Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

SMP Negeri 1 Kuningan merupakan Rintisan Sekolah Bertaraf

Internasional pertama di Kabupaten Kuningan. SMPN 1 Kuningan terus

melakukan upaya peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan

terhadap pelayanan prima bagi peserta didik, orang tua, dan masyarakat,

diantaranya sumbe rdaya manusia, teknologi dan manajemen. SMP Negeri

1 Kuningan terletak di pusat kota, Kecamatan Kuningan, Kabupaten

Kuningan, Jawa Barat. SMP Negeri 1 Kuningan merupakan Sekolah

Menengah Pertama yang menjadi favorit bagi para peserta didik bahkan

orang tua. Dikenal sebagai Sekolah Menengah Pertama dengan mutu

Pendidikan yang dinilai sangat baik membuat SMP Negeri 1 Kuningan

menjadi Sekolah Menengah Pertama yang paling banyak diminati.

Salahsatu faktor terpenting bagi meningkatkan sumber daya manusia

dan taraf kehidupan bangsa adalah pendidikan. Program Pendidikan suatu

bangsa mempengaruhi baik buruknya kualitas bangsa tersebut. Semakin

baik pendidikan dari suatu bangsa, maka semakin baik pula kualitas dari

bangsa tersebut. Pada hakikatnya pendidikan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat. Pendidikan dapat

diperoleh dari mana saja, seperti rumah, lingkungan sekitar, sekolah, dan

lain-lain. Pendidikan dapat diperoleh dari manapun dan siapapun, seperti

1
orang tua, saudara, guru, tetangga dan siapapun yang ada di sekitar

individu itu berada.

Membaca buku harus digemari oleh setiap orang terutama anak-anak.

Melalui kegiatan membaca, seseorang dapat memiliki pengetahuan dan

pikiran yang luas serta mampu mempelajari berbagai macam bidang studi.

Oleh karena itu, membaca merupakan keterampilan yang harus dibiasakan

dan diajarkan ketika memasuki sekolah formal untuk pertama kali

(Tamaya, Suyono, dan Roekhan, 2018). Dengan membudayanya

kemampuan membaca di kalangan anak-anak, maka tingkat keberhasilan

dan kesuksesan anak di bidang pendidikan formal maupun masyarakat

akan semakin tinggi dan akan meningkat pula peluang keberhasilan dalam

diri anak (Faradina, 2017). Jika kemampuan membaca atau reading

literacy dari bangsa kita akan mengakibatkan Sumber Daya Manusia yang

tidak mampu bersaing karena kurangnya wawasan akan ilmu pengetahuan

dan perkembangan teknologi yang dimiliki sebagai akibat dari minimnya

minat terhadap membaca dan menulis.

Bangsa kita belum menjadikan aktifitas membaca dan menulis sebagai

kebutuhan wajib dalam keseharian. Kesediaan buku-buku bacaan yang

terdapat di perpustakaan belum mampu memenuhi kebutuhan akan

tuntutan membaca sebagai dasar dari sebuah perpustakaan. Selain itu,

permasalahan yang terkait dengan pendidikan terutamanya pada

permasalahan budaya membaca belum dianggap sebagai masalah khusus,

sementara itu banyak permasalahan lain yang lebih diutamakan (Teguh,

2017).

2
Permasalahan rendahnya minat baca masyarakat di Jawa Barat

merupakan permasalahan lama yang belum terselesaikan hingga saat ini.

Menurut Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Jawa Barat minat

baca warga Jawa Barat sangat rendah. Indeks minat baca dari masyarakat

di Jawa Barat adalah 0,001 atau sama dengan satu buku dibaca oleh 1000

orang. Dibandingkan warga Singapura, minat warga Jawa Barat jauh

tertinggal. Di Singapura, indeks membaca mencapai satu orang membaca

lima buku. Rendahnya minat baca tersebut tergantung pada keterbatasan

sarana dan prasaran, rendahnya minat sumber daya manusia, dan kemauan

politik pemerintah. (anataranews.com, diakses: 25 Juni 2022). Berdasarkan

hasil observasi awal, beberapa perpustakaan di sekolah di Kabupaten

Kuningan memiliki fasilitas yang kurang lengkap, konten buku-buku yang

kurang menarik minat baca, dan jumlah buku-buku yang terbatas.

Kemdikbud melalui Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2015

mendeklarasikan Gerakan Literasi Sekolah yang dapat disingkat menjadi

(GLS) untuk menanamkan dan menumbuhkan sikap Budi Pekerti luhur

kepada anak-anak melalui bahasa serta sebagai usaha pemerintah agar

seluruh warga sekolah baik itu guru, peserta didik, orangtua/wali murid

serta masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan juga turut

terlibat (Faradina, 2017). Oleh karena itu, seluruh peserta didik di sekolah

dasar diwajibkan untuk membiasakan membaca buku bacaan seperti cerita

lokal dan cerita rakyat yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dalam

materi bacaannya sebelum kegiatan pembelajaran di kelas dimulai

(Hidayat &

3
Basuki, 2018).

GLS yang telah diluncurkan oleh Kementian Pendidikan dan

Kebudayaan RI tahun 2015 pada kenyatannya belum dapat dengan efektif

diimplementasikan di seluruh sekolah. Dikarenakan masing-masing

sekolah mempunyai kendala yang beragam mungkin juga masih berada

pada tahapan literasi yang berbeda-beda. SMP Negeri 1 Kuningan yang

terletak di pusat kota Kabupaten Kuningan merupakan salah satu contoh

sekolah yang sudah menjalankan anjuran membaca 15 menit sebelum

pelajaran berlangsung namun belum menjalankan secara maksimal. Hal ini

bukan berarti sekolah tidak memiliki program untuk membuat peserta

didiknya lebih melek literasi.

Literasi Sekolah dalam konteks GLS memiliki pengertian sebagai

kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan pengetahuan

secara cerdas melalui berbagai kegiatan diantaranya yaitu membaca,

melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah

(GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan

berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran

yang warganya melek literasi sepanjang hayat melalui pelibatan publik

(Wiedarti dan Laksono, 2016). GLS dikembangkan berdasarkan sembilan

agenda prioritas atau yang disebut sebagai Nawacita yaitu kaitannya

dengan tugas dan fungsi Kemendikbud. Nawacita yang ada kaitannya

dengan pendidikan antara lain nomor 5, 6, 8, dan 9. Poin lima adalah

tentang meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.

Poin enam yaitu meningkatkan

4
produktivitas dan daya saing rakyat di pasar internasional sehingga bangsa

Indonesia dapat maju dan bangkit bersama bangsa Asia lainnya. Poin

delapan adalah melakukan revolusi karakter bangsa, dan poin sembilan

yaitu memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial di

Indonesia (Wiedarti & Laksono, 2016).

Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan selaku eksekutor kebijakan

pendidikan di tataran mezo mengadakan program workshop literasi

sekolah. Program workshop literasi sekolah yang diselenggarakan oleh

Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan bertujuan untuk memberikan

pelatihan kepada kepala sekolah, pustakawan, dan guru agar mampu

melaksanakan kebijakan gerakan literasi di sekolah masing-masing. Selain

Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, satuan pendidikan atau sekolah

seyogianya berperan aktif untuk memfasilitasi gerakan literasi sekolah.

Pelaksanaan kegiatan dan penyediaan fasilitas untuk kegiatan literasi

menjadi tangung jawab sekolah, salah satunya dengan mengalokasikan

waktu dan menyusun jadwal kegiatan yang di dalamnya mencantumkan

kegiatan literasi, menyediakan bahan bacaan yang relevan untuk

penumbuhan budi pekerti, pendidik bersama-sama dengan peserta didik

melakukan kegiatan literasi secara berkelanjutan, sekolah mengagendakan

perlombaan dalam bidang literasi bagi peserta didik, dan lain sebagainya.

Rendahnya minat baca dibuktikan dengan survei tiga tahunan Badan

Pusat Statistik (BPS) mengenai minat membaca dan menonton pada anak-

anak Indonesia. Survei yang terakhir dilakukan pada tahun 2015

5
menyebutkan bahwa, hanya 13,11 persen penduduk berumur 10 tahun ke

atas yang memiliki minat baca, sementara yang memiliki minat menonton

televisi mencapai 91,47 persen. Selain data dari BPS, hasil survei terbaru

dari Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2015

yang dikeluarkan pada 6 Desember 2016 menyebutkan bahwa minat baca

peserta didik di Indonesia masih tergolong rendah. Berturut-turut rerata

skor yang dicapai oleh peserta didik di Indonesia untuk sains, membaca,

dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara yang

dievaluasi. Peringkat dan nilai peserta didik Indonesia tersebut hampir

mirip dengan hasil tes dan survei PISA yang pernah dilakukan pada tahun

2012 yang juga tergolong pada kelompok penguasaan materi yang rendah

(Iswadi, 2016).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Program of International

student Assassement tahun 2012, dari 65 negara termasuk Indonesia,

negara kita menduduki ranking ke 60. Ini terlihat pada literasi atau budaya

membaca di Kabupaten Kuningan sangat rendah sekali. Tentunya

permasalahan ini harus menjadi keprihatinan bersama mulai dari insan

pendidik hingga aparat pemerintah yang memang memiliki kewenangan

dalam hal tersebut, karena literasi merupakan ujung tombak dari

keberhasilan pendidikan.

Realitasnya, pendidikan di Indonesia, saat ini berada dalam tahap

gawat darurat. Berdasarkan temuan dalam hasil dari survey PIRLS

2011 (International Results in Reading), Indonesia menempati peringkat

ke-45 dari total 48 negara dengan skor akhir 428 dari skor rata-rata 500.

6
Sementara,

7
uji Literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan hasil bahwa

Indonesia menduduki peringkat ke-57 dengan skor pada 396 (skor rata-rata

OECD 493), selain itu PISA 2012 menunjukkan bahwa Indonesia berada

pada peringkat ke-64 dengan nilai akhir 396 (nilai rata- rata OECD 496)

(OECD, 2013). Terdapat sebanyak 65 negara turut berpartisipasi dalam

PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam

keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta

didik Indonesia tergolong rendah (Wiedarti & Laksono, 2016). Data di atas

selaras dengan temuan UNESCO pada tahun 2012 terkait kebiasaan

membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang

masyarakat Indonesia yang membaca. Data lain dari Badan Pusat Statistik

(BPS), pada tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk yang menonton

TV mencapai 91,68% dan yang membaca surat kabar berjumlah 17,66%.

Hal ini, menunjukkan bahwa budaya membaca di Indonesia kalah saing

dari budaya menonton. (Kalida, dkk, 2014). Berpijak pada data di atas,

dapat disimpulkan bahwa rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia

ditunjukkan dengan rendahnya Karakter budaya Gemar Membaca atau

kebiasaan membaca masyarakat Indonesia. Kondisi ini jelas menimbulkan

citra tidak baik terhadap potret pendidikan di Indonesia, terutama pada

bidang literasi membaca. Padahal kenyataannya membaca adalah kegiatan

yang penting dan krusial terhadap pengetahuan manusia.

Kendala dari pelaksanaan program Gerakan Literasi Sekolah di SMP

Negeri 1 Kuningan yaitu kebanyakan dari peserta didik yang masih

8
menduduki bangku kelas VII rasa malas membaca masih tergolong cukup

tinggi. Dari hal tersebut, terdapat keunggulan dari pelaksanaan Gerakan

Literasi Sekolah di SMP Negeri 1 Kuningan tidak hanya dilaksanakan

dalam satu mata pelajaran saja hampir merambah ke semua mata pelajaran,

untuk sekarang ini terintegrasi dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia

dan Bahasa Sunda. Dengan adanya pernyataan tersebut dalam pelaksanaan

menggalakan budaya literasi ini peserta didik dapat diberikan suatu tagihan

akademik maupun non akademik. Sebagai contoh nyata yang peneliti

ketahui di SMP Negeri 1 Kuningan mempunyai acara tahunan yaitu

semacam pameran hasil dari karya peserta didik. Siswa dapat menciptakan

suatu karya yang bersumber dari kegiatan literasi tersebut. Karya peserta

didik tidak hanya berupa puisi dan cerpen yang dipamerkan di acara

tersebut melainkan dapat berbentuk karya literatur lainnya seperti drama

dan musikalisasi puisi. Drama dan musikalisasi puisi tersebut bersumber

dari peserta didik membaca buku yang termasuk dalam pelaksanaan

Gerakan Literasi Sekolah yang dilaksanakan oleh SMP Negeri 1 Kuningan.

Tidak hanya berupa puisi, cerpen, drama dan musikalisasi puisi saja,

melainkan terdapat banyak hasil karya peserta didik yang dibuat

berdasarkan dari membaca buku yang berkaitan dengan program literasi

tersebut. SMP Negeri 1 Kuningan juga mempunyai perpustakaan

refresentatif yang di dalamnya berisikan karya-karya tulis peserta didik.

Hal ini merupakan bentuk hasil dari tahap-tahap pengembangan dari

Gerakan Literasi Sekolah.

Faktor-faktor rendahnya minat baca di Indonesia adalah orang lebih

9
suka kepada budaya dengar dan bicara, ini pengaruh dari budaya jaman

kerajaan dahulu terbawa hingga sekarang. Disinilah pentingnya sinergi

antar penggiat budaya baca atau literasi, misalnya para pengelola

Perpustakaan Sekolah yang mengikuti bimtek. Kaitannya dengan

pengadaan buku-buku bacaan diluar buku paket, pihak sekolah diharapkan

agar dapat menganggarkan dari dana BOS untuk pengadaan buku-buku

bacaan tersebut. Dengan demikian, sedikit demi sedikit budaya minat baca

atau literasi bisa meningkat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

mengkaji lebih dalam mengenai implementasi kebijakan gerakan literasi di

SMP Negeri 1 Negeri Kuningan yang bertujuan untuk mendeskripsikan

program literasi yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Negeri Kuningan,

implementasi kebijakan tersebut serta mengetahui faktor pendukung dan

penghambat pelaksanaan kebijakan gerakan literasi di SMP Negeri 1

Negeri Kuningan.

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas dan melihat

realita dalam program Gerakan Literasi Sekolah, maka peneliti melakukan

penelitian tentang “Implementasi Program Gerakan Literasi Sekolah dalam

Menumbuhkan Minat Baca di SMP Negeri 1 Kuningan”. Hal ini dilakukan

agar dapat tergambar dengan rinci bagaimana salahsatu sekolah unggulan

di Kabupaten Kuningan menerapkan GLS sebagai upaya dalam

meningkatkan literasi peserta didiknya.

10
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat ditemukan

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana implementasi Gerakan Literasi Sekolah di SMP Negeri 1

Kuningan?

2) Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan gerakan

literasi sekolah di SMP Negeri 1 Kuningan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum dapat

dijelaskan bahwa dalam penelitian mengenai “Implementasi Gerakan

Literasi di SMP Negeri 1 Kuningan” bertujuan untuk mengetahui dan

mendeskripsikan:

1) Implementasi gerakan literasi sekolah di SMP Negeri 1 Kuningan.

2) Faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan gerakan

literasi sekolah di SMP Negeri 1 Kuningan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, yaitu:

2) Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah keilmuan khususnya tentang Implementasi Gerakan

11
Literasi Sekolah.

3) Manfaat praktis

a. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai

refleksi dari pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat memberikan

solusi atas permasalahan yang terjadi.

b. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan wawasan dan pelatihan berpikir secara ilmiah terkait

penyusunan skripsi tentang implementasi Gerakan Literasi

Sekolah dan dapat menambah pengalaman di bidang penelitian.

1.5. Batasan Masalah

Batasan istilah dalam penelitian ini digunakan agar tidak

menimbulkan adanya perbedaan pengertian. Beberapa batasan istilah yang

perlu dijelaskan adalah sebagai berikut.

1) Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan

secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi

pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui

pelibatan publik. Pada penelitian ini Gerakan Literasi Sekolah yang

dimaksud ialah gerakan literasi yang dilaksanakan di SMPN 1

Kuningan.

2) Implementasi Gerakan Literasi Sekolah, yang dimaksudkan dengan

Implementasi Gerakan Literasi Sekolah pada penelitian ini yaitu

membahas tentang bagaimana Implementasi Gerakan Literasi

12
Sekolah

13
di SMPN 1 Kuningan yang sudah dilaksanakan dan apa saja faktor

pendukung dan faktor penghambat dari pelaksanaan Gerakan Literasi

tersebut.

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memberikan gambaran materi yang terkait

dalam penelitian ini, maka penulis menyusun penelitian ini dalam satu

rangkaian dengan sistematika yang terdiri dari 5 bab, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang penjelasan teori-teori dan konsep-konsep yang

mendukung penelitian penulis lakukan yang dapat digunakan untuk

membahas serta menganalisa permasalahan yang sedang diteliti.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan penjelasan tentang metode yang dipakai oleh penulis

dan dalami penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif yaitu

imemberikan gambaran tentang Implementasi Program Gerakan Literasi

Sekolah Dalam Menumbuhkan Minat Baca di SMP Negeri 1 Kuningan, serta

menganalisa secara kualitatif bagaimana pelaksanaan tersebut dapat

14
meningkatkan kesadaran pihak terkait. Metode yang digunakan penulis untuk

memperoleh informasi dengan wawancara mendalam, petunjuk dan bahan-

bahan lain sebagai penguat kelengkapan penulisi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini membahas imengenai penyajian data penelitiani,

pengolahan data yang terkumpul dan ipembahasan hasil penelitian tentang

Implementasi Program Gerakan Literasi Sekolah Dalam Menumbuhkan

Minat Baca di SMP Negeri 1 Kuningan.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah kesimpulan dan saran penulis mengenai semua hasil

penelitian dan diakhiri dengan daftar pustaka serta lampirani-lampirannya.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai