perkeretaapian Perkotaan yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat melampaui
satu provinsi, melampaui satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, dan berada dalam satu kabupaten/kota.

Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui satu provinsi yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional
ditetapkan oleh Menteri. Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui satu kabupaten/kota dalam satu
provinsi yang berada pada jaringan jalur kereta api provinsi ditetapkan oleh gubernur. Jaringan pelayanan perkeretaapian
perkotaan yang berada dalam satu kabupaten/kota yang berada pada jaringan jalur kereta api kabupaten/kota ditetapkan oleh
bupati/walikota. Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang melampaui satu kabupaten/kota dalam satu provinsi dan
yang berada dalam satu kabupaten/kota yang berada pada jaringan jalur kereta api nasional ditetapkan oleh Menteri. Jaringan
pelayanan perkeretaapian perkotaan yang berada dalam satu kabupaten/kota yang berada pada jaringan jalur kereta api
provinsi ditetapkan oleh gubernur.

Selanjutnya kecepatan maksimum kereta api sendiri ditentukan berdasarkan kecepatan maksimum yang paling rendah antara
kecepatan maksimum kemampuan jalur dan kecepatan maksimum sarana perkeretaapian dan sifat barang yang diangkut.
Untuk kepentingan pengoperasian kereta api dan menjamin keselamatan perjalanan kereta api, pada setiap lintas pelayanan
ditentukan frekuensi kereta api yang didasarkan pada kemampuan jalur kereta api yang dapat dilewati kereta api sesuai dengan
kecepatan sarana perkeretaapian, jarak antara dua stasiun atau petak blok, dan fasilitas operasi. Frekuensi perjalanan kereta
api dapat digolongkan dalam frekuensi rendah, frekuensi sedang, dan frekuensi tinggi.

Pelaksanaan perjalanan kereta api yang dimulai dari stasiun keberangkatan, bersilang, bersusulan, dan berhenti di stasiun
tujuan diatur berdasarkan Gapeka. Gapeka dibuat oleh pemilik prasarana perkeretaapian didasarkan pada pelayanan angkutan
kereta api yang akan dilaksanakan. Pembuatan Gapeka oleh pemilik prasarana perkeretaapian harus memperhatikan masukan
dari penyelenggara sarana perkeretaapian, kebutuhan angkutan kereta api, dan sarana perkeretaapian yang ada. Gapeka dapat
diubah apabila terdapat perubahan pada kebutuhan angkutan, jumlah sarana perkeretaapian, kecepatan kereta api, prasarana
perkeretaapian, dan/atau keadaan memaksa.

Penyelenggara sarana perkeretaapian harus mengumumkan jadwal perjalanan kereta api yang termuat dalam Gapeka kepada
masyarakat. Pengumuman dilaksanakan melalui media massa dan ditempel di stasiun, sebelum pemberlakuan Gapeka.
Penyelenggara prasarana perkeretaapian melaporkan pelaksanaan Gapeka secara berkala setiap 3 bulan kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal ini Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
kewenangannya, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Gapeka. Perjalanan kereta api luar biasa dapat dilaksanakan
oleh penyelenggara prasarana perkeretaapian atau penyelenggara sarana perkeretaapian. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
perjalanan kereta api luar biasa adalah perjalanan kereta api pada saat tertentu atau tidak tercantum dalam Gapeka untuk
kepentingan perjalanan khusus, antara lain untuk kepentingan perawatan, pertolongan, atau kepentingan kenegaraan.
Sementara itu pengaturan perjalanan kereta api terdiri atas wilayah pengaturan setempat, daerah, dan terpusat. Pengaturan
dilakukan oleh petugas pengatur perjalanan kereta api sesuai Gapeka. Petugas pengatur perjalanan kereta api bertanggung
jawab terhadap keselamatan urusan perjalanan kereta api di wilayah pengaturannya.

Dalam hal perjalanan kereta api tidak sesuai Gapeka, pengaturan perjalanan kereta api dilakukan oleh petugas pengendali
perjalanan kereta api dan pelaksanaannya oleh petugas pengatur perjalanan kereta api. Pengaturan oleh petugas pengendali
perjalanan kereta api dilakukan melalui alat komunikasi yang direkam. Pengaturan perjalanan kereta api dilakukan dengan
semboyan berupa isyarat dari petugas pengatur perjalanan kereta api, sinyal, tanda atau marka.Penyelenggara sarana
perkeretaapian harus mempersiapkan perjalanan kereta api. Persiapan

perjalanan kereta api meliputi kegiatan:

a. menyiapkan sarana dengan atau tanpa rangkaiannya;

b. menyiapkan awak sarana perkeretaapian;

c. memeriksa sarana perkeretaapian;

d. menyediakan waktu kereta api sesuai dengan jalur yang terjadwal di stasiun awal;

e. memasang tanda; dan

f. menyiapkan dokumen perjalanan kereta api.

Selanjutnya penyiapan sarana dengan atau tanpa rangkaiannya meliputi kegiatan menyiapkan lokomotif, kereta atau gerbong,
kereta dengan penggerak sendiri, atau peralatan khusus, untuk didinaskan dalam perjalanan kereta api dan menentukan
susunan rangkaian sarana perkeretaapian untuk dirangkai oleh penyelenggara prasarana perkeretaapian menjadi rangkaian
kereta api yang akan berangkat sesuai dengan persyaratan teknis operasi untuk keselamatan perjalanan kereta api. Penyiapan
awak sarana perkeretaapian paling sedikit meliputi kegiatan memeriksa sertifikat kecakapan, memeriksa kesehatan, dan
memberi surat tugas. Pemeriksaan sarana perkeretaapian paling sedikit meliputi pemeriksaan terhadap perangkat
pengereman, peralatan keselamatan, peralatan perangkai, dan kelistrikan.

Untuk keselamatan perjalanan kereta api, jalur kereta api harus diadakan pemeriksaan secara berkala, paling sedikit 2 kali
dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan jalur dilakukan oleh petugas pemeriksa jalur dengan membawa peralatan yang diperlukan.

Hubungan blok dalam petak blok antara 2 (dua) stasiun untuk perjalanan kereta api terdiri atas hubungan manual dan
hubungan otomatis. Hubungan manual meliputi telegraf, blok elektromekanis, dan blok elektris. Sementara otomatis meliputi
otomatis terbuka dan otomatis tertutup

Penyiapan dan pelaksanaan pemberangkatan kereta api dilakukan melalui tahapan:

a. penyiapan pegawai stasiun;

b. penyiapan rute kereta api berangkat;


c. penyiapan kereta api berangkat;

d. pemberian perintah berangkat;

e. pengawasan pemberangkatan kereta api;

f. mengembalikan kedudukan persinyalan pada posisi awal; dan

g. pemberian warta berangkat kepada stasiun berikutnya

Penyiapan rute kereta api berangkat merupakan kegiatan mengatur kedudukan wesel dan sinyal yang menunjukkan indikasi
aman untuk dilalui kereta api yang akan berangkat. Pengawasan pemberangkatan kereta api dilakukan oleh petugas pengatur
perjalanan kereta api atau didelegasikan kepada petugas lain yang ditugaskan untuk itu. Pengawasan dilakukan sampai kereta
api melewati wesel terjauh. Pemberian warta berangkat kepada stasiun berikutnya dilakukan dalam waktu secepatnya setelah
kereta api berangkat oleh petugas pengatur perjalanan kereta api dengan memberi warta berangkat kepada petugas pengatur
perjalanan kereta api stasiun terdekat berikutnya yang memiliki fasilitas warta kereta api. Pada saat kereta api akan melewati
wesel terjauh di stasiun, masinis harus memperhatikan tanda akhir belakang rangkaian kereta api untuk memastikan tidak
terdapat bagian belakang rangkaian kereta api tertinggal atau terlepas.

Perjalanan kereta api pada petak blok merupakan perjalanan kereta api dari sinyal keluar sampai sinyal blok, sinyal blok sampai
sinyal blok berikutnya, sinyal blok sampai sinyal masuk, atau sinyal keluar pada suatu stasiun sampai sinyal masuk di stasiun
berikutnya. Perjalanan kereta api pada jalur yang menggunakan sinyal blok, dalam hal sinyal blok mengindikasikan tidak aman,
masinis harus mengikuti peraturan yang berlaku.

Pada jalur kereta api menurun dengan gradien/derajat tertentu, kereta api yang akan menurun harus berhenti di stasiun
terdekat sebelum turunan untuk dilakukan pemeriksaan sistem pengereman dan fasilitas lainnya. Masinis yang bertugas dalam
perjalanan kereta api harus melaporkan kepada petugas pengendali perjalanan kereta api pada stasiun keberangkatan dan
pada saat perpindahan wilayah pengendalian melalui peralatan telekomunikasi yang direkam. Pada jalur kereta api bergigi,
lebih dari 1 (satu) rangkaian kereta api dapat berjalan beriringan dalam 1 (satu) kelompok dalam satu petak blok.

Pada waktu kereta api akan masuk stasiun operasi, masinis wajib mematuhi indikasi sinyal masuk, indikasi sinyal muka, atau
indikasi sinyal pendahulu. Masinis menjalankan kereta api memasuki stasiun sesuai dengan kecepatan yang diizinkan apabila
sinyal masuk, sinyal muka, atau sinyal pendahulu menunjukkan indikasi aman.

Masinis wajib mengurangi kecepatan untuk mempersiapkan kereta api berhenti di muka sinyal masuk apabila sinyal muka
menunjukkan indikasi hati-hati Masinis wajib memberhentikan kereta api di muka sinyal masuk apabila sinyal masuk
menunjukkan indikasi tidak aman. Kereta api yang berhenti di muka sinyal masuk dapat berjalan kembali setelah sinyal masuk
mengindikasikan aman. Sementara itu, setelah kereta api berhenti di stasiun tujuan akhir harus dilakukan kegiatan
penghapusan pendinasan kereta api.

Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib berperilaku tertib dan mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan
Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan. Setiap orang yang
mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Penuh
konsentrasi disini adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu
perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di
Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam
mengemudikan Kendaraan.

Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi,
palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama
kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara
Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penyelenggaraan kegiatan dilakukan melalui kerja sama antara pembina Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan dan masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ditetapkan rencana umum nasional Keselamatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan meliputi penyusunan program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengkajian masalah
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
1. Sebagai upaya untuk melakukan pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas dilaksanakan melalui partisipasi para
pemangku kepentingan, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global. Pencegahan tersebut
dilakukan dengan pola penahapan yang meliputi program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Sementara itu, penyusunan program pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan di bawah koordinasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dilaksanakan oleh petugas Kepolisian dengan cara mendatangi tempat kejadian
dengan segera, menolong korban, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara, mengolah tempat
kejadian perkara, mengatur kelancaran arus Lalu Lintas, mengamankan barang bukti, dan melakukan penyidikan
perkara. menolong korban disitu adalah upaya yang dilakukan untuk membantu meringankan beban penderitaan
korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, antara lain memberikan pertolongan pertama di tempat kejadian dan
membawa korban ke rumah sakit.
3. Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas wajib untuk menghentikan Kendaraan yang
dikemudikannya, memberikan pertolongan kepada korban, melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia terdekat, dan memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
4. Disamping dari sisi pengemudi yang terlibat langsung, setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas juga diwajibkan untuk memberikan pertolongan kepada korban Kecelakaan Lalu
Lintas, melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan memberikan keterangan
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
5. Berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab, pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan Perusahaan
Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau
pihak ketiga, termasuk dalam hal kerusakan jalan dan perlengkapan jalan yang disebabkan karena kelalaian
Pengemudi.
6. Pemerintah memiliki peran untuk menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas
yang menjadi penyebab kecelakaan, menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu
Lintas, serta mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
7. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan
dengan tujuan terpenuhinya persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor, terpenuhinya kelengkapan
dokumen registrasi dan identifikasi pengemudi dan Kendaraan Bermotor serta dokumen perizinan dan kelengkapan
Kendaraan Bermotor angkutan umum, terdukungnya pengungkapan perkara tindak pidana, dan terciptanya
kepatuhan dan budaya keamanan dan keselamatan berlalu lintas.
8. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan berkala dalam hal ini yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan
efektivitas agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan merugikan masyarakat. Sementara itu insidental
yang dimaksudkan adalah termasuk tindakan petugas terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan, pelaksanaan
operasi kepolisian dengan sasaran Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, serta penanggulangan kejahatan.
9. Dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat untuk menghentikan
Kendaraan Bermotor, meminta keterangan kepada Pengemudi, atau melakukan tindakan lain menurut hukum secara
bertanggung jawab.
10. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dalam keadaan tertentu dilakukan secara gabungan oleh
petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Keadaan tertentu ini meliputi
adanya peningkatan antara lain pada angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan, angka kejahatan yang
menyangkut Kendaraan Bermotor, jumlah Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan
persyaratan laik jalan, tingkat ketidaktaatan pemilik dan/atau pengusaha angkutan untuk melakukan pengujian
Kendaraan Bermotor pada waktunya, tingkat pelanggaran perizinan angkutan umum, dan tingkat pelanggaran
kelebihan muatan angkutan barang.
11. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara insidental dilakukan dalam hal pelaksanaan Operasi Kepolisian,
terjadi pelanggaran yang tertangkap tangan, dan penanggulangan kejahatan.
12. Penindakan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan elektronik
dilakukan dengan penerbitan surat tilang yang dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum elektronik.
Peralatan elektronik tersebut adalah alat perekam kejadian untuk menyimpan informasi.
13. Pada pemeriksaan Surat Izin Mengemudi dan Surat Tanda Kendaraan Bermotor terdapat pemeriksaan kepemilikan.
Maksud dari kepemilikan dalam hal ini adalah memiliki, membawa, dan menunjukkan SIM/STNK sesuai dengan nama
diri.
14. Pemeriksaan fisik Kendaraan Bermotor meliputi pemeriksaan atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan
Kendaraan Bermotor.
15. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara insidental atas dasar Operasi Kepolisian dipimpin oleh seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab tersebut adalah petugas yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian sesuai
jenjangnya. Kemudian Penanggung jawab Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib melaporkan hasil
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan kepada Kepala Kepolisian secara berjenjang.
16. Rencana Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala disusun dan ditetapkan bersama oleh Kepala
Kepolisian sesuai jenjangnya dan Menteri, Kepala Dinas Provinsi yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Pelaksanaan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala yang sudah ditetapkan
dilakukan secara gabungan yang dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian sesuai jenjangnya.
17. Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dan insidental dilakukan di tempat dan dengan cara yang
tidak mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas misalnya tidak dilakukan di
tikungan jalan.
18. Pelaksanaan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan seseorang di jalan dilakukan melalui pemberian atau
penerbitan surat tilang dengan pengisian dan penandatanganan Belangko Tilang. Belangko Tilang tersebut paling
sedikit berisi kolom mengenai identitas pelanggar dan Kendaraan Bermotor yang digunakan, ketentuan dan pasal
yang dilanggar, hari, tanggal, jam, dan tempat terjadinya pelanggaran, barang bukti yang disita, jumlah uang titipan
denda ke bank, tempat atau alamat dan/atau nomor telpon pelanggar, pemberian kuasa, penandatanganan oleh
pelanggar dan Petugas Pemeriksa, berita acara singkat penyerahan Surat Tilang kepada pengadilan, hari, tanggal, jam,
dan tempat untuk menghadiri sidang pengadilan, dan catatan petugas penindak. Selanjutnya surat atau Belangko
tilang tersebut harus ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dan pelanggar.
19. Sementara itu penindakan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan
elektronik dilakukan dengan penerbitan surat tilang yang dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum
elektronik. Surat Tilang disampaikan kepada pelanggar sebagai pemberitahuan dan panggilan untuk hadir dalam
sidang pengadilan.
20. Petugas Pemeriksa Kendaraan Bermotor di Jalan yang menemukan pelanggaran pada pengendara dapat melakukan
penyitaan atas Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, surat izin penyelenggaraan angkutan
umum, tanda bukti lulus uji, barang muatan, dan Kendaraan Bermotor yang digunakan melakukan pelanggaran. Selain
itu petugas dapat memerintahkan secara tertulis kepada pelanggar untuk melakukan pemenuhan persyaratan teknis
dan persyaratan laik jalan yang tidak dipenuhi serta uji berkala ulang.
21. Pengemudi yang melakukan pelanggaran dapat dikenai pemberian tanda atau data pelanggaran pada Surat Izin
Mengemudi, pencabutan sementara Surat Izin Mengemudi, hingga pencabutan Surat Izin Mengemudi.
22. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.
23. Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus menurut Undang-Undang.
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas penyidik dan penyidik pembantu.
24. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku koordinator dan pengawas, melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam melaksanakan
kewenangannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
25. Mengenai perbedaan penyelidikan dan penyidikan menurut KUHAP, penyelidikan adalah tindakan tahap pertama
permulaan dari penyidikan. Penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan.
Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Sebelum dilakukan tindakan penyidikan,
dilakukan terlebih dahulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti
permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan.
26. Investigasi Kecelakaan Transportasi adalah kegiatan penelitian terhadap penyebab kecelakaan transportasi dengan
cara pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data secara sistematis dan objektif agar tidak terjadi
kecelakaan transportasi dengan penyebab yang sama.
27. Dalam hal kegiatan investigasi, dilakukan oleh seorang investigator atau orang yang mempunyai kualifikasi dan
kompetensi tertentu untuk melaksanakan kegiatan Investigasi Kecelakaan Transportasi.
28. Investigasi Kecelakaan Transportasi diselenggarakan berdasarkan prinsip tidak untuk mencari kesalahan (no blame),
tidak untuk memberikan sanksi/hukuman (no judicial), dan tidak untuk mencari siapa yang bertanggung jawab
menanggung kerugian (no liability).
29. Investigasi Kecelakaan Transportasi diselenggarakan untuk mengungkap suatu peristiwa kecelakaan transportasi
secara profesional dan independen guna memperoleh data dan fakta penyebab terjadinya kecelakaan transportasi.
30. Investigasi kecelakaan kendaraan bermotor tidak dilakukan pada setiap kasus kecelakaan, akan tetapi pada beberapa
kasus tertentu yang memang dibutuhkan proses investigasi. Kasus tertentu tersebut yaitu tabrakan antar kendaraan
bermotor umum, antara kendaraan bermotor umum dengan Kereta Api, atau antara kendaraan bermotor umum
dengan fasilitas atau dengan benda-benda lainnya, kendaraan bermotor umum terguling, kendaraan bermotor umum
jatuh ke jurang atau sungai, dan kendaraan bermotor umum terbakar.
31. Kecelakaan tertentu kendaraan bermotor umum yang perlu dilakukan proses investigasi juga meliputi ketentuan
terdapat korban jiwa paling sedikit 8 (delapan) orang, mengundang perhatian publik secara luas, menimbulkan
polemik/kontroversi, menimbulkan prasarana rusak berat, berulang-ulang pada merek dan/atau tipe kendaraan yang
sama dalam satu tahun, berulang-ulang pada lokasi yang sama dalam satu tahun, dan mengakibatkan pencemaran
lingkungan akibat limbah atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang diangkut.
32. Persiapan investigasi dimulai membentuk tim investigasi, mempersiapkan peralatan investigasi; dan melakukan
koordinasi dengan instansi terkait atau operator sarana transportasi yang mengalami kecelakaan
33. Hasil kerja tim investigasi dibuat dalam bentuk laporan Investigasi Kecelakaan Transportasi. Laporan Investigasi
Kecelakaan terdiri atas laporan awal (preliminary report) dan laporan akhir (final report).

1. Kendaraan terdiri atau dibagi menjadi dua jenis, yaitu Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
2. Sesuai pengelompokkan jenis kendaraan bermotor dalam pasal 47 ayat 2 diantaranya yaitu sepeda motor, mobil
penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan khusus. Dalam hal ini mobil penumpang, mobil bus, dan mobil
barang dikelompokkan berdasarkan fungsi sebagai kendaraan bermotor perseorangan dan kendaraan bermotor
umum. Dari hal tersebut yang dimaksudkan kendaraan bermotor perseorangan yaitu yang bukan kendaraan umum,
atau dengan kata lain tidak melakukan pungutan bayaran. Sementara berdasarkan pengertiannya, kendaraan
bermotor umum dalam pasal 1 angka 10 UU Nomor 22 Tahun 2009 melakukan pungutan bayaran. Selanjutanya
sepeda motor dalam hal ini masuk ke dalam kendaraan bukan bermotor umum. Sedangkan yang dimaksud dengan
“kendaraan khusus” adalah Kendaraan Bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun
tertentu, antara lain kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia, kendaraan Bermotor Kepolisian Negara
Republik Indonesia, alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan
crane, serta kendaraan khusus penyandang cacat. Hal ini tercantum pada bagian penjelasan UU Nomor 22 Tahun
2009.
3. Sebelum untuk dapat dioperasikan di Jalan, maka setiap kendaraan yang ada harus memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan keselamatan selama berlalu lintas sehingga
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
4. Dalam Pasal 121 ayat 1 PP Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan disebutkan, Kendaraan Bermotor, Kereta
Gandengan, dan Kereta Tempelan yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian. Pengujian tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan, menjaga kelestarian lingkungan, dan pelayanan umum.
Pengujian kendaraan bermotor ini meliputi uji tipe dan uji berkala.
5. Kendaraan bermotor, kereta gandingan, dan kereta tempelan yang harus dilakukan pengujian meliputi yang dibuat
dari dalam negeri ataupun dari yang diimpor (Pasal 121 ayat 2). Dari hal tersebut yang dimaksud dibuat atau dirakit
didalam negeri yaitu merupakan kendaraan yang proses pembuatan atau produksinya berada di pabrik dalam negeri
dan diedarkan ke masyarakat. Sedangkan yang dimaksudkan dari impor yaitu upaya untuk memasukkan kendaraan
produksi hasil negara lain ke dalam negeri.
6. Peralatan pengujian wajib dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Dalam hal ini yang dimaksudkan dikalibrasi
merupakan suatu proses untuk menguji keakuratan peralatan pengujian. Hal ini sangatlah penting dilakukan untuk
menjaga alat-alat yang digunakan tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dengan akurat untuk digunakan pengujian.
Alatalat yang tidak terjaga dan tanpa adanya suatu perawatan maupun kalibrasi maka akan berpotensi rusak yang
pada akhirnya tidak dapat digunakan.
7. Dalam pengujian yang dimaksud pengujian fisik yaitu pengujian atau pemeriksaan pada kendaraan terkait segala
sesuatunya yang berada pada bagian luar atau kasat mata atau bagian yang tampak. Dengan kata lain yaitu dilakukan
pemeriksaan persyaratan teknis secara visual dan pengecekan secara manual dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan yang dimaksud penelitian rancang bangun merupakan kegiatan untuk mengecek seluruh bagian dari
struktur kendaraan bermotor dengan tujuan untuk dapat memperbaiki sistem yang ada. Selanjutnya yang
dimaksudkan dengan rekayasa kendaraan bermotor yaitu perubahan terhadap spesifikasi teknis dimensi, mesin,
dan/atau kemampuan daya angkut Kendaraan Bermotor.
8. Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor,
kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi
Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe. Uji tipe dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe
Pemerintah. Dalam hal ini yang dimaksudkan yaitu dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat melalui unit pelaksana
pengujian tipe Kendaraan Bermotor dan dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik desa dan swasta.
9. Uji berkala diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta
tempelan yang dioperasikan di Jalan. Dalam hal ini kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor
dilaksanakan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota, maupun agen atau pihak swasta yang telah
mendapatkan perizinan dari pemerintah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan “izin dari Pemerintah” adalah izin dari
kementerian negara yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan
rekomendasi dari kementerian yang membidangi industri, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
10. Berkaitan dengan perlengkapan kendaraan bermotor, yang dimaksudkan dari Standar Nasional Indonesia yaitu
sebuah ukuran atau patokan untuk dapat digunakan yang mampu menjamin keamanan dan keselamatan dalam
proses berkendara.
11. Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu
keselamatan berlalu lintas. Sesuai kalimat ini yang dimaksudkan dengan “perlengkapan yang dapat mengganggu
keselamatan berlalu lintas” adalah pemasangan peralatan, perlengkapan, atau benda lain pada Kendaraan yang dapat
membahayakan keselamatan lalu lintas, antara lain pemasangan bumper tanduk dan lampu menyilaukan.
12. Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene. Dimaksud
dengan “kepentingan tertentu” adalah Kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat berwarna
merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai
tanda yang memerlukan perhatian khusus dari Pengguna Jalan untuk keselamatan. Selanjutnya terkait dimaksud
dengan Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama adalah Kendaraan Bermotor yang mendapat prioritas dan
wajib didahulukan dari Pengguna Jalan lain.
13. Salah satu syarat registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor untuk pertama kali yaitu memiliki hasil pemeriksaan
cek fisik Kendaraan Bermotor. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan “cek fisik Kendaraan Bermotor” adalah cek fisik
yang disesuaikan dengan dokumen hasil uji tipe dan dokumen pendukung lain.
14. Sesuai pasal 70 ayat 2 disebutkan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun. Yang dimaksud dengan pengesahan
setiap tahun adalah sebagai pengawasan tahunan terhadap registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor serta
menumbuhkan kepatuhan wajib pajak Kendaraan Bermotor.

=====================================================================================

Angkutan multimoda berperan sebagai angkutan barang dengan menggunakan lebih dari satu jenis moda transportasi atas
dasar satu kontrak dokumen angkutan multimoda dan diselenggarakan oleh satu operator. Angkutan multimoda ini
mengantarkan barang dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang
ditentukan untuk penyerahan barang kepada penerimanya. Angkutan multimoda tersebut diselenggarakan oleh badan usaha
angkutan multimoda nasional dan badan usaha angkutan multimoda asing. Dalam menyelenggarakan kegiatan angkutan, setiap
badan usaha angkutan multimoda harus bertanggung jawab terhadap kegiatan penunjang angkutan multimoda yang meliputi
pengurusan transportasi, pergudangan, konsolidasi muatan, penyediaan ruang muatan, hingga kepabeanan untuk angkutan
multimoda ke luar negeri dan ke dalam negeri. Kegiatan angkutan multimoda dapat dilakukan dengan menggunakan alat
angkut moda transportasi darat, perkeretaapian, laut, dan/atau udara.

Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien diyakini mampu mengintegrasikan daratan dan lautan menjadi satu kesatuan
yang utuh dan berdaulat, sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak bagi terwujudnya Indonesia sebagai negara maritim.
Sistem logistik juga memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan
antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sekaligus menjadi benteng bagi kedaulatan dan
ketahanan ekonomi nasional (national economic authority and security).

Berkaitan dengan kegiatan logistik diatur mengenai cetak biru sistem logistik nasional. Cetak Biru (blue Print) ini bukan
merupakan rencana induk (master plan) tetapi lebih menekankan pada arah dan pola pengembangan Sistem Logistik Nasional
pada tingkat kebijakan (makro) yang nantinya dijabarkan kedalam Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga setiap tahunnya. Peran pokok Cetak Biru Sistem Logistik Nasional adalah memberikan arahan dan
pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha untuk membangun Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien. Bagi
pemerintah, Cetak Biru Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat membantu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
dalam menyusun rencana pembangunan di bidang logistik, serta meningkatkan transparansi dan koordinasi lintas kementerian
dan lembaga di tingkat pusat maupun daerah. Bagi dunia usaha, Cetak Biru Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat
membantu pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya melalui penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dengan biaya
yang kompetitif, meningkatkan peluang investasi bagi usaha menengah, kecil dan mikro, serta membuka peluang bagi pelaku
dan penyedia jasa logistik nasional untuk menggalang kerjasama dalam skala global.

Sistem Logistik Nasional akan dikembangkan menuju Sistem Logistik terintegrasi yang efektif dan efisien dengan menggunakan
konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management/SCM) yang berbasis pada sinkronisasi, integrasi dan kolaborasi
berbagai pihak terkait (pemangku kepentingan), dengan memanfaatkan penggunaan teknologi informasi yang diwadahi dalam
suatu tatanan kelembagaan yang terpercaya dan sistem organisasi yang efektif. Sistem Logistik Nasional ini diharapkan dapat
dioperasionalisasikan oleh pelaku dan penyedia jasa logistik yang profesional dan beretika, serta didukung oleh tersedianya
infrastuktur logistik yang mencukupi dan handal.

Angkutan moltimoda merupakan angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda
atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha
angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang kepada penerima barang angkutan
multimoda. Angkutan multimoda ini dijalankan oleh satu operator dengan kontrak perjanjiannya.

Angkutan Jalan merupakan sarana angkut di jalan untuk mengangkut orang ataupun barang dengan menggunakan kendaraan
bermotor ataupun kendaraan tidak bermotor. Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan bermotor dapat berupa sepeda
motor, mobil penumpang, atau bus. Sementara itu, untuk angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan
mobil barang. Selanjutnya untuk kendaraan tidak bermotor yang digunakan untuk angkutan dapat berupa kendaraan yang
digerakan oleh tenaga orang dan kendaraan yang ditarik oleh tenaga hewan. Adanya penyelenggaraan angkutan jalan
dimaksudkan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait pergerakan atau mobilitas diri/orang ataupun
barang dengan menggunakan angkutan yang merupakan kendaraan bermotor umum dengan menjamin keselamatan,
keamanan, kenyamanan, dan memiliki harga yang terjangkau oleh semua kalangan. Pihak yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan angkutan umum sebagai angkutan jalan demi memenuhi kebutuhan masyarakat adalah peran dari
pemerintah. Penyediaan angkutan umum sebagai pemenuhan angkutan jalan dapat dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, atau
badan hukum lain yang telah memenuhi peraturan perundang-undangan serta telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan
terkait. Berkaitan dengan tersedianya angkutan jalan untuk barang dimaksudkan dengan tujuan menjaga ketersediaan dan
kelangsungan pelayanan angkutan barang, penanganan kondisi darurat, dan tidak terdapat pelayanan oleh pihak swasta.Dalam
angkutan jalan, pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas angkutan orang dengan Kendaraan
Bermotor Umum dalam trayek dan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek. Menurut
peraturannya, kriteria pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek harus memiliki rute tetap
dan teratur, memiliki waktu yang terjadwal, dan memiliki tempat pemberhentian menaikan dan menurunkan penumpang.
tempat pemberhentian menaikan dan menurunkan penumpang yang dimaksud seperti terminal, halte, ataupun rambu
pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum. Selanjutnya pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak
dalam trayek terdiri atas angkutan orang dengan menggunakan taksi, angkutan orang dengan tujuan tertentu, angkutan orang
untuk keperluan pariwisata, dan angkutan orang di kawasan tertentu.

Berkaitan dengan jasa pengiriman atau pengangkutan barang, angkutan barang diselenggarakan dengan menggunakan
Kendaraan Bermotor Umum yang terdiri atas angkutan barang umum dan angkutan barang khusus.

Selanjutnya mengenai angkutan multimoda sesuai pasal 1 angka 1 PP Nomor 8 Tahun 2011 memiliki pengertian bahwa
Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas
dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan
multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.
Berkaitan dengan badan usaha angkutan multimoda Nasional dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, atau Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk angkutan multimoda. Angkutan multimoda juga erat
berkaitan dengan urusan pengiriman barang antar negara. Tentunya kegiatan tersebut akan berurusan pula dengan badan
usaha angkutan multimoda yang didirikan berdasarkan hukum negara asing atau yang biasa disebut badan usaha angkutan
multimoda asing.

Kegiatan angkutan multimoda meliputi kegiatan yang dimulai sejak diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda
dari pengguna jasa angkutan multimoda sampai dengan diserahkannya barang kepada penerima barang dari badan usaha
angkutan multimoda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam dokumen angkutan multimoda. Dalam menyelenggarakan
kegiatan angkutan, setiap badan usaha angkutan multimoda harus bertanggung jawab terhadap kegiatan penunjang angkutan
multimoda yang meliputi pengurusan transportasi, pergudangan, konsolidasi muatan, penyediaan ruang muatan, hingga
kepabeanan untuk angkutan multimoda ke luar negeri dan ke dalam negeri.

Kegiatan angkutan multimoda dapat dilakukan dengan menggunakan alat angkut moda transportasi darat, perkeretaapian, laut,
dan/atau udara. Alat angkut moda transportasi tersebut terdiri atas kendaraan bermotor, kereta api, kapal, dan pesawat udara.
Sementara untuk dokumen angkutan multimoda memuat berbagai hal, seperti identifikasi barang (merek dan nomor), sifat
barang (barang berbahaya atau barang yang mudah rusak), rincian barang (jumlahdan bentuk kemasan berupa paket atau unit
barang), berat kotor atau jumlah barang, ukuran barang hingga adanya asuransi muatan.
Dokumen angkutan multimoda disusun oleh asosiasi badan usaha angkutan multimoda. Asosiasi badan usaha angkutan
multimoda tersebut dalam menyusun dokumen angkutan multimoda harus mengacu pada Standard Trading Conditions (STC)
yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum setelah mendapat rekomendasi
dari Menteri.

Badan usaha angkutan multimoda wajib memiliki izin usaha angkutan multimoda dari Menteri. Izin usaha angkutan multimoda
diberikan kepada badan usaha angkutan multimoda yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Badan usaha
angkutan multimoda nasional dapat melayani angkutan multimoda di dalam negeri dan/atau ke luar negeri. Dalam hal kegiatan
angkutan multimoda diselenggarakan oleh badan usaha angkutan multimoda asing, wajib menunjuk badan usaha angkutan
multimoda nasional sebagai agen.

1. Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan harus segera diselesaikan.
Penyelesaian ini paling lambat yaitu 60 hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan ini mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi semua warga negara
setelah pemasangan selama 30 hari. Yang dimaksud dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari adalah waktu yang
disediakan untuk memberikan informasi kepada Pengguna Jalan.
2. Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka kotak
kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan. Yang
dimaksud dengan marka kotak kuning adalah Marka Jalan berbentuk segi empat berwarna kuning yang berfungsi
untuk melarang Kendaraan berhenti di suatu area.
3. Keadaan tertentu sesuai dengan pasal 104 yang dimaksukan yaitu keadaan sistem Lalu Lintas tidak berfungsi untuk
Kelancaran Lalu Lintas yang disebabkan, antara lain oleh perubahan Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional, Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas tidak berfungsi, adanya Pengguna Jalan yang diprioritaskan, adanya pekerjaan jalan,
adanya bencana alam, dan adanya Kecelakaan Lalu Lintas.
4. Setiap orang yang menggunakan jalan wajib berlaku tertib dan menghindari hal-hal yang membayakan. Dalam pasal
106 disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan
kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Kondisi penuh konsentrasi adalah setiap orang yang
mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah,
mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum
minuman yang mengandung alkohol atau obatobatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan
Kendaraan.
5. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada
malam hari dan pada kondisi tertentu. Kondisi tertentu yang dimaksudkan tersebut yaitu kondisi jarak pandang
terbatas karena gelap, hujan lebat, terowongan, dan kabut.
6. Ketika mengendarai kendaraan bermotor harus menggunakan jalur jalan sebelah kiri. Jalur jalan sebelah kanan dapat
digunakan sesuai dengan pasal 108 ayat 2. Pada intinya jalur sebelah kanan dapat digunakan untuk mendahului
kendaraan lain pada kondisi yang diperbolehkan dan untuk berbelok ataupun mengubah arah kendaraan. Mendahului
kendaraan lain boleh menggunakan jalur kiri apabila dalam kondisi tertentu, yaitu saat lajur sebelah kanan atau paling
kanan dalam keadaan macet, antara lain akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pohon tumbang, jalan berlubang, genangan
air, Kendaraan mogok, antrean mengubah arah, atau Kendaraan bermaksud berbelok kiri.
7. Pengemudi kendaraan bermotor harus menaati batas kecepatan yang ada atau telah ditentukan. Kendaraan
bermotor tidak boleh melebihi batas kecepatan paling tinggi ataupun saling berbalap-balapan dengan kendaraan lain
di jalan.
8. Setiap kendaraan bermotor, selain dari pada kendaraan bermotor umum dalam trayek, maka dapat berhenti di setiap
jalan kecuali pada jalan yang terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan yang bergaris utuh, pada
tempat tertentu yang dapat membahayakan keamanan, keselamatan serta mengganggu Ketertiban dan Kelancaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau di jalan tol. Kendaraan bermotor umum disitu adalah kendaraan atau
angkutan yang memungut bayaran kepada penumpangnya. Tempat tertentu yang dapat membahayakan keamanan,
keselamatan, serta mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas diatas seperti tempat penyeberangan pejalan
kaki atau tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan, jalur khusus pejalan kaki, tikungan, di atas jembatan,
tempat yang mendekati perlintasan sebidang dan persimpangan, di muka pintu keluar masuk pekarangan, tempat
yang dapat menutupi rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas, atau yang berdekatan dengan keran
pemadam kebakaran atau sumber air untuk pemadam kebakaran.
9. Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut/miring menurut arah lalu lintas. Setiap
Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat
lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan. Dari ketentuan tersebut, yang dimaksud dengan
isyarat lain seperti lampu darurat dan senter. Sedangkan yang dimaksud dengan kkeadaan daruratk adalah kendaraan
dalam keadaan mogok, kecelakaan lalu lintas, dan mengganti ban.
10. Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin yang
diberikan. Parkir untuk umum adalah tempat untuk memarkir kendaraan dengan dipungut biaya. Penyelenggaraan
fasilitas parkir tersebut dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa
usaha khusus perparkiran atau penunjang usaha pokok. Pembangunan fasilitas parkir juga harus memperhatikan
rencana umum tata ruang, analisis dampak lalu lintas, kemudahan bagi pengguna jasa

Anda mungkin juga menyukai