Anda di halaman 1dari 4

Tentang 'Novelty' dalam Karya Ilmiah

Di Indonesia, memiliki gelar doktor (S3) mengacu Peraturan Pemerintah no 19 tahun


2005 artinya memiliki lisensi untuk mengajar mahasiswa, khususnya program S2 dan
S3. Namun, secara praktis di dunia akademik dan professional, memiliki gelar doktor
artinya memiliki lisensi untuk meneliti. Makanya tidak heran kalau banyak syarat
menjadi manajer proyek penelitian, hingga perhitungan peringkat lembaga penelitian
mengacu pada ada tidaknya kualifikasi doktor tim penelitian tersebut.

Lisensi atau pemberian izin dalam masyarakat modern sangatlah penting. Bila
perekonomian sudah sangat kompleks, maka lisensi mutlak diperlukan, mulai dari
lisensi supir taksi hingga lisensi tukang pipa. Lisensi memudahkan untuk dilakukan
standarisasi hingga pengembangan untuk peningkatan skala produksi.

Dalam dunia akademik, lisensi diberikan saat seseorang menghasilkan sebuah karya
ilmiah yang original, karya ilmiah yang terverifikasi keasliannya (novelty). Karya ilmiah
ini tentunya harus dihasilkan melalui serangkaian metode ilmiah yang harus bisa
direproduksi dan dibantah (falsify).

Konsep novelty merupakan konsep yang sangat menarik. Untuk bisa menghasilkan
karya yang original, maka seseorang mau tidak mau harus membaca seluruh penelitian
terkait bidang yang ditelitinya. Semisal ada seorang calon doktor mengenai budaya
Cirebon, maka doktor tersebut harus membaca seluruh penelitian mengenai Cirebon
yang ada di dunia, kemudian diverifikasi oleh seluruh ilmuwan di dunia bahwa tidak ada
penelitian yang sama dengan penelitian mengenai Cirebon tersebut.

Meskipun demikian pengukuran novelty juga sangat relatif. Sebuah penelitian


sederhana mengenai es di Antartika mengambil sampel di kedalaman 100 meter, bisa
jadi lebih mendekati unsur novelty dibandingkan penelitian mengenai pasir di jalur
jalanan kota yang lebih rumit.

Novelty juga sering membuat calon doktor frustasi. Setelah empat tahun meneliti,
ternyata di tahun terakhir ada peneliti lain yang sudah melakukan penelitian dengan
metode yang sama bahkan dengan sampel yang lebih banyak. Dalam kondisi ini, maka
calon doktor tersebut harus merevisi ulang penelitiannya untuk menggali dari sisi yang
belum pernah ada peneliti lain lakukan.
Secara prinsip, seorang peneliti memang dituntut mengedepankan novelty dalam
penelitiannya. Artinya seseorang peneliti memang tidak boleh "reinvent the
wheel". Noveltyjuga harus mengedepankan originalitas, yang artinya selain harus jujur,
peneliti juga tidak boleh mudah percaya pada sebuah pernyataan tanpa ada bukti,
tanpa ada pengujian di belakangnnya.

Frustasi? Tentu. Di sisi lain, dunia penelitian adalah dunia yang sangat permisif. Secara
alamiah industri penelitian, termasuk akademik adalah industri non profit yang bertujuan
untuk sesuatu yang mulia. Apalagi konteksnya dalam pembelajaran, dalam sekolah
doktor misalnya, maka novelty bisa juga diperoleh dengan membandingkan antara teori
yang satu dengan teori yang lain.

Dalam penelitian matematika atau ilmu komputer misalnya, yang merupakan ilmu
formal yang tidak berbasis empiris seperti layaknya ilmu alam atau sosial. Novelty bisa
diperoleh dengan membandingkan dua metode perhitungan yang berbeda saja, tanpa
perlu bukti empiris.

Buat calon peneliti, novelty memang tantangan tersendiri. Namun, buat peneliti di
lapangan, novelty ini bisa jadi hanya merupakan prinsip saja. Tidak ada satu pun karya
ilmiah di dunia ini yang benar-benar terinspirasi dari langit.

Dari sisi matematika misalnya, novelty matematika Newton terinspirasi dari Descartes,
Novelty matematika Descartes terinspirasi oleh Archimedes. Archimedes terinspirasi
dari matematikanya orang Babylonia di Mesopotamia tahun 1850 SM. Tidak satu pun
karya penelitian mereka yang "original" muncul tiba-tiba begitu saja. Fondasi bangunan
ilmu pengetahuan itu sudah berlangsung hingga ribuan tahun lamanya.

Sebuah karya hanya bisa dihasilkan dari karya yang sebelumnya sudah ada. Karya
yang dihasilkan tidak lebih dari modifikasi atas sesuatu hal yang sudah dilakukan
sebelumnya.

Sejauh ini, dalam tradisi ilmu pengetahuan, tulisan merupakan satu-satunya cara untuk
mempelajari manusia. Manusia di masa lampau, peradaban di masa lalu. Teknologi,
seperti carbon dating bisa memprediksi cukup akurat berapa usia sebuah peradaban.
Namun, untuk mengetahui apa yang terjadi, termasuk interaksi sosial di dalamnya,
dibutuhkan bukti tulisan, bukti benda peninggalan.
Saat ini, kita cukup beruntung karena di dunia ini tradisi menulis sudah dilakukan jauh-
jauh ribuan tahun lamanya. Bangsa Summeria di Mesopotamia sudah mengenai tradisi
tulis menulis ini sejak 3200 BC menggunakan sistem tablet tanah liat (clay token) dan
disaat yang bersamaan juga terinspirasi Egyptian Hieroglyph. Kemudian muncul Abjad
Phoenicia sejak 1200 BC, selanjut Aramaic di 900 BC dan seterusnya

Pada akhirnya dari kacamata peradaban, matematika tidak pernah original, sama
seperti abjad yang juga tidak pernah original. Dua-duanya pun bukan produk novelty.
Tugas paling berat calon peneliti adalah menemukan novelty. Novelty yang didapatkan
dari menggunakan metode ilmiah, selama proses pembelajaran 4-6 tahun lamanya
untuk mendapatkan lisensi meneliti.

Buat calon peneliti, novelty memang urusan lisensi, novelty merupakan hasil akhir.
Namun buat peneliti dan siapa pun yang bergerak dalam bidang ilmu
pengetahuan, noveltybukanlah lisensi, bukanlah hasil akhir, melainkan metode ilmiah
itu sendiri. Tentang bagaimana segala sesuatu harus bisa disusun secara terstruktur
dan sistematis, bahwa segala sesuatu harus bisa diukur dan diuji.

Sumber: https://www.qureta.com/post/tentang-novelty-dalam-karya-ilmiah
Pentingnya unsur Novelty dalam Karya Tulis llmiah
dalam Skripsi / tesis
16JUNBy Hidayat Huang
Dalam sebuah karya tulis ilmiah, novelty merupakah unsur utama yang harus dipertimbangkan
oleh mahasiswa atau peneliti dalam menulis skripsi/tesis atau laporan penelitian. Novelty adalah
unsur kebaruan atau temuan dari sebuah penelitian. Penelitian dikatakan baik jika menemukan
unsur temuan baru sehingga memiliki kontribusi baik bagi keilmuan maupun bagi kehidupan.
JIka kita bongkar skripsi, tesis atau disertasi di perpustakaan kampus, sebagian besar isi karya
ilmiah tersebut merupakan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya. Apakah sebuah
penelitian yang isinya mirip dengan variabel penelitian tidak dapat dikatakan memiliki novelty?
Jawabanya adalah tidak juga. Sebuah karya tulis ilmiah skripsi / tesis masih bisa dikatakan
memiliki novelty walaupun melibatkan penelitian yang sama persis dengan penelitian
sebelumnya. Misalnya peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh perberlakuan tarif atau
kuota terhadap pengurangan impor di suatu negara. Peneltiai di negara yang berbeda dapat
melakukan penelitian dengan variabel yang sama persis. Hal tersebut tidak dapat dikatakan
melakukan plagiarisme sepanjang peneliti melakukan pengutipan dengan kaidah yang benar.
Sebuah penelitian mungkin melibatkan variabel yang sama persis degan penelitian lain. Namun,
ketika lokasi penelitiannya berbeda maka mungkin akan menghasilkan novelty.
Jika kita ingin menulis karya tulis ilmiah skripsi / tesis yang dapat menghasilkan novelty,
mulailah dengan mengkaji fenomena yang terjadi di sekitar anda yang anda fahami. Mulailah
browsing di internet apakah sudah ada penelitian sejenis yang membahas topik yang sama. Jika
sudah ada penelitian yang sama persis membahasnya, mulai temukan apakah kondisi pada
penelitian tersebut sama dengan kondisi pada fenomena yang anda amati. Jika kondisi tersebut
tidak sama maka kemungkinan penelitian kita mengandung unsur novelty.

Sumber; http://www.globalstatistik.com/pentingnya-unsur-novelty-dalam-karya-tulis-llmiah-dalam-
skripsi-tesis/

Anda mungkin juga menyukai