Anda di halaman 1dari 22

Nama: Koko Satria Andikha

Npm: 1102019108

TM SK2

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan anatomi telinga tengah

1.1 anatomi makro

A. Telinga Tengah
a. Cavitas tympani

Terdiri dari 3 bagian, yaitu:

• Empitympanum: memberi alat penggantung dan sebagian besar ossicula


auditus
• Mesotympanum: berisi manubrium mallei, proc. lenticularis incudis, dan tendo
M. tensor tympani
• Hypotympanum: bagian terbawah cavitas tympani tempat tuba auditiva

Sumber: Buku Ajar Sobotta, 2018


b. Ossicula auditus

Terdiri dari malleus, incus, dan stapes tergantung di dalam cavitas


tympani dan membentuk gerak berantai dari membran tympanica
menuju jendela oval (fenestra vestibuli). Hantaran suara dipengaruhi
oleh 2 otot lurik, yakni M. tensor tympani serta M. stapedius. Secara
fungsional M. tensor tympani meregangkan membran tympanica
melalui tarikan pada tangkai malleus sehingga hantaran frekuensi tinggi
lebih baik. M. stapedius mencondongkan basis stapedis dan mereduksi
tenaga. Dengan demikian suara yang sangat keras dapat diturunkan,
sehingga telinga dalam dilindungi.

Sumber: Buku Ajar Sobotta, 2018

c. Tuba Auditiva

Tabung ini menghubungkan cavitas tympani dengan nasopharynx dan


secara fungsional berperan menyeimbangkan tekanan. Untuk
mengoptimalkan saluran suara, tekanan udara di cavitas tympani dan
MAE harus sama. Tuba ini bermuara di ostium pharyngeum tubae
auditivae. Tuba auditiva menjadi terbuka pada kontraksi Mm. tensor and
levator palatini di saat menelan. Diperdarahi oleh A. caroticotympanica
dan dipersarafi oleh N. glossopharyngeus

1.2 anatomi mikro

A. Telinga Tengah
• Rongga timpani: dilapisi epitel selapis kuboid
• Tuba auditorius: dilapisi epitel bertingkat silindris. Tuba akan terbuka selama
proses menelan yang menyeimbangkan tekanan udara di telinga tengah dengan
tekanan atmosfer.
• Ossicula: terdiri dari malleus, incus, dan stapes yang berartikulasi di sendi
sinovial bersama dengan periosteum yang dilapisi epitel selapis gepeng.

2. Memahami dan menjelaskan fisiolgis pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena
kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang- seling dengan daerah-
daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang mampu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun,
perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang
lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap
perubahan cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).

• Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran ,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi
dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000
siklus per detik
• Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang
suara, atau perbedaan tekanan antar daerah pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah
penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amplitudo,
semakin keras (pekak) suara. Kepekaan dinyatakan dalam desibel (dB), yaitu ukuran
logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar –
ambang pendengaran-. Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan
peningkatan kepekaan 10 kali lipat.
• Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan
yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran
cairan di telinga dalam. struktur telinga luar membantu dalam proses pendengaran ini.
Pada manusia, terdapat amplifikasi dari lapangan luar menuju gendang telinga dari
sekitar 5 hingga 20 dB pada kisaran frekuensi 1.5 – 7 kHz.

Mekanisme peningkatan ini dinyatakan dipengaruhi dua mekanisme yaitu resonansi dari
konkha sekitar 5 kHz dan resonansi dari kanalis eksterna sekitar 2.5 kHz. Pada frekuensi
yang lebih tinggi, sekitar 6 kHz, bentuk dari fungsi transfer ini berubah secara sistematis
sesuai dengan perubahan lokasi asal suara, baik vertikal maupun horizontal, terutama
untuk frekuensi di atas 6 kHz.

Telinga luar berperan sebagai suatu antena akustik. Pinna (bersama dengan kepala)
memfokuskan gelombang suara, konka dan kanalis eksterna sebagai resonator. Baik level
tekanan suara maupun fase dari gelombang akustik berganti saat menjalar dari sebuah
ruang menuju gendang telinga melewati telinga luar. Perubahan ini bervariasi dalam hal
frekuensi suara maupun setiap arah dari gelombang suara yang datang tersebut.

Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan
dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap
berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah
dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus
(saluran telinga), dan membran timpani (gendang telinga). Pinna, suatu lempeng tulang
rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secara parsial menahan gelombang
suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu
seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.

Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang
menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekresi lengket yang menangkap partikel-
partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah
partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat
menumpuk atau mencederai membran timpani dan mengganggu pendengaran.

Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan
tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka
tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat
bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga
terpajan ke tekanan atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam
gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan
atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke
faring.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di telinga


dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang
dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga
tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir stapes
melekat ke jendela oval (Oval Window), pintu masuk ke koklea yang berisi cairan.

Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem osikular yang memperkuat
tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama,
karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan
jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membran timpani
disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-
tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini
bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat
dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini
cukup untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea.

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval (oval window)
menonjol ke dalam. Sedangkan terjadi perubahan posisi jendela bundar (round window)
keluar.

Kemudian gelombang (tekanan) dari oval window naik melalui skala vestibuli kemudian
kembali lagi melalui skala timpani dan membuat ujung nya (round window) menonjol
keluar.

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen


atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat
gelombang tersebut menyebabkan round window menonjol ke luar ke dalam rongga
telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak
mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir
dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak
menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanya menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil
“jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membran
vestibular yang tipis, ke dalam ductus cochlearis, dan kemudian melalui membrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar masuk bergantian.

Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf. Perbedaan
utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui
membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau
bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti menumpang pada
membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana tektorial
yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan
belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana
tektorial.

Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran
ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan
kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi
di serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika
sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi
(sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan


berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-
rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut- rambut tersebut menyebabkan
pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan
kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini,
gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak
sebagai sensasi suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,


diskriminasi kepekaan suara bergantung pada amplitudo getaran. Diskriminasi nada
(yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang datang)
bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung
helikotremanya.
Berbagai daerah di membrana basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada
frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-
titik tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar
maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan
helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di
sepanjang membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah. Semakin mendekati apex
cochlea nada semakin rendah, semakin dibawah nada semakin tinggi.

Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari
koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatum medialis talamus.
Batang otak menggunakan masukan pendengaran untuk kewaspadaan. Talamus
menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal
pendengaran dari kedua telinga disalurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-
sertanya bersilangan secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur
pendengaran tidak mengganggu pendengaran di kedua telinga.

3. Memahami dan menjelaskan otitis media

3.1 definisi

Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi menjadi dua antara lain otitis media supuratif dan non supuratif, dari masing-
masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis
media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media
yang lain ialah otitis media adhesiva (Soepardi & Iskandar, 2001: 50).

3.2 epidemiologi

Hampir 85% anak memiliki episode otitis media akut paling sedikit satu kali dalam 3
tahun pertama kehidupan dan 50% anak mengalami 2 episode atau lebih. Anak yang
menderita otitis media pada tahun pertama, mempunyai kenaikan risiko otitis media
kronis ataupun otitis media berulang. Insiden penyakit akan cenderung menurun setelah
usia 6 tahun. Di Amerika Serikat, hampir semua anak pada usia 2 tahun akan
mengalami otitis media, dan kira- kira 17 persen anak usia 6 bulan telah mengalami 3
episode atau lebih. Episode yang sering berulang mengakibatkan peningkatan
kekhawatiran dan kecemasan orang tua, disamping juga biaya kesehatan yang harus
ditanggung. Pada negara berkembang komplikasi yang sering ditemukan adalah
gangguan pendengaran, untuk itu pemberian vaksinasi pneumokokus penting untuk
mencegah otitis media dan komplikasinya.

3.3 etiologi dan faktor risiko


Menurut Adams (1997: 96) penyebab otitis media akut antara lain :

a. Faktor pertahanan tubuh tergangu

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba dinasofaring dan


faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim penghasil
mukus (misalnya muramidase) dan antibodi

b. Obstruksi tuba eusthachius

Merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut, karena fungsi
tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga
terganggu, sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi
peradangan. Pada bayi terjadinya otitis media akut dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan agak horisontal letaknya.

c. Infeksi saluran pernafasan atas

Terutama disebabkan oleh virus, pada anak makin sering terserang infeksi
saluran pernafasan atas makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut.

d. Bakteri piogeik

Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisma penyebab adalah


streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, streptococcus beta-
hemolitikus dan moraxella catarrhalis.

Faktor resiko :
3.4 klasfikasi

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium: (1) stadium oklusi tuba Eustachius, (2) stadium hiperemis, (3) stadium
supurasi, (4) stadium perforasi dan (5) stadium resolusi. Keadaan ini berdasarkan
pada gambaran membran timpani yang diamati, melalui liang telinga luar.

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


• Tanda adanya oklusi: gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya
tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara
• Kadang membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat

b. Stadium Hiperemis (Stadium pre-supurasi)


• tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edem
• secret yang sudah terbentuk bersifat eksudat serosa 🡪 sukar terlihat
c. Stadium Supurasi

• Edema hebat pada mukosa telinda tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
• Terbentuknya eksudat purulent di kavum timpani 🡪 membrane timpani bulging
ke arah liang telinga luar
• Pada keadaan ini, pasien sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
• Bila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang 🡪 iskemia, karena tekanan
pada kapiler dan timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan
submucosa
• Nekrosis pada membrane timpani terlihat berwarna kekuningan 🡪 di tempat ini
akan terjadi ruptur.
• Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang
telinga luar.
• Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.
d. Stadium Perforasi

• Terjadi rupture pada membrane timpani karena terlambatnya pemberian


antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi
• Nanah akan keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar
• Kadang terlihat secret keluar secara berdenyut (pulsasi)
• Anak yang tadinya gelisah akan menjadi tenang, suhu badan turun, tidur nyenyak
e. Stadium resolusi

Jika membrane timpani tetap utuh → keadaan membrane timpani akan normal
lagi
Jika membrane timpani perforasi → secret akan berkurang dan kering

OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dan secret yang keluar
terus-menerus atau hilang timbul

3.5 patofisiologi
Otitis media dimulai sebagai proses inflamasi setelah infeksi saluran
pernapasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, mukosa telinga
tengah, dan saluran Eustachius. Karena ruang anatomi telinga tengah yang
menyempit, edema yang disebabkan oleh proses inflamasi menghalangi bagian
tersempit dari tuba Eustachius yang menyebabkan penurunan ventilasi. Hal ini
menyebabkan riam peristiwa yang mengakibatkan peningkatan tekanan negatif di
telinga tengah, peningkatan eksudat dari mukosa yang meradang, dan penumpukan
sekresi mukosa, yang memungkinkan kolonisasi organisme bakteri dan virus di
telinga tengah. Pertumbuhan mikroba ini di telinga tengah kemudian menyebabkan
nanah dan, akhirnya, purulensi jujur di ruang telinga tengah. Hal ini ditunjukkan
secara klinis oleh membran timpani yang menonjol atau eritematosa dan cairan
telinga tengah bernanah. Ini harus dibedakan dari otitis media serosa kronis
(CSOM), yang muncul dengan cairan tebal berwarna kuning di ruang telinga
tengah dan membran timpani yang ditarik pada pemeriksaan otoskopi. Keduanya
akan menghasilkan penurunan mobilitas TM pada timpanometri atau otoskopi
pneumatik.
Beberapa faktor risiko dapat mempengaruhi anak-anak untuk
mengembangkan otitis media akut. Faktor risiko yang paling umum adalah infeksi
saluran pernapasan bagian atas sebelumnya. Faktor risiko lainnya termasuk jenis
kelamin pria, hipertrofi adenoid (penghalang), alergi, kehadiran penitipan anak,
paparan asap lingkungan, penggunaan dot, defisiensi imun, refluks
gastroesofageal, riwayat orang tua OM masa kanak-kanak berulang, dan
kecenderungan genetik lainnya.

3.6 manifestasi klinis

1. Otitis media dengan efusi


Akumulasi cairan tidak bernanah di tengah telinga yang disebabkan oleh kerusakan saluran
Eustachea. Gejalanya yaitu :
• Gangguan Pendengaran Konduktif (CHL)
• Telinga penuh
• Episode singkat sakit telinga
• Tinitus
2. Otitis media akut
• Otalgia
• Keluarnya cairan dari telinga
• Gangguan pendengaran
3. Otitis media kronik
• Episode pengaktifan kembali ini dimulai oleh URI, atau oleh manipulasi saluran
pendengaran eksternal, atau dengan penetrasi air di telinga.
• Dalam tahap tidak aktif: hanya CHL dan perforasi sentral yang kering.

3.7 cara diagnosis dan diagnosis banding

A. Cara Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan klinis yang cermat
diperlukan untuk membantu diagnosis OMA. Riwayat tanda-tanda
peradangan yang timbul secara cepat dengan efusi di telinga tengah
merupakan bukti adanya infeksi OMA (Jamal et al., 2022).
Keluhan utama telinga dapat berupa:
● Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
● Suara berdenging/berdengung (tinnitus)
● Rasa pusing yang berputar (vertigo)
● Rasa nyeri di dalam telinga (otalgia)
● Keluar cairan dari telinga (otore)

Bila ada gangguan pendengaran, tanyakan apakah keluhan tersebut pada satu/kedua telinga,
timbul tiba-tiba atau bertambah berat, dan berapa sudah berapa lama.

Pemeriksaan Fisik
1. Tes bisik
Tes bisik merupakan uji reaksi penderita terhadap bunyi bisikan. Tes ini merupakan petunjuk
kasar akan adanya ketulian. Telinga penderita yang tidak diperiksa harus “ditutup” dengan
menggesekkan kertas di muka telinga tersebut. Penderita tidak boleh melihat ke arah
pemeriksa dan harus mengulang sejumlah kata-kata seperti “cat”, “ban”, atau “hak” yang
dibisikkan pada telinga yang diuji. Jarak terjauh dari telinga yang masih memungkinkan kata-
kata terdengar, dicatat. Ruangan yang sunyi merupakan hal yang penting untuk dapat
berkonsentrasi dan mengabaikan bunyi yang lain. Telinga yang normal dapat mendengar
bisikan pada jarak 5 kaki atau 1,5 meter. Selain tes bisik juga dilakukan uji reaksi penderita
terhadap bunyi percakapan. Uji dilakukan dengan cara yang sama. Pada uji ini dipakai bunyi
percakapan sehari-hari yang dengan telinga yang normal dapat didengar pada jarak 30 kaki
atau 9 meter.
2. Tes Rinne
Uji ini menunjukkan apakah ketulian bersifat konduktif atau perseptif. Kaki garpu tala
diletakkan di depan telinga dan tangkainya kemudian diletakkan pada prosesus mastoid.
Penderita diminta untuk membandingkan intensitas bunyi yang terdengar pada kedua posisi
itu. Penderita dengan tuli konduktif mendengar bunyi lebih baik bila garpu tala diletakkan di
atas prosesus mastoid daripada di depan telinga. Pada tuli perseptif sebaliknya, Jarak waktu
yang diperlukan penderita untuk mendengar getaran terhitung dari garpu tala diletakkan pada
prosesus mastoid dibandingkan dengan waktu yang didengar oleh pemeriksa. Pada tuli
konduktif jarak waktu pcnderita mendengar garpu tala memanjang, sedangkan pada tuli
persepsi memendek.
3. Tes Weber
Tangkai garpu tala diletakkan pada pertengahan dahi. Gelombang bunyi akan melalui
tengkorak menuju ke kedua telinga dan akan terdengar sama keras bila pendengaran normal.
Tuli konduktif pada satu telinga akan menyebabkan getaran yang terdengar lebih kuat pada
sisi yang sakit. Pada tuli perseptif yang unilateral, bunyi akan terdengar lebih baik pada sisi
yang sehat. Penghantaran bunyi pemeriksaan ini adalah konduksi melalui tulang terdiri dari
dua komponen:
• Langsung, bunyi menuju ke koklea
• Tak langsung, bunyi menuju ke telinga tengah
Komponen tak langsung, sebagian langsung ke koklea, tapi sebagian besar menyebar ke
telinga luar. Pada penyakit telinga dalam, bagian koklea komponen tak langsung terlalu
lemah untuk merangsang koklea sehingga bunyi menjadi lebih keras pada telinga yang baik.
Pada penyakit telinga tengah, bagian tengah komponen tak langsung tidak dapat menyebar ke
dalam telinga luar sehingga akan bertambah ke bagian koklea. hal ini menyebabkan bunyi
terdengar lebih keras dalam telinga yang sakit.
4. Audiometri
Audiometer adalah suatu alat elektronik yang mengeluarkan nada murni dengan mcmakai
osilator. Intcnsitas bunyi yang dihasilkan dapat diubah-ubah dan diukur dalam desibel. Bunyi
bicara normal terdengar pada spektrum frekuensi 500, 2000, 4000 putaran perdetik. Dalam
pengambilan audiogram diperlukan ruangan sunyi yang ada pada rumah sakit dengan fasilitas
klinik otologi. Apabila dilakukan luar rumah sakit cukup dilakukan kan pada ruangan sunyi
dan jauh dari keramaian lalu-lintas. Penderita memakai ear phone yang dihubungkan dengan
audiometer. Penderita mendengarkan bunyi yang pertama terdengar sampai tak terdengar
lagi. Nilai pengukuran kedua nilai ambang ini adalah kekurangan pendengaran untuk
frekuensi itu. Hal ini mula-mula diukur untuk konduksi melalui udara dan kemudian melalui
tulang pada tiap-tiap frekuensi.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskopi
Otoskopi adalah andalan diagnosis OMA. Serumen yang menghalangi (kotoran telinga) yang
menghalangi visualisasi membran timpani yang memadai harus dihilangkan untuk
memudahkan diagnosis yang akurat . Saat melakukan otoskopi, dokter menilai dan mencatat
warna, opasitas, posisi dan integritas membran timpani. Membran timpani yang
menggembung, yang berhubungan dengan tingginya tingkat bakteri patogen pada MEE,
merupakan tanda paling konsisten dari AOM dan merupakan fitur yang paling berguna untuk
membedakan AOM dari OME . Saat penonjolan mereda, membran timpani mungkin terlihat
seperti batu bulat (shagrinasi). Membran timpani yang buram atau keruh sangat dapat
memprediksi MEE, apa pun penyebabnya. Beberapa skala berbasis gambar tersedia untuk
membakukan pencatatan dan interpretasi temuan otoskopi.

a.Normal tympanic membrane.


b.Red and bulging tympanic membrane indicative of acute otitis media.
c.Otitis media with effusion.
d.Presence of a ventilation tube in the tympanic membrane.
2. Otomikroskopi
Otomikroskopi mungkin membantu lebih dari sekadar otoskopi sederhana untuk
mendiagnosis OME, namun bukti yang ada masih sedikit dan kebutuhan akan peralatan serta
pelatihan khusus sering kali membatasi pemeriksaan hanya pada perawatan sekunder.
Otomikroskopi paling berguna untuk menilai kelainan membran timpani (seperti perforasi,
atrofi, timpanosklerosis, atelektasis, dan kantong retraksi) yang mungkin berhubungan
dengan OME kronis.
3. Timpanometri
Timpanometri secara objektif mengukur mobilitas membran timpani dan fungsi telinga tengah.
Hambatan dalam melakukan timpanometri di layanan primer mencakup biaya peralatan dan
pelatihan yang terbatas.
Timpanometri dapat memperkirakan volume saluran telinga yang setara, yang didefinisikan
sebagai jumlah udara di depan probe, biasanya 0,3-0,9 ml pada anak-anak. Volume ekivalen
yang rendah (<0,3 ml) dapat menunjukkan pembacaan yang tidak akurat karena saluran telinga
tersumbat oleh serumen atau probe ditekan ke dinding saluran; volume setara yang tinggi (1–
5,5 ml) terjadi ketika membran timpani tidak utuh karena adanya perforasi atau selang ventilasi,
dan harus segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut jika tidak ada dugaan awal. Timpanometri
umumnya dilakukan dengan menggunakan nada 226 Hz, namun untuk anak-anak berusia <6
bulan, nada probe 1.000 Hz adalah yang terbaik karena nada 226 Hz tidak sensitif terhadap
MEE.
Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah,
tetapi tergantung kerjasama pasien

Grafik tipe A: Normal.


Grafik tipe B: Terdapat indikasi adanya cairan pada telinga tengah.
Grafik tipe C: Terdapat indikasi gangguan pada fungsi tuba eustachius.
Grafik tipe AD: Terdapat indikasi gangguan pada rangkaian tulang pendengaran.
Grafik tipe AS: Terdapat indikasi kekakuan ataupun pengapuran (otosklerosis) pada tulang
pendengaran.
4. Refleksometri
Reflektometri akustik (AR) adalah metode penilaian probabilitas cairan telinga tengah (MEF)
dengan instrumen yang memancarkan sapuan spektrum frekuensi suara ke membran timpani
dan menganalisis intensitas dan spektrum frekuensi suara yang dipantulkan. Reflektometer
akustik adalah instrumen kecil, ringan, dan tanpa kabel, yang ujungnya dimasukkan ke ujung
saluran telinga dan diarahkan ke membran timpani selama perekaman, yang memakan waktu
kurang lebih lima detik. Hal ini umumnya mudah dilakukan dan memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi bahkan di antara anak-anak yang menangis dan kesulitan, sehingga menunjukkan
kemungkinan untuk digunakan di rumah oleh orang tua.
5. Timpanosintesis
Timpanosintesis adalah metode untuk mendeteksi adanya efusi telinga tengah dan dapat
mendokumentasikan etiologi dari bakteri penyebab otitis media akut, tetapi jarang dilakukan
dalam perawatan primer (Harmes et al., 2013).
Timpanosintesis, diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat pada anak
yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis
merupakan standar emas untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
Sebelum memulai prosedur timpanosintesis, pasien diberikan anestesi topikal, lokal, atau
umum. Posisi standar untuk pasien yang menjalani timpanosentesis adalah posisi terlentang
atau setengah bersandar, dengan kepala pasien menghadap ke arah operator untuk
memudahkan visualisasi membran timpani yang tepat menggunakan spekulum telinga yang
berukuran sesuai. Komplikasi timpanosintesis kurang lebih sama dengan komplikasi
miringotomi.

Diagnosis banding otitis media akut (OMA) meliputi otitis media dengan efusi
(OME), otitis media supuratif kronis, otitis media eksterna (otitis eksterna), infeksi
herpes zoster, dan infeksi kepala dan leher bagian dalam lainnya (Fred Ferri, 2024).

3.8 tatalaksana (farmako & non farmako)

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium


oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCI efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCI
efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada
orang dewasa.

Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila


penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.

Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau
ampisilin. Terapi awal dibedakan penisilin intramuskular agar didapatkan konsen:
hasil yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.

Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40 mg/kg BB/hari.

Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai


dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-
10 hari.

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,


sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan
karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian
antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan
sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.

Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.

Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan
atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).

Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor risiko yang dapat


menyebabkan kegagalan terapi. Risiko tersebut digolongkan menjadi risiko tinggi
kegagalan terapi dan risiko rendah.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
lstilah miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis: Timpanosintesis
sebetulnya berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna
pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus).

Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan


syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus
tenang dan dapat dikuasai, (sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik).
Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah
memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong
telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang
digunakan berukuran kecil dan steril.

3.9 komplikasi
• Otitis media dengan efusi
▪ OMA berulang
▪ Kantong retraksi
▪ Kolesteatoma
• Otitis media akut
▪ Otitis media perekat
▪ Retraksi membran timpani
▪ Otitis media supuratif kronis
▪ Perforasi membran timpani
▪ Timpanosklerosis
▪ Kolesteatoma
▪ Mastoiditis
• Otitis media kronik
▪ Resorpsi tulang tulang (paling sering merupakan proses panjag)
3.10 pencegahan (primer sekunder tersier)
Primer
• Orang dewasa disarankan untuk melakukan vaksinasi influenza atau
pneumokokus agar terhindar dari risiko infeksi otitis media.
Sekunder
• Kontrol dokter jika mulai timbul gejala keluhan telinga
• Istirahat yang cukup
Tersier
• Melakukan kontrol berkala dengan dokter
• Mengonsumsi obat-obatan secara teratur
3.11 prognosis
gangguan pendengaran baik tuli konduktif maupun sensorineural. Gangguan
pendengaran pada anak bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, misalnya
pada aspek bahasa dan bicara
4. Memahami dan menjelaskan menjaga kesehatan telinga menurut pandangan
islam (alquran dan hadist)

Penyebutan pendengaran yang lebih dulu dalam berbagai ayat al-Qurʻan


sebagaimana terdapat juga di dalam surat An-Naḥl ayat 78, menunjukkan bahwa alat
pendengaran mempunyai fungsi yang teramat penting bagi manusia untuk dapat
mendapatkan ilmu pengetahuan.

Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur (Q.S. an-Nahl : 78).

Telinga dengan fungsi pendengarannya pun harus dijaga sedemikian rupa agar tidak
membawa manusia pada kecelakaan. Bagaimana tidak, pendengaran termasuk gerbang
bagi hadirnya informasi yang akan menentukan kualitas akhlak kita, baik ataukah buruk.
Ini artinya, kita tidak boleh sembarangan mendengar. Kita harus sangat terampil dalam
memilah dan memilih mana suara yang boleh masuk ke telinga dan mana yang tidak boleh.

Semakin sering kita mendengar maksiat, akan semakin terbiasa kita dengannya.
Jika sudah terbiasa, pendengaran pun akan sulit mendengar kebaikan. Al-Quran
menyebutnya sebagai “telinga yang tersumbat”.

Artinya : “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan
menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan
dikedua telinganya, maka gembirakanlah dia dengan azab yang pedih.”

Di antara sejumlah perbuatan maksiat terkait fungsi pendengaran, ada satu yang sangat
berbahaya dan banyak menimpa sebagian dari kita, yaitu ghibah. Berghibah adalah
membicarakan keburukan orang lain. Perbuatan ghibah mencakup dua hal sekaligus, yaitu lisan
dan pendengaran. Lisan bisa tergelincir dengan membuka aib orang lain. Adapun telinga bisa
tergelincir dengan mendengarkan aib atau kejelekan orang lain, Itulah mengapa, berghibah dan
mendengarkan ghibah lalu mengiyakan dosanya.
Ghibah berasal dari kata ghaib yang bermakna “tidak tampak”. Sederhananya, ghibah adalah
membicarakan orang lain dan seandainya orang yang dibicarakan tersebut mendengarnya,dia
akan merasa tidak enak dan sakit hati.

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya
yang lebih mengetahui”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Yaitu engkau
menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya? Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah
menggibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah
berdusta atasnya”.

Anda mungkin juga menyukai