Anda di halaman 1dari 62

NAMA :PUTU ADIASA

NIM :202162121029
KELAS :A1

PERANCANGAN RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH


ANAK DI LINGKUNGAN PADAT PENDUDUK
Abstract

Pemerintah Kota serius berkomitmen menjadikan Bekasi sebagai Kota Layak Anak (KLA). Pemkot pun
berupaya membenahi sejumlah fasilitas publik untuk memberikan hak dan perlindungan pada anak.
Sementara itu, pada kenyataanya sejumlah fasilitas dan ruang terbuka publik di Bekasi belum
sepenuhnya ramah anak bahkan masih banyak kawasan permukiman yang belum memiliki fasilitas
ruang publik yang dapat menampung kegiatan bermain anak serta interaksi warga seperti di lingkungan
RT 04/06 Kelurahan Cikiwul ini. Di kawasan permukiman ini hampir semua kegiatan interaksi warga
seperti ibu-ibu mengobrol, anak-anak bermain serta bapak-bapak minum kopi bersama banyak dilakukan
di teras rumah warga, jalan lingkungan, atau bahkan hanya di pos ronda yang tidak digunakan di siang
hari.

Anak-anak sering kali bermain di jalan dengan memanfaatkan saat-saat tidak ada kendaraan yang berlalu
hanya sekedar untuk bermain bola, petak umpet, atau bermain lompat tinggi dengan karet. Hal ini
tentunya tidak memberikan rasa aman bagi anak-anak dan orang tua serta membatasi kreatifitas dan
ruang gerak bagi mereka, belum lagi juga mengganggu laju kendaraan yang melintas di jalan lingkungan
permukiman ini.

Melihat kondisi tersebut, beberapa tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan seperti ketua RT 04
melakukan musyawarah serta diskusi untuk menghadirkan sebuah ruang publik sederhana namun tetap
dapat mewadahi aktivitas bermain anak dan interaksi warga sehingga warga di lingkungan RT 04 RW 06
ini bisa lebih berkembang kreatif dan bahagia serta tercukupi semua kebutuhan ruangnya.
SINTESIS MASKER GEL NANOSELULOSA DARI
Judul
BAHAN DAUN UBI JALAR MERAH

Jurnal Jurnal Ilmiah Indonesia

Volume &
Vol.2 & 16-27
Halaman

Tahun 2017

Penulis Ahmad Fikri

Reviewer PUTU ADIASA

Tanggal 27 SEPTEMBER 2022

Indonesia adalah negara yang kayak akan flora


dan fauna. Banyak sekali jenis-jenis makana dan
buah-buahan yang ada di Indonesia. Negara kita
Latar mbanyak mengkonsumsi beras(padi) sebagai
Belakang bahan pokok dan komoditas pangan utama.

Dewasa ini ternyata ada salah satau komditas


pangan Indonesia lainnya, yakini ubi jalar.
Indonesia sendiri mampu memroduksi ubi jalar
ini dengan jumlah yang sangat banyak, yakni
kisaran 2,4jt ton tepatnya pada tahun 2015.

Tanaman ubi jalar ini salah satunya banyak di


budidayakan di provinsi jawa, terutama jawa
barat. Dari angka 2,4 juta ton tadi, ternaya jawa
barat menymbang setidaknya 456.000 ton pada
tahun 2015.

Produksi ubi jalar diprovinsi jawa barat tersebar


di berbagai kabupaten besar di jawa barat. Salah
satu kabupatennya yakni kabupaten kuningan.
Produksi ubi jalar yang banyak tentu juga akan
menghasilkan limbah yang banyak. Benar saja,
ternayat dalam produksinya, limbah-limbah
seperti batang, daun, akar ubi jalar tidak dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin.

Banyak factor yang melatarbelakangi masalah ini,


latar belakang yang paling jelas adalah karna
kurangnya pengetahuan pemanfaatnya limbah-
limbah ini. Jika ditinjau dari ilmu pengetahuan,
sebenarnya banyak manfaat yang dapat di ambil
dari limbah-limbah ini. Misalnya adalah bahan
aktif pada limbah tersebut seperti karbohidrat
protein dan lipid.

Untuk itulah perlu adanya penelitian lebih lanjut


mengenai pemanfaatan limbah-limbah tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba
memanfaatkan dan mengambil zat aktif dalam
limbah ubi jalar. Khsusunya adalah karbohidrat.
Daun ubi jalar, batang dan kulitnya ternyata
memiliki nilai karbohidrat sebanyak 8.82%.
karbohidrat ini bias di extraksi menjadi selulosa
dan di hidrolisis menjadi nanoselulosa.

Nanoselulosa sendiri merupakah bahan atau


senyawa yang memiliki material anti bakteri, bias
dimanfaatkan sebagai penyembuh luka dan
memperbaiki kultur jaringan. Dari sekian banyak
manfaat yang telah disebutkan diatas dan
dengan mempertimbangkan nilai ekonomis dari
suatu produk yang akan di olah, maka dipilihlah
pembuatan masker gel dari Nanoselulosa karna
banyak manfaatnya untuk kulit dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi.

Metode penelitian yang digunakan adalah


metode pra-eksperimen one-shot case study.
Dimana maksudnya adalah metode penelitian ini
memungkinkan peneliti untuk melakukan
penelitian yang serupa dengan eksperimen
namum dalam pelaksanaanya tidak sebagaimana
eksperimen pada umumnya. Sebab eksperimen
yang digunakan pada penelitian ini tidaklah
menggunakan kelas control.
Metode
Penelitian Selain metode diatas, ternayata ada tambahan
metode penelitian lain yakni peneliti
memberlakukan studi literatur untuk membantu
memudahkan proses penelitian. Studi literatur
disini adalah metode penelitian yang
memungkinkan kita sebagai peneliti untuk
mendapatkan informasi dan data dari beberapa
sumber literasi yang dimiliki dan dibaca oleh
penliti.

Adapun setting penelitiannya berada


dilaboraturium kampus Universitas islam Al-Ihya
kuningan jawa barat. Kecamatan cigugur.

1. Uji karbohidrat
Adapun secara singkat dapat ditunjukan pada
table dibawah ini. Dalam table terlihat jelas
bahwa nilai kadar karbohidrat lebih tinggi dari
pada protein.

2. Karakterisasi FTIR
Hasil FTIR pada sampel selulosa ditunjukan pada
gambar dibawah ini. Jika dianalisis spektrum
berikut maka kita tahu bahwa pada sampel
menunjukan adanya gugus fungsi -OH dan C-O.
kita tahu bahwa selulosa memiliki 3 gugus fungsi
-OH dan C-O. hal tersebut menunjukan selulosa
berhasil di isolasi dari daun ubi jalar merah.

Pembahasan 3. Karakteristik TEM


Gambar berikut ini (bawah) menunjuka marfologi
nanoselulosa yang bentuknya sepeti kristalin. Hal
ini disebabkan karna putusnya amorp pada
rantai selulosa. Bagian amorp adalah bagia yang
tidak teratur. Sendangkan bagian kristalin adalah
bagian yang teratur. Ion H+ dan H2SO4 berikatan
dengan unsur O sehingga menjadikan unsur O
tidak setabil, sehingga menyebabkan ranta pada
bagian amoprh putus dan membentuk sebuah
nonoselulosa kristalin (NC).

4. Karakteristik SEM
Gambar A dan B dibawah ini memberikan
gambaran hasil karakteristik SEM masker GEL
nanosilika pada perbesaran 5000X dan 10.000X.
perbesaran tersebut menunjukan permukaan
yang halus dan tertutup. Hal tersebut
menunjukan nanoselulosa memiliki permukaan
yang halus dan menempel kuat pada matriks
PVA.

(Gambar A)

(Gambar B)

5. Uji Tarik
Gambar A dan B dibawah ini menunjukan
kekuatan tari dan perpanjangan (elongasi) yang
menurun dari 0% NC ke 3% NC. Setelah diamati
ternyata penurunan nilai kekuatan tari dan
perpanjangan ini disebabkan oleh ikatan
intramolekul antara PVA dengan Nanoselulosa.
Menurut sun-young lee gaya intermolekul
mempengaruhi nilai kekuatan pada PVA film.

(Gambar A)

(Gambar A)

Adapun nila modulus estilasi yang meningkat


dari sampel 0% NC sampai 7% NC. Hal ini karna
nanoselulosa yang diguanan cenderung memiliki
bentuk kristalin. Struktur inilah yang membuat
nanoselulosa memiliki MPa yang meningkat
(Gambar C).

(Gambar C)

6. Uji UV-VIS
Pada sampel NC setelah dianalisi menunjukan
hasil seperti pada gambar dibawah ini.
Pola grafik pada sampel NC 3%, NC 5% dab NC
7% menunjukan pola yang fluktuatif.
Penyebabnya karna adanya tonjolan pda
permukaan sampel. Dimana tonjolan pada
sampel dan ketebalan sampel yang bebrda
menunjukan nilai transmisi menjadi fluktuatif.

1. Dijelaskan secara lengkap berbagai macam


pengujian seperti uji karbohidrat, uji karakteristik
FTIR, uji karakteristik TEM, karakteristik SEM, uji
Tarik dan UV-VIS.

2. Urutan dan pedoman untuk sitesis masker gel


sudah di jabarkan secara mendetail, sehingga
Kelebihan
bias diikutin dengan jelas.

3.Pada pengujian Nanoselulosa dari tiap-tiap uji


yang ada. Peneliti memberikan banyak sekali
informasi karna perbedaan varisai pada masing2
sampel seperti 3% NC 5%NC 7% NC dan
seterusnya.

1. Tidak dijelaskan manfaat masing-masing


pengujian.

2. Tidak disebutkan atau tidak ada gambaran


Kekurangan
mengenai standarisai uji yang layak.

3. Tidak dijelaskna variasi mana yang paling baik


pada masing-masing nanoselulosa.
Setidaknya ada 4 kesimpulan dalam penelitian
ini, yang saya ringkas sebagai berikut:

1. Sintesis atau pembuatan masker gel


nanoselulosa dari bahan daun ubi jalar merah
berhasil dilakukan.

2. Morfologi dari permukaan masker gel


nanoselulosa menunjukan permukaan yang
halus dan tertutup (bagus).
Kesimpulan

3. Sifat optik menunjukan nilai transmitansi


tertinggi ditunjukan pada sampel NC 5%. Nilai
transmitansi dipengaruhi banyaknya fiber
nanoselulosa.

4. Nilai modulus elastisitas yang optimum


ditunjukan pada NC 7% yaitu 2,60 N/mm2. Nilai
tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan
produk masker gel komersial yaitu 11,23 N/mm2.
Pembuatan Komposit Selulosa Asetat-Silika
Judul
Sekam Padi

Jurnal Prosiding Seminar Nasional MIPA

Volume &

Halaman

Tahun 2016

Faisal Putra Syahrani*, E. Evy Ernawati, Solihudin,


Penulis
Haryono, Roekmi-ati Tjokronegoro

Reviewer PUTU ADIASA

Tanggal 28 SEPTEMBER 2022

Pemanfaatan limbah disektor pertanian


dilakukan untuk mengembangkan teknologi
perngolahan limbah pertanian dan diarahkan
Latar
untuk kegiatan atau material yang bermanfaat.
Belakang
Potensi limbah pertanian yang saat ini berada
dalam ambang dan jumlah besar adalah
penggilingan padi berupa sekam padi. Dalam
dunia Pendidikan, sekam padi jika dianalisi
ternyata mengandung selulosa 35%,
hemiselulosa 25%, lignin 20%, dan silika 17%.
Komponen-kompnen tersebut dapat ternyata
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk
membuat berbagai material termasuk material
komposit.

Banyak penelitian yang telah dicobakan dari


bahan sekam padi, seperti membuat serat
nanoselulosa dengan fluoresensi tinggi, kristal
nanoselulosa, selulosa asetat dan penggunaan
selulosa padi untuk biomedis. Dari sinilah
ternyata keberadam selulosa dalam sekam padi
memndapatkan perhatian khusus karena
memungkinkan untuk dibuat komposit selulosa-
silika.

Selulosa ini dapat dimodifikasi melalui reaksi


esterifikasi menghasilkan selulosa asetat.
Selnajutnya Selulosa asetat telah dipakai secara
luas antara lain produknya sebagai material
membran, filter rokok, tekstil, plastik, dan
industri makanan serta farmasi. Komposit
selulosa asetat dengan silika dilakukan untuk
meningkatkan sifat fisiknya. Komposit selulosa
asetat silika dapat digunakan sebagai bahan
pada pembuatan membran untuk pemisahan
etilena/etana dan propilena/propane, dimana
membran osmosa ini adalah memberan terbalik
untuk pemurnian yang mempunyai sanitas
tinggi.

Pada Penambahan silika pada pembuatan


membran dari selulosa asetat dapat
meningkatkan diameter pori, porositas
permukaan, dan kerapatan pori. Berdasarkan
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa selulosa dan silika dari sekam
paditernyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku suatu komposit. Khusunya Dalam
penelitian ini akan dijelaskna cara yang perlu
dilakukan dalam pembuatan komposit selulosa-
silika dari sekam padi dengan metode perlakuan
alkali, delignifikasi, tiga kali pengulangan
perlakuan alkali, dan dua kali ekstraksi silika
dengan larutan kalium karbonat. Komposit
selulosa-silika ini digunakan sebagai bahan untuk
membuat membran komposit selulosa asetat
silika.

Adapun Alat yang digunakan dalam penelitian ini


adalah alat-alat gelas, corong Buchner, desikator,
kui, oven, pengaduk magnetik, tanur,
termometer, dan FTIR Agilent Technologies tipe
Cary 600.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah


sekam padi yang diperoleh dari Desa
Gegerkalong, Bandung.
Metode
Penelitian
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah:
1. Akuades
2. asam asetat glasial p.a
3. asam asetat anhidrida p.a
4. asam nitrat p.a
5. asam sulfat p.a
6. etanol p.a
7. hidrogen peroksida p.a
8. nheksana p.a
9. natrium hidroksida p.a.
A. Preparasi sekam padi awal 50 mesh
1. Skam padi
– Dicuci dengan aquades
– Dikeringkan dengan oven (110 OC , 24J jam)

2. Sekam padi ketring


– Dihaluskan
– Diloloskan pada ayakan 50mesh

B. Dewaxing
1. Sekam padi (50mesh)
– Sebnayak 82 gram direfluks selama 6 jam
– Dibilas dan disaring
– Dikeringkan (90 OC selama 14 jam)

C. Perlakuan alkali
– Dilarutkan Residu hasil dewaxing dalam H2O2
(1,5%)
– Ditambah NaOH 5M hingga pH 10
– Didamkan selama 14 jam (T=45 OC)
– Diaduk dengan pengaduk magnetic
– Disaring
– Dibilas dng etanol an akuades
– Dikeringkan ( 55 OC selama 16Jam)

D. Delignifikasi
– Endapan hasil perlakuan alkali pertama
direfluks selama 15 menit dengan asam asetat
80%:asam nitrat 70% (10:1) dengan rasio 1:27,5
– Larutan disaring dan dicuci dengan etanol dan
akuades
– kemudian dikeringkan pada suhu 60oC selama
16 jam.
– Endapan hasil delignifikasi dilakukan
pengulangan perlakuan alkali berulang sebanyak
3 kali.

E. Refluks dengan larutan kalium karbonat


– Endapan hasil perlakuan alkali ketiga direfluks
dengan larutan kalium karbonat dengan
perbandingan mol silika:kalium karbonat:air
1:2:150 selama 3 jam
– disaring dalam keadaan panas dengan corong
Buchner
– Residu yang didapatkan, dibilas dengan etanol
– residu hasil refluks dengan larutan kalium
karbonat direfluks kembali menggunakan larutan
kalium karbonat dengan perbandingan mol yang
berbeda, yaitu 1:1:150

1. Preparasi Sekam Padi


Awalnya Sekam padi dicuci dengan air untuk
memisahkan kotoran (debu dan pasir) dalam
sekam padi. Sekam padi yang digunakan
memiliki Strukur sekam padi yang liat dan kaku
dan akan mempersulit proses isolasi selulosa-
silika sehingga sekam padi dihaluskan lebih
dahulu, dalam penelitian ini sampai lolos
saringan 50 mesh. Hasil analisis sekam padi
Pembahasan
diperoleh kadar hemiselulosa, selulosa, dan
lignin masing-masing 31,43%, 22,44%, dan
20,12%. Adapun didapatkan Kadar hemiselulosa
dan lignin yang tinggi sangat berpengaruh pada
kualitas selulosa, sehingga perlu dilakukan
pengurangan kadar hemiselulosa dan lignin
tersebut.

2. Pembentukan Selulosa-Silika Sekam Padi


Berikut disajikan gambar Fotograf residu dari
setiap proses.

(Gambar)
Jika kita amati Pada gambar tersebut terlihat
jelas terjadi perubahan warna residu dari coklat
menjadi putih. Hal ini menjelaskan bahwa terjadi
penurunan kadar lignin, mulai dari sekam padi
awal hingga perlakuan alkali ketiga. Perubahan
warna endapan yang signifikan terdapat pada
endapan hasil delignifikasi. Namun, endapan
hasil perlakuan alkali ketiga menghasilkan warna
endapan yang lebih putih dibandingkan dengan
endapan lainnya. Kita ketahui bahwa lignin
memiliki gugus kromofor, sehingga terekstraknya
lignin pada suatu suatu senyawa ditandai dengan
perubahan warna pada residu yang dihasilkan.

3. Pembuatan Komposit Selulosa Asetat-Silika


Sekam Padi
Setelah di analisi, adapun Hasil analisis gugus
fungsi pada komposit selulosa asetat-silika
sekam padi ditunjukkan pada Gambar berikut.

(Gambar)
Pada gambar terlihat adanya serapan pada
bilangan gelombang 3537, 1766, dan 1096 cm-1
yang masing-masing mengidentifikasikan adanya
vibrasi ulur O-H, C=O, dan C-O. Munculnya
pergeseran bilangan gelombang dari selulosa-
silika sekam padi menjadi komposit selulosa
asetat-silika sekam padi, menunjukkan gugus O-
H dari selulosa telah mengalami perubahan,
dimana sebagian gugus OH telah disubtitusi oleh
gugus asetil. Munculnya serapan pada bilangan
gelombang 1766, 1748, 1763, dan 1766 cm-1
untuk masing-masing selulosa asetat standar,
komposit selulosa asetatsilika perlakuan alkali
ketiga, komposit selulosa asetat-silika refluks
pertama, dan komposit selulosa asetat-silika
refluks kedua menunjukkan gugus C=O dari
gugus asetil. Berdasarkan spektogram selulosa
asetat standar, hanya komposit selulosa asetat-
silika esktraksi karbonat kedua yang tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Sehingga
hanya komposit selulosa asetat-silika refluks
kedua yang sudah sesuai dengan selulosa asetat
standar.

1. Semua analisi data dan pengujian di tunjukan


dengan statistika yang seusia dan bagus.

2. Runtutan pemikiran dan ide latarbelakang


Kelebihan
pengambilan masalah sudah bagus.

3. Dijelaskan juga masing-masing variasi dan


hasilnya

Kekurangan 1. Tidak dijelaskan manfaat masing-masing uji.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kadar


hemiselulosa dan lignin terendah adalah hasil
tahap perlakuan alkali ketiga (3,55% dan 2,83%),
sedangkan kadar silika terendah adalah hasil
Kesimpulan
tahap refluks dengan larutan kalium karbonat
kedua (20,50%). Delignifikasi efektif menurunkan
kandungan hemiselulosa dan lignin sedangkan
refluks dengan larutan kalaium karbonat untuk
menurunkan kadar abu (silika). Analisis FTIR
menunjukkan komposit selulosa asetat-silika
sekam padi ektraksi kalium karbonat kedua
mempunyai serapan gugus fungsi yang relatif
sama dengan spektogram selulosa asetat
standar.
Pembuatan Nanokomposit Polivinil
Alkohol/Nanoserat Selulosa yang Diisolasi dari
Judul
Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis
Guineensisjack) dengan Metode Ledak Uap

Jurnal Kimia FMIPA Unmul

Volume &
Volume 14 Halaman 120-126
Halaman

Tahun 2017

Dwi Indria Cherlina


Penulis Saharman Gea
Hamonangan Nainggolan

Reviewer PUTU ADIASA

Tanggal 28 SEPTEMBER 2022

Penggunaan plastic sintesis sangat marak


digunakan di berbagai bidang, seperti diindustri
Latar pertanian dan makanan. Plastic sintesis ini sulit
Belakang terurai dan merusak lingkungan, maka
diperlukan suatu bahan yang dapat
menggantikan peran plastic tersebut di masa
depan. Salah satunya yang dapat menjadi pilihan
yaitu biokomposit selulosa sebagai bahan
terbarukan dan mudah terurai. Selain itu
pemilihan selulosa ini karena selulosa
merupakan biopolymer yang berlimpah di alam,
bersifat dapat diperbaharui, mudah terurai dan
tidak beracun.

Metode penelitian diawali dengan pembuatan


larutan PVA 10%, kemudian dipanaskan selama 2
jam. Kemudian dilanjutkan dengan penyiapan
tandan kosong kelapa sawit yang dihaluskan
dengan blender dan diayak. Proses selanjutnya
yaitu dilakukan isolasi α-selulosa, setelah itu
Metode diisolasi Nanoserat selulosa dari α-selulosa tadi.
Penelitian Barulah kemudia dibuat nanokomposit
PPA/Nanoserat selulosa dengan cara
menambahkan variasi berat NSS kedalam
larutan PVA 10%, kemudian dicampurkan
menggunakan stirrer selama 2 jam dan dicetak
menggunakan Teflon dan terakhir di oven
sampai berat konstan.

Berdasarkan hasil analisa morfologi NSS dengan


menggunakan TEM diketahui bahwa partikel-
partikel nanoserat selulosa yang saling berpisah
satu dengan yang lain dan diketahui ukuran dari
partikel dari NSS yang dihasilkan dengan
Pembahasan menggunakan software
imagej, dimana NSS yang dihasilkan tidak
memiliki ukuran yang homogen dan berdasarkan
data yang didapatkan NSS memiliki ukuran
diameter rata-rata sekitar 44,6 nm. Berdasarkan
hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
NSS telah berhasil diisolasi dari α-selulosa yang
berasal dariserat TKKS. Selanjutnya dilakukan uji
mekanik, diketahui bahwa variasi berat PVA/NSS
(80:20) merupakan variasi berat yang paling baik
karena dapat meningkatkan kekuatan tarik dan
modulus young dari nanokomposit. Hal ini
disebabkan oleh kekuatan rantai yang melekat
pada nanoserat selulosa dan distribusi
homogeny dari nanoserat selulosa. Hasil TGA
yang terbaik juga ditunjukkan oleh 80:20 karena
pada variasi ini penurunan penguapan air
dansenyawa yang memiliki berat molekul yang
rendah.

Pada jurnal telah diuji nanoserat selulosa dengan


berbagai variasi campuran. Uji yang dilakukan
sudah cukup lengkap seperti dilakukan uji
Kelebihan mekanik untuk melihat modulus young dari
komposit, kemudian uji morfologi dengan TEM
dan SEM sehingga diketahui kualitas komposit
yang dihasilkan.

Tidak ada standard kualitas komposit secara


internasional pada industry yang menjadi acuan
dalam pembuatan komposit ini, dan penerapan
Kekurangan di bidang enterpreunernya masih kurang karena
pada jurnal tidak terlalu dibahas secara detail
produk apa yang dihasilkan secara massal di
industry.

α-selulosa telah berhasil diisolasi dari serat TKKS


Kesimpulan dengan menggunakan metode ledak uap. Hasil
analisa sifat mekanik, morfologi, dan ketahanan
termal dari nanokomposit PVA/NSS
menunjukkan bahwa variasi berat NSS sebesar
20% memberikan hasil yang terbaik dengan nilai
uji tarik sebesar 17,41 MPa dan nilai
modulusYoung’S 0,9 GPa, suhu dekomposisi
267,23oC dengan massa residu sebesar 11,80%
danpermukaan yang lebih rata dan homogen.
Isolasi Nanoselulosa dari Pelepah Pohon Salak
Judul Sebagai Filler pada Film Berbasis Polivinil Alkohol
(Pva)

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan


Jurnal
Plastik ke-6

Volume &
Halaman 223-236
Halaman

Tahun 2017

Liska Triyastiti
Penulis
Didik Krisdiyanto

Reviewer PUTU ADIASA

Tanggal 28 SEPTEMBER 2022

Salak merupakan komoditas utama di


Yogyakarta, pada perawatannya pelepah salak
harus dipangkas secara berkala. Hal ini
Latar mengakibatkan banyaknya limbah pelepah salak
Belakang yang dihasilkan, namun pemanfaatannya masih
kurang. Maka perlu dilakukan hilirisasi dari
persoalan tersebut dengan cara mengolah
pelepah salak untuk dijadikan sebagai filler pada
PVA(Polyvinil Alkohol) karena kadar selulosa pada
salak dapat meningkatkan sifat mekanis dari
PVA.

Pembuatan PVA ini dimaksudkan untuk


menggantikan penggunaan plastic sintetis
karena merusak lingkungan, maka dibuatlah
kemasan alternatif yang aman bagi kesehatan
dan ramah lingkungan yaitu PVA, namun PVA
sangat dipengaruhi kelembapan di sekitar,
semakin tinggi kelembaban maka airakan
semakin banyak diserap, sehingga mengurangi
nilai kuat tarik, meningkatkan elongasi dan
kekuatan sobek dari film PVA.

Dipilihlah pelepah salak sebagai filler untuk


mengatasi persoalan tersebut, selain itu karena
banyaknya limbah pelepah salak yang dihasilkan
dan kurang dalam pemanfaatannya.

Metode penelitian diawali dengan mengisolasi α-


selulosa dari pohon salak, selanjutnya dibuat
nanoselulosa dari α-selulosa dengan metode
hidrolisis garam dengan cara ditambahkan
Metode H2SO4 40% (v/v), di refluks dan di stirrer.
Penelitian
Selanjutnya di buat film komposit PVA dengan
memanaskan pada suhu 80 C dan di stirrer dan
didinginkan. Kemudian dicetak pada Teflon
dengan diameter 120 mm.

Berdasarkan hasil uji mekanis bahwa kekuatan


Pembahasan tarik komposit film PVA tertinggi pada
penambahan nanokristal selulosa 10% yaitu
14.3799 MPa, sedangkan kuat tarik terendah
adalah 10.8609 MPa
diperoleh dari penambahan nanokristal selulosa
30%.

Diketahui bahwa semakin banyak nanokristal


selulosa yang ditambahkan maka akan
menurunkan kuat tarik dari komposit film.

Latar belakang dipaparkan secara runut dan jelas


sehingga pembaca dapat benar benar
mengetahui enterpreuner dari jurnal ini mulai
Kelebihan dari awal membaca latar belakang, topik yang di
angkat menarik dan inspiratif sehingga dapat
menjadi opsi industry ramah lingkungan di masa
depan.

Pada jurnal tidak terdapat standard produksi


Film secara industry sehingga dapat dilakukan
produksi secara missal film PVA-selulosa ini yang
Kekurangan
sesuai dengan standard pabrik sehingga
nantinya dapat benar benar menggantikan
penggunaan plastic sintetis.

Metode isolasi dengan perlakuan kimiawi dan


mekanis dapat mengahasilkan
nanokristalselulosa dengan karateristik
nanoselulosa dengan FTIR dengan munculnya
Kesimpulan serapan khas padabilangan 894 cm-1
menunjukan vibrasi ulur pada sambungan
glikosidik antar unit glukosa dalamrantai
selulosa.

Hasil XRD menunukkan kristalinitas nanoselulosa


meningkat dari 43% (pelepahsalak) menjadi
58.42% dengan ukuran kristal pelepah salak
21.09 nm sedangkan nanoselulosa lebih
kecil yaitu 16.52 nm.

Penggunaan nanoselulosa sebagai pengisi dalam


film komposit PVAsebanyak 10%, 20% dan 30%
dapat menurunkan nilai kuat tarik dan persen
pemanjangan putus(elongation at break), karena
diduga terjadinya agregasi dan aglomerasi pada
film komposit yang
dihasilkan.
Nanokomposit karet alam/silikon sebagai otot
Judul sintetik dengan sifat mekanik seperti otot
manusia

Jurnal Jurnal ilmu Fisika

Volume &
Volume 10 dan halaman 38-45
Halaman

Tahun 2018

Penulis Riri Murniati

Reviewer PUTU ADIASA

Tanggal 28 SEPTEMBER 2022

Karet alam banyak terdapat di Indonesia,


sehingga banyak inovasi yang akan
dikembangkan melalui karet alam ini. Seiring
berkembangnya teknologi, karet alam dapat
dimanfaatkan pada bidang medis (kedokteran).
Latar
Dalam dunia kedokteran, seringkali
Belakang
membutuhkan tubuh manusia yang sudah
dibekukan (cadavar) untuk dimanfaatkan sebagai
objek pembelajaran.

Namun, karena terdapat beberapa


permasalahan seperti masalah moralitas dan
pada jangka waktu tertentu cadavar dapat
mengalami pembusukan. Sehingga, perlunya
inovasi kerangka tubuh manusia sintetik yang
perlahan dapat menggantikan cadavar manusia.
Pada jurnal ini meneliti tentang nanokomposit
karet alam sebagai otot sintetik dengan sifat
mekanik yang seperti otot manusia.

Tahap-tahap pembuatan cadavar dari


pembuatan nanokomposit karet alam:

1. Tahap Perancangan dan Pembuatan


Cetakan (Mold)
– Dibuat cetakan dari besi steinless stell dengan
ukuran 10cm x 7cm x 3cm

2. Tahap Sintesis
– Dibuat precursor material komposit dengan
variasi bahan dasar karet yang digunakan (latex
cair, dan karet silicon).
Metode – Dicampurkan bahan kimia dalam table dibawah
Penelitian ini dengan mixer selama waktu tertentu.
– Table Formula of the material

(Tabel)

3. Tahap karakterisasi material


– Karakterisasi mekanik diukur menggunakan
Universal Testing Machine, untuk mempelajari
struktur permukaan secara atomik akan diuji
dengan AFM (bisa diperoleh informasi mengenai:
gambar 3D, kehalusan/kekasaran permukaan,
dan kekuatan tarikmenarik)
– Komposisi material diuji menggunakan FT-IR
– untuk memperoleh gambaran permukaan serta
komponen material secara kuantitatif akan diuji
dengan SEMEDX

Pada jurnal ini, pembuatan cadavar dilakukan


dengan campuran karet dengan agent yang tidak
diberikan filler sebagai pembanding terhadap
karet komposit, bila diberikan filler apakah akan
terdapat perbaikan karakteristik atau tidak.
Sehingga, dibuat karet tanpa filler yang berfungsi
sebagai variable kontrol pada eksperimen ini.

Pembahasan
Pada hasil karakterisasi komposisi lateks yang
lebih banyak, material akan memiliki kekuatan
yang lebih baik seiring dengan tingginya nilai
modulus young yang mengindikasikan
ketahanan suatu material saat ditarik. Kombinasi
karet alam dan karet silikon dapat menghasilkan
ketahanan tarik komposit yang baik pada
komposisi yang tepat.

Mencantumkan karakteristik mekanik berbagai


bagian tubuh manusia yang dapat digunakan
Kelebihan
sebagai standar untuk membandingkan dengan
hasil pengujian modulus Young sampel.

1. Hanya membahas campuran karet dengan


agent yang tidak diberikan filler.

Kekurangan
2. Dari hasil penelitian jurnal ini, meskipun
beberapa material sudah menyerupai organ
bagian dalam manusia, namun nilai ini masih
jauh dengan organ tubuh bagian luar dari
manusia seperti otot yang dapat mencapai 49
Mpa.

Komposisi bahan karet alam (lateks cair) dan


karet sintetis (silikon): Lateks 100%, Lateks 75%
dan Silikon 25%, Lateks 50% dan Silikon 50%,
Lateks 25% dan Silikon 75%, dan Silikon 100%.

Berdasarkan komposisi material dengan


komposisi lateks yang lebih banyak akan
memiliki kekuatan yang lebih baik. Berdasarkan
hasil pengujian modulus Young sampel dapat
Kesimpulan dikomparasikan dengan cadavar manusia maka
komposit lateks 50% dan Silikon 50% pengujian 1
menyerupai kerongkongan serta pengujian 2
memiliki karakteristik mekanik yang menyerupai
usus manusia.

Karet komposit lateks 75% dan Silikon 25%


pengujian 1 dan pengujian 2 memiliki
karakteristik menyerupai tulang rawan pada lutut
pria remaja.
Karakteristik Kimia Enkapsulasi Ekstrak Biji Jintan
Judul Hitam ( Nigella sativa) dan Biji Wijen (Sesamum
indicum) dengan Metode Fermentasi

Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan

Volume &
Volume 6 dan Halaman 533-541
Halaman

Tahun 2018

Yudha Agus Pranata Barutu, Herla Ruamarilin


Penulis
dan Zulkifli Lubia

Reviewer PUTU ADIASA

Tanggal 28 SEPTEMBER 2022

Diera yang semakin modern engan teknologi


yang semakin canggih ini membuat dunia
penelitian semakin meningkat dari waktu ke
waktu, hal ini tidak lepas pula pada penelitian
Latar senyawa bioaktif.
Belakang
Penelitian tentang senyawa ini semakin
meningkat, hal ini dikarenakan banyaknya
manfaat senyawa biokaktif ini banyak sekali,
yang paling banyak dikenal adalah senyawa
biokatif digunakan sebagai bahan antioksidan
yang mengobati berbagai macam penyakit
degeneratif seperti hiperkolesterolemia,
diabetes, kanker, hiperurisemia dan lain-lain.

Sudah banyak jenis tanaman fungsional yang


diteliti namun masih ada beberapa jenis
tanaman fungsional yang pemanfaatannya
belum di ungkap atau di teliti lebih lanjut seperti
biji jintan hitam dan biji wijen.

Metode fermentasi dapat mempengaruhi


karakteristik kimia dan fitokimia dari suatu bahan
yang menggunakan berbagai jenis mikroba. Pada
penelitian ini digunakan metode fermentasi
untuk mengetahui pengaruh fermentasi
terhadap karakteristik kimia bahan yang telah
mengalami proses fermentasi. Biji jintan hitam
banyak mengadung berbagai nutrisi dan
senyawa aktif seperti nigellone dan
thymoquinone.

Sedangkan biji wijen mengandung senyawa


bioaktif seperti tokoferol, lignan larut lemak,
lignan glukosida yang bermanfaat untuk
antioksidan. Biji jintan hitam dan biji wijen ini di
manfaatkan dalam bentuk ekstrak.

Dengan banyak nya manfaat dari biji jintan hitam


dan biji wijen yang telah disebutkan maka
dibutuhkan suatu bentuk olahan yang dapat
menyimpan ekstraks biji jintan hitam dan biji
wijen agar bertahan lama dan praktis, karena
senyawa yang terkandung dalam kedua biji
tersebut bersifat mudah rusak.
Dengan permasalahan tersebut maka dibuatlah
suatu teknologi enkapsulasi yang berguna untuk
melindungi senyawa biokatif yang terdapat
didalam ekstraks biji jintan hitam dan biji wijen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik enskapsulasi ekstrak biji jintan
hitam dan biji wijen.

Pada penelitian ini menggunakan bahan yaitu biji


jintan hitam, biji wijen dan ragi tempe, dan alat
yang digunakann adalah oven pengeringan,
timbangan analitik digital rotary evaporator,
shaker, desikator, pengangas air, termometer,
kompor listrik, glass ware dan lain-lain.

Penelitian ini dilakukann dengan menggunakan


metode penelitian bangun yaitu rancangan acak
lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua
faktor yaitu, perbandingan biji jintan hitam dan
biji wijen sebagai faktor I dan Jenis bahan
Metode penyalut sebagai faktor II. Penelitian ini dilakukan
Penelitian dengan lima tahap yaitu persiapan sampel biji
jintan hitam, pembuatan ekstrak biji jintan hitam,
persiapan sampel biji wijen, pembuatan ekstrak
biji wijen, pembuatan enkapsulat campuran
ekstrak biji jintan hitam dan biji wijen.

Pada penelitian ini juga dilakukan beberapa


analisis diantaranya Analisis dengan metode
oven dari AOAC, analisis kadar abu dengan
modifikasi Sudarmadji, analsis Kadar protein
metode kjeldahl dari AOAC, analsis kadar lemak
metode soxhlet dari AOAC, kadar serat kasar dari
Apriyantono, kadar gula pereduksi metode Luff
Schrooll dari Sudarmadji, dan rendemen ekstrak
dari Diba. Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis sidik ragam (ANOVA) dan perlakuan yang
memberikan pengaruh berbeda nyata atau
sangat nyata diuji dengan uji lanjut
menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

1. Kadar Air
Pada uji kadar air dapat dilihat bahwa kombinasi
perbandingan ekstrak biji jintan hitam dengan
biji wijen dan jenis bahan penyalut memberikan
pengaruh berbeda yang sangat nyata. Hal ini
disebabkan karena kadar air yang dihasilkan oleh
enkapsulat berhubungan dengan kadar air
bahan yang digunakan.

Semakin tinggi jumlah perbandingan ekstrak biji


jintan hitam dan semakin rendah jumlah
perbandingan ekstrak biji wijen maka kadar air
enkapsulat akan semakin tinggi. Kadar air
ekstraks biji jintan hitam yang dapat adalag
Pembahasan
sebesar 7, 3138% dan biji wijen sebesar 5,1211%.

2. Kadar Abu
Pada uji kadar abu diperoleh pengaruh berbeda
sangat nyata pada jenis bahan penyalut terhadap
kadar abu enkapsulat. Hasil kadar abu tertinggi
ditunjukan pada perlakuan N3 dan terendah
pada N1. Kadar abu dipengaruhi oleh kadar abu
dari masing-masing bahan penyalut yang
digunakan.

3. Kadar Protein
Pada uji kadar protein yang dilakukan didapatlah
bahwa terdapat pengaruh berbeda yang sangat
nyata antara penbandingan ekstrak biji jintan
hitam dengan bjji wijen dan jenis penyalut
terhadap kadar protein enkapsulat. Dengan nilai
kadar protein yang didapat 23,3900% pada biji
jintan hitam dan 22,8338% pada biji wijen

Kelebihan jurnal adalah cukup lengkap baik dari


data yang didapatkan dan juga uji yang
dilakukan, hal ini bisa dilihat bahwa pada
penilitian ini dilakukan beberapa uji seperti uji
kadar air, uji kadar abu, dan uji kadar protein
Kelebihan
antara perbandingan ekstrak biji jintan hitam
dengan ekstrak biji wijen dan jenis penyalut.
Persentase kadar yang didapat juga banyak dan
lengkap sehingga pembaca mudah mengerti
hasil dari penelitian yang dilakukan.

Pada jurnal ini terdapat beberapa kekurangan


yaitu yang pertama tidak dibuatnya bagan alir
mengenai metode penelitian yang dilakukan, hal
ini membuat pembaca sedikit kesulitan
memahami prosedur kerja penelitian ini dan
Kekurangan
yang kedua adalah tidak disebutkannya standar
yang baik atau standar nasional dari setiap kadar
yang di hasilkan sehingga pembaca tau setiap
kadar yang dihasilkan mana yang sudah
memenuhi standar.

Kesimpulan pada penelitian ini adalah bahwa


Perbandingan ekstrak biji jintan hitam dengan
Kesimpulan ekstrak biji wijen memberikan pengaruh berbeda
sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein,
kadar lemak, dan kadar gula pereduksi tetapi
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata
terhadap kadar abu dan kadar serat kasar
enkapsulat. Jenis bahan penyalut memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein
tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata terhadap kadar lemak, kadar serat, dan
kadar gula pereduksi enkapsulat.
Enhanced mechanical and thermal properties
Judul Artikel: of electrically conductive TPNR/GNP
nanocomposites assisted with ultrasonication.

Mohd Farid Hakim Mohd Ruf, Sahrim Ahmad,


Pengarang:
Ruey Shan Chen, dan Dalila Shahdan.

Nama Jurnal: Plos ONE

Untuk mengetahui kandungan GNP yang


Tujuan dipengaruhi oleh sifat mekanik, elektrik, dan
penelitian: termal dari TPNR, serta mengetahui efek
sonikasi akibat campuran LNR/GNP.

Natural rubber(NR)/karet alam, graphene


Material:
nanoplatelets (GNP), polipropilen (PP).

Prosedur pada penelitian ini diawali dengan


ultrasonikasi antara GNP dan LNR pada daya
290 W selama 104 jam. Kemudian pada
temperatur 180 C dilakukan pencampuran
antara NR, PP, dan campuran GNP/LNR selama
13 menit. Pencampuran tersebut
Metode menggunakan rotating screw speed 100 rpm.
penelitian:
Rasio material NR/PP/LNR dibuat sebesar
20/70/10, sedangkan variasi untuk GNP dibuat
sebanyak 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 wt%. Setelah itu,
dilakukan pencetakan campuran dengan teknik
compression molding disertai cold/hot
pressing.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
tekanan adalah 18 menit dan besar
tekanannya ialah 6,9 MPa. Berbagai
karakterisasi yang diuji dalam penelitian ini
adalah uji lentur, uji XRD, uji tarik, uji impak,
dan uji TGA serta DSC.

Kekuatan mekanik dari komposit dapat


meningkat dikarenakan adanya volume fraksi
GNP serta ultrasonikasi. Akan tetapi,
peningkatan kekuatan mekanik terdapat titik
maksimalnya, yaitu pada GNP 1,5% dan pada
Hasil dan waktu ultrasonikasi 3 jam.
Pembahasan:
Kurva XRD mempunyai derajat kristalinitas
yang lebih tinggi dengan dibuktikan oleh GNP
sebesar 2%. Selain itu, ketahanan termal pada
stabilitas termal dapat mengalami peningkatan
karena adanya penambahan GNP.

Partikel GNP yang ada di dalam material TPNR


dapat terdistribusi secara baik dengan adanya
perlakukan pra-ultrasonikasi GNP/LNR selama
3 jam. Selain itu, partikel GNP yang terdistribusi
dapat menghasilkan peningkatan sifat mekanik
pada komposit.
Kesimpulan:
GNP memiliki sifat mekanik yang optimal pada
nilai 1,5 wt%. Pada stabilitas termal, partikel
GNP mampu memberikan efek yang positif.
Konduktivitas listrik yang dihasilkan lebih baik
dibandingkan dengan campuran elastomer
konvensional.
Hal tersebut dibuktikan dengan terbentuknya
nanokomposit. Pada penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa GNP/TPNR mempunyai
potensi pada penerapan aplikasi konduktif.

Keunggulan yang dimiliki oleh artikel ini adalah


Keunggulan: dapat mengevaluasi sifat material secara
lengkap.

Artikel ini masih memiliki kekurangan, karena


Kekurangan: tidak ada kajian mengenai sensitivitas uap air
dan sifat optic pada bahan nanokomposit.
Penelitian Terhadap
Hasil Belajar Mata
Pelajaran Fisika dengan
Menggunakan
Pembelajaran
Pendekatan Sains.

Pengarang: Azela Nasyifa

Jurnal elektronik pada program


Penerbit: Pascasarjana di Universitas Pendidikan
Pasca Husada.

Hal yang menjadi latar belakang


dibuatnya jurnal ini adalah adanya
Latar Belakang:
hubungan antara hasil pembelajaran
dengan proses.

Penelitian yang dilakukan pada jurnal


ini bertujuan untuk mengetahui
Tujuan:
capaian belajar dari seorang siswa
ketika belajar materi Fisika.

Sampel yang digunakan pada


penelitian ini adalah 150 siswa dari 4
kelas di SMA Negeri 3 Jakarta Utara.
Sampel:
Selain itu, diambil juga beberapa siswa
secara random dari 3 kelas yang
berbeda.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode
eksperimen yang sifatnya semu.
Metode: Dalam hal ini digunakan juga metode
post test untuk mengukur pencapaian
belajar siswa pada mata pelajaran
sains.

Ada perbedaan yang ditemukan dari


proses Sains dan hasil belajar antara
siswa yang melakukan metode
Hasil dan pembelajaran saintifik dengan metode
Pembahasan: pembelajaran secara langsung.
Perbedaan tersebut ditunjukkan
dengan taraf yang signifikan, yakni
sebesar 0,000, p < 0,05.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan


bahwa hasil belajar serta keterampilan
siswa akan lebih baik dengan
Kesimpulan:
menggunakan metode pembelajaran
saintifik, dibandingkan dengan metode
pembelajaran langsung.
Hubungan Berbagai Perbuatan Antisosial dan
Judul Jurnal: Kriminal yang Mungkin Dimiliki Oleh Psychopaty
dengan Sampel Berupa Mahasiswa.

Pengarang: Saryani Rihati

Penerbit: Jurnal Jurusan Psikologi

Tahun: 2016

Psikopati adalah salah satu gangguan kepribadian


pada manusia yang kompleks dengan gejala
berupa egosentrisme, kedangkalan, impulsive,
dan kurangnya rasa penyesalan. Pada umumnya
orang yang menderita psikopati akan cenderung
Latar bertingkah laku criminal dan antisosial.
Belakang:
Gejala psikopat dapat dilihat dari dua hal, yakni
pidana dan non-criminal. Ada berbagai teori yang
menjelaskan tentang hubungan perilaku yang
ditunjukkan antisosial dengan faktor biologis,
sosial, dan psikologis.

Prinsip utama yang dipakai pada penelitian ini


adalah teori aliran psikoanalisis. Teori yang
Tinjauan
dicetuskan oleh Sigmund Freud tersebut
Pustaka:
menjelaskan tentang pembentukan kepribadian
yang dimiliki oleh individu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
Metode adalah pendekatan secara kuantitatif. Langkah
Penelitian: pertama ialah mengumpulkan data yang
kemudian akan dianalisis secara regresi

Penelitian dilakukan dengan menggunakan


sampel berupa mahasiswa sebanyak 300 orang.
Sampel:
Sampel tersebut terdiri dari 25% laki-laki dan 75%
perempuan dari Universitas Atmajaya

Pada penelitian ini berhasil menunjukkan sikap-


sikap psikopat yang cenderung berpikir antisosial,
dan sikap criminal. Rata-rata mahasiswa yang
digunakan dalam penelitian ini tidak terlihat
memiliki sifat criminal, kecenderungan antisosial,
serta ciri-ciri psikopat.

Adapun beberapa mahasiswa yang memiliki ciri-


ciri psikopat, kecenderungan untuk anti sosial,
Hasil:
dan berpikiran untuk bertindak criminal.
Meskipun persentase mahasiswa yang terindikasi
memiliki sifat psikopat masih rendah, namun hal
ini harus segera diatasi.

Semakin banyaknya populasi yang memiliki


pemikiran mengarah ke tindakan kriminal, maka
akan semakin banyak mahasiswa yang akan
berperilaku anti sosial.
Analisis Sikap Pekerja Informal Non PBI yang
Judul Jurnal: Belum Terdaftar Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) 2014 di Kabupaten Brebes.

Pengarang: Chatila Maharani dan Septiana Ika Purwandari

Tahun Terbit: 2014

Penelitian pada jurnal ini bertujuan untuk


Tujuan
memahami sikap karyawan informal non PBI
Penelitian:
dengan melibatkan program JKN.

Metode penelitian yang digunakan termasuk


jenis deskriptif. Hal ini bertujuan agar
Metode
didapatkan gambaran tentang kondisi
Penelitian:
kesehatan di Kabupaten Brebes. Penelitian ini
dilakukan dengan cara pendekatan kuantitatif.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini


sebanyak 347 responden. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan teknik
accidental. Berikut hasil penelitian yang
didapatkan dari 347 responden:

Hasil
56,6% karyawan informal non PBI telah
Penelitian:
mengikuti program JKN.
43,5% karyawan tidak mengikuti program JKN.
83,3% memilih untuk menjadi bagian dari PBI.
25,4% memilih untuk tidak menjadi bagian dari
PBi dengan membayar denda.
Masyarakat yang mendukung seluruh
pelayanan JKN rata-ratanya sebesar 86,76%.
Masyarakat yang mendukung dana yang
dilaksanakan BPJS kesehatan rata-ratanya
sebesar 78,84%.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini


Kesimpulan: adalah sebagian besar karyawan informal non
PBI mendukung serta mendukung program JKN.

Salah satu kelebihan dari jurnal ini yaitu


Kelebihan: memuat hasil dari peneliti-peneliti sebelumnya
yang jenis penelitiannya sama.

Adapun kekurangan yang dimiliki jurnal tentang


kesehatan ini, yakni tidak ada penjelasan
Kekurangan: tentang pengertian pendekatan kuantitatif,
statistic deskriptif, dan teknik accidental
sampling.
Film credits
Release date : October 2, 2019 (Indonesia)
Director : Todd Phillips
Cast : Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Zazie Beetz, Frances Conroy
The year’s biggest disappointment has arrived. It emerges with weirdly
grownup self-importance from the tulip fever of festival awards season as an
upscale spin on an established pop culture brand. Last year we had Luca
Guadagnino’s solemn version of Suspiria, and now it’s Joker, from director
and co-writer Todd Phillips: a new origin myth for Batman’s most famous
supervillain opponent.
Joaquin Phoenix plays Arthur Fleck, a pathetic loser and loner in Gotham City,
some time in the early 1980s. Arthur is a former inpatient at a psychiatric
facility but is now allowed to live with his elderly mother, Penny (Frances
Conroy), in her scuzzy apartment. Poor Arthur has a neurological condition
that means he is liable to break into screeching laughter at inopportune
moments. He has a crush on his single-mom neighbour Sophie (Zazie Beetz)
and pines to be a comedian, hero-worshipping cheesy TV host Murray Franklin
(Robert De Niro). But he can only get a job as a clown in grinning makeup and
floppy-toed shoes twirling an advertising banner outside a store, where he is
bullied and beaten up by young thugs passing by. One day, after the
humiliation and despair become too much to bear, Arthur gets hold of a gun
and discovers that his talent is not for comedy but violence.
Phillips has already directed a film featuring a brilliant unfunny-funny figure
with learning difficulties: Alan in The Hangover, played by Zach Galifianakis,
that strange dysfunctional figure who mispronounces the noun “retard”. I
wonder what Joker would be like with Galifianakis in the lead. Well, the
casting of Phoenix indicates more clearly how sexy Joker is supposed to be.
There is great production design by Mark Friedberg, some tremendous period
cityscape images by cinematographer Lawrence Sher, and a strong
performance by Phoenix, though not his best – it is not as good as his
appearance in Paul Thomas Anderson’s The Master. The film holds your
attention up until Joker’s terrible revenge bloodbath on the subway early on,
perhaps intended to echo the notorious Bernhard Goetz shooting of 1984 –
although Phillips prudently makes it a non-racist attack. After this, the film
loses your interest, with tedious and forced material about Joker’s supposed
triggering of an anti-capitalist, anti-rich movement with protesters dressing as
clowns. Joker’s own criminal and serial-killer career bafflingly fizzles.
The film makes reference to movies from around the drama’s era, such as the
Death Wish films, The French Connection and maybe even Star Wars, but it’s
more obviously a laborious and pointless homage to the Scorsese/De Niro
classic The King of Comedy with a bit of Taxi Driver, which means that at
various moments it’s a bit like The King of Comedy and Taxi Driver, only not as
good.
The connection is signalled by the casting of De Niro himself, but it is
nonetheless unearned and pedantic, especially compared to Lynne Ramsey’s
You Were Never Really Here, also starring Phoenix as a loner living with his
mom, which managed the connection more adroitly.
The whole idea of the malign clown should be very relevant. We live in an era
of trolling, incels and internet bullying. (The grisly Milo Yiannopoulos
described himself as a “supervillain” on his now cancelled Twitter bio.)
There’s nothing wrong and everything right with engaging with all of this – and
the “copycat” row is a red herring. But, perhaps because online aggression is
difficult to dramatise, Phillips understandably wanted his film to be set in a
pre-web age. Yet he cheats an anachronistic quasi-YouTube moment into his
story when a video of Arthur’s catastrophic attempt at standup comedy
somehow emerges. (I wonder if there wasn’t an earlier, contemporary-set
draft of the script.)
This Joker’s genesis is determinedly mature and uncartoony, compared to,
say, Jack Nicholson’s low-level crook Jack Napier falling into a chemical vat in
Tim Burton’s Batman, turning him into the Joker with white skin, green hair
and a rictus grin. (The look of DC’s Joker was originally inspired by Conrad
Veidt in the 1928 silent classic The Man Who Laughs, a man whose face was
disfigured into a grin by his father’s political enemies.)
There is no reason why Phoenix’s elaborately backstoried Joker shouldn’t be
as powerful as Heath Ledger’s mysterious, motiveless, originless Joker in The
Dark Knight. But at some stage the comic-book world of supervillaindom has
to be entered, and Ledger was more powerful because he wasn’t weighed
down with all this realist detail and overblown ironic noir grandeur, and he
wasn’t forced to carry an entire story on his own. This Joker has just one act
in him: the first act. The film somehow manages to be desperately serious
and very shallow.
Sumber: theguardian.com
Film credits
Release date : June 21, 2019 (Indonesia)
Director : Bong Joon-ho
Cast : Choi Woo-shik, Yeo-jeong Cho, Park Seo-joon, Park so-dam
‘Parasite’s’ opening shot of a small glass window looking up from a basement
house to the view of a narrow winding road, sets the visual language of the
film firmly, right at the onset. There are many more such shots which
metaphorically convey the social and economic disparity that is the central
theme of this film. Especially the use of stairs going up and down, cramped
spaces versus lush, open green lawns, delectably and elegantly laid out fruit
slices as opposed to a clumisly heaped plate of food from a local kitchen.
Kim Ki-taek (Song Kang-ho) and his family live in a pokey, underground house
and are generally unemployed. When we meet them, the family is perturbed
that their access to free wifi has been cut short. Obviously not able to afford
their own, they have been sponging off their neighbor’s connection. In fact,
even as a fumigation carried out on their street, Kim tells his family to leave
the windows open so they can have a free extermination of the insects in their
house, despite almost choking on the fumes. On some days, they get by with
temporary jobs like fixing pizza boxes. So when his son Kim Ki-woo (Choi
Woo-shik) is offered by a friend to be set up as an English tutor to the
daughter of a wealthy Mr. Park (Lee Sun-kyun), he agrees. Only hitch, Kim Ki-
woo doesn’t have a college degree having failed his university exams. But his
sister, Kim Ki-jeong (Park So-dam) presents a quick solution to this with her
expert photo-shopping skills. Armed with a forged degree document, Kim
makes an easy impression on Mr.Park’s wife, Yeon-kyo (Cho Yeo-jeong) and
their teenage daughter, Park Da-hye (Jung ji-so). There’s also their nine-year-
old son, Park Da-song (Jung Hyeong), scampering around the house, who
Yeon-kyo believes has untapped potential as an artist. With one foot firmly
inside the Park household, Kim Ki-jeong craftily places his sister as Da-song’s
art teacher cum therapist. Yeon-kyo's naivety and gullible nature makes this
inclusion quite smooth. Soon with some careful scheming, fake identities and
a well-rehearsed plan even his parents, Kim Ki-taek and Chung sook (Chang
Hyae-jin) are employed in the household.
It seems like a flawless plan with the Kim family settled into their new found
roles and the sunlit, lavish mansion of the Park family giving it the perfect
backdrop. But just like that, director Bong Joon-ho’s screenplay springs upon
us unexpected plot twists and a thrilling run up to a grisly yet astounding
climax. Through a well-crafted maze of events the prevalent class conflict and
social disparity come to the fore. The Kim’s are often shown huddled together
as a family, gobbling away at their meals and the Park’s are often in their own
expansive rooms, almost isolated from each other. In a telling scene, when
Mr. Park discusses Mr.Kim’s smell that wafts through the car when he drives,
‘crossing the line’ and reaching the backseat, he describes it as an ‘old rag
that has been boiled’ and ‘that smell that people who travel in the subway
have’. It’s evident there is unspoken disdain is on both ends, as Chung sook
quips how Yeon-kyo is ‘nice because she is rich.’
With not a moment that seems unnecessary or extra, ‘Parasite’ is
exceptionally well-paced and edited (Yang Jin-mo). Director Bong Jon-ho
masterfully constructs stylized, dramatic sequences set to a brilliant
background score (Jung Jae-il) as the film rapidly moves from one plot point
to another. It results in a gripping yet poignant watch. The ensemble cast
enhance the proceedings with superlative performances, especially Song
Kang-ho, Park So-dam and Choi Woo-shik.
With an insightful and searing exploration of human behavior, ‘Parasite’ is a
masterfully crafted film that is a definite must watch.
Sumber: timesofindia.indiatimes.com
First publication : 1988
Author : Paulo Coelho
Pages : 208
Genre : Quest, adventure, fantasy
This work of wonder was penned by the Brazilian author and lyricist Paulo
Coelho in 1988, and went on to become one of the world’s best-selling books
in history. Known for his fictional and fantastical storytelling, the novel that is
an allegory narrates the the tale of Santiago, a lowly shepherd boy tending to
his flock in the hills of Andalusia in Spain and his journey to the pyramids of
Egypt after dreaming daily about finding treasure there. The young boy
desired more out of life rather than merely tending sheep all day long.
Although he enjoyed watching over his flock and herding them, he believed
that there was so much more he could be doing to achieve success in his life.
He understood that he had more purpose in life and there are treasures that
are his to be discovered.
It begins with Santiago having recurrent dreams which he is unable to
interpret. Following a meeting with a gypsy, he seems to have an idea as to
the interpretation of his dream. Along the way, he meets many different
characters such as a king, a ‘woman of the desert’, a shopkeeper and an
alchemist, all of whom are placed in his life to teach him valuable lessons.
Simultaneously, the book follows their life journey as they are in search of
their own destiny. Santiago decides to embark on this journey of self-
discovery, in the hope of reaching his destiny. He travels from his home in
Spain, into the markets of Tangiers and embarks on the long trek through the
great desert of Egypt. He encounters some encouragements and
discouragements along the way, learns a new language, gets entangled in
some very sticky situations, makes some friends and meets some thieves. He
loses everything during the course of this journey but nevertheless manages
to recover all he has lost and gains much more, by simply shifting his attitude
and being resilient.
The few words that describe this book are positivity, faith, destiny and
strength. How the narrative of your life can be changed, by simply taking the
step towards your goals and dreams. Sometimes, we get so caught up in our
lives just trying to survive, we forget about our true calling and our dreams
take a backseat.
The book resonates with a tone that says only those who truly want to achieve
something can, and those who persevere to learn everything they can,
certainly will. “There is only one way to learn and that is through converting
one's dream into action.” The story, although fictional, explains lucidly how
one should take on life and follow his/her dreams. The powerful
conversations, the beautiful story settings and the overall philosophical
reiterations, make this book an undeniably engrossing read for anyone looking
for a great story with profound meaning. “You have everything inside of you to
reach your dreams, you only need to follow your heart”
The message from the Alchemist that says “And, when you want something
all the universe conspires in helping you to achieve it” holds so true in this
story as well as in the story of our lives, what doesn’t kill us only makes us
stronger. Nothing worth having ever comes easy and it always involves
tremendous sacrifices. In the case of the shepherd, he had to sell his beloved
flock of sheep in order to pursue his dream.
It must be understood that failure is a stepping stone to success and is a part
of the process in the journey of self-discovery towards achieving one’s dream.
Ultimately, failure is not an option, the key to becoming the best version of
yourself lies in your hands. If you dream it, then you can become it, as in the
case of the young boy, you will encounter many obstacles that you didn’t
anticipate. However, each obstacle is a stepping stone that presents an
opportunity to build on and draw you one step closer towards realizing your
dream.
The secret of success is that although you fall seven times, you rise the eighth
time. Perseverance and persistence are the key principles for achieving
success. The key to happiness and living a fulfilled life is to pursue your
dreams passionately with all your heart and to refuse to allow any person or
situation to deter you from your goal. The key to happiness is achieving the
satisfaction of fulfilling your dream and living your destiny in life.
Sumber: athena.edu
First publication : 2011
Author : Yuval Noah Harari
Pages : 443
Genre : Non-fiction
One of the hallmarks of modern communication is the glossy, well-illustrated
general science based histories of the origins of our species. Following in the
tradition of Jacob Brownowski’s The Ascent of Man, Carl Sagan's Dragons of
Eden, and Jared M. Diamond's Guns, Germs, and Steel, Yuval Noah Harari
offers Sapiens: A Brief History of Humankind.
Seemingly, every week some announcement on changing views about human
history arrives, often to disappear as quickly, making these new works so
important. Sapiens, for example, summarizes much of the latest learned from
thoughtful reasoning as well as archaeology and technological advances. As
the author writes about the latest “findings” in DNA, however, “further research
is underway and will either reinforce or modify these conclusions.”
Harari here asks why Homo sapiens, of all of the members of their species,
alone survived and then triumphed to reach the top of the food chain. He
wonders if humanity will continue to move forward to astounding triumphs or
to its destruction, the same points famously raised in Carl Sagan's Cosmos
and Michael Wood's Empires.
Some of the human origins books draw criticism for shallow research,
confused organization, and lack of coherent logical conclusions. This new
work, however, achieves much in purpose, relevance, and organization. Harari
clearly outlines the issues and makes no claim of anyone having all of the
answers.
Sapiens also challenges that human, western civilization, and world history
have all become too complicated, large, and cumbersome in an age of
unreason versus political correctness to serve as subjects for at least survey
courses. Not the children’s little golden book of human history, this book
serves as an introductory school textbook to the complexity of who we are.
This book lends itself to class discussions. Individual chapters and
subsections push the reader into the various circumstances shared with other
species but from which humans have developed tools both unique and
necessary to serve the human gift of vision. The most common theories
appear next, followed with ideas on what may come next.
Educators who argue that students need more than ever to see a global all-
encompassing history might applaud the publication of Sapiens or they might
condemn it as too abbreviated. The prose sometimes does come across as
too casual, simplistic, and even flippant. Harari writes with terse, modern,
simple, short paragraphs suitable to Internet-era attention span.
The author does present the important ideas punctuated with brief, relevant
examples given. The He explains sound, for example, as serving practical
purposes for many species, but “only Sapiens can talk about entire kinds of
entities that they have never seen, touched, or smelled.” Important notes
noted in passing include the value of gossip; human extermination of animals
on islands like Australia; most plants and animals cannot be domesticated;
the imperial basis of the modern world; and the trap of luxuries.
Structure is critical in this work from the beginning. The author sets out to
explore humanity chiefly through the Cognitive Revolution some 70,000 years
ago, the Agricultural Revolution circa 12,000 years in the past, and the
Scientific Revolution of the last five centuries.
Harari’s Homo sapiens appear slow in developing at least because they alone
have somewhere to go. Much of how we came to be remains unknown, a
“curtain of silence shrouds tens of thousands of years of history.” Humans,
however, make up for their perceived shortcomings in the broad number of
ways wherein they simultaneously adopt and more than change.
Even if intended by the purchaser as an accessory for decorating a room,
Sapiens can produces thought on the things that matter and in manageable
bytes to anyone. Although designed for a popular audience Sapiens is also for
the new student of the broadest history imaginable.
The accidental as well as the deliberate reader will have to think—and that
means much in the 21st century.
Sumber: nyjournalofbooks.com
Album : Dangerous
Released: 1991
Heal The World is one of Mellow's songs popularized by Michael Jackson or
often dubbed 'King of Pop'. The song was released in 1991 on an album
entitled "Dangerous". Heal The World in Indonesian means Healing the Earth.
The song lasted 6 minutes 22 seconds is about us who must make the earth a
better place for our children and grandchildren later. This song calls for peace
and the call to live based on love and affection among human beings.
At the beginning of this song, there was a little boy who read a poem. He
thinks about the younger generation, the younger generation say they want to
make the world a better place for their children and grandchildren. He thinks
they can make it a better place.
The Earth can become much brighter if you really try. You will not find
anything to weep, no sorrow or sorrow. This song explains that there are so
many ways to achieve it, if you care about life. Michael Jackson invites us all
to heal the world, for you and all mankind.
If we try, we will see in this happiness we can not feel fear or horror. Love
alone is enough for this world to grow. The lyrics tell us that there will not be a
good world if the war continues. War continues to occur, ranging from tribal
wars, religion, until the international war even today. People are selfish,
selfish, and too demanding of position or position. They do not care about
their brothers, there is no sense of kinship and friendship anymore. However,
Michael Jackson still assumes that everyone in this world is his brother. We
must not discriminate against race, ethnicity, religion or economic
background even until hostilities occur. This song wants no longer racist in
this world.
The dream we have imagined, will dribble the face of joy. The world we have
believed, will once again shine in beauty. But why, we continue to strangle life,
injure the world, and crucify his soul. Although it looks simple, but this world is
part of heaven. Be the sheen of God, we must be grateful for all the blessings
from God.
We can be high, do not let our souls die, do not let our spirit goes out. Let us
create peace and a better life in this world without fear. Together we will cry
happily to see the countries replacing their swords with peace. Michael
Jackson believes that we can all really achieve peace if we all care about life.
Besides having a deep meaning, this song also feels comfortable to hear
because it has the strains of a touching tone. This song can also be said to be
one of the all-time pop songs that will continue to be remembered until
whenever. This song is still often used in news - news about the events on
earth and during the events - the event of peace. Unfortunately, the duration of
this song is too long so listeners can be bored. At the end of the song, the
song reff is also repeated many times. I think this is less efficient because reff
songs are sung too often.
However, overall this song is really a song that has deep meaning and is
needed for the people of Indonesia today. Given the current little riot between
religious followers who held a demonstration on 4 November 2016 yesterday.
I hope they soon reconcile. This song gives me the motivation to continue to
keep the earth for me, all mankind, and our children and grandchildren later.
Sumber: steemit.com
Artist : Leonardo da Vinci
Dimensions : 77 cm x 53 cm
Created : 1503
Medium : Oil on poplar panel
Subject : Lisa Gherardini
Despite being the world’s most famous painting, a profound skepticism still
surrounds the woman with the enigmatic smile. Fascinating, intriguing and
mysterious; the Mona Lisa is still discussed animatedly today, offering a vital
insight into the Renaissance period. She is known and recognized worldwide,
and admirers travel from every corner of the globe to see her. Thousands of
eager eyes peruse the painting daily, absorbing da Vinci’s well-guarded
masterpiece. To celebrate this iconic painting, Artsper’s taking you back in
time to find out more about the woman behind the smile.
History
The painting should have been completed in 1503, but the painter never let it
out of his sight; never truly ‘finishing’ the painting until his death in 1519.
When da Vinci left Italy to become King Francis I’s protégé, he took the Mona
Lisa with him. Shortly before his death, da Vinci sold the painting to King
Francis I for 4,000 gold coins, and it remained a part of the royal collections
during the reign of Louis XIV. Before it joined the permanent collection of the
Louvre, Napoleon Bonaparte requested the painting for Josephine’s personal
apartments.
Like the majority of the museum’s pieces, the Mona Lisa had to be stored
securely during the two World Wars. Louvre curator, René Huyghe, saved the
painting from the Nazis by hiding it under his bed. Despite her tumultuous
travels in previous years, André Malraux’s insisted the Mona Lisa leave Europe
for the United States. There, she was received by President John F. Kennedy
in 1962. Now too fragile to travel, the Mona Lisa remains in the Louvre where
she is visited by thousands everyday.
The Model
The Mona Lisa, like the rest of da Vinci’s paintings, was never signed or dated.
When it comes to the identity of the mysterious Mona Lisa, it is Giorgio
Vasari’s theory that is considered the most official. “Mona” derives from the
Italian term “Monna” meaning “lady,” suggesting Lady Lisa to have been Lisa
Gherdinini, the wife of Francesco Del Giocondo. It is widely believed that
Giocondo, a cloth and silk merchant, commissioned the painting of his wife
but never received it. However a widespread scepticism surrounds this theory.
Many are doubtful of the story’s authenticity, and are still searching for the
Mona Lisa’s true identity. Italian historian, Roberto Zapperi, accused Giorgio
Vasari of inventing this claim, and that the Mona Lisa is actually a portrait of
Pacifica Brandani. Brandani was the mistress of Giuliano de’ Medici, son of
Lorenzo de’ Medici.
The identity of the Mona Lisa remains an animated discussion amongst art
historians, and has even become the root of some more far-fetched theories.
Some of the most creative claims suggest the Mona Lisa is a prostitute, da
Vinci’s mother or even a man ( Leonardo’s apprentice, Salai). Others are
convinced the Mona Lisa is a portrait of the 15th century Duchess of Forli,
Catherine Sforza. Attempts have even been made to reconstruct Lisa
Gherardini’s face from her skull, to then superimpose onto da Vinci’s portrait.
Even though these attempts were unsuccessful, Lisa Gherardini was still
formally identified as the Mona Lisa.
The Face
Her profound gaze follows you around the room, and her expression is a
source of fascination to many. After 500 years of watching her visitors, the
Mona Lisa has maintained ironclad eye contact with all those who let
themselves be absorbed by her mocking smile. Art historians have again
proposed various theories for this fascination with the Mona Lisa. Medical
hypotheses are the most common; where dental issues, facial paralysis and
even thyroid problems are at the root of the Mona Lisa’s captivating aesthetic.
The particularity of the Mona Lisa’s face could simply be due to fading colour
over the centuries. One theory charmingly claimed the Mona Lisa’s facial
expression is a result of entertainers who made the model laugh during the
painting; allowing da Vinci to capture this unique and slightly stifled smile.
The Technique
A major study at the beginning of the 21st century provided a better
understanding of Leonardo da Vinci’s famous sfumato technique. “Sfumato”
means “soft” in Italian, which accurately describes the delicate, hazy and
slightly blurred effect of da Vinci’s painting. Subjects are coated in a cloud of
carefully blended colour and subtle gradations. The Mona Lisa is made up of
approximately twenty light layers of paint, some of which are extremely thin.
As a result of this meticulous work, the surface of the painting shows
absolutely no trace of brush strokes. Despite its epic age, the Mona Lisa is
rather well preserved. However, infrared analyses have discovered that certain
pigments and in particular Mona Lisa’s eyebrows, have faded over the
centuries.
An Icon
One morning in 1911, visitors were shocked to discover that the Mona Lisa
had disappeared from the Louvre. News of the painting’s disappearance
spread like wildfire, and fingers were quick to point at Pablo Picasso and his
friend, Guillaume Apollinaire. However, the Mona Lisa was actually stolen by
Vincenzo Peruggia, an Italian carpenter, who kept the painting on his kitchen
table for two years before it was found. This had an astronomical impact on
the public, all because Peruggia was under the false understanding that the
Mona Lisa was one of the paintings stolen by the Napoleonic army.
Throughout the history of art, her smile has inspired artists such as, Marcel
Duchamp, Salvador Dali, Andy Warhol, Banksy and Okuda. Even today, a
considerable number of contemporary artists still appropriate this mythical
portrait in their works.
Leonardo da Vinci truly put his heart and soul into this iconic painting. Many
claim the portrait is physically aging, as the left side of her face appears
younger than the right. Perhaps this was intentional, and da Vinci’s mastery
managed to convey a painting who would quite literally age with the hundreds
of generations she observed.
Sumber: blog.artsper.com
Publication : 2020
Author : A. Helwa
Pages : 385
“When the divinely aligned heart is the king of the body and the mind is its
servant, we live in peace and harmony” – A. Helwa
Who doesn’t long for peace of mind and heart in this painful world? Is that not
what we all seek and strive for? But is this state really possible to attain
before we reach our eternal resting place of Jennah? Indeed “our longing for
something that this world has not been able to fulfill is the greatest evidence
for a world beyond this realm.”
But what if a sense of peace was a possibility in the here and now? Secrets of
Divine Love discusses the inner depths of the rituals of Islam, revealing their
meaning and philosophy, helping to guide us to a different and profoundly
empowering view of the Almighty and ultimately our own reality. “Life is not
about reaching heaven after we die, it is about dwelling in the palace of God’s
eternal presence while you are living.”
With the prominence and ever-increasing popularity of inspiring and positive
personalities like Sheikh Javad Shomali and Sayed Hussain Makke, we
already find ourselves drawn to a different perspective of Allah that we may
not have grown up with. The spotlight shifted from the Justice of Allah that
sees all of creation being held accountable for their deeds to balancing this
with His endless mercy and kindness.
“The human mind will always venture to limit God’s omnipresence,
transcendent, and mysterious nature into a form or formula that can be
understood. Rumi remarks on this inclination through the following poem: the
truth was a mirror in the hands of God. It fell and broke into pieces. Everybody
took a piece of it and thought they had the truth.”
We knew the kindness was always there, and recite Al-Rahman Al-Raheem
several times a day, but this had become somewhat out of focus. Many of us
would have grown up feeling the restrictions and duties placed on us by
religion compromised and negated our freedoms but were necessary for us to
reach our ultimate goal – Heaven and Allah’s pleasure. But what we had been
missing is the certitude that in this very journey lies our own pleasure too.
“Ramadan teaches us how discipline and boundaries don’t restrict our
freedom, but actually lay the foundation for true freedom. Our addictions
enslave us. Our attachments to our desires enslave us.” Helwa writes:
Our religion is not our destination, but the practices, principles, and teachings
of Islam are necessary provisions on the path to Allah.”
Through our endless material pursuits in this world, it can be easy to be
heedless of our need for Allah and our supreme reliance on him. But we find
something is always missing, a hole of longing: “The hole we carry inside, that
we so desperately long to fill, comes from the experience of once being
unified with all of existence.”
The book is studded with deep, thought-provoking, and carefully chosen
quotes from scholars, mystics, and poets of all faiths. For example:
“Enlightenment is when a wave realises it is the ocean”, says Thich Nhat
Hanh, a Zen Buddhist master.
Released at the outset of the pandemic, which has unveiled the undeniable
truth that nothing is in our hands, not health, not wealth, and not well-laid
plans, this book emerged at an opportune time to inspire us with the profound
lesson of relinquishing control to Allah and “giving up our limitations and
pictures of how reality should be, to become receptive to everything that God
wants to create through us.” Since “as long as our happiness is dependent on
things we cannot control, we will never experience contentment… [but] when
we accept that we have no control over the future and rely entirely on God, we
feel peace.”
She not only describes the endless love and mercy of Allah towards all his
creatures, but her proofs and evidence form a loving embrace that reassures
and comforts the reader to aspire to reach their potential with the tender
support of Allah’s presence with us at every step: “God’s mercy accepts us as
we are, but He loves us too much to let us stay the same.” Maybe this is why
Imam Al-Sadiq has said: Is iman anything but love?
The book explores our roles as human beings, not through our eyes but
through the eyes of the Creator. Studded with beautiful gems and words of
wisdom, it is hard to deny the overwhelming feeling of love and belonging.
“You are an everlasting spirit held in the mortal embrace of clay. You are not a
human being meant to be spiritual, you are a spiritual being living this human
being miracle”, writes the poet Aru Barzak.
The book explores the primary rituals of Islam giving us a deeper appreciation
and understanding of them. “Prayer (salat) brings to light your false idols’
since the outer form can be misaligned and contradictory with the inner
state…one prayer to God frees you from a thousand prostrations to your ego.”
In exploring the depths of fasting she writes: “When we are asked to restrain
the ego, our addictions reveal themselves, giving us the awareness we need to
break free from them. When we can no longer dull the pain of our emptiness
with outer forms, we are forces to search for the root of our longing.” The
author also delightfully describes the Quran as “a lullaby for the spirit and an
alarm for the ego.” This is because “it interrupts the negative patterns of our
worldly conditioning by shedding light on the places where we resist divine
union with God…parts of the Quran will trigger you, because this revelation is
like a pure mirror.”
She adds that, "The Quran is not a destination or wall, it is a window, it
provides us a view into the essence of Allah."
If we are content to merely recite the Quran at speed with the aim of
completing a chapter or page, we are denying ourselves the endless bounties
and benefits: “The Quran is not meant to be recited, it is meant to be taken in
like the fragrance of a rose deep within our essence.” The depth and
psychology of this book have many a time caused me to read and re-read
statements to take them in fully. The reason it is so empowering is that it is all
about our own receptivity and inner state.
"We do not see the world as it truly is, but through the state that our heart is in.
Our sins can become a blindfold over our spiritual eyes … a drop of rain can
fall into the mouth of a seashell or a snake, but in a sea shell, it turns into a
pearl and in a snake it turns into poison.” - Imam Ali
This inner state can be enhanced and purified with tawba (repentance) which
“purifies our heart so that Allah’s light can penetrate our soul, giving us divine
insight.” A. Helwa discussed the significance of tawba through a dedicated
chapter with practical tips. She writes: “Repentance is the act of emptying and
breaking all the idols and gods we have placed in the sanctuary of our hearts
before the one true God…the practice of tawba is a means of spiritual course
correction, in which we align our hearts and intention towards Allah.”
She explores the relatively newly articulated concept of ‘self-talk’ as well as
the age-old struggle within ourselves: “Beneath the noise of our desires and
the whispers of temptation there resides an innately good essential self
(fitra).”
The author asks us to be open and to forgive others “not because someone
deserves it, but because our hearts deserve peace…as lovers of God we are
called to reflect the divine loving qualities upon all people without
discrimination.” This includes allowing for others to make mistakes as we do
in our endeavour to move towards perfection.
Hajj is a perfect example of this acceptance of others for it nurtures a
collective sense of unity as “fear and bias tend to be changed not through
facts and data, but rather through relationships… [Hajj] is a spiritual journey
that calls us to contemplate how attached we are to this life and how ready
we are for death.” The rituals call us to shed our ego along with our comforts
and recognise how needy and how dependent we are on the mercy of our
Lord.
In the beautiful exploration of death, A. Helwa reveals the fear of death as a
“sign that we are holding on to something other than Allah.” Our view of death
is erroneously narrow and negative: “Death is not extinguishing the light; It is
only putting out the lamp because the dawn has come.” In Western society,
we have come to misunderstand death, to fear it, and avoid discussing it. But
A. Helwa argues "It is not death that we fear, what we fear is not living the life
we know we were created to live."
This is perhaps one reason the Day of Judgment is sometimes termed Yom il-
hasra (the day of longing). However, this is not to say we must not enjoy the
bounties of this life, we can “love the passing fruits of this beautiful earth, but
Allah reminds us to hold these gifts in our hands instead of our hearts” since
“what we worship depends on where we direct our attention.”
Imam Ali says: “Aim to live in this world without allowing the world to live
inside of you, because when a boat sits on water, it sails perfectly, but when
the water enters the boat, it sinks.”
This book speaks to our very fears and insecurities, it offers a reassuring hug
and wills us to keep going, to unveil the layers shielding our eyes from Allah’s
love and mercy: “We must be honest with how we feel, because we cannot
receive God’s deep healing if we continuously avoid facing our pain.”
The Prophet Muhammed (SAWA) said: “Adorn yourself with divine qualities.”
Through practicing and reflecting the attributes of Allah, “both men and
women are called to be the mirrors of God on earth.” This is what it means to
be a khalifah (deputy) of Allah, for “our work on earth is not to become
something different but to awaken from the illusion that we are separate from
what we seek.”
Interestingly, the author has chosen to remain anonymous. Perhaps in an
effort to secure true sincerity or possibly to allow the book to be appreciated
on its own merit without association with, and judgment of, the author’s
background, faith, or sect. Either way, it adds to the mystery and enigma.
She offers mindfulness strategies to enhance awareness of our blind spots
and our veils from the mercy of the creator, for it is only in removing these
veils can we fully appreciate and experience the beauty and connection with
Allah (SWT).
I really enjoyed this book which offered a much needed positive outlook at this
time encompassing our human past, presence, and future. It is not one to be
read at speed for ‘top tips’ but the depth means it is to be taken in slowly,
ideally not in the sleepiness before sleep, but rather while alert and enjoyed in
a comfy chair with a hot drink!
Sumber: themuslimvibe.com

Anda mungkin juga menyukai