Anda di halaman 1dari 9

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara.

Gelombang suara adalah getaran


udara yang merambat dan terdiri dari daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan)
molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah bertekanan rendah akibat
penjarangan molekul tersebut. Pendengaran seperti halnya indra somatik lain merupakan indra
mekanoreseptor. Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang
suara yang terdapat di udara.1,2
Suara ditandai oleh nada, intensitas, dan kepekaan.1

Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi
getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20
sampai 20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus
per detik.

Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau
perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah berpenjarangan yang
bertekanan rendah. Semakin besar amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan
dalam desible (dB). Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel
disebut desibel. Satu desibel mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya yakni
1,26 kali. Suara yang lebih kuat dari 100 dB dalam merusak perangkat sensorik di
koklea.

Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan juga yang menyebabkan
perbedaan khas suara manusia

Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20 dan 20.000 siklus per
detik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika
kekerasannya 60 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah sampai
500 hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20 sampai 20.000 siklus
dapat dicapai secara lengkap. Pada usia tua, rentang frekuensi biasanya menurun menjadi 50
sampai 8.000 siklus per detik atau kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan
bila intensitasnya serendah 70 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara. Sebaliknya,
suara 100 siklus per detik dapat dideteksi hanya jika intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari
ini.
A. Mekanisme Pendengaran1,2,3
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran
tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling menyebabkan
gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi
gelombang suara. Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi
gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masukkeluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph di scala vestibuli. Oleh karena luas
permukaan membran tympani 22 kali lebih besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan

tekanan gelombang suara15-22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran
timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-tulang pendengaran juga turut
berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam
yaitu, perubahan posisi jendela bundar dan defleksi membrana basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah
yang berlawanan mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.
Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui
membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar
menonjol ke luar-masuk bergantian.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila
ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan
tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada perilymp scala
vestibuli akan melintasi membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya
nada rendah akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini
kemudian akan turun ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke
telinga tengah untuk diredam.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris bergetar,
sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan
dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan
perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel rambut
berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk
saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan
pengeluaran zat perantara mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya,
kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat
perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).
Perubahan potensial berjenjang di reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan
potensial aksi yang merambat ke otak. Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak
statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian ke colliculus. Persepsi auditif
terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif.
B. Jaras Persarafan Pendengaran2

Diperlihatkan bahwa serabut dari ganglion spiralis organ corti masuk ke nukleus koklearis yang
terletak pada bagian atas medulla oblongata. Pada tempat ini semua serabut bersinaps dan neuron
tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus
olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus olivarius
superior pada sisi yang sama. Dari nukleus tersebut, berjalan ke atas melalui lemniskus lateralis.
Beberapa serabut berakhir di nukleus lemniskus lateralis, tetapi sebagian besar melewati nukleus
ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Dari
sini jaras berjalan ke nukleus genikulatum medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya,
jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik, yang terutama terletak pada girus
superior lobus temporalis.
Beberapa tempat penting harus dicatat dalam hubunganya dengan lintasan pendengaran pertama
implus dari masing-masing telinga dihantarkan melalui lintasan pendengaran kedua batang sisi
otak hanya dengan sedikit lebih banyak penghantaran pada lintasan kontralateral. Kedua, banyak
serabut kolateral dari traktus audiorius berjalan langsung ke dalam system retikularis batang otak
sehingga bunyi dapat mengaktifkan keseluruhan otak.

C. Fungsi korteks serebri pada pendengaran1,2


Setiap daerah di membrana basilaris berhubungan dengan daerah tertentu di korteks pendengaran
dalam lobus temporalis. Dengan demikian, setiap neuron korteks hanya diaktifkan oleh nadanada tertentu. Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar
dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinap dalam perjalanannya, terutama adalah sinaps di batang otak dan
nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendengaran untuk
kewaspadaan. Sinyal pendengaran dari kedua telinga disalurkan ke kedua lobus temporalis
karena serat-seratnya bersilangan secara parsial di otak. Karena itu, gangguan di jalur
pendengaran pada salah satu sisi melewati batang otak tidak akan mengganggu pendengaran
kedua telinga. Korteks pendengaran tersusun atas kolom-kolom. Korteks pendengaran primer
mepersepsikan suara diskret sementara korteks pendengaran yang lebih tinggi di sekitarnya
mengintegrasi suara-suara yang berbeda menjadi pola yang koheren dan berarti. Proyeksi
lintasan pendengaran korteks serebri menunjukan bahwa korteks pendengaran terletak terutama
tidak hanya pada daerah supratemporal girus tempralis superior tetapi juga meluas melewati
batas lateral lobus temporalis jauh melewati korteks insula dan sampai ke bagian paling lateral
lobus parietalis.
D. Penentuan Frekuensi Suara2
Suara dengan tinggi nada yang rendah menyebabkan pengaktifan maksimum membrane basilis
di dekat apeks koklea dan suara dengan frekuensi yang tinggi mengaktifkan membrane basilaris
dekat basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi menengah mengaktifkan membrana di
antara kedua nilai yang ekstrim tersebut. Selanjutnya, ada pengaturan spasial pada serabut saraf
di jaras koklearis, yang berasal dari koklea sampai korteks serebri. Perekaman sinyal di traktus
auditorius pada batang otak dan di area penerima pendengaran pada korteks serebri
memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktivasi oleh frekuensi suara tertentu. Oleh
karena itu cara yang digunakan oleh sistem saraf untuk mendeteksi perbedaan frekuensi suara

adalah dengan menentukan posisi di sepanjang membrane basilaris yang paling terangsang. Ini
dinamakan prinsip letak untuk menentukan frekuensi suara.
E. Penentuan keras suara1,2
Kekerasan suara ditentuka oleh sistem pendengaran sekurnag-kurangnya melalui tiga cara.
Pertama, ketika suara menjadi lebih keras terjadi peningkatan amplitudo getaran yang
merangsang ujung-ujung saraf bereksitasi lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo meningkat akan
menyebabkan semakin banyak sel-sel rambut di pinggir bagian mebran basilar yang beresonasi,
sehingga terjadi pemjumlahan spasial impuls, dimana transmisi melalui banyak serabut saraf.
Ketiga, sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran membran basilar
mencapai intensitas yang tinggi.
Suara yang sangat keras yang tidak dapat diperlembut secara adekuat oleh refleks-refkes
protektif telinga dapat menyebabkan getaran membrana basilaris yang hebat sehingga sel-sel
rambut yang tidak dapat digantikan itu terlepas atau rusak secara permanen dan menimbulkan
gangguan pendengaran parsial.
F. Diskriminasi arah asal suara2
Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada mamalia yang
lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah asal
suara. Namun, mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di dalam
batang otak.
Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior medial dan
lateral. Nukleus lateral bertanggung jawab untuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya melalui
perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua telinga, dan
mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk memperkirakan arahnya. Nukleus
olivarius superior medial mempunyai mekanisme spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu
antara sinyal akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar
neuron yang mempunyai dua dendrit utama yang menonjol ke arah kanan dan kiri. Intensitas
eksitasi di setiap neuron sangat sensitif terhadap perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal
akustik yang berasal dari kedua telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan
neuron. Suara yang datang langsung dari depan kepala merangsang satu perangkat neuron
olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda menstimulasi pernagkat neuron
lainnya dari sisi yang berlawanan.
G. Ketulian2
Tuli biasanya dibagi dalam dua jenis. Pertama yang sisebabkan oleh gangguan koklea atau saraf
pendengaran, yang biasanya dimasukkan dalam tuli saraf dan kedua yang disebabkan oleh
gangguan mekanisme telinga tengah untuk menghantarkan suara ke koklea, yang biasanya
dinamakan tuli hantaran sebenarnya bila koklea atau saraf pendengaran dirusak total makan
orang tersebut akan tuli total akan tetapi bila koklea dan saraf masih utuh tetapi system osikular
rusak atau mengalami ankilosis kaku karena fibrosis atau kalsifikasi, gelombang suara tetap
dapat dihantarkan ke koklea dengan cara konduksi tulang seperti penghantaran bunyi dari ujung
garputala yang bergetar, yang ditempelkan langsung pada tengkorak.

H. Hambatan Persepsi Auditif3


Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara. Persepsi auditif berkaitan
dengan kemampuan otak untuk memproses dan menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara
yang didengar oleh telinga. Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak
dapat membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang berbeda.
Kemampuan ini sangat berguna dalam proses belajar membaca. Persepsi auditif mencakup
kemampuan-kemampuan berikut :
a. Kesadaran fonologis yaitu kesadaran bahwa bahasa dapat dipecah ke dalam kata, suku kata,
dan fonem (bunyi huruf)
b. Diskriminasi auditif yaitu kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan
mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
c. Ingatan (memori) auditif yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang
didengar
d. Urutan auditif yaitu kemampuan mengingat urutan hal-hal yang disampaikan secara lisan
e. Perpaduan auditif yaitu kemampuan memadukan elemen-elemen fonem tunggal atau berbagai
fonem menjadi suatu kata yang utuh
Hambatan persepsi auditif dapat terjadi sebagai bagian dari auditory processing
disorder(gangguan proses auditori) yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Gangguan
ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan proses di otak atau berhubungan dengan kondisi
kondisi lain seperti disleksia, Attention Defisit Disorder, Autism Spectrum Disorder, gangguan
bahasa spesifik, atau hambatan perkembangan. Anak yang mengalami gangguan proses auditori
biasanya dapat mendengar suara (informasi bunyi) tetapi memiliki kesulitan untuk memahami,
menyimpan, menempatkan, mengemukakan kembali atau menjelaskan informasi tersebut untuk
kepentingan akademik maupun sosial.
Hambatan persepsi auditif dapat mencakup beberapa hal seperti:
kesulitan menentukan figur dan latar bunyi
kesulitan mengingat (memori) bunyi
kesulitan diskriminasi bunyi
kesulitan untuk memperhatikan bunyi
kesulitan untuk proses kohesi (memadukan) bunyi
Kesimpulan
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Suara ditandai oleh nada, intensitas,
kepekaan. Proses pendengaran dimulai saat suara masuk melewati slauran telinga kemudian
menggetarkan gendang telinga. Kemudian gelombang suara diteruskan oleh tulang-tulang
pendengaran pada telinga tengah. Selanjutnya peningkatan tekanan gelombang suara bertambah
saat melewati jendela oval, cairan pada koklea pun bergetar. Getaran ini menyebabkan sel-sel
rambut yang melekat pada membran basalis bergerak naik turun dan memunculkan potensial
aksi. Impuls listrik ini kemudian diteruskan hingga ke otak untuk diterjemahkan. sistem saraf
untuk mendeteksi perbedaan frekuensi suara adalah dengan menentukan posisi di sepanjang
membrane basilaris yang paling terangsang.

Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran
udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera
garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih
dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada
planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita
menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari
pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar
didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru
telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien.
Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai

rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum
mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar
bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua
kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga
pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita
letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau
mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama
mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar
diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media
purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala
ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut
normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

3. Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus.
Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak
mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan
segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman
pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.

Anda mungkin juga menyukai