Kelompok 2
Kelas : L
Wahyu Ardy P (135040101111008)
Fajrina Filza
(13504010
Mirza Enggar
(13504010
David Herianto S
(13504010
Herdina Ayuningtyas
(135040107111011)
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.
3.
Dari ketiga langkah-langkah tersebut diatas tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah karena
tiga faktor tersebut mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan. Pengaruh salah satu
faktor akan membawa akibat terhadap seluruh kegiatan operasi. Oleh karena itu struktur laba dari
sebuah perusahaan sering dilukiskan dalam break even point, sehingga mudah untuk memahami
hubungan antara biaya, volume kegiatan dan laba. Pengertian lain yang disampaikan oleh
beberapa ahli mengenai break even point yaitu:
1.
Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan
sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan
tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya). Arti penting analisis break even point
bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut,
yaitu :
1. Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2. Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu.
3. Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan
tidak menderita rugi.
2. Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sedarhana,
berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.
3. Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila
telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak
mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.
4. Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak
mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan
biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.
Adapun beberapa manfaat dari melakukan perhitungan Break Even Point (BEP) antara
lain sebagaimana berikut :
1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan
yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti
Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsiasumsi tersebut adalah :
1. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya
variabel dan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan
volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap.
3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume
produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah
karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang
diproduksi.
5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis
komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).
Analisa break even point juga dapat digunakan oleh usahawan dalam berbagai
pengambilan keputusan, antara lain mengenai :
1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan
terhadap laba yang diperoleh.
Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun
ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :
1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih
mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan
menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.
Kurva BEP merupakan keterkaitan antara jumlah unit yang dihasilkan dan volume yang
terjual (pada sumbu X), dan antara pendapatan dari penjualan atau penerimaan dan biaya
(pada sumbu Y).
BEP terjadi jika pendapatan dari penjualan (TR) berada pada titik
keseimbangan dengan total biaya (TC). Sedangkan biaya tetap (FC) adalah variabel yang
tidak berubah meskipun jumlah volume yang dihasilkan berubah. Kurva BEP dapat dilihat
pada gambar 5 agar dapat lebih jelas mengenai perpotongan antara garis penerimaan dan
biaya total.
Penerimaan
&
Biaya
(Rp)
TR
TC
VC
BEP
FC
Volume Produksi
Keterangan:
TR
= Quantities (Produksi)
FC
VC
TC
BEP
Q (Produksi)
Disimpulkan bahwa Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk
menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif
atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even point tidak hanya sematamata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break
even point mampu memeberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai
tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut
tingkat penjualan yang bersangkutan.
Pada gambar 1 dapat dilihat ketika tingkat produksi mencapai titik impas (BEP). BEP
terletak pada perpotongan garis total penerimaan dan total biaya. Daerah sebelah kiri titik
BEP yaitu bidang antara garis biaya total dengan garis penerimaan termasuk dalam daerah
rugi.
Hal ini disebabkan karena hasil penjualan lebih rendah daripada biaya total.
Sedangkan daerah disebelah kanan garis biaya total dengan garis penerimaan merupakan
daerah laba karena hasil penjualan lebih tinggi dari biaya total. BEP dapat dihitung dengan
dua cara yaitu:
a. Break Even Point (BEP) Penjualan dalam Unit
Break even point volume produksi menggambarkan produksi minimal yang harus
dihasilkan dalam usaha agroindustri agar tidak mengalami kerugian (Juanda dan Cahyono,
2000). Rumus perhitungan BEP unit seperti berikut:
Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
Q
= Quantities (Produksi)
= Harga Produk
(Rangkuti, 2005)
Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TR = Total Revenue (Penerimaan)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
2.2 Konsep dan R/C Rasio dalam Usahatani Tanaman Semusim
Menurut Soekartawi (1995), R/C Ratio (Return Cost Ratio) merupakan perbandingan
antara penerimaan dan biaya, yang secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut:
R / C = PQ . Q / (TFC+TVC)
Keterangan:
R
= penerimaan
= biaya
PQ
= harga output
= output
TFC
TVC
Persentase paling banyak adalah tenaga kerja tetap yaitu 57,46 %. Upah tenaga kerja tetap
menggunakan sistem borongan yaitu tenaga kerja mendapatkan upah Rp.1000,00/kg dan ratarata setiap tenaga kerja mampu memanen 15 kg cabai rawit.
Besarnya biaya penyusutan alat dalam usahatani cabai rawit Rp. 85.020,11 per musim. Rata-rata
biaya alat terbesar adalah penggunaan ajir bambu yaitu Rp. 30.800.
Penerimaan yang didapat petani merupakan hasil kali produksi (Y) yang diperoleh petani dengan
harga jual (Py) pada waktu panen. Penerimaan dapat dihitung menggunakan rumus :
TR = Y x Py
TR = 412,72 x 13.110,37
TR = 5.410.912
Jadi penerimaan usahatani cabai rawit dengan luas 0,0546 Ha desa Ketawangrejo sebesar Rp.
5.410.912.
Keuntungan merupakan hasil pengurangan penerimaan dengan total biaya dengan rumus sebagai
berikut :
= TR - TC
= 5.410.912 3.184.521
= 2.226.391
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa keuntungan petani cabai rawit desa
Ketawangrejo dengan luas lahan 0,0546 Ha selama 6 bulan sebesar Rp. 2.226.391
R/C rasio
R/C rasio adalah singkatan dari Revenue Cost Ratio atau perbandingan antara
penerimaan dan biaya.
R/C
= TR/ TC
=5.410.912 / 3.184.521
= 1,69
Perhitungan nilai R/C diperoleh nilai sebesar 1,69. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan sebesar
Rp.1,00 maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,69. Karena diperoleh nilai R/C
> 1, maka usaha tersebut dapat dikatakan layak.
BEP Produksi (Kg)
BEP Produksi dapat dihitung dengan mengunakan rumus:
192.556
2.991 .964
13.110,37
412,72
= 32,85 kg
Maka usahatani cabai rawit desa Ketawangrejo tahun 2012 akan mengalami BEP ketika produksi
cabai rawitnya sudah mencapai 32,85 kg. sehingga pada produksi 412,72 kg tersebut, mereka
sudah mengalami keuntungan.
BEP Harga (Rp/Kg)
BEP Harga dapat dihitung dengan mengunakan rumus:
BEP (rupiah) = BEP (unit) x Harga
= 32,85 x 13.110,37
= 430.675,66
Maka usahatani cabai rawit desa Ketawangrejo tahun 2012 akan mengalami keuntungan saat
penerimaannya sebesar Rp430.675,66 atau setara dengan produksi 32,85 kg dengan harga jual
sebesar Rp13.110,37/ kg.
Perhitungan BEP di atas bisa dibuktikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam menjalankan sebuah usahatani khususnya untuk tanaman semusim perlu
diadakannya perhitungan mengenai kelayakan usahatani. Perhitungan tersebut meliputi
perhitungan BEPunit, BEPrupiah, dan R/C Ratio. Sebuah usahatani akan mengalami keuntungan
ketika nilai R/C Rationya lebih dari 1, mengalami BEP ketika R/C Ratio sama dengan 1, dan
akan mengalami kerugian ketika nilai R/C Ratio kurang dari 1.
3.2 Saran
Petani harus mengetahui cara perhitungan BEP dan R/C Ratio, sehingga petani bisa
mengetahui kelayakan usahataninya dan dapat meningkatkan harga jual hasil produksinya.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Ragil Prasetyo,dkk.2013. Analisis Usahatani Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.)
Di Lahan Tegalan Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo.Surya
Agritama.Vol 2 (1):76-87
Maulidah, Silvana.2012.Pengantar Usaha Tani : Kelayakan Usaha Tani.Modul 13 Usahatani.UB
Press: Malang