Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

(1) Literasi Ekonomi


Literasi Ekonomi ini merupakan pengukuran pemahaman dasar siswa
mengenai ekonomi. Menurut Case & Fair (2005:2) “Ilmu ekonomi adalah studi
tentang bagaimana individu dan masyarakat menentukan pilihan penggunaan
sumber daya yang telah disediakan oleh alam dan generasi sebelumnya”. Seorang
konsumen dituntut untuk memiliki sikap rasional dalam berekonomi, untuk
memiliki sikap tersebut itu, konsumen harus memiliki kecerdasan dalam
pemahaman ekonomi/ literasi ekonomi, sehingga konsumen lebih cerdas dan
rasional dalam menentukan tindakan ekonominya. Konsumen dapat lebih rasional
dalam kegiatan ekonominya adalah sebagai bukti pengetahuan yang ia peroleh
mengeni dasar ekonomi. “Teori belajar behaviorisme yang dikembangkan oleh
Pavlov & Watson, Thorndike, Skinner berorientasi pada hasil yang dapat diukur
dan diamati, pengulangan dan pelatihan digunakan agar perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan” (Purwanto, 2014:90-100).
Hamalik (2010:30) mengatakan bahwa
“Hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. . .
Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan motoris. Unsur
Subjektif adalah unsur rohaniah sedangkan unsur motoris adalah
unsur jasmaniah. . . Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah
aspek: 1) pengetahuan; 2) penegrtian; 3) kebiasaan; 4)
keterampilan; 5) apresiasi; 6) emosional; 7) hubungan sosial; 8)
jasmani; 9) etis atau budi pekerti; 10) sikap
Siswa yang telah memahami literasi ekonomi dengan baik maka akan
menunjukkan perilaku ekonomi yang baik pula, sehingga literasi ekonomi dapat
membentuk perilaku siswa. Haryono (2012:3) dalam jurnalnya mengungkapkan
bahwa “Literasi ekonomi merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi
permasalahan ekonomi, dimana alternatif pemecahannya mempertimbangkan
benefit dan cost”. Mathews (dalam Sina, 2012:137) menjelaskan “Literasi
ekonomi sebagai kemampuan individu untuk mengenali dan menggunakan
konsep-konsep ekonomi dan cara berpikir ekonomi untuk memperbaiki dan
mendapatkan kesejahteraan”. Varum, dkk (2014:188) mengatakan bahwa

1
“Economic literacy consists of the set of knowledge and
competencies that permit the improvement of personal and social
decisions about various economic problems encountered in daily
life, whether as consumers, vendors, producers, investors, workers
or voters. An important component of economic literacy involves
knowledge of financial aspects or financial literacy….”
Siswa SMA yang belum memiliki literasi ekonomi yang baik mereka
cenderung berperilaku ekonomi yang jauh dari harapan ditandai dengan
melakukan tindakan ekonomi yang tidak didasarkan pertimbangan rasional yaitu
penerapan prinsip dan motif ekonomi dalam kegiatan konsumtif (Haryono,
2012:2). Literasi ekonomi juga penting bagi seorang individu seperti yang
disebutkan dalam APEC Guiedebook on Financial and Economic Literacy in
Basic Education

“…. as all individual’s actions are related to the economy, by


implication it is very important to study economics. Economics is
about making choices. By studying economics, people are
expected to make the right choices. People tend to associate
economics with money. This is because most economic activity is
measured in terms of the value of money. People sometimes forget
that economic activities require knowledge, attitudes and skills that
can be acquired through education in school, the family and the
community. Consumerism can be changed to productive behavior
through education….” (2014:125-126)
20 indikator menurut NCEE (Haryono, 2012:6) yang dikembangkan untuk
mengukur tingkat literasi ekonomi masyarakat yaitu:

1. Mampu menganalisis perubahan permintaan barang.


2. Mampu menjelaskan peran wirausaha.
3. Mampu menganalisis pengaruh tingkat bunga terhadap kecenderungan
menabung masyarakat.
4. Mampu menjelaskan pendapatan individu.
5. Mampu menjelaskan pendapatan nasional.
6. Mampu menganalisis perubahan penawaran dan perubahan permintaan.
7. Mampu menganalisis dampak kebijakan perdagangan internasional.
8. Mampu menganalisis dampak kebijakan pemerintah dalam penetapan
harga.
9. Mampu menjelaskan peranan pelaku ekonomi: produsen, konsumen dan
pemerintah dalam perekonomian.
10. Mampu menjelaskan manfaat dari perdagangan internasional.
11. Mampu menganalisis dampak perubahan permintaan/ penawaran terhadap
harga barang.
12. Mampu menjelaskan penggunaan sumberdaya yang terbatas.

2
13. Mampu menjelaskan peran pasar modal dalam perekonomian
14. Mampu menganalisis cost and benefit dari transaksi ekonomi
15. Mampu menganalisis cost and benefit dari pengambilan keputusan
16. Mampu menjelaskan peranan pemerintah dalam perekonomian.
17. Mampu menjelaskan anggaran pendapatan dan belanja Negara.
18. Mampu menganalisis dampak inflasi
19. Mampu menganalisis perkembangan industry.
20. Mampu menjelaskan fungsi uang
Pemahaman dasar ekonomi atau disebut literasi ekonomi yang bagus diharapkan
agar siswa memiliki perilaku ekonomi yang baik pula, dari sisi rasional dalam
berkonsumsi maupun dari sisi menabungnya. Siswa lebih memiliki keputusan
yang baik dan memiliki tingkat menyimpan uang untuk masa depan.

(2) Pendidikan Ekonomi dalam Keluarga


1. Peran Keluarga dalam Pendidikan
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama. Anak
pertama kali mengenal lingkungan sosial dan lingkungan emosional dalam
keluarga. Fuad Ihsan (2011:18) merupakan salah satu elemen pokok 
pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses naturalisasi
sosial,membentuk kepribadian-kepribadian serta memberi berbagai kebiasaan
baik padaanak-anak yang akan terus bertahan lama.. Sedangkan menurut
Kustiandi (2012:26) keluarga merupakan suatu sistem suatu kesatuan yang
dibentuk oleh bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Bentuk-
bentuk untuk mengembangkan disiplin diri anak dapat melalui penataan
lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan. Melalui
pendidikan dalam keluarga, orang tua dapat menanamkan nilai moral dasar,
sosial, ilmiah, ekonomi, dan nilai moral kebersihan dan keteraturan (Fuad
Ihsan:2011).
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan informal. Pendidikan
informal atau biasa juga disebut pendidikan keluarga merupakan keikutsertaan
orang tua untuk melakukan pendidikan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri. Pendidikan dalam keluarga harus dilalui seorang anak dalam rangka
proses penempa diri untuk menjadi manusia dewasa (Aditya, dkk: 2013)

3
Keberhasilan pendidikan dalam keluarga ketika anak berada dalam usia
dini, akan sangat mempengaruhi keberhasilan pada pendidikan jenjang
selanjutnya. Berbeda lagi apabila kurangnya kasih sayang atau perhatian keluarga
yaitu orang tua terhadap anak, hal tersebut akan menimbulkan kesukaran pada diri
anak, baik kesukaran dari segi emosional maupun dari segi perkembangan
intelektual anak (Nasrudidin dalam Aditya, dkk: 2013)
2. Pendidikan Ekonomi dalam Keluarga

Orang tua memiliki tugas yang penting dalam keluarga salah satunya
dalam pengembangan nilai-nilai ekonomi kepada anaknya. Nilai ekonomi yang
didapat dari keluarga memiliki pengaruh pada anak ketika dewasa nanti, terutama
juga berpengaruh kepada rasionalitas mereka saat berkonsumsi.

Meskipun pendidikan ekonomi dalam keluarga dinilai sangat penting akan


tetapi hal ini masih menjadi sesuatu yang rancu bagi orang tua, mereka kurang
menyadari pentingnya pendidikan ekonomi dalam keluarga bagi anak. Menurut
Wahyono (2001:124) sangat penting bagi keluarga untuk membentuk sikap dan
perilaku anak agar menjadi pelaku ekonomi yang baik dan hal tersebut
memerlukan perhatian yang khusus dari orang tua. Menurut Schaefer &
Digeronimo (dalam Wahyono, 2001:124) orang tua akan mengalami masalah
keuangan apabila anak tidak diajari dengan baik dan benar tentang pendidikan
ekonomi dalam keluarganya, hal tersebut karena anak tidak tau bagaimana uang
tersebut diperoleh, ditabung atau dibelanjakan. Anak juga perlu diajari bagaimana
upaya untuk mendapatkan uang sehingga anak mengerti dan lebih berhati-hati
dalam menggunakan uang. Pendidikan ekonomi juga bisa ditanamkan kepada
anak dengan membiasakan dan bersikap yang sehat terhadap uang karena
pendidikan pengelolaan uang, maka ada beberapa hal positif terkait dengan
membelanjakan, menabung, maupun menginvestasi uang dengan benar (Lermitte
& Merrit, 2004:xvii). Siswoyo (dalam Wulandari & Bagus, 2015:786)
mengatakan bahwa “Dengan pembiasaan, keteladanan dan penjelasan akan
membentuk pola sikap dan pola tindak sebagai wujud dari perilaku dalam
berkonsumsi”. Lermitte & Merrit (2004) juga menyatakan bahwa agar anak
pandai mengelola uang maka hal-hal berikut dapat diajarkan antara lain: 1)
Pengelolaan uang saku, 2) Kebiasaan menabung, 3) Menjadi konsumen yang

4
baik, 4) Cara membuat keputusan membeli yang bijaksana, 5) Membandingkan
antara harga dan kualitas, 6) Pengembangan semangat berwirausaha. Oleh karena
itu orang tua harus lebih intensif untuk menjadi tauladan bagi anak, didikan yang
baik mengenai ekonomi yang bersifat mendasar bagi anak perlu diterapkan.
Komunikasi yang intens dari orang tua serta upaya dan ajaran yang diberikan oleh
orang tua sangat berguna bagi pendidikan ekonomi anak dikeluarga.

Selain itu pendidikan ekonomi yang dapat dilakukan orang tua salah
satunya mengenai Pemberian dan pembelajaran tentang uang saku kepada anak.
Dengan secara teratur memberikan uang saku yang sedang jumlahnya kepada
anak-anak, orang tua mencapai tiga tujuan sekaligus yaitu: “a) Mereka mengenal
legitimasi kebutuhan keuangan anak-anak, b) Mereka mengembangkan suatu
perasaan tanggung jawab dan pengambilan keputusan, c) Mereka mengajarkan
nilai uang”. Menurur Sani (2015) Indikator dalam Pendidikan Ekonomi Keluarga
adalah: 1. Pemberian contoh nyata dalam aktivitas produktif yang efektif 2.
Pemberian contoh nyata dalam aktifitas ekonomi yang sesuai dengan
kebutuhannya 3. Pemberian penjelasan aktivitas produktif dan ketelitian dalam
pemanfaatan uang 4. Pembiasaan untuk rajin menabung 5. Pembiasaan untuk
berhemat

Sistem pemberian uang saku juga mampu meningkatkan kemampuan


mengelola keuangan anak. Bahwa keterlibatan orang tua dalam pemberian uang
saku kepada anak akan mempengaruhi kemampuan moneter anak dan perilaku
anak itu sendiri.Orang tua hendaknya juga menjadi teladan bagi anak dengan
memberikan contoh aktivitas nyata bagi anak sehingga anak mampu mengambil
pelajaran dari lingkungan keluarganya. Lingkungan keluarga harus mendukung
bagi pertumbuhan anak, kadangkala orang tua lalai dalam mengajarkan kepada
anaknya dan sepenuhnya menyerahkan urusan anak kepada lembaga
pembelajaran formal. Hal tersebut mengakibatkan orang tua hanya cenderung
memberikan anak uang tanpa melakukan pengawasan yang lebih lanjut. Tindakan
tersebut tidak mencerminkan pengajaran yang baik kepada anak, dampaknya
adalah anak menjadi konsumtif karena anak cenderung berkonsumsi sesuai
dengan keinginannya bukan pada kebutuhannya. Orang tua juga harus memberi
contoh bagi anak agar anak mampu melihat mana yang menjadi kebutuhan yang

5
seharusnya diprioritaskan dan mana yang bukan. Nilai-nilai yang ditanamkan
orang tua diharapkan memberikan dampak bagi sikap dan perilaku anak agar
kelak dewasa menjadi pribadi yang memiliki perilaku ekonomi yang baik
sehingga mampu memutuskan pilihan yang sesuai dengan kebutuhannya.

(3) Gaya Hidup

Gaya hidup adalah konsepsi sederhana yang mencerminkan nilai


konsumen (Engel dkk, 2012:383). Menurut Solomon (dalam Suryani, 2013:56)
gaya hidup merupakan pola konsumsi yang merefleksikan pilihan individu dalam
hal bagaimana mereka menghabiskan uang dan waktunya. Gaya hidup
mempengaruhi perilaku seseorang dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan
konsumsi seseorang (Brotoharsojo dkk, 2005:83).

Selanjutnya menurut Wahyono (2001) gaya hidup secara luas


didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana seseorang
menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam
lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka
sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). A. Jenis aktivits ekonomi yang
banyak menyita waktu dalam kehidupan sehari-hari B. Motif atribut yang
mendasari aktivitas ekonomi C. Masalah ekonomi yang paling banyak diminati
dalam kehidupan sehari-hari D. Motif atribut yang mendasari minat atasmasalah
sosial ekonomi E. Opini terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya

Motif atribut yang mendasari opini terhadap diri sendiri dan lingkungan
sekitarnya. Menurut Loundon dan Bitta (dalam Wahyono, 2001:201) secara lebih
sistematis memandang gaya hidup sebagai suatu pola unik kehidupan yang
mempengaruhi perilaku konsumsi dan direfleksikan oleh perilaku konsumtif
seseorang. Seseorang yang memiliki gaya hidup yang tinggi akan berpengaruh
pada perilaku konsumsi dan direfleksikan oleh perilaku konsumtif seseorang.
Seseorang yang memiliki gaya hidup yang tinggi akan berpengaruh pada perilaku
konsumsi yang tinggi yang mengarah pada perilaku konsumtif. Karakteristik dari
individu yang memiliki gaya hidup tinggi menurut Swastha (dalam Saputri, 2014)
adalah suka mencari perhatian, cenderung impulsif, kurang rasional, cenderung
follower dan mudah dipengaruhi.

6
Konsepsi gaya hidup dalam ekonomi lebih diarahkan untuk memahami
manusia sebagai pelaku ekonomi dan peranannya sebagai konsumen. Dari
perspektif ekonomi, gaya hidup menunjukkan pada bagaimana sesorang
mengalokasikan pendapatannya, dan memilih produk maupun jasa dan berbagai
pilihan lainnya ketika memilih alternatif dalam satu kategori jenis produk yang
ada. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang
berinteraksi dengan lingkungan (Setiadi, 2003:12).

Dalam psikologi gaya hidup dipandang sebagai bagian dari kepribadian


seseorang, sedangkan dalam ekonomi gaya hidup dimaknai sebagai sesuatu yang
berada diluar kepribadian, bersifat dinamis, komprehensif dan mudah diamati
(Wahyono, 2001:94). Menurut Sumarwan (2011:45) gaya hidup seseorang
biasanya dinamis, seseorang mungkin dengan cepat mengganti model dan merek
pakaiannya karena menyesuaikan dengan perubahan hidupnya. Terjadinya
perubahan gaya hidup dari generasi ke generasi karena adanya perubahan sosial di
masyarakat dan lingkungan yang berubah.

Gaya hidup yang senantiasa mengalami perubahan ini juga sejalan dengan
perubahan budaya yang berkembang dalam masyarakat di zaman modern ini.
Perubahan yang demikian ini lebih sering terjadi pada Negara-negara berkembang
untuk meniru gaya hidup masyarakat di Negara maju, seperti halnya gaya
berpenampilan yang selalu mengikuti mode yang uptodate. Konsumen yang
memiliki gaya hidup yang sama akan mengelompok dengan sendirinya ke dalam
satu kelompok berdasarkan minatnya dalam menggunakan waktu senggang dan
membelanjakan uangnya.

Munculnya café-café di kota-kota besar di Indonesia seperti Hardrock,


Starbucks, Excelso, Kopi O’, J-Co dan café-café lain yang semakin meluas tidak
terlepas dari munculnya gaya hidup yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Menurut Sugarda (dalam Samanta, 2011: 16), mengemukakan bahwa fenomena
baru tentang gaya hidup dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Globalisasi
2. Menjamurnya media massa khususnya TV dengan segala atribut gaya hidup
yang ditampilkan

7
3. Perkembangan mode
4. Peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat kota yang diiringi dengan
membesarnya segmen menengah
5. Munculnya generasi muda suskes orde baru yang membentuk gaya hidup
sendiri. Menjamurnya Mall, pasar swalayan, fast food, perangkat hiburan,
ATM, kartu kredit, telepon genggam, note book.
6. Majunya merk prestisius, meupakan atribut gaya hidup baru, gaya hidup masa
kini
7. Nilai-nilai baru dan kebiasaan konsumen yang baru.

Untuk mengetahui gaya hidup konsumen dapat digunakan pengukuran


psikografik. Psikografik adalah suatu instrument untuk mengukur gaya hidup,
yang memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis
data yang sangat besar (Sumarwan, 2011:46). Psikografik ini berisi pertanyaan-
pertanyaan yang umumnya dipakai dalam mengungkapkan aktivitas (A =
activities), minat (I = interest) dan opini (O = opinion), sehingga sering
diistilahkan AIO statement (Suryani, 2013).

Variabel-variabel gaya hidup dijabarkan dengan pertanyaan yang


digunakan untuk mengungkapkan aktivitas, menanyakan apa yang dilakukan
konsumen, apa yang dibeli konsumen dan bagaimana konsumen menghabiskan
waktunya, untuk pertanyaan minat menanyakan preferensi dan prioritas
konsumen. Serta untuk pertanyaan opini menanyakan pandangan dan perasaan
konsumen mengenai berbagai topik kejadian-kejadian yang berlangsung di
lingkungan sekitar, baik lokal maupun internasional.

Josep Plumer (dalam Suryani, 2013: 74) menyatakan bahwa segmentasi


gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas individu dalam:

1. Menggunakan waktu yang dimiliki.


2. Minat dan penentuan skala prioritas dalam kehidupan.
3. Pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Karakter-karakter dasar seperti daur kehidupan, penghasilan, pendidikan, dan
tempat tinggal.

8
Beberapa sub-variabel dari ketiga variabel yaitu aktivitas, minat, dan opini
disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Variabel untuk Mengukur Aktivitas, Minat, dan Opini

Aktivitas Minat Opini


Pekerjaan Keluarga Relasi Pribadi
Hobi Rumah Isu-isu Sosial
Kegiatan Sosial Pekerjaan Politik
Liburan Masyarakat Bisnis
Hiburan Rekreasi Ekonomi
Keanggotaan Klub Mode Pendidikan
Masyarakat Makanan Produk
Belanja Media Masa Depan
Olahraga Pencapaian Budaya
Sumber: Engel dkk, 2012:386

(4) Perilaku Konsumsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian konsumsi adalah


pemakaian barang hasil produksi yang langsung memenuhi keperluan hidup
manusia. Rosyidi (dalam Afiati) mendefinisikan konsumsi sebagai penggunaan
barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi.
Indiktor yang menentukan tingkat konsumsi menurut Prasetyo (2013)
adalah 1) Pemenuhan kebutuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan2)Penerapan
prinsip ekonomi 3)Motif ekonomi 4) Konsumsi harian 5) Frekuensi ke Mall 6)
Keterkaitan dengan iklan 7) Keinginan menabung. Konsumsi saat ini sangat
dipengaruhi oleh pendapatan disposable saat ini (Keynes dalam Ridwan, 2007:8).
Pendapatan Disposabel menurut Supriyanto (2009:40) adalah jenis pendapatan
yang siap untuk dimanfaatkan, yang diperoleh dari personal income setelah
dikurangi dengan pajak langsung. Pendapatan disposable yang diterima rumah
tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung.
Supriyanto (2009:72) menyatakan bahwa “konsumsi seseorang berbanding
lurus dengan pendapatannya”. Hal ini berarti semakin besar pendapatan, semakin
besar pula pengeluaran konsumsinya. Perilaku tabungan juga dipengaruhi oleh
faktor pendapatan. Dengan demikian maka, jika pendapatan bertambah, baik
konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah.

9
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Keynes (dalam Sukirno, 2005:97)
yang berpendapat bahwa faktor utama yang menentukan konsumsi rumah tangga
adalah pendapatannya (Yd= C+S). Ketika pendapatan seseorang berada di tingkat
yang paling rendah, konsumsinya akan melebihi pendapatan dan konsumsi yang
melebihi pendapatan itu akan dibiayai dengan tabungan yang dilakukan pada
masa lalu. Pada saat pendapatan tinggi, tidak semua pendapatannya digunakan
untuk konsumsi namun sebagian digunakan untuk ditabung.
Menurut ekonom besar yang hidup di Abad 18, Ando Brumberg dan
Modigliani faktor sosial ekonomi seseorang sangat mempengaruhi pola konsumsi
orang tersebut (Supriyanto, 2009:77). Dornbusch dkk (2008:194) juga
menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan lebih tinggi akan mengkonsumsi
lebih banyak dari keluarga dengan pendapatan rendah, dan Negara dengan
pendapatan tinggi umumnya memiliki tingkat total konsumsi yang tinggi pula.
Setiap perilaku individu selalu disebabkan oleh suatu keinginan tertentu
yang disebut dengan motivasi. Motivasi merupakan dorongan jiwa untuk
melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi atau mendapatkan sesuatu yang
diharapkan atau diinginkannya (Ferrinadewi, 2008:11). Wells & Prensky (dalam
Ferrinadewi, 2008:13) mendefinisikan motivasi sebagai proses dimana individu
mengenal kebutuhannya dan mengambil tindakan untuk memuaskan kebutuhan
tersebut. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang
memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai (Engel
dkk, 2012:283)
Mc Guire (dalam Ferrinadewi, 2008:28) membagi motivasi menjadi dua
kelompok besar yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal.

1) Motivasi Internal
a. Kebutuhan akan konsistensi
Manusia secara umum memiliki keinginan adanya konsistensi dengan
manusia lainnya. Termasuk dalam bagian ini adalah sikap, perilaku, opini,
citra diri dan lainnya.
b. Kebutuhan akan atribut penyebab
Motivasi untuk mendapatkan kejelasan siapa dan apa penyebab dari suatu
peristiwa yang menimpanya. Hal ini terjadi ketika konsumen tidak

10
menghiraukan perkataan tenaga penjualan karena konsumen meyakini
bahwa semua perkataan tenaga penjualan semata-mata didorong oleh
keinginannya untuk menjual produk bukan karena upaya untuk
memberikan solusi kepada konsumen.
c. Kebutuhan akan kategorisasi
Manusia memiliki kebutuhan untuk dapat melakukan penggolongan dan
mengatur informasi atau pengalaman dalam bentuk yang lebih bermakna
baginya. Motif inilah yang menimbulkan kesan dalam benak konsumen
bahwa ketika harga disajikan dalam angka Sembilan maka konsumen akan
menggolongkan harga produk tersebut murah.
d. Kebutuhan akan simbolisasi
Konsumen memiliki kebutuhan untuk mendapatkan simbol yang mampu
menggambarkan apa yang dirasakan dan diketahuinya.
e. Kebutuhan akan sesuatu yang baru
Beberapa konsumen seperti memiliki kebutuhan untuk mencari variasi dan
perbedaan dari yang biasanya ada. Inilah yang seringkali menjadi
penyebab utama terjadinya perpindahan merek dan pembelian impulsif.
Biasanya kebutuhan ini muncul setelah konsumen berada dalam kondisi
yang relatif stabil dalam jangka waktu yang lama.
2) Motivasi eksternal
a. Kebutuhan mengekspresikan diri
Manusia memiliki kecenderungan untuk menunjukkan siapa dirinya
kepada sesamanya. Umumnya diekspresikan melalui tindakan pembelian
dan konsumsi produk yang memiliki kemampuan menciptakan simbol
sesuai dengan simbol kepribadian yang ingin diekspresikan.
b. Kebutuhan untuk asertif
Kebutuhan asertif menggambarkan kebutuhan konsumen untuk terlibat
dalam sebuah aktivitas yang akan meningkatkan rasa percaya dirinya di
mata orang lain. Individu yang memiliki kebutuhan tinggi dalam hal ini
akan dengan mudahnya melakukan complain ketika mendapati sesuatu
yang tidak sesuai dengan harapannya.
c. Kebutuhan pertahanan ego

11
Kebutuhan konsumen untuk mempertahankan egonya. Sudah menjadi sifat
alami manusia, ketika egonya terancam maka secara otomatis akan
muncul tindakan-tindakan defensive baik dalam sikap maupun dalam
perilakunya.
d. Kebutuhan untuk berprestasi
Manusia seringkali akan terdorong untuk melakukan tindakan tertentu
karena adanya penghargaan. Seringkali konsumen membeli produk
tertentu dengan harapan mendapatkan penghargaan atas tindakannya
tersebut. Kebutuhan ini memiliki kemiripan dengan kebutuhan untuk
mengekspresikan diri namun dalam lingkup sosial yang lebih luas.
e. Kebutuhan untuk afiliasi
Manusia memiliki kebutuhan untuk berkumpul dan membentuk hubungan
yang mutual serta saling memuaskan satu sama lain. Kebutuhan ini
seringkali dinyatakan dalam bentuk kebutuhan untuk diterima dan berbagi
dengan orang lain.
f. Kebutuhan untuk meniru
Konsumen terkadang juga memiliki kebutuhan untuk bertindak atas dasar
perilaku orang lain seperti seorang anak kecil yang meniru tindakan orang
dewasa. Kebutuhan ini menggambarkan bahwa manusia senantiasa
berusaha mendapatkan perasaan diterima oleh kelompok referensinya.
a. Faktor-faktor yang Mempengruhi Perilaku Konsumen

Sebuah pertimbangan untuk memutuskan membeli suatu barang sangat


diperlukan oleh seorang konsumen. Konsumen akan memutuskan membeli suatu
barang berdasarkan banyak faktor. Pride & Ferrel (dalam Soediharto, 2001:9)
mengelompokkan faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam tiga
kelompok yaitu faktor pribadi, faktor psikologis, dan faktor sosial.

1) Faktor pribadi

Faktor pribadi adalah faktor yang unik untuk orang tertentu. Keputusan
pembelian oleh seorang konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Faktor pribadi dikategorikan menjadi faktor demografi, faktor situasional, dan
tingkat keterlibatan

12
a. Faktor demografi
Faktor demografi adalah ciri-ciri individual seperti jenis kelamin, umur,
pendapatan, daur hidup keluarga, dan pekerjaan.
b. Faktor situasional
Faktor situasional adalah kondisi eksternal yang ada ketika konsumen
membuat keputusan pembelian. Seringkali seorang konsumen terlibat
dalam keputusan pembelian sebagai akibat dari situasi yang tidak
diperkirakan sebelumnya.
c. Faktor tingkat keterlibatan
Proses pengambilan keputusan yang digunakan konsumen ketika
melakukan pembelian bervariasi. Keterlibatan konsumen pada produk
menunjukkan bahwa bagaimana sebelum mengambil keputusan untuk
membeli suatu produk konsumen mempertimbangkannya. Apabila
konsumen benar-benar mempertimbangakan sebelum mengambil
keputusan untuk membeli suatu produk maka konsumen mempunyai
keterlibatan yang tinggi dan sebaliknya.
2) Faktor psikologis

Factor psikologis yang bekerja di dalam diri para individu sebagian


menetapkan perilaku umum orang tersebut dan dengan demikian mempengaruhi
perilakunya sebagai konsumen. Faktor-faktor psikologis yang mendasari perilaku
konsumen adalah motivasi, persepsi, sikap, kemampuan dan pengetahuan, dan
kepribadian.

a. Motivasi
Motif bukanlah hal yang dapat diamati tetapi hal yang dapat disimpulkan
adanya karena sesuatu yang dapat disaksikan. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang didorong oleh kekuatan dalam diri orang itu.
Kekuatan pendorong inilah yang disebut dengan motif.
b. Persepsi
Persepsi adalah proses bagaimana seseorang memilih, mengorganisasi,
dan menginterpretasi informasi untuk menciptakan gambaran yang
memiliki arti.
c. Sikap

13
Sikap merujuk pada pengetahuan dan perasaan positif atau negatif
terhadap sebuah obyek atau kegiatan tertentu. Konsumen yang memiliki
sikap yang negatif terhadap praktek pemasaran perusahaan mungkin tidak
hanya menghentikan membeli dan menggunakan produk perusahaan itu,
tetapi juga mendorong orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama.
d. Kemampuan dan pengetahuan (Pembelajaran)
Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda. Kemampuan adalah
kesanggupan dan efisiensi dalam melakukan tugas-tugas tertentu.
Kemampuan yang diamati pemasar adalah belajar. Pembelajaran
merupakan perubahan perilaku seseorang karena informasi dan
pengalaman. Hasil perilaku sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajaran. Perilaku yang menghasilkan sesuatu yang memuaskan
cenderung diulang lagi.
e. Kepribadian
Kepribadian adalah semua ciri internal dan perilaku yang membuat
seseorang rumit. Kepribadian seseorang berasal dari keturunan dan
pengalaman pribadi.
3) Faktor sosial

Manusia hidup di tengah-tengah masyarakat maka dalam hidupnya akan


dipengaruhi oleh masyarakat dimana orang tersebut hidup. Dengan demikian
perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh masyarakat atau sosial yang
melingkarinya. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen
antara lain keluarga, kelompok referensi, kelas sosial, dan budaya.

a. Keluarga
Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, keluarga mempunyai
pengaruh langsung dengan keputusan pembelian konsumen. Setiap
anggota keluarga mempunyai kebutuhan, keinginan, dan selera yang
berbeda dan setiap anggota keluarga mempunyai peranan yang berbeda
dalam pengambilan keputusan pembelian.
b. Kelompok referensi
Kebanyakan referensi dapat berfungsi sebagai perbandingan dari sumber
informasi bagi seseorang. Perilaku anggota kelompok referensi untuk

14
membeli merek tertentu dapat dipegaruhi oleh kelompok referensi. Sampai
sejauh mana seseorang terpengaruh oleh kelompok referensi sangat
tergantung pada sejauh mana seseorang terlibat dalam kelompok.
c. Kelas sosial
Dalam suatu masyarakat orang-orang dapat dibedakan sesuai dengan
kedudukannya (statusnya). Ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Perbedaan ini menghasilkan kelas sosial yaitu perbedaan masyarakat
dalam kelas-kelas secara bertingkat ada kelas tinggi dan ada kelas yang
lebih rendah. Dasar perbedaannya bermacam-macam, ada yang didasarkan
pada kekayaan, keturunan, pekerjaan atau yang lainnya.
d. Budaya
Seluruh pengaruh kelompok sosial pada perilaku konsumsi seorang
konsumen diawali dari kebudayaan tempat konsumen tinggal. Budaya
mempengaruhi bagaimana seorang membeli dan menggunakan produk
serta kepuasan orang tersebut terhadap suatu produk. Budaya dapat dibagi
menjadi sub budaya sesuai dengan wilayah geografis, ciri-ciri yang
dimiliki oleh masyarakat tertentu atau etnik.

15
DAFTAR RUJUKAN

Aditya, I Gede, dkk. 2013. Pengaruh partisipasi orang tua dalam mendidik di
lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa. (Online)
(http://ejournal.undiksha.ac.id) diakses pada 17 Oktober 2017
Afiati, B. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Kelompok Teman
Sebaya terhadap Perilaku Konsumsi Siswa Kelas XI IPS MAN Sidoarjo,
(Online), (http://www.scribd.com/doc/237640274/PENGARUH-
STATUS-SOSIAL-EKONOMI-ORANG-TUA-DAN-KELOMPOK-
TEMAN-SEBAYA-TERHADAP-PERILAKU-KONSUMSI-SISWA-
KELAS-XI-IPS-MAN-SIDOARJO) diakses 17 Oktober 2017
APEC. 2014. APEC Guidebook on Financial and Economic Literacy in Basic
Education. (Wang Yan, Ed). National Institute of Education Science of
China.
Brotoharsojo, Hartanto dkk. 2005. Psikologi Ekonomi & Konsumen. Bogor:
Bagian Psikologi Universitas Indonesia
Case, Carl E., Ray C. Fair. Tanpa Tahun. Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro.
Terjemahan Berlian Muhammad. 2005. Jakarta: PT Indeks kelompok
GRAMEDIA. Alih bahasa Berlian Muhammad
Dornbusch, R., Fischer, S., Startz, R. tanpa Tahun. Makroekonomi (edisi 10).
Terjemahan Mizarudin, R.I. 2008. Jakarta: PT Media Global Edukasi
Engel James. F, Roger D. Blackwell, Paul W. Miniard 2012. Perilaku Konsumen.
Jakarta : Binarupa Aksara
Ferrinadewi, E. 2008. Merek & Psikologi Konsumen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Furnham, Adrian. 1999. Economic Socialization: A study of adult’s
perceptionsand uses of allowance (pocket money) to educate children.
British Journal of Developmental Psychology, (Online), 17: 585-604,
(http://www.perpusnas.go.id), diakses 18 Oktober 2017
Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Haryono, Agung. 2012. Pengembangan Model-Model Pembelajaran Berbasis
Economic Literacy Siswa SMA. Jurnal Penelitian Pendidikan. 1.
(Online): 1-11, (http://jpk.lemlit.um.ac.id), diakses pada 17 Oktober 2017

16
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Ihsan, Fuad. 2011. Dasar-dasar Kependidikan Komponen MKDK. Jakarta: Rineka
Cipta
Kanserina, Dias. 2015. Pengaruh Literasi Ekonomi dan Gaya Hidup terhadap
Perilaku Konsumtif Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi Undiksha
2015. Jurnal Pendidikan Ekonomi, 5 (1). (Online),
(http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPE/article/download/5213/3943
) diakses 15 Oktober 2017
Kustiandi, Januar. 2012. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
ekonomi siswa SMA Negeri se Kota Malang. Tesis yang tidak diterbitkan.
UM
Lermitte, Paul. W., Jennifer Merrite. 2004. Agar Anak Pandai Mengelola Uang.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Prasetyo, R.A. 2013. Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Literasi Ekonomi, dan
Modernitas Siswa terhadap Pola Konsumsi Siswa Kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Talun-Blitar. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FE UM.
Purwanto, Ngalim. 2014. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset
Ridwan, W.A. 2007. Teori Makroekonomi, (Online),
(https://adypato.files.wordpress.com/2010/04/ekonomi-makro.pdf) diakses
19 Oktober 2017
Sani, Mutiara. 2015. Pengaruh pembelajaran ekonomi di sekolah dan pendidikan
ekonomi dalam keluarga terhadap rasionalitas berkonsumsi siswa kelas
XI IIS SMAN 2 Malang tahun ajaran 2014/2015. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Samanta, Aji Eko.2011. Pengaruh Modernitas Individu, Keyakinan Diri (self
efficacy) dan Melek Ekonomi (Economic Literacy) terhadap Gaya Hidup
Siswa Kelas XI IPS di SMA Islam Kepanjen. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Saputri, Desi. 2014. Gaya Hidup Remaja di SMA 2 Tambang Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar. Jurnal Online, (Online), 01 (01): 5,

17
(jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/download/2348/2990), diakses
17 Oktober 2017.
Selang, Rustam AR. 2014. Pengaruh Gaya Hidup dan Intensitas Belajar Ekonomi
terhadap Rasionalitas Berkonsumsi Siswa yang dimediasi oleh Hasil
Belajar Ekonomi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Setiadi, J. Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada
Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen Edisi Revisi. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Shohibullana, Imam Hoyri. 2014. Kontrol Diri dan Perilaku Konsumtif pada
Siswa SMA (Ditinjau dari Lokasi Sekolah). Jurnal Online Psikologi,
(Online), 02 (01): 47, (http://ejournal.umm.ac.id), diakses 15 Oktober
2017.
Sina, Peter Garlans. 2012. Analisis Literasi Ekonomi. Jurnal Ekonomia, (Online),
8 (2): 135-143, (http://journal.uny.ac.id) diakses 15 Oktober 2017
Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.
Suryani, Tatik. 2013. Perilaku Konsumen di Era Internet. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Supriyanto. 2009. Pengantar Ekonomi Makro. Malng: FE UM
Sukirno, S. 2005. Makroekonomi Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Soediharto, T. 2001. Perilaku Konsumen. Malang: FE UM.
Varum, Celeste., E. Santos., V. Afrexio. 2014. Recent Trends and New Evidence
in Economics Literacy Among Adults. Journal of Economic and
Economic Education Reasearch, (online), 15 (2): 187-205,
(http://www.alliedacademies.org/articles/recent-trends-and-new-evidence-
in-economics-literacy-among-adulits.pdf) diakses 15 Oktober 2017
Wahyono, Hari. 2001. Pengaruh Perilaku Ekonomi Kepala Keluarga terhadap
Intensitas Pendidikan Ekonomi di Lingkungan Keluarga. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Wulandari, Dwi., Bagus Shandy N. 2015. Pengaruh Pendidikan Ekonomi dalam
Keluarga terhadap Perilaku Konsumsi Mahasiswa. Universitas Negeri

18
Malang: Prosiding Seminar Nasional 785-788. (Online)
(http://eprint.uny.ac.id) diakses 18 Oktober 2017

19

Anda mungkin juga menyukai