Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL ILMIAH POPULER

“MADING PORTABEL”

LOMBA MENULIS ARTIKEL ILMIAH POPULER


TEMA STRATEGI PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DASAR
SUBTEMA MENUMBUHKAN BUDAYA BACA DI SEKOLAH DASAR

OLEH:
AULIA RAHMAN, S. Pd

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH LAUT


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SD NEGERI RANGGANG DALAM
Jalan Seroja RT 4 Desa Ranggang Dalam, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, 70861

1
MADING PORTABEL
Oleh: Aulia Rahman

Tanggal 6 Desember 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis


hasil pencapaian nilai Programme for International Student Assessment (PISA),
dimana nilai pencapaian pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan yang
cukup signifikan, yakni 22,1 poin. PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk
mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun,
siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi
dasar yaitu membaca, matematika dan sains. PISA mengukur apa yang diketahui
siswa dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya. Tema
survei digilir setiap 3 tahun, tahun 2015 fokus temanya adalah kompetensi sains.
Berdasar nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi
yang diujikan. Peningkatan terbesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin
pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika
meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015. Kompetensi
membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012
menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia
6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada tahun
2012 (Kemdikbud: 2016).
Pemaparan data di atas secara garis besar memunculkan dua hal menarik.
Pertama, hasil yang diperoleh Indonesia pada tahun 2015 mengalami peningkatan
dibandingkan periode sebelumnya di tahun 2012. Hal ini tentu saja patut kita syukuri
sekaligus menjadi motivasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Kedua,
kompetensi membaca, meskipun terjadi peningkatan, tetapi tidak signifikan. Hal ini
menarik untuk dikaji bersama mengapa kompetensi membaca di Indonesia belum
cukup tinggi. Membaca dapat dikatakan sebagai dari induk segala pengetahuan.
Tidak akan ada sebuah tulisan melainkan adanya kemampuan membaca. Di dalam
agama Islam saja, Nabi Muhammad ketika pertama kali mendapat wahyu dengan
perantara malaikat Jibril, yang pertama kali diajarkan adalah Iqra (bacalah).
Sehingga tidak salah kalau membaca adalah induk dari segala ilmu pengetahuan.
Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud sudah meluncurkan berbagai program
dan kebijakan untuk meningkatkan mulai dari gerakan literasi sekolah, membaca 15
2
menit sebelum pelajaran dimulai, hingga yang terbaru SAGUSABU (Satu Guru Satu
Buku). Tentunya hasil dari program dan kebijakan ini tidak bisa dirasakan secara
instan, paling tidak perlu 3 (tiga) tahun lagi untuk menikmati hasilnya, ketika
Indonesia kembali di survei oleh OECD melalui PISA di tahun 2018. Meskipun hasil
dari PISA ini bukan menjadi tujuan utama dari program dan kebijakan dari
Pemerintah Indonesia, akan tetapi dapat menjadi tolak ukur dan motivasi bagi
pelajar dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, untuk menjadikan membaca
bukan hanya sebagai tuntutan, tetapi juga sebagai budaya masyarakat Indonesia.
Program dan kebijakan dari pemerintah dalam rangka meningkatkan
kompetensi membaca ini wajib kita dukung dan implementasikan, khususnya bagi
guru yang merupakan ujung tombak pendidikan yang bersentuhan langsung dengan
generasi penerus bangsa. Gerakan literasi sekolah sudah menyebar di sekolah-
sekolah seluruh Indonesia, gerakan 15 menit membaca sebelum memulai pelajaran
sudah dilaksanakan, dan program SAGUSABU memulai geliatnya dengan
memberikan pendidikan dan pelatihan menulis buku untuk para guru.
Penulis teringat ketika masih duduk di bangku sekolah. Ada sebuah
kebanggaan tersendiri yang didapat bila dapat melakukan suatu hal. Suatu hal
tersebut adalah dapat memajang suatu karya di majalah dinding (mading) sekolah
dan karya tersebut dibaca oleh teman-teman yang lain. Hal itu dulu memberikan
kebanggaan tersendiri, sehingga penulis dan teman-teman berlomba untuk
membuat karya yang terbaik, dapat berupa puisi, cerita, berita, maupun informasi
lainnya. Hal ini membuat kemampuan membaca dan menulis menjadi cukup tinggi
serta tidak menutup kemungkinan, nilai capaian PISA kompetensi membaca juga
tinggi bila diadakan survei ketika penulis masih duduk di bangku sekolah. Ya,
mading dapat menjadi sarana yang efektif dalam meningkatkan kemampuan
membaca dan menulis peserta didik. Siapa yang tidak suka karyanya dipajang?
Siapa yang tidak bangga karyanya dibaca oleh orang lain? Tentunya semua orang
ingin karyanya dipajang dan dibaca oleh orang lain. Hal ini akan menjadi motivasi
bagi penulis maupun pembacanya. Akan tetapi, mading sekarang ini seperti
kehilangan gaungnya, seiring dengan berkembangnya gawai dan sarana informasi
lain. Banyak mading yang hanya menjadi pajangan ataupun penghias pojok sekolah
dan bahkan hanya sebagai pelengkap dari ketersedian sarana dan prasarana di
sekolah. Padahal, mading memiliki beberapa fungsi antara lain media komunikasi,
wadah kreativitas, menumbuhkan kebiasaan membaca, pengisi waktu, kecerdasan
3
berpikir, berorganisasi, melatih kemampuan menulis (Wikipedia: 2016). Fungsi dari
mading untuk menumbuhkan kebiasaan membaca itulah nantinya yang akan
menjadi cikal bakal budaya membaca. Oleh karena itu, untuk “menghidupkan”
kembali mading dan sekaligus untuk membudayakan membaca, penulis berinovasi
membuat “mading portabel”.
Mading portabel adalah mading yang dapat dibawa-bawa dan dibongkar
pasang. Pada prinsipnya mading portabel sama dengan mading biasa, baik dari segi
penggunaan maupun fungsinya. Akan tetapi ada perbedaan dari bentuknya, ukuran
dan bahan pembuatnya. Jika mading biasa memiliki bentuk seperti lemari dengan
ukuran yang besar dan terbuat dari kayu serta tidak mudah dipindah-pindahkan,
maka lain halnya dengan mading portabel ini. Mading portabel ini berbentuk seperti
majalah yang disambung-sambung, ukurannya sebesar buku atau majalah, terbuat
dari kardus bekas yang dilapisi dengan kertas hias agar menarik dan sesuai dengan
namanya “portabel”, mading ini dapat dibawa kemana-mana. Mengapa harus
mading portabel? Mengapa tidak menggunakan mading konvensional?. Seperti yang
penulis utarakan di atas, mading konvensional mulai ditinggalkan. Peserta didik
memerlukan hal baru yang dapat menarik minat dan perhatiannya, khususnya
peserta didik di bangku sekolah dasar. Sesuatu yang peserta didik buat sendiri akan
lebih menarik perhatian mereka, apalagi apabila sesuatu yang mereka buat dipajang
dan dilihat oleh orang lain. Hal itu akan membuat mereka bangga dan termotivasi.
Ukuran dan bentuknya memudahkan peserta didik untuk berkreasi. Selain itu,
mading portabel ini dapat mereka bawa pulang, sehingga mereka dapat berkarya di
rumah, sendiri atau bersama teman yang lain. Dapat digunakan di dalam kelas
ataupun di luar kelas. Hal-hal tersebut di atas yang mendasari dari penggunaan
mading portabel untuk membudayakan membaca di sekolah.
Cara pembuatannya cukup mudah dan menggunakan bahan dasar dari
barang bekas, yakni kotak kardus. Kotak kardus yang disarankan adalah kotak
kardus bekas air mineral gelas. Kotak kardus dipotong 2 (dua) bagian lebarnya.
Dibutuhkan 4 bagian lebar dari kardus bekas, sehingga diperlukan 2 kotak kardus
bekas. Bungkus 4 bagian kardus bekas tadi menggunakan kertas hias. Hubungkan
keempat bagian kardus tadi menggunakan perekat yang dapat dibongkar pasang.
Buatlah sampul yang berisi gambar yang menarik dan identitas anggota kelompok
(pembuatan mading portabel dilakukan secara berkelompok) pembuat pada kertas
HVS ukuran A4. Mading portabel pun selesai dan siap digunakan.
4
Penggunaan mading portabel cukup mudah. Masing-masing kelompok
diminta untuk membuat 4 buah karya. Karya dapat berupa puisi, cerita pendek,
informasi, petunjuk membuat atau melakukan sesuatu, dan karya lain yang
bermanfaat. Keempat karya tersebut kemudian ditempelkan pada mading portabel
menggunakan push pin ataupun paku tempel. Mading portabel kemudian
ditempelkan atau dapat juga digantung di dinding kelas dengan ketinggian yang
dapat diihat dengan baik oleh peserta didik dan jarak antar mading portabel masing-
masing kelompok tidak terlalu berdekatan. Setiap hari, dimulai hari senin, masing-
masing kelompok membaca pada satu mading portabel milik kelompok lain selama
15 menit sebelum pelajaran dimulai. Misalnya pada hari senin, kelompok 1
membaca pada kelompok 2, kelompok 2 membaca pada kelompok 3, kelompok 3
membaca pada kelompok 4, dan seterusnya. Karena jumlah kelompok di kelas
penulis ada 5 kelompok (maksimal dapat dibuat menjadi 6 kelompok), maka pada
hari jumat, semua karya peserta didik di mading portabel akan terbaca. Pada hari
sabtu isi mading portabel diturunkan untuk diganti atau diperbaharui. Karena dapat
dibongkar pasang, peserta didik dapat membawa bagian mading portabel ke rumah
untuk diisi, sendiri ataupun berkelompok. Dan pada hari senin pagi sebelum
pembelajaran di kelas dimulai, mading portabel telah terpajang kembali. Setiap
minggunya penulis memberikan penilaian terhadap mading portabel, isinya, dan
aktivitas peserta didik dalam menggunakan mading portabel menggunakan lembar
aktivitas dalam bentuk check list. Dari penilaian tersebut, penulis memilih 5 (lima)
karya terbaik setiap minggunya dan 5 karya terbaik tersebut akan dipajang dalam
mading portabel yang diletakkan di luar kelas.
Usia sekolah dasar merupakan periode yang baik untuk membuat pondasi
minat baca peserta didik. Sehingga perlu diberikan motivasi dan penghargaan agar
peserta didik mau membaca dan menulis. Mading Portabel dapat menjawab hal itu.
Karya yang dipajang pada mading portabel adalah hasil karya peserta didik sendiri.
Hal itu akan memberikan kebanggaan tersendiri bagi mereka karena melihat hasil
karyanya dipajang dan dibaca teman lain. Ketika membaca karya temannya yang
lain, akan memberikan motivasi dan ide bagi mereka untuk membuat karya lagi.
Selain itu, pada periode usia sekolah dasar ini, guru jangan terfokus pada hasil
karya peserta didik dalam memberikan penilaian, tetapi fokus pada kemampuan dan
kemauan peserta didik dalam membaca dan membuat karya. Sehingga minat dan
kemampuan membaca peserta didik meningkat. Kegiatan membaca dan menulis
5
menjadi fokus penggunaan mading portabel ini. Kemampuan menghasilkan karya
yang baik dapat dipoles pada periode usia sekolah yang lebih tinggi, SMP dan SMA.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis dengan lembar check list yang
di dalamnya terdapat komponen aktivitas untuk mengukur minat baca peserta didik,
aktivitas peserta didik dalam pembuatan dan penggunaan mading portabel termasuk
dalam kategori tinggi. Hal ini dapat terjadi karena frekuensi dan antusias yang tinggi
dari peserta didik untuk membaca hasil karya di mading portabel. Tingginya
frekuensi dan antusias peserta didik disebabkan karena adanya rasa kebanggaan
dari peserta didik karena hasil karya mereka dipajang dan dibaca oleh teman yang
lain. Selain itu, masing-masing peserta didik juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
untuk membaca hasil karya temannya yang lain. Faktor-faktor inilah yang membuat
minat baca peserta didik berada pada kategori tinggi.
Hasil data observasi di atas membuat penulis berkesimpulan bahwa mading
portabel dapat meningkatkan minat baca peserta didik melalui pembuatan dan
penggunaannya. Tumbuhkan rasa ingin tahu pada peserta didik dan arahkan
mereka ke sumber pengetahuan serta ajarkan mereka untuk cara membuka sumber
pengetahuan itu, yakni dengan membaca. Ilmu diikat dengan tulisan, dan bahan
pengikatnya adalah membaca. Gerakan membaca 15 menit sebelum memulai
pelajaran dipadukan dengan Mading Portabel dapat menjadi kombinasi jitu dalam
meningkatkan kompetensi membaca peserta didik. Salam literasi.

6
DAFTAR PUSTAKA

Kemdikbud.(2016).Peringkat dan Capaian PISA Indonesia Mengalami Peningkatan


(Daring). https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/peringkat-dan-
capaian-pisa-indonesia-mengalami-peningkatan. Diakses pada tanggal 7
September 2017 Pukul 05.30 PM.

----------.(2016).Majalah Dinding (Daring).


https://id.wikipedia.org/wiki/Majalah_dinding. Diakses pada tanggal 12
September 2017 Pukul 07.23 PM.

7
BIODATA

1. Nama : Aulia Rahman, S. Pd


2. Tempat & tanggal lahir : Tanah Laut, 20 Januari 1989
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. NIP/NUPTK : 19890120 201402 1 002/ 1452767667120002
5. Jabatan Fungsional : Guru Pertama
6. Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda, III/a
7. Nama Sekolah : SDN Ranggang Dalam
8. Alamat Sekolah : Jalan Seroja RT 4 Desa Ranggang Dalam, Kec.
Takisung
9. Alamat Rumah : Jalan A. Yani Gang Teratai RT 9 RW 3 Angsau
10. Nomor Telepon/HP : 085248633047
11. Alamat pos-el (e-mail) : rahman.angsau4@gmail.com
12. Pendidikan Terakhir : S1 PGSD
13. Mata Pelajaran yang diampu: Guru Kelas
14. Pengalaman Mengajar : 05 Tahun 04 Bulan
15. Judul Artikel Ilmiah : Mading Portabel
16. Tautan penerbitan : https://blog.igi.or.id/mading-portabel.html

Anda mungkin juga menyukai