Anda di halaman 1dari 9

Analisis Biaya Volume-Laba

Pengertian, Manfaat dan Asumsi Dasar Break Even Point


Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu keadaan atau kondisi dimana
perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita rugi atau
dengan kata lain jumlah biaya yang dikeluarkan sama dengan jumlah pendapatan. Break
Even Point memiliki fungsi agar perusahaan dapat merencanakan tingkat penjualan yang
diinginkan agar terhindar dari kerugian dan perusahaan dapat memperoleh laba optimal.

Analisis Break Even Point


Analisis Break Even Point (BEP) adalah sebuah alat atau metode yang digunakan untuk
mengukur tingkat minimum penjualan yang harus dilakukan untuk menutupi biaya. Komponen
yang diperhatikan dalam analisis Break Even Point yaitu; volume produksi, volume penjualan,
harga jual, biaya produksi, biaya variabel, biaya tetap serta laba dan rugi.
Analisis break even point tidak hanya memberikan informasi mengenai posisi perusahaan
dalam keadaan impas atau tidak, namun analisis break even point sangat membantu
manajemen dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Manfaat Break Even Point


Manfaat analisis Break Even Point bagi manajemen dan perusahaan antara lain sebagai
berikut (Carter dan Usry, 2005:270) :
1. Membantu memberikan informasi maupun pedoman kepada manajemen dalam
memecahkan masalah-masalah lain yang dihadapinya, misalnya masalah penambahan
atau penggantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya.
2. Membantu manajemen dalam mengambil keputusan menutup usaha atau tidak serta
memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut diberhentikan/ditutup.

Sedangkan manfaat atau kegunaan dari Break Even Point menurut Bustami dan Nurlela
(2006:208) adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan perusahaan
agar tidak mengalami kerugian.
2. Mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat
keuntungan tertentu.
3. Mengetahui seberapa jauh berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
kerugian.
4. Mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan.
5. Menentukan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai jumlah laba yang
ditargetkan.

Asumsi Break Even Point


Analisis break even point sangat penting bagi manajemen untuk mengetahui hubungan
antara biaya, volume dan laba, khususnya informasi mengenai jumlah penjualan minimum dan
besarnya penurunan realisasi penjualan dari rencana penjualan agar perusahaan tidak
menderita kerugian.
Analisis Break Even Point membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya. Bila asumsi
dasar salah satunya mengalami perubahan, maka akan berpengaruh pada posisi titik impas,
sehingga perubahan tersebut akan berpengaruh juga terhadap laba perusahaan.
Terdapat beberapa asumsi dasar dalam analisis Break Even Point yaitu (Horngren dkk,
2006:447):
1. Satu-satunya faktor yang memengaruhi biaya adalah perubahan volume.
2. Manajer menggolongkan setiap biaya (atau komponen biaya gabungan) baik sebagai
biaya variabel maupun biaya tetap.
3. Beban dan pendapatan adalah linier di seluruh cakupan volume relevannya.
4. Tingkat persediaan tidak akan berubah.
5. Penjualan atas gabungan produk tidak akan berubah. Penjualan gabungan merupakan
kombinasi produk yang membentuk total penjualan.

Sedangkan menurut Mulyadi (2000:260-261), asumsi yang mendasari break even point
adalah:
1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan. Biaya tetap
akan selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam perhitungan break even
point, sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan perubahan volume
penjualan.
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan. Jika
dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan
memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya-volume-
laba.
3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas
produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi
hubungan biaya-volume-laba.
4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku dan tarif
upah menyimpang terlalu jauh dibanding data yang dipakai sebagai dasar perhitungan
break even point, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
5. Efisiensi produk dianggap tidak berubah. Apabila terjadi penghematan biaya karena
adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan
metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
6. Perubahan jumlah sediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan menjual lebih
dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila
komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan
penjualan.

ANALISA BIAYA - VOLUME - LABA

Analisa biaya-volume-laba (cost volume profit analisis) menyajikan informasi


kepada manajemen tentang dampak perubahan biaya, pendapatan, volume dan bauran
produk terhadap laba. Analisis CVP berfokus pada hubungan biaya-volume-laba dan
dampak dari pola perilaku biaya terhadap pengambilan keputusan. Pemahaman
terhadap pola perilaku biaya perusahaan akan mempermudah pengambilan keputusan
manajemen dalam hal penetapan harga produk, penerimaaan/penolakan pesanan,
analisis penghematan biaya, dan promosi atas lini produk yang lebih menguntungkan.

Titik Impas (BEP) dalam Unit


Salah satu bentuk analisis CVP yang populer adalah perhitungan titik impas
perusahaan. Titik impas (Break Even Point /BEP) adalah suatu titik yang
menunjukkan volume pendapatan yang tidak menimbulkan laba atau rugi. Pada saat
BEP, pendapatan total sama dengan biaya total sehingga besarnya laba sama dengan
nol. Analisis impas membuat perusahaan menelaah pola perilaku biaya tetap dan
biaya variabel.

1. Penggunaan Laba Operasi dalam Analisis Biaya-Volume-Laba


Untuk bisa menentukan jumlah produk yang harus dijual untuk mencapai titik
impas, maka kita bisa berfokus pada laba operasi, yaitu laba yang berasal dari
operasi normal perusahaan. Yang harus kita lakukan adalah: (1) menentukan
pengertian unit dan (2) memisahkan biaya antara komponen biaya tetap dan biaya
variabelnya.

Laba operasional = pendapatan penjualan - biaya variabel - biaya tetap

Laba operasional = (harga x unit terjual)-(biaya variabelxunit terjual)-biaya tetap total

Dengan menetapkan nilai nol pada laba operasional, memasukkan biaya


variabel dan biaya total tetap, serta menyelesaikan persamaan di atas, maka kita
akan dapat menemukan jumlah unit yang harus terjual pada BEP.

Contoh:
Penjualan (1.000 x Rp 3.000) Rp3.000.000
Biaya variabel (1.000 x Rp1800) (1.800.000)
Marjin kontribusi 1.200.000
Biaya tetap (720.000)
Laba operasi 480.000
Jika X adalah unit yang dijual pada titik impas, maka persamaan laba operasinya
adalah: 0 = 3.000X - 1.800 X - 660.000
1.200X = 720.000
X = 600
Jadi titik impas tercapai pada penjualan sebanyak 600 unit produk. Hal ini juga
dapat dibuktikan dari perhitungan berikut ini:
Penjualan (600 x Rp 3.000) 1.800.000
Biaya variabel (600 x Rp1.800) (1.080.000)
Marjin kontribusi 720.000
Biaya tetap (720.000)
Laba operasi 0

2. Penjualan Dalam Unit Untuk Mencapai Target Laba


Analisis CVP juga dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak unit
yang harus dijual untuk memperoleh target laba tertentu. Target laba dapat
ditentukan dalam nominal tertentu atau sebagai persentase dari penjualan.
Pendekatan laba maupun pendekatan marjin kontribusi bisa digunakan untuk
menghitung target laba tersebut. Dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah,
dampak perubahan jumlah unit terjual terhadap laba dapat dihitung dengan
mengalikan marjin kontribusi per unit dengan perubahan jumlah unit terjual.
Jika semisal target laba yang ditentukan Rp 750.000, maka dengan
menggunakan persamaan dasar titik impas kita hanya perlu menambahkan target
laba sebesar Rp 750.000 pada biaya tetap sehingga didapatkan:
Jumlah unit = (Rp720.000 + Rp750.000)/Rp1.200 = 1.230 unit

Titik Impas (BEP) dalam Nominal Penjualan


Untuk menghitung BEP dalam nominal, biaya variabel dianggap sebagai
persentase penjualan. Namun, penjualan pada BEP juga dapat dihitung secara singkat
dengan rumus:
Penjualan pada BEP = biaya tetap x (harga/marjin kontribusi)
Penjualan pada BEP = biaya tetap/rasio marjin kontribusi

Dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah, rasio marjin kontribusi dapat
digunakan untuk menentukan dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap laba,
yaitu dengan mengalikan rasio marjin kontribusi dengan perubahan penjualan. Rasio
marjin kontribusi merupakan bagian penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya
tetap dan menghasilkan bagian laba. Contoh di atas menunjukkan rasio marjin
kontribusi 40%, artinya dalam setiap Rp1 penjualan tersedia Rp0,40 yang dapat
digunakan untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Titik impas akan
dicapai pada penjualan Rp1.800.000,00.
Titik impas = Rp720.000/0,40 = Rp1.800.000

Dalam menggambarkan pengaruh biaya tetap terhadap laba, ada tiga


kemungkinan yang muncul:
1. Biaya tetap = marjin kontribusi, artinya laba nol (perusahaan pada titik impas).
2. Biaya tetap > marjin kontribusi, artinya perusahaan memperoleh laba.
3. Biaya tetap < marjin kontribusi artinya perusahaan mengalami kerugian.

Margin of Safety (MoS)


Margin of Safety adalah batas keamanan yang menyatakan sampai seberapa jauh volume
penjualan yang dianggarkan boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi atau dengan kata
lain, batas maksimum penurunan volume penjualan yang dianggarkan, yang tidak
mengakibatkan kerugian.

Misalnya margin of safety ditemukan 30%, artinya realisasi penjualan dipertahankan jangan
sampai turun lebih dari 30%. Apabila realisasi penjualan turun lebih dari 30%, maka perusahaan
akan menderita kerugian, sedang bila penurunan sampai 30% perusahaan dalam kondisi Break
even yang digunakan untuk mencari tingkat keamanan atau MoS adalah sebagai berikut.
1.penjualan MoS yang direncanakan
MoS = Penjualan per budget x 100
Penjualan per titik impas

2. Penjualan MoS
MoS = penjualan per budget – penjualan per titik impas x 100
penjualan per budget
Mencari Margin of safety :
sales budget/rencana penjualan = 50 juta
penjualan per BEP = 37,5 juta
= 133,33 %
Hal ini berarti bahwa tingkat penjualan perusahaan tersebut tidak boleh turun lebih dari 33,33 %
dari penjualan break even.
33,33 % X Rp 37 500 000= Rp 12.500.000,-
Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang
direncanakan.

Atau bisa juga dihitung :


(sales budget-sales BE)/sales budget
(Rp 50 juta- Rp 37,50 juta)/Rp 50 juta= 25 %
Artinya penjualan tidak boleh turun lebih dari 25 % penjualan yang direncanakan.
25 % X Rp 50 juta = Rp 12 500 000,-
Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang
direncanakan.

Perhitungan BEP Lebih dari 1 macam produk

Contoh :
Suatu perusahaan menghasilkan dua macam produk yaitu Produk A dan B. dimana data
keuangannya sebagai berikut :
Pertanyaan :
a. BEP Total (Produk A dan B) ?
b. BEP (unit dan Rp) produk A dan BEP (unit dan Rp) produk B ?

Jawab :

Sales mix dalam satuan Rupiah (A: B) = Rp 200.000 : Rp 200.000 = 1 : 1.


Produk mix dalam satuan Unit (A: B) = 20.000 Unit : 8.000 Unit = 2,5 : 1.

BEP total (Rp)= Rp 240.000


Sales mix dalam satuan Rupiah (A: B) = 1 : 1.

Sales untuk Produk A =1/2 X Rp 240.000 = Rp 120.000


BEP Produk A ( Rp ) = Rp 120.000
BEP Produk A ( Unit ) = Rp 120.000/Rp 10/Unit = 12.000 Unit

Sales untuk Produk B =1/2 X Rp 240.000 = Rp 120.000


BEP Produk B ( Rp ) = Rp 120.000
BEP Produk B ( Unit ) = Rp 120.000/Rp 25/Unit = 4.800 Unit

Jadi Produk mix dalam satuan Unit (A: B) sesudah BEP = 12.000 Unit : 4.800 Unit = 2,5 : 1.
Sedangkan Produk mix dalam satuan Unit (A: B) sebelum BEP = 2,5 : 1.
Kesimpulan : Produk mix (Unit) sebelum dan sesudah BEP tetap konstan

BEP dalam multi produk tidak berarti bahwa :

 Masing-masing produk harus dalam keadaan BEP


 Dapat terjadi pada BEP total suatu perusahaan, suatu produk menderita keruggian dan
produk lain mendapatkan keuntungan, sehingga secara keseluruhan perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan ataupun kerugian (BEP).
 Dari contoh diatas keuntungan dan kerugian dari kedua produk tersebut sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai