Anda di halaman 1dari 2

Nama : Salwa Ashfiya

NIM : 21613106
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Weekly Assignment-5
• Bagaimana posisi kapital dalam produksi ilmu pengetahuan?
Kapital menempati posisi sangat penting dalam pengembangan reproduksi ilmu
pengetahuan. Urgensi ini dapat dilihat dan ditelusuri melalui tahapan-tahapan kegiatan ilmiah
yang dalam setiap tahapan-tahapannya, ilmuwan dan aparatusnya selalu membutuhkan
sejumlah kapital, baik dalam bentuk dana maupun fasilitas ilmiah. Dalam buku Ilmu dan
Kapital karya M. Najib Yuliantoro membagi tahapan itu menjadi 3 tahap; “pra-penelitian”,
“proses-penelitian”, dan “paska-penelitian”.
Pada tahap “pra-penelitian” dijelaskan bahwa ilmuan setidaknya harus memiliki
perumusan terhadap 2 hal, yakni penentuan objek penelitian dan membangun hipotesis
penelitian berdasarkan objek penelitian dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Pada
tahap ini ilmuwan akan memerlukan kapital yang cukup besar karena harus mengakses sumber-
sumber penelitian, terutama pada sumber-sumber terkemuka. Tujuan tahap ini adalah agar
tidak terjadi redundasi dan reduplikasi penemuan ilmiah. Sehingga bisa dilihat bahwa pada
tahap “pra-penelitian” ini ternyata tidak cukup jika hanya dengan modal keahlian saja. Akan
tetapi, untuk mencapai derajat orisinalitas yang kemudian dapat disebut ahli, seorang ilmuwan
harus selalu proaktif mengikuti perkembangan ilmu dari berbagai sumber yang relevan dengan
bidangnya dan umumnya hal tersebut berbayar mahal, bahkan universitas di negara
berkembang seperti Indonesia, perlu mengeluarkan ratusan juta rupiah agar para peneliti,
dosen, dan mahasiswa, dapat mengakses jurnal internasional, menikmati buku-buku yang
berkualitas, dan mengikuti seminar penelitian di pusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan
yang umumnya berada di negara-negara berbahasa mainstrem seperti Perancis, Jerman,
Inggris, China, dan belakangan Spanyol.
Kemudian utuk tahap ke-2 sendiri yaitu “proses-penelitian”, kondisinya sama dengan
tahap sebelumnya. Ilmuwan nantinya akan memerlukan fasilitas-fasilitas utama, seperti sample
penelitian dan alat-alat laboratorium untuk mengerjakan eksperimentasi penelitiannya. Akurasi
suatu penelitian sering kali ditentukan oleh seberapa besar sample penelitian yang berhasil
didapatkan dan seberapa canggih alat-alat laboratorium yang digunakan. Dengan demikian,
suatu teknologi pada tahap “proses-penelitian” telah menempati posisi strategis. Namun
peralatan yang memiliki teknologi canggih sering kali hanya dimiliki oleh universitas-
universitas terkemuka dan negara-negara maju karena harganya yang cukup fantastis. Bahkan,
untuk penelitian ilmu-ilmu sosial-humaniora, usaha untuk memperoleh sample pun juga tidak
dapat dilepaskan dari kebutuhan kapital yang besar. Sudah lazim di dunia penelitian, terutama
yang berparadigma positivistik, besarnya sample menentukan kualitas akurasi proses verifikasi
dan hasil penelitian. Namun, untuk dapat mengakses internet itu diperlukan perangkat-
perangkat teknologi mutakhir yang mensyaratkan adanya kapital yang besar juga. Sehingga
sekali lagi dapat disimpulkan bahwa di balik kemudahan yang ditawarkan oleh kecanggihan
teknologi mutakhir, masih ada sosok penguasa yang bernama kapitalisme.
Selanjutnya untuk tahap ke-3 yaitu “pasca-penelitian”. Saat suatu penelitian sudah
memiliki “hasil” dan menjadi “produk”, maka hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah “uji
publik ilmiah” melalui jurnal, buku, seminar, dan berbagai pertemuan-pertemuan ilmiah
terdepan di bidangnya. Karena ilmu bersifat komunal, maka hasil penelitian ilmiah bukanlah
milik pribadi dan harus dapat diakses secara terbuka oleh publik, sehingga penemuan ilmiah
perlu dipublikasikan agar memperoleh tanggapan secara luas dari komunitas ilmuwan
sebidang, sekaligus untuk menguji apakah penemuan tersebut dapat dipertahankan atau
sebaliknya. Lagi-lagi, diperlukan kapital yang tidak kecil, karena umumnya jurnal-jurnal
internasional yang diakui oleh komunitas ilmuwan terkemuka selalu berbayar mahal, dan juga
masih ada seminar atau konferensi untuk menghadirkan hasil penelitian. Ketika banyak
beasiswa dan perusahan-perusahan besar yang bersedia memfasilitasi ilmuwan agar
menerbitkan hasil-hasil risetnya di forum-forum ilmiah terkemuka, hal itu bukan hanya
membantu membiayai publikasi, tetapi mereka juga membantu mengembangkan hasil
penelitian itu menjadi produk komersial. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan ilmiah
saat ini sudah dimengerti sebagai kegiatan bisnis dan pemilik modal memanfaatkannya sebagai
“komoditas” untuk tujuan-tujuan kapital. Kepentingan yang sebenarnya bukan hanya untuk
melayani kegiatan penelitian ilmuwan saja, akan tetapi pada dasarnya juga untuk melayani
kepentingan pemilik modal, salah satunya untuk tujuan instrumentalisasi kapitalistik.
Fakta bahwa peran kapital cukup penting dalam dunia penelitian bukan semata-mata
pada tahapan penelitian tersebut saja, akan tetapi juga meliputi aspek-asepek non-metodologis
dalam pengembangan keilmuan, seperti fasilitas umum penelitian, ruang seminar,
perpustakaan, ruang dosen, ruang administrasi, ruang praktikum, ruang kuliah, dan sebagainya.
Dengan demikian pengembangan ilmu pengetahuan harus selalu memperhatikan kalkulasi
biaya, benefit, dan profit yang bersifat jangka panjang. Akhirnya penemuan imiah diposisikan
sebagai alat instrumentalisasi pelanggengan struktur kuasa, sehingga ilmu akhirnya tak lagi
berwatak “emansipatoris” dan “mencerahkan”, tetapi “politis” dan “kapitalistis”.

Anda mungkin juga menyukai