Anda di halaman 1dari 54

Lampiran 1

INSTRUMEN PENELITIAN
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN
TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA ANAK
SEKOLAH DASAR NEGERI 24
KOTA GORONTALO

1. Karakteristik Responden
Nama Siswa :
Jenis Kelamin : a. Laki-Laki b. Perempuan
Tempat Tanggal Lahir :
Tinggi Badan : cm
Kelas` : a. IV b. V c. IV
2. Sosial Ekonomi Keluarga
Pendidikan Ibu : a. SD b. SMP c. SMA d.D3/S1
Penghasilan Keluarga /bulan : a. ≥ Rp. 2.206.000 b. ≤ Rp. 2.206.000

3. Kebiasaan Konsumsi Energi Protein


Food Frequency Question
Frekuensi Makan
N
Jenis makanan 1-3x 4-5x 1-2x Tidak
o
sehari seminggu sebulan pernah
1 Sumber Energi
a. Nasi
b. Jagung
c. Singkong
d. Kentang
e. Mie
f. Biskuit
g. Roti
2. Sumber Protein
a. Kacang Hijau
b. Ikan
c. Tempe
d. Tahu
e. Daging Ayam
f. Daging Sapi
g. Telur
h. Udang

76
4. Kecukupan Energi Protein
Food Recall 24 Jam
Waktu Nama Bahan Banyaknya
Makan Makanan Makanan URT Gram

Pagi

Siang

Malam

77
Lampiran 2

78
79
80
81
Lampiran 3

82
83
84
85
Lampiran 4

86
Lampiran 5

87
Lampiran 6

88
Lampiran 7
MASTER TABEL
Tingkat Sosial
Kebiasaan Konsumsi Energi Protein
No Nama JK U KS K Ekonomi
KKE Kat KKP Kat JKE KcE TKE JKP KcP TKP PI PK
1.    PST 2 1 1 1 14 2 13 2 695 37.5 2 20.3 41.4 2 2 2
2.     F 1 2 1 1 10 2 13 2 1104 59.8 2 38.6 78.7 2 1 2
3.     RDR 1 2 2 1 15 1 18 1 1560.3 84.3 1 43.3 88.3 1 1 1
4.     NRA 2 2 2 1 15 1 17 1 1485 80.2 1 39.6 80.8 1 1 1
5.   FY 1 2 1 1 12 2 14 2 1220 65.9 2 42.9 87.5 1 2 2
6.    IGH 1 2 1 1 14 2 12 2 1017.7 55 2 32.4 66.1 2 2 2
7.    MNS 2 2 2 1 17 1 19 1 1488.8 80.4 1 41.3 84.2 1 1 1
8.    FDAA 2 2 1 1 11 2 14 2 1349 72.9 2 37 75.5 2 1 2
9.    RDPYL 2 2 1 1 9 2 12 2 1453 78.5 2 35 71.4 2 1 1
10. NKMH 2 2 2 1 `14 2 17 1 1588 85.8 1 41.9 85.5 1 1 1
11.  PFD 2 2 2 1 15 1 16 1 1552.2 83.9 1 42.5 86.7 1 1 1
12.  AH 1 2 1 1 11 2 13 2 1373 74.2 2 30.1 61.4 2 2 2
13.  SISI 2 2 1 1 12 2 15 2 1046.4 56.5 2 32 65.3 2 1 2
14.  MDAF 1 2 2 1 16 1 17 1 1687.1 91.1 1 44.6 91 1 1 1
15.  SD 1 2 2 1 18 1 18 1 1493.8 80.7 1 40.9 83.4 1 1 1
16.  RH 1 2 1 1 11 2 11 2 1559.4 84.2 1 33.3 67.9 2 2 2
17.  MAJK 1 2 2 1 15 1 17 1 1505.4 81.3 1 43.4 88.5 1 1 1
18.  MAIA 1 2 2 2 15 1 17 1 1709 81.3 1 46 82.1 1 1 1
19.  RNLI 2 2 2 2 16 1 18 1 1623.5 81.1 1 49.7 82.8 1 1 1
20.  MAD 1 2 1 2 13 2 14 2 1299 61.8 2 28.4 50.7 2 1 2
21.  MFZ 1 2 1 2 11 2 11 2 1728 82.2 1 42.3 75.5 2 1 1
22.  FA 2 2 2 2 16 1 17 1 1639.6 81.9 1 50.1 89.4 1 1 1
23. SRPA 1 2 1 2 13 2 16 2 1347 64.1 2 33.6 60 2 2 2
24.  RRT 1 2 1 2 10 2 10 2 1185.5 56.4 2 27.9 49.8 2 1 2

89
Tingkat Sosial
Kebiasaan Konsumsi Energi Protein
No Nama JK U KS K Ekonomi
KKE Kat KKP Kat JKE KcE TKE JKP KcP TKP PI PK
25.  MRPB 1 2 2 2 17 1 19 1 1821.2 86.7 1 49.4 88.2 1 1 1
26.  ATI 1 2 1 2 9 2 8 2 1222.3 58.2 2 28.8 51.4 2 2 2
27.  FNSFJ 2 2 1 2 11 2 10 2 1124 56.2 2 29.7 49.5 2 1 1
28.  MML 1 2 1 2 13 2 17 1 1213.2 57.7 2 42.1 75.1 2 2 2
29.  RSA 1 2 1 2 11 2 9 2 1585.2 75.4 2 45.9 81.9 1 2 2
30.  NII 1 2 2 2 16 1 17 1 1698.6 80.8 1 45.3 80.8 1 1 1
31.  DI 1 3 1 2 13 2 14 2 809.3 38.5 2 23.3 41.6 2 2 2
32. PDPA 2 3 1 2 12 2 13 2 1002.7 50.1 2 37.4 62.3 2 1 1
33. WK 1 3 2 2 15 1 18 1 1777 84.6 1 46.8 56 1 1 1
34.  IFSS 2 2 1 2 9 2 15 2 972.5 48.6 2 29.3 48.8 2 1 1
35.  IZA 2 2 1 2 13 2 14 2 1887.5 94.3 1 33.4 55.6 2 2 2
36.  KS 2 3 1 2 10 2 15 2 856.2 42.8 2 24.2 40.3 2 2 2
37.  CS 2 3 1 2 10 2 15 2 632.2 31.6 2 16.5 27.5 2 2 2
38.  ZPNA 2 2 2 2 15 1 17 1 1654 82.7 1 51.1 85.1 1 1 1
39.  WA 2 3 1 2 8 2 10 2 885 44.2 2 26.7 44.5 2 2 2
40.  ANG 2 3 2 2 17 1 17 1 1640.1 82 1 49 81.6 1 1 1
41.  SAT 2 3 1 3 13 2 11 2 1278.2 63.8 2 34.4 57.3 2 2 2
42.  MND 1 3 2 3 15 1 17 1 1741.7 94.1 1 50.3 89.8 1 1 1
43.  SKN 1 2 2 3 16 1 17 1 1700.6 80.9 1 44.9 80.1 1 1 1
44.  BRA 1 3 2 3 15 1 17 1 1714 81.6 1 45 80.3 1 1 1
45. MFPS 1 3 2 3 18 1 18 1 1895.2 90.2 1 45.6 91.4 1 1 1
46.  ANNM 2 3 2 3 17 1 17 1 1869.7 93.5 1 51 85 1 1 1
47. CGD 2 3 2 3 19 1 17 1 1773.2 88.6 1 48.8 81.3 1 1 1
48.  MHT 2 3 2 3 18 1 18 1 1786.2 89.3 1 49 81.6 1 1 1
49.  RW 1 3 2 3 17 1 19 1 1882.9 89.6 1 48.3 86.2 1 1 1
50.  MRH 1 3 2 3 16 1 17 1 1776.6 84.6 1 47.2 84.2 1 1 1

90
Tingkat Sosial
Kebiasaan Konsumsi Energi Protein
No Nama JK U KS K Ekonomi
KKE Kat KKP Kat JKE KcE TKE JKP KcP TKP PI PK
51.  AYP 1 3 1 3 17 1 13 2 1178 56 2 38.4 68.5 2 1 1
52.  ILT 1 3 2 3 16 1 18 1 1873.2 89.2 1 47.1 84.1 1 1 1
53.  RH 2 3 2 3 15 1 18 1 1657.5 82.8 1 49.2 82 1 1 1
54.  AL 2 3 2 3 17 1 17 1 1699.1 84.9 1 48.1 80.1 1 1 1
55.  AA 1 3 2 3 17 1 17 1 1765.2 84 1 46.8 83.5 1 1 1
56.  RH 1 3 2 3 16 1 18 1 1699 80.9 1 47 83.9 1 1 1
57.  MPHY 2 3 2 3 16 1 17 1 1651.2 82.5 1 48.7 81.1 1 1 1
58.  MI 2 3 2 3 18 1 19 1 1898.9 94.9 1 51.5 85.8 1 1 1
59.  UA 1 3 2 3 16 1 17 1 1757 83.6 1 47 83.9 1 1 1
60.  JH 2 3 2 3 15 1 16 1 1689.9 84.4 1 48 80 1 1 1
61.  DB 1 3 1 3 15 2 15 2 1583.6 75.4 2 42.5 75.8 2 2 2
62.  RP 1 3 2 3 16 1 17 1 1781.2 84.8 1 47.5 84.8 1 2 1
63.  WAP 1 3 2 3 15 1 18 1 1685.7 80.2 1 48 85.7 1 1 1
64.  AB 2 3 2 3 17 1 18 1 1748.9 87.4 1 48.6 81 1 1 1

Keterangan:
N = Nama
JK = Jenis Kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
U = Umur : 1. 7-8 tahun
2. 9-10 tahun
3. 11-12 tahun
KS = Kejadian Stunting : 1. Stunting
2. Normal

91
K = Kelas : 1. IV
2. V
3. VI
PI = Pendidikan Ibu : 1. Tinggi : Jika ibu lulus SMA/D-3/S1
2. Rendah : Jika ibu hanya lulus SD/SMP
PK = Pendapatan Keluarga : 1. Tinggi : ≥ Rp. 2.206.000
2. Rendah : < Rp. 2.206.000
JKE = Jumlah Konsumsi Energi
KcE = Kecukupan Energi (%)
TKE = Tingkat Kecukupan Energi : 1. Baik : 80-100% AKG
2. Kurang : <80% AKG
JKP = Jumlah Konsumsi Protein
KcP = Kecukupan Protein (%)
TKP = Tingkat Kecukupan Protein : 1. Baik : 80-100% AKG
2. Kurang : <80% AKG
KKE = Kebiasaan Konsumsi Energi
Kat = Kategori : 1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
KKP = Kebiasaan Konsumsi Protein
Kat = Kategori : 1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah

92
Lampiran 8
DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1 Pengukuran tinggi badan Gambar 2 Pengukuran tinggi badan

Gambar 3 Wawancara pengisian formulir FFQ dan Food Recall

Gambar 4 Wawancara pengisian formulir FFQ dan Food Recall

93
Gambar 4 Wawancara dengan Ibu Siswa Gambar 5 Wawancara dengan Ibu Siswa

Gambar 6 Wawancara dengan Ibu Siswa

94
Lampiran 9

95
Lampiran 10
PENGUJIAN UNIVARIATE
1. Kejadian Stunting

Kejadian Stunting

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Stunting 27 42.2 42.2 42.2

Normal 37 57.8 57.8 100.0

Total 64 100.0 100.0

2. Kebiasaan konsumsi energi


Kebiasaan konsumsi energi
Cumulative
Frequency Percent Valid percent percent
Valid Tinggi 37 57.8 57.8 57.8
Sedang 27 42.2 42.2 100.0
Total 64 100.0 100.0

3. Kebiasaan konsumsi protein


Kebiasaan konsumsi protein
Cumulative
Frequency Percent Valid percent percent
Valid Tinggi 38 59.4 59.4 59.4
Sedang 26 40.6 40.6 100.0
Total 64 100.0 100.0

4. Tingkat kecukupan energi


Tingkat kecukupan energi
Cumulative
Frequency Percent Valid percent percent
Valid Baik 40 62.5 62.5 62.5
Kurang 24 37.5 37.5 100.0
Total 64 100.0 100.0

96
5. Tingkat kecukupan protein
Tingkat kecukupan protein
Cumulative
Frequency Percent Valid percent percent
Valid Baik 39 60.9 60.9 60.9
Kurang 25 39.1 39.1 100.0
Total 64 100.0 100.0

6. Pendidikan ibu

7. Pendapatan keluarga

8. Jenis kelamin

97
98
9. Umur

99
100
10. Kelas

101
102
103
Lampiran 11
NORMALITAS DATA
1. Kejadian stunting

2. Kebiasaan konsumsi energi

3. Kebiasaan konsumsi protein

104
4. Tingkat kecukupan energi

5. Tingkat kecukupan protein

6. Pendidikan ibu

105
7. Pendapatan keluarga

106
Lampiran 12
PENGUJIAN BIVARIATE
1. Kebiasaan konsumsi energi

2. Kebiasaan konsumsi protein

107
3. Tingkat kecukupan energi

108
4. Tingkat kecukupan protein

109
5. Pendidikan ibu

6. Pendapatan keluarga

110
111
Lampiran 13
ARTIKEL

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN


TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA ANAK
SEKOLAH DASAR NEGERI 24
KOTA GORONTALO

Riznan Datu1), Sunarto Kadir2), Sylva Flora Ninta Tarigan3)


1
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
email: riznandatu01@gmail.com
2
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
email: sunarto.kadir@yahoo.co.id
3
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
email: floraninta@gmail.com

Abstrak

Hasil Riskesdas prevalensi pendek nasional tahun 2013 sebesar 37,2%.


Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo kejadian stunting di Kota
Gorontalo pada tahun 2013 sebesar 10,2%. Data dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo
tahun 2017 prevalensi kejadian stunting di Kota Gorontalo sebesar 18,7%, dapat dilihat
dari data kejadian stunting tahun 2013 sampai 2017 prevalensi kejadian stunting
meningkat sebesar 8,5%. Rumusan masalah apakah ada hubungan kebiasaan konsumsi
energi protein dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunting. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi energi protein dan tingkat
sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunting.
Jenis penelitian bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional. Jumlah sampel
64 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuisioner, food frequency question dan food
recall 24 jam. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2018 di SDN 24 Kota
Gorontalo. Analisa hubungan antara variable independen dan variable dependen
menggunakan uji Chi-Square.
Hasil penelitian hubungan kebiasaan konsumsi energi protein dengan kejadian
stunting dibuktikan dengan uji statistik berdasarkan kebiasaan konsumsi energi
(p=0,000), kebiasaan konsumsi protein (p=0,000), kecukupan energi (p=0,000),
kecukupan protein (p= 0,000). Hubungan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan
kejadian stunting dibuktikan dengan uji statistik pendidikan ibu (p=0,000) dan
pendapatan keluarga (p=0,000), hasil ini menunjukan ada hubungan kebiasaan konsumsi
protein dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan stunting dimana nilai p-Vaiue < α
(0,05).
Diharapkan pihak sekolah dan orang tua lebih memperhatikan makanan yang
dikonsumsi anak, baik di sekolah maupun di rumah, agar mengurangi kejadian stuting
pada anak.

Kata Kunci : Energi, Protein, Sosial, Ekonomi, Stunting.

112
1. PENDAHULUAN pangan, karena meningkatnya
Pada masa anak-anak pengeluaran pangan atau pendapatan
memerlukan zat gizi yang relatif lebih belum tentu diikuti dengan peningkatan
besar dibandingkan usia dewasa karena kualitas makanan. Hal ini karena
masih tergolong usia pertumbuhan. peningkatan pengeluaran belum tentu
Kebutuhan gizi anak sekolah digunakan untuk pangan. Selain tingkat
dipengaruhi oleh kebiasaan makan. pendapatan, faktor sosial budaya
Kebiasaan makan yang baik akan dapat termasuk kebiasaan makan yang buruk
memenuhi asupan gizi seimbang bagi yang secara tidak langsung dapat
anak, sebaliknya kebiasaan makan yang menyebabkan timbulnya masalah gizi
buruk akan dapat menghambat kurang.
terpenuhinya kecukupan gizi. Bila Data dunia menunjukkan 90%
asupan makanan yang dikonsumsi anak anak yang mengalami stunting atau
memiliki kandungan gizi yang cukup pendek berada di Asia dan Afrika, hal
dan sesuai dengan kebutuhan tubuh ini masih merupakan masalah kesehatan
anak, maka proses pertumbuhan anak masyarakat yang belum terselesaikan
akan berlangsung secara optimal. Pola (Wardlaw dkk., 2012). Di Indonesia,
makan yang baik diharapkan dapat diperkirakan 7,8 juta anak mengalami
menyumbangkan kecukupan energi, stunting, data ini berdasarkan laporan
protein, dan mineral seperti kalsium. yang dikeluarkan oleh UNICEF dan
Kebiasaan makan yang salah akan memposisikan Indonesia masuk ke
berdampak pada masalah yang sering dalam 5 besar negara dengan jumlah
terjadi pada anak usia sekolah yaitu yang mengalami stunting tinggi
stunting. (UNICEF, 2007).
Stunting merupakan salah satu Prevalensi pendek secara nasional
bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti
tubuh yang ditandai dengan keadaan terjadi peningkatan dibandingkan tahun
tubuh yang pendek hingga melampaui 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
defisit -2SD di bawah standar WHO Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri
(WHO, 2010). Stunting merupakan dari 18,0% sangat pendek dan 19,2%
kegagalan dalam mencapai pertumbuhan pendek. Pada tahun 2013 prevalensi
yang optimal disebabkan oleh keadaan sangat pendek menunjukkan penurunan,
gizi kurang yang berlangsung dalam dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun
waktu yang cukup lama. Status stunting 2010. Prevalensi pendek meningkat dari
dapat dihitung dengan menggunakan 18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2%
antropometri WHO 2007 untuk anak pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
umur 5-19 tahun yaitu dengan Data kejadian stunting di Provinsi
menghitung nilai Z-score TB/U masing- Gorontalo pada tahun 2013 mencapai
masing anak 21,01%. Angka ini cukup baik,
Masalah perbaikan gizi memang dibanding pada tahun 2012 yang sebesar
berhubungan dengan banyak hal, salah 26,08% dan pada tahun 2010 (38,01%).
satunya adalah persoalan pola makan Prevalensi stunting di Kabupaten
yang baik. Masalah gizi kurang terutama Gorontalo 27,5%, Boalemo 29,2%,
stunting sangat erat hubungannya Pohuwato 23,5%, Bone Bolango
dengan kuantitas dan kualitas makanan 14,27%, Gorontalo Utara 21,3% dan
yang dikonsumsi, di mana faktor yang terendah di Kota Gorontalo yaitu 10,2%
menentukan kualitas makan adalah (Dinkes Provinsi Gorontalo, 2013).
tingkat pendapatan. Namun demikian, Berdasarkan data Dinas
peningkatan pendapatan tidak selalu Kesehatan Kota Gorontalo, bahwa
membawa perbaikan pada konsumsi prevalensi kejadian stunting pada tahun

113
2017 di Kota Gorontalo sebesar 18,7%. variabel independen (faktor resiko)
Masalah kesehatan masyarakat dianggap dengan variabel dependen (efek).
berat bila prevalensi pendek sebesar 30-
39% dan serius bila prevalensi pendek 2.3 Populasi dan Sampel
≥40% (WHO 2010). Dapat dilihat dari Populasi merupakan keseluruhan
data kejadian stunting tahun 2013 subyek yang memenuhi karakteristik
sampai dengan 2017 prevalensi kejadian tertentu kemudian diteliti. Populasi pada
stunting meningkat sebesar 8,5%. penelitian ini adalah siswa kelas IV, V
Berdasarkan hasil observasi awal dan VI di Sekolah Dasar Negeri (SDN)
yang dilakukan, dari 25 anak sekolah di 24 Kota Gorontalo yang berjumlah 75
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota siswa, dengan alasan karena siswa
Gorontalo sebanyak 10 anak mengalami tersebut sudah mulai bisa untuk
stunting. Dari hasil pengumpulan data di diwawancarai (Lubis, 2017).
kelurahan Tomulabutao Selatan tempat Sampel merupakan sebagian dari
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota seluruh siswa yang menjadi obyek.
Gorontalo berada mengenai sosial Jumlah sampel dapat diperoleh dengan
ekonomi, yaitu sebanyak 35% warga menggunakan rumus Slovin.
tidak mempunyai pekerjaan, sehingga
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi N
n=
keluarga. Dan dari hasil wawancara 1+ Ne2
kebiasaan makan pada anak sekolah di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Keterangan
Gorontalo, dari 25 anak sebanyak 19 n = Ukuran sampel
anak dengan kebiasaan konsumsi energi N = Ukuran populasi
sedang dan 15 anak dengan konsumsi e = Nilai kritis (batas ketelitian)
protein sedang. Berdasarkan uraian di yang diinginkan (persen
atas maka penulis tertarik untuk melihat kelonggaran ketidaktelitian
“Hubungan Kebiasaan Konsumsi Energi karena kesalahan
Protein dan Tingkat Sosial Ekonomi pengambilan sampel
Keluarga dengan Kejadian Stunting pada populasi)
Anak Sekolah Dasar Negeri 24 Kota 75
Gorontalo” n= 2
=63,15=64
1+75(0,05)
2. METODE PENELITIAN Dari hasil perhitungan jumlah
2.1 Lokasi dan waktu penelitian sampel minimal tersebut, peneliti
Lokasi penelitian ini dilakukan di memutuskan untuk mengambil sebanyak
Sekolah Dasar Negeri 24 Kota 64 sampel.
Gorontalo selama bulan Oktober 2018. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah
2.2 Desain Penelitian proportionate stratified random
Jenis penelitian ini adalah sampling yaitu pengambilan sampel dari
penelitian kuantitatif. Penelitian ini anggota populasi secara acak dan
bertujuan mengetahui hubungan berstrata secara proporsional, dilakukan
kebiasaan konsumsi energi protein dan sampling ini apabila anggota
tingkat sosial ekonomi keluarga dengan populasinya heterogen (tidak sejenis).
stunting pada anak sekolah dasar negeri Proportionate stratified random
24 Kota Gorontalo. Adapun rancangan sampling ini dilakukan dengan cara
pada penelitian ini adalah menggunakan membuat lapisan-lapisan (strata),
rancangan cross sectional yaitu untuk kemudian dari setiap lapisan diambil
mencari hubungan antara sejumlah subjek secara acak. Jumlah

114
subjek dari setiap lapisan (strata) adalah 3 11-12 Tahun 30 46.88
sampel penelitian. Rumus pengambilan Total 64 100
sampelnya adalah: Sumber: Data Primer, 2018
¿= ¿ x n Berdasarkan data pada tabel 2
N diketahui bahwa anak yang menjadi
Keterangan responden sebagian besar berumur
Ni = Jumlah anggota sampel per antara 9-10 tahun yang berjumlah 33
kelas orang (51,56%), sedangkan paling
N = Jumlah anggota sampel sedikit pada umur 7-8 tahun berjumlah 1
seluruhnya orang (1,56%). Sehingga dengan
Ni = Jumlah anggota populasi per demikian responden dalam penelitian ini
kelas didominasi oleh anak yang berumur 8
N = Jumlah angota populasi tahun ke atas.
seluruhnya Tabel 3 Distribusi Sampel Berdasarkan
Maka jumlah anggota sampel Kelas Anak di Sekolah Dasar
berdasarkan kelas adalah: Negeri (SDN) 24 Kota
20 Gorontalo
Kelas IV = x 64=17 responden N Frekuensi
75 Kelas
27 o n %
Kelas V = x 64=23 responden 1 Kelas IV 17 26.56
75 2 Kelas V 23 35.94
28 3 Kelas VI 24 37.50
Kelas VI = x 64=24 responden
75 Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data pada tabel 3
3.1 Karakteristik Responden diketahui bahwa sebagian besar anak
Tabel 1 Distribusi Sampel Berdasarkan yang menjadi responden berada pada
Jenis kelamin Anak di Sekolah kelas VI yakni sebanyak 24 (37,50%)
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota sedangkan yang paling kecil
Gorontalo frekuensinya yakni kelas IV yakni
N Frekuensi sebanyak 17 orang ( 26,56%).
Jenis Kelamin
o n %
54.6 3.2 Analisis Data Univariate
1 Laki-Laki 35
9 1. Variabel kejadian stunting pada
45.3 anak
2 Perempuan 29
1 Tabel 4 Distribusi Sampel Berdasarkan
Total 64 100
Kejadian Stunting pada Anak
Sumber: Data Primer, 2018 di Sekolah Dasar Negeri
Berdasarkan data pada table 1 (SDN) 24 Kota Gorontalo
dapat dijelaskan bahwa anak yang N Kejadian Frekuensi
berjenis kelami laki-laki sebanyak 35 o Stunting n %
orang (54,69%) sedangkan yang 1 Stunting 27 42.19
perempuan sebanyak 29 orang(45,31%). 2 Normal 37 57.81
Tabel 2 Distribusi Sampel Berdasarkan Total 64 100
Kelompok Umur Anak di Sumber: Data Primer, 2018
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Berdasarkan data pada tabel 4
24 Kota Gorontalo dijelaskan bahwa responden yang dalam
N Frekuensi kategori mengalami kejadianstunting
Umur
o n % sebanyak 27 orang atau sebesar 42,19%
1 7-8 Tahun 1 1.56 sementara anak yang kategori normal
2 9-10 Tahun 33 51.56 sebanyak 37 orang atau sebesar 57,81%

115
dari keseluruhan sampel penelitian. tahun sebanyak 15 orang (40,5%).

Tabel 5 Distribusi Kejadian Stunting Tabel 7 Distribusi Kejadian Stunting


Berdasarkan Jenis BerdasarkanKelas Pada Anak di Sekolah
KelaminPada Anak di Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kejadian Stunting
24 Kota Gorontalo Karakteristik Stunting Normal
Kejadian Stunting n % n %
Karakteristik Stunting Normal Kelas IV 9 33,3 8 21,6
n % n % Kelas Kelas V 15 55,5 8 21,6
Jenis Laki-laki 15 55,5 20 54,1 Kelas VI 3 11,1 21 56,7
kelam Perempu Total 27 100 37 100
12 45,5 17 45,9
in an Sumber: Data Primer, 2018
Total 27 100 37 100 Berdasarkan data pada tabel 7
Sumber: Data Primer, 2018 dijelaskan bahwa kejadian stunting
Berdasarkan data pada tabel 5 paling banyak pada kelas V sebanyak 15
dijelaskan bahwa kejadian stunting orang (55,5%),pada kelas IV sebanyak 9
paling banyak pada responden laki-laki orang (33,3%) dan kelas VI sebanyak 3
sebanyak 15 orang (55,5%), dan untuk orang(11,1%).
responden perempuan sebanyak 12 2. Variabel kebiasaan konsumsi energi
orang (45,5%). Sedangkan untuk Tabel 8 Distribusi Sampel Berdasarkan
kategori normal responden laki-laki Kebiasaan Konsumsi Energi
sebanyak 20 orang (54,1%) dan Kebiasaan Frekuensi
perempuan sebanyak 17 orang (45,9%). No Konsumsi
n %
Tabel 6 Distribusi Kejadian Stunting Energi
Berdasarkan UmurPada 1 Tinggi 37 57.81
Anak di Sekolah Dasar 2 Sedang 27 42.19
Negeri (SDN) 24 Kota Total 64 100
Gorontalo Sumber: Data Primer, 2018
Kejadian Stunting Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat
Karakteristik Stunting Normal bahwa responden yang memiliki
n % n % kebiasaan yang tinggi sebanyak 37
7-8 tahun 1 3,7 0 0 orang atau sebesar 57,81% sementara
9-10 anak yang memiliki kebiasaan sedang
18 66,6 15 40,5
Umur tahun sebanyak 27 orang atau sebesar 42,19%
11-12
8 29,6 22 59,5 dari keseluruhan sampel penelitian.
tahun 3. Variabel kebiasaan konsumsi
Total 27 100 37 100 protein
Sumber: Data Primer, 2018 Tabel 9 Distribusi Sampel Berdasarkan
Berdasarkan data pada tabel 6 Kebiasaan Konsumsi Protein
dijelaskan bahwa kejadian stunting Kebiasaan Frekuensi
paling banyak pada kelompok umur 9- No Konsumsi
n %
10 tahun sebanyak 18 orang (66,6%), Protein
11- 12 tahun sebanyak 8 orang (28,6%) 1 Tinggi 38 59.38
dan 1 orang (3,7%) pada kelompok 2 Sedang 26 40.63
umur 7-8 tahun. Sedangkan pada Total 64 100
kategori normal paling banyak pada Sumber: Data Primer, 2018
kategori 11-12 tahun sebanyak 22 orang Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat
(59,5%) dan pada kelompok umur 9-10 bahwa responden yang memiliki

116
kebiasaan konsumsi protein yang tinggi Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat
sebanyak 38 orang atau sebesar 59,3% bahwa responden yang memiliki ibu
sementara anak yang memiliki berpendidikan tinggi sebanyak 47 orang
kebiasaan konsumsi protein yang sedang atau sebesar 73,44% sementara anak
sebanyak 26 orang atau sebesar 40,63% yang memiliki ibu berpendidikan rendah
dari keseluruhan sampel penelitian. sebanyak 17 orang atau sebesar 26,56%
4. Variabel tingkat kecukupan energi dari keseluruhan sampel penelitian.
Tabel 10 Distribusi Sampel Berdasarkan 7. Variabel pendapatan keluarga
Tingkat Kecukupan Energi Tabel 13 Distribusi Sampel Berdasarkan
Tingkat Frekuensi Pendapatan keluarga
No Kecukupan N Pendapatan Frekuensi
n %
Energi o Keluarga n %
1 Baik 40 62.50 1 Tinggi 43 67.19
2 Kurang 24 37.50 2 Rendah 21 32.81
Total 64 100 Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018 Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat
bahwa responden yang memiliki jumlah bahwa responden yang memiliki
konsumsi energi yang baik sebanyak 40 keluarga berpendapatan tinggi sebanyak
orang atau sebesar 62,50% sementara 43 orang atau sebesar 67,19% sementara
anak yang memiliki jumlah konsumsi anak yang memiliki keluarga
energi yang kurang sebanyak 24 orang berpendapatan rendah sebanyak 21
atau sebesar 37,50% dari keseluruhan orang atau sebesar 32,81% dari
sampel penelitian. keseluruhan sampel penelitian.
5. Variabel tingkat kecukupan protein
Tabel 11 Distribusi Sampel Berdasarkan 3.3 Analisis Data Bivariate
Tingkat Kecukupan Protein 3.1.1 Kejadian stunting berdasarkan
Tingkat Frekuensi kebiasaan konsumsi energi
N
Kecukupan protein
o n %
Protein 1. Variabel Kebiasaan Konsumsi Energi
1 Baik 39 60.94 Protein Dengan Kejadian Stunting
2 Kurang 25 39.06
Pada Anak
Total 64 100
Tabel 14 Tabulasi Silang Hubungan
Sumber: Data Primer, 2018
Variabel Kebiasaan
Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat
Konsumsi Energi Protein
bahwa responden yang memiliki jumlah
Dengan Kejadian Stunting
konsumsi protein yang baik sebanyak 39
Pada Anak
orang atau sebesar 60,94% sementara Kategor
anak yang memiliki jumlah konsumsi Coe
i
efici
protein yang kurang sebanyak 25 orang Konsumsi
St N
T p-
ent
atau sebesar 39,06% dari keseluruhan Enegri ot Val
un or Con
Protein al ue
sampel penelitian. ti m tige
6. Variabel pendidikan ibu ng al ncy
Tabel 12 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebia Tin 3
1 36
Pendidikan Ibu saan ggi 7
N Frekuensi Kons 0,00 0,6
Pendidikan Ibu umsi Sed 2 0 83
o n % 26 1
Energ ang 7
1 Tinggi 47 73.44 i
2 Rendah 17 26.56 Kebia Tin 3 0,00 0,6
Total 64 100 1 37
saan ggi 8 0 96
Sumber: Data Primer, 2018 Kons Sed 26 0 2
umsi

117
ang 6 Kebiasaan konsumsi proteindengan
Protei Kejadian stunting pada anak di Sekolah
Sumber: Data Primer, 2018 Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
Berdasarkan tabel 14 maka dapat 2. Variabel Tingkat Kecukupan Energi
dijabarkan hasil dari hubungan variabel Protein Dengan Kejadian Stunting
kebiasaan konsumsi energi protein Pada Anak
dengan kejadian stunting pada anak di Tabel 15 Tabulasi Silang Hubungan
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Variabel Kecukupan Energi
Gorontalo sebagai berikut ini: Protein Dengan Kejadian
1) Kebiasaan Konsumsi Energi Dengan Stunting Pada Anak
Kejadian Stunting Pada Anak Kategori Coe
p-
Berdasarkan hasil analisis St T V
efici
diperoleh nilai Probability Value (P- Konsumsi No ent
un ot al
Enegri Protein rm Con
Value) variabel Kebiasaan konsumsi tin al u
al tige
energi sebesar 0,000. Nilai signifiknsi g e
ncy
ini masih lebih kecil dibandingkan Tingkat Bai 4 0,
3 37
dengan nilai alpha yang digunakan Kecuku k 0 0 0,67
(0,05) sehingga Ha1 diterima. Dengan pan Kur 2 0 2
24 0
Energi ang 4 0
demikian dapat disimpulkan bahwa pada
Tingkat Bai 3 0,
tingkat kepercayaan 95% terdapat Kecuku k
2 37
9 0 0,68
hubungan yang signifikan Kebiasaan pan Kur 2 0 4
25 0
konsumsi energi denganKejadian Protein ang 5 0
stunting pada anak di Sekolah Dasar Sumber: Data Primer, 2018
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Berdasarkan tabel 15 maka dapat
Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai dijabarkan hasil dari hubungan variabel
koefisien korelasi (Contingency kebiasaan konsumsi energi protein
Coefficient) sebesar 0,683 yang berarti dengan kejadian stunting pada anakdi
bahwa sebesar 68,3% hubungan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Kebiasaan konsumsi energidengan Gorontalosebagai berikut ini:
Kejadian stunting pada anak di Sekolah 1) Variabel TingkatKecukupan Energi
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Dengan Kejadian Stunting Pada
2) Kebiasaan Konsumsi Protein Anak
Dengan Kejadian Stunting Pada Berdasarkan hasil analisis
Anak diperoleh nilai Probability Value (P-
Berdasarkan hasil analisis Value) variabel Jumlah konsumsi energi
diperoleh nilai Probability Value (P- sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
Value) variabel Kebiasaan konsumsi lebih kecil dibandingkan dengan nilai
protein sebesar 0,000. Nilai signifiknsi alpha yang digunakan (0,05) sehingga
ini masih lebih kecil dibandingkan Ha3 diterima. Dengan demikian dapat
dengan nilai alpha yang digunakan disimpulkan bahwa pada tingkat
(0,05) sehingga Ha2 diterima. Dengan kepercayaan 95% terdapat hubungan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada yang signifikan Jumlah konsumsi energi
tingkat kepercayaan 95% terdapat dengan Kejadian stunting pada anak di
hubungan yang signifikan Kebiasaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
konsumsi protein dengan Kejadian Gorontalo. Kemudian dapat pula dilihat
stunting pada anak di Sekolah Dasar bahwa nilai koefisien korelasi
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. (Contingency Coefficient) sebesar 0,672
Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai yang berarti bahwa sebesar 67,2%
koefisien korelasi (Contingency hubungan Jumlah konsumsi
Coefficient) sebesar 0,696 yang berarti energidengan Kejadian stunting pada
bahwa sebesar 69,6% hubungan

118
anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24
Kota Gorontalo
2) Variabel Tingkat Kecukupan Protein 1) Variabel Pendidikan Ibu Dengan
Dengan Kejadian Stunting Pada Kejadian Stunting Pada Anak
Anak Berdasarkan hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai Probability Value (P-
diperoleh nilai Probability Value (P- Value) variabel Pendidikan ibu sebesar
Value) variabel Jumlah konsumsi 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
protein sebesar 0,000. Nilai signifiknsi kecil dibandingkan dengan nilai alpha
ini masih lebih kecil dibandingkan yang digunakan (0,05) sehingga Ha5
dengan nilai alpha yang digunakan diterima. Dengan demikian dapat
(0,05) sehingga Ha4 diterima. Dengan disimpulkan bahwa pada tingkat
demikian dapat disimpulkan bahwa pada kepercayaan 95% terdapat hubungan
tingkat kepercayaan 95% terdapat yang signifikan Pendidikan ibu dengan
hubungan yang signifikan Jumlah Kejadian stunting pada anak di Sekolah
konsumsi protein dengan Kejadian Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
stunting pada anak di Sekolah Dasar Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. koefisien korelasi (Contingency
Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai Coefficient) sebesar 0,534 yang berarti
koefisien korelasi (Contingency bahwa sebesar 53,4% hubungan
Coefficient) sebesar 0,684 yang berarti Pendidikan ibudengan Kejadian stunting
bahwa sebesar 68,4% hubungan Jumlah pada anak di Sekolah Dasar Negeri
konsumsi proteindengan Kejadian (SDN) 24 Kota Gorontalo.
stunting pada anak di Sekolah Dasar 2) Variabel Pendapatan Keluarga
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo Dengan Kejadian Stunting Pada
3.3.2 Kejadian stunting berdasarkan Anak
tingkat sosial ekonomi Berdasarkan hasil analisis diperoleh
Tabel 16 Tabulasi Silang Hubungan nilai Probability Value (P-Value)
Variabel Tingkat Sosial variabel Pendapatan keluarga sebesar
Ekonomi Keluarga Dengan 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
Kejadian Stunting Pada kecil dibandingkan dengan nilai alpha
Anak yang digunakan (0,05) sehingga Ha6
Kategor
Coee diterima. Dengan demikian dapat
i disimpulkan bahwa pada tingkat
Tingkat ficien
T p-
Sosial St N
ot Val
t kepercayaan 95% terdapat hubungan
Ekonomi un or Conti yang signifikan Pendapatan keluarga
al ue
Keluarga ti m genc
ng al y
dengan Kejadian stunting pada anak di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Tin Gorontalo. Kemudian dapat pula dilihat
Pendi 11 36 47
ggi 0,00
dikan
Ren 0
0,534 bahwa nilai koefisien korelasi
Ibu 16 1 17 (Contingency Coefficient) sebesar 0,633
dah
Penda Tin
6 37 43
yang berarti bahwa sebesar 63,3%
patan ggi 0,00 hubungan Pendapatan keluargadengan
0,633
Kelua Ren 0 Kejadian stunting pada anak di Sekolah
21 0 21
rga dah
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 16 di atas maka
3.4 Pembahasan
dapat dijabarkan hasil dari hubungan
3.4.1 Konsumsi energi protein pada
variabel Tingkat sosial ekonomi
anak di Sekolah Dasar.
keluarga dengan kejadian stunting pada
1. Kebiasaan konsumsi energi protein
anak sebagai berikut ini:

119
Pada tabel 8 distribusi sampel dikarenakan frekuensi makan para siswa
berdasarkan kebiasaan konsumsi energi hanya 2x dalam sehari sehingga jumlah
diketahui terdapat 27 (42,19%) siswa energi yang masuk kedalam tubuh tidak
dengan kebiasaan konsumsi energi mencukupi<2000 kkal. Pada kecukupan
sedang, karena siswa di SDN 24 Kota energi baik terdapat 40 (62,50%) siswa
Gorontalo jarang mengonsumsi dengan kecukupan energi ≥2000.
makanan sumber energi seperti jagung, Hasil penelitian Yulni (2013),
singkong dan kentang, sedangkan terdapat hubungan yang signifikan
makanan yang sering di konsumsi yakni antara asupan energi dengan status gizi,
nasi, mie, roti dan biskuit. Pada hal ini sesuai dengan teori yang
kebiasaan konsumsi energi tinggi mengatakan bahwa faktor utama yang
terdapat 37 (57,81%) siswa yang sering memengaruhi status gizi adalah
mengonsumsi sumber energi yang konsumsi makanan.
beragam seperti nasi, jagung, kentang, Pada tabel 11 distribusi sampel
mie, biskuit dan roti. berdasarkan tingkat kecukupan protein
Sunita (2009) mengemukakan terdapat 25 (40,63%) siswa dengan
bahwa fungsi utama karbohidrat adalah kecukupan protein kurang yang
menyediakan energi tubuh. Karbohidrat disebabkan oleh kurangnya asupan
merupakan sumber utama energi protein kedalam tubuh <60 gr, karena
bagipenduduk di seluruh dunia, sumber para siswa ini frekuensi makan dalam
karbohidrat adalah padi-padian, atau sehari hanya sebanyak 2x. Sedangkan
sereal, umbi-umbian, kacang-kacang jumlah siswa yang memiliki kecukupan
kering, dan gula. protein baik terdapat 39 (60,94%) siswa
Pada tabel 9 distribusi sampel dengan asupan protein ≥60 gr per hari
berdasarkan kebiasaan konsumsi protein dan frekuensi makan siswa 3x sehari.
terdapat 26 (40,63%) siswa dengan Kebutuhan protein anak usia 6-15
kebiasaan konsumsi protein sedang, tahun mengalami kenaikan. Pada
karena para siswa jarang mengonsumsi periode usia ini protein banyak
makanan sumber protein yang tinggi, digunakan untuk pertumbuhan sel baru,
kebanyakan hanya mengonsumsi ikan, pemeliharaan jaringan dan pengganti sel
tahu, dan tempe, karena bahan makanan yang rusak termasuk sel otak, tulanng,
ini yang paling mudah didapatkan. otot, kemudian pembentukan komponen
Sedangkan jumlah siswa yang tubuh yang penting seperti enzim,
memilikikebiasaan konsumsi protein hormon, sel darah merah (Devi, 2012).
tinggi terdapat 38 (59,38%) siswa, selain 3.4.2 Tingkat sosial ekonomi keluarga
sering mengonsumsi ikan, tahu dan pada anak
tempe para siswa ini juga mengonsumsi 1. Pendidikan ibu
kacang hijau, daging, telur dan udang Berdasarkan tabel table 12
yang merupakan bahan makanan dengan distribusi sampel berdasarkan
sumber protein tinggi. pendidikan ibu menunjukkan bahwa
Bahan makanan hewani termasuk kategori rendah yaitu sebanyak
merupakan sumber protein yang baik, 17 (26,56%) ibu yakni hanya lulusan SD
dalam jumlah maupun mutu, seperti atau SMP, sedangkan pada kategori
telur, susu, daging, unggas, ikan, dan pendidikan tinggiterdapat 39 (60,94%)
kerang (Almatsier, 2009). ibu yakni memuliki tingkat pendidikkan
2. Tingkat kecukupan energi protein SMA/sederajat atau perguruan tinggi.
Berdasarkan tabel 10 distribusi Tingkat pendidikan sangat
sampel berdasarkan tingkat kecukupan berpegaruh terhadap perubahan sikap
energi, terdapat 24 (37,50%) siswa dan prilaku hidup sehat, karena
dengan kecukupan energi kurang, memudahkan seseorang untuk menyerap

120
informasi dan mengimplementasikan keturunan.
dalam prilaku dan kehidupan sehari- Kebiasaan konsumsi energi dilihat
hari. Tingkat pendidikan, khususnya dari gambaran pola konsumsi bahan
pendidikan ibu mempengaruhi derajat makanan atau makanan jadi selama
kesehatan dan berhubungan dengan periode tertentu seperti hari, minggu,
tingkat pengasuhan yang diberikan bulan atau tahun. Kebiasaan konsumsi
kepada anak.Praktek pengasuhan yang ini meliputi jenis dan frekuensi
berkaitan erat dengan pendidikan ibu konsumsi energi oleh anak yang
adalah praktek pemilihan makanan diperoleh dengan menggunakan formulir
keluarga terutama pada anak (Suhardjo, food frequency. Sebagian besar jenis
2009). makanan dari sumber energi yang
2. Pendapatan keluarga dikonsumsi anak di Sekolah Dasar
Berdasarkan tabel tabel 13 Negeri 24 Kota Gorontalo adalah nasi
distribusi sampel berdasarkan dengan frekuensi 1-3x/hari. Hal ini
pendapatan keluarga menunjukkan dapat diketahui karena pada setiap kali
bahwa sebanyak 21 (32,81%) termasuk mengonsumsi makanan utama
dalam kategori rendah atau pendapatan responden selalu menyediakan nasi
<Rp.2.206,831 dan sebesar 43(67,19%) sebagai makanan pokok (sumber
termasuk dalam kategori tinggi atau energi). Anak usia sekolah umumnya
pendapatan ≥Rp.2.206,831. mengonsumsi makanan menurut
Ketersediaan kebutuhan rumah kesukaan mereka tanpa memperhatikan
tangga tergantung dari pendapatan zat gizi apa yang terdapat dalam
keluarga. Selain itu, pendapatan makanan tersebut. Mereka yang lebih
keluarga juga menentukan jenis pangan banyak menghabiskan waktu di sekolah,
yang dibeli. Keluarga dengan cenderung lebih sering mengonsumsi
pendapatan terbatas akan kurang makanan yang ada di sekolah
memenuhi kebutuhan makanannya dibandingkan dengan di rumah.
terutama untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi dalam tubuh. Tingkat pendapatan Berdasarkan hasil uji statistik
juga ikut menentukan jenis pangan yang menggunakan Chi-Square diperoleh
akan dibeli (Adriani dan Wirjatmadi, nilai Probability Value (p-Value)
2014). variabel kebiasaan konsumsi energi
3.4.3 Hubungan kebiasaan konsumsi sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
energi protein dengan kejadian lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
stunting pada anakusia sekolah (0,05)atau terdapat hubungan yang
1. Kebiasaan konsumsi energi dengan signifikan kebiasaan konsumsi energi
Stunting dengan kejadian stunting pada anak di
Berdasarkan table 14 tabulasi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
silang hubungan variabel kebiasaan Gorontalo.
konsumsi energi protein dengan Hasil penelitian ini juga sesuai
kejadian stunting pada anak dari hasil dengan Pratiwi (2018) yang
penelitian yang telah dilakukan, dapat menunjukkan ada hubungan antara
diketahui bahwa kebiasaan konsumsi kebiasaan konsumsi energi dengan
energi pada anak stunting berada dalam kejadian stunting (OR=3,109), yang
kategori sedang sebanyak 26 anak. berarti anak yang mengalami stunting
Adapun anak stunting yang memiliki berasal dari anak yangmemiliki
kebiasaan konsumsi energi tinggi kebiasaan konsumsi energi sedang
sebanyak 1 anak, dikarenakan dengan risiko 3 kali lebih tinggi.
berdasarkan hasil wawancara dengan 2. Kebiasaan konsumsi protein dengan
ibunya faktor mendasar adalah stunting
Berdasarkan tabel 14 tabulasi

121
silang hubungan variabel kebiasaan variabel kebiasaan konsumsi protein
konsumsi energi protein dengan sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
kejadian stunting pada anak. Adapun lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
jumlah anak stunting yang memiliki (0,05)atau terdapat hubungan yang
kebiasaan konsumsi protein sedang signifikan kebiasaan konsumsi energi
sebanyak 26 anak dibandingkan dengan dengan kejadian stunting pada anak di
yang normal, tetapi terdapat 1 anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
stunting dengan kebiasaan konsumsi Gorontalo
protein tinggi, berdasarkan wawancara Hasil penelitian ini juga sesuai
diketahui penyebab anak stunting adalah dengan Pratiwi (2018) yang
faktor keturunan. Sedangkan sebanyak menunjukkan ada hubungan antara
37 anak kategori normal yang memiliki kebiasaan konsumsi protein dengan
kebiasaan konsumsi protein tinggi. kejadian stunting (OR=3,148), yang
Kebiasaan konsumsi ini meliputi berarti anak yang mengalami stunting
jenis dan frekuensi konsumsi protein berasal dari anak yang memiliki
oleh anak yang diperoleh dengan kebiasaan konsumsi energi sedang
menggunakan formulir food frequency. dengan risiko 3 kali lebih tinggi. Eratnya
Sebagian besar jenis makanan dari hubungan protein dengan pertumbuhan
sumber protein yang dikonsumsi anak menyebabkan seorang anak yang kurang
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota asupan proteinnya akan mengalami
Gorontalo adalah ikan. tahu, tempe dan pertumbuhan yang lebih lambat dari
telur dengan frekuensi 1-3x sehari. Hal pada anak dengan jumlah asupan
ini dapat diketahui karena responden protein yang cukup (Bender, 2002) dan
cenderung menyukai makanan yang pada keadaan yang lebih buruk
praktis, cepat, dan orang tua juga mudah kekurangan protein dalam jangka waktu
untuk mengolahnya. Biasanya tahu, yang lama dapat mengakibatkan
tempe, dan telur diolah/disajikan hanya berhentinya proses pertumbuhan
dengan cara digoreng. Untuk jenis (Andarini, dkk 2013).
makanan lain yang dikonsumsi oleh 3. Tingkat kecukupan energi dengan
anak adalah udang, daging ayam, stunting
kacang hijau dengan frekuensi Berdasarkan hasil penelitian table
1-2x/bulan, selanjutnya ada beberapa 15 tabulasi silang hubungan variabel
anak yang jarang/tidak pernah kebiasaan konsumsi energi protein
mengonsumsi kacang hijau dan udang, dengan kejadian stunting pada anak
hal ini dikarenakan jenis pangan kejadian stunting dengan kecukupan
memang tidak disukai responden dan energi kurang sebesar 24 orang
sebagian orang tua responden kurang dibandingkan dengan siswa normal.
bervariasi dalam menyediakan makanan Pada siswa stunting dan kategori
untuk anak-anaknya, mereka cenderung kecukupan energi baik sebanyak 3 orang
monoton dalam menyediakan makanan dibandingkan dengan siswa normal
anak mereka. Selain itu beberapa anak sebanyak 37 orang. Hal ini
juga tidak menyukainya. Sedangkan menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi
daging sapi, responden hanya energi anak stunting dalam sehari masih
mengonsumsi jika ada acara-acara besar kurang dari Angka Kecukupan Gizi
seperti hajatan atau pesta dan hari-hari (AKG) yang telah dianjurkan. Hal ini
besar seperti Hari Raya Idul Fitri dan dapat disebabkan oleh makanan yang
Idul Adha. dikonsumsi sehari-hari oleh anak
Berdasarkan hasiluji statistik stunting baik dirumah maupun di
menggunakan Chi-Square diperoleh sekolah, seperti jajanan yang ada di
nilai Probability Value (p-Value) sekolah yang belum bisa mencukupi

122
kebutuhan energi yang dibutuhkan nilai Probability Value (p-Value)
dalam sehari. Kebiasaan anak yang variabel tingkat kecukupan energi
jarang sarapan pagi, jumlah asupan sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
makanan pokok yang kurang dan lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
frekuensi makan makanan pokok yang (0,05) atau terdapat hubungan yang
dikonsumsi hanya 4-5x/minggu bahkan signifikan kebiasaan konsumsi energi
ada yang jarang/tidak pernah dengan kejadian stunting pada anak di
dikonsumsi yang mengakibatkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
kebutuhan energi anak belum tercukupi. Gorontalo.
Berdasarkan hasiluji statistik Hasil penelitian Sundari (2016)
menggunakan Chi-Square diperoleh didapatkan bahwa ada hubungan positif
nilai Probability Value (p-Value) antara asupan protein dengan indeks z-
variabel tingkat kecukupan energi score TB/U dengan nilai p=0,042. Hasil
sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih penelitian yang dilakukan oleh Vaozia
lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (2016) menunjukkan bahwa asupan
(0,05) atau terdapat hubungan yang protein merupakan faktor risiko kejadian
signifikan kebiasaan konsumsi energi stuntingpada anak usia 1-3 tahun. Anak
dengan kejadian stunting pada anak di dengan asupan protein yang kurang
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota memiliki risiko 1,71 kali untuk menjadi
Gorontalo. stunting. Hasil uji statistik chi square
Hasil penelitian ini sejalan dengan pada penelitian Chastity (2017) juga
penelitian yang dilakukan oleh Muchlis, menunjukkan hubungan yang positif
dkk (2011) dengan menggunakan chi- antara asupan protein dengan kejadian
square menunjukkan hasil bahwa stunting pada remaja dengan nilai
terdapat hubungan antara asupan energi p=0,001 yang berarti terdapat hubungan
dengan status gizi menurut indikator yang bermakna antara asupan protein
TB/U dengan (p=0,027). Hal ini berarti dengan kejadian stunting.
bahwa balita dengan asupan energi yang 3.4.4 Hubungan tingkat sosial ekonomi
baik yaitu ≥77% dari kebutuhan keluarga dengan kejadian stunting
memiliki peluang lebih besar berstatus pada anak
gizi normal (TB/U). Pada penelitian 1. Pendidikan ibu dengan stunting
Mardewi (2014) disimpulkan bahwa Berdasarkan table 16 tabulasi
asupan energi (kalori) yang rendah juga silang hubungan variabel tingkat sosial
merupakan faktor risiko perawakan ekonomi keluarga dengan kejadian
pendek pada anak dengan nilai p=0,006. stunting pada anak memperlihatkan ada
4. Tingkat kecukupan protein dengan kecenderungan kejadian stunting pada
stunting anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24
Berdasarkan hasil penelitian table Kota Gorontalo lebih besar proporsinya
15 tabulasi silang hubungan variabel pada tingkat pendidikan ibu rendah, dari
kebiasaan konsumsi energi protein 17 orang ibu berpendidikan rendah
dengan kejadian stunting pada anak sebanyak 16 orang adalah ibu dari siswa
kejadian stunting dengan kecukupan stunting dibandingkan dengan normal
protein kurang sebanyak 25 orang sebanyak 1 orang ibu.
dibandingkan dengan siswa normal. Dapat dilihat juga berdasarkan
Pada siswa stunting dan kategori table 16 tabulasi silang hubungan
kecukupan protein baik sebanyak 2 variabel tingkat sosial ekonomi keluarga
orang dibandingkan dengan siswa dengan kejadian stunting, pada anak
normal sebanyak 37 orang. stunting ditemukan 11 orang ibu dalam
Berdasarkan hasil uji statistik kategori pendidikan tinggi, dari hasil
menggunakan Chi-Square diperoleh penelitian diketahui bahwa anak dengan

123
stunting tersebut juga termasuk kedalam dibandingkan dengan anak normal.
keluarga dengan pendapatan rendah hal Dapat dilihat juga berdasarkan tabel 16
ini menyebabkan sulit mendapatkan pada tingkat pendapatan keluarga
pangan baik secara kualitas maupun terdapat 6orang anak dengan stunting,
kuantitas sehingga asupan energi protein berdasarkan hasil penelitian diketahui
yang masuk ke tubuh anak kurang dan bahwa anak dengan kejadian stunting
dapat mempengaruhi proses tersebut frekuensi makannya hanya 2x
pertumbuhan anak. Sedangkan pada dalam sehari yang menyebabkan
anak dengan status gizi normal menurut berkurangnya asupan energi protein
TB/U di temukan 1 anak dengan tingkat yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pendidikan ibu rendah yaitu SMP, pertubuhan.
namun ayah dari anak tersebut memiliki Berdasarkan hasiluji statistik
usaha di bidang konvensional sehingga menggunakan Chi-Square diperoleh
mampu mencukupi kebutuhan pangan nilai Probability Value (p-Value)
keluarga. variabel pendapatan keluarga sebesar
Berdasarkan hasiluji statistik 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
menggunakan Chi-Square diperoleh kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05)
nilai Probability Value (p-Value) atau terdapat hubungan yang signifikan
variabel pendidikan ibu sebesar 0,000. kebiasaan konsumsi energi dengan
Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil kejadian stunting pada anak di Sekolah
dibandingkan dengan nilai α (0,05) atau Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
terdapat hubungan yang signifikan Hasil penelitian ini sejalan
kebiasaan konsumsi energi dengan dengan pendapatan Sulistyoningsih
kejadian stunting pada anak di Sekolah (2011) bahwa meningkatnya pendapatan
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. akan mudah mendapatkan pangan
dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
Hasil penelitian ini sesuai dengan baik, sebaliknya jika pendapatan
penelitian Ngaisah (2015) yang menurun akan menyebabkan sulit
menunjukkan hubungan signifikan mendapatkan pangan baik secara
antara pendidikan ibu dengan kejadian kualitas maupun kuantitas. Hasil
stunting. Hasil penelitian ini juga sejalan penelitian ini juga sesuai dengan Raden
dengan penelitian Windi (2018) yang (2013) yang menunjukkan hubungan
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan signifikan antara pendapatan keluarga
ibu tentang gizi memiliki hubungan dengan kejadian stunting.
yang siqnifikan dengan status gizi
ditunjukan dengan tingkat pengetahuan 4. PENUTUP
ibutentang giziyang rendah memiliki 4.1 Simpulan
risiko stunting 3,8 kali lebih besar 1. Terdapat anak dengan kebiasaan
dibandingkan ibu yang mempunyai konsumsi energi sedang sebesar
tingkat pengetahuan tentang gizi yang 42,19% dan kebiasaan konsumsi
tinggi protein sedang sebesar 40,63%, dan
2. Pendapatan keluarga dengan untuk kecukupan energi protein juga
stunting masih terdapat siswa yang tingkat
Berdasarkan table 16 tabulasi kecukupan energi kurang sebesar
silang hubungan variabel tingkat sosial 37,50% dan tingkat kecukupan
ekonomi keluarga dengan kejadian protein kurang sebesar 39,06% pada
stunting pada anak memperlihatkan ada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN)
kecenderungan kejadian stunting anak 24 Kota Gorontalo.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota 2. Status sosial ekonomi keluarga anak
Gorontalo pada tingkat pendapatan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24
keluarga sebanyak 21 orang

124
Kota Gorontalo berdasarkan maupun secara tidak langsung,
pendidikan ibu masih terdapat diharapkan dapat dilakukan
26,56% ibu tergolong pada kategori penelitian dengan memasukkan
rendah. Dan pendapatan keluarga berbagai variabel yang tidak terdapat
terdapat 32,81% keluarga tergorong dalam penelitian ini.
kategori berpendapatan rendah.
3. Ada hubungan kebiasaan konsumsi 5. REFERENSI
energi protein pada anak dengan Adriani, M, dkk. 2012. Peranan Gizi
kejadian stunting dibuktikan dengan dalam Siklus Kehidupan.
uji statistik berdasarkan kebiasaan Jakarta : Kencana Prenada
konsumsi energi p-Value=0,000, Media Group
kebiasaan konsumsi protein p-
Value=0,000, tingkat kecukupan Almatsier, S, dkk. 2011. Gizi seimbang
energi p-Value=0,000, tingkat dalam daur kehidupan.
kecukupan protein p-Value=0,000, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
nilai signifikan ini masih lebih kecil Utama.
dibandingkan dengan nilai α (0,05).
4. Ada hubungan tingkat sosial Andarini, S, dkk. 2013. Hubungan
ekonomi keluarga dengan kejadian Asupan Zat Gizi (Energi,
stunting dibuktikan dengan uji Protein dan Zink) dengan
statistik tingkat pendidikan ibu p- Stunting pada Anak Umur 2-5
Value=0,000 dan pendapatan Tahun di Desa Tanjung Kamal
keluarga p-Value=0,000, nilai Wilayah Kerja Puskesmas
signifikan ini masih lebih kecil Mangaran Kabupaten
dibandingkan dengan nilai α (0,05). Situbondo. Skripsi. UIN
Jakarta.
4.2 Saran
1. Sebagai orangtua terutama ibu yang Bender, D,A. 2002. Introduction to
mengelola makanan anak diharapkan Nutrition Metabolism 3rd ed.
agar lebih memperhatikan London: Taylor and Francis
keanekaragaman makanan anak dan Press.
meningkatkan asupan zat gizi energy
protein dan zat gizi lainnya pada Chastity, C.N. 2017. Hubungan Asupan
anak agar mengurangi risiko Protein dengan Kejadian
terjadinya stunting pada anak. Stunting Pasa Remaja di
2. Pihak sekolah sebaiknya lebih Sukoharjo Jawa Tengah.
memperhatikan kualitas makanan Skripsi penelitian: Fakultas
jajanan, baik jajanan kantin maupun Kedokteran, Jurusan
jajanan yang diluar kantin, yang akan Kedokteran Umum,
dikonsumsi anak di sekolah dan Universitas Muhamadiyah
untuk bekerjasama dengan petugas Surakarta
puskesmas agar memberikan
penyuluhan terkait konsumsi Mardewi, K,W. 2014. Kadar Seng
makanan yang bergizi seimbang Serum Rendah Sebagai Faktor
terutama yang berperan dalam Risiko Perawakan Pendek
pertumbuhan anak. Pada Anak. (Tesis). Denpasar:
3. Bagi peneliti selanjutnya, terdapat Program Studi Ilmu Biomedik
banyak faktor lain yang Universitas Udayana.
mempengaruhi kejadian stunting
pada anak, baik secara langsung Muchlis, dkk. 2011. Hubungan Asupan
Energy dan Protein dengan

125
Status Gizi Balita di UNICEF. 2007. Progress for Children :
Kelurahan Tamamaung. Stunting,Wasting, and
Program Studi Ilmu Gizi Fkm Overweight. (online) diakses:
Universitas Hasanuddin http://www.unicef.org/progres
Makassar. sforchildren/2007n6/index
41505.htm. [5 september
Ngaisah, D. 2015. Hubungan Sosisal 2018]
Ekonomi dengan Kejadian
Stunting pada Balita di Desa Vaozia, S. 2016. Faktor Risiko Kejadian
Kanigoro, Saptosari, Gunung. Stunting pada Anak Usia 1-3
Jurnal : Medika Respati Kidul, Tahun Studi Di Desa
Vol X No 4. Menduran Kecamatan Brati
Kabupaten Grobogan.
Pratiwi, O. 2018. Pengaruh Kebiasaan (Artikel Penelitian). Semarang:
Konsumsi Energi, Protein, dan Fakultas Kedokteran
Seng Terhadap Kejadian Universitas Diponegoro
Stunting pada Anak Usia
Sekolah di SD Negeri 010150 Wardlaw, G.M., dan Jeffrey, S.H. 2007.
Kecamatan Talawi Kabupaten Perspective in Nutrition
Batu Bara Tahun 2017. FKM Seventh Edition. McGraw Hill
– Univ. Sumatera Utara Higher Education. Americas,
New York: 565-583.
Raden. 2013 . Hubungan Antara
Karakteristik Sosial Ekonomi Windi. 2018. Hubungan Pendapatan
Keluarga dengan Kejadian Keluarga, Pengetahuan Ibu
Stunting pada Anak Balita Tentang Gizi, Tinggi Badan
Umur 25-59 Bulan FKM- Orang Tua, dan Tingkat
Univ. Jember Pendidikan Ayah dengan
Kejadian Stunting pada Anak
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Umur 12-59 Bulan. (online).
Pengembangan Kesehatan Diakses:
Kementerian RI tahun 2013. http://eprints.ums.ac.id/58665/
(online) Diakses: 1/NASKAH%20PUBLIKASI
http://www.depkes.go.id/resou %20WINDI.pdf [5 November
rces/download/general/Hasil 2018]
%20Riskesdas%202013.pdf [5
september 2018] Yulni. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi
Makro dengan Status Gizi
Sulistyoningsih. 2011. Gizi Untuk pada Anak Sekolah Dasar di
Kesehatan Ibu dan Anak Wilayah Pesisir Kota
Yogyakarta: Graha Ilmu Makassar. (online). Diakses:
https://media.neliti.com/media/
Sundari, E. 2016. Hubungan Asupan publications/212994-
Protein, Seng, Zat Besi, dan hubungan-asupan-zat-gizi-
Riwayat Penyakit Infeksi makro-dengan-st.pdf [8
dengan Z-Score TB/U Pada November 2018]
Balita. (Artikel Penelitian).
Semarang: Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.

126
Lampiran 14
CURICULUM VITAE

Penulis bernama Riznan Datu. Lahir pada tangga l 22

Oktober 1996 di Gorontalo, berjenis kelamin laki-laki anak

kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Baharudin Datu dan

Salma Thaib Apona. Beragama Islam.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal yang dimuali dari

tingkat sekolah dasar yaitu di SDN No. 25 Dungingi Kota Gorontalo selesai pada

tahun 2008, selanjutnya, melanjutkan sekolah di tingkat pertama yaitu di SMP

Negeri 6 Kota Gorontalo dan lulus pada tahun 2011, penulis melanjutkan

kesekolah menengah atas yaitu di SMA Negeri 2 Kota Gorontalo lulus pada tahun

2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Negeri

yaitu di Universitas Negeri Gorontalo, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Olahraga dan Kesehatan dengan NIM 811414033. Selama menjadi mahasiswa,

penulis aktif di kegiatan formal dan non-formal yaitu :

1. Masa Orientasi Mahasiswa Baru (MOMB) di Universitas Negeri Gorontalo

pada tahun 2014.

2. Peserta Masa Orientasi Mahasiswa Baru di tingkat Jurasan Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo

tahun 2014.

3. Peserta pelatihan komputer dan internet oleh Pusat Teknologi Informasi dan

Komunikasi Universitas Negeri Gorontalo pada tahun 2014.

4. Peserta dalam Kegiatan Basic Training Of Public Health (BTOPH) “Bakti

mahasiswa kepada masyarakat, solusi meningkatkan derajat kesehatan

127
masyarakat” oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Mahasiswa Kesehatan

Masyarakat pada tahun 2014.

5. Peserta dalam Pelatiahan Kader Mahasiswa Peduli AIDS dan Narkoba

Tingkat Provinsi Gorontalo pada tahun 2015.

6. Peserta Seminar Motivasi Nasional “Magnet Impian” oleh Himpunan

Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat pada tahun 2016.

7. Peserta Seminar NasionalKewirausahaan&PemudaMandiri 2016 dengantema

“Mencetak Pengusaha Muda Mandiri Dalam Persaian Asean” pada tahun

2016.

8. Peserta dalam kegiatan Bedah Buku: Epidemiologi Penyakit pada tahun 2017.

9. Peserta seminar motivasi nasional kewirausahaan dan Pemuda Dalam

Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2017 dengan tema “Karena

Muda Harus Beda dan Kaya” pada tahun 2017.

10. Peserta pada Pelatihan Teknik Penulisan Karya Ilmiah oleh Ikatan Alumni

Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada tahun 2017.

11. Panitia Masa Orientasi Mahasiswa Baru di tingkat Jurasan Kesehatan

Masyarakat Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo

tahun 2017.

12. Panitia dalam Kegiatan Basic Training Of Public Health (BTOPH) pada tahun

2017.

13. Peserta Praktikum Kesehatan Masyarakat Dasar di Laboratorium Kesehatan

Masyarakat pada tahun 2017.

128
14. Peserta dalam pelaksanaan PKL dan Study Tour Mahasiswa Jurusan

Kesehatan Masyarakat dengan judul “Study Excursion Batam-Singapore-

Thailand-Kuala Lumpur” pada tahun 2017.

15. Peserta dalam kegiatan3rd International Seminar “Educational Challenges and

Strategies Of Higher Education in Health Achievment of SDGS 2030” pada

tahun 2017.

16. Panitia dalam kegiatan3rd International Seminar “Educational Challenges and

Strategies Of Higher Education in Health Achievment of SDGS 2030”

padatahun 2017.

17. Peserta Kuliah Kerja Sibermas (KKS) Desa Tanggu Bencana (DESTANA) di

Desa Tutulo Kecamatan Botumoito Kabupaten Boalemo pada tahun 2018.

129

Anda mungkin juga menyukai