Anda di halaman 1dari 8

BAB II PEMBAHASAN 2.

1 Konsep Analisa Break Even Point Definisi analisa break even menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier (2002) adalah, Break even analysis is a management tool that can help restaurant managers examine the relationship between various costs, revenues and sales volume. It allows to determine revenue required at any desired profit level that called Cost-Volume-Profit (CVP) analysis (p. 169) yang kurang lebih memiliki arti : analisa titik impas adalah suatu alat manajemen yang dapat membantu manajer restoran untuk melihat hubungan antara bermacam-macam biaya, pendapatan dan volume penjualan. Melalui analisa titik impas, manajer juga dapat menentukan jumlah pendapatan yang diperlukan pada suatu tingkat pencapaian laba yang diinginkan yang juga biasa disebut Analisis Biaya-VolumeLaba . Bambang Riyanto, dalam bukunya "Dasar-dasar pembelanjaan Perusahaan" mengemukakan pengertian Analisa Break Even sebagai berikut: "Analisa Break Even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan ,volume, maka analisa tersebut sering juga disebut 'cost-profit volume analysis (CPV analysis)', (1982: 290)". Istilah Break Even dipakai bilamana suatu perusahaan hanya mampu menutup biaya produksi dan biaya usaha yg diperlukan dalam menjalankan kegiatannya. Dengan demikian pengertian Break Even adalah suatu keadaan di mana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik yang bersifat variabel maupun yang bersifat tetap. Dengan kata lain keadaan break even menunjukkan jumlah laba sama dengan nol atau bahwa Penghasilan Total sama dengan Biaya Total. Analisa ini juga mampu menunjukkan bagaimana jumlah keuntungan yang diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan pada salah satu atau lebih dari faktor berikut ini: (1) harga jual produk: naik atau turunnya harga jual akan berpengaruh terhadap penghasilan penjualan. (2) jumlah unit yang terjual: juga perubahan dari jumlah unit terjual akan secara langsung mempengaruhi penghasilan penjualan. (3) Biaya produksi dan/atau biaya usaha: yang terakhir ini akan mempengaruhi biaya keseluruhan yang harus diperhitungkan terhadap hasil penjualan.

Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan penjualan dengan keseluruhan biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena itu alasisa break even sering juga disebut sebagai Analisa Cost-Profit-Volume (Analisa C.P.V)

2.2

Manfaat analisa BEP dalam pengambilan keputusan Karena anggaran perusahaan adalah alat bantu manajemen di bidang perencanaan dan pengawasan, maka penggunaanalat BEP dalam sistem penganggaran harus menggunakan data anggaran. Dengan demikian tingkat Break Even yang dihasilkan akan merupakan perkiraan break even untuk waktu yang akan datang. Kegunaan BEP yang dianggarkan adalah: (1) Bukan untuk membantu menentukan berapa jumlah penjualan yang dapat diharapkan, melainkan untuk memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal yang harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita rugi. Hal itu penting karena kemunduran dalam penjualan yang disebabkan oleh berbagai hal dapat saja terjadi, artinya penjualan riil lebih kecil dari penjualan yang dianggarkan. Bila perusahaan tidak ingin menderita rugi, maka pimpinan harus tahu batas pengurangan penjualan yang dapat ditolerir. Dan batas yang dimaksud dapat ditentukan melalui analisis break even. Ada sementara penulis yang mengatakan bahwa analisa Break even dapat digunakan untuk menentukan volume penjualan yang direncanakan. Tetapi akan lebih tepat kiranya bila dikatakan bahwa jumlah penjualan yang dapat diraih oleh perusahaan bukannya ditentukan dengan perhitungan-perhitungan yang dibuat di atas kertas, melainkan lebih ditentukan oleh berbagai upaya pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan itu dalam kaitannya dengan situasi persaingan yang dihadapi di pasar penjualan. Dalam keadaan pasar yang dikuasai oleh pembeli, penentuan sasaran penjualan dengan memperhatikan situasi persaingan kiranya akan lebih tepat diabanding dengan cara lain. Analisa break even dalam hal ini bermanfaat untuk menilai apakah sasaran penjualan yang telah ditentukan kiranya akan memberikan keuntungan atau tidak, dan berapa jauh kemunduran penjualan dapat ditolerir. (2) Analisa break even point juga dapat dipakai untuk menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada persyaratan tertentu, misalnya penjualan yang memberikan sejumlah laba tertentu. Jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh akan sama dengan jumlah penjualan pada keadaan Break even ditambah sejumlah penjualan lain yang diperlukan untuk memperoleh laba yang dimaksud.

2.3

Asumsi dari Analisa Break Even Point

Analisa Break Even Point membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya. Asumsiasumsi itu adalah : (1) Bahwa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkirakan jumlahnya secara tepat. Dengan demikian perubahan tingkat produksi dapat dijabarkan menjadi perubahan tingkat biaya. (2) Biaya yang diperkirakan itu dapat dipisahkan mana yang bersifat variabel dan mana yang merupakan beban tetap (fixed cost). Analisa break even point hanya dapat dihitung bilamana sebagian biaya merupakan beban tetap. (3) Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi, artinya apa yang diproduksi dianggap terjual habis. Dengan demikian tingkat persediaan barang jadi tidak mengalami perubahan, atau perusahaan sama sekali tidak menyediakan stock barang jadi. (4) Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak mengalami perubahan. Ini berarti pasarnya demikian sempurna atau bahwa share pasaran perusahaan sedimikan kecilnya sehingga tidak akan mampu merubah harga pasar yang terjadi. (5) Efisiensi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah, sehingga biaya variabel setiap unit produk sama untuk berbagai volume produksi. (6) Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian biaya tetap keseluruhan juga tidak berubah. (7) Perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk akhir. Bilamana dalam kenyataannya produk yang dibuat lebih dari satu macam, maka sales mix dipertahankan tetap sama. Di dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak dapat dipenuhi. Namun demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi validitas dan kegunaan analisa BEP sebagai satu alat bantu pengambilan keputusan. Hanya saja diperlukan suatau modifikasi tertentu dalam penggunaannya 2.4 Cara Penentuan Tingkat Break Even Point

Terdapat tiga pendekatan yang dipakai dalam menghitung tingkat Break Event Point perusahaan untuk suatu periode. Tiga pendekatan itu adalah: (1) (2) (3) Pendekatan secara Tabelaris, yaitu dengan cara menghitung jumlah penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat atau volume penjualan/produksi. Pendekatan secara Grafis, yaitu dengan menggambar kurva Penghasilan, Biaya Tetap, dan Biaya Total pada berbagai tingkat penjualan/produksi. Pendekatan secara Arithmatik, yaitu dengan menggunakan rumus ini: a. Pendekatan total: TFC BE TVC 1 TR

BE =

b. Pendekatan per unit: BE = Data: Rencana Penjualan Perusahaan , 1986 = 5.000.000

PENJUALAN DIANGGARKAN 200.000 U @25 BIAYA: 1. 2. 3. 4. 5. Material TKL BOP Biaya Adm Biaya Penjualan FIXED VARIABEL

900.000 1000.000 700.000 300.000 600.000 100.000 500.000 300.000 1.800.000 2.600.000 = 4.400.000 Laba dianggarkan = 600.000 Kapasitas Produksi Maksimal : 250.000 unit

2.4.1 Pendekatan Secara Tabelaris Pendekatan tabelaris dilakukan dengan cara menghitung jumlah penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat penjualan/produksi. Dengan pendekatan ini berarti perusahaan dalam meramalkan pada tingkat atau volume penjualan berapa perusahaan pada titik break event atau laba sama dengan nol dilakukan dengan coba-coba artinya peramalan dilakukan satu persatu sampai ditemukan selisih antara kolom jumlah penghasilan dan biaya sama dengan nol. Berdasarkan data Rencana Penjualan Perusahaan tahun 1986, dapat diketahui bahwa harga jual per unit Rp 25, biaya variabel per unit produk Rp 13 (Rp 2.600.000 dibagi 200.000 unit), beban tetap produksi maupun biaya keseluruhan berjumlah Rp 1.800.000. Berdasarkan data di atas dapat dibuat perkiraan laba pada berbagai tingkat

PRODUKSI/PENJUALAN (DALAM RIBUAN RUPIAH) 100.000 PENGHASILAN BIAYA: VC FC (1th) TC LABA ANGGARAN 2.500 1.300 1.800 3.100 -600 125.000 3.125 1.625 1.800 3.425 -300 150.000 3.750 1.950 1.800 3.750 0 200.000 5.000 2.600 1.800 4.400 +600

Pada tingkat penjualan terendah (100.000 unit atau Rp 2.500.000) perusahaan akan menderita kerugian Rp 600.000 dan pada tingkat penjualan tertinggi (200.000 unit atau Rp 5.000.000) akan memperoleh keuntungan Rp 600.000,- volume BEP akan dicapai pada tingkat penjualan sebesar 150.000 unit atau penghasilan penjualan sebesar Rp 3.750.000,- Pada tingkat mana penghasilan keseluruhan (TR) sama dengan biaya keseluruhan (TC). Sehingga pada tingkat tersebut laba perusahaan sama dengan nol. Dengan demikian volume Break Even dicapai pada tingkat penjualan 75% dari volume penjualan yang dianggarkan, yang berasal dari perhitungan: atau Angka 75% ini juga sekaligus dapat menunjukkan bahwa bilamana terjadi penurunan dalam penjualan sebanyak 100% - 75% = 25% dari volume yang dianggarkan, maka perusahaan tidak lagi dapat mengharapkan adanya keuntungan. Dengan kata lain 25% ini menunjukkan batas maksimal turunnya penjualan yang dapat ditolerir untuk dapat mencegah terjadinya kerugian. Angka itu juga disebut dengan istilah safety margin (Margin of Safety). Safety Margin = 1

Atau

Dengan demikian semakin rendah angka presentase break even atau semakin tinggi angka safety margin, semakin baik perusahaan itu. Oleh karenanya perusahaan cenderung untuk mengusahakan angka presentase break evennya serendah mungkin. 2.4.2 Pendekatan Secara Grafis

Pada tingkat BEP dapat dihitung dengan berbagai macam rumus secara sistematis selain itu juga perhitungan untuk menentukan luas operasi pada tingkat BEP dapat dilakukan dengan suatu rumus tetapi untuk menggambarkan tingkat volume dengan labanya maka diperlukan grafik atau bagan BEP. (Slamet Munawir, 1992 : 185). Pada gambar tersebut akan nampak jelas garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel serta garis penghasilan penjualan. Besarnya volume penjualan atas produksi dalam unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu x) dan besarnya biaya dan penghasilan akan nampak pada sumbu vertikal (sumbu y). pada gambar tersebut titik impas terletak pada persilangan antara garis penjualan dengan garis biaya tetap. Cara membuat grafik garis impas dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Garis biaya tetap digambarkan horizontal sejajar dengan sumbu x 2. Garis biaya tetap digambarkan sejajar dengan garis biaya variabel Dengan menggunakan sumbu X sebagai petunjuk volume kegiatan dan sumbu Y menunjukkan nilai rupiah dari penghasilan dan biaya, maka titik break even akan diketahui dari perpotongan antara kurva Penghasilan keseluruhan dengan biaya keseluruhan (TR = TC) Gambar adalah sebagai berikut:

Grafik break even dapat dibuat dengan meletakkan garis Biaya Total di atas garis Biaya Tetap Total atau di atas garis Biaya Variabel Total, hasilnya akan sama saja, yaitu break even dicapai pada tingkat penghasilan sebesar Rp 3.750.000 (pada sumbu Y) atau 150.000 unit (pada sumbu X) Cara penggambaran di sebelah kanan lebih tepat karena menunjukkan bahwa Biaya Variabel-lah yang lebih relevan untuk ditutup terlebih dahulu sebelum penghasilan penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap. Hal itu benar karena biaya tetap merupakan biaya yang sudah terlanjur (sunk cost). Sehingga keputusan untuk meneruskan atau menghentikan produksi harus didasarkan pada keadaan bahwasanya selama penghasilan dari penjualan masih dapat menutup biaya variabel keseluruhan, maka selama itu pula lebih menguntungkan untuk meneruskan produksi daripada menghentikannya. Apalagi bilamana masih ada sisa penghasilan yang tersedia untuk memikul sebagian dari beban tetap. Dengan demikian dengan meneruskan produksi maka

kerugian perusahaan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan kerugian yang harus dipikul sebagai akibat menghentikan produksi. 2.4.3 Pendekatan secara arithmatik Break even dapat diketahui dengan memasukkan data anggaran sebagai berikut. a. Atas dasar keseluruhan BE =

= Rp 3.750.000 atau 150.000 unit


b. Atas dasar per unit produk BE = = 150.000 unit Rumus Break Even keseluruhan akan menghasilkan perhitungan Break Even dalam rupiah, sedang analisa per unit produk menghasilkan Break Even dalam jumlah fisik produk. Bagian dari rumus BEP secara keseluruhan yang berupa:

= 0,52 atau 52%

Juga disebut sebagai Variable Cost Ratio sebesar 52% berarti bahwa 52% dari keseluruhan penghasilan, atau 52 sen dari setiap Rp 1, penghasilan yang terpakai untuk menutup biaya variabel. Sehingga sisanya yang 48% (1 - 0,52 atau 100% - 52%) disebut Profit Volume Ratio. Yaitu bagian dari penghasilan yang tersisa dan tersedia untuk menutup biaya tetap, dan seterusnya akan tersedia sebagai keuntungan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan akan cenderung unuk megusahakan agar Variable Cost ditekan serendah mungkin, atau Profit Volume ratio dinaikkan setinggi mungkin.

2.5 Margin of Safety Margin of Safety (MoS) menjelaskan bahwa hubungan antara penjualan pada tingkat Break Event Point merupakan batas keamanan atau Margin of Safety yang besar adalah lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang MoS nya rendah karena MoS menunjukkan indikasi bagi manajemen tentang berapakah penurunan yang dapat ditolerir

sehingga perusahaan tidak menderita rugi tapi juga belum memperoleh laba. Margin of Safety dapat dihubungkan langsung dengan keuntungan perusahaan dengan rumus : Profit = Marginal Income Ratio x Margin of Safety = MIR x MOS Sedangakan untuk rumus Margin of Safety itu sendiri: MoS = Budget sales Break even sales MoS% =

x100%

2.5.1 Shut Down Point Titik penutupan usaha (shut down point) merupakan suatu titik yang menentukan perusahaan harus menutup usahanya atau berhenti berproduksi bila pendapatan tidak dapat menutupi biaya tunainya (cost > revenue). Untuk dapat menghitungnya bisa dilakukan dengan mencari titik impas atau dengan melihat berapa besarnya total biaya dimana pendapatan penjualan dibawah Total biaya maka perusahaan secara ekonomis tidak pantas untuk dilanjutkan karena akan menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar biaya tunainya. Keputusan untuk menutup usaha dilakukan dengan mempertimbangkan : 1. Pendapatan penjualan dengan biaya tunai Biaya tunai (cash cost atau out of pocket costs) adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera dengan uang kas. Sedangkan dalam PSAK adalah biaya yang memerlukan pengeluaran dengan uang kas sekarang atau dalam jangka pendek bagi pengambilan keputusan. Contoh : biaya tetap dan variabel seperti biaya pemeliharaan, gaji pegawai pabrik dan lain-lain. 2. Biaya terbenam (sunk cost) Pengeluaran yang dilakukan di masa lalu yang manfaatnya masih dinikmati sekarang. Contoh : biaya depresiasi, amortisasi dan deplesi Shut down point dapat dicari dengan : a. Dalam rupiah =

b. Dalam satuan =

Anda mungkin juga menyukai