SKRIPSI
OLEH
RIZNAN DATU
811 414 033
i
ii
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN
TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA ANAK
SEKOLAH DASAR NEGERI 24
KOTA GORONTALO
SKRIPSI
OLEH
RIZNAN DATU
NIM. 811 414 023
iii
HALAMAN PERNYATAAN
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
v
LEMBAR PENGESAHAN
vi
ABSTRAK
vii
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Bermimpilah seakan kau akan hidup selamanya.
Hiduplah seakan kau akan mati hari ini”
(James Dean)
“...hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup takkan indah
tanpa tujuan, harapan serta tantangan. Meski terasa berat, namun manisnya hidup
justru akan terasa, apabila semuanya terlalui dengan baik, meski harus
memerlukan pengorbanan.
Hari kemarin tiada lain adalah kenangan hari ini, dan hari depan merupakan
impian masa kini, biarkanlah masa kini selalu memeluk masa lampau dengan
kenangan dan merangkul masa depan dengan kerinduan...”
Aku datang, aku bimbingan, aku ujian, aku revisi, dan aku
menang.
-Alhamdulillah-
PERSEMBAHAN
Setulus hatimu Ibu, searif arahanmu Bapak. Doamu kalian hadirkan keridhoan untukku, petuahmu
tuntunkan jalanku, pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu, dan
sebait doa telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah. Kini diriku telah selesai dalam studi
sarjana, dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhoan-Mu ya Allah, kupersembahkan karya tulis
ini untuk yang termulia, Bapak Baharudin Datu dan Ibu Salma Thaib Apona. Mungkin tak dapat selalu
terucap, namun hati ini selalu bicara, sungguh ku sayang kalian.
Yang terkasih Kakak ku Rizman Datu dan adik ku Rendrawansyah R Datu, teman, sahabat dan semua
yang tak bisa ku sebut satu per satu, yang pernah ada atau pun hanya singgah dalam hidup ku, yang pasti
kalian bermakna dalam hidupku.
ALMAMATERKU TERCINTA
TEMPAT AKU MENIMBAH ILMU
ix
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERISTAS NEGERI GORONTALO
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi ALLAH SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-
NYA, sehingga penulis dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi ini dengan
judul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Energi Protein Dan Tingkat Sosial
Ekonomi Keluarga Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Sekolah Dasar
Negeri 24 Kota Gorontalo”. Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada
umatnya, hingga akhir zaman ini yang masih seiman dan se akidah dengan ajaran
Rasulullah SAW.
Penulisan Skripsi ini di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri
Gorontalo.
Penulis menyadari, bahwa pembuatan skripsi ini tidak dapat berhasil dengan
baik tanpa adanya bantuan, dukungan, bimbingan serta doa dari pihak lain. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Sunarto Kadir, Drs., M.Kes, M.Kes Selaku
Pembimbing I dan Ibu Dr. Sylva Flora Ninta Taringan, S.H, M.Kes selaku
pembimbing II yang telah menyediakan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing, mengarahkan, memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan
penelitian ini. Selain itu ucapan terima kasih juga penulis samapaikan kepada :
1. Prof Dr. H. Syamsu Qamar Badu, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Gorontalo.
2. Prof. Dr. Ir. Mahludin Baruadi, Ms., Supardi Nani, S.E, M.Si, Dr. Fence M.
Wantu, SH, MH dan Prof. Dr. Hasanuddin Fatsah, M.Hum, selaku wakil
Rektor I,II,III,IV Universitas Negeri Gorontalo.
3. Dr. Lintje Boekoesoe, M.Kes selaku Dekan Fakultas Olahraga dan
Kesehatan,
x
4. Risna Podungge, S.Pd, M.Pd, dr. Zuhriana, K. Yusuf, M.Kes dan Ruslan,
S.Pd, M.Pd, selaku Wakil Dekan I,II, dan III Fakultas Olahraga dan
Kesehatan.
5. Dr. Sunarto Kadir, Drs. M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo
6. Dr. Sylva Flora Ninta Taringan, M.Kes selaku Sekretaris Jurusan Kesehatan
Masyarakat.
7. Dr. Laksmyn Kadir, S.Pd, M.Kes sebagai Pembimbing Akademik yang telah
membantu membimbing, memberi masukan serta motivasi selama masa
perkuliahan.
8. Dr. Herlina Juuf, Dra, M.Kes sebagai Penguji I yang telah mengarahkan
penyusunan penelitian ini.
9. Ekawaty Prasetya, S.Si, M.Kes sebagai Penguji II yang telah mengarahkan
penyusunan penelitian ini.
10. Seluruh Dosen di lingkungan Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas
Negeri Gorontalo, khususnya Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan
Kesehatan Masyarakat Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri
Gorontalo yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa kuliah.
11. Kepala Dinas Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik (KesbangPol) Kota
Gorontalo, dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo yang turut membantu
pada penelitian ini.
12. Kepala Sekolah SD Negeri 24 Kota Gorontalo beserta staf dewan guru yang
turut membatu pada penelitian ini.
13. Seluruh Guru SDN 25 Dungingi, SMP N 6 Kota Gorontalo dan SMA N 2
Kota Gorontalo yang selalu sabar membimbing semasa sekolah dan
memberikan ilmu yang bermanfaat.
14. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, Ibu Salma Thaib Apona dan
Bapak Baharudin Datu yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang dan
kesabarannya dalam merawat, mendidik serta yang tiada henti medoakan
penulis dengan tulus dan ikhlas.
xi
15. Terima kasih untuk kakak Rizman Datu dan adik Rendrawansyah R. Datu
yang selalu menghibur, memberikan dorongan, bantuan dan motivasi.
16. Terima kasih seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat,
nasihat serta materil, dan senantiasa selalu mendoakan yang terbaik.
17. Terima kasih kepada sahabat-sahabat terbaik semasa kuliah, kepada Apriyanto
Amuda, Reynaldi Aditya Ibrahim, Abd. Rizal Nayiu, Christian Julius Ottay,
Agus Pomalingo, Indra Saputra Kude, Reinaldi Julfirman Saleh, Danang
Krido Laksono, Yahya U. Tooli, Alfian Taliki, Rahmad Irmawan, Debby
Derista Yusuf, Yulan Daud, Fitriyanti Katili, Gladys Monika Hanafi, Wik Sri
Rahayu Rauf, Fira Amirah M. Ointu, Nurinda Nuwa, Regitta Chynthia Hala,
Tuti Amanah Dundo, Cinly Novita H. Mokodongan, Nuzlia Wahyuni
Djangko, Anggita A.P. Rauf, Chyntia Paris, yang selalu hadir membantu dan
memberikan semangat dan dukungan yang tak henti-henti.
18. Terima kasih untuk teman-teman Angkatan 2014 Jurusan Kesehatan
Masyarakat teristimewa Teman-teman kelas A (KeA14), yang selalu dengan
ikhlas membantu demi meraih gelar S.KM, terima kasih atas segala doa,
dukungan dan kerja sama dari kalian semua selama empat setengah tahun,
banyak pelajaran yang di dapatkan, suka duka, dan banyak mengukir cerita-
cerita indah bersama.
19. Terima kasih kepada adik-adik dan kakak-kakak senior jurusan Kesehatan
Masyarakat karena telah memeberikan pengalaman-pengalaman yang tak
terlupakan serta masukan dan dukungan yang sangat berharga.
20. Terima kasih kepada Ayahanda Desa Tutulo, karang taruna dan rema muda
Desa Tutulo dan teman-teman Staf KKS DESTANA Desa Tutulo serta
seluruh masyarakat Desa Tutulo Kecamatan Botumoito, terima kasih buat
kalian semua, yang telah mengukir cerita indah.
21. Terima kasih kepada teman-teman/sahabat-sahabat Blok D Area yang sedari
kecil hingga saat ini terus bersama dalam suka maupun duka. Terus semangat
untuk berkarya.
22. Terima kasih kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, telah membantu serta memberi dukungan dan mendokan penulis.
xii
Gorontalo, 12 Desember 2018
Penulis
Riznan Datu
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
LOGO.............................................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL....................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... v
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ vi
ABSTRAK....................................................................................................... vii
ABSTRACT..................................................................................................... viii
MOTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... ix
KATA PENGANTAR.................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH..................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar belakang........................................................................................... 1
1.2 Identifikasi masalah................................................................................... 6
1.3 Rumusan masalah...................................................................................... 7
1.4 Tujuan penelitian....................................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum.................................................................................. 8
1.4.2 Tujuan Khusus................................................................................. 8
1.5 Manfaat penelitian..................................................................................... 8
1.5.1 Manfaat teoritis................................................................................ 8
1.5.2 Manfaat praktis................................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 10
2.1 Stunting....................................................................................................... 10
2.1.1 Definisi............................................................................................. 10
2.1.2 Indikator Stunting............................................................................. 11
2.1.3 Penyebab Stunting............................................................................ 13
2.2 Anak Usia Sekolah..................................................................................... 17
2.2.1 Definisi............................................................................................. 17
2.2.2 Tahap-Tahap Tumbuh Kembang..................................................... 18
2.2.3 Status Gizi Anak Usia Sekolah........................................................ 20
2.2.4 Angka Kecukupan Gizi pada Anak Usia Sekolah............................ 21
2.3 Pola Konsumsi Makan Anak Sekolah........................................................ 24
2.3.1 Kebiasaan Makan Anak................................................................... 24
2.3.2 Kebutuhan Energi............................................................................. 25
2.3.3 Kebutuhan Protein............................................................................ 28
xiii
2.4 Status Sosial Ekonomi................................................................................ 30
2.4.1 Pendidikan Ibu................................................................................. 31
2.4.2 Pendapatan Keluarga........................................................................ 32
2.5 Kerangka Berfikir....................................................................................... 34
2.5.1 Kerangka Teori................................................................................. 34
2.5.2 Kerangka Konsep............................................................................. 34
2.5.3 Hipotesis Penelitian.......................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 36
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 36
3.1.1 Lokasi Penelitian.............................................................................. 36
3.1.2 Waktu Penelitian.............................................................................. 36
3.2 Desain Penelitian........................................................................................ 36
3.3 Variabel Penelitian...................................................................................... 37
3.3.1 Variabel Bebas................................................................................. 37
3.3.2 Variabel Terikat............................................................................... 37
3.4 Populasi Dan Sampel.................................................................................. 37
3.4.1 Populasi............................................................................................ 37
3.4.2 Sampel.............................................................................................. 37
3.5 Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 39
3.5.1 Data Primer...................................................................................... 39
3.5.2 Data Sekunder.................................................................................. 39
3.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif................................................. 39
3.6.1 Stunting............................................................................................ 39
3.6.2 Konsumsi Energi Protein................................................................. 40
3.6.3 Sosial Ekonomi................................................................................ 42
3.7 Pengolahan dan Analisis Data.................................................................... 43
3.7.1 Teknik Pengolahan Data.................................................................. 43
3.7.2 Teknik Analisis Data........................................................................ 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 45
4.1 Hasil Penelitian........................................................................................... 45
4.1.1 Gambaran Umum Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Gorontalo.......................................................................................... 45
4.1.2 Karakteristik Responden.................................................................. 46
4.1.3 Analisis Data Univariat.................................................................... 48
4.1.4 Normalitas Data............................................................................... 53
4.1.5 Analisis Data Bivariat...................................................................... 55
4.1.6 Pembahasan...................................................................................... 59
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 71
5.1 Simpulan..................................................................................................... 71
5.2 Saran........................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 73
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
Daftar Singkatan
ASI : Air Susu Ibu
FFQ : Food Frequency Question
RDA : Recommended Dietary Allowance
SD : Standar Deviasi
SDN : Sekolah Dasar Negeri
TB/U : Tinggi Badan per Umur
UNICEF : United Nations Children Fund
WHO : Word Health Organitation
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
AKG : Angka Kecukupan Gizi
Daftar Istilah
Familial Short Stature : Perawakan pendek
Catch-up growth Arah garis pertumubuhan melebihi arah
garis baku.
Food Frequency : Metode frekuensi makanan yang
merupakan salah satu metode dietary
assessment dalam konteks individu yang
mencatat frekuensi individu terhadap
beberapa jenis makanan (<100) dalam
kurun waktu tertentu
Food recall : Metode penilaian diet terorganisir yang
digunakan untuk menentukan semua
makanan dan minuman yang di konsumsi
dalam periode 24 jam
Growth Faltering : Arah garis pertumbuhan kurang dari arah
garis baku atau pertumbuhan kurang dari
yang diharapan
Malnutrisi : Kurang gizi
Recommended Dietary Allowance: : Angka Kecukupan Gizi
Stunting : Tubuh yang pendek
Tryptophan : Salah satudari 20 asam amino penyusun
protein yang bersifat esensial bagi
manusia (C11H12N2O2)
xviii
xix
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa anak-anak memerlukan zat gizi yang relatif lebih besar
dibandingkan usia dewasa karena masih tergolong usia pertumbuhan. Anak usia
sekolah dalam hal pemenuhan kebutuhan gizi tidak berbeda dengan anak balita
akan tetapi anak usia sekolah dasar sudah bisa memilih makanan yang disenangi
dan sudah mulai menyukai makanan diluar rumah. Maka, peran orangtua sangat
penting dalam pemenuhan gizi anak. Pengetahuan gizi yang baik dari orangtua
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi
penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-
anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan
sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembang anak usia sekolah
yang optimal tergantung pada pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang
baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian asupan
(Judarwanto, 2008).
Anak usia sekolah dasar adalah anak berusia 6-12 tahun. Pada usia ini masih
1
2
suboptimal.
makan yang baik akan dapat memenuhi asupan gizi seimbang bagi anak,
kecukupan gizi. Bila asupan makanan yang dikonsumsi anak memiliki kandungan
gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan tubuh anak, maka proses
anak usia sekolah hendaknya memiliki sumber energi yang berasal dari
karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu zat gizi mikro seperti mineral dan
vitamin juga diperlukan tubuh. Pola makan yang baik diharapkan dapat
Kebiasaan makan yang salah akan berdampak pada masalah yang sering terjadi
Stunting merupakan salah satu bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tubuh
yang ditandai dengan keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit -2SD
mencapai pertumbuhan yang optimal disebabkan oleh keadaan gizi kurang yang
berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Status stunting dapat dihitung dengan
menggunakan antropometri WHO 2007 untuk anak umur 5-19 tahun yaitu dengan
Stunting pada anak sekolah dapat diketahui dari indikator tinggi badan
menurut umur (TB/U). Timbulnya kondisi seperti ini erat kaitannya dengan
3
pertumbuhan tinggi badan sesuai umur. Anak usia sekolah tergolong kelompok
rentan gizi karena membutuhkan zat gizi dalam jumlah besar untuk menyokong
pertumbuhan mereka. Pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh asupan zat gizi
yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan
(Khomsan, 2003).
Kejadian stunting secara langsung juga dipengaruhi oleh pola makan atau
kebiasaan makan anak yang kurang mengandung zat gizi yang cukup. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan pentingnya peran zat gizi tidak saja pada
perilaku, motorik, dan kecerdasan. Selain itu, seorang anak yang sehat dan normal
Ethiopia pada anak usia 5-11 bulan menunjukkan bahwa kejadian stunting
anak (Umeta dkk., 2002). Protein dibutuhkan untuk membangun, menjaga dan
memiliki keterbatasan asam amino esensial (seperti tryptophan dan lysine) dalam
kebutuhan pangan yang cukup baik segi kuantitas dan kualitas dan keamanannya.
ekonomi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pekerjaan orang
tua, tingkat pendidikan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Status ekonomi
faktor saja, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut
pendidikan, dan sebagainya. Sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor
yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut
Data dunia menunjukkan 90% anak yang mengalami stunting atau pendek
berada di Asia dan Afrika, hal ini masih merupakan masalah kesehatan
diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang
5
Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti
Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2%
pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari
18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari
18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
21,01%. Angka ini cukup baik, dibanding pada tahun 2012 yang sebesar 26,08%
Utara 21,3% dan terendah di Kota Gorontalo yaitu 10,2% (Dinkes Provinsi
Gorontalo, 2013).
kejadian stunting pada tahun 2017 di Kota Gorontalo sebesar 18,7%. Masalah
kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30-39% dan
serius bila prevalensi pendek ≥40% (WHO 2010). Dapat dilihat dari data kejadian
stunting tahun 2013 sampai dengan 2017 prevalensi kejadian stunting meningkat
sebesar 8,5%.
satunya adalah persoalan pola makan yang baik. Masalah gizi kurang terutama
stunting sangat erat hubungannya dengan kuantitas dan kualitas makanan yang
6
pendapatan belum tentu diikuti dengan peningkatan kualitas makanan. Hal ini
tingkat pendapatan, faktor sosial budaya termasuk kebiasaan makan yang buruk
yang secara tidak langsung dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi kurang.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo berada mengenai sosial ekonomi,
terhadap kondisi ekonomi keluarga. Dan dari hasil wawancara kebiasaan makan
pada anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo, dari 25
anak sebanyak 19 anak dengan kebiasaan konsumsi energi sedang dan 15 anak
dengan Kejadian Stunting pada Anak Sekolah Dasar Negeri 24 Kota Gorontalo”
1. Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti
21,01%. Angka ini cukup baik, dibanding pada tahun 2012 yang sebesar
3. Hasil observasi awal yang dilakukan, dari 25 anak sekolah di Sekolah Dasar
kebiasaan makan pada anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
2. Apakah ada hubungan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan stunting pada
dengan Kejadian Stunting pada Anak Sekolah Dasar Negeri 24 Kota Gorontalo
stunting pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Gorontalo.
stunting pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Gorontalo.
Diharapkan bagi pihak sekolah untuk memberi masukan kepada orang tua
tingkat kecukupan yang dianjurkan dalam rangka pencapaian status gizi yang
baik.
sesuai dengan tingkat kecukupan yang dianjurkan dalam rangka pencapaian status
melihat faktor di luar faktor yang diteliti yang dapat mempengaruhi kejadian
stunting
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Definisi
Stunting merupakan salah satu bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tubuh
yang ditandai dengan keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit -2SD
mencapai pertumbuhan yang optimal disebabkan oleh keadaan gizi kurang yang
berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Status stunting dapat dihitung dengan
menggunakan antropometri WHO 2007 untuk anak umur 5-19 tahun yaitu dengan
gambaran keadaan masa lalu, karena hambatan atau gangguan pertumbuhan tinggi
badan atau pertumbuhan linier yang memerlukan waktu lama, dalam hitungan
(2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi dua yang terdiri
dari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting
kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan
10
11
berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa
sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta
pulih kembali. Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak
dini terus menunjukan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang
beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk dibandingkan anak-anak yang
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang
pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam
badan relatif kurang sensitifterhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang
pendek. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lampau serta erat
dikategorikan sebagai berikut: sangat pendek (z-score <-3 SD), pendek (-3 SD s/d
<- 2 SD), normal (z-score -2 SD s/d 2 SD) dan tinggi (z-score >2SD).
Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks TB/U Standart Baku
Antropometeri WHO-NCHS
Ambang batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
< -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
TB/U
- 2 s/d 2 SD Normal
> 2 SD Tinggi
Sumber : Depkes RI, 2010.
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung
adalah metode yang cara kerjanya berhubungan atau kontak langsung dengan
yang ingin diketahui status gizinya. Metode ini terbagi atas empat cara penilaian
ukuran tubuh manusia. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Pengukurang tinggi badan atau
panjang badan pada anak dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi/panjang
hidup sehat dan pola asuh/pemberian makanan yang kurang baik dari sejak anak
kronis, malnutrisi, riwayat pemberian ASI sebelumnya, dan status sosial ekonomi
keluarga.
1. Stunting familial
Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari orang tua
dan keluarga. Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik dikenal sebagai
familial short stature (perawakan pendek familial). Tinggi badan orang tua
maupun pola pertumbuhan orang tua merupakan kunci untuk mengetahui pola
pertumbuhan anak. Faktor genetik tidak tampak saat lahir namun akan
bermanifestasi setelah usia 2-3 tahun. Korelasi antara tinggi anak dan midparental
high (MPH) 0,5 saat usia 2 tahun dan menjadi 0,7 saat usia remaja. Perawakan
pendek familial ditandai oleh pertumbuhan yang selalu berada di bawah persentil
3, kecepatan pertumbuhan normal, usia tulang normal, tinggi badan orang tua atau
2. Kelainan patologis
3. Penyakit Infeksi
4. Kelainan kromosom
5. Malnutrisi
malnutrisi. Protein sangat essensial dalam pertumbuhan dan tidak adanya salah
menghambat pubertas.
pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 yang terdiri dari salah satu
15
sulfur, asam amino esensiil, potasium, sodium, magnesium, seng, phospor, klorin
dan air.
membentuk jaringan dan energi untuk menjalankan fungsi tubuh. Malnutrisi tipe 1
menimbulkan gejala dan tanda klinis yang khas, konsentrasi dalam jaringan
vitro maupun in vivo dan konsentrasi bervariasi pada air susu ibu (ASI).
Malnutrisi tipe 2 sulit untuk didiagnosis karena tanda dan gejala tidak khas
tidak akan terbentuk bila terjadi defisiensi nutrisi tersebut bahkan akan terjadi
jaringan akan dibangun kembali maka seluruh komponen harus diberikan dengan
tergantung dari asupan setiap hari. Beberapa nutrisi seperti phospor, seng dan
tinggi diperlukan dengan cara fortifikasi pada beberapa makanan untuk proses
penyembuhan.
16
zat gizi yang seimbang dan relatif besar. Namun, kemampuan bayi untuk makan
adalah ASI.
Pemberian ASI yang kurang sesuai dapat menyebabkan bayi menderita gizi
kurang dan gizi buruk. Padahal kekurangan gizi pada bayi akan berdampak pada
gangguan psikomotor, kognitif dan sosial serta secara klinis terjadi gangguan
pertumbuhan. Dampak lainnya adalah derajat kesehatan dan gizi anak Indonesia
masih memprihatinkan.
Anak yang tidak mendapatkan ASI berisiko lebih tinggi untuk kekurangan
Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial yaitu, keadaan penduduk,
kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi
musim.
Rawan pangan dan gizi masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini.
pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. Kekurangan gizi
mikro seperti vitamin A, zat besi dan yodium menambah besar permasalahan gizi
berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.
memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik. Hal ini
berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang dapat
diindikasikan dari status gizi anak balita salah satunya adalah stunting.
2.2.1 Definisi
Indonesia (2011), anak usia sekolah adalah anak-anak yang berusia 7-12 tahun.
Berdasarkan teori tahap perkembangan Ericson, anak sekolah ialah anak yang
berada pada tahap usia 6-12 tahun (Thalib, 2010). Usia antara 6-12 tahun adalah
usia anak duduk di sekolah dasar. Pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk
sekolah, sehingga anak-anak mulai masuk kedalam dunia baru, dimana mulai
Laju pertumbuhan fisik anak memang tidak secepat pada masa bayi. Pada
masa ini, sudah memungkinkan bagi anak untuk mulai maan sendiri secara bebas
Pemilihan makan dimasa ini akan membentuk pola makan anak tersebut pada
18
masa yang akan datang berdampak pada asupan gizi anak tersebut. Usia anak
sekolah merupakan usia pertumbuhan yang lambat namun konsisten. Pada usia
motorik, kognitif, sosial, dan emosional. Pemilihan makanan yang terbentuk pada
usia ini, merupakan dasar pembentukan pola makan pada usia selanjutnya
Menurut Andriani dan Wirjatmadi (2012), sampai pada usia tiga tahun
sampai pada periode prasekolah dan masa sekolah. Pada usia sekolah kurva
pada masa remaja akan terjadi percepatan pertumbuhan kedua hingga akhirnya
perubahan yang terjadi baik secara fisik, kognitif, emosi, dan psikososial.
Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal mulai
embrio (mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir),
serta masa pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29
hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah (6-12
seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis
perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, 19
yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10-12
tahun atau masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalani masa kanak-kanak akhir,
anak akan memasuki masa remaja. Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik
yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat
pada anak usia sekolah tidak secepat pada masamasa sebelumnya. Anak akan
tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini, terdapat perbedaan antara
anak perempuan dan anak laki-laki. Namun, pada usia 10 tahun ke atas
yang akan terlihat pada aspek fisik antara anak laki-laki dan perempuan adalah
pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot dibandingkan anak
pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi
matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Oleh
karena itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periode tenang” sebelum
tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses
pertumbuhan pada anak pra sekolah dan anak usia sekolah. Ratarata kenaikan
berat badan di usia ini sekitar 1,8‐ 2,7 kg setahun, sedangkan tinggi badan kurang
lebih 7,6 cm setahun pada anak antara satu tahun sampai tujuh tahun, kemudian
meningkat sebanyak 5,1 cm setahun hingga awal pertumbuhan cepat pada usia
remaja. Anak usia sekolah mempunyai laju pertumbuhan fisik yang lambat tetapi
dan emosional. Kebiasaan makan yang terbentuk pada usia ini, serta jenis
makanan yang disukai dan tidak disukai, merupakan dasar bagi pola konsumsi
makanan dan asupan gizi anak pada usia selanjutnya. Anak usia sekolah
Status Gizi anak didasarkan pada Indikator BB/U. Status gizi anak
merupakan akibat keadaan kurang gizi dalam waktu yang panjang. Indikator
TB/U dinyatakan dalam tinggi badan normal, pendek dan sangat pendek. Anak
yang termasuk katagori sangat pendek (stunting) pada tahun 2010 sebanyak
21
18,5% dan yang pendek 17,1%, bila keduanya digabungkan dan menjadi angka
Badan Pangan dan Gizi Dewan Riset Nasional Amerika Serikat sejak tahun
standar untuk mencapai gizi baik bagi penduduk (National Research Council,
1989 dalam Almatsier, dkk 2011). Tiap Negara pada umumnya mempunyai AKG
ditetapkan pada tahun 1968 melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yang
kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978 dan sejak itu secara berkala setiap
lima tahun , terakhir tahun 2004 (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII,
2004).
aktivitas, berat badan. Sedangkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG)
zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua
orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG sendiri dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan
22
fisiologis, seperti hamil atau menyusui (Sudiarti, T.dan Utari, D.M, 2009). Untuk
mengh itung AKG dari kebutuhan gizi yang diperlukan khususnya energi dan
Berat Responden
AKG Energi Individu= × AKG Standart
Berat St andart
Asupan Energi
% AKG Energi= ×100 %
AKG Energi Individu
Berat Responden
AKG Protein Individu= × AKG Standart
Berat Standar t
Asupan Protein
% AKG Protein= × 100 %
AKG Protein Individu
c) Kurang : 70-80%
Awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak
mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan
lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi
menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka.
Tabel 2.2 Kebutuhan Zat Gizi menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2014
Kelompok umur
4-6 tahun 10-12 tahun
Zat Gizi Makro 7-9 tahun
BB = 19 kg Laki-Laki Perempuan
dan Mikro BB= 27 kg
TB =112 BB= 34 kg BB = 36 kg
TB= 130 cm
cm TB= 142 cm TB = 145 cm
Energi (Kkal) 1.600 1.850 2.100 2.000
Protein (gr) 35 49 56 60
Lemak (gr) 62 72 70 67
Karbohidrat (gr) 220 254 289 275
Vitamin A (mcg) 450 500 600
Vitamin C (mg) 45 45 50
Yodium (mcg) 120 120 120
Zink/seng (mg) 5 11 14 13
Kalsium (mg) 1.000 1.000 1.200 1.200
Zat besi (mg) 9 10 13 20
Folat (mcg) 200 300 400
Sumber: Pedoman Gizi Seimbang Kementrian Kesehatan RI 2014
membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan aspuan
pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah
tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler,
maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada
berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada
yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat
kadar gula tetap terkontrol baik, sehingga konsentrasi terhadap pelajaran dan
aktivitas lainnya dapat tetap dilaksanakan. Kandungan zat gizi makanan selingan
24
ditinjau dari besarnya kandungan energi dan protein sebesar 300 kkal dan 5 gram
protein. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada
penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun, Kebutuhan gizi anak laki-laki
Pada permulaan masuk sekolah anak mulai masuk kedalam dunia baru,
dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam hidupnya. Hal ini
Untuk melihat makanan yang benar pada anak usia sekolah harus dilihat
dari banyak aspek, seperti ekonomi, sosial, budaya, agama, disamping aspek
medik dari anak itu sendiri. Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras,
dan seimbang. Serasi artinya sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak, selaras
adalah sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial budaya, serta agama dari keluarga.
berdasarkan usia dan jenis bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak
(Judarwanto, 2009)
saling berhubungan. Konsumsi zat gizi seperti energi, protein dan seng serta
berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau
jenis pangan tertentu dimulai dari permulaan hidup dan menjadi bagian perilaku
selama masa kanak - kanak akan bertahan sampai dewasa. Anak-anak lebih
pemenuhan gizi keluarga. Anak pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah
Menurut Oktari (2015), rata – rata konsumsi energi anak stunting dalam
sehari masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan.
Hal ini dapat terjadi karena makanan yang dikonsumsi sehari –hari anak stunting
Kebiasaan makan anak, jumlah asupan yang kurang, dan frekuensi makan
makanan pokok yang dikonsumsi hanya dua kali juga mengakibatkan kebutuhan
Menurut Ramli, et al. (2009), Gizi yang cukup diperlukan untuk menjamin
pertumbuhan optimal dan perkembangan bayi dan anak. Kebutuhan gizi sehari-
26
hari digunakan untuk menjalankan dan menjaga fungsi normal tubuh dapat
dilakukan dengan memilih dan mengasup makanan yang baik (kualitas dan
menunjang semua kegiatan atau aktifitas manusia. Energi dalam tubuh manusia
zat-zat makanan yang cukup pula kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang
makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya
seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu makanan
makanan yang dibuat dari dan dengan bahan makanan tersebut merupakan sumber
tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia, merupakan contoh adaptasi pada
27
asupan energi rendah dalam waktu yang lama. Jika kekurangan energi tidak
berpengaruh terhadap status nutrisi dan metabolik. Kebutuhan energi pada anak
kecukupan energi yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia 7 – 9
Tabel 2.4 Angka Kecukupan Energi pada Anak Usia 7-9 dan 10 – 12 Tahun
Berat Badan Tinggi Badan Energi
Usia Jenis kelamin
(kg) (cm) (kkal)
Laki-laki dan
7–9 27 130 1850
Perempuan
10 – 12 Laki-Laki 34 142 2100
10 – 12 Perempuan 36 145 2000
Sumber: Pedoman Gizi Seimbang Kementrian Kesehatan RI, 2014
semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta tinggi daya cipta dan
kreatifitasnya, maka sejak anak-anak harus dipersiapkan. Untuk itu energi harus
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh,
karena di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun, protein merupakan
bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi di dalam tubuh. Pada
pada masa kehamilan proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan
embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu
dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah
maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber
protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta
kacang-kacangan lain. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi,
Kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9%. Sayur dan buah-
adalah 5,3%. Gula, sirop, lemak, dan minyak murni tidak mengandung protein
(Almatsier, 2009).
29
g/kg pertambahan jaringan. evaluasi asupan protein anak harus berdasarkan: (1)
tingkat pertumbuhan, (2), kualitas protein dari makanan yang diasup, (3)
dikonsumsi bersamaan, (4) asupan vitamin, mineral, dan energi yang adekuat.
Semua komponen tersebut penting dalam sintesis protein (Trahms & Pipes, 2000).
Kebutuhan protein anak usia 6-15 tahun mengalami kenaikan. Pada periode
usia ini protein banyak digunakan untuk pertumbuhan sel baru, pemeliharaan
jaringan dan pengganti sel yang rusak termasuk sel otak, tulanng, otot, kemudian
pembentukan komponen tubuh yang penting seperti enzim, hormon, sel darah
berjalan lancar dan sistem kekebalan tubuh tidak akan terganggu dengan demikian
30
tinggi badan akan terjaga dan tubuh tidak mudah terkena infeksi sehingga
kecukupan protein yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia 7 – 9
Tabel 2.6 Angka Kecukupan Protein pada Anak Usia 7-9 dan 10 – 12 Tahun
Berat Badan Tinggi Badan Protein
Usia Jenis kelamin
(kg) (cm) (g)
Laki-laki dan
7–9 27 130 49
Perempuan
10 – 12 Laki-Laki 34 142 56
10 – 12 Perempuan 36 145 60
Sumber: Pedoman Gizi Seimbang Kementrian Kesehatan RI, 2014
sebagai hasil dari kesehatan atau kondisi gizi. Pada dasarnya, tingkat stunting
yang tinggi berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah dan
makanan yang tidak tepat. Prevalensi stunting mulai naik pada usia sekitar 3
bulan, proses dan terhambatnya pertumbuhan sekitar usia 3 tahun (Semba dan
Bloem, 2001).
Kekurangan gizi sering kali bagian dari lingkaran yang meliputi pola
makan, kemiskinan dan penyakit. Ketiga faktor ini saling terkait sehingga masing-
politik yang meningkatkan kesehatan dan gizi dapat mematahkan siklus, karena
dapat gizi tertentu dan intervensi kesehatan. Kekurangan gizi mengacu pada
sejumlah penyakit, masing-masing berhubungan dengan satu atau lebih zat gizi,
31
meliputi asupan yang tidak memadai dan berlebihan asupan energi, yang pertama
menuju kekurangan berat badan, stunting dan kurus, dan yang terakhir
normal lebih baik daripada kelompok anak stunting. Pada kondisi stunting, tinggi
anak tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak yang stunting
berkaitan dengan keadaan yang terjadi dalam waktu yang lama seperti
kemiskinan, perilaku hidup sehat dan bersih yang kurang, kebiasaan makan, dan
dari keadaan sosial ekonomi. Masalah gizi stunting diakibatkan oleh keadaan yang
berlangsung lama maka masalah gizi anak yang mengalami kejadian stunting
hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memudahkan seseorang atau
diberikan kepada anak. Praktek pengasuhan yang berkaitan erat dengan pendidikan
ibu adalah praktek pemilihan makanan keluarga terutama pada anak. Di samping itu,
pendidikan berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan,
32
pekerjaan kebiasaan makan, dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula
yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode
penyuluhan yang tepat dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan di perlukan agar
seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widianti tahun 2016 pada anak usia 5-19
tahun ditemukan beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya stunting, salah
satunya yaitu, pendidikan orang tua yang rendah dan kelas sosial yang rendah.
Pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya stunting yang paling
tinggi dibanding dengan faktor risiko lainnya. Menurutnya hal tersebut bisa
disebabkan karena ibu dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki finansial
yang lebih baik dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Hal tersebut membuat
keluarga di kelas sosial yang lebih tinggi dan memiliki status gizi keluarga yang lebih
baik.
pemerintah. Semakin tinggi pendidikan wanita atau ibu akan semakin tinggi pula
kemampuannya untuk berbagi otoritas dalam keluarga juga dalam mengasuh anak
Selain itu, pendapatan keluarga juga menentukan jenis pangan yang dibeli.
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Tingkat
pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli (Adriani dan
Wirjatmadi, 2014).
Standart hidup yang layak dihitung dari pendapatan per kapita (tingkat
pangan yang akan dibeli. Status sosial ekonomi dipengaruhi oleh tingkat
hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat,sedangkan pekerjaan yang lebih baik
orang tua selalu sibuk bekerja sehingga tidak tertarik untuk memperhatikan
v
Stunting Gen
Pola asuh
Sumber : UNICEF 1998, the state of the World Children 1998, dalam WNPG,
2004
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori
Kejadian Stunting
Sosial Ekonomi Keluarga
- Pendidikan Ibu
- Pendapatan Keluarga
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
1. Ada Ada hubungan kebiasaan konsumsi energi dengan kejadian stunting pada
3. Ada hubungan tingkat kecukupan energi dengan kejadian stunting pada anak
4. Ada hubungan tingkat kecukupan protein dengan kejadian stunting pada anak
5. Ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak Sekolah
ekonomi keluarga dengan stunting pada anak sekolah dasar negeri 24 Kota
Faktor Resiko
Keterangan :
36
37
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsumsi energi protein dan tingkat
sosial ekonomi.
karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
stunting.
3.4.1 Populasi
tertentu kemudian diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas IV, V
siswa, dengan alasan karena siswa tersebut sudah mulai bisa untuk diwawancarai
(Lubis, 2017).
3.4.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari seluruh siswa yang menjadi obyek. Jumlah
N
n=
1+ Ne2
Keterangan
n = Ukuran sampel
38
N = Ukuran populasi
75
n= 2
=63,15=64
1+75( 0,05)
populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini
kemudian dari setiap lapisan diambil sejumlah subjek secara acak. Jumlah subjek
sampelnya adalah:
n i= ¿ x n
N
Keterangan
20
Kelas IV = x 64=17 responden
75
39
27
Kelas V = x 64=23 responden
75
28
Kelas VI = x 64=24 responden
75
sendiri.
telah dibuat oleh peneliti. Pengukuran ini dilakukan oleh peneliti sendiri.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data siswa yaitu jumlah seluruh
siswa dan jumlah siswa per kelas yang diperoleh dari catatan dari pihak sekolah
3.6.1 Stunting
Definisi Operasional :
Kejadian Stunting adalah suatu keadaan anak sekolah yang pendek yang
Skala : Ordinal.
energi, protein dari makanan sehari-hari. Jenis dan frekuensi konsumsi energi,
formulir food frequency diukur dengan cara menjumlahkan skor yang ada di
Pemberian skor:
a. Bila sumber energi protein dikonsumsi 1-3 kali sehari (diberi skor 3)
b. Bila sumber energi protein dikonsumsi 4-5 kali seminggu (diberi skor 2)
c. Bila sumber energi protein dikonsumsi 1-2 kali sebulan (diberi skor 1)
3 kategori, tinggi, sedang dan rendah (Suhardjo, 1989 dalam Barus, 2009).
= 21 – 0 = 21
R
Maka interval (I) dapat di hitung dengan rumus I =
K
41
21
I= =¿ 7
3
= 24 – 0 = 24
R
Maka interval (I) dapat di hitung dengan rumus I =
K
24
I= =¿ 8
3
K
TK = x 100 %
KC
42
Keterangan:
TK = Tingkat kecukupan
K = Konsumsi
Skala : Ordinal.
1. Pendidikan ibu
diikuti oleh ibu dari anak SD negeri 24 Kota Gorontalo dan memperoleh ijazah
yang sah.
Skala : Ordinal.
2. Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga adalah total penghasilan per bulan dalam nilai rupiah
Skala : Ordinal.
(Kemenaker, 2018)
to 19 years (z-scores) (WHO, 2007) untuk menentukan anak stunting atau normal.
Sedangkan untuk kebiasaan konsumsi energi, protein diperoleh dari hasil food
frequency. Untuk data tingkat kecukupan energi, protein diperoleh dari hasil food
recall 24 jam lalu dikonversikan ke jumlah energi, protein yang terkandung dalam
Data yang telah diubah menjadi bentuk kode angka atau bilangan
1. Analisis univariat
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dari tiap variabel. variabel yang
akan diteliti.
44
2. Analisis bivariat
hubungan dua variabel bebas dan satu variabel terikat yang berkorelasi
(Notoatmodjo, 2010). Uji yang di gunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi-
square.
2
2 ( fo−fe )
x =∑
fe
Keterangan :
2
x = Nilai Chi- square
fo = Frekuensi observasi
energi protein dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunting pada
pada siswa-siswi kelas IV, V dan VI yang berumur diantara 7-12 tahun yang
kebiasaan konsumsi energi protein dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan
menggunakan formulir food frequency question (FFQ) dan formulir food recall
Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum tentang Sekolah Dasar
dantenaga kependidikan terdiri dari kepala sekolah, 9 orang pendidik dan 3 orang
tenaga kependidikan.
45
46
ruangan perpustakaan, ruang UKS. Ruang kantor terdiri dari ruang kepala
sekolah, ruang kantor guru, ruang TU. Ruang penunjang terdiri dari gudang,
kamar mandi guru, kamar mandi siswa.Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Gorontalo juga didukung dengan fasilitas lain seperti lapangan upacara dan
lapangan bulu tangkis. Proses belajar mengajar dilakukan setiap hari Senin sampai
hari Jum’at mulai pukul pukul 07.30 WITA sampai dengan pukul 14.30 WITA.
makanan-makanan ringan (snack) serta minuman yang terdiri dari minuman gelas
yang mempunyai rasa dan warna beragam.Di sekitar sekolah terdapat pedagang
pedagang yang menjual makanan seperti somay, tahu krispi, sosis, serta pedagang
Karakteristik adalah ciri secara alamiah yang melekat pada diri seseorang.
Adapun beberapa karakter responden yang akan diuraikan dalam penelitian ini
Berdasarkan uraian di atas diketahui data jenis kelamin yang dilahirkan oleh
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis kelamin Anak di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo
Frekuensi
No Jenis Kelamin
n %
1 Laki-Laki 35 54.69
2 Perempuan 29 45.31
Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018
47
Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas dapat dijelaskan bahwa anak yang
dominan.
Umur adalah waktu atau bertambahnya hari sejak lahir sampai akhir hidup.
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur Anak di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo
Frekuensi
No Umur
n %
1 7-8 Tahun 1 1.56
2 9-10 Tahun 33 51.56
3 11-12 Tahun 30 46.88
Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan data pada tabel 4.2 di atas diketahui bahwa anak yang menjadi
responden sebagian besar berumur antara 9-10 tahun yang berjumlah 33 orang
(51,56%), sedangkan paling sedikit pada umur 7-8 tahun berjumlah 1 orang
berdasarkan Pekerjaan responden beserta uji univariat ini disajikan dalam tabel
4.3berikut ini.
48
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelas Anak di Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 24 Kota Gorontalo
Frekuensi
No Kelas
n %
1 Kelas IV 17 26.56
2 Kelas V 23 35.94
3 Kelas VI 24 37.50
Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan data pada tabel 4.3 di atas diketahui bahwa sebagian besar anak
sedangkan yang paling kecil frekuensinya yakni kelas IV yakni sebanyak 17 orang
( 26,56%).
tentang variabel yang diteliti yaitu variabel kebiasaan konsumsi energi protein,
tingkat sosial ekonomi keluarga dan variabel kejadian stunting pada anak.
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Stunting pada Anak di Sekolah
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo
Frekuensi
No Kejadian Stunting
n %
1 Stunting 27 42.19
2 Normal 37 57.81
Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan data pada tabel 4.4 di atas dijelaskan bahwa responden yang
42,19% sementara anak yang kategori normal sebanyak 37 orang atau sebesar
Berdasarkan data pada tabel 4.5 di atas dijelaskan bahwa kejadian stunting
paling banyak pada responden laki-laki sebanyak 15 orang (55,5%), dan untuk
17 orang (45,9%).
Berdasarkan data pada tabel 4.6 di atas dijelaskan bahwa kejadian stunting
paling banyak pada kelompok umur 9-10 tahun sebanyak 18 orang (66,6%), 11-
12 tahun sebanyak 8 orang (28,6%) dan 1 orang (3,7%) pada kelompok umur 7-8
tahun. Sedangkan pada kategori normal paling banyak pada kategori 11-12 tahun
sebanyak 22 orang (59,5%) dan pada kelompok umur 9-10 tahun sebanyak 15
orang (40,5%).
50
Berdasarkan data pada tabel 4.7 di atas dijelaskan bahwa kejadian stunting
kebiasaan yang tinggi sebanyak 37 orang atau sebesar 57,81% sementara anak
yang memiliki kebiasaan sedang sebanyak 27 orang atau sebesar 42,19% dari
kebiasaan konsumsi protein yang tinggi sebanyak 38 orang atau sebesar 59,3%
sementara anak yang memiliki kebiasaan konsumsi protein yang sedang sebanyak
jumlah konsumsi energi yang baik sebanyak 40 orang atau sebesar 62,50%
sementara anak yang memiliki jumlah konsumsi energi yang kurang sebanyak 24
jumlah konsumsi protein yang baik sebanyak 39 orang atau sebesar 60,94%
sementara anak yang memiliki jumlah konsumsi protein yang kurang sebanyak 25
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki ibu
yang memiliki ibu berpendidikan rendah sebanyak 17 orang atau sebesar 26,56%
Smirnov.Hal tersebut karena jumlah sampel lebih dari 50 sampel atau sampel
dalam jumlah besar.Jika nilai signifikansi Kolmogorov Smirnov lebih besar dari
nilai alpha (0,05), maka data mengikuti distribusi normal. Pengujian normalitas
1. Penentuan Hipotesis
Tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar
Dengan uji Kolmogorov Smirnov, apabila nilai signifikansi dari pengujian lebih
dari nilai alpha 0,05, maka model regresi tersebut memenuhi asumsi
normalitas.
5. Kesimpulan
sebagai berikut:
signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak, dengan demikian
data dalam penelitian ini tidak memenuhi uji normalitas (data tidak berdistribusi
normal). Karena data tidak normal maka pengujian pengaruh dapat dilakukan
konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anak di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan
dengan teknik analisis Chi-Square yang diawali dengan mengetahui data tabulasi
silang (Cross section) antara variabel kebiasaan konsumsi energi protein dengan
Berdasarkan tabel 4.15 di atas maka dapat dijabarkan hasil dari hubungan
variabel kebiasaan konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anak di
variabel Kebiasaan konsumsi energi sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha1
variabel Kebiasaan konsumsi protein sebesar 0,000. Nilai signifikan ini masih
lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha2
Kejadian stunting pada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
Coefficient) sebesar 0,696 yang berarti bahwa sebesar 69,6% hubungan Kebiasaan
Berdasarkan tabel 4.16 di atas maka dapat dijabarkan hasil dari hubungan
variabel kebiasaan konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anakdi
variabel Jumlah konsumsi energi sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
kecil dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha3
95% terdapat hubungan yang signifikan Jumlah konsumsi energi dengan Kejadian
stunting pada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Kemudian
dapat pula dilihat bahwa nilai koefisien korelasi (Contingency Coefficient) sebesar
Kota Gorontalo
variabel Jumlah konsumsi protein sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
kecil dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha4
Kejadian stunting pada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
Coefficient) sebesar 0,684 yang berarti bahwa sebesar 68,4% hubungan Jumlah
58
sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunting pada anak di Sekolah Dasar
dengan teknik analisis Chi-Square yang diawali dengan mengetahui data tabulasi
silang (Cross section) antara variabel tingkat sosial ekonomi keluarga dengan
kejadian stunting pada anak. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini:
Tabel 4.17 Tabulasi Silang Hubungan Variabel Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga
Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Tingkat Sosial Ekonomi Kategori p- Coeeficient
Total
Keluarga Stunting Normal Value Contigency
Tinggi 11 36 47
Pendidikan Ibu 0,000 0,534
Rendah 16 1 17
Pendapatan Tinggi 6 37 43
0,000 0,633
Keluarga Rendah 21 0 21
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.17 di atas maka dapat dijabarkan hasil dari hubungan
variabel Tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunting pada anak
variabel Pendidikan ibu sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil
dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha5 diterima.
terdapat hubungan yang signifikan Pendidikan ibu dengan Kejadian stunting pada
59
anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Kemudian dapat pula
variabel Pendapatan keluarga sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil
dibandingkan dengan nilai alpha yang digunakan (0,05) sehingga Ha6 diterima.
pada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Kemudian dapat
pula dilihat bahwa nilai koefisien korelasi (Contingency Coefficient) sebesar 0,633
Kejadian stunting pada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
4.2 Pembahasan
energi seperti jagung, singkong dan kentang, sedangkan makanan yang sering di
konsumsi yakni nasi, mie, roti dan biskuit. Pada kebiasaan konsumsi energi tinggi
60
para siswa jarang mengonsumsi makanan sumber protein yang tinggi, kebanyakan
hanya mengonsumsi ikan, tahu, dan tempe, karena bahan makanan ini yang paling
protein tinggi terdapat 38 (59,38%) siswa, selain sering mengonsumsi ikan, tahu
dan tempe para siswa ini juga mengonsumsi kacang hijau, daging, telur dan udang
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah
maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang (Almatsier,
2009).
dikarenakan frekuensi makan para siswa hanya 2x dalam sehari sehingga jumlah
energi yang masuk kedalam tubuh tidak mencukupi<2000 kkal. Pada kecukupan
asupan energi dengan status gizi, hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa faktor utama yang memengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan.
oleh kurangnya asupan protein kedalam tubuh <60 gr, karena para siswa ini
frekuensi makan dalam sehari hanya sebanyak 2x. Sedangkan jumlah siswa yang
Kebutuhan protein anak usia 6-15 tahun mengalami kenaikan. Pada periode
usia ini protein banyak digunakan untuk pertumbuhan sel baru, pemeliharaan
jaringan dan pengganti sel yang rusak termasuk sel otak, tulanng, otot, kemudian
pembentukan komponen tubuh yang penting seperti enzim, hormon, sel darah
1. Pendidikan ibu
pengasuhan yang berkaitan erat dengan pendidikan ibu adalah praktek pemilihan
2. Pendapatan keluarga
Selain itu, pendapatan keluarga juga menentukan jenis pangan yang dibeli.
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Tingkat
pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli (Adriani dan
Wirjatmadi, 2014).
konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anakdari hasil penelitian
yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kebiasaan konsumsi energi pada
keturunan.
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan
atau tahun. Kebiasaan konsumsi ini meliputi jenis dan frekuensi konsumsi energi
oleh anak yang diperoleh dengan menggunakan formulir food frequency. Sebagian
besar jenis makanan dari sumber energi yang dikonsumsi anak di Sekolah Dasar
Negeri 24 Kota Gorontalo adalah nasi dengan frekuensi 1-3x/hari. Hal ini dapat
diketahui karena pada setiap kali mengonsumsi makanan utama responden selalu
menyediakan nasi sebagai makanan pokok (sumber energi). Anak usia sekolah
memperhatikan zat gizi apa yang terdapat dalam makanan tersebut. Mereka yang
Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05)atau
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Pratiwi (2018) yang menunjukkan
(OR=3,109), yang berarti anak yang mengalami stunting berasal dari anak
konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anak. Adapun jumlah anak
Kebiasaan konsumsi ini meliputi jenis dan frekuensi konsumsi protein oleh
besar jenis makanan dari sumber protein yang dikonsumsi anak Sekolah Dasar
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo adalah ikan. tahu, tempe dan telur dengan
frekuensi 1-3x sehari. Hal ini dapat diketahui karena responden cenderung
menyukai makanan yang praktis, cepat, dan orang tua juga mudah untuk
mengolahnya. Biasanya tahu, tempe, dan telur diolah/disajikan hanya dengan cara
digoreng. Untuk jenis makanan lain yang dikonsumsi oleh anak adalah udang,
daging ayam, kacang hijau dengan frekuensi 1-2x/bulan, selanjutnya ada beberapa
anak yang jarang/tidak pernah mengonsumsi kacang hijau dan udang, hal ini
dikarenakan jenis pangan memang tidak disukai responden dan sebagian orang tua
mereka cenderung monoton dalam menyediakan makanan anak mereka. Selain itu
65
beberapa anak juga tidak menyukainya. Sedangkan daging sapi, responden hanya
mengonsumsi jika ada acara-acara besar seperti hajatan atau pesta dan hari-hari
Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05)atau
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Pratiwi (2018) yang menunjukkan
stunting(OR=3,148), yang berarti anak yang mengalami stunting berasal dari anak
daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup (Bender, 2002) dan pada
keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama
kebiasaan konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anak kejadian
siswa normal. Pada siswa stunting dan kategori kecukupan energi baik sebanyak 3
menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak stunting dalam sehari masih
kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan. Hal ini dapat
disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh anak stunting baik
dirumah maupun di sekolah, seperti jajanan yang ada di sekolah yang belum bisa
mencukupi kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam sehari. Kebiasaan anak yang
jarang sarapan pagi, jumlah asupan makanan pokok yang kurang dan frekuensi
makan makanan pokok yang dikonsumsi hanya 4-5x/minggu bahkan ada yang
belum tercukupi.
Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05) atau
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muchlis,
hubungan antara asupan energi dengan status gizi menurut indikator TB/U dengan
(p=0,027). Hal ini berarti bahwa balita dengan asupan energi yang baik yaitu
≥77% dari kebutuhan memiliki peluang lebih besar berstatus gizi normal (TB/U).
Pada penelitian Mardewi (2014) disimpulkan bahwa asupan energi (kalori) yang
rendah juga merupakan faktor risiko perawakan pendek pada anak dengan nilai
p=0,006.
67
kebiasaan konsumsi energi protein dengan kejadian stunting pada anak kejadian
dengan siswa normal. Pada siswa stuntingdan kategori kecukupan protein baik
Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05) atau
antara asupan protein dengan indeks z-score TB/U dengan nilai p=0,042. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Vaozia (2016) menunjukkan bahwa asupan protein
merupakan faktor risiko kejadian stuntingpada anak usia 1-3 tahun. Anak dengan
asupan protein yang kurang memiliki risiko 1,71 kali untuk menjadi stunting.
Hasil uji statistik chi square pada penelitian Chastity (2017) juga menunjukkan
hubungan yang positif antara asupan protein dengan kejadian stunting pada
remaja dengan nilai p=0,001 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
pada anak
kecenderungan kejadian stunting pada anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Gorontalo lebih besar proporsinya pada tingkat pendidikan ibu rendah, dari 17
orang ibu berpendidikan rendah sebanyak 16 orang adalah ibu dari siswa stunting
Dapat dilihat juga berdasarkan tabel 4.17 tabulasi silang hubungan variabel
tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kejadian stunting, pada anak stunting
ditemukan 11 orang ibu dalam kategori pendidikan tinggi, dari hasil penelitian
diketahui bahwa anak dengan stunting tersebut juga termasuk kedalam keluarga
dengan pendapatan rendah hal ini menyebabkan sulit mendapatkan pangan baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga asupan energi protein yang masuk ke
Sedangkan pada anak dengan status gizi normal menurut TB/U di temukan 1 anak
dengan tingkat pendidikan ibu rendah yaitu SMP, namun ayah dari anak tersebut
pangan keluarga.
signifiknsi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05) atau terdapat
69
stunting. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Windi (2018) yang
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang gizi memiliki hubungan yang
giziyang rendah memiliki risiko stunting 3,8 kali lebih besar dibandingkan ibu
dengan anak normal. Dapat dilihat juga berdasarkan tabel 4.17 pada tingkat
signifiknsi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05) atau terdapat
70
kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya jika pendapatan menurun akan
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Raden (2013) yang menunjukkan
5.1 Simpulan
1. Terdapat anak dengan kebiasaan konsumsi energi sedang sebesar 42,19% dan
energi protein juga masih terdapat siswa yang tingkat kecukupan energi
2. Status social ekonomi keluarga anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
3. Ada hubungan kebiasaan konsumsi energi protein pada anak dengan kejadian
nilai signifikan ini masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05).
71
72
5.2 Saran
1. Sebagai orang tua terutama ibu yang mengelola makanan anak diharapkan
asupan zat gizi energy protein dan zat gizi lainnya pada anak agar mengurangi
jajanan kantin maupun jajanan yang diluar kantin, yang akan dikonsumsi anak
kejadian stunting pada anak, baik secara langsung maupun secara tidak
Adriani, M, dkk. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Andarini, S, dkk. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi (Energi, Protein dan Zink)
dengan Stunting pada Anak Umur 2-5 Tahun di Desa Tanjung Kamal
Wilayah Kerja Puskesmas Mangaran Kabupaten Situbondo. Skripsi. UIN
Jakarta.
Bender, D,A. 2002. Introduction to Nutrition Metabolism 3rd ed. London: Taylor
and Francis Press.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Gunarsa, S,D. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia.
73
74
Mardewi, K,W. 2014. Kadar Seng Serum Rendah Sebagai Faktor Risiko
Perawakan Pendek Pada Anak. (Tesis). Denpasar: Program Studi Ilmu
Biomedik Universitas Udayana.
Muchlis, dkk. 2011. Hubungan Asupan Energy dan Protein dengan Status Gizi
Balita di Kelurahan Tamamaung. Program Studi Ilmu Gizi Fkm Universitas
Hasanuddin Makassar.
Semba, R.D, dkk. 2010. Low intake of vitamin A-rich foods among children, aged
12-35 months, in India: Association with malnutrition, anemia, and missed
child survival interventions. Nutrition. 26 (10), 958 962. doi:10.1016/j.
nut.2009.08.010.
Sudiarti, T, dkk. 2009. Kecukupan Gizi dan Zat Gizi. Jakarta: Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat FKM UI
Sulistyoningsih. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak Yogyakarta: Graha
Ilmu
Sundari, E. 2016. Hubungan Asupan Protein, Seng, Zat Besi, dan Riwayat
Penyakit Infeksi dengan Z-Score TB/U Pada Balita. (Artikel Penelitian).
Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.
Umeta, dkk. 2002. Factors associated with stunting in infants aged 5–11 months
in the Dodota-Sire District, Rural Ethiopia. J. Nutr. 133: 1064–1069.
Vaozia, S. 2016. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 1-3 Tahun
Studi Di Desa Menduran Kecamatan Brati Kabupaten Grobogan. (Artikel
Penelitian). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Wardlaw, G.M., dan Jeffrey, S.H. 2007. Perspective in Nutrition Seventh Edition.
McGraw Hill Higher Education. Americas, New York: 565-583.
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi, di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI
Yulni. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi pada Anak
Sekolah Dasar di Wilayah Pesisir Kota Makassar. (online). Diakses:
https://media.neliti.com/media/publications/212994-hubungan-asupan-zat-
gizi-makro-dengan-st.pdf [8 November 2018]
1. Karakteristik Responden
Nama Siswa :
Jenis Kelamin : a. Laki-Laki b. Perempuan
Tempat Tanggal Lahir :
Tinggi Badan : cm
Kelas` : a. IV b. V c. IV
2. Sosial Ekonomi Keluarga
Pendidikan Ibu : a. SD b. SMP c. SMA d.D3/S1
Penghasilan Keluarga /bulan : a. ≥ Rp. 2.206.000 b. ≤ Rp. 2.206.000
76
Frekuensi Makan
N
Jenis makanan 1-3x 4-5x 1-2x Tidak
o
sehari seminggu sebulan pernah
h. Udang
Pagi
Siang
77
Malam
78
Lampiran 2
78
79
80
81
Lampiran 3
82
83
84
85
Lampiran 4
86
Lampiran 5
87
Lampiran 6
88
Lampiran 7
MASTER TABEL
Tingkat Sosial
Kebiasaan Konsumsi Energi Protein
No Nama JK U KS K Ekonomi
KKE Kat KKP Kat JKE KcE TKE JKP KcP TKP PI PK
1. PST 2 1 1 1 14 2 13 2 695 37.5 2 20.3 41.4 2 2 2
2. F 1 2 1 1 10 2 13 2 1104 59.8 2 38.6 78.7 2 1 2
3. RDR 1 2 2 1 15 1 18 1 1560.3 84.3 1 43.3 88.3 1 1 1
4. NRA 2 2 2 1 15 1 17 1 1485 80.2 1 39.6 80.8 1 1 1
5. FY 1 2 1 1 12 2 14 2 1220 65.9 2 42.9 87.5 1 2 2
6. IGH 1 2 1 1 14 2 12 2 1017.7 55 2 32.4 66.1 2 2 2
7. MNS 2 2 2 1 17 1 19 1 1488.8 80.4 1 41.3 84.2 1 1 1
8. FDAA 2 2 1 1 11 2 14 2 1349 72.9 2 37 75.5 2 1 2
9. RDPYL 2 2 1 1 9 2 12 2 1453 78.5 2 35 71.4 2 1 1
10. NKMH 2 2 2 1 `14 2 17 1 1588 85.8 1 41.9 85.5 1 1 1
11. PFD 2 2 2 1 15 1 16 1 1552.2 83.9 1 42.5 86.7 1 1 1
12. AH 1 2 1 1 11 2 13 2 1373 74.2 2 30.1 61.4 2 2 2
13. SISI 2 2 1 1 12 2 15 2 1046.4 56.5 2 32 65.3 2 1 2
14. MDAF 1 2 2 1 16 1 17 1 1687.1 91.1 1 44.6 91 1 1 1
15. SD 1 2 2 1 18 1 18 1 1493.8 80.7 1 40.9 83.4 1 1 1
16. RH 1 2 1 1 11 2 11 2 1559.4 84.2 1 33.3 67.9 2 2 2
17. MAJK 1 2 2 1 15 1 17 1 1505.4 81.3 1 43.4 88.5 1 1 1
18. MAIA 1 2 2 2 15 1 17 1 1709 81.3 1 46 82.1 1 1 1
19. RNLI 2 2 2 2 16 1 18 1 1623.5 81.1 1 49.7 82.8 1 1 1
20. MAD 1 2 1 2 13 2 14 2 1299 61.8 2 28.4 50.7 2 1 2
21. MFZ 1 2 1 2 11 2 11 2 1728 82.2 1 42.3 75.5 2 1 1
22. FA 2 2 2 2 16 1 17 1 1639.6 81.9 1 50.1 89.4 1 1 1
23. SRPA 1 2 1 2 13 2 16 2 1347 64.1 2 33.6 60 2 2 2
24. RRT 1 2 1 2 10 2 10 2 1185.5 56.4 2 27.9 49.8 2 1 2
89
Tingkat Sosial
Kebiasaan Konsumsi Energi Protein
No Nama JK U KS K Ekonomi
KKE Kat KKP Kat JKE KcE TKE JKP KcP TKP PI PK
25. MRPB 1 2 2 2 17 1 19 1 1821.2 86.7 1 49.4 88.2 1 1 1
26. ATI 1 2 1 2 9 2 8 2 1222.3 58.2 2 28.8 51.4 2 2 2
27. FNSFJ 2 2 1 2 11 2 10 2 1124 56.2 2 29.7 49.5 2 1 1
28. MML 1 2 1 2 13 2 17 1 1213.2 57.7 2 42.1 75.1 2 2 2
29. RSA 1 2 1 2 11 2 9 2 1585.2 75.4 2 45.9 81.9 1 2 2
30. NII 1 2 2 2 16 1 17 1 1698.6 80.8 1 45.3 80.8 1 1 1
31. DI 1 3 1 2 13 2 14 2 809.3 38.5 2 23.3 41.6 2 2 2
32. PDPA 2 3 1 2 12 2 13 2 1002.7 50.1 2 37.4 62.3 2 1 1
33. WK 1 3 2 2 15 1 18 1 1777 84.6 1 46.8 56 1 1 1
34. IFSS 2 2 1 2 9 2 15 2 972.5 48.6 2 29.3 48.8 2 1 1
35. IZA 2 2 1 2 13 2 14 2 1887.5 94.3 1 33.4 55.6 2 2 2
36. KS 2 3 1 2 10 2 15 2 856.2 42.8 2 24.2 40.3 2 2 2
37. CS 2 3 1 2 10 2 15 2 632.2 31.6 2 16.5 27.5 2 2 2
38. ZPNA 2 2 2 2 15 1 17 1 1654 82.7 1 51.1 85.1 1 1 1
39. WA 2 3 1 2 8 2 10 2 885 44.2 2 26.7 44.5 2 2 2
40. ANG 2 3 2 2 17 1 17 1 1640.1 82 1 49 81.6 1 1 1
41. SAT 2 3 1 3 13 2 11 2 1278.2 63.8 2 34.4 57.3 2 2 2
42. MND 1 3 2 3 15 1 17 1 1741.7 94.1 1 50.3 89.8 1 1 1
43. SKN 1 2 2 3 16 1 17 1 1700.6 80.9 1 44.9 80.1 1 1 1
44. BRA 1 3 2 3 15 1 17 1 1714 81.6 1 45 80.3 1 1 1
45. MFPS 1 3 2 3 18 1 18 1 1895.2 90.2 1 45.6 91.4 1 1 1
46. ANNM 2 3 2 3 17 1 17 1 1869.7 93.5 1 51 85 1 1 1
47. CGD 2 3 2 3 19 1 17 1 1773.2 88.6 1 48.8 81.3 1 1 1
48. MHT 2 3 2 3 18 1 18 1 1786.2 89.3 1 49 81.6 1 1 1
49. RW 1 3 2 3 17 1 19 1 1882.9 89.6 1 48.3 86.2 1 1 1
50. MRH 1 3 2 3 16 1 17 1 1776.6 84.6 1 47.2 84.2 1 1 1
90
Tingkat Sosial
Kebiasaan Konsumsi Energi Protein
No Nama JK U KS K Ekonomi
KKE Kat KKP Kat JKE KcE TKE JKP KcP TKP PI PK
51. AYP 1 3 1 3 17 1 13 2 1178 56 2 38.4 68.5 2 1 1
52. ILT 1 3 2 3 16 1 18 1 1873.2 89.2 1 47.1 84.1 1 1 1
53. RH 2 3 2 3 15 1 18 1 1657.5 82.8 1 49.2 82 1 1 1
54. AL 2 3 2 3 17 1 17 1 1699.1 84.9 1 48.1 80.1 1 1 1
55. AA 1 3 2 3 17 1 17 1 1765.2 84 1 46.8 83.5 1 1 1
56. RH 1 3 2 3 16 1 18 1 1699 80.9 1 47 83.9 1 1 1
57. MPHY 2 3 2 3 16 1 17 1 1651.2 82.5 1 48.7 81.1 1 1 1
58. MI 2 3 2 3 18 1 19 1 1898.9 94.9 1 51.5 85.8 1 1 1
59. UA 1 3 2 3 16 1 17 1 1757 83.6 1 47 83.9 1 1 1
60. JH 2 3 2 3 15 1 16 1 1689.9 84.4 1 48 80 1 1 1
61. DB 1 3 1 3 15 2 15 2 1583.6 75.4 2 42.5 75.8 2 2 2
62. RP 1 3 2 3 16 1 17 1 1781.2 84.8 1 47.5 84.8 1 2 1
63. WAP 1 3 2 3 15 1 18 1 1685.7 80.2 1 48 85.7 1 1 1
64. AB 2 3 2 3 17 1 18 1 1748.9 87.4 1 48.6 81 1 1 1
Keterangan:
N = Nama
JK = Jenis Kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
U = Umur : 1. 7-8 tahun
2. 9-10 tahun
3. 11-12 tahun
KS = Kejadian Stunting : 1. Stunting
91
2. Normal
K = Kelas : 1. IV
2. V
3. VI
PI = Pendidikan Ibu : 1. Tinggi : Jika ibu lulus SMA/D-3/S1
2. Rendah : Jika ibu hanya lulus SD/SMP
PK = Pendapatan Keluarga : 1. Tinggi : ≥ Rp. 2.206.000
2. Rendah : < Rp. 2.206.000
JKE = Jumlah Konsumsi Energi
KcE = Kecukupan Energi (%)
TKE = Tingkat Kecukupan Energi : 1. Baik : 80-100% AKG
2. Kurang : <80% AKG
JKP = Jumlah Konsumsi Protein
KcP = Kecukupan Protein (%)
TKP = Tingkat Kecukupan Protein : 1. Baik : 80-100% AKG
2. Kurang : <80% AKG
KKE = Kebiasaan Konsumsi Energi
Kat = Kategori : 1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
KKP = Kebiasaan Konsumsi Protein
Kat = Kategori : 1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
92
Lampiran 8
DOKUMENTASI PENELITIAN
93
Gambar 4 Wawancara dengan Ibu Siswa Gambar 5 Wawancara dengan Ibu Siswa
94
Lampiran 9
95
Lampiran 10
PENGUJIAN UNIVARIATE
1. Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
96
5. Tingkat kecukupan protein
Tingkat kecukupan protein
Cumulative
Frequency Percent Valid percent percent
Valid Baik 39 60.9 60.9 60.9
Kurang 25 39.1 39.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
6. Pendidikan ibu
7. Pendapatan keluarga
8. Jenis kelamin
97
98
9. Umur
99
100
10. Kelas
101
102
103
Lampiran 11
NORMALITAS DATA
1. Kejadian stunting
104
4. Tingkat kecukupan energi
6. Pendidikan ibu
105
7. Pendapatan keluarga
106
Lampiran 12
PENGUJIAN BIVARIATE
1. Kebiasaan konsumsi energi
107
3. Tingkat kecukupan energi
108
4. Tingkat kecukupan protein
109
5. Pendidikan ibu
6. Pendapatan keluarga
110
111
Lampiran 13
Summary
Abstrak
112
113
1. PENDAHULUAN pangan, karena meningkatnya
Pada masa anak-anak pengeluaran pangan atau pendapatan
memerlukan zat gizi yang relatif lebih belum tentu diikuti dengan peningkatan
besar dibandingkan usia dewasa karena kualitas makanan. Hal ini karena
masih tergolong usia pertumbuhan. peningkatan pengeluaran belum tentu
Kebutuhan gizi anak sekolah digunakan untuk pangan. Selain tingkat
dipengaruhi oleh kebiasaan makan. pendapatan, faktor sosial budaya
Kebiasaan makan yang baik akan dapat termasuk kebiasaan makan yang buruk
memenuhi asupan gizi seimbang bagi yang secara tidak langsung dapat
anak, sebaliknya kebiasaan makan yang menyebabkan timbulnya masalah gizi
buruk akan dapat menghambat kurang.
terpenuhinya kecukupan gizi. Bila Data dunia menunjukkan 90%
asupan makanan yang dikonsumsi anak anak yang mengalami stunting atau
memiliki kandungan gizi yang cukup pendek berada di Asia dan Afrika, hal
dan sesuai dengan kebutuhan tubuh ini masih merupakan masalah kesehatan
anak, maka proses pertumbuhan anak masyarakat yang belum terselesaikan
akan berlangsung secara optimal. Pola (Wardlaw dkk., 2012). Di Indonesia,
makan yang baik diharapkan dapat diperkirakan 7,8 juta anak mengalami
menyumbangkan kecukupan energi, stunting, data ini berdasarkan laporan
protein, dan mineral seperti kalsium. yang dikeluarkan oleh UNICEF dan
Kebiasaan makan yang salah akan memposisikan Indonesia masuk ke
berdampak pada masalah yang sering dalam 5 besar negara dengan jumlah
terjadi pada anak usia sekolah yaitu yang mengalami stunting tinggi
stunting. (UNICEF, 2007).
Stunting merupakan salah satu Prevalensi pendek secara nasional
bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti
tubuh yang ditandai dengan keadaan terjadi peningkatan dibandingkan tahun
tubuh yang pendek hingga melampaui 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
defisit -2SD di bawah standar WHO Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri
(WHO, 2010). Stunting merupakan dari 18,0% sangat pendek dan 19,2%
kegagalan dalam mencapai pertumbuhan pendek. Pada tahun 2013 prevalensi
yang optimal disebabkan oleh keadaan sangat pendek menunjukkan penurunan,
gizi kurang yang berlangsung dalam dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun
waktu yang cukup lama. Status stunting 2010. Prevalensi pendek meningkat dari
dapat dihitung dengan menggunakan 18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2%
antropometri WHO 2007 untuk anak pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
umur 5-19 tahun yaitu dengan Data kejadian stunting di Provinsi
menghitung nilai Z-score TB/U masing- Gorontalo pada tahun 2013 mencapai
masing anak 21,01%. Angka ini cukup baik,
Masalah perbaikan gizi memang dibanding pada tahun 2012 yang sebesar
berhubungan dengan banyak hal, salah 26,08% dan pada tahun 2010 (38,01%).
satunya adalah persoalan pola makan Prevalensi stunting di Kabupaten
yang baik. Masalah gizi kurang terutama Gorontalo 27,5%, Boalemo 29,2%,
stunting sangat erat hubungannya Pohuwato 23,5%, Bone Bolango
dengan kuantitas dan kualitas makanan 14,27%, Gorontalo Utara 21,3% dan
yang dikonsumsi, di mana faktor yang terendah di Kota Gorontalo yaitu 10,2%
menentukan kualitas makan adalah (Dinkes Provinsi Gorontalo, 2013).
tingkat pendapatan. Namun demikian, Berdasarkan data Dinas
peningkatan pendapatan tidak selalu Kesehatan Kota Gorontalo, bahwa
membawa perbaikan pada konsumsi prevalensi kejadian stunting pada tahun
114
2017 di Kota Gorontalo sebesar 18,7%. variabel independen (faktor resiko)
Masalah kesehatan masyarakat dianggap dengan variabel dependen (efek).
berat bila prevalensi pendek sebesar 30-
39% dan serius bila prevalensi pendek 2.3 Populasi dan Sampel
≥40% (WHO 2010). Dapat dilihat dari Populasi merupakan keseluruhan
data kejadian stunting tahun 2013 subyek yang memenuhi karakteristik
sampai dengan 2017 prevalensi kejadian tertentu kemudian diteliti. Populasi pada
stunting meningkat sebesar 8,5%. penelitian ini adalah siswa kelas IV, V
Berdasarkan hasil observasi awal dan VI di Sekolah Dasar Negeri (SDN)
yang dilakukan, dari 25 anak sekolah di 24 Kota Gorontalo yang berjumlah 75
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota siswa, dengan alasan karena siswa
Gorontalo sebanyak 10 anak mengalami tersebut sudah mulai bisa untuk
stunting. Dari hasil pengumpulan data di diwawancarai (Lubis, 2017).
kelurahan Tomulabutao Selatan tempat Sampel merupakan sebagian dari
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota seluruh siswa yang menjadi obyek.
Gorontalo berada mengenai sosial Jumlah sampel dapat diperoleh dengan
ekonomi, yaitu sebanyak 35% warga menggunakan rumus Slovin.
tidak mempunyai pekerjaan, sehingga
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi N
n=
keluarga. Dan dari hasil wawancara 1+ Ne2
kebiasaan makan pada anak sekolah di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Keterangan
Gorontalo, dari 25 anak sebanyak 19 n = Ukuran sampel
anak dengan kebiasaan konsumsi energi N = Ukuran populasi
sedang dan 15 anak dengan konsumsi e = Nilai kritis (batas ketelitian)
protein sedang. Berdasarkan uraian di yang diinginkan (persen
atas maka penulis tertarik untuk melihat kelonggaran ketidaktelitian
“Hubungan Kebiasaan Konsumsi Energi karena kesalahan
Protein dan Tingkat Sosial Ekonomi pengambilan sampel
Keluarga dengan Kejadian Stunting pada populasi)
Anak Sekolah Dasar Negeri 24 Kota 75
Gorontalo” n= 2
=63,15=64
1+75(0,05)
2. METODE PENELITIAN Dari hasil perhitungan jumlah
2.1 Lokasi dan waktu penelitian sampel minimal tersebut, peneliti
Lokasi penelitian ini dilakukan di memutuskan untuk mengambil sebanyak
Sekolah Dasar Negeri 24 Kota 64 sampel.
Gorontalo selama bulan Oktober 2018. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah
2.2 Desain Penelitian proportionate stratified random
Jenis penelitian ini adalah sampling yaitu pengambilan sampel dari
penelitian kuantitatif. Penelitian ini anggota populasi secara acak dan
bertujuan mengetahui hubungan berstrata secara proporsional, dilakukan
kebiasaan konsumsi energi protein dan sampling ini apabila anggota
tingkat sosial ekonomi keluarga dengan populasinya heterogen (tidak sejenis).
stunting pada anak sekolah dasar negeri Proportionate stratified random
24 Kota Gorontalo. Adapun rancangan sampling ini dilakukan dengan cara
pada penelitian ini adalah menggunakan membuat lapisan-lapisan (strata),
rancangan cross sectional yaitu untuk kemudian dari setiap lapisan diambil
mencari hubungan antara sejumlah subjek secara acak. Jumlah
115
subjek dari setiap lapisan (strata) adalah 3 11-12 Tahun 30 46.88
sampel penelitian. Rumus pengambilan Total 64 100
sampelnya adalah: Sumber: Data Primer, 2018
¿= ¿ x n Berdasarkan data pada tabel 2
N diketahui bahwa anak yang menjadi
Keterangan responden sebagian besar berumur
Ni = Jumlah anggota sampel per antara 9-10 tahun yang berjumlah 33
kelas orang (51,56%), sedangkan paling
N = Jumlah anggota sampel sedikit pada umur 7-8 tahun berjumlah 1
seluruhnya orang (1,56%). Sehingga dengan
Ni = Jumlah anggota populasi per demikian responden dalam penelitian ini
kelas didominasi oleh anak yang berumur 8
N = Jumlah angota populasi tahun ke atas.
seluruhnya Tabel 3 Distribusi Sampel Berdasarkan
Maka jumlah anggota sampel Kelas Anak di Sekolah Dasar
berdasarkan kelas adalah: Negeri (SDN) 24 Kota
20 Gorontalo
Kelas IV = x 64=17 responden N Frekuensi
75 Kelas
27 o n %
Kelas V = x 64=23 responden 1 Kelas IV 17 26.56
75 2 Kelas V 23 35.94
28 3 Kelas VI 24 37.50
Kelas VI = x 64=24 responden
75 Total 64 100
Sumber: Data Primer, 2018
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data pada tabel 3
3.1 Karakteristik Responden diketahui bahwa sebagian besar anak
Tabel 1 Distribusi Sampel Berdasarkan yang menjadi responden berada pada
Jenis kelamin Anak di Sekolah kelas VI yakni sebanyak 24 (37,50%)
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota sedangkan yang paling kecil
Gorontalo frekuensinya yakni kelas IV yakni
N Frekuensi sebanyak 17 orang ( 26,56%).
Jenis Kelamin
o n %
54.6 3.2 Analisis Data Univariate
1 Laki-Laki 35
9 8. Variabel kejadian stunting pada
45.3 anak
2 Perempuan 29
1 Tabel 4 Distribusi Sampel Berdasarkan
Total 64 100
Kejadian Stunting pada Anak
Sumber: Data Primer, 2018 di Sekolah Dasar Negeri
Berdasarkan data pada table 1 (SDN) 24 Kota Gorontalo
dapat dijelaskan bahwa anak yang N Kejadian Frekuensi
berjenis kelami laki-laki sebanyak 35 o Stunting n %
orang (54,69%) sedangkan yang 1 Stunting 27 42.19
perempuan sebanyak 29 orang(45,31%). 2 Normal 37 57.81
Tabel 2 Distribusi Sampel Berdasarkan Total 64 100
Kelompok Umur Anak di Sumber: Data Primer, 2018
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Berdasarkan data pada tabel 4
24 Kota Gorontalo dijelaskan bahwa responden yang dalam
N Frekuensi kategori mengalami kejadianstunting
Umur
o n % sebanyak 27 orang atau sebesar 42,19%
1 7-8 Tahun 1 1.56 sementara anak yang kategori normal
2 9-10 Tahun 33 51.56
116
sebanyak 37 orang atau sebesar 57,81%
dari keseluruhan sampel penelitian.
Tabel 7 Distribusi Kejadian Stunting
Tabel 5 Distribusi Kejadian Stunting Berdasarkan Kelas Pada
Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di Sekolah Dasar
Pada Anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo
Gorontalo Kejadian Stunting
Kejadian Stunting Karakteristik Stunting Normal
Karakteristik Stunting Normal n % n %
n % n % Kelas IV 9 33,3 8 21,6
Jenis Laki-laki 15 55,5 20 54,1 Kelas Kelas V 15 55,5 8 21,6
kelam Perempu Kelas VI 3 11,1 21 56,7
12 45,5 17 45,9
in an Total 27 100 37 100
Total 27 100 37 100 Sumber: Data Primer, 2018
Sumber: Data Primer, 2018 Berdasarkan data pada tabel 7
Berdasarkan data pada tabel 5 dijelaskan bahwa kejadian stunting
dijelaskan bahwa kejadian stunting paling banyak pada kelas V sebanyak 15
paling banyak pada responden laki-laki orang (55,5%),pada kelas IV sebanyak 9
sebanyak 15 orang (55,5%), dan untuk orang (33,3%) dan kelas VI sebanyak 3
responden perempuan sebanyak 12 orang(11,1%).
orang (45,5%). Sedangkan untuk 9. Variabel kebiasaan konsumsi energi
kategori normal responden laki-laki Tabel 8 Distribusi Sampel Berdasarkan
sebanyak 20 orang (54,1%) dan Kebiasaan Konsumsi Energi
perempuan sebanyak 17 orang (45,9%). Kebiasaan Frekuensi
N
Tabel 6 Distribusi Kejadian Stunting Konsumsi
o n %
Berdasarkan Umur Pada Energi
Anak di Sekolah Dasar 1 Tinggi 37 57.81
Negeri (SDN) 24 Kota 2 Sedang 27 42.19
Gorontalo Total 64 100
Kejadian Stunting Sumber: Data Primer, 2018
Karakteristik Stunting Normal Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat
n % n % bahwa responden yang memiliki
7-8 tahun 1 3,7 0 0 kebiasaan yang tinggi sebanyak 37
9-10 orang atau sebesar 57,81% sementara
18 66,6 15 40,5
Umur tahun anak yang memiliki kebiasaan sedang
11-12
8 29,6 22 59,5 sebanyak 27 orang atau sebesar 42,19%
tahun dari keseluruhan sampel penelitian.
Total 27 100 37 100 10. Variabel kebiasaan konsumsi
Sumber: Data Primer, 2018 protein
Berdasarkan data pada tabel 6 Tabel 9 Distribusi Sampel Berdasarkan
dijelaskan bahwa kejadian stunting Kebiasaan Konsumsi Protein
paling banyak pada kelompok umur 9- Kebiasaan Frekuensi
N
10 tahun sebanyak 18 orang (66,6%), Konsumsi
o n %
11- 12 tahun sebanyak 8 orang (28,6%) Protein
dan 1 orang (3,7%) pada kelompok 1 Tinggi 38 59.38
umur 7-8 tahun. Sedangkan pada 2 Sedang 26 40.63
kategori normal paling banyak pada Total 64 100
kategori 11-12 tahun sebanyak 22 orang Sumber: Data Primer, 2018
(59,5%) dan pada kelompok umur 9-10 Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat
tahun sebanyak 15 orang (40,5%). bahwa responden yang memiliki
117
kebiasaan konsumsi protein yang tinggi Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat
sebanyak 38 orang atau sebesar 59,3% bahwa responden yang memiliki ibu
sementara anak yang memiliki berpendidikan tinggi sebanyak 47 orang
kebiasaan konsumsi protein yang sedang atau sebesar 73,44% sementara anak
sebanyak 26 orang atau sebesar 40,63% yang memiliki ibu berpendidikan rendah
dari keseluruhan sampel penelitian. sebanyak 17 orang atau sebesar 26,56%
11. Variabel tingkat kecukupan energi dari keseluruhan sampel penelitian.
Tabel 10 Distribusi Sampel Berdasarkan 14. Variabel pendapatan keluarga
Tingkat Kecukupan Energi Tabel 13 Distribusi Sampel Berdasarkan
Tingkat Frekuensi Pendapatan keluarga
No
Kecukupan Energi n % N Pendapatan Frekuensi
1 Baik 40 62.50 o Keluarga n %
2 Kurang 24 37.50 1 Tinggi 43 67.19
Total 64 100 2 Rendah 21 32.81
Sumber: Data Primer, 2018 Total 64 100
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat Sumber: Data Primer, 2018
bahwa responden yang memiliki jumlah Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat
konsumsi energi yang baik sebanyak 40 bahwa responden yang memiliki
orang atau sebesar 62,50% sementara keluarga berpendapatan tinggi sebanyak
anak yang memiliki jumlah konsumsi 43 orang atau sebesar 67,19% sementara
energi yang kurang sebanyak 24 orang anak yang memiliki keluarga
atau sebesar 37,50% dari keseluruhan berpendapatan rendah sebanyak 21
sampel penelitian. orang atau sebesar 32,81% dari
12. Variabel tingkat kecukupan protein keseluruhan sampel penelitian.
Tabel 11 Distribusi Sampel Berdasarkan
Tingkat Kecukupan Protein 3.3 Analisis Data Bivariate
N
Tingkat Frekuensi 3.1.1 Kejadian stunting berdasarkan
Kecukupan kebiasaan konsumsi energi
o n %
Protein protein
1 Baik 39 60.94 3. Variabel Kebiasaan Konsumsi Energi
2 Kurang 25 39.06 Protein Dengan Kejadian Stunting
Total 64 100 Pada Anak
Sumber: Data Primer, 2018 Tabel 14 Tabulasi Silang Hubungan
Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat Variabel Kebiasaan
bahwa responden yang memiliki jumlah Konsumsi Energi Protein
konsumsi protein yang baik sebanyak 39 Dengan Kejadian Stunting
orang atau sebesar 60,94% sementara Pada Anak
anak yang memiliki jumlah konsumsi Kategor
Coe
protein yang kurang sebanyak 25 orang i
T efici
atau sebesar 39,06% dari keseluruhan Konsumsi St N
ot
p-
ent
sampel penelitian. Enegri un or Val
al Con
Protein ti m ue
13. Variabel pendidikan ibu ng al
n tige
Tabel 12 Distribusi Sampel Berdasarkan ncy
n n
Pendidikan Ibu Kebia Tin 3
1 36
N Frekuensi saan ggi 7
Pendidikan Ibu Kons 0,00 0,6
o n %
umsi Sed 2 0 83
1 Tinggi 47 73.44 26 1
Energ ang 7
2 Rendah 17 26.56 i
Total 64 100 Kebia Tin 3 0,00 0,6
1 37
Sumber: Data Primer, 2018 saan ggi 8 0 96
Kons Sed 26 0 2
118
bahwa sebesar 69,6% hubungan
ang 6 Kebiasaan konsumsi proteindengan
umsi
Protei Kejadian stunting pada anak di Sekolah
Sumber: Data Primer, 2018
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
Berdasarkan tabel 14 maka dapat
4. Variabel Tingkat Kecukupan Energi
dijabarkan hasil dari hubungan variabel
Protein Dengan Kejadian Stunting
kebiasaan konsumsi energi protein
Pada Anak
dengan kejadian stunting pada anak di
Tabel 15 Tabulasi Silang Hubungan
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Variabel Kecukupan Energi
Gorontalo sebagai berikut ini:
Protein Dengan Kejadian
3) Kebiasaan Konsumsi Energi Dengan
Stunting Pada Anak
Kejadian Stunting Pada Anak Kategori Coe
Berdasarkan hasil analisis p-
T efici
St V
diperoleh nilai Probability Value (P- Konsumsi
un
No ot
al
ent
Value) variabel Kebiasaan konsumsi Enegri Protein rm al Con
tin u
al tige
energi sebesar 0,000. Nilai signifiknsi g e
ncy
ini masih lebih kecil dibandingkan Tingkat Bai 4 0,
dengan nilai alpha yang digunakan 3 37
Kecuku k 0 0 0,67
(0,05) sehingga Ha1 diterima. Dengan pan Kur
24 0
2 0 2
demikian dapat disimpulkan bahwa pada Energi ang 4 0
tingkat kepercayaan 95% terdapat Tingkat Bai 3 0,
2 37
Kecuku k 9 0 0,68
hubungan yang signifikan Kebiasaan pan Kur 2 0 4
konsumsi energi denganKejadian 25 0
Protein ang 5 0
stunting pada anak di Sekolah Dasar Sumber: Data Primer, 2018
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Berdasarkan tabel 15 maka dapat
Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai dijabarkan hasil dari hubungan variabel
koefisien korelasi (Contingency kebiasaan konsumsi energi protein
Coefficient) sebesar 0,683 yang berarti dengan kejadian stunting pada anakdi
bahwa sebesar 68,3% hubungan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Kebiasaan konsumsi energidengan Gorontalosebagai berikut ini:
Kejadian stunting pada anak di Sekolah 3) Variabel TingkatKecukupan Energi
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. Dengan Kejadian Stunting Pada
4) Kebiasaan Konsumsi Protein Anak
Dengan Kejadian Stunting Pada Berdasarkan hasil analisis
Anak diperoleh nilai Probability Value (P-
Berdasarkan hasil analisis Value) variabel Jumlah konsumsi energi
diperoleh nilai Probability Value (P- sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
Value) variabel Kebiasaan konsumsi lebih kecil dibandingkan dengan nilai
protein sebesar 0,000. Nilai signifiknsi alpha yang digunakan (0,05) sehingga
ini masih lebih kecil dibandingkan Ha3 diterima. Dengan demikian dapat
dengan nilai alpha yang digunakan disimpulkan bahwa pada tingkat
(0,05) sehingga Ha2 diterima. Dengan kepercayaan 95% terdapat hubungan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada yang signifikan Jumlah konsumsi energi
tingkat kepercayaan 95% terdapat dengan Kejadian stunting pada anak di
hubungan yang signifikan Kebiasaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
konsumsi protein dengan Kejadian Gorontalo. Kemudian dapat pula dilihat
stunting pada anak di Sekolah Dasar bahwa nilai koefisien korelasi
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. (Contingency Coefficient) sebesar 0,672
Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai yang berarti bahwa sebesar 67,2%
koefisien korelasi (Contingency hubungan Jumlah konsumsi
Coefficient) sebesar 0,696 yang berarti energidengan Kejadian stunting pada
119
anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24
Kota Gorontalo
4) Variabel Tingkat Kecukupan Protein 3) Variabel Pendidikan Ibu Dengan
Dengan Kejadian Stunting Pada Kejadian Stunting Pada Anak
Anak Berdasarkan hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai Probability Value (P-
diperoleh nilai Probability Value (P- Value) variabel Pendidikan ibu sebesar
Value) variabel Jumlah konsumsi 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
protein sebesar 0,000. Nilai signifiknsi kecil dibandingkan dengan nilai alpha
ini masih lebih kecil dibandingkan yang digunakan (0,05) sehingga Ha5
dengan nilai alpha yang digunakan diterima. Dengan demikian dapat
(0,05) sehingga Ha4 diterima. Dengan disimpulkan bahwa pada tingkat
demikian dapat disimpulkan bahwa pada kepercayaan 95% terdapat hubungan
tingkat kepercayaan 95% terdapat yang signifikan Pendidikan ibu dengan
hubungan yang signifikan Jumlah Kejadian stunting pada anak di Sekolah
konsumsi protein dengan Kejadian Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
stunting pada anak di Sekolah Dasar Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. koefisien korelasi (Contingency
Kemudian dapat pula dilihat bahwa nilai Coefficient) sebesar 0,534 yang berarti
koefisien korelasi (Contingency bahwa sebesar 53,4% hubungan
Coefficient) sebesar 0,684 yang berarti Pendidikan ibudengan Kejadian stunting
bahwa sebesar 68,4% hubungan Jumlah pada anak di Sekolah Dasar Negeri
konsumsi proteindengan Kejadian (SDN) 24 Kota Gorontalo.
stunting pada anak di Sekolah Dasar 4) Variabel Pendapatan Keluarga
Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo Dengan Kejadian Stunting Pada
3.3.2 Kejadian stunting berdasarkan Anak
tingkat sosial ekonomi Berdasarkan hasil analisis diperoleh
Tabel 16 Tabulasi Silang Hubungan nilai Probability Value (P-Value)
Variabel Tingkat Sosial variabel Pendapatan keluarga sebesar
Ekonomi Keluarga Dengan 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
Kejadian Stunting Pada kecil dibandingkan dengan nilai alpha
Anak yang digunakan (0,05) sehingga Ha6
Kategor
Coee diterima. Dengan demikian dapat
i disimpulkan bahwa pada tingkat
Tingkat T ficien
p-
Sosial St N ot
Val
t kepercayaan 95% terdapat hubungan
Ekonomi un or al Conti yang signifikan Pendapatan keluarga
ue
Keluarga ti m n genc
ng al y
dengan Kejadian stunting pada anak di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Tin Gorontalo. Kemudian dapat pula dilihat
Pendi 11 36 47
ggi 0,00
dikan
Ren 0
0,534 bahwa nilai koefisien korelasi
Ibu 16 1 17 (Contingency Coefficient) sebesar 0,633
dah
Penda Tin
6 37 43
yang berarti bahwa sebesar 63,3%
patan ggi 0,00 hubungan Pendapatan keluargadengan
0,633
Kelua Ren 0 Kejadian stunting pada anak di Sekolah
21 0 21
rga dah
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 16 di atas maka
3.4 Pembahasan
dapat dijabarkan hasil dari hubungan
3.4.1 Konsumsi energi protein pada
variabel Tingkat sosial ekonomi
anak di Sekolah Dasar.
keluarga dengan kejadian stunting pada
1. Kebiasaan konsumsi energi protein
anak sebagai berikut ini:
120
Pada tabel 8 distribusi sampel dikarenakan frekuensi makan para siswa
berdasarkan kebiasaan konsumsi energi hanya 2x dalam sehari sehingga jumlah
diketahui terdapat 27 (42,19%) siswa energi yang masuk kedalam tubuh tidak
dengan kebiasaan konsumsi energi mencukupi<2000 kkal. Pada kecukupan
sedang, karena siswa di SDN 24 Kota energi baik terdapat 40 (62,50%) siswa
Gorontalo jarang mengonsumsi dengan kecukupan energi ≥2000.
makanan sumber energi seperti jagung, Hasil penelitian Yulni (2013),
singkong dan kentang, sedangkan terdapat hubungan yang signifikan
makanan yang sering di konsumsi yakni antara asupan energi dengan status gizi,
nasi, mie, roti dan biskuit. Pada hal ini sesuai dengan teori yang
kebiasaan konsumsi energi tinggi mengatakan bahwa faktor utama yang
terdapat 37 (57,81%) siswa yang sering memengaruhi status gizi adalah
mengonsumsi sumber energi yang konsumsi makanan.
beragam seperti nasi, jagung, kentang, Pada tabel 11 distribusi sampel
mie, biskuit dan roti. berdasarkan tingkat kecukupan protein
Sunita (2009) mengemukakan terdapat 25 (40,63%) siswa dengan
bahwa fungsi utama karbohidrat adalah kecukupan protein kurang yang
menyediakan energi tubuh. Karbohidrat disebabkan oleh kurangnya asupan
merupakan sumber utama energi protein kedalam tubuh <60 gr, karena
bagipenduduk di seluruh dunia, sumber para siswa ini frekuensi makan dalam
karbohidrat adalah padi-padian, atau sehari hanya sebanyak 2x. Sedangkan
sereal, umbi-umbian, kacang-kacang jumlah siswa yang memiliki kecukupan
kering, dan gula. protein baik terdapat 39 (60,94%) siswa
Pada tabel 9 distribusi sampel dengan asupan protein ≥60 gr per hari
berdasarkan kebiasaan konsumsi protein dan frekuensi makan siswa 3x sehari.
terdapat 26 (40,63%) siswa dengan Kebutuhan protein anak usia 6-15
kebiasaan konsumsi protein sedang, tahun mengalami kenaikan. Pada
karena para siswa jarang mengonsumsi periode usia ini protein banyak
makanan sumber protein yang tinggi, digunakan untuk pertumbuhan sel baru,
kebanyakan hanya mengonsumsi ikan, pemeliharaan jaringan dan pengganti sel
tahu, dan tempe, karena bahan makanan yang rusak termasuk sel otak, tulanng,
ini yang paling mudah didapatkan. otot, kemudian pembentukan komponen
Sedangkan jumlah siswa yang tubuh yang penting seperti enzim,
memilikikebiasaan konsumsi protein hormon, sel darah merah (Devi, 2012).
tinggi terdapat 38 (59,38%) siswa, selain 3.4.2 Tingkat sosial ekonomi keluarga
sering mengonsumsi ikan, tahu dan pada anak
tempe para siswa ini juga mengonsumsi 3. Pendidikan ibu
kacang hijau, daging, telur dan udang Berdasarkan tabel table 12
yang merupakan bahan makanan dengan distribusi sampel berdasarkan
sumber protein tinggi. pendidikan ibu menunjukkan bahwa
Bahan makanan hewani termasuk kategori rendah yaitu sebanyak
merupakan sumber protein yang baik, 17 (26,56%) ibu yakni hanya lulusan SD
dalam jumlah maupun mutu, seperti atau SMP, sedangkan pada kategori
telur, susu, daging, unggas, ikan, dan pendidikan tinggiterdapat 39 (60,94%)
kerang (Almatsier, 2009). ibu yakni memuliki tingkat pendidikkan
2. Tingkat kecukupan energi protein SMA/sederajat atau perguruan tinggi.
Berdasarkan tabel 10 distribusi Tingkat pendidikan sangat
sampel berdasarkan tingkat kecukupan berpegaruh terhadap perubahan sikap
energi, terdapat 24 (37,50%) siswa dan prilaku hidup sehat, karena
dengan kecukupan energi kurang, memudahkan seseorang untuk menyerap
121
informasi dan mengimplementasikan ibunya faktor mendasar adalah
dalam prilaku dan kehidupan sehari- keturunan.
hari. Tingkat pendidikan, khususnya Kebiasaan konsumsi energi dilihat
pendidikan ibu mempengaruhi derajat dari gambaran pola konsumsi bahan
kesehatan dan berhubungan dengan makanan atau makanan jadi selama
tingkat pengasuhan yang diberikan periode tertentu seperti hari, minggu,
kepada anak.Praktek pengasuhan yang bulan atau tahun. Kebiasaan konsumsi
berkaitan erat dengan pendidikan ibu ini meliputi jenis dan frekuensi
adalah praktek pemilihan makanan konsumsi energi oleh anak yang
keluarga terutama pada anak (Suhardjo, diperoleh dengan menggunakan formulir
2009). food frequency. Sebagian besar jenis
4. Pendapatan keluarga makanan dari sumber energi yang
Berdasarkan tabel tabel 13 dikonsumsi anak di Sekolah Dasar
distribusi sampel berdasarkan Negeri 24 Kota Gorontalo adalah nasi
pendapatan keluarga menunjukkan dengan frekuensi 1-3x/hari. Hal ini
bahwa sebanyak 21 (32,81%) termasuk dapat diketahui karena pada setiap kali
dalam kategori rendah atau pendapatan mengonsumsi makanan utama
<Rp.2.206,831 dan sebesar 43(67,19%) responden selalu menyediakan nasi
termasuk dalam kategori tinggi atau sebagai makanan pokok (sumber
pendapatan ≥Rp.2.206,831. energi). Anak usia sekolah umumnya
Ketersediaan kebutuhan rumah mengonsumsi makanan menurut
tangga tergantung dari pendapatan kesukaan mereka tanpa memperhatikan
keluarga. Selain itu, pendapatan zat gizi apa yang terdapat dalam
keluarga juga menentukan jenis pangan makanan tersebut. Mereka yang lebih
yang dibeli. Keluarga dengan banyak menghabiskan waktu di sekolah,
pendapatan terbatas akan kurang cenderung lebih sering mengonsumsi
memenuhi kebutuhan makanannya makanan yang ada di sekolah
terutama untuk memenuhi kebutuhan zat dibandingkan dengan di rumah.
gizi dalam tubuh. Tingkat pendapatan
juga ikut menentukan jenis pangan yang Berdasarkan hasil uji statistik
akan dibeli (Adriani dan Wirjatmadi, menggunakan Chi-Square diperoleh
2014). nilai Probability Value (p-Value)
3.4.3 Hubungan kebiasaan konsumsi variabel kebiasaan konsumsi energi
energi protein dengan kejadian sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
stunting pada anakusia sekolah lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
1. Kebiasaan konsumsi energi dengan (0,05)atau terdapat hubungan yang
Stunting signifikan kebiasaan konsumsi energi
Berdasarkan table 14 tabulasi dengan kejadian stunting pada anak di
silang hubungan variabel kebiasaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
konsumsi energi protein dengan Gorontalo.
kejadian stunting pada anak dari hasil Hasil penelitian ini juga sesuai
penelitian yang telah dilakukan, dapat dengan Pratiwi (2018) yang
diketahui bahwa kebiasaan konsumsi menunjukkan ada hubungan antara
energi pada anak stunting berada dalam kebiasaan konsumsi energi dengan
kategori sedang sebanyak 26 anak. kejadian stunting (OR=3,109), yang
Adapun anak stunting yang memiliki berarti anak yang mengalami stunting
kebiasaan konsumsi energi tinggi berasal dari anak yangmemiliki
sebanyak 1 anak, dikarenakan kebiasaan konsumsi energi sedang
berdasarkan hasil wawancara dengan dengan risiko 3 kali lebih tinggi.
2. Kebiasaan konsumsi protein dengan
stunting
122
Berdasarkan tabel 14 tabulasi nilai Probability Value (p-Value)
silang hubungan variabel kebiasaan variabel kebiasaan konsumsi protein
konsumsi energi protein dengan sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
kejadian stunting pada anak. Adapun lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
jumlah anak stunting yang memiliki (0,05)atau terdapat hubungan yang
kebiasaan konsumsi protein sedang signifikan kebiasaan konsumsi energi
sebanyak 26 anak dibandingkan dengan dengan kejadian stunting pada anak di
yang normal, tetapi terdapat 1 anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
stunting dengan kebiasaan konsumsi Gorontalo
protein tinggi, berdasarkan wawancara Hasil penelitian ini juga sesuai
diketahui penyebab anak stunting adalah dengan Pratiwi (2018) yang
faktor keturunan. Sedangkan sebanyak menunjukkan ada hubungan antara
37 anak kategori normal yang memiliki kebiasaan konsumsi protein dengan
kebiasaan konsumsi protein tinggi. kejadian stunting (OR=3,148), yang
Kebiasaan konsumsi ini meliputi berarti anak yang mengalami stunting
jenis dan frekuensi konsumsi protein berasal dari anak yang memiliki
oleh anak yang diperoleh dengan kebiasaan konsumsi energi sedang
menggunakan formulir food frequency. dengan risiko 3 kali lebih tinggi. Eratnya
Sebagian besar jenis makanan dari hubungan protein dengan pertumbuhan
sumber protein yang dikonsumsi anak menyebabkan seorang anak yang kurang
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota asupan proteinnya akan mengalami
Gorontalo adalah ikan. tahu, tempe dan pertumbuhan yang lebih lambat dari
telur dengan frekuensi 1-3x sehari. Hal pada anak dengan jumlah asupan
ini dapat diketahui karena responden protein yang cukup (Bender, 2002) dan
cenderung menyukai makanan yang pada keadaan yang lebih buruk
praktis, cepat, dan orang tua juga mudah kekurangan protein dalam jangka waktu
untuk mengolahnya. Biasanya tahu, yang lama dapat mengakibatkan
tempe, dan telur diolah/disajikan hanya berhentinya proses pertumbuhan
dengan cara digoreng. Untuk jenis (Andarini, dkk 2013).
makanan lain yang dikonsumsi oleh 3. Tingkat kecukupan energi dengan
anak adalah udang, daging ayam, stunting
kacang hijau dengan frekuensi Berdasarkan hasil penelitian table
1-2x/bulan, selanjutnya ada beberapa 15 tabulasi silang hubungan variabel
anak yang jarang/tidak pernah kebiasaan konsumsi energi protein
mengonsumsi kacang hijau dan udang, dengan kejadian stunting pada anak
hal ini dikarenakan jenis pangan kejadian stunting dengan kecukupan
memang tidak disukai responden dan energi kurang sebesar 24 orang
sebagian orang tua responden kurang dibandingkan dengan siswa normal.
bervariasi dalam menyediakan makanan Pada siswa stunting dan kategori
untuk anak-anaknya, mereka cenderung kecukupan energi baik sebanyak 3 orang
monoton dalam menyediakan makanan dibandingkan dengan siswa normal
anak mereka. Selain itu beberapa anak sebanyak 37 orang. Hal ini
juga tidak menyukainya. Sedangkan menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi
daging sapi, responden hanya energi anak stunting dalam sehari masih
mengonsumsi jika ada acara-acara besar kurang dari Angka Kecukupan Gizi
seperti hajatan atau pesta dan hari-hari (AKG) yang telah dianjurkan. Hal ini
besar seperti Hari Raya Idul Fitri dan dapat disebabkan oleh makanan yang
Idul Adha. dikonsumsi sehari-hari oleh anak
Berdasarkan hasiluji statistik stunting baik dirumah maupun di
menggunakan Chi-Square diperoleh sekolah, seperti jajanan yang ada di
123
sekolah yang belum bisa mencukupi Berdasarkan hasil uji statistik
kebutuhan energi yang dibutuhkan menggunakan Chi-Square diperoleh
dalam sehari. Kebiasaan anak yang nilai Probability Value (p-Value)
jarang sarapan pagi, jumlah asupan variabel tingkat kecukupan energi
makanan pokok yang kurang dan sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih
frekuensi makan makanan pokok yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
dikonsumsi hanya 4-5x/minggu bahkan (0,05) atau terdapat hubungan yang
ada yang jarang/tidak pernah signifikan kebiasaan konsumsi energi
dikonsumsi yang mengakibatkan dengan kejadian stunting pada anak di
kebutuhan energi anak belum tercukupi. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
Berdasarkan hasiluji statistik Gorontalo.
menggunakan Chi-Square diperoleh Hasil penelitian Sundari (2016)
nilai Probability Value (p-Value) didapatkan bahwa ada hubungan positif
variabel tingkat kecukupan energi antara asupan protein dengan indeks z-
sebesar 0,000. Nilai signifiknsi ini masih score TB/U dengan nilai p=0,042. Hasil
lebih kecil dibandingkan dengan nilai α penelitian yang dilakukan oleh Vaozia
(0,05) atau terdapat hubungan yang (2016) menunjukkan bahwa asupan
signifikan kebiasaan konsumsi energi protein merupakan faktor risiko kejadian
dengan kejadian stunting pada anak di stuntingpada anak usia 1-3 tahun. Anak
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota dengan asupan protein yang kurang
Gorontalo. memiliki risiko 1,71 kali untuk menjadi
Hasil penelitian ini sejalan dengan stunting. Hasil uji statistik chi square
penelitian yang dilakukan oleh Muchlis, pada penelitian Chastity (2017) juga
dkk (2011) dengan menggunakan chi- menunjukkan hubungan yang positif
square menunjukkan hasil bahwa antara asupan protein dengan kejadian
terdapat hubungan antara asupan energi stunting pada remaja dengan nilai
dengan status gizi menurut indikator p=0,001 yang berarti terdapat hubungan
TB/U dengan (p=0,027). Hal ini berarti yang bermakna antara asupan protein
bahwa balita dengan asupan energi yang dengan kejadian stunting.
baik yaitu ≥77% dari kebutuhan 3.4.4 Hubungan tingkat sosial ekonomi
memiliki peluang lebih besar berstatus keluarga dengan kejadian stunting
gizi normal (TB/U). Pada penelitian pada anak
Mardewi (2014) disimpulkan bahwa 1. Pendidikan ibu dengan stunting
asupan energi (kalori) yang rendah juga Berdasarkan table 16 tabulasi
merupakan faktor risiko perawakan silang hubungan variabel tingkat sosial
pendek pada anak dengan nilai p=0,006. ekonomi keluarga dengan kejadian
4. Tingkat kecukupan protein dengan stunting pada anak memperlihatkan ada
stunting kecenderungan kejadian stunting pada
Berdasarkan hasil penelitian table anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24
15 tabulasi silang hubungan variabel Kota Gorontalo lebih besar proporsinya
kebiasaan konsumsi energi protein pada tingkat pendidikan ibu rendah, dari
dengan kejadian stunting pada anak 17 orang ibu berpendidikan rendah
kejadian stunting dengan kecukupan sebanyak 16 orang adalah ibu dari siswa
protein kurang sebanyak 25 orang stunting dibandingkan dengan normal
dibandingkan dengan siswa normal. sebanyak 1 orang ibu.
Pada siswa stunting dan kategori Dapat dilihat juga berdasarkan
kecukupan protein baik sebanyak 2 table 16 tabulasi silang hubungan
orang dibandingkan dengan siswa variabel tingkat sosial ekonomi keluarga
normal sebanyak 37 orang. dengan kejadian stunting, pada anak
stunting ditemukan 11 orang ibu dalam
124
kategori pendidikan tinggi, dari hasil Gorontalo pada tingkat pendapatan
penelitian diketahui bahwa anak dengan keluarga sebanyak 21 orang
stunting tersebut juga termasuk kedalam dibandingkan dengan anak normal.
keluarga dengan pendapatan rendah hal Dapat dilihat juga berdasarkan tabel 16
ini menyebabkan sulit mendapatkan pada tingkat pendapatan keluarga
pangan baik secara kualitas maupun terdapat 6orang anak dengan stunting,
kuantitas sehingga asupan energi protein berdasarkan hasil penelitian diketahui
yang masuk ke tubuh anak kurang dan bahwa anak dengan kejadian stunting
dapat mempengaruhi proses tersebut frekuensi makannya hanya 2x
pertumbuhan anak. Sedangkan pada dalam sehari yang menyebabkan
anak dengan status gizi normal menurut berkurangnya asupan energi protein
TB/U di temukan 1 anak dengan tingkat yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pendidikan ibu rendah yaitu SMP, pertubuhan.
namun ayah dari anak tersebut memiliki Berdasarkan hasiluji statistik
usaha di bidang konvensional sehingga menggunakan Chi-Square diperoleh
mampu mencukupi kebutuhan pangan nilai Probability Value (p-Value)
keluarga. variabel pendapatan keluarga sebesar
Berdasarkan hasiluji statistik 0,000. Nilai signifiknsi ini masih lebih
menggunakan Chi-Square diperoleh kecil dibandingkan dengan nilai α (0,05)
nilai Probability Value (p-Value) atau terdapat hubungan yang signifikan
variabel pendidikan ibu sebesar 0,000. kebiasaan konsumsi energi dengan
Nilai signifiknsi ini masih lebih kecil kejadian stunting pada anak di Sekolah
dibandingkan dengan nilai α (0,05) atau Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo.
terdapat hubungan yang signifikan Hasil penelitian ini sejalan
kebiasaan konsumsi energi dengan dengan pendapatan Sulistyoningsih
kejadian stunting pada anak di Sekolah (2011) bahwa meningkatnya pendapatan
Dasar Negeri (SDN) 24 Kota Gorontalo. akan mudah mendapatkan pangan
dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
Hasil penelitian ini sesuai dengan baik, sebaliknya jika pendapatan
penelitian Ngaisah (2015) yang menurun akan menyebabkan sulit
menunjukkan hubungan signifikan mendapatkan pangan baik secara
antara pendidikan ibu dengan kejadian kualitas maupun kuantitas. Hasil
stunting. Hasil penelitian ini juga sejalan penelitian ini juga sesuai dengan Raden
dengan penelitian Windi (2018) yang (2013) yang menunjukkan hubungan
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan signifikan antara pendapatan keluarga
ibu tentang gizi memiliki hubungan dengan kejadian stunting.
yang siqnifikan dengan status gizi
ditunjukan dengan tingkat pengetahuan 4. PENUTUP
ibutentang giziyang rendah memiliki 4.1 Simpulan
risiko stunting 3,8 kali lebih besar 1. Terdapat anak dengan kebiasaan
dibandingkan ibu yang mempunyai konsumsi energi sedang sebesar
tingkat pengetahuan tentang gizi yang 42,19% dan kebiasaan konsumsi
tinggi protein sedang sebesar 40,63%, dan
2. Pendapatan keluarga dengan untuk kecukupan energi protein juga
stunting masih terdapat siswa yang tingkat
Berdasarkan table 16 tabulasi kecukupan energi kurang sebesar
silang hubungan variabel tingkat sosial 37,50% dan tingkat kecukupan
ekonomi keluarga dengan kejadian protein kurang sebesar 39,06% pada
stunting pada anak memperlihatkan ada anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN)
kecenderungan kejadian stunting anak 24 Kota Gorontalo.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 Kota
125
2. Status sosial ekonomi keluarga anak mempengaruhi kejadian stunting
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 24 pada anak, baik secara langsung
Kota Gorontalo berdasarkan maupun secara tidak langsung,
pendidikan ibu masih terdapat diharapkan dapat dilakukan
26,56% ibu tergolong pada kategori penelitian dengan memasukkan
rendah. Dan pendapatan keluarga berbagai variabel yang tidak terdapat
terdapat 32,81% keluarga tergorong dalam penelitian ini.
kategori berpendapatan rendah.
3. Ada hubungan kebiasaan konsumsi 3. REFERENSI
energi protein pada anak dengan Adriani, M, dkk. 2012. Peranan Gizi
kejadian stunting dibuktikan dengan dalam Siklus Kehidupan.
uji statistik berdasarkan kebiasaan Jakarta : Kencana Prenada
konsumsi energi p-Value=0,000, Media Group
kebiasaan konsumsi protein p-
Value=0,000, tingkat kecukupan Almatsier, S, dkk. 2011. Gizi seimbang
energi p-Value=0,000, tingkat dalam daur kehidupan.
kecukupan protein p-Value=0,000, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
nilai signifikan ini masih lebih kecil Utama.
dibandingkan dengan nilai α (0,05).
4. Ada hubungan tingkat sosial Andarini, S, dkk. 2013. Hubungan
ekonomi keluarga dengan kejadian Asupan Zat Gizi (Energi,
stunting dibuktikan dengan uji Protein dan Zink) dengan
statistik tingkat pendidikan ibu p- Stunting pada Anak Umur 2-5
Value=0,000 dan pendapatan Tahun di Desa Tanjung Kamal
keluarga p-Value=0,000, nilai Wilayah Kerja Puskesmas
signifikan ini masih lebih kecil Mangaran Kabupaten
dibandingkan dengan nilai α (0,05). Situbondo. Skripsi. UIN
Jakarta.
a. Saran
1. Sebagai orangtua terutama ibu yang Bender, D,A. 2002. Introduction to
mengelola makanan anak diharapkan Nutrition Metabolism 3rd ed.
agar lebih memperhatikan London: Taylor and Francis
keanekaragaman makanan anak dan Press.
meningkatkan asupan zat gizi energy
protein dan zat gizi lainnya pada Chastity, C.N. 2017. Hubungan Asupan
anak agar mengurangi risiko Protein dengan Kejadian
terjadinya stunting pada anak. Stunting Pasa Remaja di
2. Pihak sekolah sebaiknya lebih Sukoharjo Jawa Tengah.
memperhatikan kualitas makanan Skripsi penelitian: Fakultas
jajanan, baik jajanan kantin maupun Kedokteran, Jurusan
jajanan yang diluar kantin, yang akan Kedokteran Umum,
dikonsumsi anak di sekolah dan Universitas Muhamadiyah
untuk bekerjasama dengan petugas Surakarta
puskesmas agar memberikan
penyuluhan terkait konsumsi Mardewi, K,W. 2014. Kadar Seng
makanan yang bergizi seimbang Serum Rendah Sebagai Faktor
terutama yang berperan dalam Risiko Perawakan Pendek
pertumbuhan anak. Pada Anak. (Tesis). Denpasar:
3. Bagi peneliti selanjutnya, terdapat Program Studi Ilmu Biomedik
banyak faktor lain yang Universitas Udayana.
126
Muchlis, dkk. 2011. Hubungan Asupan Gizi Fakultas Kedokteran
Energy dan Protein dengan Universitas Diponegoro.
Status Gizi Balita di
Kelurahan Tamamaung. UNICEF. 2007. Progress for Children :
Program Studi Ilmu Gizi Fkm Stunting,Wasting, and
Universitas Hasanuddin Overweight. (online) diakses:
Makassar. http://www.unicef.org/progres
sforchildren/2007n6/index
Ngaisah, D. 2015. Hubungan Sosisal 41505.htm. [5 september
Ekonomi dengan Kejadian 2018]
Stunting pada Balita di Desa
Kanigoro, Saptosari, Gunung. Vaozia, S. 2016. Faktor Risiko Kejadian
Jurnal : Medika Respati Kidul, Stunting pada Anak Usia 1-3
Vol X No 4. Tahun Studi Di Desa
Menduran Kecamatan Brati
Pratiwi, O. 2018. Pengaruh Kebiasaan Kabupaten Grobogan.
Konsumsi Energi, Protein, dan (Artikel Penelitian). Semarang:
Seng Terhadap Kejadian Fakultas Kedokteran
Stunting pada Anak Usia Universitas Diponegoro
Sekolah di SD Negeri 010150
Kecamatan Talawi Kabupaten Wardlaw, G.M., dan Jeffrey, S.H. 2007.
Batu Bara Tahun 2017. FKM Perspective in Nutrition
– Univ. Sumatera Utara Seventh Edition. McGraw Hill
Higher Education. Americas,
Raden. 2013 . Hubungan Antara New York: 565-583.
Karakteristik Sosial Ekonomi
Keluarga dengan Kejadian Windi. 2018. Hubungan Pendapatan
Stunting pada Anak Balita Keluarga, Pengetahuan Ibu
Umur 25-59 Bulan FKM- Tentang Gizi, Tinggi Badan
Univ. Jember Orang Tua, dan Tingkat
Pendidikan Ayah dengan
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Kejadian Stunting pada Anak
Pengembangan Kesehatan Umur 12-59 Bulan. (online).
Kementerian RI tahun 2013. Diakses:
(online) Diakses: http://eprints.ums.ac.id/58665/
http://www.depkes.go.id/resou 1/NASKAH%20PUBLIKASI
rces/download/general/Hasil %20WINDI.pdf [5 November
%20Riskesdas%202013.pdf [5 2018]
september 2018]
Yulni. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi
Sulistyoningsih. 2011. Gizi Untuk Makro dengan Status Gizi
Kesehatan Ibu dan Anak pada Anak Sekolah Dasar di
Yogyakarta: Graha Ilmu Wilayah Pesisir Kota
Makassar. (online). Diakses:
Sundari, E. 2016. Hubungan Asupan https://media.neliti.com/media/
Protein, Seng, Zat Besi, dan publications/212994-
Riwayat Penyakit Infeksi hubungan-asupan-zat-gizi-
dengan Z-Score TB/U Pada makro-dengan-st.pdf [8
Balita. (Artikel Penelitian). November 2018]
Semarang: Program Studi Ilmu
127
Lampiran 14
CURICULUM VITAE
tingkat sekolah dasar yaitu di SDN No. 25 Dungingi Kota Gorontalo selesai pada
Negeri 6 Kota Gorontalo dan lulus pada tahun 2011, penulis melanjutkan
kesekolah menengah atas yaitu di SMA Negeri 2 Kota Gorontalo lulus pada tahun
2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Negeri
tahun 2014.
3. Peserta pelatihan komputer dan internet oleh Pusat Teknologi Informasi dan
128
masyarakat” oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Mahasiswa Kesehatan
2016.
8. Peserta dalam kegiatan Bedah Buku: Epidemiologi Penyakit pada tahun 2017.
10. Peserta pada Pelatihan Teknik Penulisan Karya Ilmiah oleh Ikatan Alumni
tahun 2017.
12. Panitia dalam Kegiatan Basic Training Of Public Health (BTOPH) pada tahun
2017.
129
14. Peserta dalam pelaksanaan PKL dan Study Tour Mahasiswa Jurusan
tahun 2017.
padatahun 2017.
17. Peserta Kuliah Kerja Sibermas (KKS) Desa Tanggu Bencana (DESTANA) di
130