DAFTAR ISI
PENDAHULUAN II-i
Kegiatan Belajar ke-4; Bangunan Utama Sistem Irigasi
2.1 Saluran irigasi II-1
2.2 Dimensi Saluran Irigasi II-7
2.3 Bangunan Utama Irigasi II-9
2.4 Jenis Bangunan Utama Irigasi II-10
2.5 Bendung II-11
2.6 Lokasi Bendung II-16
2.7 Mercu II
RANGKUMAN II-27
DAFTAR PUSTAKA II-31
i
PENDAHULUAN
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mampu mengaplikasikan pembelajaran terkini terkait peranan irigasi
dalam bidang Irigasi dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran inovatif
dan kreatif
ii
URAIAN MATERI
1.1 Saluran Irigasi
Saluran Irigasi berawal dari intake sampai badan air yang dipakai untuk menerima air
yang sudah atau bekas dipakai dan kelebihan air yang ada pada daerah irigasi. Umumnya
pengaliran air irigasi menggunakan saluran terbuka yang mempunyai permukaan air bebas. Cara
pengaliran ini digolongkan sebagai sistem gravitasi, dimana air mengalir karena ada perbedaan
tinggi permukaan air antara kedua ujung saluran. Menurut fungsinya saluran irigasi dapat
dibedakan:
1. Saluran Pembawa
Saluran ini dimulai dari bangunan penangkap air atau intake pada bangunan
bendung yang mengalirkan air untuk diberikan kedaerah pertanian. Pada awal saluran,
dimensi saluran masih besar karena harus membawa seluruh air untuk kebutuhan seluruh
daerah irigasi, kemudian saluran ini pecah terbagi menjadi dua atau tiga saluran yang
lebih kecil. Seterusnya saluran-saluran cabang ini pecah lagi menjadi dua atau tiga yang
lebih kecil sesuai debit yang dialirkan dan terus ke petak tanah yang diairi (sawah).
2. Saluran Pembuang
Saluran ini dimulai dari saluran nyang paling kecil., langsung menerima air sisa dari
lahan irigasi, disalurkan dan bertemu dengan saluran lain yang sama karakteristiknya
membentuk saluran yang lebih besar , dan seterusnya saluran terakhir akan masuk ke
sungai atau pembuang terakhir. Pelayanan satu daerah irigasi yang luasnya sama,
dimensi saluran pembuang lebih besar dari pada dimensi saluran pembawa, karena
saluran pembuang disamping membuang debit sisa irigasi, juga harus mengalirkan debit
yang timbul dari prespitasi keluar daerah irigasi. Kecepatan aliran pada saluran irigasi
direncanakan sedemikian rupa sehingga kecepatan maksimum yang terjadi tidak sampai
menimbulkan gerusan pada saluran, dan kecepatan minimum yang terjadi juga tidak
sampai menimbulkan sedimentasi pada saluran serta tidak memberi kesempatan
tumbuhnya tumbuh-tumbuhan Akuatik. Untuk itu biasanya diatur dengan
menyesuaikan dimensi penampang dan kemiringan dasar saluran. Saluran pembawa
selalu di tempatkan pada posisi tertinggi dari daerah yang akan diairi agar seluruh lahan
dapat diairi, sedang saluran pembuang ditempatkan pada posisi yang paling rendah agar
I-3
bisa menerima seluruh air yang sudah terpakai. Dapat dilihat pada gambar berikut
Macam saluran pembawa irigasi dapat dibedakan berdasarkan posisi dan arah
mengalir dari saluran adalah :
1. Saluran punggung
Posisi saluran irigasi mengalirkan air pada punggung medan dengan kemiringan
mengarah kearah kontur yang lebih rendah. Saluran punggung umumnya merupakan
pencabangan dari saluran garis tinggi.
2. Saluran mengalir ke samping
Posisi saluran ini menyerong dari punggung, akan tetapi tidak mengikuti garis tinggi
ataupuan searah dengan garis tinggi.
Gambar 1.2.
Posisi Saluran
Pembawa dan
Saluran
I-4
Pembuang
Apabila saluran garis tinggi putus maka akan sangat sulit untuk membangun kembali,
sebab lokasinya berada di atas kaki gunung. Kemungkinan lain untuk mendapatkan air kembali,
dengan menyambung saluran dengan menggunakan bangunan bantu berupa talang swperti yang
pernah dilakukan pada Saluran Talun ketika mengalami longsor pada tahun tujuh puluhan.
Saluran tersebut masih bisa disambung dengan menggunakan talang beton
Air pematusan dari atas tidak boleh masuk ke dalam saluran irigasi karena air pematusan
membawa sampah dan sedimen yang jumlahnya cukup besar. Air ini dialirkan kesaluran
pematusan yang bisanya disebut Saluran Keliling atau saluran sabuk yang menyertai saluran
garis tinggi dan ditempatkan pada sisi kearah atas tebing.
I-6
Gambar 1.5 Pelimpah Samping pada Saluran Garis Tinggi
Saluran sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan ditempatkan pada sisi kearah atas
tebing. Saluran keliling ini tidak boleh mengikuti terus saluran garis tinggi karena kalau terlalu
panjang debit yang ada akan bertambah dan melimpah masuk kesaluran garis tinggi. Dengan
menggunakan talang kecil dari beton bertulang, air dari saluran keliling dibuang keluar tebing.
Menjaga agar tidak terjadi limpahan air diatas tanggul luar saluran garis tinggi maka setiap jarak
200 m, harus dibuat pelimpah samping untuk mengembalikan debit yang melalui saluran
kembali pada debit rencana sesuai kemampuan saluran.
I-7
Pada beberapa kondisi kemungkinan posisi permukaan air irigasi akan berada diatas
permukaan tanah setempat, namun dasar saluran berada pada elevasi dibawah permukaan tanah.
Hal ini dikatakan saluran punggung sebagian di atas galian dan sebagian dalam galian
Menyeimbangkan antara tingginya timbunan dan galian pada suatu alur saluran
maka pada pososi tertentu diperlukan bangunan terjun (drop structure) dimana pada
lokasi ini merupakan tempat peralihan dari kondisi timbunan ke posisi galian
Q= V. A
Keterangan:
Q = Debit saluran (m3/dt)
V = Kecepatan air rata-rata di saluran (m/dt)
Rumus- rumus lain yang digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan aliran pada aliran
terbuka adalah:
Rumus Manning :
I-9
Di mana:
- v = kecepatan aliran (m/dt)
- n = angka kekasaran manning (1/K), K = koefisien Strickler
- R = jari-jari hidrolis (A/P) (m)
- A = luas penampang saluran (m2)
- P = keliling basah saluran (m)
- I = kemiringan saluran
Koefisien kekasaran Strickler (K) yang dianjurkan pemakaiannya adalah:
Pasangan batu : 60
Pasangan beton : 70
Pasangan tanah : 35-45
Untuk potongan melintang dengan kombinasi berbagai macam bahan pasangan,
kekasaran masing-masing permukaan akan berbeda-beda (bervariasi).
Tabel 1.2. Harga Koefisien Strickler (K) untuk Saluran Irigasi Tanah
DEBIT RENCANA (m3/dt) HARGA K
Q > 10 45
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40
Q < 1 dan saluran tersier 35
I-11
pintu yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau pilar. Konstruksi seperti ini
dimaksudkan agar daun pintu lebih ringan untuk diangkat dengan menggunakan
kabel atau rantai. Alat penggerak pintu dapat dapat pula dilakukan secara hidrolik
dengan peralatan pendorong dan penarik mekanik yang tertanam pada tembok
sayap atau pilar.
3. Bendung Karet (Bendung Gerak Horizontal)
Bendung karet memiliki dua bagian pokok, yaitu :
a. Tubuh bendung yang terbuat dari karet
b. Fondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet, serta
dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan (mesin) untuk
mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet. Bendung ini
berfungsi meninggikan muka air dengan cara mengembungkan tubuh bendung
dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh bendung yang
terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara
atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara
atau air (manometer).
I-12
(meander), dan lokasi bendung ditetapkan pada daerah tersebut, karena dari beberapa
pertimbangan menunjukkan bahwa lokasi tersebut adalah yang paling menguntungkan.
Dalam kondisi demikian mungkin perlu dipertimbangkan untuk membuat bendung
pada pelurusan sungai (coupure) yang memberikan keuntungan antara lain tidak perlu
membuat saluran pengelak dan dapat dilaksanakan pada setiap musim.
I-13
Gambar 1.10 Tata letak tipe-tipe bangunan utama
Tinggi bendung adalah selisih tinggi antara elevasi mercu dengan elevasi dasar sungai
setempat. Jadi tinggi bendung , lihat Gambar 2.3 ; p = el. mercu - el. dasar sungai. Dalam hal ini
belum ada ketentuan yang tegas tentang batas harga p. Tetapi secara empiris, ditinjau dari segi
stabilitas tubuh bendung, maka dianjurkan agar p ini maksimum diambil 4 m
I-15
Gambar 2.3. Tinggi Bendung
Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (abutment). Lebar bendung
sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata sungai. Di bagian hilir ruas sungai, lebar rata-rata
ini dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge), sedangkan pada bagian hulu sungai
atau daerah pegunungan/dataran tinggi, sering kesulitan untuk menentukan debit penuh ini.
Untuk hal ini dapat diambil muka air banjir tahunan sebagai patokan lebar rata-rata. Dari segi
pembuatan peredam energi, agar tidak terlalu mahal, maka lebar bendung sebaiknya diambil
dengan membatasi besar debit persatuan lebar (q) yang besarnya antara 12 - 14 m3/dt/m, atau
yang memberikan beda energi tidak lebih dari 4.5 meter.
I-16
debit banjir dan ketahanannya, terutama terhadap bahaya kapitasi. Di Indonesia pada umumnya
perencanaan bendung menggunakan mercu tipe Ogee dan Tipe Bulat, lihat Gambar 2.9. Kedua
bentuk mercu tersebut dapat digunakan baik untuk konstruksi beton, maupun pasangan batu kali.
Kemiringan maksimum bidang hilir adalah 1:1, sedangkan bidang hulu dapat dibuat vertikal
atau miring sampai 3 : 1.
I-17
RANGKUMAN
1. Saluran Irigasi berawal dari intake sampai badan air yang dipakai untuk menerima air
yang sudah atau bekas dipakai dan kelebihan air yang ada pada daerah irigasi.
2. Menurut fungsinya saluran irigasi dapat dibedakan: Saluran Pembawa dan Saluran
Pembuang.
3. Menurut arah pengalirannya saluran irigasi dapat dibedakan: Saluran punggung, Saluran
garis samping, Saluran punggung.
4. Bentuk saluran irigasi secara umum biasanya adalah segi empat, trapezium dan lingkaran.
5. Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai semua bangunan yang direncanakan di
sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi.
6. Type bendung antara lain : bendung tetap, bendung gerak vertical, bendung karet.
7. Tinggi bendung adalah selisih tinggi antara elevasi mercu dengan elevasi dasar sungai
setempat.
8. Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (abutment). Lebar bendung
sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata sungai.
9. Bentuk mercu suatu pelimpah sangat menentukan kemampuannya untuk melewatkan debit
banjir dan ketahanannya, terutama terhadap bahaya kapitasi.
10. Bentuk mercu yang umum digunakan di Indonesia adalah bentuk mercu bulat dan bentuk
mercu Ogee.
I-18
DAFTAR PUSTAKA
Asawa, G.L, (2008). Irrigation and Water Resources Engineering. New Age
International (P) Limited, Publisher. New Delhi, India.
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press.
Brouwer, C., K. Prins, M.Kay, and M. Heibloem. 2007. Irrigation Water Management:
Irrigation Methods. FAO Irrigation Training Manual Number 5 (on -line)
http://www.fao.org Comprehensive manual Internet, Maret, 2008)
Jansen, Bendegon, Berg, Vries dan Zanen. 1979. Principle of River Engineering The Non-Tidal
Aluvial River, Delft Uitgevers Maatsschappij.
Linsley, Ray K, Franzini, Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid II, CV. Citra Media,
Surabaya
Papadopol, C. S., 1990. Irrigation Rate Calculation for Nursery Crops (internet,
www.irrigation.org. Juni 2007).
I-19