Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 2

IDIK4007 / Metode Penelitian


Farha Nabila Hasla
857088501
PGSD S-1
21/ JAKARTA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Terbuka
2022.1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongan-Nya, saya bisa menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “MINAT BACA MASYARAKAT”. Saya sadari, masih banyak sekali
kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah ini, semoga hal ini tidak
menahan saya untuk terus berkarya. Saya berharap di masa yang akan
datang, saya dapat membuat karya ilmiah yang lebih baik lagi dan menjadi
penulis yang sukses. Saya juga berterimakasih kepada tutor mata kuliah
Metode Penelitian yang bernama Ibu Dianti Afrilia, S.Pd., M.Pd. Semoga
Allah memberikan kesehatan kepada kita semua.
PEMBAHASAN
Pembahasan pada tugas 2 ini mengenai tentang minat baca masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan
https://penerbitbukudeepublish.com/pengertian-minat-baca/

Jakarta , 20 Mei 2022

Farha Nabila Hasla


TINJAUAN PUSTAKA
Minat Baca Masyarakat

1.Kajian atau Kerangka Teori Penelitian

Minat baca adalah keinginan dan kemauan kuat untuk selalu membaca setiap kesempatan atau
selalu mencari kesempatan untuk membaca. Setiap orang memiliki kecenderungan untuk selalu
berhubungan dengan sesuatu yang dianggapnya menyenangkan dan kebahagiaan. Dari perasaan senang
tersebut timbul keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan apa yang telah membuat senang
dan bahagia (Jamarah,2005: 24) Hal senada juga dikemukakan syaiful Rijal dalam majalah Edukasi,
No.03. Menurut Gage dalam Syaiful rijal, minat baca dibagi menjadi dua, Yaitu minat baca spontan dan
minat baca terpola. Minat baca spontan adalah minat baca yang tumbuh dari motivasi personil pembaca
(siswa). Sedangkan minat baca terpola adalah minat baca yang berlangsung dalam kegiatan mengajar di
sekolah.

Minat baca perlu ditanamkan dan dipupuk pada diri setiap manusia (siswa) baik oleh diri sendiri
atau oleh orang lain, untuk dapat diharapkan prestasinya terus meningkat di masa yang akan datang.
Guna meningkatkan minat baca ada banyak cara yang perlu dilakukan, termasuk diantaranya seperti
yang dikemukakan Dr. Tarigan adalah:

Pertama, berusaha untuk selalu menyediakan waktu untuk membaca secara rutin. Haruslah kita
sadari bahwa orang yang dapat membaca dengan baik adalah orang yang biasa berpikir dengan baik
pula.

Kedua, biasakanlah untuk dapat memilih bacaan yang baik dan kita butuhkan. Masalah yang
sering kita hadapi adalah kita dapat belum dapat memilih buku bacaan yang baik, juga karena terbentur
oleh sempitnya waktu hingga kita tidak dapat membaca buku dalam jumlah yang banyak.oleh karena itu
diperlukan keterampilan dalam memilih bahan bacaan. (Tarigan, 1987 : 108).

Peningkatan minat baca dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya :

a. Menyediakan bahan bacaan;

b. Pemilihan bahan yang baik;

c. Memiliki kesadaran dan minat yang tinggi terhadap membaca;


d. Penyediaan waktu untuk membaca.

sehingga bisa kita simpulkan bahwa cara yang paling efektif untuk meningkatkan minat baca
adalah menciptakan kondisi cinta baca.

2. Hasil Penelitian

Minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Dari 61 negara, Indonesia menempati urutan ke-60 terkait dengan minat baca, demikian menurut Duta
Baca Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. "Berdasarkan hasil survei, menyatakan bahwa saat ini
minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Sebab minat baca di Indonesia menduduki
peringkat 60 dari 61 negara," kata presenter Mata Najwa itu di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)
Jumat (11/8/2017) malam, dikutip dari Antara.

Najwa melanjutkan, hasil survei berasal dari studi Most Littered Nation In the World 2016 yang
dilakukan pada tahun 2016 lalu. Kedatangan Najwa Shihab ke Kupang dalam rangka menggelar "Temu
Literasi" yang digagas oleh Lembaga Garda Lamaholot bekerja sama dengan Direktorat Kesenian
Kementerian Pendidikan. Acara itu juga dihadiri Gubernur NTT Frans Lebu Raya sebagai bintang tamu
dalam acara Temu Literasi dengan tema "Literasi Untuk Kebhinnekaan". "Kalau dilihat angka-angka dan
data-data lain sering kali memang fakta angka di atas kertas kemampuan membaca anak-anak Indonesia
bahkan dibandingkan dengan negara lain seperti Asean-pun masih sangat jauh," tutur Najwa. Ia lantas
membandingkan masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak yang dalam setahun bisa
membaca hingga 25-27 persen buku. Selain itu juga ada Jepang yang minat bacanya bisa mencapai 15-
18 persen buku per tahun. "Sementara di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen pertahun,"
ujar Najwa.

Berdasarkan hasil riset Most Littered Nation In The World 2016, kita wajib mengelus dada.
Bayangkan, angka yang ditampilkan sangatlah jauh. Eropa atau Amerika : 25-27 persen buku per tahun.
Jepang : 15-18 persen buku per tahun. Indonesia hanya 0,01 persen buku per tahun. Mau diakui atau
tidak memang itulah yang terjadi. Lalu bagaimana dengan hasil riset lainnya? Ini adalah cuplikan dari
tanggapan Kemendikbud terkait hasil dari PISA atau Programme for International Student Assessment
edisi tahun 2016. Jakarta, Kemendikbud--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
merilis pencapaian nilai Programme for International Student Assessment (PISA), Selasa 6 Desember
2016, di Jakarta. Release ini dilakukan bersama dengan 72 negara peserta survei PISA. Hasil survei tahun
2015 yang di release hari ini menunjukkan kenaikan pencapaian pendidikan di Indonesia yang signifikan
yaitu sebesar 22,1 poin. Hasil tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke empat dalam hal
kenaikan pencapaian murid dibanding hasil survei sebelumnya pada tahun 2012, dari 72 negara yang
mengikuti tes PISA.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan,


peningkatan capaian anak-anak kita patut diapresiasi dan membangkitkan optimisme nasional, tapi
jangan lupa masih banyak PR untuk terus meningkatkan mutu pendidikan karena capaian masih di
bawah rerata negara-negara OECD. Bila laju peningkatan capaian ini dapat dipertahankan, maka pada
tahun 2030 capaian kita akan sama dengan rerata OECD.

PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga
tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu
membaca, matematika dan sains. PISA mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dia
lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya. Tema survei digilir setiap 3 tahun, tahun 2015 fokus
temanya adalah kompetensi sains.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud, Totok Suprayitno,


menyampaikan bahwa peningkatan capaian Indonesia tahun 2015 cukup memberikan optimisme,
meskipun masih rendah dibanding rerata OECD. Berdasar nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA
Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan. Peningkatan terbesar terlihat pada kompetensi sains, dari
382 poin pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat
dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan
tersebut mengangkat posisi Indonesia 6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari
bawah pada tahun 2012.

Sedangkan, berdasar nilai median, capaian membaca siswa Indonesia meningkat dari 337 poin di
tahun 2012 menjadi 350 poin di tahun 2015. Nilai matematika melonjak 17 poin dari 318 poin di tahun
2012, menjadi 335 poin di tahun 2015. Lonjakan tertinggi terlihat pada capaian sains yang mengalami
kenaikan dari 327 poin di tahun 2012 menjadi 359 poin di tahun 2015. Peningkatan capaian median
yang lebih tinggi dari mean ini merupakan indikator yang baik dari sisi peningkatan akses dan
pemerataan kualitas secara inklusif.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang (Kapuspendik Balitbang) Kemendikbud mengatakan


secara konsisten terjadi peningkatan cakupan sampling peserta didik Indonesia yaitu sebanyak 46
persen di tahun 2003 menjadi 53 persen di tahun 2006. Selanjutnya, angka tersebut naik ke 63,4 persen
di tahun 2012, dan menjadi 68,2 persen di tahun 2015. “Peningkatan cakupan sampling ini merupakan
bukti capaian wajib belajar 9 tahun dan ekspansi menuju wajar 12 Tahun dan inklusi kepesertaan murid
Indonesia dalam pendidikan membuahkan hasil” jelasnya, di Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Berdasarkan waktu pembelajaran sains, seluruh negara yang tergabung dalam OECD
menunjukkan 94% murid rata-rata mengikuti satu mata pelajaran sains dalam seminggu. Namun, di
Indonesia, sejumlah 4% murid tercatat sama sekali tidak dituntut untuk mengikuti mata pelajaran sains.
Ketidakharusan untuk mengikuti mata pelajaran sains lebih besar lima persen di sekolah yang kurang
beruntung, dibandingkan di sekolah yang lebih maju. Sedangkan, sekolah yang maju di Indonesia
menawarkan kegiatan kelompok belajar sains lebih banyak dibandingkan sekolah-sekolah yang kurang
beruntung. “Hanya 29% murid yang bersekolah di sekolah yang kurang beruntung diberi kesempatan
mengikuti kelompok belajar sains, sementara 75% murid di sekolah maju memiliki kesempatan yang
lebih banyak,” jelas Kapuspendik.

Hasil riset tiga tahunan ini juga mengungkapkan adanya variasi perolehan prestasi literasi sains
berdasarkan tiga aspek. Pertama, aspek peranan sekolah terbukti berpengaruh terhadap capaian nilai
sains siswa, tercatat para siswa yang mendapat nilai tinggi untuk literasi sains karena adanya peranan
kepala sekolah, yaitu menunaikan tanggungjawabnya atas tata kelola sekolah yang baik, murid-
muridnya tercatat mencapai nilai yang lebih tinggi dalam hal sains. Jika proporsi kepala sekolah yang
memonitor prestasi murid-murid dan melaporkannya secara terbuka lebih tinggi, maka angka
pencapaian PISA mereka terbukti lebih tinggi. Di sisi lain, proporsi kepala sekolah yang mengeluhkan
kekurangan materi pelajaran lebih tinggi dari negara-negara lain, yaitu sebesar 33% di Indonesia, 17% di
Thailand dan 6% di negara-negara OECD lainnya.

Kedua, aspek prestasi sains antara siswa dari sekolah swasta dengan sekolah negeri
menunjukkan perbedaan capaian nilai yang signifikan. Sekitar 4 dari 10 siswa di Indonesia bersekolah di
sekolah swasta, secara signifikan jumlah ini lebih tinggi dari rata-rata negara OECD dan negara tetangga
seperti Thailand dan Vietnam. Murid-murid Indonesia di sekolah negeri mencatat nilai 16 poin lebih
tinggi di bidang kompetensi sains, dibandingkan rekan-rekannya di sekolah swasta, dengan
mempertimbangkan latar belakang status sosial ekonomi mereka.

Ketiga, aspek latar belakang sosial ekonomi, dari hasil PISA 2015 menunjukkan, 1 dari 4
responden sampel PISA Indonesia memiliki orangtua dengan pendidikan hanya tamat SD atau tidak
tamat SD. Jumlah ini merupakan terbesar kedua dari seluruh negara peserta. Namun jika dibandingkan
dengan siswa-siswa di negara lain yang memiliki orang tua berlatar belakang pendidikan sama, maka
pencapaian sains murid-murid Indonesia masih lebih baik dari 22 negara lainnya. Tercatat skor sains
Indonesia dalam PISA 2015 adalah 403, jika latar belakang sosial ekonomi negara-negara peserta
disamakan, maka pencapaian skor sains Indonesia berada di angka 445 dan posisi Indonesia naik
sebanyak 11 peringkat.

Hal yang terpenting dari survei benchmarking internasional seperti PISA ini adalah bagaimana
kita melakukan tindak lanjut berdasar diagnosa yang dihasilkan dari survei tersebut. Peningkatan
capaian yang terjadi harus terus ditingkatkan dengan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Bila
laju peningkatan tahun 2012-2015 dapat dipertahankan, maka pada tahun 2030 capaian kita akan sama
dengan capaian rerata negara-negara OECD. Perlu optimis untuk terus bekerja keras.

3. Dua Variabel Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variable yang terbagi kedalam dua variabel yaitu variable
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini dibagi menjadi lima jenis sub variable.
Berikut adalah operasional variabel penelitian:

Variabel Indikator
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi  rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta,
teori, prinsip, pengetahuan dan informasi
 keadaan lingkungan fisik yang memadai
 keadaan lingkungan sosial yang lebih
kondusif
 rasa haus informasi dan rasa ingin tahu
 berprinsip hidup bahwa membaca
merupakan kebutuhan rokhani
Minat baca mahasiswa - Kunjungan perpustakaan
- Frekuensi membaca
- Waktu membaca
- Tujuan membaca
- Kesenangan dan kebutuhan membaca

4. Hubungan Kedua Variabel Penelitan

Hipotesis penelitian akan diuji dengan menggunakan analisis jalur (path analysis), karena
hubungannya bersifat kausal (Sitepu, 1994). Di sini besarnya pengaruh pada setiap variabel bebas
terhadap variabel terikat diperlihatkan oleh parameter strukturnya. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pengisian angket. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian
ini adalah angket tertutup, yaitu terdapat pertanyaan atau pernyataan yang memiliki alternatif jawaban
(option), sehingga responden tinggal memilih pilihan tersebut. Dalam angket yang digunakan,
responden atau sampel dalam penelitian pada tahap metode kuantitatif ini tidak bias memberikan
jawaban atau respon lain kecuali yang telah tersedia sebagai alternatif jawaban.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan minat pada umumnya dan minat baca pada khususnya
menurut Abu Ahmadi (1992: 150-151) adalah sebagai berikut :
1. Pembawaan
Bila pembawaan minat siswa itu tinggi , maka siswa itu akan memiliki dorongan dan semangat
tinggi dalam melaksanakan kegiatan membaca. Bigitu pula sebaliknya.
2. Latihan dan kebiasaan
Menumbuhkan latihan dan kebiasaan membaca dalam diri merupakan hal paling utama yang
harus dilakukan para pembaca dan para pendidik.
3. Kebutuhan
Adanya kebutuhan tentang sesuatu memungkinkan timbulnya perhatian terhadap objek
tersebut.
4. Kewajiban
Membaca adalah sebuah perintah dari langit. Pentingnya membaca dalam pandangan Islam
tergambar dalam ayat yang pertama kali turun kepada Rosulullah.
5. Keadaan jasmani
Sehat jasmani juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi minat baca. Jika kondisi
jasmani terganggu kesehatannya maka secara otomatis yang bersangkutan tidak dapat beraktifitas
banyak dan minatpun akan berkurang.
6. Suasana jiwa
Jiwa adalah daya hidup rohaniyah yang bersefat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur
bagi sekalian perbuatan-perbuatan.
7. Suasana sekitar
Suasana sekitar yang kondusif secara absolute diakui sebagai stimulus dalam meningkatkan
minat secara umum.
8. Kuat tidaknya rangsangan
Adanya rangsangan yang membangkitkan gairah dan memotivasi siswa menumbuhkkan
semangat dan antusiasme sehingga akan berpengaruh pada peningkatan minat seseorang.

Sejalan dengan itu Rosyidi (1987:13) menjelaskan bahwa minat baca bukanlah suatu yang
tumbuh secara otomatis, melainkan minat baca ditanam, ditumbuhkan serta dipupuk sejak usi dini.
Dalam membangun minat baca diperlukan bantuan serta partisipasi aktif dari seluruh komponen
masyarakat mulai lingkungan sekolah (guru), lingkungan masyarakat, pemerintah dan paling utama
adalah dukungan keluarga.
Minat baca yang tinggi adalah suatu keadaan yang dapat memberikan harapan besar terhadap
prestasi dan kesuksesan anak pada masa itu ataupun masa yang akan datang.

5. Daftar Pustaka

Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

https://penerbitbukudeepublish.com/pengertian-minat-baca/

Anda mungkin juga menyukai