Anda di halaman 1dari 21

Break Even Point

KEWIRAUSAHAAN

Disusun oleh:

SITI ROCHAENI
(3215111230)
Dosen:

Dr. Ir. Vina Serevina

Pendidikan Fisika Reguler 2011


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisa break even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Dalam
perencanaan keuntungan, analisa break even merupakan profit planning
approach yang mendasarkan hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan
penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan
muncul masalah break even dalam perusahaan tersebut. Masalah break even baru
muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah
ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap
secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume
produksi.
Karena adanya unsur variabel di satu pihak dan unsur tetap di lain pihak,
maka dapat terjadi suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita
kerugian, karena penghasilan penjualannya hanya menutup biaya variabel dan
sebagian saja dari biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dari penghasilan penjualan
yang tersedia untuk menutup biaya tetap tidak cukup untuk menutup biaya
tetapnya. Penghasilan penjualan dikurangi biaya variabel merupakan bagian dari
penghasilan penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap biasa dinamakan
contribution margin atau contribution to fixed cost. Apabila contribution
margin lebih besar daripada biaya tetap, berarti penghasilan penjualan lebih besar
daripada biaya total, maka perusahaan mendapatkan keuntungan.

Berhubung dengan itu maka sangatlah penting pimpinan suatu perusahaan


untuk mengetahui pada volume kegiatan atau volume produksi penjualan berapa
penghasilan penjualan dapat menutup biaya totalnya untuk menghindarkan
kerugian. Volume penjualan di mana penghasilannya (revenue) tepat sama
besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan
keuntungan atau menderita kerugian dinamakan break even point.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah Bagaimana
cara menentukan break even point di dalam pembelanjaan sebuah perusahaan?

C. Tujuan
Tujuan dari penentuan break even point adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan
agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
2. Untuk mengetahui jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh keuntungan tertentu.
3. Untuk mengetahui seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar
perusahaan tidak menderita rugi.
4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan
volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan
dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak
menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian
sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya
menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup
biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya
variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan
sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel
dan biaya tetap yang harus dikeluarkan (Alwi, 1994). Break even point atau
disebut juga titik impas yaitu tingkat operasi (dolar penjualan atau jumlah
produksi) yang pada tingkat ini tidak terjadi laba maupun rugi. (Thomas
W.Zimmerer, 2002)
Titik break-even (break even point) yaitu volume penjualan yang total
penerimaan penjualannya sama dengan total biaya (Longenecker, 2001). Titik
impas merupakan tingkat pendapatan penjualan yang sama dengan total biaya
variabel dan tetap atas volume output tertentu pada tingkat penggunaan kapasitas
tertentu. (Jae K. Shim dan Joel G. Siegel, 2000)
Menurut (Welsch, 2000), analisis titik impas menekankan pada tingkat
keluaran atau aktivitas produktif di mana pendapatan penjualan tepat sama dengan
biaya total, tidak terdapat laba maupun rugi. Menurut (Simamora, 1999), titik

impas (Break Even Point) adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan
dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih.
Titik impas dari jumlah produksi artinya adalah bahwa jumlah produksi, yang
diwakili dengan unit, yang menyebabkan tingkat EBIT menjadi nol. Sehingga
penggunaan model titik impas dapat:
1. Menentukan kuantitas dari produk yang harus dijual untuk menutupi
seluruh biaya operasi yang dibedakan dari biaya modal, dan
2. Menghitung EBIT yang dapat dicapai pada tingkat produksi yang berbedabeda. (Arthur J. Keown, 2000)
Menurut (Ahyari, 1986), yang dimaksud dengan titik pulang pokok (break
even point) di dalam hal ini adalah merupakan suatu titik yang menunjukkan
keadaan total penerimaan pendapatan sama dengan total biaya yang ada di dalam
perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa titik
pulang pokok ini merupakan titik dimana perusahaan tidak menderita kerugian dan
memperoleh keuntungan.
Sedangkan

menurut

(Riyanto,

2008),

volume

penjualan

di

mana

penghasilannya (revenue) tepat sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga


perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian dinamakan
Break Event Point. Dalam mengadakan analisa break even, digunakan asumsiasumsi dasar sebagai berikut:
1. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya vaiabel dan
golongan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per
unitnya adalah tetap sama.

3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
5. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi
lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara
masing-masing produk atau sales mix-nya adalah tetap sama.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
break even point adalah titik dimana perusahaan dalam operasinya tidak menderita
kerugian ataupun mendapat keuntungan, dimana total penerimaan pendapatan
sama dengan total biaya yang ada dalam perusahaan.

B. Manfaat Break Even Point (BEP)


Analisis break even, secara umum dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat
keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis
break even sering juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan
antara lain mengenai:
1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan
tertentu.
3. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
menderita rugi.
4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan
volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh. (Alwi, 1994)
C. Jenis Biaya Berdasarkan Break Even Point

Biaya yang harus dikeluarkan di dalam pelaksanaan operasi perusahaan yang


bersangkutan ini terdiri dari berbagai macam. Jumlah dan jenis biaya dalam
rangka pelaksanaan operasi perusahaan ini akan dapat dipisahkan atas dasar
berbagai macam keperluan pula. Untuk keperluan analisis pulang pokok ini
berbagai macam biaya tersebut akan dipisahkan menurut hubungannya dengan
perubahan tingkat kegiatan dalam perusahaan tersebut, sehingga akan diketahui
bagaimana perilaku biaya tersebut dalam hubungannya dengan perubahan tingkat
kegiatan dalam perusahaan. Di dalam hal ini, seluruh biaya yang ada di dalam
perusahaan tersebut dibagi menjadi tiga macam, yaitu biaya tetap, biaya variabel,
dan biaya semi variabel. Masing-masing biaya tersebut akan mempunyai pola dan
perilaku sendiri-sendiri, sehingga di dalam hubungannya dengan analisis pulang
pokok yang akan dilaksanakan tersebut, biaya ini perlu diketahui jumlahnya
masing-masing dan juga hubungannya antara biaya tersebut dengan tingkat
kegiatan yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan. (Ahyari, 1986)
Analisis break even, bertitik tolak dari konsep pemisahan biaya (direct costing
system) yaitu:
1. Variabel Cost (biaya Variabel)
Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan
perubahan volume penjualan. Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara
total. Sehingga dalam pengertian ini, variable cost dapat dihitung berdasarkan
presentase tertentu dari penjualan. Atau variable cost per unit dikalikan dengan
penjualan dalam unit. Contohnya: Biaya perlengkapan, Biaya bahan bakar, Gaji
satpam dan pesuruh pabrik dll.
Secara grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut (Alwi, 1994):

Gambar 1. Grafik variabel cost

Biaya variabel kadang-kadang disebut biaya langsung. Biaya variabel adalah


tetap untuk per unit output, tapi secara total berubah bila output berubah. Total
biaya variabel dihitung dengan mengambil biaya variabel per unit dan
mengalikannya dengan jumlah yang diproduksi dan dijual. (Arthur J. Keown,
2000)
Sesuai dengan namanya, biaya variabel (biaya berubah atau variabel cost) di
dalam sebuah perusahaan ini merupakan suatu biaya yang jumlahnya berubahubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi yang ada di dalam perusahaan
yang bersangkutan. Sebagaimana di dalam pengertian biaya tetap dalam
perusahaan tersebut, maka titik berat pengertian berubah-ubah dari biaya variabel
ini adalah jumlah dari biaya variabel tersebut dan bukannya besarnya biaya
variabel per unit. (Ahyari, 1986)
2. Fixed Cost (biaya tetap)
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh
volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time)
sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh: Biaya
penyusutan, Pajak bumi dan bangunan, Biaya komunikasi, Biaya sewa dll.
Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan akan
nampak seperti berikut:

Gambar 2. Grafik fix cost

Biaya tetap juga disebut biaya tidak langsung, tidak mengalami penambahan
dalam jumlah totalnya sedangkan volume penjualan atau kuantitas output berubah
dalam sejumlah output yang relevan. (Arthur J. Keown, 2000)
Biaya tetap dalam perusahaan (seringkali disebut fixed cost) adalah
merupakan biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada perubahan tingkat
kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut dalam interval tertentu. (Ahyari,
1986)
3. Semi Varibel Cost
Jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang
disebut dengan semi fixed cost. Contoh: komisi bagi salesman (komisi bagi
salesman ini tetap untuk range atau volume tertentu, dan naik pada level yang
lebih tinggi). Biaya komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan
akan naik pada level yang lebih tinggi. Bila digambarkan akan nampak seperti
gambar:

Gambar 3. Grafik semi variabel cost

Khusus untuk semi variable cost ini sering membingungkan bagaimana


menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap
yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung
biaya variable yang terkait dengan naiknya volume penjualan.
Struktur biaya yang tetap dalam suatu waktu tertentu, kemudian meningkat
tajam ketika output bertambah, sampai pertambahan tingkat tertentu tetap, dan
kemudian naik lagi bersamaan dengan kenaikan output ke tingkat yang lebih tinggi
dinamakan biaya semi variabel. (Arthur J. Keown, 2000)
Biaya semi variabel ini adalah merupakan suatu biaya di mana di dalam biaya
tersebut terkandung adanya biaya tetap dan biaya variabel sekaligus. (Ahyari,
1986)

D. Menentukan Break Even Point


1. Trial and Error
Perhitungan break even point dapat dilakukan dengan coba-coba, yaitu dengan
menghitung keuntungan operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu.
Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume
penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume
penjualan/produksi tertentu, perusahaan menderita kerugian maka dengan

mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar. Demikian seterusnya


hingga mencapai volume penjulan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat
sama dengan besarnya biaya total. (Riyanto, 2008)

2. Mathematical Approach
Di dalam perhitungan pulang pokok (break even point) ini nantinya akan
selalu berhubungan dengan masalah penerimaan pendapatan perusahaan, biaya
yang

harus

ditanggung

perusahaan

dan

tingkat

produksi

yang

akan

diselenggarakan oleh perusahaan tersebut.


Sebagaimana telah diutarakan di atas, maka yang disebut dengan keadaan
pulang pokok ini adalah merupakan keadaan di mana penerimaan pendapatan
perusahaan adalah sama dengan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan
yang bersangkutan tersebut.

Dengan demikian apabila perusahaan berada di

dalam keadaan pulang pokok, berarti panerimaan pendapatan akan sama dengan
biaya yang ditanggung oleh perusahaan tersebut. Jika penerimaan pendapatan ini
diberikan simbol TR (total revenue atau sama dengan penerimaan pendapatan
total) sedangkan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut diberikan
simbol TC (total cost atau sama dengan biaya total), maka keadaan pulang pokok
ini dicapai apabila TR = TC.
Apabila keadaan ini ditinjau lebih jauh lagi, maka sebenarnya penerimaan
pendapatan total dalam suatu perusahaan atau TR ini adalah merupakan perkalian
dari jumlah unit yang dijual dengan harga jual per unit dalam perusahaan yang
bersangkutan tersebut. Demikian pula yang dimaksud dengan TC atau biaya total
ini adalah merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel di dalam
perusahaan yang bersangkutan tersebut. Lebih jauh lagi, biaya variabel ini
merupakan perkalian dari biaya variabel per unit dengan jumlah unit yang ada di
dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian maka keadaan pulang pokok di

dalam perusahaan pada umumnya, secara matematis dapat dituliskan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:

TR=TC
P .Q=FC +V .Q

Dimana:
TR = Total Revenue (penerimaan pendapatan total)
TC = Total Cost (biaya total)
P = harga jual per unit
FC = biaya tetap total
V = biaya variabel per unit
Q = tingkat produksi dalam perusahaan (unit)

Bila ditelaah lebih jauh, maka persamaan di atas akan dapat disederhanakan
lagi untuk memperoleh perhitungan pulang pokok dalam perusahaan. Adapun
perhitungan pulang pokok tersebut akan diperoleh dengan cara berikut ini:

P .Q=FC +V .Q
P .QV . Q=FC

Q ( PV )=FC
Q=

FC
PV

Dengan mempergunakan rumus tersebut, masalah pulang pokok ini akan


dapat diselesaikan dengan cepat di dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Namun demikian seperti diketahui, simbol Q di atas merupakan simbol dari
tingkat produksi di dalam perusahaan yang dinyatakan dalam satuan unit produk,
sehingga dengan demikian maka pulang pokok yang diselesaikan dengan
mempergunakan rumus di atas adalah merupakan keadaan pulang pokok yang
dinyatakan dalam satuan unit produk, dan bukan satuan unit rupiah.

Bila ingin memperoleh satuan rupiah dalam perhitungan pulang pokok


tersebut, maka satuan unit tersebut dikalikan dengan harga jual per unit, sehingga
diperoleh satuan rupiah dalam perusahaan yang bersangkutan. Namun dalam hal
ini perlu diperhatikan, di dalam persamaan di atas apabila Q (ruas kiri) dikalikan
dengan jumlah tertentu, maka ruas kanan juga harus dikalikan dengan jumlah yang
sama pula. Dengan demikian maka persamaan tersebut akan dapat ditelusur
kembali menjadi persamaan berikut ini (Ahyari, 1986):
Q=

FC
PV

Q . P=

FC . P
PV

Q . P=

FC
( PV )/P
Q . P=

FC
1V /P

Berdasarkan perumusan matematis yang didapatkan di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa perhitungan pulang pokok (break even point) dengan
menggunakan rumus aljabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Riyanto,
2008):
a. atas dasar unit (rumus 1)
FC

BEP (Q/unit)
PV
b. atas dasar sales dalam rupiah (rumus 2)
FC

BEP (dalam rupiah)


1VC /S
Keterangan:
VC (Variabel Cost)= Variabel Cost per unit x Quantity
VC = V x Q
S (Sales) = Price per unit x Quantity
S=PxQ

3. Graphical Approach
Salah satu cara untuk menentukan break even point adalah dengan membuat
gambar break even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap,
biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis
penghasilan penjualan. (Riyanto, 2008)
Grafik kerap dibuat agar para manajer dapat memvisualisasikan titik impas
dan profitabilitas dari bermacam-macam kombinasi pendapatan dan biaya dalam
kisaran volume penjualan tertentu. Ancangan grafis ini terutama berfaedah bagi
para manajer dalam mengevaluasi dampak perubahan tingkat volume di masa
silam atau volume penjualan yang diproyeksikan pada masa yang akan dating.
Dengan memakai grafis, manajer dapat menghindari perhitungan-perhitungan
matematis yang setiap kali diperlukan pada waktu tingkat penjualan yang berbeda
tengah dipertimbangkan.
Pada grafik titik impas, tingkat volume atau aktivitas biasanya diperlihatkan
oleh sumbu/aksis horizontal, dan jumlah rupiah penjualan serta biaya
diperlihatkan oleh sumbu vertical. Garis-garis kemudian ditarik untuk
menunjukkan biaya tetap, jumlah biaya, dan jumlah pendapatan. Titik impas
terletak pada perpotongan antara garis pendapatan dan garis biaya. Kerugian
terletak pada bidang sebelah kiri titik impas, sedangkan bidang sebelah kanan
adalah keuntungan. (Simamora, 1999)
Perhitungan pulang pokok untuk perusahaan-perusahaan pada umumnya akan
menjadi lebih jelas apabila disertai dengan bagan atau gambar dari pulang pokok
tersebut. Dengan bagan pulang pokok tersebut, maka akan dapat lebih mudah dan
jelas bagaimana hubungan antara penerimaan pendapatan perusahaan yang
bersangkutan tersebut dengan biaya dan tingkat produksi yang dilaksanakan

dalam perusahaan tersebut. Keadaan pulang pokok dalam perusahaan juga akan
menjadi lebih jelas dalam bagan pulang pokok. (Ahyari, 1986)
Secara grafis titik break even ditentukan oleh persilangan antara garis total
revenue (penghasilan penjualan) dan garis total cost (biaya total).

Gambar 4. Grafik break even point

Grafik break even point pada gambar.4 diatas, digambarkan berdasarkan


pendekatan linier. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa:
1. Setiap terjadi kenaikan penjualan, diikuti kenaikan laba. Ini berarti jika
penjualan maksimum, laba akan maksimum.
2. Harga jual dan variabel cost per unit dependen terhadap volume penjualan.
(Alwi, 1994)
Apabila dari titik tersebut di tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu
X akan nampak besarnya besarnya break even dalam unit. Kalau dari titik itu
ditarik garis lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya
break even dalam rupiah. (Riyanto, 2008)
Keterbatasan analisis break even
Analisis break even dapat dirasakan manfaatnya apabila titik break even,
dapat dipertahankan selama periode tertentu.

Keadaan ini bisa dipertahankan apabila, biaya-biaya dan harga jual adalah
konstan, karena naik turunnya biaya dan harga jual akan mempengaruhi titik break
even.
Dalam kenyataan analisis ini agak sukar untuk diterapkan. Oleh sebab itu bagi
analis, perlu diketahui bahwa analisis break even, mempunyai limitasi-limitasi
tertentu, yaitu:
1. Fixed Cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu.
2. Variabel Cost dalam hubungannya dengan sales, haruslah konstan.
3. Sales mix adalah konstan. (Ahyari, 1986)
E. Contoh Aplikasi BEP
Perusahaan Indojaya yang bergerak di bidang produksi kain, memiliki :
a. Biaya tetap sebesar Rp. 300.000,-. (FC)
b. Biaya variabel per unit Rp. 40,- (V)
c. Harga jual per unit Rp. 100,- (P)
d. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. (Q)
Untuk menentukan break even point berdasarkan contoh di atas dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Trial and Error
Misal dari contoh aplikasi, diambil volume produksi 6.000 unit, maka
dapat dihitung keuntungan operasi adalah:
(6.000 x Rp. 100,00) - (Rp. 300.000,00 + (6.000 x Rp. 40,00))
= Rp. 600.000,00 - (Rp. 300.000,00 + Rp. 240.000,00) = Rp. 60.000,00
Atau hasil dalam unit adalah Rp. 60.000,00/Rp. 100,00 = 600 unit
Jadi, pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan
keuntungan. Ini berarti bahwa BEP-nya terletak di bawah 6.000 unit.

Misalkan diambil 4.000 unit, dan hasil perhitungan adalah sebagai


berikut:
(4.000 x Rp. 100,00) - (Rp. 300.000,00 + (4.000 x Rp. 40,00))
= Rp. 400.000,00 - (Rp. 300.000,00 + Rp. 160.000,00) = Rp. -60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp.
60.000,00. Ini berarti bahwa break even pointnya lebih besar dari 4.000
unit.

Misal kita ambil volume produksi 5.000 unit, dan hasil perhitungannya
adalah :
(5.000 x Rp. 100,00) - (Rp. 300.000,00 + (5.000 x Rp. 40,00))
= Rp. 500.000,00 - (Rp. 300.000,00 + Rp. 200.000,00) = Rp. 0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai breakeven point yaitu yang di mana keuntungan netonya sama dengan nol.
(Riyanto, 2008)

2. Mathematical Approach
Dari contoh Aplikasi diatas maka dengan menggunakan perumusan BEP
didapat (Riyanto, 2008):
a) Dasar Unit
BEP=

Rp .300.000,00
=5.000unit
Rp .100,00Rp .40,00

b) Dasar Sales ( dalam rupiah)


BEP=
BEP ( Rp )=

Rp .300.000,00
Rp . 400.000,00
1
Rp .1.000 .000,00

FC
V C Rp. 500.000,00
(1
)
S

3. Graphical Approach
Gambar.5 Grafik break even point

(Octa, 2012)
Tahap-tahap pembuatan grafik titik impas adalah sebagai berikut:

Membuat sumbu vertikal untuk jumlah rupiah penjualan dan biaya dari
perusahaan. Sedangkan sumbu horizontal menunjukkan volume penjualan

yang dilakukan oleh perusahaan.


Garis penjualan dipatok mulai dari nol pada sisi kiri grafik. Titik kedua
ditentukan dengan mengalikan setiap unit penjualan pada aksis horizontal
dengan harga jual per unit Rp. 100,00. Sebagai contoh, untuk penjualan
10.000 unit, maka jumlah penjualan akan sebesar Rp. 1.000.000,00
(10.000 x Rp. 100,00). Garis penjualan lalu ditarik mulai dari nol hingga

ke titik pertemuan antara volume 10.000 unit dan Rp. 1.000.000,00 .


Menarik garis biaya tetap secara horizontal mulai dari sumbu vertikal,
pada contoh Rp. 300.000,00 karena komponen biaya tetap besarnya Rp.

300.000,00.
Garis biaya ditarik mulai dari titik biaya tetap tadi (Rp. 300.000,00) pada
sumbu vertikal. Titik kedua ditentukan dengan mengalikan setiap unit
dengan biaya veriabel lalu ditambahkan dengan biaya tetap. Sebagai
contoh, untuk volume penjualan sebanyak 10.000 unit, maka besarnya
jumlah biaya adalah Rp. 700.000,00 (yakni, Rp. 40,00 x 10.000 unit + Rp.

300.000,00). Garis biaya lalu ditarik mulai dari titik pertama sampai titik

kedua.
Interseksi (Perpotongan) antara garis pendapatan dan garis biaya itulah
yang merupakan titik impas. (Simamora, 1999)

Dari gambar di atas nampak bahwa break even point tercapai pada volume
penjualan sebesar Rp. 500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Pada gambar terlihat bahwa break even point tercapai pada perpotongan antara
penghasilan penjualan (TR) dengan total biaya (TC).
Grafik titik impas tersebut menyoroti beberapa hal penting. Selama harga jual
melebihi biaya variabel (margin kontribusinya positif), maka penjualan lebih
banyak produk akan menguntungkan perusahaan, baik dengan meningkatkan laba
ataupun mengurangi kerugian. Oleh karena itu, perusahaan lebih baik tetap
beroperasi karena kerugiannya akan lebih besar lagi jikalau perusahaan
menghentikan atau menutup kegiatan usahanya. Hal seperti ini kerap terjadi pada
bisnis musiman. (Simamora, 1999)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang break even poin atau titik pulang pokok atau
titik balik modal, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Break even point adalah adalah titik dimana perusahaan dalam operasinya
tidak menderita kerugian ataupun mendapat keuntungan, dimana total
penerimaan pendapatan sama dengan total biaya yang ada dalam
perusahaan.
2. Masalah break even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping
mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap.
3. Analisis break even point dapat membantu pimpinan perusahaan dalam
menyusun rencana penjualan, biaya dan profit untuk periode selanjutnya
dengan memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhi break even
point yaitu harga jual, variabel cost per unit dan kemungkinan perubahan
pada biaya tetap.
4. Jenis biaya berdasarkan break even point digolongkan menjadi tiga, yaitu
biaya tetap (FC), biaya variabel (VC), dan biaya semi variabel.
5. Untuk menentukan break even point (BEP) dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui trial and error, melalui pendekatan matematika, dan
melalui pendekatan grafik.

DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1986. Analisa Pulang Pokok Pendekatan Garis Lurus. Yogyakarta: BPFE.
Alwi, S. 1994. Alat-Alat Analisis dalam Pembelanjaan. Yogyakarta: Andi Offset.

Arthur J. Keown, D. F. 2000. Dasar- Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba


Empat.
Jae K. Shim dan Joel G. Siegel. 2000. Budgeting :Pedoman Lengkap Langkahlangkah Penganggaran. Jakarta: Erlangga.
Longenecker, J. 2001. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta:
Salemba Empat.
Octa, M. 2012. Break Even Point. Retrieved from
http://merytaocta.blogspot.com/2012/04/break-event-point.html
Riyanto, B. 2008. Dasar- Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.
Simamora, H. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Thomas W.Zimmerer, N. M. 2002. Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis
Kecil. Jakarta: Prenhallindo.
Welsch, H. G. 2000. Anggaran Perencanaan dan Pengendalian Laba. Jakarta:
Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai