Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN PERADABAN DAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DAULAH ABBASYIAH

Nama Kelompok

Amelia Yuansari Agustin (03)

Evin Pratama (13)

M. Ibnu Athoillah (16)

Nur Aini (27)

Rafidah Fausta Fika (30)

Vany Putri Andany (34)


04 Agustus 2022

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judulPerkembangan Peradaban Dan Ilmu

Pengetahuan Pada Masa Daulah Abbasyiah Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap

semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak

ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para

pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah terungkap bahwa Islam bukan hanya sebagai konsepsi ajaran semata akan tetapi Islam telah

menjadi peradaban besar. Dunia intelektual mengakui bahwa peradaban yang tinggi tersebut ternyata banyak

memberikan konstribusi yang begitu besar terhadap lajunya perkembangan ilmu pengetahuan. Pada saat

Eropa atau peradaban barat tengah mengalami kegelapan atau ketumpulan ilmu, di daerah Islam telah berada

pada kemajuan ilmu pengetahuan yang cukup pesat seperti pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Terbentuknya Daulah Abbasiyah ini adalah kelanjutan dari Daulah Bani Umaiyyah. Dinamakan Khilafah

Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas, paman Nabi Muhammad

saw. Daulah Abbasiyah ini didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibnu Muhammad bin Ali Ibnu Abdullah Ibnu Al-

Abbas, dan berkuasa dalam rentang waktu yang cukup lama yakni dari tahun 132 H. / 750 M – 656 H. / 1258

M.

B. Tujuan

Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk :

1. untuk mengetahui sejarah pada masa daulah abbasiyah

2. untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada masa abbasiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemerintahan Daulah Abbasiyah

Pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya dari Bani Umayyah.

Pendiri dari Daulah Abbasiyah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.
Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,

sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, dari tahun 132 H

(750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa

pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

a. Periode Pertama (132 -232 H / 750-847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.

b. Periode Kedua (232- 334 H /847-945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.

c. Periode Ketiga (334- 447 H / 945-1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan

Khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut

d. juga masa pengaruh Persia kedua.

e. Periode Keempat (447- 590 H / 1055-l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan

Khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan

Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk Agung).

f. Periode Kelima (590- 656 H / 1194-1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi

kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Berikut ini adalah silsilah Bani Abbasiyah sampai khalifah ke-15 dari 37 khalifah secara keseluruhan.

B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Bani Abbasiyah

Pada masa Daulah Abbasiyah merupakan masa keemasan (The Golden Age) bagi umat Islam. Pada masa itu

Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban, dan kekuasaan. Selain

itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya

penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan

cendekiawan- cendekiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu

pengetahuan. Adapun cendekiawan-cendekiawan Islam pada masa Daulah Abasiyah adalah:


a. Bidang ilmu Filsafat

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu filsafat ini adalah Abu Nasyar Muhammad bin Muhammad bin Tarhan

yang dikenal dengan al-Farabi, Abu Yusuf bin Ishak yang dikenal dengan al-Kindi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu

Rusd, Ibnu Bajah dan Ibnu Tufail.

b. Bidang ilmu Kedokteran

Tokoh cendekiawan Islam di bidang kedokteran ini adalah Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai bapak ilmu

kimia, Hunaian bin Ishak yang dikenal sebagai ahli penerjemah buku-buku asing, Ibnu Sahal, ar-Razi (ahli

penyakit campak dan cacar), dan Thabit Ibnu Qurra.

c. Bidang ilmu Matematika

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu matematika ini adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (penemu

huruf nol) yang dengan bukunya Algebra, Geometri Ilmu Matematika, Umar bin Farukhan (bukunya

Quadripartitum), Banu Musa (ilmu mengukur permukaan, datar, dan bulat).

d. Bidang ilmu Falak

Tokoh cendekiawan Islam dibidang ilmu Falak ini adalah Abu Masyar al- Falaky (bukunya Isbatul Ulum dan

Haiatul Falak), Jabir Batany (membuat teropong bintang), Raihan Bairuny (bukunya al-Afarul Bagiyah’ainil

Khaliyah, Istikhrajul Autad dan lain-lain).

e. Bidang ilmu Astronomi

Tokoh cendekiawan Islam di bidang Astronomi adalah al-Farazi (pencipta Astro Lobe), al-Gattani/Albetagnius,

al-Farghoni atau Alfragenius.

f. Bidang ilmu Tafsir

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Tafsir ini adalah Ibnu Jarir at-abary, Ibnu Atiyah al-Andalusy, as-Suda,

Mupatil bin Sulaiman, Muhammad bin Ishak dan lain-lain.

g. Bidang ilmu Hadis


Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Hadis ini adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud,

at-Tarmidzi, dan lain-lain

h. Bidang ilmu Kalam (tauhid)

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Kalam ini adalah Wasil bin Atha’, Abu Huzail al-Allaf, ad-Dhaam, Abu

Hasan al-Asy’ary, Hujjatul Islam Imam al-Gazali. Pembahasan ilmu tauhid semakin luas dibandingkan dengan

zaman sebelumnya.

i. Bidang ilmu Tasawuf (ilmu mendekatkan diri pada Allah Swt.)

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Tasawuf ini adalah al-Qusyairy dengan karyanya ar-RiŚalatul

Qusyairiyah, Syahabuddin dengan karyanya Awariful Ma’arif, Imam al-Gazali dengan karyanya al-Bashut, al-

Wajiz, dan lain-lain.

j. Para imam Fuqaha (ahli fiqh)

Tokoh cendekiawan Islam para iman Fuqaha ini adalah Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam

Ahmad bin Hambali, dan para Imam Syi’ah.

Tokoh Ilmuwan Muslim dan Perannya sampai Masa Abbasiyah

Dari umat Islam munculah beberapa tokoh yang ahli di beberapa bidanga ilmu pengetahuan, seperti di

bidang kedokteran, matematika, biologi, dan sejarah.

a. Kedokteran

(1) Ibnu Sina

Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu Ali Al-Husaini bin Abdullah bin Sina. Beliau dibesarkan di

lembah Sungai Dajlat dan Furat, di tepi selatan Laut Kaspia. Ketika masih kecil beliau telah hafal Al-Qur’an,

menguasai bahasa Arab, serta mendalami ilmu fikih. Ia belajar ilmu Mantik pada seorang guru filsafat, bahkan

gurunya terkejut karena kecerdasannya. Pada usia 17 tahun ia telah memahami ilmu kedokteran melebihi

siapa pun. Oleh karena itu, beliau diangkat manjadi penasihat para dokter pada masa itu.
(2) Ibnu Rusyd

Nama asli Ibnu Rusyd adalah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd. Beliau lahir diujung barat

negeri Islam, yaitu Kordoba, Spanyol. Beliau dibesarkan dalam keluarga yang teguh menegakkan agama dan

berpengetahuan luas. Ketika beliau muda, beliau belajar matematika, astronomi, filsafat, dan kedokteran. Di

Barat beliau dikenal sebagai ahli dan tokoh dibnidang kedokteran dengan karyanya Al-Kulliyyat yang telah

diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Atas kepandaiannya inilah maka pada tahun1182 ia diangkat sebagai

dokter pribadi khalifah di Maroko.

(3) Ar-Razi

Ar-Razi bernama lengkap abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Didunia Barat dikenal dengan nama

Rhazes. Beliau Lahir di Ray, dekat Teheran pada tahun 251 H dan wafat apada tahun 320 H. Beliau terkenal

sebagai dokter pertama dalam pengobatan secara ilmu jiwa, yakni pengobatan yang dilakukan dengan

memberi sugesti bagi para penderita psikomatis.

b. Matematika/Geometri

(1) Al-Khawarizmi

Al-Khawarizmi hidup dari tahun 780 – 850 M. Beliau adalah peletak dasar ilmu matematika dengan

karyanya yang terkenal Al-Jabru wal Muqabbala. Dari buku itu kita mengenal ilmu aljabar yang dikenalkan

diseluruh dunia, yang kini diubah menjadi matematika.

(2) Jamsyid Giatsuddin Al-Kasyi

Jamsyid hidup pada abad ke-7 di kota Samarkand, salah satu provinsi di Uzbekistan. Jamsyid adalah

ulama yang sangat pandai dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan. Beliau seorang profesor dalam bidang

matematika dan astronomi di Universitas Samarkand. Beliaulah peletak dasar aritmatik yang dilakukan atas

dasar slide rule yang dianggap sebagai penemuan ilmiah paling penting dalam matematika.

(3) Sabit bin Qurrah Al-Hirany Kitab karangannya yang terkenal adalah:
Hisabul Ahillah

Kitabul ‘Adad

(4) Ibnu Haitsam Kitab karangannya yang terkenal adalah:

Qaulun fi Halli Masalatil ‘Adadiah

Muqaddimah Dalilul Musaba

Ta’liqun fil Jabr

c. Biologi

(1) As-Simay adalah seoranmg ahli bologi. Salah satu buku hasil karya beliau yang terkenal adalah Kitabun

Nabati wasy Syujjar. Buku ini mengupas masalah biologi, terutama bidang tumbuh-tumbuhan dan pepohonan.

(2) Ibnul Awwan adalah seorang yang ahli dalam bidang biologi, khususnya bidang pertanian. Bukunya yang

terkenal adalah Al-Fallah.

(3) Al-Jahiz seorang yang ahli dalam bidang biologi, khususnya bidang ilmu hewan. Karyanya yang terkenal

adalah Al-Hayawan.

d. Sejarah/Sosiologi

(1) Abu Abdillah Al-Qazwaini dilahirkan pada abad ke-7 hijriah. Beliau terkenal sebagai seorang ulama dan ahli

dalam bidang sejarah. Kitab yang dikarangnya merupakan kitab terbaik pada masanya dengan judul, Asarul

Bilad wa Akhbarul Ibad. Beliau meniliti sesuai dengan judul kitabnya, yaitu tabiat Negara atau daerah dan apa

yang terkenal, disamping menyelidiki keadaan penduduk dan kehidupannya. Al-Qazwaini juga telah

mendahului ilmu modern dalam rincian ilomiahnya dalam kitabnya itu.


(2) Abu Ar-Raihan Al-Bairuni. Al-Bairuni dilahirkan pada tahun 364 m dan hidup 75 tahun. Beliau telah

menyusun kitab Al-Atsar Al-Baqiah yang merupakan kitab pertama didunia yang meniliti tentang sejarah,

perbedaan bulan, tahun, penanggalan, sebab, dan cara mengistinbatkannya.

C. Perkembangan Kebudayaan pada Masa Bani Abbasiyah

Pusat peradaban Islam pada masa Daulah Abbasiyah adalah:

a. Kota Bagdad, merupakan ibu kota negara Kerajaan Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah Abu Ja’far al-

Mansur (754 – 775 M) pada tahun 762 M. Kota ini terletak di tepian Sungai Tigris. Masa keemasan Kota

Bagdad terjadi pada pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid (786 – 809 M) dan anaknya al-Ma’mun (813 –

833M).

b. Kota Samarra, letaknya di sebelah timur Sungai Tigris yang berjarak kurang lebih 60 km dari Kota Bagdad.

Di kota ini terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain. Kemajuan

yang dicapai tidak hanya mencakup kepentingan sosial saja, tetapi juga peradaban di semua aspek kehidupan,

seperti: administrasipemerintahan dengan biro-bironya, sistem organisasi militer, administrasi wilayah

pemerintahan, pertanian, perdagangan, dan industri, Islamisasi pemerintahan, kajian dalam bidang

kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika

Islam, sastra, seni, dan penerjemahan serta pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar

(kuttab), menengah, dan perguruan tinggi, perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni musik,

dan arsitek.

Ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah tumbuh dan berkembang dengan suburnya disebabkan oleh

empat faktor :

1). Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain seperti Persia, Yunani, India, yang

sudah maju Iptek-nya. Di masa ini banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya

dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu pemerintahan, filsafat dan sastra. Pengaruh

bangsa India terlihat pada ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk melalui

terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.


2). Gerakan penterjemahan

berjalan melalui 3 fase:

Fase pertama, pada masa Al-Manshur sampai Harun Al-Rasyid, penterjemahan terfokus pada ilmu astronomi

dan logika (mantiq).

Fase kedua, pada masa Al-Makmun hingga tahun 300 H, terfokus pada ilmu kedokteran dan filsafat. Dan

Fase ketiga, setelah tahun 300 H, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.

3). Perkembangan Bidang Ilmu Naqli :

1). Ilmu Hadis

Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah:

a. Imam Bukhari (810-870 M). Nama : Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin

Bardzibah al-Bukhari. Karyanya : kitab “al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari”, “at-Tarikh as-Sagir”, “at-Tarikh al-Ausat”,

“Tafsir al-Musnad al-Kabir”, dll.

b. Imam Muslim (817 – 875 M). Nama : Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi. Dalam

rawi hadits, Imam Bukhari dan Imam Muslim sering disebut Syaikhoni (Dua Syekh). Karyanya : kitab “al-Jami’

al-shahih al-muslim”. Para ulama’ menempatkan kitab Sahih Muslim pada peringkat kedua sesudah Sahih

Bukhari.

c. Ibnu Majah (823-887 M). Nama : Abu Abdillah Muhammad bin Yazid ar-Raba’I al-Qazwani. Karyanya: kitab

“Sunan Ibnu Majah”.

d. Abu Daud (817-888 M). Nama : Abu Dawud Sulaiman bin al-asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr

bin Amran al-Azdi as-Sijistani. Karyanya: kitab “Sunan Abu Dawud”.

e. At-Tirmidzi (209-279 H). Nama : Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Da Dahlat as-Sulami

al-Bugi. Dalam bidang hadits, at_Tirmizi adalah murid Imam Bukhari. Pendapat Imam Bukhari tentang nilai

hadits sering ditampilkan dalam karyanya, “Sunan at-Tirmizi”.


f. An-Nasa’i (830-915 M). Nama : Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr bin sinan. An-Nasa’i menulis beberapa

kitab : as-Sunan al-Kubra, as-Sunan al-Mujtaba’, Kitab Tamyiz, Kitab ad-Du’afa’, Khasa’is Amirul Mu’minin Ali

bin Abi thalib, Musnad Ali, dan Musnad Malik.

2). Ilmu Tafsir

Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran: Pertama, tafsir bil-ma’tsur yaitu,

interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari hadis Nabi SAW dan para sahabatnya. Mufassir

masyhur golongan ini antara lain

a. Ibn Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juz

b. Ibn Athiyah al-Andalusy (Abu Muhammad bin Athiyah)

c. al-Sud’a Muqatil bin Sulaiman yang mendasarkan penafsirannya pada Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan para

sahabat lainnya.

Kedua, tafsir bil-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari

pada hadis dan pendapat sahabat. Mufassir golongan ini antara lain :

a. Abu Bakar Asma (mu’tazilah),

b. Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany (mu’tazilah) dengan kitab tafsirnya 14 jilid.

3). Ilmu Fiqih

Dalam bidang fiqih, para fuqaha’ yang ada pada masa Bani Abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih

terkenal hingga saat ini. Ada 4 fuqoha’ yang terkenal dengan sebutan “Imam mazhab empat”

a. Imam Abu Hanifah (700-767 M). Nama : Nukman bin Tsabit, dikenal sebagai pembangun madzhab Hanafi.

Pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, karena itu mazhab ini

lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada hadits. Karyanya: kitab “Musnad al-Imam al-A’dzam”

atau fiqih al-akbar. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qodhi Al-Qudhal di zaman Harun

Al-Rasyid.
b. Imam Malik (713-795 M). Nama: Anas bin Malik, terkenal sebagai ahli hadis dan pembangun Madzhab

Maliki. Dia lebih cenderung menggunakan dalil naqli (nash Qur'an dan hadis) dan tradisi masyarakat Madinah

daripada dalil aqli (rasional). Karyanya : yang terbesar berjudul Al-Muwattha', yang berisi kumpulan Hadits

Nabi.

c. Perkembangan madzhabnya tersebar di negara Tunisia, Libiya, Mesir, Spanyol dan daerah Afrika lainnya.

d. Imam Syafi’i (767-820 M). Nama : Muhammad bin Idris Asy-Syafi'iy, terkenal sebagai pembangun

Madzhab Syafi'iy. Corak pemikiran Madzhabnya : berusaha memadukan antara madzhab Hanafi yang

rasionalis dan Maliki yang ortodoks (salafi).

e. Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M). Nama : Ahmad bin Hanbal. Lahir di Baghdad. Ia terbilang murid

Imam Syafi'iy, dan pembangun Madzhab Hanbali. Karya tulis terbesarnya berjudul : ”Al-Musnad” yang berisi

kumpulan hadis Nabi, dan kitab ”An-Nasikh wal Mansukh”.

4). Ilmu Akhlak dan Tasawuf

Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga

banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Ilmu tasawuf

adalah ilmu hakekat yang pada intinya mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, meninggalkan kesenangan

dunia dan hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah.

Para Ulama’ ahli ilmu akhlak :

a. Imam Mawardi (975-1058 M). Karya tulisnya antara lain berjudul : Al-Ahkamus Sulthaniyyah (berisi

politik / tatanegara). Di bidang Akhlak, ia menulis buku yang terkenal sampai saat ini berjudul: Adabud-Dunya

wad-Din.

b. Imam Ghazali (1058-1111 M). Ia lahir di Thus (Iran) dengan nama lengkap Abu Hamid Muhamad bin

Muhammad at-Tusi asy-Syafi'iy al-Ghazali. Ia seorang multidisipliner, dan seorang penulis yang sangat

produktif dan berkualitas. Jumlah karangannya lebih dari 100 judul. Buku yang sangat terkenal di seluruh
dunia dan menjadi puncak karya intelektualnya berjudul : Ihya' 'Ulumuddin (Menghidup-hidupkan ilmu

agama), yang berisi pandangannya tentang ilmu tauhid, syariat, akhlak dan tasawwuf. Di Indonesia, buku ini

menjadi kajian para kiyai, sarjana, dan santri senior di setiap pondok pesantren.

c. Imam Ibnu Miskawaih (932-1030 M). Ia seorang filsuf muslim yang ahli di bidang etika. Bukunya berjudul :

Tadzhibul Akhlaq wa Tat-hirul A'raq (Pendidikan akhlak dan pencucian jiwa).

Dia juga ahli filsafat Aristoteles. Karena keahliannya di bidang filsafat, ia mendapat julukan "Al-Mu'allimus

Tsalits" (guru ketiga). Guru pertamanya adalah Aristoteles, sedang Guru keduanya adalah Al-Farabi.Para ulama

Tasawuf (sufi) antara lain :

a. Al Qusyairi. Nama : Abu Qasim Abdul Karim bin Hawazin al Qusyairi. Kitab tasawuf yang terkenal ”Ar

Risalatul Qusyairi”.

b. Syahabuddin Suhrawardy (wafat 632 M). Kitab tasawufnya ”Awaritul Ma’arif”.

c. Imam Ghazali. Bukunya yang sangat terkenal di bidang ilmu akhlak tasawuf: Ihya’ Ulumddin.

d. Dzun-Nun Al-Mishri (190-245 M). Lahir dan wafat di Mesir. Dzunnun al-Mishri dikenal sebagai orang

pertama yang mengenalkan maqamat dalam dunia sufi.

e. Sirri al-Saqathi (wafat 253 H). Dia mengenalkan uzlah-uzlah yang sebelumnya hanya dikenal sebagai

tindakan menyendiri secara personal, dikembangkan oleh al-Saqathi menjadi “uzlah kolektif”, uzlah yang

ditujukan untuk menghindari kehidupan duniawi yang melenakan.

f. Abu Yazid al-Bustami (wafat di Bistam Iran tahun 873 M). Nama: Abu Yazid (Bayazid)

g. Al-Junaid al-Baghdadi (909 M). Dia mencoba mengkompromikan tasawuf dengan syariat, hal ini ia lakukan

setelah melihat banyaknya pro-kontra antara sufi dan ahlu al-hadis di masanya Lagi pula al-Junaid juga

mempunyai basic sebagai seorang ahli hadis dan fiqh.


h. Al-Hallaj, (858-922 M). Nama : Husein bin Mansur al-Hallaj.Dia murid Al-Junaid al-Baghdadi yang lebih

berani dan radikal dengan konsep Hulul yaitu konsep wahdatul wujud dalam versi lain, yang berangkat dari

dua sifat yang dipunyai manusia yaitu nasut dan lahut]

5). Ilmu Kalam (Teologi Islam)

a. Abu Hasan Al-Asy'ari (872-913 M). Ia pembangun paham Ahlussunnah wal jamaah di bidang ilmu kalam. Ia

terkenal dengan rumusannya bahwa sifat wajib bagi Alloh ada 13 sifat, mulai dari wujud, qidam baqo', sampai

kalam.

a. Karya-karya tulisnya yang dijadikan rujukan para ulama ilmu kalam sampai sekarang, diantaranya

berjudul : a). Maqolatul Islamiyyin (pendapat golongan Islam); b) Al-Ibanah 'an Ushuliddiniyyah (penjelasan

tentang dasar-dasar agama); c) Al-Luma' (sorotan) yang berisi penjelasan tentang ketuhanan, dosa besar dan

persoalan ’aqidah.

b. Abu Manshur Al-Maturidi (875-944 M). Seperti halnya Al-Asy'ari, Ia pembangun paham Ahlussunnah wal

jamaah bidang ilmu kalam. Dalam membahas sifat-sifat Allah, ia merumuskan bahwa sifat Allah berjumlah 20

sifat yang dikelompokkan menjadi 4 sifat, yaitu sifat nafsiyyah, salbiyah, ma'aniy dan ma'nawiyah.

BAB III

KESIMPULAN

Kemajuan Islam pada Masa Bani Abbasiyah Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah pada tahun132

H / 750 M. Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah yang telah hancur di
Damaskus. Kemajuan dan perkembangan pada periode Bani Abbasiyah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor internal (dari ajaran agama Islam) dan faktor eksternal (proses sejarah umat Islam dalam

kehidupannya).

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Bani Abbasiyah Pada masa Daulah Abbasiyah adalah masa

keemasan bagi umat Islam atau yang sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’.

Pusat peradapan Islam pada masa Daulah Abasiyah adalah: di Kota Bagdad dan Kota Samarra. Kemajuan yang

dicapai tidak hanya mencakup kepentingan sosial saja, tetapi juga aspek peradaban dalam semua aspek

kehidupan, seperti: administrasi pemerintahan dengan biro-bironya, sistem organisasi militer, administrasi

wilayah pemerintahan, pertanian, perdagangan, dan industry, Islamisasi pemerintahan, kajian dalam bidang

kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika

Islam, sastra, seni, dan penerjemahan serta pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar

(kuttab), menengah, dan perguruan tinggi, perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni musik,

dan arsitek.

Hikmah mempelajari sejarah pertumbuhan Ilmu pada masa Daulah Abbasiyah: meningkatkan keimanan

kepada Allah Swt., dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, menumbuhkan

semangat menuntut ilmu baik ilmu agama maupun ilmu dunia seperti yang telah dicontohkan oleh para

cendekiawan Islam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam, membina rasa

kesatuan dan persatuan umat Islam dan kerukunan beragama di seluruh dunia yang tidak membeda-bedakan

suku, bangsa, negara, warna kulit, dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai