Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS BREAK EVEN POINT (TITIK IMPAS)

Oleh:

KELOMPOK 8

FEPRY (2014-03-0029)
MARTHA LENA (2014-03-0017)
TRI RATNASARI (2014-03-0008)
FANI CRISTINE (2014-03-0032)
NOVI KUMALASARI (2014-03-0007)
ANASTASIA WAHYU (2014-03-0022)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis

merupakan tujuan utama dan penting dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu

ukuran dalam menilai keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu

perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus

direncanakan lebih dahulu dengan baik dan terorganisir. Pihak manajemen suatu perusahaan

harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu

tujuan, yakni mendapat laba.

Untuk mencapai penilaian tersebut di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : biaya produksi,

harga jual, dan volume penjualan. Biaya akan menentukan harga jual, harga jual akan

mempengaruhi volume penjualan, volume penjualan akan mempengaruhi volume produksi dan

volume produksi akan mempengaruhi biaya.

Laba yang maksimal akan menjamin kelangsungan hidup perusahaan supaya terus

berjalan dari waktu ke waktu, manajemen yang baik dan efisien adalah manajemen yang

dapat mengelola dan mengambil keputusan yang berguna bagi kelangsungan hidup perusahaan

guna untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu fungsi manajemen adalah sebagai alat dalam
membantu perencanaan (planning). Salah satu pendekatan yang digunakan manajemen dalam

perencanaan laba adalah analisis titik impas (break even point).

1.2 Pengertian Break Even Point

Analisa Break Event adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara

Biaya Tetap, Biaya Variabel, Keuntungan dan Volume aktivitas. Masalah Break Event baru akan

muncul dalam perusahaan apabila perusahaan tersebut mempunyai Biaya Variabel dan Biaya

Tetap. Suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu dapat menderita kerugian dikarenakan

penghasilan penjualannya hanya mampu menutup biaya variabel dan hanya bisa menutup

sebagian kecil biaya tetap.

Contribution Margin adalah selisih antara penghasilan penjualan dan biaya variabel, yang

merupakan jumlah untuk menutup biaya tetap dan keuntungan. Perusahaan akan memperoleh

keuntungan dari hasil penjualannya apabila Contribution Marginnya lebih besar dari Biaya

Tetap, yang berarti total penghasilan penjualan lebih besar dari total biaya.

Break Event Point menyatakan volume penjualan dimana total penghasilan tepat sama

besarnya dengan total biaya, sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak

menderita kerugian.BEP ditinjau dari konsep kontribusi margin menyatakan bahwa volume

penjualan dimana kontribusi margin sama besarnya dengan total biaya tetapnya.

Adapun pengertian – pengertian Break Even Point menurut para ahli:

1. Menurut S. Munawir ( 2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan

sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan

tidak menderita rugi ( total penghasilan = total biaya)


2. Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost volume profit

analysis

Arti penting analisis break even point bagi manajer perusahaan dalam pengambilan

keputusan keuangan adalah sebagai berikut:

a. Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami

kerugian

b. Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu

c. Penetapan seberapa jauhkah menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak

menderita rugi

3. Menurut Purba (2002) Titik impas (break even point) berlandaskan pada pernyataansederhana,

berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk mengahsilkan produk tersebut.

4. Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila

telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak

mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugiaan.

5. Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak

mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan

biaya variabel) sama dengan biaya total penjualan sehingga tidak ada laba atau rugi
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan sumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variable dan golongan biaya

tetap.

b. Besarnya biaya variable secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan volume

produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.

c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume

produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena

adanya perubahan volume kegiatan.

d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.

e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusi lebih dari satu

macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk atau

“sales mix”-nya adalah tetap konstan.

1.3 Unsur - unsur Pokok Dalam Analisa Break Even Point

Analisa unsur-unsur yang mempengaruhi break even point yaitu biaya, volume, harga

jual serta laba itu sendiri

1.3.1 Biaya

Menurut Alwi (1994:44) menyatakan biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis.

Sumber ekonomis yang dimaksudkan adalah suatu sumber yang memiliki adanya sifat

kelangkaan (scarcity).
1.3.2 Klasifikasi biaya

Masing-masing biaya mempunyai perbedaan antara biaya yang satu dengan biaya

lainnya. Masing-masing perbedaan tersebut juga tergantung dari sudut pandangnya masing-

masing. Namun terkait dengan Break Even Point klasifikasi dari biaya yang dimaksudkan yaitu

berdasarkan sifatnya. Halim (1995:52) menyatakan bahwa: “Biaya berdasarkan sifatnya terdiri

dari biaya tetap, biaya variable dan biaya semi variabel”.

1. Biaya tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume

penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (fuction of time), sehingga jenis biaya ini akan

konstan selama periode tertentu. Contohnya gaji pegawai, biaya sewa, depresiasi, bunga hutang,

biaya asuransi, dan lain-lain. Beroperasi atau tidaaknya perusahaan, biaya ini tetap dikeluarkan.

Menurut Alwi (1994:110) menyatakan bahwa biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan

yang tidak terpengaruh dengan volume produksi. Atau dengan kata lain, turun naiknya volume

produksi tidak mempengaruhi besarnya biaya yang dimaksudkan. Untuk itu karakteristik biaya

tetap adalah sebagai berikut:

a. Jumlahnya tetap dalam suatu periode

b. Biaya tetap per unit berbanding terbalik dengan jumlah produksi, dalam arti semakin

besar jumlah produksi maka biaya tetap per unit semakin kecil demikian juga berlaku

sebaliknya.
2. Biaya Variabel (Variabel Cost)

Biaya variable merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume

penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variable total. Dalam pengertian ini

biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost

per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan

mentah, upah buruh langsung, komisi penjualan, biaya over head pabrik, (biaya yang dikeluarkan

untuk kelancaran proses produksi : biaya listrik, biaya air, biaya pemeliharaan mesin, dan lain-

lain.)

Alwi (1994:112) menyatakan biaya variable merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan

yang besarnya tergantung volume produksi, semakin besar volume produksi akan diikuti dengan

melonjaknya biaya tersebut dan demikian juga sebaliknya. Dengan demikian karakteristik biaya

variable antara lain:

a. Jumlahnya berfluktuasi berdasarkan volume produksi

b. Biaya variabel per unit relative tetap seiring dengan bertambahnya volume produksi,

tetapi secara keseluruhan total biaya variable berbanding lurus dengan jumlah produksi,

dimana semakin besar total biaya variable jumlah produksi semakin besar pula.

3. Biaya Semi Variabel

Biaya semi variabel adalah biaya yang memiliki 2 unsur yaitu unsur tetap dan variabel.

Unsur biaya yang tetap adalah biaya minimum untuk menyediakan produk/jasa, sedangkan unsur

biaya variabel adalah bagian dari biaya variabel yang turut dipengaruhi oleh perubahan volume

kegiatan produksi. Biaya semi variaabel adalah biaya yang perubahannya tidak berbanding lurus

dengan perubahan volume kegiatan. Contoh diantaranya adalah biaya listrik dan air, biaya
pemeliharaan dan perbaikan mesin, biaya pengawasan, biaya pajak penghasilan karyawan yang

ditanggung oleh perusahaan tersebut.

Alwi (1994:114) menyatakan bahwa biaya semi variable yaitu biaya yang merupakan

kombinasi antara biaya tetap dan biaya variabel. Seperti halnya upah karyawan yang didalamnya

termasuk upah tetap dan intensif karyawan.

1.3.3 Volume Penjualan

Yang dimaksud dengan volume yang terdapat dalam analisa Break Even Point adalah

jumlah unit produksi atau jumlah unit penjualan.Volume penjualan sangat mempengaruhi besar

kecilnya biaya variabel, semakin tinggi volume penjualan maka semakin tinggi pula biaya

variabel yang dikeluarkan, begitu pula dengan sebaliknya.

1.3.4 Harga Jual

Harga jual per unit adalah sejumlah uang yang diterima atau piutang yang timbul atas

penyerahan barang dan jasa kepada konsumen dalam setiap unitnya. Harga jual bisa berupa

harga jual bersih atau bisa harga jual kotor. Sedangkan yang digunakan dalam analisa Break

Even Point adalah harga jual bersih yang terlepas dari berbagai macam potongan.

Alwi (1994:234) menyatakan bahwa harga jual suatu produk pada umumnya adalah

kumpulan dari biaya produksi, biaya penjualan dan biaya lain-lain di tambah dengan sejumlah

keuntungan yang diinginkan produsen yang ditawarkan kepada konsumen. Sedang masing-

masing biaya tersebut mempunyai berbagai karakter yang berbeda antara biaya yang satu dengan

yang lain. Seperti halnya biaya tetap mempunyai karakteristik yang berbeda dengan biaya

variabel.
1.3.4.1 Tujuan Penetapan Harga

Tujuan penetapan harga menurut Kotler (1994:491-493) adalah: (1) survival, (2)

maximum current profit, (3) maximum current revenue, (4) maximum sales growth, (5) maximum

market skimming, (6) product quality leadership.

Penetapan harga jual pada suatu produk amatlah penting, kesalahan dalam penetapan

harga akan berakibat fatal bagi segi keuangan dan akan mempengaruhi kontinuitas usaha.

Ada beberapa metode yang biasanya digunakan dalam menetapkan harga menurut Kotler

(1994:498-506), yaitu:

1. Cost Based Pricing

a. Mark up pricing (cost plus pricing): adalah penetapan harga jual dengan menambah

tingkat keuntungan pada biaya-biaya yang telah dibebankan pada barang.

b. Target profit pricing : adalah penetapan harga jual yang didasarkan atas permintaan.

2. Buyer based pricing : adalah penetapan harga jual berdasarkan nilai / citra yang dirasakan

konsumen terhadap produk.

3. Competition based pricing

1. Going rate pricing : adalah penetapan harga jual berdasarkan harga yang ditetapkan

oleh pesaing.

2. Sealed – bid pricing : adalah penetapan harga jual dalam situasi dimana perusahaan

bersaing dengan cara menetapkan harga jual yang lebih rendah dari harga yang

ditetapkan pesaing.
1.3.5 Laba

Laba adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, dimana keuntungan ini berasal dari

penghasilan setelah dikurangi biaya.

Alwi (1994:267) menyatakan: “Variabel-variabel yang membentuk Break Even Point

adalah harga jual dan biaya (biaya tetap dan biaya variabel)”. Kedua variable tersebut saling

terkait antara satu dengan lainnya, perubahaan salah satu dari variabel yang dimaksud

mengakibatkan perubahan besarnya titik Break Even Point.

1.4 Manfaat dan Kegunaan BEP

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa analisa BEP sangat penting bagi pimpinan

perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan

jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui BEP kita akan mengetahui hubungan

antara penjualan, produksi, harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi

pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan.

Manfaat BEP antara lain adalah :

a. Alat perencanaan untuk menghasilkan laba.

b. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya

dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

c. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhaan.

d. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti.
e. Mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak

mengalami kerugian.

1.5 Kelemahan Analisa BEP.

Sekalipun analisa BEP ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat

dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan.

Beberapa kelemahan BEP antara lain :

1. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataan harga ini kadang-

kadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar.

Untuk menutuapi kelemahan itu, maka harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual

yang berbeda.

2. Asumsi terhadap cost, penggolongan biaya tetap dan biaya variabel juga mengandung

kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap tidak

bisa tidak harus berubah karena pembelian mesin-mesin atau peralatan lainnya. Dengan

demikian juga perhitungannya biaya variabel perunit juga akan dapat dipengaruhi

perubahan ini.

3. Jenis barang yang dijual tidak selalu satu jenis.

4. Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas.

5. Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume.
1.6 Perhitungan Dalam Analisa Break Even Point

1.Perhitungan Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”

Perhitungan break-even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan

menghitung keuntungan operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila

perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang

lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan menderita

kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar, Demikian

dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan

tepat sama dengan besarnya biaya total.

2.Perhitungan Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar

Perhitungan break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu:

a) atas dasar unit

b) atas dasar sales dalam rupiah.

a) Perhitungan break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

𝐹𝐶
𝐵𝐸𝑃 (𝑄) =
𝑃−𝑉

dimana

P = hargajual per unit

V = biaya variabel per unit


FC = biaya tetap

Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.


BAB II

CONTOH KASUS

2.1 Contoh Kasus Analisis BEP

2.1.1 Kasus Analisis BEP dengan Satu Jenis Produk

Contoh 2.1

Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit

Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit.

1. Dengan cara trial and error

Misalkan diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka

dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:

= (6.000 x Rp100,00) − Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))

= Rp600.000.00 − (Rp300.000,00 + Rp240.000,00) = Rp60.000,00

Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti

bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000 unit, dan hasil

perhitungannya adalah sebagai berikut:

=(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)

= Rp400.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00


Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti

bahwa break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit, dan hasil

perhitungannya adalah sebagai berikut:

(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =

Rp500.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp0,00.

Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu yang di

mana keuntungan netonya sama dengan nol.

2.Dengan Rumus Aljabar

Dari contoh 2.1 dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan rumus

tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.

𝑅𝑝. 300.000,00
𝐵𝐸𝑃 = = 5.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑅𝑝. 100,00 − 𝑅𝑝. 40,00

b) Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:

FC
BEP = VC
1− S

di mana: PC = biaya tetap

VC = biaya variabel

S = volume penjualan.
Dari contoh 2.1. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung

dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:

𝑅𝑝. 300.000,00
𝐵𝐸𝑃 = 𝑅𝑝.400.000,00 = 𝑅𝑝. 500.000,00
1 − 𝑅𝑝.1.000.000,00

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even dinyatakan

dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan

harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:

𝑅𝑝. 500.000,00
= = 5.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑅𝑝. 100,00

Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of safety

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 − 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑘 𝑒𝑣𝑒𝑛


𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = × 100%
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang

direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even. Dengan

demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, di mana kalau

berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian.

Dari contoh 22.1. besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:

𝑅𝑝. 1.000.000,00 − 𝑅𝑝. 500.000,00


𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = × 100% = 50%
𝑅𝑝. 1.000.000,00

Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang nyata

berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan)
perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dan yang

direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti makin

cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang nyata.

Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam

angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk

batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas

penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah “margin

of safety ratio”. Untuk contoh tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab Rp500.000,00

dan besarnya “margin of safety ratio” adalah 50%.

2.1.2 Kasus Analisis BEP dengan Beberapa Jenis Produk (Multi Produk)

Kasus dan Pemecahan Maskah Dengan Penggunaan Analisis Break Event Point Multi

Produk Dalam Perencanaan Laba Pada “Pabrik Roti Calista Bakery”.

• Perumusan Masalah :

1. Pada tingkat volume penjualan berapakah akan dicapai BEP ?

2. Pada Volume penjualan berapakah jika laba yang diinginkan naik 10% dari tahun 2011 ?
2.1.2.1 Alat Analisis

• Rasio Margin Kontribusi

Margin Kontribusi
Rasio Margin Kontribusi = x 100%
Total Penjualan

• Persentase margin kontribusi keseluruhan dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

∑(Qi x Pi)− ∑(Qi x VCi)


MKK =
(Qi x Pi)

2.1.2.2. Mencari titik impas

• Mencari Titik Impas dalam satuan Rupiah :

FC
Penjualan = xP
P−VC

• Mencari titik Impas dalam satuan Unit :

FC
Q=
P−VC

Keterangan :

MKK = Margin Kontribusi Keseluruhan

Q = Kuantitas Volume Penjulan Produk

P = Harga produk per unit produk

VC = Biaya Variabel per unit produk

I = Jenis Produk
2.1.2.3 Pembahasan

Data Produksi roti tawar, roti keju, roti strawberi dan roti tawar

Roti Roti Roti Roti


Bulan
Cokelat Keju Strawberi Tawar

Januari 3000 2500 2000 4000

Februari 3000 2500 2000 4000

Maret 3000 2500 2000 4000

April 3000 2500 2000 4000

Mei 3000 2500 2000 4000

Juni 3000 2500 2000 4000

Juli 3000 2500 2000 4000

Agustus 3000 2500 2000 4000

September 3000 2500 2000 4000

Oktober 3000 2500 2000 4000

November 3000 2500 2000 4000

Desember 3000 2500 2000 4000

Total Produksi 36.000 30.000 24.000 48.000

Sumber: Pabrik Roti Calista Bakery


1.Biaya Biaya Baku Cokelat

Harga Satuan Satuan yang


No. Bahan Baku Jumlah (Rp)
(Rp) dipakai

1 Terigu 7500/Kg 300 Kg 2.250.000

2 Telur 12.000/Kg 50 Kg 600.000

3 Gula 6.000/Kg 100 Kg 600.000

4 Mentega 20.000/Pac 15 Pac 300.000

5 Garam 7.000/Pac 3 Pac 21.000

6 Pengembang 20.000/Kg 30 Kg 600.000

7 Susu Bubuk 24.000/Kg 3 Kg 72.000

8 Cokelat 23.000/Kg 100 Kg 2.300.000

TOTAL 6.743.000

Sumber : Pabrik Roti Calista Bakery

= Rp. 6.743.000

3.000 unit

= Rp 2.248/unit roti cokelat


2.Biaya Bahan Baku Roti Keju

 Roti Keju

Harga Satuan Satuan yang


No. Bahan Baku Jumlah (Rp)
(Rp) dipakai

1 Terigu 7500/Kg 250 Kg 1.875.000

2 Telur 12.000/Kg 40 Kg 480.000

3 Gula 6.000/Kg 85 Kg 510.000

4 Mentega 20.000/Pac 12 Pac 240.000

5 Garam 7.000/Pac 2 Pac 14.000

6 Pengembang 20.000/Kg 25 Kg 500.000

7 Susu Bubuk 24.000/Kg 2,5 Kg 60.000

8 Keju 15.000/btg 150 btg 2.250.000

TOTAL 5.929.000

Sumber : Pabrik Roti Calista Bakery

= Rp. 5.929.000

2.500 unit

= Rp 2.372 / unit roti keju


3.Biaya Bahan Baku Roti Strawberry

Harga Satuan Satuan yang


No. Bahan Baku Jumlah (Rp)
(Rp) dipakai

1 Terigu 7500/Kg 200 Kg 1.500.000

2 Telur 12.000/Kg 35 Kg 420.000

3 Gula 6.000/Kg 70 Kg 420.000

4 Mentega 20.000/Pac 10 Pac 200.000

5 Garam 7.000/Pac 1,5 Pac 10.500

6 Pengembang 20.000/Kg 20 Kg 400.000

7 Susu Bubuk 24.000/Kg 2 Kg 48.000

8 Selai Strawberi 12.000/Kg 40 Kg 480.000

TOTAL 3.478.500

Rp.3.478.500
=
2.000 unit

= Rp 1.740 / unit roti strawberry


4.Biaya Bahan Baku Roti Tawar

Harga Satuan Satuan yang


No. Bahan Baku Jumlah (Rp)
(Rp) dipakai

1 Terigu 7500/Kg 600 Kg 4.500.000

2 Telur 12.000/Kg 100 Kg 1.200.000

3 Gula 6.000/Kg 200 Kg 1.200.000

4 Mentega 20.000/Pac 30 Pac 600.000

5 Garam 7.000/Pac 6 Pac 42.000

6 Pengembang 20.000/Kg 60 Kg 1.200.000

7 Susu Bubuk 24.000/Kg 6 Kg 144.000

TOTAL 8.886.000

Sumber : Pabrik Roti Calista Bakery

= Rp. 8.886.000

4.000 unit

= Rp 2.222/unit roti tawar


• Biaya Semi Variabel

A. Biaya Reparasi dan pemeliharaan

Tertinggi : 1.308 jam Rp1.000.000

Terendah :700 jam Rp 550.000 _

Selisih :608 jam Rp 450.000

biaya variabel = Rp. 450.000 : 608 jam = Rp. 740 per jam

Dalam perhitungan biaya variabel menggunakan satuan per unit. Maka jika dihitung menjadi

perunit:

= Kapasitas produksi perbulan : Biaya variabel reparasi perjam

= 11.500 unit : Rp 740 per jam

= Rp 15,5 per unit

B. Biaya Listrik

Tertinggi : 800 jam Rp 200.000

Terendah : 500 jam Rp 140.000 _

Selisih : 300 jam Rp 60.000

Biaya variabel = Rp. 60.000 : 300 jam

= Rp. 200 per jam

Dalam perhitungan biaya variabel menggunakan satuan per unit. Maka jika dihitung menjadi per

unit:

= Kapasitas produksi perbulan : Biaya variabel listrik perjam

= 11.500 unit : Rp 200 perjam

= Rp 57,5 per unit


C. Biaya PAM

Tertinggi : 750 kapasitas Rp 210.000

Terendah : 450 kapasitas Rp 135.000 _

Selisih : 300 kapasitas Rp 75.000

biaya variabel = Rp. 75.000 : 300

= Rp. 250 per jam

Dalam perhitungan biaya variabel menggunakan satuan per unit. Maka jika dihitung menjadi

perunit:

= Kapasitas produksi perbulan : Biaya variabel PAM

= 11.500 unit : Rp 250 perjam

= Rp 46 per unit

• Biaya Variabel Per Produk

A. Roti Cokelat

Biaya Bahan Baku : Rp 2.248 /unit

Biaya Tenaga Kerja Langsung : Rp 783 /unit

Biaya Variabel Reparasi : Rp 15,5 /unit

Biaya Variabel Listrik : Rp 57,5 /unit

Biaya Variabel PAM : Rp 46 /unit

Biaya Overhead Pabrik : Rp 110 /unit

TOTAL Rp 3.260 /unit


B. Roti Keju

Biaya Bahan Baku : Rp 2.372 /unit

Biaya Tenaga Kerja Langsung : Rp 783 /unit

Biaya Variabel Reparasi : Rp 15,5 /unit

Biaya Variabel Listrik : Rp 57,5 /unit

Biaya Variabel PAM : Rp 46 /unit

Biaya Overhead Pabrik : Rp 110 /unit

TOTAL Rp 3.384 /unit

C. Roti Strawberi

Biaya Bahan Baku : Rp 1.740 /unit

Biaya Tenaga Kerja Langsung : Rp 783 /unit

Biaya Variabel Reparasi : Rp 15,5 /unit

Biaya Variabel Listrik : Rp 57,5 /unit

Biaya Variabel PAM : Rp 46 /unit

Biaya Overhead Pabrik : Rp 110 /unit

TOTAL Rp 2.752 /unit

D. Roti Tawar

Biaya Bahan Baku : Rp 2.222 /unit

Biaya Tenaga Kerja Langsung : Rp 783 /unit


Biaya Variabel Reparasi : Rp 15,5 /unit

Biaya Variabel Listrik : Rp 57,5 /unit

Biaya Variabel PAM : Rp 46 /unit

Biaya Overhead Pabrik : Rp 110 /unit

TOTAL Rp 3.234 /unit

• Biaya Tetap Tahun 2011

No. Jenis Biaya Biaya

1 Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Rp 12.000.000

Akumulasi Depsresiasi Mesin:

 Mesin Oven Rp 650.000


2
 Mesin Blower Rp 112.500

 Mesin Rolling Rp 160.000

3 Biaya Pemeliharan dan repasi Rp 384.000

4 Biaya PAM Rp 270.000

5 Biaya Listrik Rp 480.000

TOTAL Rp 14.031.500
Data Produksi

Roti
Produk Roti Keju Roti Strawberi Roti Tawar
Cokelat

Unit yang dijual/bln (Q) 3000 2500 2000 4000

Harga Jual/unit (P) Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 3.500 Rp 5.000

Cost variable/unit(CV) Rp 3.260 Rp 3.384 Rp 2.752 Rp 3.234

Margin Kontribusi Keseluruhan

Produk (Qi x Pi) (Qi x VCi)

Roti Cokelat Rp 13.500.000 Rp 9.780.000

Roti Keju Rp 11.250.000 Rp 8.460.000

Roti Strawberi Rp 7.000.000 Rp 5.504.000

Roti Tawar Rp 20.000.000 Rp 12.936.000

TOTAL Rp 51.750.000 Rp 36.680.000


• Perhitungan Break Event Point

Margin kontribusi = Σ (Qi x Pi) - Σ (Qi x VCi)

= Rp 51.750.000 – Rp 36.680.000

= Rp 15.070.000 / bulan x 12 bulan

= Rp 180.840.000

Laba Operasi = Margin kontribusi – Biaya Tetap

= Rp 180.840.000 – Rp 14.031.500

= Rp 166.808.500

Setelah margin kontribusi diketahui, maka rasio persentase Margin Kontribusi Keseluruhan

dihitung sebagai berikut :

Rasio Margin Kontribusi = Margin Kontribusi x 100%

Total Penjualan

= Rp 15.070.000 / Rp 51.750.000 x 100%

= 29,1 %

BEP penjualan keseluruhan = Total Biaya Variabel

Rasio Margin Kontribusi

= Rp 36.680.000

0,291

= Rp 126.048.110
• BEP per unit produk

1. Roti Cokelat

penjualan dalam unit = Biaya Tetap

P – VC

= Rp 14.031.500

(Rp 4.500 – Rp 3.260)

= Rp 14.031.500

Rp 1.240

= 11.315 unit

Dalam rupiah = 11.315 unit x 4500

= Rp 50.917.500

2. Roti Keju

penjualan dalam unit = Biaya Tetap

P – VC

= Rp 14.031.500

(Rp 4.500 – Rp 3.384)

= Rp 14.031.500

Rp 1.116

= 12.573 unit

Dalam rupiah = 12.573 unit x 4500

= Rp 56.578.500
3. Roti Strawberi

penjualan dalam unit = Biaya Tetap

P – VC

= Rp 14.031.500

(Rp 3.500 – Rp 2.752)

= Rp 14.031.500

Rp 748

= 18.758 unit

Dalam rupiah = 18.758 unit x 3.500

= Rp 65.653.000

4. Roti Tawar

penjualan dalam unit = Biaya Tetap

P – VC

= Rp 14.031.500

(Rp 5.000 – Rp 3.234)

= Rp 14.031.500

Rp 1.766

= 7.945 unit

Dalam rupiah = 7.945 unit x 5.000


= Rp 39.725.000

• Perencanaan Laba

1. Roti Cokelat

L = 10% x (36.000 unit roti x Rp 4.500)

L = 10% x Rp 162.000.000

L = Rp 16.200.000

2. Roti Keju

L = 10% x (30.000 unit roti x Rp 4.500)

L = 10% x Rp135.000.000

L = Rp 13.500.000

3. Roti Strawberi

L = 10% x (24.000 unit roti x Rp 3.500)

L = 10% x Rp 84.000.000

L = Rp 8.400.000

4. Roti Tawar

L = 10% x (48.000 unit roti x Rp 5.000)

L = 10% x Rp 240.000.000

L = Rp 24.000.000

•Maka volume penjualan yang harus dicapai sesuai dengan laba yang ditargetkan untuk masing-

masing produk adalah :

Rumus :

a. Dalam unit
Q = BT + I

P – BV

b. Dalam rupiah

Q = BT + I

1 – ( BV / P )

1. Roti Cokelat :

dalam unit = Rp 14.031.500 + Rp 16.200.000

Rp 4.500 – Rp 3.260

= Rp 30.231.500

Rp 1.240

= 24.380 unit

dalam rupiah = Rp 14.031.500 + Rp 16.200.000

1 – ( Rp 3.260 / Rp 4.500 )

= Rp 30.231.500

0,275

= Rp 109.932.727,3

2. Roti Keju

dalam unit = Rp 14.031.500 + Rp 13.500.000

Rp 4.500 – Rp 3.384

= Rp 27.531.500

Rp 1.116
= 24.669 unit roti

dalam rupiah = Rp 14.031.500 + Rp 13.500.000

1 – ( Rp 3.384 / Rp 4.500 )

= Rp 27.531.500

0,248

= Rp 111.014.112,9

3. Roti Strawbery

dalam unit = Rp 14.031.500 + Rp 8.400.000

Rp 3.500 – Rp 2.752

= Rp 22.431.500

Rp 748

= 29.988 unit

dalam rupiah = Rp 14.031.500 + Rp 8.400.000

1 – ( Rp 2.752 / Rp 3.500 )

= Rp 22.431.500

0,213

= Rp 97.106.060,6

4. Roti Tawar

dalam unit = Rp 14.031.500 + Rp 24.000.000

Rp 5.000 – Rp 3.234

= Rp 38.031.500

Rp 1.766

= 21.535 unit
dalam rupiah = Rp 14.031.500 + Rp 24.000.000

1 – ( Rp 3.234 / Rp 5.000 )

= Rp 38.031.500

0,3532

= Rp 107.676.953,6

• Kesimpulan

1. Break event point multi produk keseluruhan pada pabrik roti calista bakery berada pada

titik penjualan roti 30.120 unit roti dengan penjualan sebesar Rp 126.048.110.

2. Sedangkan break event point pada masing-masing produk berada pada satuan penjualan

unit roti cokelat 11.315 unit , roti keju 12.537 unit, roti strawberi 18.758 unit dan 7.945

unit untuk roti tawar, dan break event point multi produk dalam rupiah sebesar Rp

50.917.500 untuk roti cokelat, Rp 56.578.500 untuk roti keju, Rp 65.653.000 roti

strawberi dan Rp 39.725.000 untuk roti tawar. Ini berarti pada tingkat penjualan tersebut

pabrik roti calista bakery tidak mendapatkan keuntungan atau kerugian dengan kata lain

laba yang dihasilkan nol pada tahun 2011.

3. Jika pada tahun 2012 pabrik roti calista bakery menganggarkan laba 10% dari penjualan

setiap produk pada tahun 2011, yaitu sebesar Rp 16.200.000 unit roti cokelat, Rp

13.500.000 unit roti keju, Rp 8.400.000 unit roti strawberi dan Rp 24.000.000 unit roti

tawar. Maka volume penjualan yang harus dicapai sesuai laba yang diinginkan sebanyak

24.380 unit roti cokelat, 24.669 unit roti keju, 29.988 unit roti strawberi dan 21.535 unit

roti tawar
 Saran

1. Berdasarkan hasil pembahasan, saran yang dapat diberikan adalah dengan kuantitas

penjualan yang cukup baik, sebaiknya pabrik roti calista bakery ini meningkatkan

kualitas dan kuantitas kue yang dijual serta melakukan promosi yang lebih baik lagi,

sehingga dapat memperoleh laba yang lebih.

2. Sebaiknya perencanaan laba jangka pendek tetap dilakukan dengan memperhatikan

kondisi usaha dan fluktuasi ekonomi, sehingga pabrik roti ini dapat berjalan lancer sesuai

dengan harapan yang direncanakan dalam tujuannya mencapai laba semaksimalnya.

Anda mungkin juga menyukai