Anda di halaman 1dari 13

Analisis Biaya Volume Laba

2.1.      Analisis Biaya – Volume – Laba

Analisi biaya-volume-laba (analisis BVL) yang sering kali disebut sebagai cost-volume-profit

analysis (CVP analysis) merupakan alat yang berguna untuk perencanaan dan pembuatan

keputusan manajer dalam menentukan jumlah unit produk yang seharusnya dijual agar

perusahaan mencapai titik impas. Analisis BVL menekankan pada hubungan antara biaya,

volume (kuantitas penjualan), dan harga jual. Analisis BVL juga merupakan alat yang berguna

untuk mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan perencanaan penjualan dan

membantu perusahaan dalam memecahkan permasalahan tersebut.

2.2.      Pengertian Break Even Point

Break even point atau titik impas merupakan alat bagi semua perusahaan untuk dapat

mengetahui keadaan dimana perusahaan tidak mendapatkan laba atau tidak menderita rugi.

Berikut ini beberapa definisi break even point menurut pakar-pakar ekonomi literaturnya.

Menurut Baldric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto
( 2013 : 318 ) dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen” pengertian “Titik Impas
(break even point) adalah keadaan yang menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang
diterima perusahaan (pendapatan total) sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
perusahaan (biaya total)”.
Menurut Prof. Dr. Dermawan Syahrial,. MM dan Djahotman Purba., SE., MM., Akt ( 2013 : 59 )
dalam bukunya yang berjudul “Analisi Laporan Keuangan” pengertian “Break Even Point
adalah total penjualan sama dengan total biaya. Dengan kata lain tidak memperoleh laba dan
juga tidak menderita rugi atau laba sama dengan nol”.
Sedangkan menurut Rudianto ( 2013 : 30 ) dalam bukunya “Akuntansi Manajemen Informasi
Untuk Pengambilan Keputusan Strategis” pengertian “Titik Impas adalah volume penjualan
yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak memperoleh
laba sama sekali”.

Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa analisis break even point adalah

suatu cara atau alat yang digunakan untuk mengetahui volume kegiatan produksi suatu usah

dimana volume produksi tersebut perusahaan tidak memperoleh laba dan juga tidak

menderita rugi.
Dengan mengetahui titik impasnya, manajer suatu perusahaan dapat menentukan kapasitas

produksi yang harus dijual agar tidak mengalami kerugian dan dapat menentukan komposisi

suatu produk sehingga memperoleh laba maksimum.

2.3.      Analisi Break Event Point sebagai Alat Bantu dalam Perencanaan

Menurut Rudianto ( 2013 : 319 ) analisis Break Event Point dapat memberikan pedoman
dalam pembuatan keputusan dan membantu manajemen dalam:
a.      Menentukan kapasitas produksi yang harus dijual agar tidak mengalami kerugian.
b.      Mengetahui pengaruh biaya variabel dan  biaya tetap terhadap laba.
c.      Mengetahui besarnya tambahan laba, dalam periode tertentu.
d.      Menentukan komposisi produk terjual agar laba maksimum.

2.4.      Hubungan Di Antara Beberapa Unsur

Jumlah produk yang dihasilkan perusahaan selama suatu periode tertentu akan memiliki

hubungan langsung dengan besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan. Besarnya biaya

yang dikeluarkan perusahaan tersebut pada saat dipertemukan dengan nilai penjualan

produk yang dihasilkan perusahaan selama suatu periode akan mempengaruhi secara

langsung besarnya laba yang diperoleh perusahaan.

Menurut Rudianto ( 2013 : 27 ) dalam bukunya “Akuntansi Manajemen Informasi Untuk


Pengambilan Keputusan Strategis” adapun hubungan diantara 5 unsur berikut ini:
1.    Harga produk yaitu harga yang ditetapkan selama suatu periode tertentu secara konstan.
2.    Volume atau tingkat aktivitas yaitu banyaknya produk yang dihasilkan dan direncanakan
akan dijual selama suatu periode tertentu.
3.    Biaya variabel per unit yaitu besarnya biaya produk yang dibebankan secara langsung pada
setiap unit barang yang diproduksi.
4.    Total biaya tetap yaitu keseluruhan biaya periodik selama suatu periode tertentu.
5.    Bauran produk yang dijual yaitu proporsi relatif produk-produk perusahaan yang akan dijual.

2.5.      Asumsi-asumsi dalam Analisi Break Event Point

Menurut Baldric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto
( 2013 : 318 ) dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen” asumsi tersebut adalah
sebagai berikut:
1.    Analisis mengasumsikan bahwa fungsi pendapatan dan fungsi biaya bersifat linear.
2.    Analisis mengasumsikan bahwa harga, biaya tetap total, dan biaya variabel per unit dapat
diidentifikasi secara akurat dan akan selalu konstan selama dalam kisaran relevan (relevant
range).
3.    Analisis mengasumsikan bahwa jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dijual.
4.    Pada analisis multiproduk, bauran penjualan diasumsikan telah diketahui sebelumnya.
5.    Harga jual dan biaya diasumsikan telah diketahui dengan pasti.

2.6.      Perubahan – Perubahan yang Mempengaruhi Break Event

Dalam analisa break even, biaya-biaya dan harga jual haruslah konstan, karena naik

turunnya biaya dan harga jual akan mempengaruhi titik break even. beberapa hal penting

yang dapat mempengaruhi perubahan break even, yaitu:

1.      Perubahan dalam Biaya Tetap (Fixed Cost)

Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi. Perubahan fixed

cost dalam grafik dapat ditandai dengan naik atau turunnya garis total cost, tetapi perubahan

ini tidak mempengaruhi miringnya garis tersebut. Bila fixed cost naik, maka BEP akan

bergeser ke atas dan sebaliknya bila fixed cost naik, maka BEP akan bergeser ke atas dan

sebaliknya bila fixed cost turun maka BEP akan bergeser ke bawah.

2.      Perubahan pada variable cost ratio atau variabel cost per unit

Perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biaya variabel

per unit akan menggeser BEP keatas.

3.      Perubahan dalam Sales Prices per unit

Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue. Naiknya harga jual per unit

pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap akan menggeser BEP

kebawah, dan sebaliknya.

4.      Terjadinya perubahan dalam sales mix Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu

macam produk, maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk yang

lain (sales mix) haruslah tetap.

2.7.      Perhitungan Break Event Point

Break Event Point (BEP) dapat dihitung dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu

Pendekatan Persamaan dan Margin Kontribusi. Kedua metode tersebut memberikan hasil yang

sama.
a.      Pendekatan Persamaan

Laporan laba rugi yang disusun dengan pendekatan variable costing merupakan alat yang

berguna bagi manajemen untuk mengorganisasi biaya perusahaan kedalam kelompok biaya

tetap dan biaya variabel. Laporan tersebut dapat digunakan untuk menentukan titik impas

berdasarkan nilai penjualan bukan dalam unit. Persamaannya adalah sebagai berikut.

Laba operasi = Pendapatan Penjualan – Biaya Variabel – Biaya Tetap

( Baldric Siregar, dkk., 2013 : 318)

Apabila ukuran unit penjualan sudah diketahui, persamaan laba dapat diperluas dengan

mengekspresikan pendapatan penjualan dan biaya variabel dalam hubungannya dengan

jumlah rupiah dan jumlah unit. Maka persamaan laba dapat dirumuskan sebagai berikut.

Laba operasi = (Harga jual per unit x jumlah unit penjualan) – (Biaya

Variabel per unit x Jumlah unit penjualan) – Biaya tetap total

( Baldric Siregar, dkk., 2013 : 318)

Contoh perhitungan titik impas Berdasarkan laporan laba rugi                  PT. Gemah Ripah

pada tahun 2012.

PT. Gemah Ripah

Laporan Laba Rugi

Tahun 2012

Penjualan (1.000 unit @ Rp. 400.000) Rp. 400.000.000

Biaya Variabel (325.000.000)


Margin Kontribusi Rp. 75.000.000

Biaya Tetap (45.000.000)

Laba Sebelum Pajak Rp. 30.000.000

Sumber: Baldric Siregar, dkk., 2013 : 319

Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa harga jual produk adalah sebesar Rp.400.000 per

unit dan biaya variabel adalah sebesar Rp.325.000 per unit (Rp. 325.000.000/ 1.000 unit).

Biaya tetap sebesar Rp.45.000.000. Pada titik impas, persamaan laba operasi akan menjadi

sebagai berikut.

                     0      = (Rp.400.000 x Unit) – (Rp.325.000 x Unit) –

Rp.45.000.000

                     0      = Rp.75.000 x Unit – Rp.45.000.000

Rp.75.000 x Unit  = Rp.45.000.000

                            Unit = 600

Oleh karena itu, PT. Gemah Ripah harus dapat menjual sebanyak 600 unit mesin motor dalam

rangka menutup semua biaya tetap dan biaya variabel. Dapat diformulasikan laporan laba

rugi berdasarkan 600 unit penjualan sebagai berikut.

PT. Gemah Ripah

Laporan Laba Rugi

Tahun 2012

Penjualan (600 unit @ Rp. 400.000) Rp. 240.000.000

Biaya Variabel (195.000.000)

Margin Kontribusi Rp. 45.000.000

Biaya Tetap (45.000.000)

Laba Sebelum Pajak Rp. 0

Sumber: Baldric Siregar, dkk., 2013 : 319


Hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa penjualan sebanyak 600 unit menghasilkan

laba sebesar nol.

b.      Pendekatan Margin Kontribusi

Perhitungan unit impas dapat dilakukan dengan cara memusatkan perhatian pada margin

kontribusi atau disebut dengan pendekatan margin kontribusi (contribution margin approach).

Margin kontribusi merupakan pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya variabel total.

Pada titik impas, besarnya margin kontribusi sama dengan besarnya biaya tetap.

( Baldric Siregar, dkk., 2013 : 320)

Dengan menggunakan PT. Gemah Ripah sebagai contoh, selanjutnya dapat dilihat bahwa

margin kontribusi per unit dapat dihitung melalui dua cara. Cara pertama adalah dengan

membagi margin kontribusi total dengan jumlah unit yang dijual, sehingga diperoleh margin

kontribusi per unit sebesar Rp.75.000 (Rp.75.000.000/ 1.000). Cara kedua adalah mengurangi

harga jual per unit dengan biaya variabel per unit, sehingga diperoleh margin kontribusi per

unit sebesar Rp.75.000 per unit (Rp.400.000 – Rp.325.000). dengan cara tersebut akan

diperoleh hasi (margin kontribusi per unit) yang sama, yaitu sebesar Rp.75.000. Untuk

menghitung humlah unit titik impas, persamaan impas adalah sebagai berikut.

 = 600 unit

2.7.1.   Titik Impas Multiproduk

Untuk perusahaan yang memiliki lebih dari satu jenis produk, maka dalam menghitung titik

impas harus terlebih dahulu dihitung bauran penjualan produknya atau perbandingan volume

penjualan antar satu produk dan produk yang lain. Dihitung titik impas perusahaan melalui

rumus yang sama dengan rumus sebelumnya. Misalkan suatu perusahaan berencana menjual

Produk A sebanyak 100 unit, Produk B sebanyak 50 unit, dan Produk C sebanyak 25 unit,

sehingga perbandingan volume penjualan         A : B : C adalah 100 : 50 : 25. Perbandingan

ini dapat diperkecil menjadi      4 : 2 : 1.


Contoh Titik Impas Multiproduk, PT. Pelangi memproduksi empat jenis barang yang diberi

kode A1, B2, C3, D4. Produk tersebut rencananya akan diproduksi dan dijual dengan

komposisi volume 20.000 unit, 15.000 unit, 10.000 unit, dan 5.000 unit masing-masing untuk

A1, B2, C3, D4. Sedangkan masing-masing produk dijual dengan harga per unit sebesar

Rp.11.000 untuk A1, Rp.16.000 untuk B2, Rp.21.000 untuk C3, dan Rp.26.000 untuk D4.

Untuk membuat seluruh produk tersebut dengan komposisi volume seperti itu dan dalam

kapasitas produksi perusahaan, dibutuhkan biaya tetap sebesar Rp.144.000.000. Sedangkan

biaya variabel per unit yang harus dikeluarkan untuk masing-masing produk adalah Rp.7.000

untuk A1, Rp.8.000 untuk B2, Rp.11.000 untuk C3, dan Rp.14.000 untuk D4.

Agar perusahaan tidak mengalami kerugian maka harus ditentukan titik impasnya.

Keterangan A1 B2 C3 D4

Harga Jual Per Unit (Rp) 11.000 16.000 21.000 26.000

Biaya Variabel Per Unit (Rp) 7.000 8.000 11.000 14.000

Sumber: Rudianto, 2003 : 32

= Rp. 320.000.000.

Titik impas akan tercapai pada saat penjualan mencapai nilai Rp.320.000.000. Titik impas

dalam unit akan tercapai dengan membagi nilai titik impas dalam rupiah dengan harga jual

gabungan dari keempat jenis produk, yaitu

Titik impas perusahaan akan tercapai jika masing-masing produk dijual dengan komposisi

volume penjualan sebesar:

A1        = 20.000 x 0,4 = 8.000 unit.

B2        = 15.000 x 0,4 = 6.000 unit.

C3        = 10.000 x 0,4 = 4.000 unit.

D4        = 5.000 x 0,4   = 2.000 unit.

2.8.      Perencanaan Laba


Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba yang semaksimal mungkin, dengan

pengeluaran biaya sekecil mungkin. Untuk mencapai laba yang direncanakan, perusahaan

perlu merencanakan berapa tingkat laba yang akan dicapai oleh penjualan produknya. Hal ini

perlu dilakukan untuk mengetahui agar perusahaan bisa mengambil keputusan tentang

perencanaan laba.

2.9.      Margin Of Safety

Dalam mengevaluasi risiko pengoperasian suatu usaha, para manajer dapat memakai

beberapa indikator. Salah satu indikator yang paling penting adalah margin pengamanan

penjualan. Margin pengamanan penjualan adalah kelebihan penjualan yang dianggarkan atas

volume penjualan impas.

Menurut Baldric Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo Lo, Frasto Biyanto
( 2013 : 338 ) dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen” pengertian “Margin Of
Safety adalah unit penjualan atau yang diharapkan dapat dijual diatas volume impas”.

2.10.          Penggolongan Biaya

Pola yang menggambarkan bagaimana jumlah biaya bervariasi atas perubahan aktivitas

bisnis. Menurut Bastian Bustami dan Nurlela ( 2013:15 ) dalam bukunya yang berjudul

“Akuntansi Biaya” biaya terdapat tiga golongan, yaitu:

1.    Biaya Variabel (variable costs)

Biaya Variabel adalah biaya yang secara total berubah sebanding dengan aktivitas atau

volume produksi dalam rentang relevan tetapi perunit bersifat tetap. Bahan langsung dan

tenaga kerja langsung dapat digolongkan sebagai biaya variabel. Contoh lain dari biaya

variabel adalah komisi penjualan, biaya pengiriman barang, pengerjaan ulang, unit-unit yang

rusak, bahan baku tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, jasa umum, waktu

pengadaan, alat-alat kecil.

Dalam perusahaan dagang, semua biaya produksi dan beberapa biaya pemasaran dan

administrasi merupakan biaya variabel, tetapi pada perusahaan manufaktur tidak semua

biaya produksi pabrikasi adalah variabel, sebagian dari biaya produksi adalah bersifat tetap.
Sedangkan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, biaya variabel adalah tenaga

kerja, bahan yg digunakan untuk melaksanakan jasa dan beberapa bagian biaya overhead.

2.    Biaya Tetap (Fixed Costs)

Biaya Tetap adalah biaya yang secara total tetap dalam rentang relevan (relevant range) tetapi

perunit berubah. Contoh biaya tetap adalah biaya gaji, biaya sewa, pajak bumi dan bangunan,

asuransi.

Rentang relevan merupakan tingkat kegiatan dimana biaya tetap tertentu tidak akan diubah

meskipun volume berubah. Untuk tujuan perencanaan biaya tetap dipandang sebagai beban

tetap deskresioner dan biaya tetap terikat.

Beban tetap deskresioner merupakan pengeluaran biaya yang timbul karena kebijakkan

manajemen. Contoh iklan, penelitian, program pengembangan manajemen, sumbangan sosial.

Biaya tetap terikat merupakan pengeluaran biaya yang membutuhkan suatu seri pembayaran

dalam jangka waktu yang panjang atau lama. Contoh penyusutan pabrik dan bangunan jika

menggunakan metode garis lurus, pajak bumi dan bangunan, asuransi, gaji manajemen dan

karyawan, utang jangka panjang, beban bunga.

3.    Biaya Campuran (Mixed Costs)

Biaya Campuran adalah biaya yang mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel. Biaya

campuran disebut juga dengan Biaya Semi Variabel. Biaya Semi Variabel adalah biaya yang

pada aktivitas tertentu memperlihatkan karakteristik biaya tetap maupun biaya variabel.

Contoh biaya campuran adalah biaya listirk, telepon, air, gas, bensin, perlengkapan, beberapa

tenaga kerja tidak langsung, biaya pensiun, pajak penghasilan, asuransi jika kelompok

karyawan, biaya perjalanan dinas, biaya hiburan dan pemeliharaan.

Biaya bertahap disebut juga dengan biaya semi tetap. Biaya semi tetap adalah biaya yang

berubah dengan volume secara tetap. Contoh biaya semi tetap adalah gaji penyelia.

2.11.          Pemisahan Biaya Tetap Dengan Biaya Variabel


Pemisahan biaya tetap dengan biaya variabel merupakan hal yang penting, terutama dalam

perencanaan, pengendalian biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda. Menurut Bastian

Bustami dan Nurlela ( 2013:15 ) dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Biaya” untuk

memisahkan biaya tetap dan biaya variabel dapat digunakan tiga metode yaitu:

1.      Metode Titik Tertinggi dan Terendah

Adalah suatu metode dalam menghitung biaya tetap dan biaya variabel dengan menggunakan

dua titik yang berbeda yaitu titik tertinggi dan titik terendah.

2.      Metode Titik Sebaran (Scattergraph Method)

Adalah suatu plot dari biaya terhadap tingkatan kegiatan dimasa lalu. Metode scattergraph

juga menunjukkan setiap perubahan yang berarti dalam hubungan antara biaya dan kegiatan

pada tingkatan kegiatan yang berbeda.

3.    Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method)

Metode ini memisahkan biaya menjadi tetap dan variabel dengan menggunakan persamaan

secara matematis. Persamaan yang digunakan adalah persamaan garis lurus yaitu:

y = a + bx

Dimana:

y = biaya

a = biaya tetap

b = biaya variabel

x = volume

Contoh metode least square

PT. SUN
Biaya Perawatan dan Data Jam Mesin
Bulan Jam Kerja Langsung Biaya Perawatan (Rp.)
Januari 6.800 768.000
Februari 6.000 744.000
Maret 6.800 744.000
April 7.800 708.000
Mei 8.400 600.000
Juni 6.400 636.000
Juli 5.200 600.000
Agustus 5.200 600.000
September 6.200 636.000
Oktober 7.000 660.000
November 8.600 696.000
Desember 9.600 816.000
Total 84.000 8.208.000
Rata-rata perbulan 7.000 684.000
 Sumber: Bastian Bustami, 2013 : 32
Penyelesaian:

Jam Biaya
Kerja Perawatan
Bulan Langsung (Rp.) XY
X Y
Januari 6.800 768.000 5.222.400.000 46.240.000
Februari 6.000 744.000 4.464.000.000 36.000.000
Maret 6.800 744.000 5.059.200.000 46.240.000
April 7.800 708.000 5.522.400.000 60.840.000
Mei 8.400 600.000 5.040.000.000 70.560.000
Juni 6.400 636.000 4.070.400.000 40.960.000
Juli 5.200 600.000 3.120.000.000 27.040.000
Agustus 5.200 600.000 3.120.000.000 27.040.000
September 6.200 636.000 3.943.200.000 38.440.000
Oktober 7.000 660.000 4.620.000.000 49.000.000
November 8.600 696.000 5.985.600.000 73.960.000
Desember 9.600 816.000 7.833.600.000 92.160.000
Total 84.000 8.208.000 58.000.800.000 608.480.000

Biaya Variabel

= 26,6015625 x 84.000

= 2.234.531

Biaya Tetap

= 497.789,0833 x 12

= 5.973.46

Anda mungkin juga menyukai