Anda di halaman 1dari 27

Tugas Mandiri PBL

Skenario 2

Denis Dida Fahrezzi

1102019057

A7

Sasaran Bejalar

1. Memahami dan menjelaskan anatomi telinga tengah

1.1 Makroskopik

Telinga tengah (auris media) meliputi rongga telinga tengah (cavitas tympani)
bersama 3 tulang kecil pendengaran. Hubungan dengan sel-sel mastoidea yang berisi udara
terjadi melalui antrum mastoideum serta dengan nasopharynx melalui tuba
pharyngotympanica (tuba auditiva [auditoria], "tube", tabung EUSTACHIUS).

Rongga Telinga Tengah

Udara dari luar dibatasi oleh membrana tympanica agar tidak memasuki rongga telinga
tengah (cavitas tympani), sehingga rongga ini menjadi rongga tertutup yang harus memiliki
ventilasi. Ventilasi cavitas tympani (dan sel-sel mastoidea yang berisi udara) terjadi saat
proses menelan, yang terbuka sesaat karena biasanya tuba ini tertutup, sehingga
memungkinkan pertukaran udara antara rongga hidung-pharynx dan telinga tengah. Secara
anatomis dan klinis cavitas tympani terbagi dalam

 Epitympanum (rongga berkubah, kubah tympani, attic) memberi tempat alat


penggantung dan sebagian besar ossicula auditus dan lewat antrum mastoideum
berhubungan dengan sel-sel mastoidea (rongga retrotympanale). Pada bagian bawah
antrum menonjol saluran lengkung yang keras, "tulang labyrinth. Daerah antara pars
flaccida membrana tympanica (lateral) serta kepala martil dan kepala landasan
(medial), adalah daerah recessus epitympanicus. Sebuah rongga kecil antara pars
flaccida dengan kepala martil terdapat recessus membranae tympanicae superior
(rongga Prussak).
 Mesotympanum (cavitas tympani) berisi manubrium mallei, Proc. lenticularis incudis
dan tendo M. tensor tympani yang terletak tepat pada bagian belakang membrana
tympanica.
 Tuba auditiva yang melintasi hypotympanum (ruang di bawah tympani, recessus
hypotympanicus) adalah bagian terbawah cavitas tympani dan terletak di bawah level
membrana tympanica.

Perluasan antara epitympanum dan hypotympanum bisa mencapai antara 12-15 mm dengan
kedalaman antara 3-7 mm. Volume bagian dalam cavitas tympani hanya sekitar 1 cm. Cavitas
tympani dilapisi oleh epitel isoprismatis tunggal; beberapa sel goblet dan epitel bersilia.
Ossicula auditus dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis. Pada lamina propria teletak kelenjar
tubulosa (glandulae tympanicae), yang dipersarafi oleh plexus tympanicus.

1.2 Mikroskopik

Telinga tengah mengandung rongga timpani yang terisi-udara, suatu ruang iregular
yang berada di dalam os temporale di antara membran timpani dan permukaan tulang telinga
dalam. Di sebelah anterior, ruang ini berhubungan dengan faring melalui tuba auditorius
(tuba Eustachii atau tuba pharyngotympanica) dan di sebelah posterior, berhubungan dengan
rongga mastoid yang berisikan udara pada os temporale. Rongga timpani terutama dilapisi
oleh selapis epitel kuboid yang berada di lamina propria yang sangat melekat pada
periosteum. Di dekat tuba auditorius, epitel selapis ini secara berangsur berubah menjadi
epitel bertingkat silindiris bersilia yang melapisi tuba tersebut. Meskipun dinding tuba
umumnya kolaps, tuba akan terbuka selama proses menelan yang menyeimbangkan tekanan
udara di telinga tengah dengan tekanan atmosfer. Pada dinding medial bertulang telinga
tengah terdapat dua area berlapis membran dan tidak bertulang: yaitu, tingkap lonjong
(fenestra ovalis) dan tingkap bundar (fenestra rotunda).
Membran timpani berhubungan dengan tingkap lonjong melalui sederetan tiga fulang
keciI, ossicula auditus, yang menghantarkan getaran mekanis membran timpani ke telinga
dalam . Ossicula dinamai dengan malleus, incus, dan stapes. Maleus menempel pada jaringan
ikat membran timpani dan stapes melekat pada jaringan ikat membran di tingkap lonjong.
Tulang-tulang ini berartikulasi di sendi sinovial yang bersama-sama periosteum sepenuhnya
dilapisi epitel selapis gepeng. Dua otot kecil berinsersi di dalam malleus dan stapes, yang
membatasi pergerakan ossicula dan membantu melindungi telinga dalam dari bunyi yang
terlalu keras.

2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pendengaran

Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf. Pendengaran melibatkan dua aspek:
identifikasi suara (apa) dan lokalisasinya (di mana). Gelombang suara adalah getaran udara
yang merambat. Gelombang suara terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat
kompresi molekul udara dan bergantian dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat
peregangan molekul. Setiap alat yang mampu menghasilkan gangguan pola molekul udara
seperti itu adalah sumber suara. Contoh sederhana adalah garpu tala. Ketika garpu tala
dipukulkan, bilahnya akan bergetar. Sewaktu bilah garpu tala bergerak ke satu arah, molekul-
molekul udara di depannya terdorong saling merapat, atau memadat, dan meningkatkan
tekanan di daerah ini. Secara bersamaan, sewaktu bilah maju ke depan, molekul-molekul
udara di belakangnya menyebar, atau teregang, dan menurunkan tekanan di daerah tersebut.
Sewaktu bilah bergerak ke arah berlawanan, tercipta gelombang pemadatan dan peregangan
yang berlawanan. Meskipun masing-masing molekul hanya bergerak dalam jarak dekat
ketika bilah bergetar, gelombang pemadatan dan peregangan menyebar ke jarak yang jauh s
eperti riak air. Molekul-molekul udara yang "terganggu" akan mengganggu molekul-molekul
di dekatnya, membentuk daerah-daerah baru pemadatan dan peregangan, demikian
seterusnya. Energi suara secara bertahap melemah sewaktu gelombang suara berjalan
menjauh dari sumbernya; energi suara akhirnya hilang ketika gelombang suara terakhir
terlalu lemah untuk mengganggu molekul-molekul udara di sekitarnya.
Gelombang suara juga dapat merambat melalui media selain udara, misalnya air. Namun,
perambatan ini kurang efisien; diperlukan tekanan lebih besar untuk menimbulkan
pergerakan cairan dibandingkan dengan pergerakan udara karena inersia (resistensi terhadap
perubahan) cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nadanya (pitch), intensitasnya (kekuatan), dan warna suaranya (timbre).
 Nada suatu suara (misalnya nada C atau G) ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin
besar frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi
gelombang suara dengan frekuensi dari 20 hingga 20.000 siklus per detik, atau hertz (Hz),
tetapi paling peka untuk frekuensi antara 1000 dan 4000 Hz. Intensitas, atau kekuatan,
suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah
pemadatan bertekanan tinggi dan daerah peregangan bertekanan rendah. Dalam rentang
pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras suara. Telinga manusia dapat
mendengar intensitas suara dengan kisaran yang lebar, dari bisikan paling lemah hingga
bunyi pesawat lepas landas yang memekakkan telinga. Kekuatan suara diukur dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara paling lemah
yang masih terdengar-ambang pendengaran. Karena hubungannya yang logaritmik, setiap
10 dB menunjukkan peningkatan 10 kali lipat kekuatan suara. Beberapa contoh suara
umum menggambarkan besar peningkatan ini. Perhatikan bahwa bunyi gesekan daun
pada 10 dB adalah 10 kali lebih kuat daripada ambang pendengaran, tetapi suara pesawat
jet lepas-landas adalah satu kuadriliun (sejuta miliar) kali, bukan 150 kali, lebih kuat
daripada bunyi terlemah yang masih terdengar. Suara yang lebih besar daripada 100 dB
dapat merusak secara permanen perangkat sensorik sensitif di koklea.
 Warna suara, atau kualitas, suatu suara bergantung pada overtone, yaitu frekuensi
tambahan yang mengenai nada dasar. Garpu tala memiliki nada murni, tetapi sebagian
besar suara tidaklah murni. Sebagai contoh, campuran kompleks overtone menimbulkan
suara yang berbeda pada berbagai alat musik yang memainkan nada yang sama (nada C
dalam bunyi terompet terdengar berbeda dengan nada C di piano). Overtone juga
berperan menyebabkan perbedaan karakteristik suara orang. Warna suara memungkinkan
pendengar membedakan sumber gelombang suara karena setiap sumber suara
menghasilkan pola overtone yang berbeda-beda.
Sel-sel reseptor khusus untuk pendengaran terletak di telinga dalam yang berisi cairan.
Karena itu, gelombang suara di udara harus dapat disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dengan mengompensasi pengurangan energi suara yang terjadi secara alami
dalam proses ketika gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilaksanakan
oleh telinga luar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), meatus auditarius eksternus (saluran telinga),
dan membran timpani (gendang telinga). Pinna, lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit,
mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga. Saluran telinga
melalui tulang temporal dari bagian luar ke membran timpani, yaitu membran tipis yang
memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Banyak spesies (misalnya anjing) dapat
mengarahkan telinga mereka sesuai sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak suara,
tetapi telinga manusia relatif tidak dapat.
Membran timpani, yang membentang merintangi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
ketika terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara bertekanan tinggi dan
rendah yang berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke
dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara. Agar membran bebas bergerak
ketika terkena suara, tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus sama.
Bagian luar gendang telinga terpajan ke tekanan atmosfer yang mencapainya melalui saluran
telinga. Bagian dalam gendang telinga yang menghadap ke rongga telinga tengah juga
terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius (auditorius) yang menghubungkan
telinga tengah ke faring (bagian belakang tenggorokan). Tuba eustachius dalam keadaan
normal tertutup, tetapi dapat membuka oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan.
Pembukaan ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan atmosfer
sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara.Sewaktu perubahan tekanan eksternal
yang cepat (misalnya ketika naik pesawat), gendang telinga menonjol dan menimbulkan nyeri
karena tekanan di luar telinga berubah sementara tekanan di telinga tengah tidak berubah.
Membuka tuba eustachius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi membran
timpani menjadi sama, menghilangkan distorsi tekanan sewaktu gendang telinga kembali ke
bentuknya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar melalui
tuba eustachius ke telinga tengah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja
menimbulkan nyeri tetapi juga mengganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam.
Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga tulang kecil, atau osikulus (maleus,
inkus, dan stapes) yang membentang di telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke
membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke
dalam koklea yang berisi cairan. Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respons
terhadap gelombang suara, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi
yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela oval.
Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan
menimbulkan gerakan mirip-gelombang di cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama
seperti gelombang suara asal. Ingat kembali bahwa diperlukan tekanan yang lebih besar
untuk menggerakan cairan daripada menggerakan udara, tetapi sistem osikulus memperkuat
tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar
cairan di koklea bergetar. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih
besar daripada luas jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja pada
membran timpani disalurkan oleh osikulus ke jendela oval (tekanan = gaya/luas permukaan).
Kedua, efek tuas osikulus juga menimbulkan keuntungan mekanik tambahan. Bersama-
sama, kedua mekanisme ini meningkatkan gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar 20
kali dibandingkan dengan jika gelombang suara langsung mengenai jendela oval. Tekanan
tambahan ini sudah cukup untuk menggetarkan cairan di koklea. Beberapa otot halus di
telinga tengah berkontraksi secara refleks sebagai respons terhadap suara keras (lebih dari 70
dB), menyebabkan membran timpani mengencang dan membatasi gerakan rangkaian
osikulus. Berkurangnya getaran di struktur-struktur telinga tengah ini menurunkan transmisi
gelombang suara yang keras ke telinga dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang
peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif lambat, terjadi setidaknya 40 mdet
setelah pajanan ke suara keras. Karena itu, refleks ini hanya memberi perlindungan terhadap
suara keras yang berkepanjangan, bukan dari suara mendadak seperti ledakan. Dengan
memanfaatkan refleks ini, senjata anti-pesawat udara masa Perang Dunia II dirancang untuk
menghasilkan suara keras pra-ledakan untuk melindungi telinga tentara mereka dari suara
berdentam keras yang ditimbulkan oleh penembakan sebenarnya.
Koklea yang berukuran sebesar kacang polong dan berbentuk mirip siput ini, bagian
"pendengaran" telinga dalam, adalah sistem tubulus bergelung yang terletak jauh di dalam
tulang temporal (koklea berarti "siput"). Koklea dibagi di seluruh panjangnya menjadi tiga
kompartemen longitudinal berisi cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga dikenal
sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Bagian ini membentuk terowongan
di seluruh panjang bagian tengah koklea, hampir mencapai ujung. Kompartemen atas, skala
vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah,
mengikuti kontur luar. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan yang disebut
perilimfe. Duktus koklearis mengandung cairan yang sedikit berbeda, endolimfe. Daerah di
luar ujung duktus koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan
disebut helikotrema. Skala vestibuli dipisahkan dari rongga telinga tengah oleh jendela oval,
tempat melekatnya stapes. Lubang kecil lain yang ditutupi oleh membran, jendela bundar,
menutup skala timpani dari telinga tengah. Membran vestibularis yang tipis membentuk atap
duktus koklearis dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris membentuk
lantai duktus koklearis, memisahkannya dari skala timpani. Membran basilaris sangat
penting karena mengandung organ Corti, organ indera untuk pendengaran.
Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh panjangnya, mengandung sel
rambut auditorik yang merupakan reseptor suara. Sebanyak 15.000 sel rambut di dalam tiap-
tiap koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran basilaris: satu
baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Dari permukaan tiap-tiap sel rambut
menonjol sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia, yaitu mikrovilus yang dibuat
kaku oleh adanya aktin, bukan silia sejati. Sel rambut merupakan mekanoreseptor:
menghasilkan sinyal saraf jika rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara
mekanis akibat gerakan cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontak dengan membran
tektorium, suatu tonjolan mirip-sayap yang menutupi organ Corti di seluruh panjang.
Gerakan stapes yang mirip-piston terhadap jendela oval memicu gelombang tekanan di
kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat terkompresi, tekanan disebarkan melalui dua
cara ketika stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1) penekanan jendela oval
dan (2) defleksi membran basilaris. Pada bagian-bagian awal jalur ini, gelombang tekanan
mendorong perilimfe maju di kompar temen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan
masuk ke dalam kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol keluar mengarah ke rongga telinga tengah untuk mengompensasi
peningkatan tekanan. Sewaktu stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke arah
luar ke telinga tengah, perilimfe mengalir ke arah berlawanan, menyebabkan jendela bundar
menonjol ke dalam. Jalur ini tidak menyebabkan penerimaan suara, tetapi hanya
menghilangkan tekanan. Gelombang tekanan frekuensi-frekuensi yang berkaitan dengan
penerimaan suara mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas
disalurkan melalui membran vestibularis yang tipis, menuju duktus koklearis, dan kemudian
melalui membran basilaris ke kompartemen bawah. Transmisi gelombang tekanan melalui
membran basilaris menyebabkan membran ini bergerak naik-turun, atau bergetar, sesuai
gelombang tekanan. Karena organ Corti berada di atas membran basilaris, sel-sel rambut
juga bergetar naik-turun.
Diskriminasi nada (kemampuan membedakan antara berbagai frekuensi gelombang suara
yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membran basilaris, yang menyempit dan
kaku di ujung jendela ovalnya serta lebar dan lentur di ujung helikotremanya. Berbagai
bagian membran basilaris secara alami bergetar maksimal pada frekuensi yang berbeda-
beda; yaitu, setiap frekuensi memperlihatkan vibrasi puncak di posisi yang berbeda di
sepanjang membran basilaris. Ujung sempit yang paling dekat dengan jendela oval bergetar
maksimal pada nada berfrekuensi tinggi, sementara ujung lebar yang paling dekat dengan
bergetar maksimal pada nada berfrekuensi rendah. Nada-nada di antaranya disortir secara
akurat di sepanjang membran dari frekuensi tinggi ke rendah. Sewaktu gelombang suara
dengan frekuensi tertentu terbentuk di koklea akibat getaran stapes, gelombang akan
merambat ke bagian membran basilaris yang secara alami berespons maksimal terhadap
frekuensi ini. Energi gelombang tekanan terserap oleh getaran membran yang kuat ini
sehingga gelombang lenyap di daerah dengan getaran terbesar. bergetar maksimal pada nada
berfrekuensi rendah. Nada-nada di antaranya disortir secara akurat di sepanjang membran
dari frekuensi tinggi ke rendah. Sewaktu gelombang suara dengan frekuensi tertentu
terbentuk di koklea akibat getaran stapes, gelombang akan merambat ke bagian membran
basilaris yang secara alami berespons maksimal terhadap frekuensi ini. Energi gelombang
tekanan terserap oleh getaran membran yang kuat ini sehingga gelombang lenyap di daerah
dengan getaran terbesar. Bentuk koklea yang spiral mengatur gelombang suara frekuensi
rendah melalui putaran ketat pada tengahnya,tempat lokasi regio membran basilaris yang
berespons maksimal terhadap suara bass ini. Oleh sebab itu, bentuk koklea yang spiral
bukan hanya berfungsi membungkus banyak membran menjadi bagian kecil; kurvatura ini
juga memperkuat deteksi nada rendah. Setiap sel rambut disetel" ke frekuensi suara
optimalnya, ditentukan oleh lokasinya di organ Corti. Gelombang suara yang berbeda
mencetuskan pergerakan maksimal pada regio membran basilaris yang berbeda dan karena
itu mersaktifkan sel rambut yang berbeda (yaitu, gelombang suara yang berbeda menekan
tuts piano" yang berbeda). Informasi ini dihantarkan ke SSP, yang menginterpretasikan pola
stimulasi sel rambut sebagai suara dengan frekuensi tertentu. Teknik-teknik modern telah
memastikan bahwa membran basilaris sedemikian "tepat penyetelannya" sehingga respons
membran puncak terhadap satu nada mungkin tidak meluas melewati lebar beberapa sel
rambut. Overtone dengan beragam frekuensi menyebabkan banyak titik di sepanjang
membran basilaris bergetar bersamaan tetapi kurang intensif dibandingkan dengan nada
dasar sehingga SSP mampu membedakan warna suara (diskriminasi warna suara).
Diskriminasi intensitas (kekuatan) bergantung pada amplitudo getaran. Sewaktu gelombang
suara yang berasal dari sumber suara yang lebih keras mengenai gendang telinga,
gelombang tersebut menyebabkan gendang bergetar lebih kuat (yaitu, lebih menonjol
keluar-masuk), tetapi dengan frekuensi yang sama seperti suara yang lebih Iembut dengan
nada sama. Defleksi membran timpani yang lebih besar ini diubah menjadi peningkatan
amplitudo gerakan membran basilaris di daerah dengan responsivitas tertinggi sehingga
menyebabkan penekukan sel rambut yang lebih besar di daerah ini. SSP menginterpretasikan
peningkatan penekukan sel rambut ini sebagai suara yang lebih kuat. Karena itu,
diskriminasi nada bergantung pada "tempat" membran basilaris yang bergetar maksimal dan
diskriminasi intensitas bergantung pada "seberapa banyak" tempat ini bergetar. Sistem
pendengaran sangat peka dan dapat mendeteksi suara sedemikian lemah yang hanya
menyebabkan defleksi membran dengan jarak setara dengan sepersekian garis tengah sebuah
atom hidrogen. Tidaklah mengherankan suara yang sangat keras, yang tidak cukup dapat
dilemahkan oleh refleks protektif telinga tengah (misalnya, suara konser musik rock), dapat
menimbulkan getaran sedemikian kuat di membran basilaris sehingga sel rambut, yang tidak
dapat diganti, rusak atau terdistorsi secara permanen, menimbulkan gangguan pendengaran
parsial. Kerusakan dapat terjadi tidak hanya dari pajanan singkat ke suara berintensitas
tinggi tetapi juga karena pajanan berulang terhadap bising derajat sedang (yang lebih besar
dari 75 dB), sesuatu hal yang biasa ditemukan di lingkungan saat ini.
1. Ketika Anda memiringkan kepala Anda ke suatu arah selain vertikal (yaitu, selain lurus
naik-turun), rambut-rambut akan menekuk sesuai arah kemiringan karena gaya gravitasi
yang mengenai lapisan gelatinosa di atasnya. Penekukan ini menimbulkan depolarisasi
atau hiperpolarisasi potensial reseptor bergantung pada miringnya kepala Anda. Karena
itu SSP menerima berbagai pola aktivitas saraf bergantung pada posisi kepala dalam
kaitannya dengan gravitasi.
2. Rambut utrikulus juga bergerak oleh setiap perubahan pada gerakan linier horizontal
(misalnya, bergerak lurus ke depan, ke belakang, atau ke samping). Sewaktu Anda mulai
berjalan maju, membran otolit mula-mula tertinggal di belakang endolimfe dan sel rambut
karena inersianya yang lebih besar. Karena itu, rambut menekuk ke belakang, dalam arah
berlawanan dengan gerakan maju kepalaAnda. Jika Anda mempertahankan kecepatan
langkah Anda, lapisan gelatinosa tersebut segera menyamai dan bergerak dengan
kecepatan yang sama dengan kepala Anda sehingga rambut tidak lagi tertekuk. Ketika
Anda berhenti berjalan, lembar otolit tetap bergerak maju sesaat sewaktu kepala Anda
melambat dan berhenti, menekuk rambut ke depan. Karena itu, sel-sel rambut utrikulus
mendeteksi akselerasi dan deselerasi linier arah horizontal, tetapi tidak memberi
informasi mengenai gerakan dalam arah lurus dengan kecepatan tetap. Sakulus berfungsi
serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa bagian ini berespons secara selektif terhadap
gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya, bangun dari tempat tidur)
dan terhadap akselerasi dan deselerasi linier vertikal (misalnya, meloncat naik-turun atau
naik tangga jalan).

3. Memahami dan menjelaskan otitis media akut

3.1 definisi

Otitis Media Akut (OMA) dapat didefinisikan secara klinis sebagai peradangan pada
celah telinga tengah (dapat sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid) dengan onset yang cepat dan penyebab infektif, hal ini
biasanya berkembang di belakang membran timpani utuh tetapi mungkin termasuk infeksi
akut yang timbul dengan adanya tabung ventilasi atau perforasi membran timpani yang ada.
Otitis media akut berlangsung kurang dari tiga minggu.

3.2 etiologi

Otitis media akut (OMA)terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi
tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencelus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas.
Kuman penyebab utama pada OMA ialah' bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus,
Strafilokokus aureus, Pneumokokus.,Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus
influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas
aurugenosa. Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun

3.3 klasifikasi

Perubahan mukosa telinga tengah dapat dibagi menjadi 5 stadium, yaitu: 1) stadium oklusi
tuba; 2) stadium pre-supurasi; 3) stadium supurasi; 4) stadium perforasi; dan 5) stadium
resolusi.

1. Stadium oklusi tuba. Karena peradangan, terjadi pembengkakan muara tuba


Eustachius sehingga terjadi obstruksi yang mengakibatkan absorpsi udara dan tekanan
negatif di dalam telinga tengah. Terjadi retraksi membran timpani. Gejala. Ada
gangguan pendengaran atau nyeri telinga ringan. Pemeriksaan. Membran timpani
terlihat keruh atau retraksi. Refleks cahaya berkurang atau tidak terlihat.
2. Stadium pre-supurasi/stadium kataral. Jika oklusi tuba berlanjut, terjadi infeksi kuman
piogenik yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani.
Terjadi eksudasi di telinga tengah. Gejala. Nyeri telinga, terasa berdenyut-denyut.
Biasanya pada anak disertai demam, gelisah, sukar tidur, yang dapat menyebabkan
anak rewel. Pemerniksaan. Tampak pada membran timpani pembuluh darah yang
melebar, atau seluruh membran timpani tampak hiperemis.
3. Stadium supurasi. Terjadi pembentukan pus di rongga telinga tengah, dan mungkin
juga di sel-sel mastoid. Gejala. Nyeri telinga hebat disertai gangguan pendengaran.
Pada anak mungkin demam tinggi dan dapat disertai muntah, diare, atau kejang.
Pemeriksaan. Pada pemeriksaan telinga terlihat membran timpani merah dan
menonjol ke luar (bulging). Akibat tekanan pus di dalam kavum timpani, terjadi
iskemia, serta nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis pada membran timpani
terlihat sebagai daerah yang berwarna kekuningan dan lebih lembek. Di tempat ini
akan terjadi ruptur. Jika dilakukan miringotomi (insisi membran timpani), pus dapat
keluar dan membran timpani dapat menutup kembali. Jika tidak dilakukan insisi, akan
terjadi ruptur membran timpani yang tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi. Terjadi ruptur membran timpani sehingga pus keluar ke liang
telinga. Gejala. Dengan keluarnya pus, tekanan di telinga tengah berkurang, nyeri
hilang. Anak yang tadinya gelisah dapat menjadi tenang, dapat tidur dengan nyenyak,
dan suhu badan turun. Pemeniksaan. Pada liang telinga didapati sekret yang awalnya
mukoid, mungkin bercampur darah, yang kemudian berubah menjadi mukopurulen.
Setelah dibersihkan, tampak membran timpani mengalami perforasi. Membran
timpani dapat tampak hiperemis atau sudah putih kembali. Apabila tidak diobati atau
daya tahan tubuh kurang baik, dapat berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik
(OMSK).
5. Stadium resolusi. Jika daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman resolusi
(penyembuban) dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Perforasi membran impani
dapat menctap, alau sering kali dapat menutup kembali.

3.4 patofisiologi
3.5 manifestasi klinis
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di
samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan
anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5"C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tibatiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-
kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran
timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

3.6 cara diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis otitis media harus selalu dimulai dengan pemeriksaan fisik dan penggunaan
otoskop, idealnya otoskop pneumatik.

Studi Laboratorium

Evaluasi laboratorium jarang diperlukan. Pemeriksaan sepsis lengkap pada bayi kurang dari
12 minggu dengan demam dan tidak ada sumber yang jelas selain otitis media akut yang
terkait mungkin diperlukan. Studi laboratorium mungkin diperlukan untuk mengkonfirmasi
atau mengecualikan kemungkinan penyakit sistemik atau kongenital terkait.

Studi Pencitraan

Studi pencitraan tidak diindikasikan kecuali komplikasi intra-temporal atau intrakranial


menjadi perhatian.

Ketika komplikasi otitis media dicurigai, computed tomography dari tulang temporal dapat
mengidentifikasi mastoiditis, abses epidural, tromboflebitis sinus sigmoid, meningitis, abses
otak, abses subdural, penyakit tulang pendengaran, dan kolesteatoma.

Pencitraan resonansi magnetik dapat mengidentifikasi kumpulan cairan, terutama pada


kumpulan telinga tengah.

Timpanosentesis

Timpanosentesis dapat digunakan untuk menentukan adanya cairan telinga tengah, diikuti
dengan kultur untuk mengidentifikasi patogen.
Timpanosentesis dapat meningkatkan akurasi diagnostik dan memandu keputusan
pengobatan tetapi dicadangkan untuk kasus ekstrim atau refrakter.

Tes lainnya

Timpanometri dan reflektometri akustik juga dapat digunakan untuk mengevaluasi efusi
telinga tengah

Diagnosis Banding

Masalah lain yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

 Otitis eksterna
 Sakit gigi
 Nyeri sendi temporomandibular
 Faringitis virus akut
 Trauma pada telinga
 Infeksi telinga luar

3.7 tatalaksana
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.

Pada stadium oklusi pengobatan terutiama bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCI efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCI efedrin 1 %
dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di alas 12 tahun dan pada orang dewasa.

Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit
adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.

Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika.
Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,
sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam 4 dosis,
atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kg BB/hari.

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis
lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan
perfoiasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya
akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani.
Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada
keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.

Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua
bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).

Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
kegagalan terapi. Risiko tersebut digolongkan menjadi risiko tinggi kegagalan terapi dan
risiko rendah.

3.8 komplikasi

Jika keadaan umum pasien buruk atau kumannya virulen, OMA dapat menyebabkan
komplikasi berat seperti

 Mastoiditis akut,
 Abses superiosteal,
 Labirinitis,
 Petrositis.
 Paraisis n. fasialis,
 Abses ekstradura,
 Abses otak,
 Tromboflebitis sinus lateralis.

3.9 pencegahan dan deteksi dini

Pencegahan dari otitis media akut dapat dilakukan dengan pencegahan pada infeksi
saluran pernafasan atas, pencegahan atau eliminasi dari kolonisasi bakteri patogen pada
nasofaring, dan pengobatan awal untuk infeksi saluran pernafasan atas. Pada saat ini,
pencegahan efektif dan pengobatan untuk virus pernafasan yang tersedia hanya untuk virus
influenza. Menurut studi, Trivalent Inactived Influenza Vaccine (TIV) dan Live Atttenuated
Influenza Vaccine (LAIV) menunjukan efektif dalam pencegahan melawan influenza dan
influenza yg terkait morbiditas. LAIV sekarang ditetapkan untuk anak-anak di atas dua tahun.

Untuk mengurangi kolonisasi bakteri, sekarang sudah tersedia vaksin untuk S.


Pneumoniae. Seven-valent pneumonococcal conjugate vaccine (PCV-7) tersedia untuk
pemakaian rutin pada anak-anak di Amerika Serikat pada tahun 2000. Vaksin ini ditujukan
untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh tujuh yang paling umum pada lebih dari 90
serotype dari S. Pneumoniae. PCV-7 secara dramatis mengurangi insiden dari penyakit
invasif dari pneumococcal

3.10 prognosis

Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran
dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan parasentesis sebelum terjadi perforasi spontan
membran timpani. Sebagian besar dari OMA sembuh tanpa hasil yang merugikan.

Dalam beberapa kasus, nanah terselesaikan (sembuh), tapi efusi telinga tengah harus
steril terus. Jika efusi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka diagnosis OME harus
dilakukan. Dalam kasus yang parah yang tidak diobati, infeksi dapat menyebar, menyebabkan
infeksi pada tulang mastoid (mastoiditis) atau bahkan meningitis, tapi ini jarang terjadi.
Kesulitan mendengar dapat terjadi. Sementara mereka tidak selalu permanen, mereka dapat
mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa anak-anak muda.

4. Memahami dan menjelaskan promosi Kesehatan pada pasien otitits media akut
5. Mamahami dan menjelaskan menjaga Kesehatan telinga dan pendengaran dalam
pandangan Islam

Penyebutan pendengaran yang lebih dulu dalam berbagai ayat al-Qurʻan sebagaimana
terdapat juga di dalam surat An-Naḥl ayat 78, menunjukkan bahwa alat pendengaran
mempunyai fungsi yang teramat penting bagi manusia untuk dapat mendapatkan ilmu
pengetahuan.

Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur
(Q.S. an-Nahl : 78).

Telinga dengan fungsi pendengarannya pun harus dijaga sedemikian rupa agar tidak
membawa manusia pada kecelakaan. Bagaimana tidak, pendengaran termasuk gerbang bagi
hadirnya informasi yang akan menentukan kualitas akhlak kita, baik ataukah buruk. Ini
artinya, kita tidak boleh sembarangan mendengar. Kita harus sangat terampil dalam memilah
dan memilih mana suara yang boleh masuk ke telinga dan mana yang tidak boleh. 

Semakin sering kita mendengar maksiat, akan semakin terbiasa kita dengannya. Jika
sudah terbiasa, pendengaran pun akan sulit mendengar kebaikan. Al-Quran menyebutnya
sebagai “telinga yang tersumbat”.

Artinya : “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan
menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di
kedua telinganya, maka gembirakanlah dia dengan azab yang pedih.”

Di antara sejumlah perbuatan maksiat terkait fungsi pendengaran, ada satu yang
sangat berbahaya dan banyak menimpa sebagian dari kita, yaitu ghibah. Berghibah adalah
membicarakan keburukan orang lain. Perbuatan ghibah mencakup dua hal sekaligus, yaitu
lisan dan pendengaran. Lisan bisa tergelincir dengan membuka aib orang lain. Adapun telinga
bisa tergelincir dengan mendengarkan aib atau kejelekan orang lain, Itulah mengapa,
berghibah dan mendengarkan ghibah lalu mengiyakan dosanya.

Ghibah berasal dari kata ghib yang bermakna “tidak tampak”. Sederhananya, ghibah
adalah membicarakan orang lain dan seandainya orang yang dibicarakan tersebut
mendengarnya,dia akan merasa tidak enak dan sakit hati.
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya
yang lebih mengetahui”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Yaitu engkau
menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya? Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau
telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau
telah berdusta atasnya”.

Masih dalam kitab yang sama Irsyaadul ‘Ibaad, dikisahkan bahwa pada hari
pembalasan kelak, ada seorang hamba yang patuh, istikamah melakukan salat, dan selalu
berpuasa menerima buku catatan amal semasa hidup. Namun, meskipun sudah dibolak-balik
ia tidak melihat kebaikan sedikitpun dalam buku catatan itu.

Kemudian hamba itu bertanya dengan ketidakpercayaan dan berteriak dengan segala
keheranan, “Dimana pahala salatku, dimana pahala puasaku, dimana puasa ketaatanku?” Lalu
dikatakan kepada hamba itu, “Semua amal baikmu hilang karena perbuatan ghibahmu waktu
di dunia!”
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad Soepardi, E. et al. (2011) BUKU AJAR ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROK KEPALA & LEHER EDISI KEENAM. 6th edn.

Mangunkusumo, E. (2019) Buku Teks Komprehensif Ilmu THT-KL Telinga, Hidung,


Tenggorok, Kepala-Leher. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mescher, A.L., 2013. Junqueira's basic histology: text and atlas (Vol. 12). 13th ed. New
York: McGraw-Hill Medical.

Paulsen, F. and Waschke, J., 2013. Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol. 3, English: Head,
Neck and Neuroanatomy. Urban & Fischer Verlag/Elsevier GmbH.

Sherwood, L., 2015. Human physiology: from cells to systems. Cengage learning.

Anda mungkin juga menyukai